“Jika ada alasan untuk itu, si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa hal tidak dilaksanakan atau tidak pada waktu
yang tepat dilaksanakannya perjanjian itu, pun tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itupun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya
C. Keadaan Memaksa
Tidak terpenuhinya prestasi itu kadang kala disebabkan karena adanya suatu peristiwa yang tidak dapat diduga sebelumnya oleh para pihak, sehingga hal tersebut
mengakibatkan debitur tidak dapat memenuhi prestasinya. Dalam hal yang demikian, maka timbul persoalan yang dinamakan overmacht
dan resiko.
Hari Saherodji berpendapat bahwa overmach tmerupakan suatu keadaan memaksa atau suatu keadaankejadian yang tidak dapat diduga-duga terjadinya, sehingga menghalangi
seseorang debitur untuk melakukan prestasi sebelum ia lalaialpa, dan keadaan mana tidak dapat dipersalahkan kepadanya.
55
Overmacht dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu overmacht yang bersifat mutlak absolute dan overmacht yang bersifat relatif. Pada overmacht yang bersifat
absolut, debitur sama sekali tidak lagi diharapkan untuk memenuhi prestasi, sedangkan pada overmacht yang relatif, debitur masih mungkin memenuhi prestasi, tetapi dengan
pengorbanan-pengorbanan yang sangat besar, baik pengorbanan yang bersifat materiil maupun bersifat moril.
55
H. HariSaherodji, Pokok-PokokHukumPerdata, AksaraBaru, Jakarta 1980, hal. 103
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan overmacht bersifat tetap bila debitur tidak dapat memenuhi prestasi atau kalaupun debitur masih mungkin dapat memenuhinya tetapi pemenuhannya tidak
mempunyai arti lagi bagi kreditur. Dikatakan bersifat overmacht bersifat sementara bila overmacht tersebut hanya mengakibatkan tertundanya pemenuhan prestasi untuk
sementara waktu dan pemenuhannya dikemudian hari kelak masih mempunyai arti sebagaimana mestinya bagi kreditur.
Dalam KUH Perdata, ketentuan tentang keadaan memaksa dapat ditemukan dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245, Pasal 1244 KUH Perdata. Dari ketiga pasal tersebut,
menurut R. Subekti
56
Jika si berhutang berhasil membuktikan timbulnya keadaan tersebut, maka tuntutan akan terluput dari tuntutan kreditur, baik penghukuman untuk memenuhi
perjanjian maupun untuk membayar ganti rugi. Artinya dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan, karena timbulnya di luar kemauan dan kemampuan
pihak debitur. , untuk dapat dikategorikan keadaan memaksa bahwa selain
keadaan itu di luar kekuasaan si berhutang dan memaksa,keadaan yang telah timbul itu juga harus berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian itu
dibuat, setidak-tidaknya tidak dipikul resikonya oleh si berhutang.
Dalam hukum Anglo Saxon, keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah frustation, yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi di luar
56
Ibid, hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
tanggung jawab para pihak, yang membuat perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali
57
Keadaan memaksa atau overmacht mempunyai unsur-unsur, sebagai berikut .
58
a. Tidak dipenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan, unsur ini selalu bersifat
tetap; :
b. Tidak dapat dipenuhinya prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, unsur ini dapat bersifat tetap atau
sementara; c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur, jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak khususnya debitur.
Menurut teori dapat tidaknya si berhutang mengemukakan keadaan memaksa sebagai alasan untuk dibebaskan dari kewajibannya, ada dua teoriyang membahasnya,
yaitu : 1. Teori Mutlak, seorang berhutang hanya dapat mengemukakan keadaan memaksa
sebagai alasan, jika pelaksanaan perjanjian tersebut tidak mungkin bagi setiap orang. Jadi keadaan memaksa dalam hal ini bersifat mutlak, misalnya barang yang akan
diserahkan musnah karena bencana alam. 2. Teori Relatif, seorang berhutang dapat mengemukakan keadaan memaksa sebagai
alasan untuk dibebaskan dari kewajibannya, meskipun pelaksanaan perjanjian masih mungkin tetapi dengan pengorbanan yang sangat besar dari si berhutang.
57
Abdul Kadir Muhamad, Op.Cit., hal. 27.
58
Ibid, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
Jadi keadaan memaksa adalah relatif karena pelaksanaan perjanjian sebenarnya masih dimungkinkan tetapi tidak dilaksanakan karena akan menimbulkan pengorbanan yang
besar dari pihak debitur. Terjadinya keadaan memaksa dapat menghentikan bekerjanya perjanjian dan
menimbulkan berbagai akibat, yaitu kreditur tidak dapat lagi meminta pemenuhan prestasi, debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai dan karenanyatidak wajib membayar
ganti rugi, resiko tidak beralih kepada debitur, sertakreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik.Artinya pada perjanjian sepihak dimana
kewajibannya hanya satu pihaksaja, maka resiko atas timbulnya keadaan memaksa ditanggung oleh kreditur,dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.
Ketentuan ini dapatditemukan di dalam Pasal 1245 KUH Perdata. Sedangkan pada perjanjian timbal balik dimana kedua belah pihak
masing-masing mempunyai kewajiban, maka resiko yang berupa kerugian yang timbul akibat keadaan memaksa ditanggung oleh pihak debitur. Hal tersebut didasarkan alasan
pada pendirian yang sudah umum dianutbilamana debitur yang satu tidak ada lagi kewajibannya, maka sebagai akibat kepatutan, debitur yang lain juga bebas dari
kewajibannya
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENYELESAIAN BANK GARANSI OLEH BANK NEGARA INDONESIA