Upaya Hukum yang Dilakukan Bank Apabila Terjadi Wanprestasi Terhadap Perjanjian Bank Garansi (studi pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe)

(1)

UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJADI WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI

(STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG KABANJAHE)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Oleh

L I DI A T A R I G AN 080200355 HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 2


(2)

UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJADI WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI

(STUDI PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK. CABANG KABANJAHE)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Hukum Oleh

080200355 L I DI A T A R I G AN

DISETUJUI OLEH :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

DR.HASIM PURBA,S.H,M.HUM

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof.Dr.Tan Kamello,S.H.,MS Zulfi Chairi,S.H.,MH

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 1 2


(3)

ABSTRAKSI

Bank garansi merupakan suatu pengakuan tertulis yang dikeluarkan oleh bank tertentu dimana bank tertentu tersebut menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan (pihak ketiga atau terjamin) untuk menggantikan kedudukan penerima jaminan atau untuk memenuhi kewajiban penerima jaminan jika penerima jaminan tidak memenuhi kewajibannya atau cedera janji kepada bank sebagai pemberi jaminan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: pelaksanaan bank garansi dalam praktek perjanjian kredit bank di PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe, dan penyelesaian bank garansi oleh Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe jika nasabah wanprestasi.

Untuk mengkaji hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif yuridis dengan pendekatan yuridis normatif. Data hasil penelitian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dengan menggunakan perangkat normatif.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: dalam pembuatan perjanjian garansi bank melibatkan beberapa pihak yaitu bank, penerima pekerjaan (pemborong) dan pemberi pekerjaan (pemilik proyek). Untuk memperoleh garansi bank, pemborong harus mengajukan permohonan tertulis kepada bank yang dikehendaki. Sebelum bank menyetujui permohonan tersebut, pihak bank harus terlebih dahulu menganalisa calon pemborong sesuai dengan ketentuan pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam perjalanan proyeknya tidak selesai, bank dapat menyita agunan yang sudah didasarkan nilai ekonomisnya. Jika agunan mempunyai nilai ekonomis masih kurang, maka pihak bank mempunyai hak untuk menyita kekayaan-kekayaan yang dimiliki oleh nasabah yang melakukan wanprestasi tersebut.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada “ the one and only Jesus Christ” untuk semua berkat,karunia dan talenta tak terkira dalam pribadi penulis sehingga terwujud harapan penulis dengan selesainya penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana (S1) dari Departemen Hukum Perdata BW Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan karena adanya keterbatasan waktu,tenaga,biaya dan pengetahuan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun bagi penulis.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak,tentulah penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana. oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dekan Prof.Dr.RUNTUNG SITEPU,SH,M.HUM

2. Bapak Pembantu Dekan I Prof.Dr.BUDIMAN GINTING,S.H,M.HUM 3. Bapak Pembantu Dekan II SYARIFUDDIN HASIBUAN,S.H,MH DFM 4. Bapak Pembantu Dekan III MUHAMMAD HUSNI,S.H,MH

5. Bapak Dr.HASIM PURBA,S.H,M.HUM sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Prof.Dr TAN KAMELO,S.H.,MS dan Ibu ZULFI CHAIRI,S.H.,MH yang telah sabar membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini

7. Prof.Dr.RISNAWATI SINULINGGA sebagai dosen agama Fakultas Hukum Sumatera Utara yang banyak memberikan motifasi dan semangat serta bantuan kepada saya


(5)

8. Seluru staf dan karyawan tata usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 9. Bapak H.BAHTIAR selaku pimpinan bank bni cabang Kabanjahe, kak Murni

dan pak Sembiring yang telah meluangkan waktunya dan bertukar pikiran dengan penulis dan telah memberikan data-data yang menyangkut penulisan skripsi penulis

10.Khusus kepada ayahanda tercinta Drs.TERATUR TARIGAN dan ibunda tersayang Dk.SITI AMINAH BR PERANGIN-ANGIN,S.E,MSP dan abangku

PRIMSAHTA TARIGAN S.IP serta edaku ANGELA CHRISTIE

LATRESIA PURBA yang telah memberikan dukungan semangat baik secara moril maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

11.Bulang ku Prof.Dr.RAJANIN BANGUN dan keluarga yang telah memberikan tumpangan serta banyak arahan serta doa bagi penulis

12.Untuk teristimewa “ DEDY” serta teman-temanku khusus nya stambuk 2008 desi,rany, rikson,hery, serta teman-teman sie dana panitia natal 2011 fakultas hukum( jandri,hariyanto,ranto)dan semua pihak yang mustahil saya sebutkan satu persatu yang telah berjasa kepada saya. Kiranya Tuhan YME membalas kebaikan mereka.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Medan, Februari 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

1. Jenis Penelitian ... 9

2. Data dan Sumber Data ... 9

3. Teknik Pengumpul Data ... 10

4. Analisis Data ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB I I. PERANAN DAN FUNGSI BANK GARANSI DALAM PRAKTEK PERJANJIAN KREDIT BANK ... 13

A. Tinjauan Umum Bank Garansi ... 13

1. Fungsi dan Manfaat Bank Garansi... 13

2. Prosedur Pemberian Bank Garansi ... 18

3. Jenis-jenis Bank Garansi ... 23


(7)

B. Pemberian Bank Garansi Dalam Praktek Perjanjian Kredit Bank .. 29

1. Subjek Hukum Dalam Pembeian Bank Garansi ... 29

2. Perjanjian Kredit dan Pemberian Bank Garansi ... 30

BAB III. AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT ... 44

A. Wanprestasi Dalam Perjanjian ... 44

B. Akibat Hukum yang Timbul dari Wanprestasi ... 50

C. Keadaan Memaksa ... 53

BAB I V. PENYELESAIAN BANK GARANSI OLEH BANK NEGARA INDONESIA CABANG KABANJAHE JIKA NASABAH WANPRESTASI ... 57

A. Pelaksanaan Bank Garansi pada PT. BNI Cabang Kabanjahe ... 57

B. Hubungan antara Bank Garansi dengan Borgtocht ... 69

C. Berakhirnya Bank Garansi ... 74

D. Upaya Bank jika terjadi Wanprestasi dalam Pelaksanaan Bank Garansi ... 79

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN


(8)

ABSTRAKSI

Bank garansi merupakan suatu pengakuan tertulis yang dikeluarkan oleh bank tertentu dimana bank tertentu tersebut menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan (pihak ketiga atau terjamin) untuk menggantikan kedudukan penerima jaminan atau untuk memenuhi kewajiban penerima jaminan jika penerima jaminan tidak memenuhi kewajibannya atau cedera janji kepada bank sebagai pemberi jaminan tersebut. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: pelaksanaan bank garansi dalam praktek perjanjian kredit bank di PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe, dan penyelesaian bank garansi oleh Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe jika nasabah wanprestasi.

Untuk mengkaji hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif yuridis dengan pendekatan yuridis normatif. Data hasil penelitian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dengan menggunakan perangkat normatif.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: dalam pembuatan perjanjian garansi bank melibatkan beberapa pihak yaitu bank, penerima pekerjaan (pemborong) dan pemberi pekerjaan (pemilik proyek). Untuk memperoleh garansi bank, pemborong harus mengajukan permohonan tertulis kepada bank yang dikehendaki. Sebelum bank menyetujui permohonan tersebut, pihak bank harus terlebih dahulu menganalisa calon pemborong sesuai dengan ketentuan pelaksanaan prinsip kehati-hatian. Upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam perjalanan proyeknya tidak selesai, bank dapat menyita agunan yang sudah didasarkan nilai ekonomisnya. Jika agunan mempunyai nilai ekonomis masih kurang, maka pihak bank mempunyai hak untuk menyita kekayaan-kekayaan yang dimiliki oleh nasabah yang melakukan wanprestasi tersebut.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi seperti itu dapat dikatakan

sebagai “aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dalam peningkatan standar taraf hidup.1

Fungsi lainnya adalah sebagai lembaga penyedia instrumen pembayaran untuk barang dan jasa yang dapat dilakukan secara cepat efisien dan aman. Fungsi ini akan berjalan apabila penjual dan pembeli barang dan jasa meyakini bahwa instrumen yang digunakan untuk pembayaran tersebut akan diterima dan dibayar oleh semua pihak dalam suatu transaksi dan transaksi ikutannya. Tanpa adanya kepercayaan, maka fungsi dimaksud tidak akan berjalan.

2

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya

disebut UU Perbankan), ditentukan mengenai usaha bank umum meliputi:3

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,

deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;

b. Memberikan kredit;

1

A. Totok Budi, Sigit Trihandaru, dan Y, Sri Susilo, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hal. 16.

2

Ruddy Trisantoso, Kredit Usaha Perbankan. Andi Offset, Yogyakarta, 1996, hal. 25. 3


(10)

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang;

d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan

dan atas perintah nasabahnya: 1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; 2) Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan suratsurat dimaksud; 3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; 4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 5) Obligasi; 6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; 7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;

e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

nasabah;

f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana

kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

kontrak;

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam

bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali

amanat;

l. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan

Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam penjelasan Pasal 6 huruf n UU Perbankan ditentukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank umum adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan


(11)

yang ditentukan dalam Pasal 6 UU Perbankan, yang tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.4

Kegiatan lain yang lazim tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan UU Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Usaha lain ini

diantaranya, berupa Bank Garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga,

membantu administrasi nasabah dan lain-lain.5

Bank Garansi dipandang dari aspek hukumnya disebut borgtocht. Bank Garansi sudah lama dikenal sebagai lembaga penjaminan atas hutang atau kewajiban debitur (nasabah) kepada penerima jaminan (pihak ketiga), dimana tentunya prinsip-prinsip perbankan dan kehati-hatian diterapkan dalam menganalisa permohonan Bank Garansi oleh debitur.6

Pasal 1 angka 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI) Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tanggal 28 maret 1979 tentang pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian jaminan oleh lembaga keuangan bukan bank, menyebutkan: “Jaminan adalah warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank yang

4

Penjelasan Pasal 6 huruf n selengkapnya berbunyi, ”Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya memberikan Bank Garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi usaha nasabah dan lain-lain”.

5

Muhammad Djumhana., Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 460.

6

Zulkarnain Sitompul., Jaminan Kredit Kendala dan Masalah, Makalah Disampaikan pada Pelatihan Aspek Hukum Perkreditan bagi Staf PT Bank NISP Tbk, diselenggarakan oleh HKGM & Partner Law Firm, Jakarta, 16 September 2004, hal. 8.


(12)

mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila jaminan pihak yang dijamin cedera janji (wanprestasi).”

Untuk lebih memudahkan dalam memahami siapa saja yang terlibat di dalam sebuah Bank Garansi ini, maka sebenarnya dalam Bank Garansi itu sendiri, ada 3 (tiga) pihak yang terlibat di dalamnya yaitu:7

1. Pihak penjamin yaitu pihak yang memberikan jaminan (pihak bank atau debitur); 2. Pihak terjamin yaitu pihak yang dijamin (nasabah atau kreditur); dan

3. Pihak penerima jaminan yaitu pihak yang menerima jaminan (pihak ketiga).

Sehubungan dengan itu, Bank Negara Indonesia sebagai bank umum (milik pemerintah) dalam upaya meningkatkan profitabilitas melalui ekspansi kredit secara sehat, dan untuk mencapai struktur pendapatan Bank Rakyat Indonesia yang sehat sebagai bank komersial. Maka, salah satu sarana yang digunakannya dalam

meningkatkan profitabilitas tersebut adalah melakukan kegiatan pelayanan Bank

Garansi.

Bank Garansi merupakan suatu pengakuan tertulis yang dikeluarkan oleh bank tertentu dimana bank tertentu tersebut menyetujui untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan (pihak ketiga atau terjamin) untuk menggantikan kedudukan penerima jaminan atau untuk memenuhi kewajiban penerima jaminan jika penerima jaminan tidak memenuhi kewajibannya atau cedera janji kepada bank sebagai pemberi

7


(13)

jaminan tersebut. Selengkapnya mengenai Bank Garansi lebih jelasnya dapat dipahami berikut ini:

Bank Garansi (borgtocht) adalah jaminan yang diberikan oleh bank untuk kepentingan nasabah, yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepada penerima jaminan (pihak ketiga) bahwa bank akan memenuhi kewajiban nasabah kepada penerima jaminan apabila nasabah wanprestasi (tidak memenuhi kewajiban) kepada penerima jaminan, sesuai yang telah diperjanjikan.8

Menjamin dalam arti bahwa bank sebagai pemberi jaminan akan memenuhi kewajiban sesuatu hal tertentu, jika yang dijamin (penerima jaminan atau pihak ketiga) tidak melaksanakan kewajibannya.9

Bank Garansi ini diberikan kepada nasabah yang akan melakukan suatu usaha yang tidak membutuhkan kredit dari bank, tetapi dalam bentuk jaminan dari bank. Bank Garansi dalam hal ini diperlukan guna melayani kebutuhan nasabah (masyarakat) antara lain dalam usaha pembelian, usaha dalam bidang ekspor dan impor, jaminan dalam pelaksanaan proyek properti seperti bagi pengusaha real estate.

Bank Garansi juga disebut sebagai kredit sindikasi atau Syndicated Loan karena memiliki kesamaan dalam hal sama-sama bertujuan untuk membiayai suatu proyek yang membutuhkan modal yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Iswahjudi A. Karim, bahwa:

8

Surat Edaran Bank Rakyat Indonesia No: S. 10-DIR/ADK/04/2003, ditetapkan di Jakarta tanggal 4 April 2003, hal. 2.

9

Tjipto Adinugroho., Perbankan Masalah Perkreditan, PT. Pradya Paramita, Jakarta, 1994, hal. 168.


(14)

”Kredit sindikasi ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut diberikan secara sindikasi mengingat jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal.10

Bank Garansi terjadi terjadi jika bank selaku penanggung, diwajibkan untuk menanggung pelaksanaan pekerjaan tertentu atau menanggung dipenuhinya pembangunan atau proyek tertentu kepada kreditur (bank) manakala debitur (nasabah) wanprestasi.11

Dasar hukum Bank Garansi adalah perjanjian penanggungan (borgtocht) yang diatur dalam KUH Perdata terdapat pada Pasal 1820 s/d 1850. Untuk menjamin kelangsungan Bank Garansi, maka bank sebagai penanggung mempunyai “hak istimewa“ yang diberikan undang-undang, yaitu untuk memilih salah satu, menggunakan Pasal 1831 KUH Perdata atau Pasal 1832 KUH Perdata. Pasal 1831 KUH Perdata, dinayatakan bahwa, “Si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.” Sedangkan Pasal 1832 KUH Perdata disebutkan bahwa, “Si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya…”.

Perbedaan kedua pasal tersebut menjelaskan, bahwa jika bank menggunakan Pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul cedera janji, si penjamin dapat meminta

10

Iswahjudi A. Karim., Kredit Sindikasi, Karimsyah Law Firm, Jakarta, 2005, hal. 2. 11


(15)

benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih dahulu. Sedangkan jika

menggunakan Pasal 1832 KUH Perdata, bank wajib membayar Bank Garansi yang

bersangkutan segera setelah timbul cedera janji dan menerima tuntutan pemenuhan kewajiban (klaim).

Dalam Bank Garansi, pihak bank atau kreditur atau pemberi jaminan wajib mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam Bank Garansi yang bersangkutan, agar pihak yang dijamin maupun pihak yang menerima garansi mengetahui dengan jelas ketentuan mana yang dipergunakan dan begitu pula pihak terjamin atau nasabah atau kreditur wajib mematuhi dengan cara mengikatkan diri kepada perjanjian di dalam Bank Garansi yang telah disepakati terlebih dahulu.

Dengan memberikan Bank Garansi berarti bank telah membuat pengakuan atau janji secara tertulis kepada penerima jaminan atau pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban nasabah kepada penerima jaminan apabila nasabah wanprestasi dengan membayar sejumlah uang tertentu. Dalam hubungan transaksi ini jelas bahwa dengan pemberian Bank Garansi, resiko yang dihadapi oleh penerima atau pihak ketiga tersebut diambil alih oleh bank (pemberi jaminan). Sebagai kompensasi atas kesanggupan mengambil alih resiko tersebut, bank sebagai pemberi jaminan itu harus

mendapatkan fee (provisi) dan meminta kontra garansi dari nasabah (sebagai pihak

yang dijamin oleh bank) dalam jumlah yang memadai sesuai dengan perhitungan bisnis. Berdasarkan paparan di atas, bahwa Bank Garansi sangat berperan dalam kegiatan perekonomian. Jika terjadi wanprestasi oleh nasabah, maka dapat


(16)

diperkirakan menghambat berbagai faktor. Maka bank sebagai pemberi jaminan tersebut, harus mengambil alih sesuai dengan yang diperjanjikan. Tentu akan menimbulkan berbagai aspek hukum yang harus dikaji dan diteliti sebagai kontribusi terhadap proses penyelesaian Bank Garansi tersebut.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah:

1) Pelaksanaan Bank Garansi dalam praktek perjanjian kredit bank di PT. Bank Negara Indonesia(Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe.

2) Hubungan antara Bank Garansi dengan Borgtocht 3) Berakhirnya Bank Garansi

4) Upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Bank Garansi

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Bank Garansi dalam praktek perjanjian kredit

bank di PT. Bank Negara Indonesia(persero)Tbk. Cabang Kabanjahe

2. Untuk mengetahui hubungan antara Bank Garansi dengan Borgtocht


(17)

4. Untuk mengetahui upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Bank Garansi

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat yang berguna sebagai berikut:

1. Secara teoretis. Penelitian mengenai Bank Garansi ini bermanfaat dalam

meningkatkan pemahaman mengenai Bank Garansi secara utuh dan lengkap bagi pembaca dan bagi mahasiswa yang melakukan penelitian yang berhubungan dengan Bank Garansi ini. Para pembaca dapat lebih memahami jenis jaminan yang dibutuhkan dalam Bank Garansi.

2. Secara praktis. Penelitian ini bermanfaat bagi para pihak yang melakukan

perjanjian Bank Garansi baik pihak pemberi jaminan (penjamin atau nasabah atau kreditur), pihak penerima jaminan (pihak ketiga seperti kontraktor), dan pihak Bank sebagai debitur sebagai pelaku bisnis khususnya dalam bidang perjanjian atau kontrak barang dan jasa tertentu dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga dapat dengan mudah melakukan indentifikasi persoalan resiko dan cara penyelesaiannya jika nasabah wanprestasi.


(18)

D. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang

menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.12 Sedangkan penelitian

merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.13 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.14

1. Jenis Penelitian

Dengan demikian, metode penelitian adalah suatu upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

2. Data dan Sumber Data

Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang Hukum Perdata,

Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-12

Mukti Fajar Nurdewata, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 94.

13

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tijnjauan Singkat, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 1.

14

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hal. 38.


(19)

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Surat Edaran BRI NOSE: S.10-DIR/ADK/04/2003 tentang Bank Garansi tanggal 29 April 2003;

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek telaahan penelitian.15

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, majalah dan jurnal ilmiah. Surat kabar dan majalah mingguan juga menjadi tambahan bahan bagi penulisan skripsi ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selain data kepustakaan, sebahagian data diperoleh dari Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe.

4. Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif kemudian dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan

15

Ronny Hanitijo Soemitro., Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 24.


(20)

antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan atas gagasan dari peneliti sendiri juga melalui masukkan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang, ”Upaya Hukum Yang Dilakukan Bank Apabila Terjadi Wanprestasi Terhadap Perjanjian Bank Garansi (Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe)” ternyata belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, maka dengan demikian penelitian ini sangat jauh dari unsur plagiat. Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, dan dapat dipertanggungjawabkan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan di dalam penelitian ini terdiri dari lima bagian dengan uraian sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Merupakan bagian awal yang menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yaitu


(21)

jenis penelitian, data dan sumber data serta analisis data, keaslian penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II : Peranan dan Fungsi Bank Garansi Dalam Praktek Perjanjian Kredit Bank Merupakan kajian dari berbagai sumber tentang tinjauan umum pemberian

Bank Garansi dengan penjelasan mengenai prosedur pemberian Bank Garansi, jenis-jenis Bank Garansi, serta larangan dan pembatasan dalam pemberian Bank Garansi. Selanjutnya di dalam bab ini juga diuraikan tentang pemberian Bank Garansi dalam praktek perjanjian kredit yang menguraikan mengenai subjek hukum dalam pemberian Bank Garansi, dan perjanjian kredit/ pemberian Bank Garansi.

Bab III : Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit

Merupakan kajian dari berbagai sumber tentang wanprestasi dalam perjanjian, wanprestasi dalam Bank Garansi, akibat hokum yang timbul dari wanprestasi, serta keadaan memaksa.

Bab IV : Penyelesaian Bank Garansi oleh Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe jika Nasabah Akibat Wanprestasi

Merupakan uraian hasil penelitian tentang pelaksanaan Bank Garansi di BNI Cabang Kabanjahe, hubungan antara Bank Garansi dengan borgtocht, berakhirnya Bank Garansi, serta upaya bank jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan Bank Garansi.


(22)

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Merupakan bagian akhir dari penulisan dengan menyajikan beberapa kesimpulan hasil penelitian serta saran-saran yang berhubungan dengan hasil penelitian.


(23)

BAB II

PERANAN DAN FUNGSI BANK GARANSI DALAM PRAKTEK PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Tinjauan Umum Bank Garansi

1. Fungsi dan Manfaat Bank Garansi

Sebagaimana telah disebutkan diatas, dalam perjanjian Bank Garansi terdapat tiga pihak saling terkait, dan bagi masing-masing pihak, Bank Garansi mempunyai fungsi tersendiri.Bagi pihak Bank, penerbitan Bank Garansi merupakan salah satu sumber pendapatan bank.Dari penerbitan Bank Garansi tersebut, pihak bank memperoleh pendapatan dari provisi, biaya administrasi, serta bunga yang dikenakan. Selain itu, bank juga dapat mengopersikan dana jaminan Bank Garansi (deposit) yang diserahkan oleh nasabah di bidang perkreditan.

Bagi pihak terjamin, Bank Garansi berfungsi sebagai sarana untuk mendapatkan jaminan kepercayaan bahwa ia akan melaksanakan prestasi sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Hal ini berarti bank menunjang nasabah agar bisnis atau kegiatan usahanya berjalan dengan baik dan lancar.

Bagi pihak penerima jaminan, Bank Garansi berfungsi sebagai suatu jaminan untuk terlaksananya suatu prestasi yang telah diperjanjikan.Bank Garansi merupakan jaminan penanggungan atas resiko yang akan timbul apabila debitur melakukan wanprestasi.

Dari sisi lain, masyarakat juga dapat memetik manfaat dari transaksi Bank Garansi, yaitu peningkatan arus barang dan lalu lintas pembayaran, kelancaran


(24)

pembangunan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya Bank Garansi, maka transaksi jual-beli barang dapat terjadi diantara pihak-pihak yang belum saling percaya, arus pemasukan barang dari luar negeri atau daerah lain menjadi semakin lancar, dan pelaksanaan pembangunan proyek-proyek juga semakin lancar.

a. PerananBank Garansi

Bank Garansi merupakan pranata hukum dibidang perbankan yang diperlukandan biasanya dilakukan dalam rangka memperlancar lalu lintas barang dan jasa.Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perbankan,diantaranyaUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atasUndang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Peraturan lebih lanjutberkaitan dengan Bank Garansi adalah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesianomor 23/72/KEP/DIR, tanggal 28 Februari 1991 tentang pemberian garansi olehbank, berikut Surat Edaran Bank Indonesia nomor 23/5/UKU, tanggal 28 Februari1991 perihal pemberian garansi oleh bank, dan Surat Keputusan Direksi BankIndonesia nomor 23/88/KEP/DIR, tanggal 18 Maret 1991 tentang pemberian garansioleh bank, selanjutnya dalam pemberian Bank Garansi pada setiap bank umum terkenaketentuan Batas maksimum pemberian kredit (BMPK) sebagaimana ditentukan dalamSurat Edaran Bank Indonesia nomor 7/14/DPNP, tanggal 18 April 2005 perihal :Batas Maksimum Pemberian Kredit Umum, Peraturan Bank Indonesia nomor7/2/PBI/2005,tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva BankUmum, berikut Peraturan Bank Indonesia nomor 9/6/PBI/2007 tanggal 30 Maret2007 tentang perubahan kedua atas peraturan Bank Indonesia nomor


(25)

7/2/PBI/2005tentang penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum ketentuan ini bertujuan bahwa dalammelaksanakan pembiayaan bank harus tetap mengelola risiko kredit danmeminimalkan potensi kerugian yaitu dengan menjaga kualitas aktiva danmembentuk penyisihan penghapusan aktiva yang memadai.

Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/5/UKUtanggal 28 Februari 1991 pada angka 1 menyebutkan bahwa pentingnya Bank Garansisebagai sarana untuk memperlancar lalu lintas barang dan jasa serta perdagangansurat-surat berharga. Selanjutnya Bank Garansi pada asasnya memberikan suatujaminan atas pembayaran sejumlah uang yang melibatkan tiga pihak yaitu bank,pihak yang dijamin dan pihak penerima jaminan, kemudian dalam prakteknya Bank Garansi memberikan hak tuntut atau klaim apabila dari pihak yang dijaminwanprestasi, maka pihak penerima atau pemegang jaminan tetap mendapatkanpembayaran walaupun tagihannya kemudian ditentang oleh pihak yang dijamin.

Bank Garansi merupakan suatu perjanjian yang dikenal dengan ungkapan “bayardahulu, bicara kemudian (eerst betalen, dan praten)”.Dengan menggunakan lembagagaransi bank, tidak diperlukan adanya suatu uang jaminan (waarborgsom).16

16

Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal.393.

Denganadanya perjanjian Bank Garansi, maka bank harus membayar kepada pihak yangdijamin, hal ini sebagaimana telah diputuskan pada arrest 13 Juni 1980, HR 12 Maret1982, NJ 1982,267. Arrest tersebut memutuskan bahwa :


(26)

“Tujuan dari suatu Bank Garansi sebagai bagian dari lalu lintas internasionaladalah bahwa bank atas permintaan pertama dari pihak penerima jaminan, dansemata-mata karena pemberitahuan, bahwa klien (pihak yang dijamin) telahmelakukan wanprestasi, dengan segera membayar jumlah uang kepada pihakpenerima jaminan sebesar yang diberitahukan kepada bank, tanpa menelitilebih lanjut adanya alasan wanprestasi yang dikemukakan. Hal mana tidakmenutup kemungkinan bagi hakim atau arbiter yang berwenang untukmeneliti lebih lanjut mengenai wanprestasi tersebut, tetapi hanya sebatasprosedur pembayaran atas jumlah yang telah dibayarkan oleh pihak yangdijamin terhadap pihak penerima jaminan, tetapi bukan mengenai prosedurdari pihak yang dijamin terhadap bank.17

b. Tujuan pemberian Bank Garansi

Tujuan pemberian Bank Garansi oleh pihak bank kepada sipenerima jaminanatau yang dijaminkan adalah sebagai berikut :

1) Memberikan bantuan fasilitas dan kemudahan dalam memperlancar transaksinasabah.

2) Bagi pemegang jaminan tidak akan menderita kerugian bila pihak yangdijaminkan melalaikan kewajibannya, karena pemegang akan mendapat gantirugi dari pihak perbankan.

3) Menumbuhkan rasa saling percaya antara pemberi jaminan, yang dijaminkandan yang menerima jaminan.

4) Memberikan rasa aman dan ketentraman dalam berusaha baik, bagi bankmaupun bagi pihak lainnya,

5) Bagi bank disamping keuntungan yang diatas juga akan memperolehkeuntungan dari biaya-biaya yang harus dibayar nasabah serta jaminan lawanyang

17


(27)

diberikan.18

c. FungsiBank Garansi

Disamping itu Bank Garansi memiliki sifat tertentu yangmana Bank Garansi hanya berlaku untuk satu kali transaksi yaitu sampaidengan tanggal berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan sesuai denganklausul yang tercantum dalam suratBank Garansi yang bersangkutan. Bank Garansi tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diajukan permohonan olehnasabah untuk diperbaharui atas persetujuan tertulis dari pemegang Bank Garansi.

Bank Garansi sebagai jaminan pelaksanaan adalah merupakan salah jasa yangdiberikan oleh bank, dimana bank memberikan jaminan kepada penerima jaminan,jika pihak yang dijamin wanprestasi, dengan tujuan memberikan fasilitas gunamenunjang usaha nasabah yang akan melakukan transaksi yang tidak membutuhkanuang kontan atau fasilitas kredit dari bank. Dengan demikian bagi masing-masing pihak,Bank Garansi mempunyai fungsi dan meperoleh manfaat yaitu :

1) Bagi kreditor (penerima jaminan), Bank Garansi berfungsi sebagai jaminanterlaksananya pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian.

2) Bagi debitor (terjamin), Bank Garansi berfungsi sebagai sarana mendukunguntuk memberikan jaminan kepercayaan kreditor (penerima jaminan), bahwaprestasi yang menjadi hak kreditor akan tetap terpenuhi pada waktunya,sekalipun ia sendiri berhalangan untuk memenuhinya. Fungsi Bank Garansiseperti ini memperlancar terjadinya transaksi yang dibuatnya.

18

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal.169.


(28)

3) Bagi bank (penjamin), Bank Garansi berfungsi sebagai salah satu sarana untukmemberikan bantuan fasilitas berbentuk jaminan untuk membantumemperlancar transaksi yang dibuat oleh nasabah dan kreditornya danmemperoleh keuntungan dari biaya-biaya yang harus dibayar nasabah sertadengan adanya jamanan lawan yang diberikan, maka kredibilitas bank

jugaakan meningkat dimata para nasabahnya.19

2. Jenis-jenis Bank Garansi

Namun kenyataannya dalammasyarakat Bank Garansi sangat membantu kelancaran usaha disebabkanuntuk menjadi rekanan dalam menjalankan pekerjaan pada proyek-proyekpemerintah persyaratannya harus menyerahkan Bank Garansi, hal inimenunjukkan bahwa Bank Garansi sangat berperan dalam aktivitas duniausaha.

Sebagaimana disebutkan dalam Ketentuan Bank Indonesia bahwa Bank Garansiadalah :garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima garansi apabila yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Dalam hal ini hanya akan menguraikan 4 (empat) jenis Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank dalam bentuk warkat yang diberikan kepada nasabahnya adalah sebagai berikut :

a) Bank Garansi untuk jaminan tender dalam negeri (tender bid bond)

19

Priscilla Febriana, Deposito Sebagai Jaminan Bank Garansi Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Antara Supplier Dengan Distributor. Tesis Pascasarjana ( tidak diterbitkan), Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2006, hal.42.


(29)

Yaitu Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank bagi nasabahnya agar dapat mengikuti tender atau penawaran atas suatu proyek. Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila yang terjamin (nasabah bank) tidak menerima penunjukan untuk melaksanakan proyek padahal ia telah dinyatakan sebagai pemenangnya oleh bouwheer atau pemberi proyek.

b) Bank Garansi untuk jaminan pelaksanaan (performance bond)

Yaitu Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin kepastian (mutu dan ketepatan) pengerjaan suatu proyek atau untuk menjamin performance salah satu pihak dalam suatu transaksi.Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila pihak dijamin (nasabah bank) tidak melakukan pekerjaannya sesuai dengan waktu dan kualitas atau mutu kerja yang diperjanjikan atau mengalami keterlambatan dalam penyelesaiannya.

c) Bank Garansi untuk jaminan penerima uang muka (payment bond).

Yaitu Bank Garansi yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin pembayaran terlebih dahulu telah diterima oleh pemohon Bank Garansi dari pemilik proyek (bouwheer) atau pemberi order, baik dalam bentuk uang muka, pembayaran termin, maupun keseluruhan nilai proyek. Terjadi cidera janji (wanprestasi) apabila terjamin (nasabah bank) tidak melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan atau mengerjakan proyek yang telah diberikannya, padahal ia telah menerima pembayaran dimuka atas proyek tersebut dari bouwheer atau pemberi kerja (proyek).


(30)

d) Bank Garansi pemeliharaan (Retention bond).

Yaitu Bank Garansi yang diberikan kepada pemilik proyek (bouwheer) untuk kepentingan kontraktor guna menjamin pemeliharaan atas proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor tersebut.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Bank Garansi: 1) Waktu berlaku dan berakhirnya perjanjian pokok; 2) Waktu berlaku dan berakhirnya Bank Garansi;

3) Waktu terjadinya cidera janji yang secara sah masih dapat ditanggung oleh Bank Garansi;

4) Waktu selambat-lambatnya untuk pengajuan claim oleh tertanggung.20

Bagi penerima Bank Garansi.

Namun demikian pihak penerima Bank Garansi dan pihak terjamin juga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Pastikan keaslian dan keabsahan Bank Garansi dengan cara menghubungi bank penerbit.

b. Periksa masa berlaku Bank Garansi sesuai dengan jangka waktu proyek anda.

c. Periksa dan pahami syarat-syarat klaim untuk memudahkan anda melakukan klaim apabila diperlukan.

20


(31)

Bagi pihak yang dijamin Bank Garansi.

1. Perhatikan biaya-biaya yang harus dibayar dalam rangka penerbitan Bank Garansi.

2. Laksanakan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan pihak penerima jaminan sehingga tidak terjadi claim atas Bank Garansi yang diterbitkan.

3. Proses penerbitan Bank Garansisama halnya dengan proses pemberian kredit, sehingga perlu menjelaskan usahanya terbuka kepada bank.21

3. Prosedur Pemberian Bank Garansi

Pada dasarnya, setiap pengeluaran atau penerbitan Bank Garansi mengandung suatu resiko bagi Bank, antara lain ialah :

a) Resiko nama baik (name risk), dimana Bank sebagai penjamindipercaya karena reputasi Bank tersebut juga karena Bank sebagailembaga kepercayaan masyarakat.Oleh karena itu, Bankharus sangatberhati-hati karena jika nasabah wanprestasi maka pihak penerimajaminan dapat saja menilai bahwa penilai Bank terhadap si terjaminkurang baik.

b) Resiko kredit, jika terjadi wanprestasi maka Bank berkewajibanmencairkan dana sejumlah Bank Garansi setelah melalui prosedurpencarian Bank Garansi, selanjutnya juga sebelum Bank Garansimerupakan kredit tidak langsung (non funded) dengan adanyawanprestasi yang menimbulkan claim maka berubah

21


(32)

menjadi keditlangsung. Oleh karena itu pada penerbitan Bank Garansi jugamenimbulkan resiko kredit.

c) Resiko liquiditas, dimana resiko ini kemungkinan terjadi jika seluruhBank Garansi yang diterbitkan oleh Bank diclaim secara serentak ataupada waktu yang bersamaan.

Mengingat bahwa setiap pengeluaran atau penerbitan Bank Garansimengandung suatu resiko bagi bank, selayaknyalah sebelummengeluarkan atau menerbitkan Bank Garansi, terlebih dahulu Bank harusmengetahui hal-hal yang berhubungan dengan Bank Garansi.Berdasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia No.27/7/UKU tanggal18 Maret 1990 angka 10, sebelummengeluarkan atau menerbitkan Bank Garansi, terlebih dahulu Bank harus mengetahui :

1) Bonafiditas dan reputasi pihak yang dijamin.

2) Meneliti sifat dan nilai transaksi yang akan dijarnin sehingga dapatdiberikan garansi yang sesuai.

3) Menilai jumlah garansi yang akan diberikan

4) Menilai kemampuan bank sendiri untuk memberikan Bank Garansi.

5) Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk rnemberikankontra garansi yang sesuai dengan kemungkinan terjadi resiko.

Setelah dilakukan analisis oleh bank, pada umumnya bank-bank apabila layakuntuk diberikan Bank Garansi sesuai dengan permohonannya, bank akan memberikansurat persetujuan dan dikirimkan kepada calon debitor yang mana diminta


(33)

oleh bank,bahwa foto copy surat persetujuan tersebut ditandatangani oleh debitor yangmenyetujui atas syarat-syarat yang ditentukan oleh bank tersebut.

Adapun isi surat persetujuan tersebut adalah merupakan syarat-syarat umumyang diberikan bank kepada nasabahnya, antara lain :

1) Besarnya plafond Bank Garansi yang disetujui; 2) Jenis dan jangka waktu penggunaan Bank Garansi; 3) Biaya-biaya yang harus dibayar;

4) Tata caraclaim;

5) Barang-barang jaminan yang diminta.

Selanjutnya setelah disetujui isi surat pertujuan bank oleh pemohon, maka surattersebut foto copynya ditandatanganinya, kemudian dikirimkan kembali kepada banktersebut.Namun demikian dalam pelaksanaan pemberian Bank Garansi dalam prakteknyabank-bank harus memenuhi syarat-syarat minimum yang ditentukan oleh BankIndonesia, berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank IndonesiaNomor:23/72/Kep/Dir, tanggal 28 Februari 1991, yang telah diedarkan dengan SuratEdaran Bank Indonesia Nomor : 23/5/UKU, tanggal 28 Februari 1991 tentangpemberian Bank Garansi oleh bank yaitu sebagai berikut :

1. Judul “garansi bank” atau “Bank Garansi”. 2. Nama dan alamat bank pemberi garansi bank. 3. Tanggal penerbitan Bank Garansi.

4. Jenis transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerima jaminan bank. 5. Jumlah nominal uang yang dijamin oleh bank.


(34)

6. Tanggal mulai berlaku dan berakhirnya Bank Garansi. 7. Penegasan batas waktu pengajuan claim.

8. Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran dengan terlebihdahulu menyita dan menjual benda-benda siberutang untuk melunasi hutangnyasesuai dengan Pasal 1831 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, atau pernyataanbahwa penjamin (bank) melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supayabenda-benda siberutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutang-hutangnyasesuai dengan Pasal 1832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kontra garansi atau kontra jaminan yang cukup maksudnya adalah :"Kontra jaminan yang diminta oleh bank dari pemohon Bank Garansi mempunyai nilai yang memadai untuk menanggungkerugian yang mungkin dipikul oleh bank apabila pemberianBank Garansi pada saatnya harus benar-benardirealisir atau dicairkan”.22

Mengenai cara memperoleh Bank Garansimenurut Thomas Suyatno, adalah sebagai berikut:23

1. Menjadi nasabah bank.

2. Mengajukan permohonan Bank Garansi secara tertulis.

3. Dengan permohonan tersebut, bank akan mengeluarkan suratperjanjian Bank Garansi untuk ditandatangani.

4. Memberikan jaminan lawan (kontra garansi) yang dapat berupa: a) Uang tunai yang disetorkan kepada bank.

b) Dana giro yang dibekukan. c) Deposito.

22

Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1992, hal. 79.

23

Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001,hal. 131.


(35)

d) Surat-surat berharga.

e) Harta kekayaan yang berupa harta bergerak, tidak bergerak, harta tak berwujud, harta kekayaan lain yang dapat diterima oleh bank.

Dalam hal penerbitan Bank Garansidi Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe,dilakukan melalui pembukaan fasilitas Bank Garansi.Nasabah harus mempunyai fasilitas Bank Garansi, jika tidakmaka nasabah harus menyetor dana sebanyak 100% dari nilai Bank Garansiyang diminta (Cash collateral).Pada dasarnya, Bank Garansimerupakan fasilitas kredit, tetapi kreditdalam bentuk non funded atau kredit tidak langsung, dimana jikaterjadi claim maka berubah menjadi funded atau kredit langsung.Oleh karena itu, prosedur Bank Garansijuga seperti prosedur kredityang melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Tahap Permohonan

Tahap ini rnerupakan awal dari proses pemberian kredit dimana Bank menerima surat permohonan atau instruksi penerbitan Bank Garansidari nasabah, kemudian diverifikasi atau disyahkan dan diparaf atau ditandatangani oleh seksi verifikasi dan dokurnen.Menerima lampiran dokumen lainnya seperti telex, undangan tender atau lelang, surat penetapan pemenang tender sesuai dengan kebutuhan dari setiap jenis fasilitas. Memeriksa plafond dan outstanding fasilitas Bank Garansiuntuk mengetahui apakah jumlah Bank Garansi yang akan dibuka masih dalam batas plafond yang yang diberikan terhadap debitur yang bersangkutan pada kartu fasilitas Bank Garansi.


(36)

Pada tahap ini Account Officermembuat usulan pemberian fasilitaskredit pada Komite Kredit yang diakhiri dengan persetujuan ataupenolakan atas usulan tersebut. Jika masih dalam batas plafond dibubuhi stempel “DILAKSANAKAN BANK GARANSI”, ditulis dan dicantumkan nomor di surat permohonan nasabah dan dicantumkan nomor register serta tanggal jatuh tempo ke dalam buku register. Selanjutnya setelah kredit rnemorandum disetujui oleh komite kredit, maka Account

Ofiicer rnembuat dan mengirimkannya kepada calon debitur.Apaliila calon debitur menyetujui, offering letter atau surat penawaran tersebutditandatangani dan diserahkan kembali kepada Account Officer, dan dokumen Credit Memorandum dan Offering Letter dikirim ke Legal Officer untuk proses pengikatan.

Untuk persetujuan kredit yang resiko kreditnya relatif kecil, makaCredit Memorandum cukup dilampirkan dengan financial memorandum singkat yang menjelaskan tentang keadaan umum perusahaan (pemegang saham, management, dan lain-lain), sifar transaksi berikut resiko-resikoyang ada pada transaksi tersebut, cara pengembalian kredit serta APR yang akan dihasilkan.

3Tahap Pengikatan 4 Tahap Pelaksanaan

4. Larangan dan Pembatasan dalam Pemberian Bank Garansi

Beberapa larangan yang tidak diperbolehkan dalam pemberian Bank Garansi adalah sebagai berikut:


(37)

a) Untuk melindungi serta memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat yang menerima Bank Garansi maka bank tidak boleh memuat :

1) Syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya Bank Garansi tersebut.

2) Ketentuan bahwa Bank Garansi dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak, misalnya oleh bank atau pihak yang dijamin.

3) Kata-kata yang dapat diartikan perubahan tanggal berakhirnya Bank Garansi. b) Bank dilarang memberikan Bank Garansi untuk kredit yang diberikan atau untuk

dana yang diterima oleh bank lain. c) Bank dilarang memberikan jaminan :

1) Dalam rupiah untuk kepentingan bukan penduduk.

2) Dalam valuta asing baik untuk penduduk atau bukan penduduk.

d) Bank asing dilarang memberikan Bank Garansi untuk perusahaan yang di luar Jakarta.

e) Bank umum dan bank pembangunan pemerintah dilarang memberikan Bank Garansi jangka menengah dan panjang kepada pengusaha non pribumi dalam rangka pengadaan barang modal.

Larangan tersebut bertujuan melindungi kepentingan masyarakat dan bank dalam melaksanakan asas-asas perbankan yang sehat, serta untuk menjaga kepercayaan terhadap Bank Garansi itu sendiri.24

24


(38)

Pemberian ataupun penerbitan Bank Garansi terdapat adanya larangan dan pembatasan.Adanya larangan dan batasan ini bertujuan untuk melindungi serta menjamin rasa kepastian hukum dan kepentingan masyarakat (nasabah) agar bank-bank dalam pemberian garansi selalu berpedoman dan melaksanakan asas-asas perbankan serta untuk menjaga kepercayaan terhadap Bank Garansi itu sendiri.

Bank hanya diperkenankan memberikan Bank Garansi sesuai dengan kemampuan keuangannnya. Berdasarkan hal tersebut dan mengingat bahwa dalam setiap pemberian Bank Garansi selalu terkandung unsur resiko, Bank Indonesia menentukan pembatasan Bank Garansi sebagaiberikut :

a. Pemberian garansi dalam rangka penerimaan kredit luar negeri hanya diperbolehkan dengan ketentuan bahwa jumlah keseluruhan pemberian Bank Garansi dimaksud tidak melebihi 20 % dari modal. Dalam pengertian jumlah keseluruhan tersebut termasuk pula garansi yang dikeluarkan oleh kantor-kantor bank di luar negeri.

b. Pemberian garansi atas permintaan bukan penduduk hanya diperkenankan apabila disertai dengan :

1) Kontra garansi yang cukup dari bank di luar negeri yang bonafid, dalam pengertian bahwa bank tersebut bukan termasuk cabang dari bank yang bersangkutan di luar negeri.


(39)

c. Pemberian garansi dikenakan ketentuan tentang batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dan kewajiban pemenuhan modal minimum ( KPMM ). BMPK yang ditetapkan saat ini adalah :

1) 20 % dari modal sendiri bank untuk fasilitas pemberian kredit yang disediakan bagi satu debitur.

2) 20 % dari modal sendiri bank untuk fasilitas pemberian kredit yang disediakan bagi suatu debitur grup.

Fasilitas pemberian kredit adalah semua fasilitas kredit yang disediakan oleh bank, baik yang langsung dapat digunakan maupun fasilitas yang setiap saat dapat ditarik, serta fasilitas pemberian garansi dan penyertaan bank pada perusahaan yang bersangkutan.Pelanggaran atas ketentuan-ketentuan tersebut diatas dikenakan sanksi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank, juga sanksi berupa kewajiban membayar sebesar 3 % sebulan dari nilai nominal pelanggaran BMPK.25

B. Pemberian Bank Garansi Dalam Praktek Perjanjian Kredit Bank

Bank Garansi diberikan oleh bank dilakukan dengan asas-asas perbankan yang sehat dengan mengacu kepada prinsip kehati-hatian bank yang dikenal dengan prudential banking, dalam arti bank tidak boleh melakukan bisnis yang mengandung unsur spekulatifnya tinggi. pemberianBank Garansi prakteknya perlakuannya sama dengan pemberian kredit, akan tetapi bentuk kreditnya yang wujudnya bergantung pada suatu keadaan tertentu diwaktu yang akan datang.

25


(40)

1. Subjek Hukum Dalam Pemberian Bank Garansi

Pada dasarnya subjek hukum terdiri dari manusia (natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtspersoon), namun dalam pemberian Bank Garansi pada prakteknya subjek hukum yaitu :

a) Perorangan dan perusahaan perorangan. b) Badan usaha dan badan hukum.

Untuk badan usaha ini terbagi 2 yaitu:

1) Badan usaha yang tidak berbadan hukum; 2) Badan usaha yang berbadan hukum

Selanjutnya untuk itu terhadap pemilikan perusahaan dikelompokkan menjadi : a) Perusahaan swasta yang dimiliki oleh pengusaha swasta;

b) Perusahaan Negara yang dimiliki oleh Negara atau badan usaha milik Negara (BUMN).

Menurut Soenawar Soekowati bahwa, subjek hukum adalah manusia yang berkepribadian hukum (legal personality) dan segala sesuatu yang berdasarkan tuntutan kebutuhan masyarakat oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban.26

Selanjutnya mengenai badan hukum R.Subekti mengatakan bahwa badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri,dapat digugat atau menggugat didepan hakim.27

26

Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni Bandung, 1991, hal. 7. 27


(41)

2. Perjanjian Kreditdan PemberianBank Garansi

Suatu perjanjian atau persetujuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu suatu persetujuan atau suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih (Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), selanjutnya dalam hal ini J.Satrio mengatakan bahwa suatu perjanjian harus ada dua pihak yang saling berhadap hadapan dan sama-sama melakukan tindakan hukum28 oleh karena itu kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian, kehendak itu yang dituangkan dalam perjanjian mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya.29 Suatu perjanjian dalam praktek kenotariatan, penandatanganan akta dapat dilakukan oleh seorang penghadap, keadaan demikian belum tentu bahwa perjanjian tersebut tidak memenuhi unsur “dua orang (pihak) atau lebih” perjanjian tetap terjadi walau yang bertindak hanya seorang diri, yakni dalam hal seorang (penghadap) yang selain bertindak untuk dirinya sendiri, juga bertindak dalam kedudukan pihak lain misalnya, mewakili berdasarkan kuasa.30

Dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan : Untuk sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

28

J.Satrio, 2001, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti,hal.11.

29

Suharnoko, 2009, Hukum Perjanjian Teori Dan Analisa Kasus, Jakarta, Kencana.hal.3-4. 30

Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya dibidang Kenotariatan, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti. hal.6.


(42)

3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal;

Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam :

a) Dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif).

b) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif).

Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian.Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari suatu hal tertentu atau pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan suatu sebab yang halal yang disepakati untuk dilaksanakan sesuatu yang tidak dilarang menurut hukum.Untuk itu apabila tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut adalah dapat dibatalkan jika tidak dipenuhinya unsur subjektif dan batal demi hukum jika tidak terpenuhinya unsur objektif.31

Dalam pemberian fasilitas kredit dan atau Bank Garansi kepada nasabahnya, pertama-tama dimulai dengan permohonan oleh nasabah yang bersangkutan, jika bank menganggap bahwa permohonan tersebut layak untuk diberikan atau terlaksananya pemberian kredit atau Bank Garansi tersebut, terlebih dahulu haruslah diadakan persetujuan atau kesepakatan dalam bentuk perjanjian kredit atau Bank Garansi. Salah

31

Kartini Muljadi, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2003, hal.94.


(43)

satu dasar yang cukup jelas bagi bank mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah bunyi Pasal 1 ayat 12 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, dengan demikian maksud pembentuk undang-undang untuk mengharuskan hubungan kredit dibuat perjanjian tertulis, namun untuk lebih jelasnya ketentuan undang-undang tersebut harus dikaitkan dengan Instruksi Presidium Kabinet No.15/EK/IN/10/1966 tanggal 3 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Ampera No.10/EK/IN/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang menentukan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun bank-bank wajib mempergunakan atau membuat akad perjanjian kredit.32

Sehubungan dengan itu yang paling penting diadakannya perjanjian kredit adalah filosofi dari keharusan adanya perjanjian kredit atas setiap pemberian kredit atau Bank Garansi kepada nasabahnya. Selanjutnya untuk pemberian Bank Garansi, perjanjian Bank Garansi adalah merupakan hal yang sangat penting karena apabila Bank Garansi tersebut diterbitkan oleh bank kemudian dilakukan klaim oleh pihak penerima Bank Garansi atau pihak ketiga (bouwheer), maka Bank Garansi tersebut akan otomatis berubah menjadi pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada nasabahnya.

2.2. Jenis-jenis perjanjian kredit atau Bank Garansi

Secara yuridis formal ada dua jenis perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansiyaitu :

32

Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal.180-181.


(44)

1) Perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi yang dibuat dibawah tangan. Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit atau Bank Garansi dibawah tangan adalah perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi yang dibuat diantara mereka dan perjanjian kredit atau Bank Garansi tanpa dihadapan Notaris.Bahkan penerapan dalam prakteknya bahwa dalam penandatangannya yang dipersiapkan oleh bank tanpa adanya saksi yang turut serta dalam membubuhkan tandatangannya.

(a) Kelemahan;

Ada beberapa kelemahan dari akta perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi di bawah tangan antara lain ; Bahwa apabila suatu saat nanti terjadi wanprestasi oleh debitor, pada akhirnya akan diambil tindakan hukum melalui proses pengadilan, maka debitor yang bersangkutan menyangkali atau memungkiri tanda tangannya, akan berakibat mentahnya kekuatan hukum perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi yang telah dibuat tersebut, dalam Pasal 1877 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa jika seorang memungkiri tulisan atau tandatangannya, hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tandatangannya diperiksa dimuka pengadilan, yang mana formulirnya telah disediakan oleh bank (form standar atau baku), maka tidak mungkin terdapat kekurangan data-data yang seharusnya dilengkapi untuk suatu kepentingan pengikatan bukan tidak mungkin kredit atau pemberian Bank Garansi, bahkan bukan tidak mungkin pelayanan, penandatanganan


(45)

perjanjian dilakukan walaupun formulir perjanjian masih dalam perjanjian dalam bentuk blangko atau kosong, kelemahan ini pada hakekatnya akan merugikan bank jika suatu saat berperkara dengan nasabahnya.

Sehubungan dengan itu untuk menyempurnakan permulaan pembuktian tulisan sebagaimana diatur dalam Pasal 1902 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam suatu peristiwa atau hubungan hukum menurut undang-undang hanya dapat dibuktikan dengan tulisan atau akta, namun alat bukti tulisan tersebut hanya berkualitas sebagai pembuktian tulisan, penyempurnaan pembuktiannya dapat ditambah dengan saksi.33

(b) Arsip atau File surat asli

Pada dasarnya merupakan suatu kelemahan dari perjanjian yang dibuat dibawah tangan, dalam arti bahwa apabila akta perjanjian kredit atau Bank Garansi yang dibuat dibawah tangan aslinya hilang karena sebab apapun, bank tidak memiliki arsip atau file asli, hal ini akan membuat posisi bank akan menjadi lemah jika terjadi perselisihan.

(c) Isian blangko perjanjian

Dalam hal perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi dilakukan dibawah tangan, kemungkinan terjadi debitor mengingkari atau memungkiri isi perjanjian, hal ini disebabkan dalam pembuatan akta perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi, form blangkonya telah disiapkan bank, sehingga debitor atau pemohon Bank Garansi dapat mengelak bahwa yang

33


(46)

bersangkutan pada waktu menandatangani blangko kosong, sehingga tidak mengetahui isi perjanjian tersebut.

2) Perjanjian kredit atau Bank Garansi yang dibuat dihadapan Notarisdan akta otentik.

Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi notaril (otentik) adalah perjanjian pemberian kredit atau Bank Garansi oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan Notaris.34

Sehubungan dengan itu bahwa kekuatan pembuktian formil pada akta otentik dijelaskan dalam Pasal 1871 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa segala keterangan yang tertuang didalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penandatangan kepada pejabat yang membuatnya, untuk itu kebenaran yang tercantum didalamnya benar dari orang yang menandatanganinya, tetapi juga meliputi kebenaran formil yang dicantum oleh pejabat pembuat akta yaitu mengenai tanggal yang tertera didalamnya, dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004,Pasal 15 ayat 1 menyebutkan bahwa Notaris

Dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya, dari penjelasan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa akta otentik dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang dalam hal ini disebut pejabat umum.

34

H.R.Daeng Naja, Hukum Kredit Dan Bank Garansi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal.185.


(47)

berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.35 Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 3917 K/Pdt/1986, dapat ditarik kesimpulan, pada dasarnya apa yang tertuang dalam akta notaris, harus dianggap benar merupakan kehendak para pihak.36Berkaitan dengan yang tersebut diatas bahwa notaris adalah sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 tahun 2004.37

2.3. Komposisi perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi

Dalam prakteknya komposisi perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi pada umumnya terdiri dari empat bagian yaitu :

1 Judul perjanjian

Dalam prakteknya judul yang dipergunakan oleh bank-bank tidak ada keseragaman antara satu bank dengan bank lainnya,

2 Komparisi

35

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, PT.Refika Aditama, Bandung, 2008, hal.73. 36

M.Yahya Harahap, Op.cit., hal.567. 37

Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), Mandar Maju, Bandung, 2009, hal.1.


(48)

Yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang atau pihak yang bertindak mengadakan perbuatan hukum, penuangannya adalah berupa : a) Uraian terperinci tentang identitas meliputi nama, tempat tanggal lahir,

kewarga negaraan, pekerjaan, dan domisili para pihak.

b) Dasar hukum yang memberi kewenangan yuridis untuk bertindak dari para pihak dan kedudukan para pihak.

c) Isi perjanjian.

Yaitu merupakan bagian dari perjanjian kredit atau pemberian Bank Garansi yang di dalamnya dimuat hal-hal yang diperjanjikan.

d) Penutup.

Yaitu merupakan bagian atau dimuatnya hal-hal : 1) Pilihan domisili hukum para pihak.

2) Tempat dan tanggal perjanjian ditandatangani. 3) Tanggal mulai berlakunya perjanjian

4) Isi perjanjian pemberian Bank Garansi.

Perjanjian pemberian Bank Garansi harus memuat 5 (lima) syarat minimal yaitu : 1 Besaran atau nominal Bank Garansi yang diterbitkan.

2 Jangka waktu Bank Garansi. 3 Klausula covenant.

4 Biaya-biaya yang harus dibayar nasabah. 5 Barang jaminan.


(49)

7 Terjamin tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia serta kelaziman perbankan. 8 Terjamin memberi kuasa yang tak dapat dicabut kembali kepada bank untuk

sewaktu-waktu mencairkan jaminan lawan guna melunasi hutang terjamin sebagai akibat dilaksanakannya pembayaran Bank Garansi maupun hutang lainnya yang timbul sehubungan dengan pemberian Bank Garansi tersebut.38

Oleh karena itu apabila dikembangkan lebih lanjut, isi dari perjanjian pemberian Bank Garansi yang termuat pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut :

a) Klausul mengenai besaran atau nominal Bank Garansi

Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas maksimum kewajiban bank untuk membayar klaim kepada penerima atau pemegang Bank Garansi.Dan berapa besar klaim yang dibayar oleh bank, maka sebesar jumlah itu yang menjadi fasilitas kredit oleh nasabah bank yang bersangkutan.

b) Klausul mengenai jangka waktu Bank Garansi

Klausul ini mempunyai arti penting karena merupakan batas waktu bagi bank untuk menyediakan dana apabila terdapat klaim, batas waktu bagi nasabah adanya jaminan dari bank dan batas waktu pemegang Bank Garansi untuk melakukan klaim kepada bank penerbit Bank Garansi.

c) Klausul covenant

Klausul ini mempunyai arti penting dalam beberapa hal,antara lain :

38


(50)

1) Adanya syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh nasabah sebelum bank berkewajiban untuk Bank Garansi tersebut kepada nasabah yang selanjutnya menyerahkan kepada bouwheer.

2) Adanya janji-janji nasabah untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanjian pemberian Bank Garansi masih berlaku

d) Klausul biaya-biaya yang harus dibayar nasabah

Klausul ini penting karena hanya dari biaya-biaya inilah bank memperoleh pendapatan dari pemberian Bank Garansi. Tidak adanya pembebanan bunga pada pemberian Bank Garansi karena tidak adanya cash out (pengeluaran dengan tunai) oleh bank kepada nasabah, cash out terjadi setelah adanya klaim dari pemegang Bank Garansi. Adapun biaya-biaya tersebut adalah provisi dan administrasi.

e) Klausul barang jaminan.

Klausul ini sangat penting karena apabila terjadi klaim atas Bank Garansi tersebut, bank akan mengeluarkan dana klaim yang harus dibayar kepada pemegang Bank Garansi. Dengan demikian dana yang dikeluarkan tersebut tercover (tertutupi) oleh suatu jaminan yang telah diikat sebelumnya oleh bank dalam suatu perjanjian pemberian Bank Garansi.

2.5. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Bank Garansi

Jika suatu bank bersedia untuk menerbitkan suatu Bank Garansi berarti bank menjamin (menggaransi) untuk memenuhi suatu kewajiban atau prestasi tertentu


(51)

apabila pihak terjamin dikemudian hari tidak memenuhi prestasinya (wanprestasi) kepada pihak yang menerima jaminan sebagaimana dengan yang telah diperjanjikan sebelumnya.

Ditinjau dari segi hukum, pola hubungan tersebut di atas pada hakekatnya merupakan perjanjian borgtocht atau perjanjian penangguhan. Perjanjian penangguhan atau borgtocht pengaturannya dapat ditemukan pada KUH Perdata dalam buku ketiga bab XVII Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850. Substansi borgtocht atau perjanjian ini adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga, guna kepentingan kreditur berjanji dan mengikat diri akan memenuhi kewajiban debitur, jika si debitur sendiri tidak mungkin atau tidak sanggup memenuhi kewajiban yang diperjanjikan. Mengenai yang demikian ini pengaturannya terdapat pada Pasal 1820 KUH Perdata.

Dalam pemberian Bank Garansi, bank sebagai pihak yang memberikan jaminan yang akan menggantikan kedudukan pihak yang lalai atau yang melakukan wanprestasi untuk memenuhi kewajiban memberikan prestasinya menurut perjanjian kepada pihak penerima jaminan. Dalam hal ini bank yang mengikat diri untuk memenuhi kewajiban terjamin pada pihak ketiga atau pihak penerima jaminan apabila terjadi wanprestasi.

Melihat dari sudut keterkaitan bank, Bank Garansi merupakan suatu pengakuan atau perjanjian tertulis dimana bank bersedia untuk mengikatkan diri kepada penerima jaminan guna memenuhi kewajiban terjamin dalam suatu jangka waktu tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu berupa pembayaran sejumlah uang tertentu apabila


(52)

terjamin dikemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada pihak penerima jaminan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi penerima Bank Garansidalam pemberian garansi bank adalah:39

1. Memastikan keaslian dan keabsahan Bank Garansi dengan cara menghubungi bank penerbit;

2. Memeriksa masa berlaku Bank Garansi sesuai dengan jangka waktu proyek; dan 3. Memeriksa dan memahami syarat-syarat klaim untuk memudahkan pihak

penerima Bank Garansi melakukan claim apabila diperlukan.

Sedangkan bagi pihak yang dijamin Bank Garansi, hal yang perlu diperhatikan adalah:40

a). Memperhatikan biaya-biaya yang harus dibayar dalam rangka penerbitan Bank Garansi;

b). Dalam melaksanakan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan dengan pihak penerima jaminan sehingga tidak terjadi klaim atas Bank Garansiyang diterbitkan; c). Proses penerbitan Bank Garansisama halnya dengan proses pemberian kredit, sehingga pihak yang dijamin perlu menjelaskan usaha tersebut secara terbuka kepada Bank. Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa garansi bank diterbitkan oleh perbankan untuk meminjam pelaksanaan prestasi yang dijanjikan terjamin

39

H.R. Daeng Naja, Op. cit., hal. 162. 40


(53)

kepada penerima jaminan apabila terjamin tidak melakukan prestasi tersebut. Dengan demikian, lembaga garansi bank merupakan bentuk dari perjanjian penanggungan (borghtoch) yang diatur dalam Buku III KUH Perdata dalam Pasal 1820-1850 KUH Perdata.

Akibat-akibat hukum yang timbul dari suatu perjanjian jaminan antara penjamin dan penerima jaminan diatur dalam Pasal 1831-1838 KUH Perdata sedangkan akibat-akibat hukum yang muncul antara penjamin dan terjamin ditentukan dalam Pasal 839-1844 KUH Perdata. Ketentuan tentang perjanjian yang diatur dalam buku III KUH Perdata, termasuk ketentuan mengenai perjanjian jaminan (penaggungan hutang) dalam Pasal 1820-1850 KUH Perdata menganut sistem terbuka.Para pihak bebas menentukan sendiri isi perjanjian diantara mereka.Peraturan dalam hukum perjanjian bersifat pelengkap yang berarti ketentuan tersebut disediakan oleh pembentuk undang-undang untuk dipergunakan oleh para pihak yang membuat perjanjian apabila ternyata mereka kurang lengkap atau belum mengatur suatu hal tertentu.

Dalam pelaksananan perjanjian garansi bank, apabila terjamin tidak melakukan kewajibannya kepada penerima jaminan maka pihak bank yang harus menunaikan kewajiban tersebut dengan membayar sejumlah uang seperti yang tertera dalam garansi bank.Dengan dilaksanakannya pembayaran garansi bank kepada penerima jaminan, maka jumlah yang dibayarkan itu menjadi hutang terjamin kepada bank. Pihak bank akan segera mencairkan counter guarantee yang telah diberikan terjamin untuk membayar kembali dana yang diserahkan bank kepada pihak penerima jaminan.


(54)

Apabila langkah tersebut masih menyisakan hutang bagi terjamin kepada pihak bank maka terjamin harus membayar hutang tersebut dalam suatu jangka waktu tertentu.Apabila dalam durasi waktu yang telah ditentukan, terjamin tidak melunasi hutangnya maka hubungan hukum antara penjamin (bank) dengan terjamin (nasabah) berubah menjadi hubungan kreditor dengan debitor dalam suatu perjanjian kredit biasa.Berdasarkan hal ini, maka diantara terjamin dan bank dibuat akta perjanjian kredit untuk jangka waktu yang ditentukan pihak bank.


(55)

BAB III

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT

A. Wanprestasi DalamPerjanjian

Suatu perjanjian dalam pelaksanaannya ada kemungkinan tidak sesuaidengan yang diperjanjikan atau mungkin tidak dapat dilaksanakan karena adanya hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan tersebutdapat terjadi berupa wanprestasi dan keadaan memaksa.41

Prestasi dari perikatan harus memenuhi syarat:

Sebelum membahas tentang wanprestasi, terlebih dahuluharusdiketahui arti dari prestasi. Prestasi adalah segala sesuatu yangmenjadi hak kreditur dan merupakan kewajiban bagi debitur. Menurut Pasal 1234KUHPerdata, prestasi dapat berupa: memberi sesuatu; berbuat sesuatu;dan tidak berbuat sesuatu.

1. Harus diperkenankan, artinya prestasi itu tidak melanggar ketertiban,kesusilaan, dan Undang-undang.

2. Harus tertentu atau dapat ditentukan.

3. Harus memungkinkan untuk dilakukan menurut kemampuan manusia.42

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga denganistilah “performance” dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagaisuatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak olehpihak yang telah mengikatkan diri untuk itu,

41

J. Satrio, Hukum PerikatanPerikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999, hal. 83. 42


(56)

pelaksanaan manasesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalamkontrak yang bersangkutan.43

Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah sepertiyang disebutkan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, yaitu berupa :(1) Memberikan sesuatu;(2) Berbuat sesuatu;(3) Tidak berbuat sesuatu.

Sementara itu, yang dimaksud dengan wanprestasi (default atau nonfulfiment ataupun yang disebut juga dengan istilah breach of contract)adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimanamestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihaktertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.Wanprestasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan debitur tidak berprestasi(tidak melaksanakan kewajibannya) dan dia dapat dipersalahkan.44

Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhamad mempunyai arti tidakmemenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatanyang timbul karena perjanjian45.Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa debiturtidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dankesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debiturwanprestasi.46

Dari dua pengertian di atas, maka secara umum wanprestasi berartipelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurutselayaknya. Misalnya

43

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern Di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal 87.

44

Ibid, hal. 88. 45

Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hal 20. 46


(57)

seorang debitur disebutkan dalam keadaan wanprestasimaka dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah terlambat darijadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurutyang sepatutnya.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadaptimbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yangmelakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga olehhukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikankarena wanprestasi tersebut. Debitur dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupunkarena kesengajaan, apabila47

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan. :

b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yangdiperjanjikan. c. Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat.

d. Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang melakukanwanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepatkapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan.Sebelum dinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahuluditagih atau diberi teguran atau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata yang menyebutkan :

“Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau denganakta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jikaini menetapkan, bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnyawaktu yang ditentukan.”

47


(58)

Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukumtentang perbuatan melawan hukum, hukum kontrak tidak begitumembedakan apakah suatu kontrak tidak dilaksanakan karenaadanya suatu unsur kesalahan dari para pihak atau tidak. Akibatnyaumumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi denganperhitungan-perhitungan tertentu. Kecuali tidak dilaksanakankontrak tersebut karena alasan-alasan force majeure, yang umumnyamembebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuksementara atau untuk selama-lamanya).

Disamping itu, apabila seseorang telah tidak melaksanakanprestasinya sesuai ketentuan dalam kontrak, maka pada umumnya(dengan beberapa pengecualian) tidak dengan sendirinya dia telahmelakukan wanprestasi. Apabila tidak ditentukan lain dalamkontrak atau dalam undang-undang, maka wanprestasinya sidebitur resmi terjadi setelah debitur dinyatakan lalai oleh kreditur(ingebrehstelling) yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai” olehpihak kreditur.48

Stelsel dengan akta lalai ini adalah khas dari negara-negarayang tunduk kepada Civil Law seperti Prancis, Jerman, Belanda dankarenanya juga Indonesia. Sementara di negara-negara yang berlakusistem Common Law, seperti Inggris dan Amerika Serikat, padaprinsipnya tidak memberlakukan stelsel akta lalai ini.Dalam praktek akta lalai ini sering disebut dengan:49

1) Somasi (Indonesia) 2)Sommatie (Belanda) 3)Sommation (Inggris) 4)Notice of default (Inggris) 5)Mahnung (Jerman dan Swiss) 48

Lihat Pasal 1238 KUH Perdata 49


(59)

6)Einmahnung (Austria) 7)Mise en demeure (Prancis)

Namun demikian, bahkan di negara-negara yang tunduk kepadaCivil Law sendiri, akta lalai tidak diperlukan dalam hal-hal tertentu,yaitu dalam hal-hal sebagai berikut:

1) Jika dalam persetujuan ditentukan termin waktu; 2) Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi; 3) Debitur keliru memenuhi prestasi;

4) Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadidemi hukum (misalnya Pasal 1626 KUH Perdata);

5) Jika debitur mengakui atau memberitahukan bahwa dia dalamkeadaan wanprestasi. Tidak dipenuhinya kesalahan debitur itu dapat terjadi karena dua hal, yaitu: a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun karenakelalaian, b. Karena keadaan memaksa (force majour), di luar kemampuan debitur.

Pasal 1238 KUH Perdata mengatakan bahwa debitur lalai, dan oleh KUHPerdata telah jelas ditetapkan, sejak kapan debitur dalam keadaan lalai, yaitudengan tiga jenis teguran atau peringatan :

1. Surat Perintah

Surat perintah atau surat peringatan resmi dari hakim atau juru sitapengadilan biasanya berbentuk penetapan atau beschiking. Berdasarkan suratperintah tersebut juru sita memberi surat teguran secara lisan kepada debiturkapan selambat-lambatnya ia harus berprestasi. Ini biasanya disebut dengan exploit juru sita.


(60)

Akta sejenis ini merupakan peringatan secara tertulis, maksudnya dapat berupa akta di bawah tangan atau dengan akta notaris.

3. Tersimpul dari perjanjiannya sendiri

Maksudnya sejak membuat perjanjian para pihak sudah menentukan saat kapan terjadinya wanprestasi.

Pernyataan lalai sebenarnya merupakan suatu peringatan dari kredituragar debitur berprestasi, selambat-lambatnya pada suatu saat tertentu.50

a. Pemenuhan perjanjian;

Menurut Pasal 1267 KUH Perdata, pihak kreditur dapat menuntut pihakdebitur yang lalai dengan memilih beberapa kemungkinan tuntutan sebagaiberikut :

b. Pemenuhan perjanjian disertai dengan ganti rugi; c. Ganti rugi saja;

d. Pembatalan perjanjian;

e. Pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Sedangkan bagi seorang debitur yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan beberapa alasan sebagai alat untuk membela diri, yaitu51

1) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah lalai; :

2) Mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa;

3) Mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi.

B. Akibat Hukum yang Timbul dari Wanprestasi 50

J. Satrio, Op.Cit., hal. 106. 51


(1)

- Nama yang dijamin. - Tanggal penerbitan.

- Jenis transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerima jaminan. - Jumlah nominal yang dijamin.

- Tanggal mulai berlaku dan berakhir.

- Batas waktu claim antara 14 hari sampai dengan 30 hari setelah berakhirnya masa berlaku Bank Garansi tersebut.

- Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe melepaskan hak sesuai ketentuan pasal 1832 KUHPerdata.

3. Formulir yang digunakan untuk penerbitan Garansi Bank dalam bentuk warkat adalah formulir BU/0892/008 kecuali untuk :

- Garansi Bank dalarn bahasa Inggris.

- Garansi Bank untuk keperluan shipping Guarantee digunakan formulir IMP/0892/018.

- Bank Garansi untuk keperluan penanggruhan bea masuk digunakan formulir standar dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

6. Apakah terdapat larangan dan batasan di dalam Bank Garansi? Jawab :

Dalam Garansi Bank tidak boleh memuat ha1-ha1 sebagai berikut:

- Syarat-syarat yang terrebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya Garansi Bank, misalnya Garansi Bank berlaku setelah pihak yang dijamin menyetor sejumlah uang.


(2)

- Ketentuan bahwa Garansi Bank dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak, misalnya oleh bank atau pihak yang dijamin.

7. Pihak mana sajakah yang terlibat dalam penerbitan Bank Garansi dan apasaja manfaat pemberian Bank Garansi bagi para pihak?

Jawab :

Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan Bank Garansi adalah : 1. Pihak penjamin (Bank).

2. Pihak yang dijamin/terjamin (debitur Bank)

3. Pihak penerima/pemegang jaminan (pihak III, beneficiary) Manfaat penberian Bank Garansi bagi para pihak :

1. - Bagi Bank,

- Memperoleh provisi.

- Memperoleh biaya administrasi.

- Memperoleh dana yang tidak berbiaya dari setoran jaminan. - Cross selling.

2. Bagi pihak yang dijamin/terjamin,

- Memberi kemudahan bagi nasabah dalam melakukan kegiatan usahanya.

- Kelancaran usaha karena ia dapat memenuhi syarat kontrak untuk menyediakan Bank Garansi.

- Kredibilitasnya diakui karena bank bersedia sebagai penjamin dirinya. 3. Bagi pihak penerima jaminan,


(3)

- Menjamin kepastian untuk bekerjasama dengan terjamin karena bank akan melaksanakan prestasi si terjamin jika si terjamin wanprestasi.

8. Biaya apa saja yang timbul dari penerbitan Bank Garansi dan apakah biaya-biaya ini sama untuk setiap jenis Bank Garansi yanq diterbitkan oleh PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe)?

Jawab :

Biaya provisi dan biaya adrninistrasi.

Biaya-biaya ini relatif sama untuk setiap jenis Bank Garansi yang diterbitkan di Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe.

9. Apakah setiap nasabah mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh Bank Garansi?

Jawab :

Ya, selama nasabah tersebut dapat memenuhi seluruh ketentuan dan persyaratan yang ditentukan Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe.

10. Bagaimana hubungan hukum para pihak dalam Bank Garansi tersebut? Jawab :

Ada dalam valuta asing, misalnya jika diperlukan untuk proyek di luar negeri, atau pihak Bowheer (pemilik proyek) menghendaki demikian. Tetapi lazimnya dalam nata uang Rupiah.


(4)

11. Sejauhmana tanggungjawab PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Kabanjahe) terhadap Bank Garansi yang telah dikeluarkan?

Jawab :

Sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, Bank Negara Indonesia Cabang Kabanjahe bertanggung jawab sepenuhnya sesuai dengan apa yang tercantum di dalam Bank Garansi yang diterbitkan.

12. Apakah counter guarantee merupakan syarat mutlak untuk pemberian Bank Garansi dan dalam bentuk apa sajakah counter guarantee tersebut? Jawab :

Yang menjadi syarat mutlak untuk pemberian Bank Garansi adalah kemampuan dan kapasitas serta prospek usaha si terjamin (first way out) yang diikuti denqan counter guarantee (second way out). Counter guarantee berupa fix asset atau cash co1lateral.

13. Apakah ada pengawasan terhadap Bank Garansi yang telah dikeluarkan? Jawab :

Pada dasarnya penerbitan Bank Garansi mengnadung resiko bagi bank, untuk menghindari resiko maka sejak dini perlu antisipasi :

- Pada tahap awal, diperlukan analisa kredit yang tepat. - Pada tahap masa berlakunya Bank Garansi, adanya


(5)

1. Untuk counter guarantee berupa fix asset.

Bank memonitor pelaksanaan pekerjaan/usaha nasabah, jika terlihat indikasi yang tidak baik maka diadakan pengamanan jaminan dengan cara antara 1ain :

- Jika jaminan berupa tanah yang belum di hypotheek-kan maka bank meminta si terjamin untuk menghyphoteek-kannya (sekarang disebut Hak Tanggungan) ,

- Jika jaminan berupa kendaraan, jika belum balik nama maka bank meminta si terjamin untuk mengurus balik nama.

- dan lainnya.

2. Untuk counter guarantee berupa cash corrateral tingkat monitoring tetap ada. Pada tahap telah habisnya masa berlaku Bank Garansi, pengawasan dilakukan untuk tertibnya administrasi.

14. Jika nasabah wanprestasi, bagaimana penyelesaian Bank Garansi yang dilakukan?

Jawab :

Pada dasarnya claim terjadi karena nasabah tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati bersama, oleh karena itu bira terjadi claim maka tindakan Bank Garansi adalah :


(6)

1. Menerima surat claim dari pemegang jaminan beserta asli Bank Garansi. 2. Memeriksa kebenaran dan autentifikasi Garansi dengan arsip Bank yang ada. 3. Memeriksa tanggal jatuh tempo apakah masih berada dalam tenggang waktu

Bank Garansi.

4. Konfirmasi ke pihak terjamin.

5. Konfirmasi ke pihak penerima jaminan.