UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)

(1)

commit to user

   

   

UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI

PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)  

         

       

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh Pratiwi Damarjati

NIM. E0007180

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum ( Skripsi )

UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI

PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)

Oleh Pratiwi Damarjati

NIM. E0007180

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta


(3)

commit to user

iii 

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI

PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)

Oleh Pratiwi Damarjati

NIM. E0007180

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada: Hari : Rabu Tanggal : 27 Juli 2011


(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama : Pratiwi Damarjati

NIM : E0007180

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA) adalah betul – betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2011 yang membuat pernyataan

Pratiwi Damarjati NIM. E0007180


(5)

commit to user

MOTTO

Kegagalan Dapat Dibagi Menjadi Dua  Sebab, Yakni  Orang Yang Berfikir  Tapi  Tindak Pernah Bertindak Dan Orang Yang Bertindak Tapi Tidak Pernah 

Berfikir 

(Sebuah Perenungan) 

   

Tak seorangpun dapat kembali dan mengubah masa lalu,   namun hari ini semua orang bisa memulai sesuatu dan  

menghasilkan akhir yang berbeda nantinya  (Anonymous) 

   

A journey of a thousand miles begins with a single step  (Confucius) 

 

   


(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada :

Tuhan yang Maha Kasih

Keluargaku tercinta (Ayahanda Drs.Agus

Sutanto dan Ibunda Dra.Dwi Satyarini)

terima kasih atas doa, dukungan serta kasih

sayang yang senantiasa diberikan kepada

penulis

Mas Aditya Eka Dera P, tanpa doa dan

dukunganmu karya ini tidak akan

terwujud. Terima kasih mas...

Sahabat-sahabatku (Nares, Devi, Lita,

Winda, Yessi, David, Sayfudin)

Semua insan yang rindu dan terus

mengusung tegaknya supremasi hukum di

Indonesia serta selalu menjunjung tinggi

nilai – nilai kebenaran dan keadilan…viva

jusiticia.


(7)

commit to user

vii  ABSTRAK

Pratiwi Damarjati, E0007180. 2011. UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta serta upaya hukum yang dilakukan PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi.

Penelitian hukum (skripsi) ini merupakan jenis penelitian hukum empiris bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data sekuder yang digunakan mencakup data primer, data sekunder, dan data tertier. Teknik pengumpulan data mengunakan wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan menggunakan model analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 (tiga) tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, pertama Prosedur pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pemberian bank garansi dengan jaminan full cover dan pemberian bank garansi dengan jaminan tidak full cover. Bank garansi dengan jaminan full cover berarti jaminan berupa rekening. Sedangkan bank garansi dengan jaminan tidak full cover berarti dijamin dengan rekening dan aset nasabah sesuai yang disebutkan dalam Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB). Penerbitan bank garansi oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta yang diatur dalam Pedoman dan Kebijakan Kredit Retail Market telah sesuai dengan syarat – syarat penerbitan bank garansi yang terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: SE 11/11 Perihal Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank. Kedua, upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin wanprestasi dalam perjanjian bank garansi meliputi penggantian, pengubahan perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit, dan eksekusi barang jaminan.


(8)

commit to user

ABSTRACT

Pratiwi Damarjati, E0007180. 2011. THE LEGAL ACTION THE BANK CARRIES OUT WHEN THE INSURED VIOLATES THE GUARANTEE BANK AGREEMENT (A STUDY IN THE SURAKARTA MAIN BRANCH OF PT BANK NEGARA INDONESIA). Faculty of Law of Sebelas Maret University.

This research aims to find out the procedure of giving bank the guarantee carried out by the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia as well as the legal action carried out by the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia when the insured violates the guarantee bank agreement.

This writing belongs to an empirical law research that is descriptive in nature. The data type employed was primary and secondary data. The secondary data source included primary, secondary and tertiary data. Techniques of collecting data used were interview and library study. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis, in which the data collected would be then analyzed using 3 (three) stages: data reduction, data display and conclusion drawing.

Considering the result of research and discussion, it can be concluded that firstly, the Procedure of giving bank guarantee in the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia can be divided into 2 (two) types: bank guarantee giving with full cover collateral and bank guarantee giving with non-full cover collateral. Guarantee bank with full cover collateral means that the collateral is in the form of account. Meanwhile the guarantee bank with non-full cover guarantee means it is guaranteed with the customer’s account and asset as included in the Guarantee Bank Publication Agreement (PPGB). The guarantee bank publication by the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia governed in the Guidelines and Policy of Retail Market Credit has been consistent with the conditions of guarantee bank publication included in the Decree of Indonesian Bank Director Board Number 11/110/Kep./Dir/UPBB about the Collateral Giving by Bank and Collateral Giving by the Non-Bank financial institution as well as Bank of Indonesia’s Circular Number: SE 11/11 concerning the Collateral Giving by Bank and Collateral Giving by Non-Bank Financial Institution. Secondly, the legal action the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia takes when the insured violates the guarantee bank agreement including replacing, changing the guarantee bank agreement into credit agreement, and collateral object execution.


(9)

commit to user

ix 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih, atas pertolongan dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi), dengan judul “ Upaya Hukum yang Dilakukan Bank apabila Terjamin Wanprestasi terhadap Perjanjian Bank Garansi (Studi di PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta)”.

Skripsi ini menjelaskan tentang prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta serta upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi.

Penulis banyak mendapatkan masukan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian Penulisan Hukum(skripsi) ini. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS Surakarta.

2. Bapak Mohammad Adnan, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama penulis belajar di kampus Fakultas Hukum UNS.

3. Bapak Pujiyono, S.H.,M.H selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberikan segala ilmu dan dengan penuh kesabaran membimbing serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah mencurahkan ilmunya pada penulis dengan penuh kesabaran.

5. Bapak Drs.Azwir Sanur, M.M., selaku Pimpinan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian tentang bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.


(10)

commit to user

6. Bapak Beni Indrawan, selaku pengganti sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring PT BNI Cabang Utama Surakarta. Terima kasih atas segala bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 7. Ayah dan Ibu tercinta (Bapak Drs. Agus Sutanto dan Ibu Dra. Dwi Satyarini)

dan adikku tersayang Gloria Febriola Marlen. Terima kasih atas kasih sayang tidak terhingga yang telah diberikan kepada penulis.

8. Aditya Eka Dera P yang telah dengan sabar dan setia memberikan dukungan kepada penulis.

9. Sahabat – sahabat setiaku yang selalu setia menemani dan memberi dukungan (Yessi, Nares, Devi, Lita, Winda, David, Sayfudin) bersama kalian, keluh kesah dan resah menjadi semangat dan cita untuk meraih sukses.

10.Teman – teman seperjuang di Fakultas Hukum UNS angkatan 2007 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih banyak dukungan dan bantuannya selama ini kawan.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan hukum (skripsi) ini belum sempurna. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kemajuan di masa yang akan datang. Semoga penulisan hukum (skripsi) yang sederhana ini bermanfaat bagi penulis dan semua pembaca yang budiman.

   

   

  Surakarta, Juli 2011

Pratiwi Damarjati E 0007180


(11)

commit to user

xi  DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….…………ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……….………….iii

HALAMAN PERNYATAAN………...iv

HALAMAN MOTTO……… v

HALAMAN PERSEMBAHAN………vi

ABSTRAK……….vii

KATA PENGANTAR………...ix

DAFTAR ISI………..xi

DAFTAR GAMBAR………xiii

DAFTAR LAMPIRAN………xiv

BAB I PENDAHULUAN………...………....1

A. Latar Belakang Masalah………...…...1

B. Rumusan Masalah………...…..…5

C. Tujuan Penelitian………...……5

D. Manfaat Penelitian………...………..6

E. Metode Penelitian………...6

F. Sistematika Penulisan Hukum………...………...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………...13

A. Kerangka Teori………...………..13

1.Tinjauan tentang Bank...………..13

a. Pengertian Bank...………...…………...13

b. Kegiatan – Kegiatan bank………...……...……..14

2. Tinjauan tentang Upaya Hukum...16

3. Tinjauan tentang Perjanjian...17

a. Pengertian Perjanjian...17

b. Syarat Sah Perjanjian...18


(12)

commit to user

d. Hapusnya Perjanjian...23

4. Tinjauan tentang Wanprestasi...24

a. Pengertian Prestasi...24

b. Pengertian Wanprestasi...25

c. Akibat Wanprestasi...26

d. Tuntutan atas Dasar Wanprestasi...26

5. Tinjauan tentang Jaminan...26

a. Pengertian Jaminan...26

b. Jenis Jaminan...27

6. Tinjauan tentang Bank Garansi...31

a. Pengertian Bank Garansi...31

b. Tujuan Bank Garansi...32

c. Dasar Hukum Bank Garansi...33

d. Penggolongan Bank Garansi...34

e. Bentuk dan Isi Perjanjian Bank Garansi...37

f. Sifat Perjanjian Bank Garansi...38

g. Berakhirnya Bank Garansi...38

B. Kerangka Pemikiran………...40

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...42

A. Gambaran Lokasi Penelitian...42

B. Prosedur Pemberian Bank Garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta...47

C. Upaya Hukum yang Dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila Terjamin Wanprestasi terhadap Perjanjian BankGaransi...64

BAB IV PENUTUP………...………87

A. Simpulan………...………..87

B. Saran………...………88

DAFTAR PUSTAKA………...……….89 LAMPIRAN


(13)

commit to user

   

xiii 

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model Analisis Interaktif...………11 Gambar 2. Skematik Kegiatan Bank...………..15 Gambar 3. Skematik Kerangka Pemikiran...……….40 Gambar 4. Struktur Organisasi PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama

Surakarta...46 Gambar 5. Skematik Prosedur Pemberian Bank Garansi di PT Bank Negara

Indonesia Cabang Utama Surakarta...47 Gambar 6. Skematik Prosedur Pengajuan dan Pembayaran Klaim di PT Bank

Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta...64 Gambar 7. Skematik Upaya Hukum yang Dilakukan PT Bank Negara Indonesia

Cabang Utama Surakarta apabila Terjamin Wanprestasi terhadap Perjanjian Bank Garansi...69

             


(14)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Keterangan Melakukan Penelitian Lampiran 3 : Perjanjian Bank Garansi

Lampiran 4 : Perjanjian Penerbitan Bank Garansi Lampiran 5 : Perjanjian Kredit


(15)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional, sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Tahun 1945 yaitu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (alinea IV Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).

Pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan. Pertumbuhan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional. Sementara itu, perkembangan perekonomian nasioanal senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, perlu berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan sehingga dapat diharapkan dapat memperbaiki dan memperkokoh perekonomian nasional (Penjelasan Umum tentang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).

Sektor perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem perbankan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam proses penyesuaian yang dimaksud. Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dana dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan


(16)

commit to user

sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional.

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian bank terdapat pada Pasal 1 Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan pengertian tersebut, bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya meliputi :

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Secara umum jenis simpanan yang ada di bank terdiri dari simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan simpanan deposito (time deposit);

2. Menyalurkan dana kepada masyarakat, maksudnya adalah bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Jenis kredit yang biasa diberikan oleh hampir semua bank misalnya kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit perdagangan;

3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, jasa-jasa bank lainnya ini merupakan jasa pendukung dari kegiatan pokok bank yaitu menghimpun dan menyalurkan dana. Contoh jasa yang diberikan bank antara lain pengiriman uang (transfer), letter of credit (L/C), dan bank garansi (Kasmir, 2003:3-4).

Di Indonesia terdapat berbagai jenis bank. Berdasarkan kepemilikannya bank dapat digolongkan menjadi bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, bank milik koperasi, bank milik asing, dan bank campuran. Bank milik pemerintah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang keseluruhan atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.


(17)

commit to user

 

   

Salah satu bank yang merupakan milik pemerintah adalah PT Bank Negara Indonesia (BNI). Berdasarkan daftar BUMN yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tahun 2007, jumlah saham PT BNI yang dimiliki oleh pemerintah adalah sebesar 99,11% (I Nyoman Tjager, 2007: 7).

Berdiri sejak 1946, Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada tahun 1996 (http://www.bni.co.id). PT Bank Negara Indonesia (Persero) memiliki kantor cabang di seluruh wilayah Indonesia, salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) berada di Surakarta. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Cabang Utama Surakarta sesuai dengan fungsi bank menjalankan kegiatan untuk menghimpun dana dari masyarakat, meenyalurkan dana masyarakat, serta memberikan jasa-jasa perbankan lainnya. Salah satu jenis produk jasa yang dikeluarkan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Cabang Utama Surakarta adalah bank garansi.

Bank garansi adalah jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank kepada suatu pihak, baik perorangan, perusahaan atau badan / lembaga lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pemberian jaminan dengan maksud bank menjamin akan memenuhi (membayar) kewajiban-kewajiban dari pihak yang dijamin kepada pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang diperjanjikan atau cedera janji (Kasmir, 2002: 157).

Bank garansi merupakan salah satu bentuk jaminan perorangan yang termasuk perjanjian penanggungan hutang (Borghtocht, Guarantee). Mengenai jaminan perorangan atau penanggungan hutang diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1820 KUH Peerdata menyebutkan bahwa “penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang itu sendiri tidak


(18)

commit to user

memenuhinya”. Pihak bank dalam penerbitan bank garansi mengambil alih kewajiban terjamin bila si terjamin melakukan wanprestasi terhadap penerima jaminan. Jadi bank garansi merupakan bentuk perikatan bersyarat, yang syaratnya adalah suatu keadaan dimana si berutang dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.

Bank garansi sangat diperlukan bagi seorang pengusaha dalam menjalankan suatu usaha. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa modal dalam bentuk uang walaupun bukan segala-galanya, adalah mutlak diperlukan untuk berbagai tahap kegiatan. Modal dalam bentuk uang dapat diberikan dalam bentuk uang tunai atau semacam jaminan dalam surat-surat berharga. Bank Garansi merupakan salah satu bentuk jaminan yang diberikan oleh bank untuk menjamin nasabah apabila akan mengerjakan suatu proyek tertentu atau untuk mengikuti tender diinstansi tertentu (Kasmir, 2003:194). Terkadang bank garansi menjadi syarat yang diwajibkan oleh suatu instansi bagi para pihak yang akan mengikuti tender. Karena pentingnya keberadaan bank garansi bagi suatu pekerjaan atau proyek, maka perlu diketahui bagaimana pihak bank melakukan proses atau cara untuk memberikan bank garansi, dalam hal ini bank yang dimaksud adalah PT.Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.

Pemberian bank garansi memungkinkan terjadinya risiko. Risiko yang mungkin dialami oleh bank antara lain bank kehilangan dana karena pihak terjamin melakukan wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi yang telah disepakati. Wanprestasi menimbulkan kerugian bagi pihak bank, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan hal tersebut. Upaya yang digunakan bank untuk menyelesaikan wanprestasi yang dilakukan oleh terjamin (nasabah) antara lain dengan ketentuan – ketentuan yang terdapat dalam perjanjian. Upaya tersebut diperlukan untuk membuat terjamin bertanggung jawab atas tindakan wanprestasi yang telah dilakukan. Upaya hukum sangat diperlukan untuk mengembalikan dana bank yang digunakan un tuk membayar klaim kepada penerima jaminan pada saat terjamin melakukan wanprestasi. Oleh karena itu perlu diteliti tentang upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan wanprestasi.


(19)

commit to user

 

   

Berdasarkan latar belakang di atas perlu untuk mengetahui prosedur pemberian bank garansi serta upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh bank apabila pihak terjamin malakukan wanprestasi, maka penulis memilih judul : UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta?

2. Apakah upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan penelitian harus jelas sehingga dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.

b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi.


(20)

commit to user

2. Tujuan Subyektif

a. Memberikan data dan informasi yang lengkap dan jelas sebagai bahan dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi), sebagai persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan tingkat Strata I di bidang ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Menambah, memperdalam pengetahuan serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek bagi penulis.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun masyarakat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan terutama dibidang hukum pada umumnya dan bidang hukum perdata pada khususnya.

b. Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penulisan hukum selanjutnya. 2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi tentang prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta. b. Mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia

Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin dalam perjanjian bank garansi melakukan wanprestasi.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya (Soerjono Soekanto , 2006: 43). Metodologi menurut Robert Bogdan dan Steven J Taylor dalam Soerjono Soekanto adalah “the process, principles, and procedures by


(21)

commit to user

 

   

which we approach problems and seek answer. In the social sciences the term applies to how one conducts research”. Metodologi diartikan sebagai suatu proses, dan cara yang digunakan dalam penelitian untuk mencari jawaban atas masalah yang dirumuskan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti langsung ke lapangan atau masyarakat. Pada penelitian hukum empiris yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian dilanjutkan pada data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:52). Jenis penelitian empiris yang digunakan oleh penulis adalah dengan meneliti secara langsung di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk mempertegas hipotesa - hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2007:10).

Berdasarkan pengertian diatas, penulis berusaha memberikan gambaran mengenai pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta serta upaya hukum yang dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjadi wanprestasi . 3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.

4. Jenis Data

Secara umum, di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan


(22)

commit to user

pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder (Soerjono Soekanto, 2007:51). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan atau lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang dikumpulkan dari sejumlah fakta atau keterangan yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan. Data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara lansung dari lapangan, atau keterangan-keterangan yang secara tidak langsung diperoleh tetapi cara memperolehnya melalui studi pustaka, buku-buku literature, surat kabar, dokumen-dokumen, peraturan-peraturan perundang-undangan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian hukum ini.

5. Sumber Data

Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh. Berdasarkan jenis data, maka dapat ditentukan sumber data yang digunakan untuk penelitian, sehingga memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan arah penelitian ini. Sumber data yang penulis gunakan adalah :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara langsung yang diperoleh dari Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak langsung memberikan keterangan dan bersifat melengkapi sumber data


(23)

commit to user

 

   

primer. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1) Data primer

Data primer adalah data yang bersifat mengikat (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13). Dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank, serta SEBI Nomor 11/11 tentang tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank. 2) Data sekunder

Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan mengenai data primer (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13). Data sekunder ini meliputi jurnal hukum nasional dan jurnal hukum internasional. 3) Data tertier

Data tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan data sekunder (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13). Data tertier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia.

6. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya memperoleh data yang diperlukan, penulis menggunakan teknik pengumbulan data sebagai berikut :

a. Interview (Wawancara)

Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seorang responden (Amiruddin, 2006:82). Jenis wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu dengan menggunakan catatan-catatan dan kerangka pertanyaan yang telah ditentukan pokok permasalahannya namun masih dimungkinkan adanya


(24)

commit to user

variasi pengujian dan kebebasan dalam memberikan pertanyaan dengan mendasarkan pada situasi yang ada sehingga dapat digali secara mendalam mengenai suatu masalah yang peneliti lakukan.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data sekunder, yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian terdahulu, dan bahan kepustakaan lain yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti.

7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah suatu cara-cara analisis, yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif.

Penulis menggunakan model analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 (tiga) tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB Soetopo, 2002:35-37). Tahap-tahap analisa tersebut meliputi :

a. Reduksi data

Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus menerus sampai laporan penelitian selesai.

b. Penyajian data

Sekumpulan informasi yang memunginkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan yang meliputi berbagai jenis matrik, gambar, tabel, dan sebagainya.


(25)

commit to user

11 

 

   

c. Menarik Kesimpulan

Upaya menarik kesimpulan dari semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data.

Analisa data kualitatif model interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut (HB Soetopo, 2002:96) :

Gambar 1. Model analisis interaktif

F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulis menyiapkan sistematika penulisan hukum (skripsi) untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah. Sistematika penulisan hukun bagi penulis akan memberikan gambaran yang jelas sehingga akan memudahkan pembaca untuk mengetahui isi dan maksud penelitian ini. Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan kerangka-kerangka teori mengenai tinjauan tentang bank, upaya hukum, perjanjian, wanprestasi, jaminan, bank garansi.

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpulan


(26)

commit to user

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menjelaskan sekaligus menjawab rumusan masalah yang telah ditentukan sebelumnya. Pertama mengenai prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT.Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta. Kedua mengenai upaya hukum yang dilakukan PT.Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi simpulan dan saran. DAFTAR PUSTAKA


(27)

commit to user

13  BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Bank

a. Pengertian Bank

Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya (Kasmir, 2002: 23).

Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja (Malayu S.P Hasibuan, 2001: 2)

Prof. G.M. Verryn Stuart dalam Malayu S.P Hasibuan memberikan definisi “Bank is a company who satisfied other people by giving a credit with the money they accept as a gamble to the other, eventhough they should supply the new money.” (Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam).

Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan kegiatannya di bidang keuangan, menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.


(28)

commit to user

Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Berdasarkan pengertian tersebut Kasmir menyimpulkan bahwa bank adalah badan usaha yang beraktivitas pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan kegiatan funding dalam dunia perbankan. Dana dari masyarakat setelah diperoleh bank dalam bentuk simpanan, maka dana tersebut diputar kembali atau dijual kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending).

b. Kegiatan-Kegiatan Bank

Berdasarkan definisi bank yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, maka kegiatan perbankan dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :

1) Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk : a) Simpanan giro (demand deposit)

Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro.

b) Simpanan tabungan (saving deposit)

Merupakan simpanan pada bank yang penarikannya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank.

c) Simpanan deposito (time deposit)

Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu, penarikannya dilakukan sesuai jangka waktu tersebut. 2) Menyalurkan dana (lending) antara lain meliputi :

a) Kredit Investasi

Kredit investasi merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal.


(29)

commit to user

15 

 

   

b) Kredit modal kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan sebagai modal kerja. Kredit ini berjangka waktu pendek yaitu tidak lebih dari 1 (satu) tahun.

c) Kredit perdagangan

Kredit perdagangan merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas kegiatan perdagangannya.

3) Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) antara lain : a) Kiriman Uang (transfer)

Transfer merupakan pengiriman uang lewat bank, yang dilakukan pada bank yang sama atau berlainan bank.

b) Letter of Credit (L/C)

Letter of Credit (L/C) merupakan surat kredit yang diberikan kepada para eksportir dan importir yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas transaksi ekspor impor yang mereka lakukan.

c) Bank garansi

Bank garansi merupakan jaminan bank yang diberikan kepada nasabah dalam rangka membiayai suatu usaha.

Secara ringkas kegiatan bank sebagi lembaga keuangan dapat dilihat dalam gambar berikut ini (Kasmir, 2003:4) :

Gambar 2. Skematik Kegiatan Bank Bank

Menghimpun Dana

Menyalurkan Dana

Jasa-jasa lainnya


(30)

commit to user

2. Tinjauan tentang Upaya Hukum

a. Pengertian Upaya Hukum

Pengertian upaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata adalah usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya (http://www.KamusBahasaIndonesia.org).

Pengertian hukum menurut Mochtar Kusuma Atmadja dalam Titik Triwulan Tutik adalah keseluruhan kaidah – kaidah serta asas – asas yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban juga meliputi lembaga – lembaga dan proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat. Sedangkan Soerjono Soekanto mengartikan hukum sebagai suatu gejala sosial budaya yang berfungsi menerapkan kaidah – kaidah dan pola – pola perilaku tertentu terhadap individu – individu dalam masyarakat.

Pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis (http://www.KamusBahasaIndonesia.org/).

Upaya hukum berarti usaha yang dilakukan menggunakan peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis untuk memecahkan suatu masalah.


(31)

commit to user

17 

 

   

3. Tinjauan tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian dalam Bahasa Belanda disebut dengan kata overeenkomst. Secara umum ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) buku III tentang Perikatan. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi perjanjian adalah suatu perbutan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Pengertian perjanjian tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yaitu :

1) Tidak jelas karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian (Salim, 2008:7). Perbuatan dapat dibedakan menjadi perbuatan manusia menurut hukum dan perbuatan manusia melawan hukum. Tidak semua perbuatan hukum dapat disebut sebagai perjanjian, contohnya adalah perkawinan tidak dapat disebut sebagai suatu perjanjian. 2) Hanya mengikat satu pihak saja, padahal seharusnya suatu perjanjian

mengikat dua pihak karena ada consensus (persetujuan) dari dua pihak yang mengadakan perjanjian.

3) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechmatig daad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai kata ”persetujuan.’’

4) Pengertian perjanjian terlalu luas, karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.


(32)

commit to user

5) Tanpa menyebut tujuan, dalam suatu perjanjian seharusnya menyebutkan tujuan pengadaan penjanjian.

Berdasarkan alasan tersebut di atas Abdulkadir Muhammad memberikan definisi bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan, sedangkan Salim mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan dimana subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.

Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi perjanjian tersebut adalah:

1) Adanya hubungan hukum

Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.

2) Adanya subjek hukum

Subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. 3) Adanya prestasi

Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.

4) Di bidang harta kekayaan (Salim dkk, 2008: 9).

b. Syarat Sah Perjanjian

Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa perjanjian sah apabila memenuhi 4 (empat) unsur, yaitu :

1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak

Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Ada 5 (lima) cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak yaitu dengan :


(33)

commit to user

19 

 

   

a) bahasa yang sempurna dan tertulis b) bahasa yang sempurna secara lisan

c) bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan d) bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan

e) diam atau membisu asal dapat dipahami atau diterima pihak lawan

Pada dasarnya cara yang paling banyak digunakan oleh para pihak adalah dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis karena akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna (Salim dkk, 2008: 9-10).

2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Para pihak yang akan mengadakan perjanjian harus sudah cakap hukum dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap dan berwenang melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa menurut hukum. Ukuran kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Dalam Pasal 1330, yang termasuk tak cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah :

a) Orang-orang yang belum dewasa. b) Mereka yang di bawah pengampuan.

c) Orang-orang perempuan yang bersuami (orang-orang perempuan dinyatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu dengan adanya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974).

3) Suatu hal tertentu

Yang dimaksud hal tertentu adalah adanya obyek perjanjian. Obyek perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi terdiri dari : a) memberikan sesuatu;

b) berbuat sesuatu; c) tidak berbuat sesuatu.


(34)

commit to user

4) Suatu sebab yang halal

Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Dilihat dari syarat-syarat tersebut, maka syarat sahnya perjanjian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Syarat Subyektif

Adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek perjanjian itu atau dengan perkataan lain syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat perjanjian dimana hal ini meliputi kesepakatan mereka mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian. Apabila syarat subyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan

2) Syarat Obyektif

Adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian tersebut, yaitu meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat obyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian ini batal demi hukum atau batal dengan sendirinya artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan (Subekti, 2000: 20).

Perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, namun beberapa perjanjian harus dibuat dibuat dengan memenuhi ketentuan formal yang tertulis. Untuk kebutuhan pembuktian di kemudian hari, perjanjian perlu dibuat secara tertulis (Jonker Sihombing, 2008: 34).

c. Asas-asas dalam Perjanjian

Dalam perjanjian atau kontrak dikenal berbagai macam asas yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak. Asas-asas tersebut antara lain kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith)


(35)

commit to user

21 

 

   

dan asas kepribadian (personality). Secara rici asas-asas tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Asas ini mengandung arti bahwa dalam membuat kontrak para pihak bebas membuat dalam bentuk dan cara apapun asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

a) Membuat atau tidak membuat perjanjian b) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun

c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya

d) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan (Salim HS, 2003: 9)

2) Asas Konsensualisme (concensualism)

Asas konsensualisme dinyatakan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.

3) Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Asas ini berhubungan dengan akibat hukum yang timbul karena terjadinya suatu kontrak. Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah mengikat atau berlaku sebagai


(36)

undang-commit to user

undang bagi mereka dan memberi kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Salim, asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak; sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.

4) Asas Itikad Baik (good faith)

Asas itikad baik terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif (Salim HS, 2003: 11). Asas itikad baik dilihat dari pelaksanaan perjanjian.

5) Asas Kepribadian (personality)

Menurut Salim, asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Asas kepribadian terdapat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.”Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal ini


(37)

commit to user

23 

 

   

mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Pengecualian terhadap ketentuan ini terdapat dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata memiliki ruang lingkup yang luas.

d. Hapusnya Perjanjian

Menurut Salim, berakhirnya perikatan karena undang-undang adalah konsignasi, musnahnya barang yang terutang, dan daluarsa. Sedangkan berakhirnya perikatan karena perjanjian yaitu dengan pembayaran, pembaruan utang, kebatalan atau pembatalan, serta berlakunya suatu syarat batal. Di samping cara-cara tersebut, dalam praktek dikenal pula caraberakhirnya perjanjian, yaitu :

1) Jangka waktu berakhir;

2) Dilaksanakan obyek perjanjian; 3) Kesepakatan kedua belah pihak;

4) Pemutusan secara sepihak oleh salah satu pihak; 5) Adanya putusan pengadilan (Salim HS, 2004: 165).


(38)

commit to user

4. Tinjauan tentang Wanprestasi

a. Pengertian Prestasi

Wanprestasi timbul setelah adanya prestasi yang tidak dipenuhi. Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Menurut ketentuan Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, prestasi dapat berupa :

1) Memberikan sesuatu

Memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan benda dari debitur kepada kreditur (Abdulkadir Muhammad, 2000:202). Wujud prestasinya adalah untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu. 2) Berbuat sesuatu

Wujud prestasinya adalah untuk melakukan sesuatu yang telah disepakati bersama dalam perjanjian.

3) Tidak berbuat sesuatu

Wujud prestasinya adalah untuk tidak melaksanakan sesuatu perbuatan yang disepakati bersama.

Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa prestasi memiliki sifat-sifat sebagi berikut :

1) Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan. Hal ini memungkinkan debitur memenuhi perikatan. Jika prestasi itu tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).

2) Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).

3) Harus diperbolehkan, artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal (nietig).

4) Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).


(39)

commit to user

25 

 

   

5) Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi itu berupa satu kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali dapat mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar).

b. Pengertian Wanprestasi

Wanprestasi adalah prestasi yang buruk, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah diwajibkan dalam perjanjian. Tidak dipenuhinya kewajiban debitur disebabkan oleh 2 (dua) alasan, yaitu:

1) Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian.

2) Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah (Abdulkadir Muhammad, 2000:203).

Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

1) Debitur tidak memenuhi sama sekali.

2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikannya.

3) Debitur memenuhi prestasi tapi terlambat.

4) Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. (Subekti, 2001:45).

c. Akibat Wanprestasi

Ada 4 (empat) akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:

1) Perikatan tetap ada. Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di samping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.


(40)

commit to user

2) Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata).

3) Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.

4) Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan norma prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata yang memuat ketentuan bahwa wanprestasi dari salah satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan perjanjian lewat hakim.

d. Tuntutan atas dasar wanprestasi

Kreditur dapat menuntut seorang debitur yang telah wanprestasi hal-hal sebagai berikut :

1) Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;

2) Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur (Pasal 1267 KUH Perdata);

3) Kreditur dapat menuntut dan menerima ganti rugi, hanya mungkin kerugian karena keterlambatan;

4) Kredit dapat menuntut pembatalan perjanjian;

5) Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur. Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda (Salim, 2003: 99).

5. Tinjauan tentang Jaminan

a. Pengertian Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping


(41)

commit to user

27 

 

   

pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya (Salim, 2002: 21).

Hartono Hadisoeprapto dalam Salim HS berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan, sedangkan M. Bahsan memberikan mendefinisikan jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.

Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan, yaitu bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan (Budi Untung, 2000: 56).

b. Jenis Jaminan

Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu : 1) Jaminan materiil atau dapat disebut jaminan kebendaan

Jaminan kebendan mempunyai ciri-ciri kebendan dalam arti memberikan hak mendahului di atas bend-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan dalam Salim HS, jaminan materiil (kebendaan) adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan unsur-unsur jaminan materiil sebagai berikut :

a) Hak mutlak atas suatu benda;

b) Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu; c) Dapat dipertahankan terhadap siapapun;


(42)

commit to user

e) Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.

Jaminan materiil (kebendaan)dapat digolongkan menjadi 5 (lima) macam, yaitu :

a) Gadai (pand),yang diatur di dalam Bab 20 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);

b) Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata;

c) Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542

sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190;

d) hak tanggungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4Tahun 1996;

e) jaminan fidusia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999.

Pembebanan hak atas tanah yang menggunakan lembaga hipotek dan credietverband sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, sedangkan pembebanan jaminan atas kapal laut dan pesawat udara masih tetap menggunakan lembaga hipotek.

2) Jaminan imateriil atau jaminan perorangan

Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Jaminan perorangan merupakan jaminan yang tidak memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan. Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) si berhutang tersebut (Soebekti 1996: 17). Soebekti mengkaji jaminan perorangan dari dimensi kontraktual antara kreditur dengan pihak ketiga. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhan seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda


(43)

commit to user

29 

 

   

si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.

Berdasarkan definisi tersebutdi atas, maka dapat dikemukakan unsur jaminan perorangan sebagai berikut :

a) Mempunyai hubungan langsung terhadap orang tertentu; b) Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan c) Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Jaminan perorangan dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu : a) Penanggung (borg), adalah orang lain yang dapat ditagih; b) Tanggung-menanggung yang serupa dengan tanggung renteng; c) Akibat hak dari tanggung renteng pasif, meliputi : Hubungan hak

bersifat ekstern, yaitu hubungan hak antara para debitur dengan pihak lain (kreditur) dan hubungan hak bersifat intern, yaitu hubungan hak antara sesama debitur itu satu dengan yang lainnya; d) Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung

jawab guna kepentingan pihak ketiga (Salim, 2004: 218).

Menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, jaminan dapat dibedakan menurut :

1) Cara terjadinya :

a) Lahir karena Undang – Undang

Jaminan yang lahir karena undang- undang merupakan jaminan yang keberadaannya ditunjuk undang – undang, tanpa adanya perjanjian para pihak, yaitu yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menyatakan bahwa segala kebendaan milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, akan menjadi tanggungan untuk segala perikatannya. Dengan demikian berarti seluruh benda debitur menjadi jaminan bagi semua kreditur. Dalam hal debitur tidak dapat memenuhi kewajiban hutangnya kepada kreditur, maka kebendaan milik debitur tersebut akan dijual kepada umum, dan hasil penjualan


(44)

commit to user

tersebut dibagi para kreditur seimbang dengan besar piutang masing-masing (Pasal 1132 KUH Perdata).

b) Lahir karena diperjanjikan

Selain jaminan yang ditunjuk oleh undang – undang, sebagai bagian dari asas konsensualitas dalam hukum perjanjian, undang-undang memungkinkan para pihak untuk melakukan perjanjian penjaminan yang ditujukan untuk menjamin pelunasan atau pelaksanaan kewajiban debitur kepada kreditur. Perjanjian penjaminan ini merupakan perjanjian accessoir yang melekat pada perjanjian dasar atau perjanjian pokok yang menerbitkan hutang piutang diantara debitur dengan kreditur. Contoh : hipotik, hak tanggungan, fidusia, gadai, perjanjian penanggungan (borghtocht), perjanjian garansi, perhutangan, tanggung – menanggung, (tanggung renteng).

2) Obyeknya

a) Obyek berupa benda bergerak;

b) Obyek berupa benda tidak bergerak / benda tetap; 3) Sifatnya

a) Termasuk jaminan umum

Menurut sifatnya, ada jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata.

b) Termasuk jaminan khusus

Jaminan yang bersifat khusus yang merupakan jaminan dalam bentuk penunjukkan atau “ penyerahan “ benda tertentu secara khusus, sebagai jaminan atas pelunasan kewajiban atau hutang debitur kepada kreditur tertentu, yang hanya berlaku untuk kreditur tertentu tersebut, baik secara kebendaan maupun perorangan. Timbulnya jaminan khusus ini karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara debitur dan kreditur yang


(45)

commit to user

31 

 

   

dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang bersifat perorangan.

c) Bersifat kebendaan

Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu adanya benda tertentu yang dijadikan jaminan (zakelijk).

d) Bersifat perorangan

Jaminan perorangan (personlijk), yaitu adanya orang tertentu yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi jika debitur cidera janji. Jaminan perorangan ini tunduk pada ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata. 4) Kewenangan menguasai benda jaminannya

a) Menguasai benda jaminannya

Contoh : gadai dan hak retensi. Bagi kreditur, penguasaan benda ini akan lebih aman, terutama untuk benda bergerak yang mudah dipindah-tangankan dan berubah nilainya.

b) Tanpa menguasai benda jaminannya

Untuk jaminan yang tidak menguasai bendanya missal adalah hipotik dan creditverband. Hal ini menguntungkan debitur karena tetap dapat memanfaatkan benda jaminan.

6. Tinjauan tentang Bank Garansi

a. Pengertian Bank Garansi

Istilah bank garansi berasal dari terjemahan bahasa Belanda yaitu bank garantie. Pengertian bank garansi terdapat dalam Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank. Bank garansi adalah “ jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau oleh lembaga keuangan non bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang menerima jaminan cedera janji.” Warkat bank adalah surat yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin


(46)

commit to user

pembayaran kepada pihak ketiga, apabila pihak yang menerima jaminan wanprestasi (Salim, 2002: 222).

Bank guarantee it is not a guarantee in a traditional sense, where one party acts as a surety for another’s obligation, although there are similarities. Rather, it is in the nature of a bearer cheque made out to cash that most closely encapsulates the essence of the bank guarantee. They are also known by other names – performance bonds, insurance bonds and stand-by letters of credit – but they all have one thing in common. They oblige the issuing institution to pay cash over to the party presenting the bond when called upon to do so, hence the analogy (Mark Williams, 2008:16)

Bank garansi yaitu jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank kepada suatu pihak, baik perorangan, perusahaan atau badan / lembaga lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pemberian jaminan dengan maksud bank menjamin akan memenuhi (membayar) kewajiban-kewajiban dari pihak yang dijamin kepada pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin kemudia hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang diperjanjikan atau cedera janji (Kasmir, 2002: 157).

Huyasro dan Achmad Anwari dalam Salim HS mengartikan garansi bank adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh bank. Maksudnya bank menjamin untuk memenuhi suatu kewajiban apabila yang dijamin di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sebagaimana yang dijanjikan. Definisi tersebut difokuskan pada penjaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak yang dijamin, untuk kepentingan pihak ketiga.

b. Tujuan Bank Garansi

Menurut Salim, tujuan bank garansi adalah sebagai berikut :

1) Mendorong bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank untuk melakukan usaha sesuai dengan fungsinya masing-masing;


(47)

commit to user

33 

 

   

2) Menunjang pengembangan pasar modal dan pasar uang; dan

3) Meningkatkan kelancaran lalu lintas perdagangan atau kegiatan usaha. Tujuan pemberian bank garansi oleh pihak bank kepada penerima jaminan atau yang dijamin adalah sebagai berikut:

1) Memberikan bantuan fasilitas dan kemudahan dalam memperlancar transaksi nasabah;

2) Bagi pemegang jaminan bank garansi adalah untuk memberikan keyakinan bahwa pemegang jaminan tidak akan menderita kerugian bila pihak yang dijaminkan melalaikan kewajibannya, karena pemegang akan mendapat ganti rugi dari pihak perbankan;

3) Menumbuhkan rasa saling percaya antara pemberi jaminan yang dijaminkan dan yang menerima jaminan;

4) Menumbuhkan rasa aman dan ketentraman dalam berusaha baik bagi bank maupunbagi pihak lainnya;

5) Bagi bank akan memperoleh keuntungan dari biaya-biaya yang harus dibayar nasabah serta jaminan lawan yang diberikan (Kasmir, 2002: 158-159).

c. Dasar Hukum Bank Garansi

Salim menyebutkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang bank garansi adalah sebagai berikut:

1) Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata ini merupakan ketentuan umum yang mengatur tentang jaminan penanggungan pada umumnya. Apabila dalam ketentuan khusus tidak diatur secara lengkap, maka dapat diacu ketentuan yang bersifat umum (lex generale);

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;

3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan


(48)

commit to user

Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank. Ketentuan ini terdiri atas 12 pasal. Hal-hal yang diatur dalam Surat keputusan ini meliputi:

a) pengertian jaminan (Pasal 1); b) isi garansi bank (Pasal 2); c) aval dan endosemen (Pasal 3);

d) jaminan dalam bentuk lainnya (Pasal 4);

e) besarnya jaminan yang diberikan (Pasal 5 sampai Pasal 6);

f) larangan bagi bank dan lembaga keuangan nonbank (Pasal 7 sampai Pasal 8);

g) kewajiban bank dan lembaga keuangan nonbank untuk menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai jaminan yang telah diberikan (Pasal 9);

h) sanksi denda (Pasal 10);

i) berlakunya surat keputusan (Pasal 11); dan

j) tidak berlakunya berbagai surat keputusan lainnya yang berkaitan dengan garansi bank (Pasal 12).

4) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: SE 11/11 kepada Bank-bank umum, Bank-bank Pembangunan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank di Indonesia Perihal Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank.

d. Penggolongan Garansi Bank

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank mengatur penggolongan jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak lainnya. Jaminan yang diberikan oleh bank dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :

1) Jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang mengakibatkan kewajiban


(49)

commit to user

35 

 

   

membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang dijamin cedera janji (wanprestasi);

2) Jaminan dalam bentuk tanda tangan kedua dan seterusnya atas surat-surat berharga seperti aval dan endosemen yang dapatmenimbulkan kewajiban membayar bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank apabila pihak yang dijamin melakukan cedera janji (wanprestasi); 3) Jaminan lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sehingga

dapat menimbulkan finansial bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank.

Bedasarkan ketiga jaminan tersebut, maka yang disebut sebagai garansi bank adalah ketentuan pada angka 1.

Huyasro dan Achmad Anwari dalam Salim HS menyebutkan bahwa garansi bank dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : 1) garansi bank dari aspek tujuan penggunaannya; 2) mata uang yang digunakan; dan 3) aspek provisi. Ketiga jenis penggolongan garansi bank tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Garansi bank dari aspek tujuan penggunaannya

Garansi bank dari aspek penggunaannya merupakan garansi bank yang diberikan kepada pihak lain dari maksud pemanfaatan dari garansi bank tersebut. Pembagian ini dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) macam, yaitu:

a) Garansi bank untuk penyerahan barang-barang, baik barang-barang yang dibiayai dengan kredit bank maupun yang tidak dibiayai dengan kredit bank;

b) Garansi bank untuk mendapatkan keterangan pemasukan pabean (KPP) atas barang-barang yang L/Cnya telah dibayar penuh importir;

c) Garansi bank untuk pengeluaran barang-barang yang L/Cnya belum dibayar penuh oleh importir;

d) Garansi bank untuk mengikuti pembangunan proyek yang dikenal sebagai tender bond atau bid bond. Garansi bank ini erat


(50)

commit to user

hubungnnya dengan kesediaan terjamin sebagai peserta tender untuk melaksanakan pembangunan proyek apabila dapat memenangkan tender;

e) Garansi bank untuk melaksanakan pembangunan proyek sesuai dengn ketentuan-ketentuan yang telah dijanjikan antara terjamin sebagai pemborong pekerjaan pembangunan proyek dan pemberi pekerjaan borongan yang dikenal sebagai performance bond atau contract bond. Bagi pemberi pekerjaan borongan, garansi bank ini dimaksudkan untuk menutup risiko apabila sebelum pekerjaan borongan itu selesai, ternyata pemborong pekerjaan cedera janji; f) Garansi bank untuk melindungi atau memberikan ganti rugi karena

pelaksanaan kewajiban dalam suatu kedudukan tertentu yang dikenal idemnity bond;

g) Garansi bank untuk keperluan membayar uang muka sehubungan dengan suatu kegiatan tertentu yang dikenal sebagai advance payment guarante. Advance Payment Guarantee Supports an obligation to account for an advance payment made by the Beneficiary to the Principal/Applicant (www.seb.com).

2) Garansi bank dari aspek uang yang digunakan

Garansi bank dari aspek uang yang digunakan dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu:

a) Garansi bank dalam mata uang rupiah sehubungan dengan transaksi yang terjadi di dalm negeri yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran kembali dalam mata uang rupiah; b) Garansi bank dalam valuta asing atau garansi bank dalam mata

uang rupiah yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran kembali terhadap luar negeri (Salim, 2005:227). 3) Garansi bank dari aspek provisi yang dikenakan

Garansi bank dari aspek provisi yang dikenakan dibededakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:


(51)

commit to user

37 

 

   

a) Garansi bank mata uang rupiah dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu dikenakan provisi dan tidak dikenakan provisi tetapi dikenakan biaya administrasi. Biaya provisi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terjamin kepada bank sebagai balas jasa untuk pemberian garansi bank. Besarnya provisi ditetapkan berdasarkan tujuan penggunaan garansi bank dan ditetapkan berdasarkan presentase. Pemerintah melalui Bank Indonesia menetapkan besarnya provisi bank garansi secara umum tanpa membedakan tujuan penggunaan garansi bank. Sedangkan biaya administrasi merupakan biaya yang lazim dipungut berhubungan untuk pelaksanaan administrasi. Jumlah yang dikenakan tergantung bank masing-masing (Kasmir, 2002: 160-161).

b) Garansi bank dalam valuta asing dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan dan yang dikeluarkan dengan perantaraan bank-bank lain sebagai bank-bank koresponden (Salim, 2004: 227).

e. Bentuk dan Isi Perjanjian Bank Garansi

Bentuk bank garansi yang dibuat oleh bank adalah bentuk tertulis. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan para pihak baik penjamin maupun pihak yang menerima jaminan. Hal-hal yang dimuat dalam bank garansi adalah sebagai berikut:

1) Judul garansi bank atau bank garansi; 2) Nama dan alamat bank pemberi garansi; 3) Nama dan alamat terjamin;

4) Nama dan alamat penerima jaminan;

5) Macam transaksi antara terjamin dan penerima jaminan; 6) Tanggal penerbitan bank garansi;

7) Jumlah uang yang dijaminkan oleh bank;

8) Batas waktu untuk mengajukan klaim kepada bank;

9) Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran hingga suatu jumlah tertentu dengan terlebih dahulu menyita dan


(1)

commit to user

e) Menugaskan suatu konsultan atau pihak lain untuk melakukan

pengawasan dan memberikan nasehat berkaitan dengan pengelolaan perusahaan penerima kredit.

Ketentuan pasal ini memberikan hak kepada bank untuk melakukan hal – hal tersebut di atas selama perjanjian kredit berlangsung. Hal bertujuan untuk mengetahui keadaan penerima kredit sehingga bank menanalisis kemampuan penerima jaminan untuk membayar hutangnya. Ketentuan Pasal 25 ayat (2) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian kredit, bank berwenang melakukan hal-hal sebagai berikut:

a) Melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

Pasal 25.

b) Menempatkan petugas bank pada perusahaan penerima kredit.

c) Menugaskan suatu konsultan atau pihak lain untuk melakukan

pengelolaan perusahaan penerima kredit, bila menurut pertimbangan bank, penerima kredit sudah diragukan kemampuannya untuk menyelesaikan kredit.

d) Sewaktu-waktu bank dapat mengambil alih manajemen perusahaan

penerima kredit dan atau tindakan-tindakan lain bilamana menurut pertimbangan bank, penerima kredit sudah diragukan kemampuannya untuk menyelesaikan kredit.

e) Melakukan penyertaan modal sementara pada perusahaan penerima

kredit dengan mengkonversikan jumlah Hutang denganketentuan dan syarat-syarat yang akan ditetapkan kemudian.

f) Menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan

pelunasan Hutang, apabila dianggap perlu oleh bank.

g) Mengeksekusi dan melaksanakan hak-hak bank atas agunan

sebagaimana dimaksud Pasal 16 Perjanjian Kredit ini, termasuk akan tetapi tidak terbatas untuk mengumumkan nama penerima kredit berikut agunannya, apabila menurut penilaian bank, penerima kredit tidak dapat melaksanakan pembayaran hutangnya.


(2)

commit to user

84   

   

h) Melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya hukum lainnya

yang dianggap perlu oleh bank sebagai upaya penyelamatan dan penyelesaian Kredit, baik yang dilakukan sendiri oleh bank maupun oleh pihak ketiga yang ditunjuk bank.

Ketentuan tersebut diatas dilakukan bank apabila penerima kredit telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian kredit yang dibuat. Bank kemudian melakukan upaya penyelamatan dan penyelesaian kredit dalam pasal tersebut dengan tujuan untuk menjamin dana bank kembali. Ketentuan Pasal 26 ayat (1) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa bank setiap saat berdasarkan pertimbangannya sendiri dan tanpa perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari penerima kredit, berhak untuk mengalihkan tagihan/ piutang bank kepada penerima kredit yang timbul berdasarkan perjanjian kredit ini kepada pihak lain yang ditetapkan oleh bank, dan untuk keperluan tersebut penerima kredit dengan ini menyetujui dan memberikan kewenangan bank untuk memberikan setiap informasi berkenaan dengan penerima kredit yang dibutuhkan dalam rangka pengalihan tersebut, kepada pihak yang berminat. Ketentuan ini sangat menguntungkan bagi bank, kerena bank mempunyai kuasa untuk mengalihkan kredit dan dari hasil pengalihan kredit kepada pihak lain maka hutang penerima kredit dibayar lunas oleh pihak yang mengambil alih hutang tersebut.

Berdasarkan analisis terhadap pasal – pasal yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepentingan pihak bank dalam hal ini PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta sangat dilindungi. Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya bank terhindar dari risiko yaitu dana bank tidak dikembalikan oleh penerima kredit.

c. Eksekusi barang jaminan

Eksekusi barang jaminan dilakukan dalam hal terjamin (nasabah) tidak bersedia mengubah perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit. Hal ini


(3)

commit to user

berdasarkan ketentuan Pasal 9 PPGB yang menyatakan bahwa jika sampai batas waktu 15 (lima belas) hari terjamin belum melunasi kewajibannya kepada bank, sedangkan dana yang terdapat dalam rekening terjamin tidak mencukupi, maka terjamin dinyatakan lalai sehingga karenanya tidak diperlukan adanya juru sita dan surat pemberitahuan lain yang bersifat demikian, bank dapat segera melaksanakan hak-haknya untuk mengeksekusi barang – barang jaminan.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku pengganti sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring, hari Senin tanggal 11 Juli 2011 pukul 10.00 WIB, diperoleh keterangan bahwa pelaksanaan eksekusi barang jaminan tidak dapat dilakukan sendiri oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta. Pihak bank harus mengajukan permohonan eksekusi kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Hasil eksekusi barang jaminan digunakan untuk membayar hutang nasabah beserta bunganya kepada bank. Apabila terdapat sisa hasil penjualan barang jaminan, maka sisa tersebut diserahkan kepada nasabah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku pengganti sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring PT BNI Cabang Utama Surakarta, hari Senin tanggal 11 Juli 2011 pukul 10.10 WIB, diperoleh hasil bahwa BNI Cabang Utama Surakarta tidak menangani prosedur permohonan eksekusi barang jaminan. Prosedur permohonan eksekusi barang jaminan dilakukan oleh PT BNI Cabang Sebelas Maret. PT BNI Cabang Utama Surakarta melakukan kegiatan sebatas terkait dengan Administrasi Kredit, dalam hal ini salah satunya adalah menerbitkan bank garansi. Sedangkan PT BNI Cabang Sebelas Maret merupakan Sentra Kredit Kecil yang salah satu kegiatannya adalah mengajukan permohonan eksekusi barang jaminan kepada

Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari Bapak Beni Indrawan selaku pengganti sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring dapat disimpulkan bahwa upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin wanprestasi terhadap perjanjian bank


(4)

commit to user

86   

   

garansi adalah sebagi berikut. Upaya yang pertama adalah penggantian. Hal ini dilakukan dengan cara mencairkan rekening terjamin yang digunakan sebagai jaminan. Upaya kedua adalah pengubahan perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit. Hal ini dilakukan apabila terjamin setuju untuk membuat perjanjian kredit dengan pihak bank. Upaya yang ketiga adalah dengan mengeksekusi barang jaminan. Hal ini dilakukan apabila terjamin tidak bersedia untuk mengubah perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit. Permohonan eksekusi barang jaminan bukan menjadi tugas PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta, melainkan dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Sebelas Maret.


(5)

commit to user

BAB IV PENUTUP

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya hukum yang dilakukan bank apabila terjamin wanprestasi dalam perjanjian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta, dapat diambil simpulan sebagai beriukut :

1. Prosedur pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama

Surakarta dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pemberian bank garansi dengan jaminan full cover dan pemberian bank garansi dengan jaminan tidak full cover. Bank garansi dengan jaminan full cover berarti jaminan berupa rekening mempunyai nominal yang sama atau lebih dari jumlah bank garansi yang diminta. Sedangkan bank garansi dengan jaminan tidak full cover berarti nominal rekening nasabah tidak cukup untuk mengcover jumlah bank garansi yang diminta sehingga diperlukan jaminan tambahan berupa aset nasabah sesuai yang disebutkan dalam Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB). Dalam pemberian bank garansi dengan jaminan full cover diperlukan analisis dari analis kredit untuk menilai jaminan yang diberikan nasabah. Penerbitan bank garansi oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta yang diatur dalam Pedoman dan Kebijakan Kredit Retail Market telah sesuai dengan syarat – syarat penerbitan bank garansi yang terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: SE 11/11 Perihal Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank.

2. Upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama

Surakarta apabila terjamin wanprestasi dalam perjanjian bank garansi meliputi penggantian, pengubahan perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit, dan eksekusi barang jaminan.


(6)

commit to user

88   

   

B.Saran

1. Pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama

Surakarta sebaiknya diarahkan untuk dijamin dengan jaminan full cover. Hal ini untuk mengantisipasi apabila terjamin melakukan wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi, maka bank secara langsung dapat mencairkan rekening untuk memperoleh penggantian dana senilai dengan yang digunakan pada saat membayar klaim kepada penerima jaminan.

2. Perlu lebih ditekankan dalam Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB) yang

memuat tentang persetujuan terjamin untuk mengubah perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit apabila terjamin melakukan wanprestasi. Hal ini bertujuan untuk menghindari eksekusi barang jaminan yang akan menambah biaya yang dikeluarkan oleh pihak bank karena bank tidak dapat melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan eksekusi kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).