EFEKTIVITAS PEMBERIAN REWARD MELALUI METODE TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI

(1)

i

EFEKTIVITAS PEMBERIAN REWARD MELALUI METODE

TOKEN EKONOMI UNTUK MENINGKATAN KEDISIPLINAN

ANAK USIA DINI

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

Oleh Umri Mufidah

1601408001

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya menyatakan bahwa ini skripsi tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya yang diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis dirujuk dalam skripsi dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang,

Umri Mufidah NIM. 1601408001


(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini” telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

Hari :

Tanggal :

Panitia Ujian Skripsi,

Ketua, Sekretaris,

Drs. Hardjono, M.Pd Edi Waluyo, S.Pd., M.Pd

NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 19790425 200501 1 001 Penguji I,

Wulan Ardiati, M.Pd NIP. 19810613 200501 2 001

Penguji II, Penguji III,

Edi Waluyo, S.Pd., M.Pd Drs. Khamidun, M.Pd


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Disiplin didahulukan, akademik diutamakan.

PERSEMBAHAN :

karya ini kupersembahkan untuk:

 ALLAH SWT yang selalu ada setiap detik untuk menemaniku  Ayahku (almarhum) yang selalu menjadi semangat dalam hidupku  Ibu dan kakakku, terima kasih atas doa, kasih sayang sepenuh hati

dan dukungannya

 Om dan tante, pak de dan bu de serta semua keluarga besar mbah H. Abdul Kodir dan mbah H. Ahmad Khudori yang selama ini sudah membiayaiku sekolah sampai sekarang ini.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang senantiasa melimpahkan hidayah dan rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini di TK Hj. Isriati Baiturrahman 1 Semarang”, dapat terselesaikan.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam menempuh studi jenjang strata 1 (S1) dan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Semarang. Penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada :

1. Drs. Hardjono, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

2. Edi Waluyo, S.Pd., M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini UNNES yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini.

3. Edi Waluyo, S.Pd., M.Pd, pembimbing I dan Drs. Khamidun, M.Pd pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan penulisan untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap dosen Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini yang telah menyampaikan ilmunya kepada penulis

5. Hj. Fadlilah, S.Pd selaku Kepala Sekolah dan segenap guru TK Hj Isriati Baiturrahman 1 Semarang yang telah memberikan izin penelitian

6. Ibu dan kakakku tersayang yang tidak pernah berhenti menyayangi dan mengasuhi lahir dan batin, ayahku yang sudah di Surga yang selalu menjadi motivasiku serta sanak saudara tersayang yang selalu memberiku dukungan.


(6)

vi

7. Teman-teman Jurusan PG PAUD UNNES 2008

8. Teman-teman di kos MHC gang goda yang memberikan semangat, terlebih Dinta Intan Widiasti yang sudah menjadi inspiratorku selama ini, dan temanku Imul Puryanti yang selalu menjadi sahabatku baik susah maupun senang.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penelitian dan penusunan skripsi ini.

10.Alamaterku tercinta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Meskipun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca.

Semarang, 2012


(7)

vii ABSTRAK

Mufidah, Umri. 2012. Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token Ekonomi untuk meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini. Skripsi, Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: 1. Edi Waluyo, M.Pd, 2. Drs. Khamidun, M.Pd

Kata Kunci: reward, token ekonomi, kedisiplinan, anak usia dini

Disiplin merupakan suatu cara untuk memperbaiki tingkahlaku yang salah. Disiplin juga mendorong, membimbing dan membantu anak agar memperoleh perasaan puas karena kesetiaan, kepatuhan, dan mengajarkan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur. Reward juga merupakan salah satu alat pendidikan untuk mendidik anak supaya dapat merasa senang, karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Hurlock menyatakan bahwa sepanjang masa kanak-kanak, penghargaan mempunyai nilai edukatif yang penting. Untuk itu setiap kali anak menunjukkan sikap disiplin mereka maka akan mendapatkan sebuah imbalan atau token ekonomi yang dapat dikumpulkan dan ditukarkan dengan sesuatu yang berharga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui token ekonomi efektif atau tidak dalam meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.

Penelitian ini jenis penelitian eksperimen kuasi Nonequivalent Control Group

Design. Pengambilan sample menggunakan teknik Nonprobability Sampling.

Sedangkan jenis sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yang menyebutkan bahwa penentuan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu.

Uji t paired antara pretest dan posttest kelompok eksperimen menghasilkan nilai significant (2-tailed) < 0,05 yaitu 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Berdasarkan nilai thitung 5,872 > dari nilai ttabel 2,069 menunjukkan bahwa ada perbedaan antara pretest

dan posttest kelompok eksperimen. Hasil perhitungan uji t paired antara pretest dan posttest kelompok kontrol menghasilkan nilai significant (2-tailed) > 0,05 yaitu 0,071 yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan nilai thitung

1,899 < dari nilai ttabel 2,069 menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan antara hasil

pretest dan posttest kelompok kontrol. Hasil uji t paired posttest kelompok eksperimen dan kontrol adalah ada perbedaan yang signifikan karena memiliki nilai significant (2-tailed) < 0,05 yaitu 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan nilai thitung 9,470 > dari nilai ttabel 2,069 menunjukkan bahwa

ada perbedaan antara hasil posttest kelompok kontrol dan eksperimen, dimana kelompok eksperimen menghasilkan nilai posttest yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.

Ada perbedaan tingkat kedisiplinan pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan token ekonomi dan terlihat perbedaan tingkat kedisiplinan pada kelompok eksperimen dan kontrol setelah diberikan perlakuan. Maka token ekonomi efektif digunakan untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.


(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

2.1 Rumusan Masalah ... 6

3.1 Tujuan Penelitian ... 6

4.1 Manfaat Penelitian ... 7

4.1.1 Manfaat Teoritis ... 7

4.1.2 Manfaat Praktis ... 7

5.1 Batasan Istilah ... 7

5.1.1 Pengertian Reward ... 7


(9)

ix

5.1.3 Pengertian Kedisiplinan ... 8

5.1.4 Pengertian Anak Usia Dini ... 8

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Reward ... 9

2.1.1 Pengertian Reward ... 9

2.1.2 Komponen-kompenen Penerapan Reward ... 12

2.1.3 Syarat-syarat Reward ... 14

2.1.4 Tujuan Reward ... 16

2.1.5 Fungsi dan Peranan Reward ... 16

2.2 Token Ekonomi ... 18

2.2.1 Konsep Metode Token Ekonomi ... 18

2.2.2 Tujuan Token Ekonomi ... 21

2.2.3 Komponen Token Ekonomi ... 23

2.2.4 Langkah-langlah Pelaksanaan Token Ekonomi ... 25d 2.2.5 Kriteria Pemilihan Token Ekonomi ... 26

2.2.6 Kebaikan dan Kelemahan Token Ekonomi ... 27

2.3 Kedisiplinan ... 27

2.3.1 Konsep Kedisiplinan ... 27

2.3.2 Tujuan Disiplin ... 32

2.3.3 Pengaruh Disiplin pada Anak ... 33


(10)

x

2.3.5 Karakteristik Perkembangan Disiplin Anak Usia Dini ... 36

2.3.6 Unsur-unsur Disiplin ... 38

2.3.7 Indikator Disiplin ... 41

2.4 Anak Usia Dini ... 42

2.4.1 Pengertian Anak Usia Dini ... 42

2.4.2 Karakteristik Anak Usia Dini ... 45

2.4.3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Perkembangan AUD ... 46

2.5 Kerangka Berfikir ... 47

2.6 Hipotesis ... 48

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 49

1.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 49

1.1.1 Jenis Penelitian ... 49

1.1.2 Desain Penelitian ... 50

1.2 Variabel Penelitian ... 52

1.2.1 Identifikasi Variable ... 52

1.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 53

1.2.3 Hubungan Antar Variabel ... 53

1.3 Populasi dan Sampel ... 54

1.3.1 Populasi ... 54

1.3.2 Sampel ... 54

1.4 Metode Pengumpulan Data ... 55


(11)

xi

1.5.1 Validitas ... 57

1.5.2 Reliabilitas ... 60

1.6 Analisis Data ... 62

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1 Persiapan Penelitian ... 71

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ... 71

4.1.2 Proses Perijinan ... 72

4.1.3 Penentuan Subjek Penelitian ... 73

4.1.4 Persiapan Instrumen Penelitian ... 76

4.2 Pelaksaan Penelitian ... 79

4.2.1 Pengumpulan Data ... 79

4.2.2 Pelaksanaan Skoring ... 81

4.3 Data Hasil Penelitian ... 81

4.3.1 Hasil Penelitian pada Kelompok Eksperimen ... 81

4.3.2 Hasil Penelitian pada Kelompok Kontrol ... 83

4.3.3 Perbandingan Data Pretest dan Posttest ... 84

4.4 Analisi Data ... 84

4.4.1 Uji Normalitas ... 84

4.4.2 Uji Homogenitas ... 85

4.5 Uji Hipotesis ... 86


(12)

xii

4.5.2 Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen ... 89

4.5.3 Uji Hipotesis Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 89

4.6 Pembahasan dan Analisis ... 90

4.6.1 Pembahasan Hasil Penelitian ... 90

4.6.2 Analisis Hasil Penelitian ... 91

BAB 5 PENUTUP ... 96

5.1 Simpulan ... 96

5.2 Saran ... 96

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 97

DAFTAR PUSTAKA ...98


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Rancangan Penelitian Pretest-Posttest Control Group Design ... 52

3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Peningkatan Kedisiplinan Anak Usia Dini Melalui Metode Token Ekonomi ... 57

3.3 Hasil Uji Validitas ... 59

3.4 Hasil Uji Reliasbilitas Item pada Uji Coba Instrumen ... 61

4.1 Subjek Penelitian ... 73

4.2 Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 75

4.3 Pemberian Token Ekonomi pada Kelompok Eksperimen ... 79

4.4 Jadwal Pemberian Perlakuan ... 80

4.5 Hasil Pretest Tingkat Kedisiplinan Kelompok Eksperimen ... 82

4.6 Hasil Posttest Tingkat Kedisiplinan Kelompok Eksperimen ... 82

4.7 Hasil Pretest Tingkat Kedisiplinan Kelompok Kontrol ... 83

4.8 Hasil Posttest Tingkat Kedisiplinan Kelompok Kontrol ... 83

4.9 Hasil Rata-rata Pretest dan Posttest ... 84

4.10 Hasil Uji Normalitas ... 85

4.11 Hasil Uji Homogenitas ... 86

4.12 t-test Kelompok Kontrol ... 87

4.13 t-test Kelompok Eksperimen ... 88


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 100

2. Validitas Dan Reliabilitas Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 101

3. Instrumen Penelitian ... 102

4. Tabulasi Data Hasil Penelitian ... 103

5. Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 104

6. Uji Homogenitas Data Pretest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 105

7. Uji Perbedaan Data Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 106

8. Uji Perbedaan Data Posttest Kelompok Kontrol dan Eksperimen ... 107

9. Dokumentasi ... 108


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Disiplin merupakan salah satu kebutuhan dasar anak dalam rangka pembentukan dan pengembangan wataknya secara sehat. Tujuannya ialah agar anak dapat secara kreatif dan dinamis dalam mengembangkan hidupnya di kemudian hari. Tentu saja kasih sayang dan disiplin harus berjalan bersama-sama secara seimbang. Dengan kata lain kasih sayang tanpa disiplin mengakibatkan munculnya rasa sentimen dan ketidakpedulian sebaliknya disiplin tanpa kasih sayang merupakan tindakan kejam. Oleh karena itu, bahasan mengenai disiplin ini amat perlu karena hal ini dapat menjadi sumber masukan dalam pelayanan sebagai guru, sehingga guru memiliki pemahaman yang benar mengenai disiplin. Selain itu dapat menjadi alat refleksi bagi guru, sehingga guru dapat bersikap yang benar dalam mendisiplinkan anak didiknya.

Orangtua dan guru selalu memikirkan cara yang tepat dalam menerapkan disiplin bagi anak sejak balita hingga masa kanak-kanak dan sampai usia remaja. Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasanya, dimana anak sangat bergantung kepada disiplin diri dan pembentukkan perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya tertentu, tempat individu itu


(16)

diidentifikasikan. Karena tidak ada pola budaya tunggal, tidak ada pula satu falsafah pendidikan yang menyeluruh untuk mempengaruhi cara menanam disiplin.

Bakwin dan bakwin (Wantah 2005: 141) telah memberi beberapa alasan terjadinya perubahan dalam sikap sosial terhadap disiplin yakni, hilangnya pengaruh agama, popularitas psiko-analisis dengan penekanan pada pengaruh buruk, penekanan emosi, pemusatan perhatian pada perkembangan emosional, perkembangan spiritual, doktrin palsu yang menyatakan bahwa kesalahan dalam pendidikan anak berbekas secara permanen pada jiwa anak, hilangnya kepercayaan diri orang tua yang menyebabkan wibawa mereka merosot. Selanjutnya banyak orang tua tidak berusaha untuk menanamkan disiplin sehingga akan menyebabkan rasa benci yang akan membuat hubungan orang tua dengan anak yang lebih besar sulit dan tidak menyenangkan.

Spock (Wantah 2005: 142) Konsep positif dari disiplin ialah sama dengan pendidikan dan bimbingan karena menekankan pertumbuhan didalam disiplin diri dan pengendalian diri. Ini kemudian akan melahirkan motivasi dari dalam. Disiplin negatif memperbesar ketidakmatangan individu, sedangkan disiplin positif menumbuhkan kematangan. Fungsi pokok disiplin ialah mengajarkan anak menerima pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial. Oleh sebab itu disiplin positif akan membawa hasil yang lebih baik dari pada disiplin negatif.

Ironisnya fenomena yang terjadi dalam dunia pendidikan mengisyaratkan masih banyak terjadi perilaku kurang disiplin seperti kehidupan sex bebas,


(17)

keterlibatan dalam narkoba, geng motor, dan berbagai tindakan yang menuju ke arah kriminal lainnya, yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolahpun pelanggaran terhadap berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang merentang dari pelanggaran ringan sampai pelanggaran berat, seperti kasus bolos sekolah, perkelahian, nyontek, pemalakan, dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya. Tentu saja semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangan, maka disinilah arti penting penanaman disiplin sejak dini yaitu untuk mencegah dan menanggulangi adanya ketidakdisiplinan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti di Taman Kanak-kanak Hj. Isriati Baiturahman 01 Semarang, di masing-masing kelas yang ada di sekolah tersebut menunjukkan masih saja ada anak yang menunjukkan perilaku kurang disiplin hal ini terlihat dari ada beberapa siswa yang datang terlambat ke sekolah, dan pada saat proses pembelajaran berlangsung seperti pada saat kegiataan pembukaan yaitu pada saat berdoa masih ada anak yang bercanda dan berbicara dengan temannya yang lain, pada saat mencuci tangan ada anak yang tidak mau antri, atau pada saat bermain anak berebut mainan dengan temannya dan lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa anak belum mematuhi dan memahami adanya aturan yang berlaku dalam proses pembelajaran berlangsung.

Dengan adanya masalah kurang disiplin yang terjadi di sekolah tersebut, maka ada salah satu metode yang sering digunakan di sekolah untuk penguatan perilaku positif pada anak yaitu pemberian reward (penghargaan), yang pertama reward


(18)

verbal yang berupa pujian dari guru. Dimana pujian diberikan ketika siswa dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan tertib. Reward (penghargaan) tidak hanya berupa verbal, tetapi ada juga yang berupa non verbal salah satunya yaitu dengan metode token ekonomi. Token ekonomi merupakan suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian token (tanda-tanda). Individu menerima token dengan cepat setelah mempertunjukkan perilaku yang diinginkan.

Token itu kemudian dikumpulkan dan dapat dipertukarkan dengan suatu obyek atau kehormatan yang penuh arti. Secara singkatnya token ekonomi merupakan sebuah sistem penguatan untuk perilaku yang dikelola dan diubah, seseorang mesti dihadiahi atau diberikan penguatan untuk meningkatkan atau mengurangi perilaku yang diinginkan. Tujuan utama token ekonomi adalah untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Boniecki (2003: 225) mengenai penggunaan token ekonomi sebagai penguatan dalam meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas menunjukan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan setelah penggunaan token ekonomi, terlihat bahwa siswa lebih antusias dan ikut berpartisipasi dalam proses pembelajaran berlangsung. Hasil ini menunjukkan bahwa token ekonomi memotivasi siswa dalam menanggapi setiap pertanyaan yang disampaikan dalam pembelajaran.


(19)

Berdasarkan hasil penelitian di atas mengidentifikasikan bahwa token ekonomi dapat digunakan dalam meningkatkan partisipasi belajar siswa pada proses pembelajaran berlangsung. Token ekonomi yang digunakan untuk siswa ini berupa point atau permen. Token ekonomi ini juga dapat digunakan pada anak usia dini, jika pada siswa yang lebih besar token ekonomi yang digunakan berupa poin atau permen, sedangkan untuk anak usia dini dapat berupa sesuatu yang lebih menarik seperti kartu, koin, dan lain-lain.

Dibidang pendidikan Abikoff dan Hecttman (Davison 2006: 685) menyatakan bahwa yang diperlukan dalam penanganan perilaku anak dapat didasarkan pada prinsip pengkondisian operant. Program-program tersebut minimal menunjukkan keberhasilan jangka pendek dalam memperbaiki perilaku sosial dan akademik. Dalam penanganan tersebut, perilaku anak dipantau di rumah dan di sekolah, mereka diberi penguatan untuk berperilaku sesuai harapan, contohnya tetap duduk di kursi dan mengejarkan tugas-tugas mereka. Sistem poin dan papan bintang merupakan komponen umum dalam program-program tersebut. Anak-anak yang menjelang remaja mendapatkan poin dan anak-anak yang lebih muda mendapatkan bintang karena berperilaku tertentu, anak-anak kemudian dapat menukar poin dan bintang mereka dengan hadiah. Fokus program operant ini adalah meningkatkan karya akademik, menyelesaikan tugas-tugas rumah atau belajar keterampilan sosial spesifik. Sungguh merupakan harapan bersama kedisiplinan dapat terwujud dalam keseharian masyarakat yang dimulai sejak dini. Oleh karena itulah peneliti tertarik


(20)

untuk mengadakan penelitian mengenai “Efektivitas Pemberian Reward Melalui Metode Token Ekonomi Untuk Meningkatkan Kedisiplinan Anak Usia Dini”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Apakah pemberian reward melalui metode token ekonomi dapat diterapkan pada anak usia dini?

1.2.2 Bagaimana bentuk media token ekonomi yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak usia dini?

1.2.3 Apakah pemberian reward melalui metode token ekonomi efektif dalam meningkatkan kedisiplinan anak usia dini?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui apakah pemberian reward melalui metode token ekonomi ini sesuai untuk anak usia dini.

1.3.2 Untuk mengetahui bentuk media token ekonomi yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak usia dini.

1.3.3 Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian reward melalui metode token ekonomi dalam meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.


(21)

1.4

Manfaat Penelitian

Manfaat diadakannya penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasanah penelitian ilmiah terutama pada bidang pendidikan anak usia dini mengenai efektivitas pemberian reward melalui metode token ekonomi sebagai peningkatan kedisiplinan siswa di sekolah.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1Bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

1.4.2.2Sebagai masukan bagi tenaga pengajar di TK sebagai bahan kajian dalam meningkatkan kedisiplinan siswa sehingga siswa lebih siap melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah dasar.

1.4.2.3Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian mengenai pemberian reward melalui metode token ekonomi sebagai peningkatan kedisiplinan siswa.

1.5

Batasan Istilah

1.5.1 Reward (Penghargaan)

Reward berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan itu akan memberi motivasi kepada anak untuk meningkatkan dan memperkuat perilaku yang sesuai dengan aturan dan norma-norma, serta memperkuat


(22)

anak untuk menghindarikan dirinya dari tindakan-tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat.

1.5.2 Metode Token Ekonomi

Token Ekonomi merupakan suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian token (tanda-tanda). Individu menerima token dengan cepat setelah mempertunjukkan perilaku yang diinginkan. Token itu dikumpulkan dan dipertukarkan dengan suatu obyek atau kehormatan yang penuh arti.

1.5.3 Kedisiplinan

Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban yang diajarkan disekolah.

1.5.4 Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berusia nol tahun atau sejak lahir sampai berusia kurang lebih delapan tahun atau dari lahir sampai usia SD kelas awal (The National Association Education of Young Children). Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya piker, daya ciptaa, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.


(23)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Reward

2.1.1

Pengertian Reward

Reward merupakan suatu bentuk teori penghargaan positif yang bersumber dari aliran behavioristik yang dikemukakan oleh Watson, Ivan Pavlov dan kawan-kawan dengan teori stimulus-responnya. Reward atau penghargaan merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulang kembalinya tingkah laku tersebut.

Reward menurut bahasa, berasal dari bahasa inggris reward yang berarti penghargaan atau hadiah. Sedangkan menurut istilah, banyak sekali pendapat yang mengemukakan, diantaranya reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan.

Menurut Maslow (Wantah 2005: 164) penghargaan adalah salah satu dari kebutuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasi dirinya. Sedangkan menurut Goodman & Gurian (Wantah 2005: 164) pemberian penghargaan harus didasarkan kepada prinsip bahwa penghargaan itu akan memberi motivasi kepada anak untuk meningkatkan dan memperkuat perilaku yang sesuai dengan aturan dan norma-norma, serta memperkuat anak untuk menghindarkan dirinya dari


(24)

tindakan-tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Dalam pelaksanakannya pemberian penghargaan perlu memperhatikan mutu perilaku, jenis tindakan, usia, tingkat perkembangan anak, serta situasi dan kondisi dimana penghargaan itu diberikan.

Reward adalah salah satu alat pendidikan untuk mendidik anak supaya dapat merasa senang, karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat penghargaan. Hal ini bertujuan agar anak lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau memningkatkan prestasi yang telah dicapainya. Dengan kata lain, anak menjadi lebih keras kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi.

Reward merupakan sesuatu yang disenangi dan digemari oleh anak-anak, dapat diberikan kepada siapa saja yang mampu memenuhi harapan, yakni mencapai tujuan yang ditentukan, atau bahkan melebihinya. Besar kecilnya reward yang diberikan bergantung kepada banyak hal, terutama ditentukan oleh tingkat pencapaian yang telah diraih.

Penghargaan yang diberikan kepada anak tidak harus berbentuk materi, tetapi dapat juga berupa kata-kata pujian dan senyuman pada anak. Penghargaan beda dengan imbalan. Penghargaan merupakan sesuatu hal positif yang diraih anak, sedangkan imbalan merupakan suatu janji untuk memberikan sesuatu apabila anak menampilkan suatu perbuatan yang diinginkan. Penghargaan diberikan setelah suatu tindakan baik dilakukan, sedangkan imbalan adalah janji yang diberikan sebelum suatu tindakan baik dilakukan.


(25)

Bentuk dan cara penghargaan yang diberikan kepada anak harus sesuai dengan tingkat perkembangannya. Bentuk penghargaan yang diberikan oleh pendidik untuk anak kecil tentunya berbeda dengan penghargaan yang diberikan kepada anak yang lebih besar. Penghargaan yang diberikan kepada anak kecil jangan hanya verbal karena mereka belum mengetahui apa yang dikatakan pendidik. Penghargaan yang diberikan kepada anak kecil harus kongkrit diikuti dengan perbuatan seperti ciuman, pelukan, dan senyuman.

Peranan reward dalam proses mengajar cukup penting terutama sebagai faktor eksternal dalam mempengaruhi dan mengarahkan perilaku siswa. Hal ini berdasarkan atas berbagai pertimbangan logis, diantarnya reward dapat menimbulkan motivasi belajar siswa.

Penghargaan dapat juga berbentuk hadiah. Hadiah dapat diberikan sebagai suatu tanda bahwa anak telah meraih suatu kesuksesan seperti berbagai prestasi yang baik di sekolah. Thomson (Wantah 2005: 166) mengatakan bahwa hadiah yang baik adalah hadiah yang dijanjikan dan menarik dari pada langsung menerima hadiah tetapi tidak menarik. Hadiah yang sangat menarik akan meningkatkan motivasi belajar anak atau paling tidak mempertahankannya agar pada waktu yang akan datang anak masih boleh menerima hadiah.

Schaefer (Wantah 2005: 166) mengemukakan bahwasannya penghargaan dalam bentuk hadiah disamping memberi motivasi juga akan meningkatkan rasa percaya diri anak. Dengan hadiah yang diterima, anak merasa yakin dan percaya diri


(26)

terhadap semua perbuatan yang dilakukannya. Ia tidak ragu-ragu, bimbang, dan merasa aman terhadap perilakunya sendiri.

Jadi dapat disimpulkan bahwa reward adalah suatu cara yang dilakukan oleh seseorang untuk memberikan suatu penghargaan kepada seseorang karena sudah mengerjakan suatu hal yang benar, sehingga seseorang itu bisa semangat lagi dalam mengerjakan tugas tersebut.

2.1.2 Komponen-Komponen Penerapan Reward

Menurut Usman (1992: 73) menyebutkan bahwa keterampilan dasar penerapan reward terdiri atas beberapa komponen, diantaranya:

2.1.2.1Reward Verbal (pujian):

1) Kata-kata: bagus, ya benar, tepat, bagus sekali, dan lain-lain.

2) Kalimat: pekerjaan anda baik sekali, saya gembira dengan hasil pekerjaan anda. 2.1.2.2Reward Non Verbal:

1) Reward berupa gerakan mimik dan badan antara lain: senyuman, acungan jari, tepuk tangan dan lain-lain.

2) Reward dengan cara mendekati, guru mendekati siswa untuk menunjukkan

perhatian, hal ini dapat dilaksanakan dengan cara guru berdiri disamping siswa, berjalan menuju kearah siswa, duduk dekat seorang siswa atau kelompok siswa, berjalan disisi siswa. Guru dapat mengira-ngira berapa lama ia berada didekat seorang atau kelompok siswa, sebab bila terlalu lama akan menimbulkan suasana yang tidak baik di kelas.


(27)

3) Reward dengan cara sentuhan, guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan terhadap siswa dengan cara menepuk pundak atau menjabat tangan. 4) Reward berupa symbol atau benda, reward simbol ini dapat berupa surat-surat

tanda jasa atau sertifikat-sertifikat. Sedangkan yang berupa benda dapat berupa kartu bergambar, peralatan sekolah, pin, dan lain sebagainya.

5) Kegiatan yang menyenangkan. Guru dapat menggunakan kegiatan atau tugas yang disenangi oleh siswa. Misalnya, seorang siswa yang memperlihatkan kemajuan dalam pelajaran musik ditunjuk untuk menjadi pemimpin paduan suara sekolah atau diperbolehkan menggunakan alat-alat musik pada jam bebas.

6) Reward dengan memberikan penghormatan. Reward yang berupa penghormatan

tersebut juga dibagi lagi menjadi dua macam. Pertama, berbentuk semacam penobatan yaitu anak yang mendapat penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan teman sekelasnya, teman-teman sekolah atau mungkin juga dihadapan para orang tua murid. Kedua penghormatan yang berbentuk pemberian kekuasaan untuk melakukan sesuatu.

7) Reward dengan memberikan perhatian tak penuh. Diberikan kepada siswa yang memberikan jawaban kurang sempurna. Misalnya, bila seorang siswa hanya memberikan jawaban sebagian sebaiknya guru menyatakan, “Ya, jawabanmu sudah baik, tetapi masih perlu disempurnakan”, dengan begitu siswa tersebut mengetahui bahwa jawabannya tidak seluruhnya salah, dan ia mendapat dorongan untuk menyempurnakannya.


(28)

Dengan banyaknya macam reward diatas, maka dari itu guru dapat memilih reward yang relevan untuk siswa disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa. 2.1.3 Syarat-Syarat Reward

Dalam memberikan reward seorang guru hendaknya dapat mengetahui siapa yang berhak mendapat reward, seorang guru harus selalu ingat akan maksud dari pemberian reward tersebut. Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukkan hasil lebih baik dari biasanya, mungkin sangat baik bila diberi reward. Seorang guru hendaknya bijaksana, jangan sampai reward menimbulkan iri hati pada siswa lain yang merasa dirinya lebih pandai, tetapi tidak mendapatkan reward.

Kalau kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksud ganjaran, bila mana dan siapa yang perlu mendapat reward, serta reward apakah yang baik untuk diberikan kepada seseorang. Purwanto (1985: 233) menyebutkan bahwa ada beberapa syarat yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam memberikan reward diantaranya: 1) Untuk memberi ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenalkan betul

murid-muridnya dan dapat menghargai dengan tepat. Reward yang tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak diinginkan.

2) Ganjaran yang diberikan kepada seorang anak janganlah menimbulkan rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya juga lebih baik, tetapi tidak mendapat reward.

3) Memberi reward hendaknya hemat, terlalu kerap atau terus menerus memberi reward menjadi hilang arti reward tersebut sebagai alat pendidikan.


(29)

4) Janganlah memberi reward dengan menjanjikan dahulu sebelum anak-anak menunjukkan prestasi kerjanya, reward yang telah dijanjikan dahulu akan membawa kesukaran bagi beberapa anak yang kurang pandai.

5) Pendidik harus berhati-hati dalam memberi reward, jangan sampai reward yang diberikan kepada anak dianggap sebagai upah dari jerih payah yang telah dilakukan.

Ada beberapa pendapat yang berbeda-beda dari para ahli pendidikan tentang reward sebagai alat pendidikan. Sebagian menyetujui dan menganggap reward dipakai sebagai alat untuk membentuk kata hati siswa. Sebaliknya ada pula para ahli pendidikan yang tidak suka sama sekali. Mereka berpendapat bahwa reward itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat pada siswa. Menurut pendapat mereka, seorang guru hendaklah mendidik siswa supaya mengerjakan dan berbuat yang baik dengan tidak mengharapkan imbalan atau pujian, tetapi semata-mata karena pekerjaan atau perbuatan itu memang kewajibannya.

Sedangkan pendapat yang terakhir terletak diantara keduanya, sebagai seorang pendidik hendaklah menyadari bahwa yang dididik adalah siswa yang masih lemah kemauannya dan belum mempunyai kata hati seperti orang dewasa. Mereka belumlah dapat dituntut supaya mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauannya sendiri. Perasaan kewajiban mereka masih belum sempurna. Untuk itu, reward sangat diperlukan dan berguna bagi pembentukan kata hati dan kemauan.


(30)

2.1.4 Tujuan Reward

Mengenai masalah reward, perlu dibahas tentang tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward. Hal ini dimaksudkan, agar dalam berbuat sesuatu bukan karena perbuatan semata, namun ada sesuatu yang harus dicapai dengan perbuatannya, karena dengan adanya tujuan akan memberi arah dalam melangkah.

Tujuan yang harus dicapai dalam pemberian reward adalah untuk lebih mengembangkan motivasi yang bersifat intrinsik dari motivasi ekstrinsik, dalam artian siswa melakukan suatu perbuatan, maka perbuatan itu timbul dari kesadaran siswa itu sendiri. dan dengan adanya reward diharapkan dapat membangun suatu hubungan yang positif antar siswa, karena reward itu adalah bagian dari pada rasa cinta kasih sayang seorang guru kepada siswa.

Jadi, maksud dari reward yang penting bukanlah hasil yang dicapai seorang siswa, tetapi dengan hasil yang dicapai, guru bertujuan membentuk kata hati dan kemauan yang lebih baik dan lebih keras pada siswa. Seperti halnya disinggung diatas, bahwa reward disamping merupakan alat pendidikan represif yang menyenangkan, juga dapat mejadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik.

2.1.5 Fungsi dan Peranan Reward

Menurut Hurlock (1978: 90) pemberian penghargaan mempunyai fungsi dan peranan penting dalam mengembangkan perilaku anak sesuai dengan cara yang disetujui masyarakat, diantaranya:


(31)

2.1.5.1 Penghargaan mempunyai nilai mendidik

Penghargaan yang diberikan kepada anak menunjukkan bahwa perilaku anak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku. Dari pemberian penghargaan itu anak belajar bahwa melaksanakan perbuatan yang sesuai dengan harapan masyarakat akan memperoleh penghargaan yang mendatangkan rasa senang dan puas. Penghargaan yang diberikan pada anak bervariasi intensitasnya tergantung pada tingkah laku yang ditunjukkan anak dan menurut standar yang disetujui secara sosial. Dari variasi penghargaan itu anak belajar bahwa nilai penghargaan yang diberikan oleh pendidik tergantung kepada nilai tingkah laku sosial yang diperlihatkan anak.

2.1.5.2Penghargaan berfungsi sebagai motivasi

Penghargaan memotivasi anak untuk mengulangi atau mempertahankan perilaku yang disetujui secara sosial. Pengalaman anak mendapatkan penghargaan yang menyenangkan akan memperkuat motif untuk bertingkahlaku baik, dan menghindari tingkah laku yang dicela oleh orang tua dan masyarakat. Dengan adanya penghargaan, di masa mendatang anak akan berusaha sedemikian rupa untuk berperilaku lebih baik agar mendapatkan penghargaan.

2.1.5.3Penghargaan berfungsi memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial Apabila anak menampilkan tingkah laku yang diharapkan oleh masyarakat secara berkesinambungan dan konsisten, ketika perilaku itu dihargai, anak merasa bangga. Kebanggaan itu akan menjamin anak untuk terus mengulangi dan bahkan meningkatkan kualitas penampilan perilaku itu.


(32)

2.2

Token Ekonomi

2.2.1 Konsep Metode Token Ekonomi

Motivasi adalah harapan seseorang untuk mencapai tujuan atau kombinasi dari semangat berusaha untuk mencapai tujuan. Salah satu cara membangkitkan motivasi siswa ialah melalui pemberian penghargaan. Dari berbagai penelitian terbukti bahwa penghargaaan yang diberikan secara berulang-ulang akan mengubah perilaku yang diharapkan sehingga menjadi kebiasaan.

Penghargaan juga dapat meningkatkan kepuasan dan kesenangan. Rasa puas dan rasa senang merupakan bagian penting yang dapat membangkitkan suasana belajar yang lebih efektif. Jika dorongan tumbuh dari dalam diri siswa sendiri maka kekuatan itu dapat menjadi kekuatan sebagai motivasi internal. Motivasi internal dapat berkembang sebagai hasil aktivitas seseorang karena hobi atau karena adanya keyakinan bahwa dirinya dapat mencapai tujuan.

Sepanjang masa kanak-kanak, penghargaan mempunyai nilai edukatif yang penting. Imbalan mengatakan pada mereka bahwa perilaku mereka sesuai dengan harapan sosial, dan memotivasi mereka untuk mengulangi perilaku yang disetujui secara sosial ini. Jadi penghargaan merupakan pendorong untuk perilaku yang baik (Hurlock 1978: 91).

Sesuai dengan teori operant conditioning atau instrumental conditioning yang dikembangkan oleh E.L. Thordike (Alwisol 2009: 323) reinforser (penguatan) tidak diasosiasikan dengan stimulus yang dikondisikan, tetapi diasosiasikan dengan respon


(33)

karena respon itu sendiri beroperasi memberi reinforsemen (pengutan). Skinner (Alwisol 2009: 323) menyebut respon itu sebagai tingkahlaku operan (operant behavior)

Teknik yang didasarkan pada prinsip operant conditioning, didisain untuk mengubah tingkah laku klien. Hadiah dalam bentuk kartu berharga diberikan kepada klien setiap kali klien memunculkan tingkah laku yang dikehendaki, misalnya memakai pakaian sendiri, makan sendiri, mangatur tempat tidur, menyapu lantai, belajar, dan lain sebagainya. Pemberian reinforsemen diatur dalam interval atau rasio, bisa divariasikan dengan memberi hukuman, yakni mengambil kartu yang sudah dimiliki kalau melakukan kesalahan. Sesudah kartu di tangan klien mencapai jumlah tertentu, dapat ditukar dengan reinforsemen primer yang disukai.

Token ekonomi merupakan suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian token (tanda-tanda). Individu menerima token dengan cepat setelah mempertunjukkan perilaku yang diinginkan. Token itu dikumpulkan dan dapat dipertukarkan dengan suatu obyek atau kehormatan yang penuh arti.

Token ekonomi adalah sebuah program dimana sekelompok individu dapat menghasilkan beberapa token (tanda) untuk bermacam-macam perilaku yang diinginkan, dan dapat menukar token yang didapat untuk penguatan cadangan (Martin 1996: 300).

Istilah program token ekonomi merujuk pada sembarang sistem ketika seseorang dibayar atas tindakan positifnya dan didenda jika melakukan tindakan


(34)

negatif. Pembayaran dapat dilakukan dalam bentuk koin atau poin, yang digunakan untuk membeli imbalan boleh berupa barang atau hak istimewa (Edward 2006: 160).

Token ekonomi merupakan suatu prosedur dimana beberapa token (kupon) (misal kepingan poker, atau stiker) diberikan ketika muncul perilaku yang dikehendaki dan dapat ditukar dengan benda-benda atau aktivitas yang diinginkan (Davison 2004: 68).

Prinsipnya penghargaan mendorong untuk berprestasi. Bentuk penghargaan berupa uang telah terbukti baik dapat meningkatkan motivasi siswa. Pada banyak peristiwa uang telah efektif menjadi media pemicu prestasi. Itu sebabnya pada banyak perlombaan menggunakan uang sebagai salah satu hadiah. Pada kegiatan yang berbeda hadiah dapat berbentuk pemberian makanan, buku pelajaran, pulsa telepon, media hiburan, dll.

Uang bisa membuat mereka lebih memperkuat semangat dan bersedia melaksanakan kerja keras dalam mendapatkan sesuatu yang diharapkan. Baik itu uang yang sebenarnya mata uang atau uang sekolah yang mungkin dapat ditukar dengan barang tertentu, stiker yang memiliki arti tertentu atau kartu yang memperlihatkan sejumlah kompetensi misalnya stiker bintang yang menggambarkan sejumlah prestasi siswa. Yang paling penting perlu diperhatikan adalah perhatikan prestasi sekecil apa pun harus diberi penghargaan sebagai bentuk dari peningkatan perilaku baik yang telah dilakukan.

Penghargaan akan membangkitkan semangat berkompromi, berkolaborasi, rivalitas dan kompetisi sehingga membangkitkan semangat daya belajar siswa dalam


(35)

kelas. Salah satu strategi yang dapat sekolah terapkan melalui aplikasi metode ini ialah penghargaan dalam bentuk beasiswa yang dapat siswa peroleh pada setiap bulan atau pada setiap semester. Siswa berkompetisi untuk memperolehnya dengan cara mengumpulkan token sebanyak-banyaknya dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Secara singkatnya token ekonomi merupakan sebuah sistem reinforcement atau penguatan untuk perilaku yang dikelola dan diubah, seseorang mesti dihadiahi/diberikan penguatan untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan. Tujuan yang utama suatu token ekonomi ialah untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Bagaimanapun, tujuan yang lebih utama dari token ekonomi adalah untuk mengajarkan perilaku yang sesuai dan ketrampilan-ketrampilan sosial yang dapat digunakan dalam satu lingkungan yang alami (wajar).

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa token ekonomi adalah sistem perlakuan kepada tiap individu untuk mendapatkan bukti target perilaku setelah mengumpulkan sejumlah perilaku tertentu sehingga mencapai kondisi yang diharapkan, dengan cara subyek mendapat penghargaan setelah menunjukkan perilaku yang diharapkan. Hadiah dikumpulkan selanjutnya setelah terkumpul hadiah dapat ditukar dengan penghargaan yang bermakna.

2.2.2 Tujuan Token Ekonomi

Tujuan pelaksanaan token ekonomi adalah sebagai bukti ekonomi dapat digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan pendidikan dalam membangun perilaku


(36)

siswa. Menurut Rahmat (2004: 02) penggunaan metode token ekonomi memiliki tujuan diantaranya:

1) Meningkatnya kepuasan dalam mendorong peningkatan kompetensi siswa melalui penghargaan yang kongkrit atau visual sehingga tingkat kesenangan siswa melakukan sesuatu prestasi benar-benar tampak.

2) Meningkatnya efektivitas waktu dalam pelaksanaan pembelajaran. Belajar yang efektif adalah yang menggunakan waktu yang pendek dengan hasil yang terbaik dan terbanyak. Siswa harus menyadari berapa lama mereka telah belajar dan berapa banyak waktu yang telah mereka gunakan secara efektif untuk melaksanakan aktivitas belajar.

3) Berkurangnya kebosanan, suasana belajar yang kolaboratif, rivalitas, kompetitif yang diberi penguatan oleh pendidik dapat menurunkan tingkat kebosanan sehingga siswa dapat berpartisipasi dalam jangka waktu yang yang lama.

4) Meningkatnya daya respon suasana belajar yang kompetitif akan meningkatkan kecepatan siswa dalam memberikan respon. Setiap respon yang sesuai dengan tujuan akan segera mendapat penguatan sehingga suasana belajar menjadi cair, komunikatif dan lebih menyenangkan.

5) Berkembangnya penguatan yang lebih alami, melalui pemberian penguatan yang tepat waktu dan disesuaikan dengan tingkat prestasi setiap siswa atau setiap kelompok siswa.

6) Meningkatnya penguatan sehingga motivasi belajar setiap siswa berkembang atau setiap kelompok siswa di kelas selalu dalam keadaan terpacu, untuk mewujudkan


(37)

daya pacu ini akan semakin berkembang jika siswa juga mendapat layanan untuk mengabadikan daya kompetisinya seperti dengan dukungan rekaman video. Token ekonomi merupakan suatu modifikasi perilaku yang dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, sehingga beberapa tujuan adanya token ekonomi yang disebutkan diatas adalah token ekonomi diharapkan efektif dalam meningkatkan perilaku yang diingikan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.

2.2.3 Komponen Token Ekonomi

Rahmat (2004: 04) menyebutkan sebelum kegiatan belajar dilaksanakan pendidik menyiapkan beberapa komponen yang dibutuhkan, diantaranya:

1) Token atau simbol praktis dan atraktif untuk memicu tumbuhnya motivasi belajar. Token yang dapat digunakan sebagai simbol penghargaan yaitu seperti stiker, guntingan kertas, simbol bintang atau uang mainan. Token sendiri tidak selalu dalam bentuk yang berharga, namun setelah siswa mengoleksinya dengan cara menunjukkan perilaku yang diharapkan mereka dapat menukarkan token itu dengan suatu yang berharga. Dengan demikian setelah satu rentang waktu tertentu guru harus menyediakan barang penukar token yang berharga untuk siswa. Barang yang paling mudah seperti permen, alat tulis atau benda berharga yang dapat dibiayai sekolah.

2) Definisi target perilaku jelas. Hal itu berarti guru maupun siswa perlu memahami dengan baik perilaku yang diharapkan. Siswa memahami benar perilaku seperti apa yang harus ditunjukkannya sebagai hasil belajar. Penjelasan harus singkat


(38)

namun cukup sebagai dasar pemahaman siswa mengenai hadiah yang dapat diperolehnya setelah menunjukkan prestasi.

3) Dukungan penguatan (reinforcers) dengan barang yang berharga. Dukungan itu dapat dalam bentuk barang, hak istimewa, atau aktivitas individu yang dapat ditukar dengan makanan, seperangkat permainan atau waktu ekstra untuk bermain.

4) Sistem penukaran token atau symbol. Sukses penyelenggaraan token ekonomi sangat bergantung pada sukses dalam memberikann penguatan yang dapat ditukarkan dengan nilai yang sebanding dengan prestasi yang dicapai.

5) Sistem dokumentasi atau perekam data. Pemberian penghargaan yang tepat sangat bergantung pada ketepatan menghimpun data. Oleh karena itu alat perekam dapat membantu meningkatkan proses ini sehingga informasi dari proses pembelajaran dapat dikelola dengan tingkat akurasi yang tinggi.

6) Konsistensi dalam implementasi untuk menjunjung konsistensi itu sebaiknya terdapat panduan teknis yang tertulis sebagai pegangan pelaksanaan tugas sehingga apa yang direncanakan itulah yang dilaksanakan.

Program token ekonomi merupakan satu sistem pengukuhan secara simbolik. Murid diberi token apabila menunjukkan tingkahlaku yang diinginkan. Program ini dipanggil sebagai sistem ekonomi karena berasaskan sistem keuangan, yaitu token yang diterima mempunyai nilai ekonomi dan boleh ditukar dengan benda atau aktivitas yang dikenal pasti sebagai pengukuhan kepada murid.


(39)

2.2.4 Langkah-Langkah Pelaksanaan Token Ekonomi

Dalam memberikan token ada beberapa langkah utama yang harus dipersiapkan, Kurniawati (2010: 90) menyebutkan beberapa langkah tersebut diantaranya:

2.2.4.1Menentukan perilaku target

Semakin homogeny individu kelompok yang dikenai token ekonomi, maka akan semakin mudah menstandarisasikan aturan-aturan yang berlaku dalam token ekonomi.

2.2.4.2 Mencari garis basal

Yakni memperoleh data sebelum melakukan penanganan, biasanya melalui pengamatan selama dua minggu terhadap perilaku target. Sesudah program dimulai, kita bisa membandingkan data dengan yang diperoleh saat menentukan garis basal, sehingga dapat menentukan efektivitas program.

2.2.4.3 Memilih back up reinforcer

Perlu diperhatikan bagaimana karakteristik peserta program dan apa saja kira-kira barang yang dibutuhkan. Barang yang menjadi pengukuh haruslah barang yang dapat digunakan atau consumable. Perlu diperhatikan pula tempat penyimpanan, dan dana yang dibutuhkan untuk melaksanakan program.

2.2.4.4Memilih tipe token yang akan digunakan

Secara umum, tipe token haruslah menarik, ringan, mudah dipindahkan, tahan lama, mudah dipegang, dan tidak mudah dipalsukan. Beberapa contoh yaitu: stiker,


(40)

keping logam, koin, check-mark, poin, poker chip, stempel yang dicap dibuku, tanda bintang, kartu, dan lain-lain.

2.2.4.5Mengidentifikasikan lokasi yang terpat

Token dapat diberikan dimana saja, asal diberikan setelah perilaku target muncul. 2.2.5 Kriteria Pemilihan Token:

Dalam pemilihan token setidaknya disesuaikan dengan kondisi anak, Kurniawati (2010: 91) beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan token diantaranya:

1) Disukai atau menarik perhatian anak. 2) Mencukupi bila diperlukan.

3) Praktis tidak menyusahkan.

4) Dalam bentuk yang tidak boleh dihimpunkan, dilihat, disentuh, dan dibilang. 5) Tidak mudah diperoleh di tempat lain atau tidak mudah dipalsukan.

6) Tahan lama.

Beberapa kriteria pemilihan token yang disebutkan diatas dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam memilih token yang sesuai untuk anak.

2.2.6 Kebaikan dan Kelemahan Metode Token Ekonomi:

Suatu metode pasti mempunyai kebaikan dan kelemahandalam penerapannya, Kurniawati (2010: 92) dalam hal ini menyebutkan beberapa kebaikan dan kelemahan token ekonomi diantaranya:


(41)

2.2.6.1Kebaikan

1) Membantu murid yang memiliki gangguan fisik (cacat) di dalam ruang kelas. 2) Menangani anak-anak dengan masalah antisocial.

3) Menurunkan tingkat absent dan meningkatkan performa akademik. 4) Mengurangi perilaku agresif anak.

5) Mengelola perilaku anak dalam keluarga. 2.2.6.2 Kelemahan

1) Kurangnya pembentukan motivasi intrinsik, karena token merupakan dorongna dari luar diri.

2) Dibutuhkan dana lebih banyak untuk penyediaan pengukuhan pendukung/back reinforce.

3) Adanya beberapa hambatan dari orang yang memberikan dan menerima token. Dengan adanya metode token ekonomi, anak menjadi lebih bisa memotivasi diri untuk ikut berpartisipasi dalam mengikuti setiap proses pembelajaran berlangsung, akan tetapi apabila token tersebut terlalu sering digunakan maka anak akan melakukan perilaku perilaku bukan karena kesadaran dari diri mereka akan tetapi atas dasar adanya pemberian token tersebut.


(42)

2.3

Kedisiplinan

2.3.1 Konsep Kedisiplinan

Secara umum disiplin mengarah pada sikap taat dan tertib terhadap peraturan yang ada. Artinya bila seseorang berperilaku disiplin maka ia akan taat dan patuh pada peraturan yang ada pada lingkungannya.

Kata disiplin sering diungkapkan orang bilamana seorang melihat orang tua yang keras dan penuh peraturan dalam mendidik anaknya, atau melihat suatu sekolah yang menerapkan tata tertib sekolah secara ketat dan tanpa kompromi. Banyak anggota masyarakat yang sering salah mengartikan arti disiplin dalam kehidupan sehari-hari, disiplin sering diartikan bilamana salah harus dihukum dengan hukuman fisik, misal: dipukul, dicambuk, dan lain-lain.

Disiplin berasal dari kata disciple artinya orang yang belajar secara sukarela mengikuti seorang pemimpin, apakah itu orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya yang berwenang mengatur kehidupan bermasyarakat. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (Sujiono 2005: 28) disiplin adalah tata tertib yang umumnya terjadi di sekolah atau di pedidikan militer.

Menurut Riberu (Wantah 2005: 139) Istilah disiplin diturunkan dari kata latin disciplina yang berkaitan dengan langsung dua istilah lain, yaitu discere (belajar) dan discipulus (murid). Disciplina dapat berarti apa yang disampaikan oleh seorang guru kepada murid. Disiplin diartikan sebagai penataan perilaku, dan peri hidup sesuai dengan ajaran yang dianut. Penataan perilaku yang dimaksud yaitu kesetiaan dan


(43)

kepatuhan seseorang terhadap penataan perilaku yang umumnya dibuat dalam bentuk tata tertib atau peraturan harian.

Menurut Anonimous (Wantah 2005: 140) disiplin adalah suatu cara untuk membantu anak agar dapat mengembangkan pengendalian diri. Dengan menggunakan disiplin anak dapat memperoleh suatu batasan untuk memperbaiki tingkahlaku yang salah. Disiplin juga mendorong, membimbing, dan membantu anak agar memperoleh perasaan puas karena kesetiaan, kepatuhan dan mengajarkan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur.

Konsep populer dari disiplin adalah sama dengan hukuman. Menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya bila anak melanggar peraturan dan perintah yang diberikan orang tua, guru atau orang dewasa yang berwenang mengatur kehidupan bermasyarakat, tempat anak itu tinggal. Keyakinan bahwa anak-anak memerlukan disiplin dari dulu sudah ada, tetapi terdapat perubahan dalam sikap mengenai mengapa mereka memerlukannya.

Pada masa lampau dianggap bahwa disiplin perlu untuk menjamin anak menganut standar yang ditetapkan masyarakat dan yang harus dipatuhi anak agar tidak ditolak masyarakat. Sekarang telah diterima bahwa anak membutuhkan disiplin, bila mereka ingin bahagia, dan menjadi orang yang baik maka melalui disiplinlah mereka dapat berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat.

Disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena memenuhi beberapa kebutuhan tertentu, dengan demikian disiplin memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian pribadi anak dengan sosial anak. Bila disiplin diharapkan mampu


(44)

mendidik anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial maka mereka harus mempunyai unsur-unsur pokok dalam kedisiplinan.

Adapun cara mendisiplinkan yang digunakan yaitu peraturan sebagai pedoman dalam berperilaku, konsisten dalam peraturan tersebut, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan hadiah atau penghargaan untuk perilaku baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku (Hurlock 1978: 82).

Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai–nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Kedisiplinan dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk menciptakan pribadi yang kuat bagi setiap siswa. Konsep disiplin berkaitan dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama yang melibatkan orang banyak.

Menurut Moeliono (1993: 208) disiplin artinya adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian siswa adalah pelajar atau anak (orang) yang melakukan aktifitas belajar (Ibid: 849). Dengan demikian disiplin siswa adalah ketaatan (kepatuhan) dari siswa kepada aturan, tata tertib atau norma di sekolah yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar.

Dari pengertian tersebut, kedisiplinan siswa dapat dilihat dari ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap aturan (tata tertib) yang berkaitan dengan jam belajar di sekolah, yang meliputi jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa


(45)

dalam berpakaian, kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah, dan lain sebagainya. Semua aktifitas siswa yang dilihat kepatuhannya adalah berkaitan dengan aktifitas pendidikan di sekolah, yang juga dikaitkan dengan kehidupan di lingkungan luar sekolah.

Pengertian disiplin seringkali dikacaukan dengan pengertian tertib. Meskipun keduanya sama-sama menunjukkan keberaturan, namun muatan geneologisnya berbeda. Kalau disiplin adalah perilaku manusia yang muncul atas dasar justifikasi moralitas, ini berarti disiplin merupakan hasil proses kebudayaan (civilas dei), maka sebaliknya, tertib adalah perilaku manusia yang dibangun atas dasar justifikasi kemasyarakatan.

Dengan demikian ketertiban adalah produk peradaban atau hasil kontrak sosial dalam kebersamaan. Secara filosofis, perilaku disiplin muncul karena hasil proses penyadaran dan kesadaran yang hakiki melalui proses perenungan kemanusiaan sehingga mustahil jika dalam komunitas religius muncul perilaku tidak disiplin. Sebaliknya, perilaku tertib adalah hasil proses inteleklualitas manusia melalui proses berpikir tesis, sintesis dan antitesis, untuk mengatur hubungan kemasyarakatan yang mengandung dimensi sosiologis bukan humanitis.

Maka dari itu, sanksi yang diberikan pada mereka yang tidak disiplin biasanya merupakan sanksi moral lantaran mereka melanggar kaidah moralitas bukan sanksi hukum. Sebaliknya pada mereka yang tidak tertib diberikan sanksi hukum karena mereka melawan kontrak-kontrak sosial yang telah disepakati bersama sebagai aturan main dalam kemasyarakatan. Proses kesadaran dan penyadaran manusia untuk


(46)

menghasilkan perilaku disiplin juga dipengaruhi oleh faktor ekologis atau tata ruang kewilayahan di mana mereka tinggal.

Konsep disiplin sekarang ini cenderung berkembang dan memiliki cakupan yang amat luas, meliputi disiplin dalam dimensi yang merupakan faktor penyebab munculnya perilaku tidak disiplin. Melalui metode eksplanatori yang serba terbatas rnenemukan bahwa sekalipun anak-anak tinggal di wilayah yang kumuh didukung pekerjaan, pendidikan dan penghasilan orang tuanya yang rendah, tetap saja ini menunjukkan mereka berperilaku disiplin.

Anak berperilaku disiplin pada kenyataannya tidak ditentukan oleh bekerjannya variabel-variabel tersebut, tapi rnelalui proses internalisasi yang berlangsung dalam keluarga. Sekalipun orang tua rendah dalam pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan yang tidak menentu, tapi ia bersedia memberikan contoh perilaku yang baik dalam kesehariannya, maka inilah yang mempengaruhi proses pembentukan kesadaran untuk berperilaku disiplin.

Dari pengertian disiplin diatas dapat disimpulkan bahwa pokok utama disiplin adalah peraturan. Adapun yang dimaksud dengan peraturan adalah pola tertentu yang ditetapkan untuk mengatur perilaku seseorang. Agar peraturan dapat berlangsung dengan efektif, maka peraturan harus dapat dimengerti, diingat, dan diterima oleh anak.

2.3.2 Tujuan Disiplin

Orang tua atau guru sebagai pemimpin di keluarga atau sekolah dalam menerapkan disiplin ada maksud dan tujuannya. Hurlock (Sujiono 2005: 31)


(47)

menyebutkan tujuan disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian hingga akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya atau tempat individu itu diidentifikasikan.

Melalui pendisiplinan tanpa paksaan atau dengan kesadaran akan kegunaan dan manfaat disiplin untuk hidup yang lebih baik. Seorang anak atau anggota masyarakat menjadikan disiplin karena adanya kebiasaan dalam kehidupan.

Schaefer (Sujiono 2005: 32) membagi tujuan disiplin menjadi dua yaitu, pertama tujuan jangka pendek dari disiplin ialah membuat anak-anak terlatih dan terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka. Sedangkan yang kedua tujuan jangka panjang disiplin ialah perkembangan pengendalian diri sendiri (self control dan self direction) yaitu dalam hal mana anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar.

Untuk itu orang tua atau guru yang akan menerapkan disiplin atau tata tertib hendaknya memberitahukan terlebih dahulu kepada anak atau siswa tentang kegunaan, manfaat dan resiko dalam menjalani disiplin. Melalui pemberitahuan penjelasan terlebih dahulu anak atau siswa akan menyadari kegunaan peraturan atau disiplin yang akan dilakukan, sehingga tidak ada rasa beban atau dipaksa.

Penerapan disiplin bagi anak atau siswa yang konsisten akan mendatangkan manfaat bagi orang tua dan guru karena dengan disiplin, anak atau siswa dalam jangka pendek akan dapat mengontrol segala tingkah laku dan perbuatannya. Setelah sikap disiplin sudah menjadi kebiasaan dalam hidup anak atau siswa nantinya akan


(48)

membentuk watak dan karakter bagi anak dan siswa tersebut. Untuk jangka panjang anak atau siswa akan menjadikan manusia yang tertib, dapat membedakan serta memilih hal yang positif dalam hidupnya.

2.3.3 Pengaruh Disiplin Pada Anak

Menurut Hurlock (1999: 97) disiplin dapat berpengaruh pada perilaku, sikap dan kepribadian anak, diantaranya:

2.3.3.1Pengaruh pada perilaku

Anak yang orang tuanya lemah dalam membimbing disiplin, akan menyebabkan anak menjadi mementingkan diri sendiri, tidak menghiraukan hak-hak orang lain, agresif dan tidak sosial. Anak yang mengalami disiplin yang keras atau otoriter, akan sangat patuh dihadapan orang-orang dewasa, namun agresif dalam hubungannya dengan teman-teman sebayanya. Anak yang dibesarkan dibawah disiplin yang demokratis mengendalikan perilaku yang salah dan mempertimbangkan hak-hak orang lain.

2.3.3.2Pengaruh terhadap sikap

Anak yang orang tuanya melaksanakan disiplin otoriter maupun disiplin yang lemah cenderung membenci orang-orang yang berkuasa. Anak yang mengalami disiplin yang otoriter merasa diperlakukan tidak adil, anak yang orang tuanya lemah merasa bahwa seharusnya memperingatkan tidak semua orang dewasa mau menerima perilaku yang tidak disiplin. Disiplin yang demokratis dapat menyebabkan kemarahan sementara tapi bukan kebencian. Sikap-sikap yang terbentuk sebagai akibat dari


(49)

metode pendidikan anak cenderung menetap dan bersifat umum, tertuju kepada semua orang yang berkuasa.

2.3.3.3Pengaruh terhadap kepribadian

Penerapan disiplin harus memperhatikan banyak hal semakin banyak hukuman fisik digunakan, dapat membentuk anak menjadi cemberut. Ini menguatkan penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk, yang juga merupakan ciri khas dari anak yang dibesarkan dengan disiplin yang lemah. Anak yang dibesarkan dibawah disiplin yang demokratis akan mempunyai penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang baik.

2.3.4 Faktor Kedisiplinan

Menurut Gunarsa (2008: 86) dalam usaha menanamkan disiplin pada anak, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, diantaranya :

1) Menyadari adanya perbedaan tingkat kemampuan kognitif anak. Dengan azas perkembangan aspek kognitif, maka cara yang dilakukan perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan kognitif anak.

2) Menanamkan disiplin anak harus dimulai sejak dini yakni sejak anak mulai mengembangkan pengertian-pengertian dan mulai bisa melakukan sendiri.

3) Mempergunakan teknik demokratis sebanyak mungkin dalam usaha menanamkan disiplin. Pendekatan yang berorentasi pada kasih sayang harus dipakai sebagai dasar untuk menciptakan hubungan baik dengan anak.


(50)

4) Penggunaan hukuman harus diartikan sebagai bentuk sikap tegas, konsekwensi dan konsisten dangan dasar bahwa yang dilakukan bukan di anak atau perasaan anak, melainkan perbuatannya yang melanggar aturan.

5) Menanamkan sikap disiplin secara berkelanjutan, menanamkan disiplin bukanlah kegiatan “sekali jadi” melainkan harus bekali-kali, mendorong anak untuk bersikap disiplin juga perlu dilakukan berulang-ulang sampai tercapai keadaan dimana anak bisa melakukan sendiri sebagai kebiasaan.

2.3.5 Karakteristik Perkembangan Disiplin Anak Usia Dini

Salah satu konsep penting yang harus ditanamkan pada masa kanak-kanak adalah harus menyesuaikan diri melalui proses perkembangan sesuai usia dirinya. Disiplin tidak tertanam begitu saja, akan tetapi perkembangan disiplin terbagi sesuai dengan karakteristik perkembangan anak dari usia 0-8 tahun, adapun karakteristik perkembangan disiplin tersebut diantaranya:

2.3.5.1Perkembangan Disiplin pada Masa Bayi (0-3 Tahun)

Sepanjang masa bayi, bayi harus belajar melakukan reaksi-reaksi yang benar dengan berbagai situasi tertentu di rumah dan disekelilingnya. Salah haruslah selalu dianggap salah, terlepas siapa yang mengasuhnya apabila bayi bingung dan tidak mengetahui apa yang diharapkan darinya Hurlock (Sujiono 2005: 40)

Sama halnya sebagai satu inovasi yang mengandung suatu perubahan fisik saja dalam kerutianan sehari-hari, akan menimbulkan rasa enggan yang sungguh-sungguh pada diri anak. salah satu hal yang paling membingungkan anak adalah perubahan tempat secara tiba-tiba.


(51)

Sebagai seorang bayi, anak tidak menunjukkan suatu kecemasan ketika dipindahkan ke suatu ruang baru, tapi kemudian apabila ia telah terbiasa pada suatu ruang tertentu, ia akan merasa ketika dipindahkan dari satu kamar ke kamar lain. Durkheim (Sujiono 2005:41)

Dengan disiplin yang ketat, meliputi pemberian hukuman atas tindakan yang salah, bayi muda sekalipun dapat dipaksa mengikuti suatu pola yang tidak menyulitkan bagi orang tua selama tahun ke 2 pada saat menjelajahi dan kecenderungan mambantah kehendak orang tua mempersulitnya untuk diatur daripada tahun pertama Hurlock (Sujiono 2005:41).

Fenomena yang tampak pada usia 0-3 tahun adalah disiplin berdasarkan pembentukan kebiasaan dari orang lain terutama ibunya, misalnya:

1) Menyusui tepat pada waktunya 2) Makan tepat pada waktunya 3) Tidur tepat pada waktunya

4) Berlatih buang air seni (toilet training)

5) Dapat mengikuti pola yang menyulitkan orang tua pada perilaku menjelajah mempersulitnya untuk diatur daripada tahun pertama

2.3.5.2Perkembangan Disiplin dalam Masa Kanak-Kanak (Usia 3-8 Tahun) Fenomena yang tampak diantaranya:

1) Disiplin melalui cerita fiktif maupun sebenarnya

2) Dapat diajak bertukar pikiran, konsekwensi yang harus diterima apabila berbuat salah dan apabila berbuat benar


(52)

3) Disiplin melalui kegiatan sehari-hari

4) Anak mulai patuh terhadap tuntutan atau aturan orang tua dan lingkungan sosialnya

5) Dapat merapikan kembali mainan yang habis dipakai 6) Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan

7) Membuat peraturan/tata tertib dirumah secara menyeluruh.

2.3.6 Unsur-unsur Disiplin

Hurlock (1999: 84) menyatakan lima unsur pokok mendisiplinkan anak, yaitu: 2.3.6.1Peraturan

Salah satu unsur pokok disiplin adalah peraturan. Peraturan adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk menata tingkah laku seseorang dalam suatu kelompok, organisasi, institusi atau komunitas. Tujuanya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu (Hurlock 1999: 85).

Peraturan mempunyai dua fungsi yaitu pertama, peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota masyarakat. Misalnya anak belajar dari peraturan tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya. Bahwa menyerahkan tugas yang dibuatnya sendiri merupakan satu-satunya metode yang dapat diterima sekolah untuk menilai prestasi.

Kedua, peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan. Bila peraturan tersebut merupakan peraturan sekolah bahwa tidak seorang anakpun boleh


(53)

mengambil mainan milik temannya tanpa sepengetahuan dan izin si pemilik, anak segera belajar bahwa hal ini dianggap perilaku yang tidak diterima karena mereka dimarahi atau dihukum bila melakukan tindakan terlarang ini. Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut di atas, peraturan itu harus dimengerti, diingat dan diterima oleh anak.

2.3.6.2Kebiasaan-kebiasaan

Kebiasaan ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang bersifat modern. Kebiasaan tradisional dapat berupa kebiasaan menghormati dan memberi salam kepada orang tua. Sedangkan yang bersifat modern berupa kebiasaan bangun pagi, menggosok gigi, dan sebagainya.

2.3.6.3Hukuman

Hukuman terjadi karena kesalahan, perlawanan atau pelanggaran yang disengaja. Ini berarti bahwa orang itu mengetahui bahwa perbuatan itu salah namun masih dilakukan. Dalam hal anak kecil, kita tidak dapat berasumsi bahwa mereka dengan sengaja melakukan tindakan terlarang, kecuali jika terdapat bukti bahwa mereka telah mengerti peraturan kelompok sosial yang diajarkan orang tua atau guru. Tetapi dengan meningkatnya usia, wajarlah bila mereka dianggap telah belajar tentang yang benar dan yang salah.

Hukuman mempunyai tiga peran penting yakni menghalangi, mendidik, dan memotivasi. Fungsi yang pertama menghalangi, hukuman menghalangi pengulangan


(54)

tindakan yang tidak diinginkan. Bila anak menyadari bahwa tindakan tertentu akan dihukum, mereka biasannya urung melakukan tindakan tersebut karena teringat akan hukuman yang dirasakan di waktu lampau akibat tindakan tersebut.

Fungsi kedua dari hukuman ialah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila mereka melakukan tindakan yang diperbolehkan. Dengan meningkatnya usia, mereka belajar mengenai peraturan terutama lewat pengajaran verbal. Tetepai mereka juga belajar dari pengalaman bahwa jika mereka gagal mematuhi peraturan sudah barang tentu mereka akan dihukum.

Memberi motivasi ini merupakan fungsi ketiga dari hukuman. Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mampu mempertimbangkan tindakan alternatif dan akibat masing-masing alternatif, mereka harus belajar memutuskan sendiri apakah suatu tindakan yang salah cukup menarik untuk dilakukan. Jika mereka memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi untuk menghindari tindakan tersebut. (Hurlock 1978: 87).

2.3.6.4Penghargaan

Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam pengembangan diri dan tingkah laku. Penghargaan tidak harus berupa materi tetapi dapat juga berupa kata-kata pujian atau senyuman. Penghargaan mempunyai tiga peranan penting dalam mengajar anak berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku. Pertama, penghargaan


(55)

mempunyai nilai mendidik. Bila suatu tindakan disetujui, anak merasa bahwa hal itu baik. Kedua, penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui.

Karena anak bereaksi positif terhadap persetujuan yang dinyatakan dengan penghargaan, dimasa mendatang mereka berusaha untuk berperilaku dengan cara yang akan banyak memberinya penghargaan. Ketiga, penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial. Bila anak harus belajar berperilaku secara sosial, ia harus merasa bahwa berbuat demikian cukup menguntungkan baginya. Karenanya penghargaan harus digunakan untuk membentuk asosiasi yang menyenangkan dengan perilaku yang diinginkan.

2.3.6.5Konsistensi

Unsur kelima dari disiplin adalah konsistensi dalam berbagai aturan dan pelaksanaannya. Konsistensi menunjukkan kesamaan dalam isi dan penerapan sebuah aturan. Konsistensi terhadap aturan harus ada diantara semua pihak yang menjalankan aturan tersebut. Konsistensi dalam disiplin mempunyai dua peran penting.

Pertama, mempunyai nilai mendidik yang besar. Bila peraturannya konsisten, maka akan memacu proses belajar yang disebabkan karena nilai pendorongnya. Kedua, konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat. Anak yang menyadari bahwa penghargaan selalu mengikuti perilaku yang disetujui dan hukuman selalu mengikuti perilaku yang dilarang, maka anak akan mempunyai keinginan yang jauh lebih besar untuk menghindari tindakan yang dilarang dan melakukan tindakan yang


(56)

disetujui daripada anak yang merasa ragu mengenai bagaimana reaksi terhadap tindakan tertentu.

2.3.7 Indikator Kedisiplinan

Berdasarkan pedoman pendidikan karakter pada pendidikan anak usia dini Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal Kementerian Pendidikan Nasional Tahun (2012: 20) menyebutkan bahwa terdapat 7 indikator disiplin diantaranya:

1. Selalu datang tepat waktu.

2. Dapat memperkirakan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sesuatu. 3. Menggunakan benda sesuai dengan fungsinya.

4. Mengambil dan mengembalikan benda pada tempatnya. 5. Berusaha mentaati aturan yang telah disepakati.

6. Tertib menunggu giliran.

7. Menyadari akibat bila tidak disiplin.

2.4

Anak Usia Dini

2.4.1 Pengertian Anak Usia Dini

Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu aktif, dinamis, antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tak pernah berhenti bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara


(57)

ilmiah, merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memilliki daya perhatian yang pendek, dan merupakan masa yang paling potensial untuk belajar.

Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun. Pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia (Nurani 2009: 6)

Anak usia dini adalah anak yang berusia nol tahun atau sejak lahir sampai berusia kurang lebih delapan tahun atau dari lahir sampai usia SD kelas awal (The National Association Education of Young Children). Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan karena itu usia dini dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang berharga dibanding usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik dengan karakteristik khas, baik secara fisik, psikis, sosial dan moral.

Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, dalam arti memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intelegensi (daya piker, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama), bahasa komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan keunikan dalam pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia dini terbagi dalam tiga tahapan, yaitu masa bayi


(58)

sampai 12 bulan, masa toddler (batita) usia 1-3 tahun, masa prasekolah usia 3-6 tahun, dan masa kelas awal SD 6-8 tahun (Mansur 2005: 88)

Anak pada usia dini memiliki kemampuan belajar luar biasa khususnya pada masa awal kanak-kanak. Keinginan anak untuk belajar menjadikan anak aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya untuk memahami sesuatu dan dalam waktu singkat anak beralih ke hal lain untuk dipelajari. Lingkunganlah yang terkadang menjadi penghambat dalam mengembangkan kemampuan belajar anak dan sering kali lingkungan mematikan keinginan anak untuk bereksplorasi.

Hurlock (Wantah 2005: 33) membagi masa kanak-kanak dalam dua periode yang berbeda yaitu awal dan akhir masa kanak-kanak. Yang termasuk dalam periode awal adalah dari usia 2 tahun sampai 6 tahun, sedangkan periode akhir berkisar antara 6 tahun sampai sekitar 12-13 tahun. Dengan demikian masa kanak-kanak dimulai pada masa akhir bayi, di mana masa ketergantungan penuh pada orang dewasa mulai beralih secara bertahap kepada tumbuhnya kemandirian, dan berakhir pada usia masuk SD.

Martha B. Bronson (Ahmad 2005: 7) membagi rentang masa anak usia dini berdasarkan pada penelitian perkembangan motorik halus, motorik kasar, sosial, dan kognitif serta terhadap perkembangan perilaku bermain dan minat permainan, menjadi empat tahap, yaitu: young infants (lahir hingga usia 6 bulan); older infants (7 hingga 12 bulan); young toddlers (usia satu tahun); older toddlers (usia 2 tahun); prasekolah dan kindergarden (usia 3 hingga 5 tahun); dan anak sekolah dasar kelas rendah atau primary school (usia 6 hingga 8 tahun).


(59)

Pada usia prasekolah dan kindergarden (3 hingga 5 tahun), anak sering diperlukan secara utuh, secara keseluruhan atau a whole dan disebut tahun-tahun prasekolah. Walaupun kemampuan motorik, kognitif, bahasa, dan emosional mereka itu tumbuh dan berubah selama periode ini, perubahan itu tidak semata-mata sedramatis atau terputus seperti halnya pada tiga tahun sebelumnnya. Anak usia 5 tahun, termasuk pada rentang ini, didasarkan pada bukti-bukti bahwa perubahan perkembangan ini pada umumnya terjadi pada periode antara 5 dan 7 tahun. Sebelum peralihan ini, anak-anak bertindak sebagai anak prasekolah lebih dari bertindak anak usia sekolah dalam arti perkembangan sosial dan berpikir mereka. Kelas-kelas dengan pengelompokan bergaris ke atas kadang-kadang mencakup anak usia 5 tahun dengan usia 3 dan 4 tahun, dan kadang-kadang dengan usia 6 dan 7 tahun.

2.4.2 Karakteristik Anak Usia Dini

Kartono (1995: 109-112) mendeskripisikan karaktetistik anak usia dini sebagai berikut:

1) Bersifat Egosentris Naif

Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Maka anak belum mampu memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan diri kedalam kehidupan orang lain.

2) Relasi Sosial yang Primitif

Relasi sosial primitif merupakan akibat dari sifat egosentris naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antar dirinya dengan


(60)

keadaan lingkungan sosialnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda atau peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak mulai membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.

3) Kesatuan Jasmani-Rohani yang Hampir Tidak Terpisahkan

Anak belum dapat membedakan antara dunia lahiriah dan batiniah. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur, baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura, anak mengekspesikannya secara terbuka karena itu janganlah mengajari atau membiaskan anak untuk tidak jujur.

4) Sikap Hidup yang Fisiognomis

Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut atau sifat lahiriah atau sifat kongkrit, nyata terhadap apa yang dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada disekitrnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri.

2.4.3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Perkembangan Anak Usia Dini Sujiono (2009: 7-8) memaparkan hal-hal yang perlu diperhatikan orang tua dan orang dewasa dalam perkembangan anak usia dini diantaranya:


(61)

1) Memberi kesempatan dan menujukkan permainan serta alat permainan tertentu yang dapat memicu munculnya masa peka/menumbuhkembangkan potensi yang sudah memasuki masa peka.

2) Memahami bahwa anak masih berada pada masa egosentris yang ditandai dengan seolah-olah dialah yang paling benar, keinginannya harus selalu dituruti dan sikap mau menang sendiri, dan sikap orang tua dalam menghadapi masa egosentris pada anak usia dini dengan memberi pengertian secara bertahap pada anak agar dapat menjadi makhluk sosial yang baik.

3) Pada masa ini, proses peniruan anak terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya tampak semakin meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang sering ditampilkan di televisi. Pada saat ini orang tua atau guru haruslah dapat menjadi tokoh panutan bagi anak dalam berperilaku.

4) Masa berkelompok untuk biarkan anak bermain di luar rumah bersama temannya, jangan terlalu membatasi anak dalam pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi dan beradaptasi sesuai dengan perilaku dengan lingkungan sosialnya.

5) Memahami pentingnya eksplorasi bagi anak. Biarkan anak memanfaatkan benda-benda yang ada disekitarnya dan biarkan anak melakukan trail and error, karena memang anak adalah penjelajah yang ulung.

6) Disarankan agar tidak boleh selalu memarahi anak saat ia membangkang karena bagaimanapun juga ini merupakan suatu masa yang akan dilalui oleh setiap anak.


(62)

2.5

Kerangka Berfikir

Reward merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguatkan atau meningkatkan kedisiplinan anak. Terdapat dua bentuk reward yakni reward yang berupa non fisik seperti senyuman, pujian atau ucapan terima kasih, dan reward fisik yang dalam hal ini disebut metode token ekonomi. Bentuk dari token ekonomi sendiri misalnya bintang, poin, koin, pin, dll, yang dapat ditukar dengan hadiah atau hak-hak istimewa tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Diharapkan dengan metode token ekonomi tersebut, dapat merubah perilaku anak usia dini menjadi semakin disiplin.

2.6

Hipotesis

Menurut Arikunto (2006: 68) hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian terbukti melalui data yang tekumpul. Berdasarkan landasan teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

Hipotesis nol (Ho):

a. Tidak terdapat perbedaan tingkat kedisiplinan antara sebelum dan sesudah diberikan reward melalui token ekonomi pada kelompok eksperimen.

b. Tidak terdapat perbedaan tingkat kedisiplinan antara kelompok kontrol dan eksperimen setelah diberikan reward melalui metode token ekonomi.

c. Pemberian reward melalui metode token ekonomi tidak efektif dalam meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.


(63)

a. Adanya perbedaan tingkat kedisiplinan antara sebelum dan sesudah diberikan reward melalui metode token ekonomi pada kelompok eksperimen.

b. Adanya perbedaan tingkat kedisiplinan antara kelompok kontrol dan eksperimen setelah diberikan reward melalui metode token ekonomi.

c. Pemberien Reward melalui metode token ekonomi efektif unutk meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.


(64)

50

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji suatu kebenaran pengetahuan dengan menggunakan cara-cara ilmiah. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penelitian adalah metode yang digunakan harus sesuai dengan objek penelitian dan tujuan yang akan dicapai. Sehingga penelitian akan berjalan lancar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang mempunyai tata cara, pengambilan keputusan, interpretasi data, dan kesimpulan berdasarkan angka-angka yang diperoleh dari hasil analisis statistik.

3.1

Jenis dan Desain Penelitian

3.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen. Menurut Azwar (2005: 5) pendekatan kuantitatif menekankan analisis pada data-data numerical (angka) yang diolah menggunakan metode statistik. Penelitian eksperimen menurut Latipun (2004: 8) merupakan penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati. Manipulasi yang dilakukan dapat berupa situasi atau tindakan tertentu yang diberikan kepada individu atau kelompok, dan setelah itu dilihat pengaruhnya. Dengan kata


(1)

(2)

(3)

(4)

LAMPIRAN 10


(5)

(6)