Sejarah Tari Saman TARI SAMA SEBAGAI ATRAKSI WISATA UNGGULAN DI KABUPATEN

Tari Saman dimainkan oleh beberapa laki – laki yang menggunakan pakaian adat masyarakat gayo. Biasanya jumlah penarinya lebih dari sepuluh orang, tetapi harus ganjil. Pada umumnya, tari saman ditampilkan tidak menggunakan iringan alat music, namun menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka, yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tari Saman dapat digolongkan sebagai tari hiburan pertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu, yang dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan. Tari saman sendiri adalah kolaborasi antara seni dan suara yang dijuluki dengan tari Tangan Seribu. Saman Gayo Lues berhasil membukt ikan bahwa tarian asli yang tetap menjaga ketentuan-ketentuan dalam menari lebih dihargai dibanding tarian saman yang agak dimodern-kan. Tarian Saman di Gayo Lues hanya ditarikan oleh laki-laki.

4.2 Sejarah Tari Saman

Tarian ini di namakan Saman karena diciptakan oleh seorang Ulama Aceh bernama Syekh Saman pada sekitar abad XIV Masehi, dari dataran tinggi Gayo. Awalnya, tarian ini hanyalah berupa permainan rakyat yang dinamakan Pok Ane. Kemudian oleh Syekh Saman kesenian Pok pok Ane tersebut dirubah dan diperindah dengan berbagai ragam variasi. Ada gerakan tepuk tangan, tepuk dada, paha dengan tangan kanan dan kiri, berganti-gantian, sehingga lahirlah saman Uman Sara, Saman Manjik dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Dalam perjalanannya, syekh saman mulai menyisipkan pujian – pujian kepada Allah SWT dalam syair-syair yang digunakan dalam tari saman tersebut. Serta diiringi pula oleh kombinasi tepukan-tepukan para penari. Saat itu, tari saman menjadi salah satu media dakwah. Pada mulanya, tari saman hanya ditampilkan untuk even-even tertentu, khususnya pada saat merayakan Hari Ulang Tahun Nabi Besar Muhammad SAW atau disebut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Biasanya, tari saman ditampilkan di bawah kolong Meunasah sejenis surau panggung. Namun seiring perkembangan zaman, tari Saman pun ikut berkembang hingga penggunaannya menjadi semakin sering dilakukan. Kini, tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburanpertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Tari Saman biasanya ditampilkan dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh. Penari Saman dan Syekh harus bisa bekerja sama dengan baik agar tercipta gerakan yang kompak dan harmonis. Sejalan kondisi Aceh dalam peperangan maka syekh menambahkan syair-syair yang menambah semangat juang rakyat Aceh. Tari ini terus berkembang sesuai kebutuhannya. Sampai sekarang tari ini lebih sering ditampilkan dalam perayaan- perayaan keagamaan dan kenegaraan. Tarian ini pada awalnya kurang mendapat perhatian karena keterbatasan komunikasi dan informasi dari dunia luar. Tari ini mulai mengguncang panggung saat penampilannya pada Pekan Kebudayaan Aceh PKA II dan peresmian pembukaanTaman Mini Indonesia Indah TMII. Gemuruh Saman di TMII menggemparkan tidak hanya nusantara namun sampai ke manca negara. Universitas Sumatera Utara Sekarang ini Tari Saman dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan, seperti pesta ulang tahun, pesta pernikahan, atau perayaan-perayaan lainnya. Untuk tempatnya, Tari Saman biasa dilakukan di rumah, lapangan, dan ada juga yang menggunakan panggung. Tari saman dapat digolongkan sebagai tari hiburanpertunjukan, karena penampilan tari tidak terikat dengan waktu, peristiwa atau upacara tertentu. Dapat ditampilkan pada setiap kesempatan yang bersifat keramaian dan kegembiraan. Selain itu, gerakan Tari Saman, didong, dan bines berasal dari satu peristiwa atau sejarah yang sama, yang terkisah memalui cerita rakyat folklore. Yaitu, Asal usul Gajah Putih yang dikumpulkan oleh Sulaiman Hanafiah dkk 1984:140-149. Gajah putih merupakan penjelmaan dari seorang sahabat yang sudah meninggal dunia. Pada saat Gajah Putih dibawa ke Istana Raja Aceh, Gajah Putih tidak mau jalan dan melawan, Gajah Putih menghentak – hentakkan kakinya ke tanah, sehingga mengeluarkan bunyi dik-dik-dik. Orang – orang yang melihat hal tersebut ikut membantu mengusir supaya Gajah Putih itu mau berjalan. Kaum lelaki berusaha mengusir sambil menggerakkan atau mengayunkan tangan, kaum wanita juga ikut mengusir dengan cara mengipas – ngipaskan kain panjang, tapi Gajah Putih tetap saja tidak mau berjalan, namun ketika sahabatnya yang membawa, Gajah Putih pun berjalan dan sampailah di Istana Raja Aceh. Gerakan tangan para lelaki yang ikut mengusir Gajah Putih selalu diulang – ulang sehingga menjadi kebiasaan kesenian para pemuda pada waktu itu gerakan Gajah Putih yang menghentak – hentakkan kakinya ke tanah menimbulkan bunyi dik- Universitas Sumatera Utara dik-dik selalu ditirukan orang – orang yang melihat kejadian itu. Begitu juga gerakan kaum wanita yang mengipas – ngipaskan kain panjang sering diulangi sambil menceritakan kejadian itu kepada orang lain. Akhirnya kebiasaan tersebut dilaksanakan dan digunakan pada saat merasa gembira atau pada saat menyampaikan pesan dan nasehat kepada anak, teman, masyarakat, atau kepada siapa saja yang dianggap perlu untuk disampaikan. Karena kebiasaan tersebut berlangsung secara terus menerus, akhirnya gerakan itu disebut sebagai Tari Saman.

4.3 Makna dan Fungsi Tari Saman