55
BAB IV HASIL PENELITIAN
Dalam Bab ini akan ditampilkan data dari pembahasan menyangkut variabel-variabel penelitian
sebagai tindak lanjut dari hasil pengumpulan data dengan instrumen wawancara dan observasi. Setelah
melakukan penelitian
langsung terhadap
sasaran penelitian yang telah ditetapkan dalam batasan dan
rumusan masalah, sesuai prosedur metode penelitian yang telah ditetapkan. Agar lebih jelas, bab ini akan
menguraikan tentang penyajian data dan analisis hasil penelitian, yang dibagi dalam dua bagian yaitu: pertama,
Sejarah singkat Bahasa Biak dan gambaran Umum Tempat penelitian. Kedua, Hasil Penelitian dan Analisis,
yang di uraikan sebagai berikut :
4.1 Sejarah Singkat
Kepulauan Biak-Numfor
adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Papua yang merupakan tempat
asal dan tempat tinggal orang Biak. Kepulauan tersebut terletak disebelah Utara Teluk Cenderawasi. Kabupaten
Biak-Numfor memiliki tiga pulau besar yaitu : Biak, yang masih berhubungan dekat dengan pulau kedua, yakni
Supiori dan pulau ketiga Numfor. Selain itu, terdapat
56
pula pulau-pulau kecil yang cukup banyak jumlahnya. Hampir semua pulau itu berpenduduk. Pulau Biak dan
Supiori mempunyai latar belakang sosial budaya dan sejarah yang dulunya berbeda dengan pulau Numfor,
tetapi lama kelamaan hubungan mereka semakin erat, sehingga kini terlihatlah satu kebudayaan yang utuh,
yakni kebudayaan Biak. Menurut sejarah katanya, nama Biak
berasal dari
kata byak
yang berarti
: 1. Pulau yang timbul, yakni pulau itu timbul sebagai
pulau karang di tengah-tengah samudera, yang dari kejauhan kelihatan seperti sesuatu benda terapung-
apung; 2. Orang Asli, orang dalam, orang yang memiliki tanah, atau orang yang berasal dari darat udik. Artinya,
pulau Biak dikuasai dan dimiliki oleh orang asli Biak, yang dulunya sebagian besar berdiam di pedalaman.
Pulau Numfor mempunyai arti yang agak berbeda. Kata NUMFOR terdiri atas dua kata num
artinya „Kayu Kering‟ dan for‟Api‟. Jadi, Numfor artinya kayu kering
untuk menyulut, menghidupkan api. Pulau Numfor kadang-kadang disebut pula Mafor periksa Hasslelt
1949 Samsuri 1984. Kata Mafor tidak memiliki arti dalam bahasa Biak, karena itu tidak dikemukakan
disini. Namun begitu, dalam bahasa Numfor kata mafor berarti pantangan atau keramat. Demikian halnya kata-
kata bahasa Numfor yang tidak dijumpai dalam bahasa
57
Biak dewasa ini, misalnya: ansona, orwa, orne, osuwa, roru, toffer, erwasi, kapenayer, biwain, mek, dan lain-
lain. Kata-kata tersebut termasuk kata-kata asli bahasa Numfor yang tidak terdapat dalam bahasa Biak. Kosa
kata tersebut diatas membuktikan bahwa dahulu pulau Biak dan Numfor memiliki penduduk dan bahasa
masing-masing. Perkembangan
sejarah selanjutnya
sudah berbeda dengan kenyataan di atas. Dengan perkembangan tersebut Bahasa Biak pun
ikut mengalami perbedaan dalam perkembang seirama dengan perkembangan penuturnya. Peristiwa tersebut
membawa berbagai
dampak dalam
kebudayaan umumnya dan Bahasa khususnya, terutama di pulau-
pulau atau daerah-daerah yang ada penduduk aslinya; seperti Numfor, pesisir pantai utara “Kepala Burung”
Papua dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Dampak yang sangat menarik ialah timbulnya ragam bahasa Biak yang
sedikit berbeda dengan bahasa Biak di pulau Biak dan Supiori.
Misalnya ragam
bahasa Biak
di Dore
Manokwari, Amberbaken, Karon Pantai, dan pulau-pulau di Raja Ampat terutama Waigeo Utara, Kofiau, sampai
Misol. Dampak lain yang tidak kalah menarik ialah
terjadinya proses asimilasi antara bahasa Biak dan bahasa setempat, misalnya bahasa Beser di Waigeo
58
Selatan sampai Batanta Utara. Bahasa asli di Waigeo Selatan sudah semakin terdesak dengan munculnya
bahasa Beser dan dominannya beberapa bahasa Batanta dan Salawati Utara, seperti bahasa Maya, bahasa Bantol,
bahasa Tepin, dan bahasa Yenenas. Walaupun bahasa- bahasa yang disebutkan disini masih dipakai oleh
penuturnya dengan baik, tetapi mereka memahami dan dapat menggunakan bahasa Biak Fautgil, 1984. Perlu
dicatat pula disini bahwa sebaran Bahasa Biak kearah timur cukup jauh pula, yakni mulai dari Yapen Utara,
Kumamba, sampai daerah Sarmi dan terus ke wilayah Papua New Guinea dan Pasifik. Di daerah-daerah
tersebut, bahasa Biak dikenal dengan baik di samping bahasa-bahasa asli setempat. Daerah pakai bahasa Biak
yang sangat luas itu disebabkan oleh sebaran penduduk Biak baik ke timur maupun ke barat. Sekilas catatan
tentang sebaran penduduk Biak dapat dijelaskan bahwa pada mulanya marga-marga keret utama Biak berada
dibagian Utara, tetapi setelah enam peristiwa diatas, mereka mulai menyebar ke sebelah selatan, timur, dan
barat. Marga-marga utama itu hampir tersebar di setiap tempat dimana orang Biak bermukim, karena justru
mereka itulah termasuk kelompok besar yang terlibat langsung dalam proses perkembangan orang Biak hingga
sekarang. Mereka adalah suku-suku besar, marga-marga yang kuat, dengan mambri-mambri yang tangguh pada
59
masa lampau. Tidak heran kalau mereka mampu hidup dan bertahan dimana-mana, dengan menggunakan
budaya mereka terutama bahasa sebagai sarana komunikasi yang sangat pokok dalam kehidupan umat
manusia. Sebagian dari mereka kini menggunakan nama besar masa lalu seperti Kapisa, Dimara, yang merupakan
gelar yang masih terkait dengan sultan Tidore dan Ternate. Hidup bersama dengan kelompok etnis yang
berbeda-beda sudah barang tentu saling mempengaruhi, walaupun seditkit. Pengaruh timbal balik membawa
akibat tertentu pula dibidang bahasa, yakni munculnya variasi dialektis yang beraneka ragam. Demikian halnya
perkembangan bahasa Biak dimana-mana tentu saling pengaruh-mempengaruhi, antara bahasa Biak dengan
lingkungan yang dimasuki, maka keberadaan Bahasa Biak saat ini mengalami berberapa macam ragamdialek
yang berbeda. Dari sebaran yang luas itu, Silzer 1991
memperkirakan jumlah penutur bahasa Biak saat ini sebanyak 40.000 orang. Menurut perkiraan sekarang ini,
dari keseluruhan daerah pakai bahasa Biak, yakni sebelah utara Papua New Guinea sampai Kepulauan Raja
Ampat hingga Halmahera dan sekitarnya, terdapat kurang lebih 50.000
– 70.000 penutur. Jumlah ini termasuk penutur bukan Etnis Biak yang berdiam di
60
Biak maupun pulau-pulau sepanjang Pantai Utara Tanah Papua. Hal tersebut didasarkan atas suatu
kenyataan bahwa cukup banyak penduduk yang bukan etnis biak di Kepulauan Raja Ampat dapat menggunakan
bahasa Biak secara fasih, walaupun mereka memiliki bahasa daerah sendiri-sendiri Fautngil, 1984.
Bertolak dari
penjelasan diatas,
dapat dikemukakan disini bahwa daerah pakai bahasa Biak
secara geografis terdapat disebelah utara pulau Papua yang terbentang dari timur sampai ke barat dengan
jumlah penutur yang cukup besar.
4.2 Gambaran Umum Tempat Penelitian