Telaah tersebut dapat dilakukan melalui survei sederhana dangan meminta warga sekolah untuk memberikan tanggapan atas rumusan
visi dan misi sekolah yang telah ada. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan terdahulu dapat menjadi titik tolak untuk mengeksplorasi
persepsi warga sekolah terhadap rumusan vsi dan misi yang ada dan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang memerlukan perubahan dan
pengembangan. Kegiatan 2 dan 3 pada lampiran menguraikan pilihan kegiatan-
kegiatan pokok dan sejumlah contoh Lembar Kerja yang dapat membantu sekolah dalam proses Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi
dan Misi dalam tindakan sehari-hari. Kegiatan 2 dan 3 merupakan kegiatan Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi dan Misi. Sekolah dapat
menggunakan salah satu dari dua kegiatan itu yang dipandang paling sesuai dengan kebutuhannya. Lembar Kerja 2.1a sampai dengan
3.1d pada Lampiran dapat membantu proses perumusan visi dan misi tersebut.
5. Tujuan Yang Efektif
Pada Bab II Bahan Diklat ini telah dikemukakan herarkhi tujuan yang meliputi tujuan strategis, tujuan taktis, dan tujuan operasional.
Tujuan yang maksud pada bagian ini adalah tujuan pada tingkat strategis, yakni tujuan yang dirumuskan untuk dicapai oleh sekolah
secara keseluruhan. Sesuai dengan sifatnya, tujuan strategis merupakan pernyataan umum tentang arah kemana kelak organisasi
akan menuju di masa depan. Agar tujuan benar-benar efektif dan cukup punya peluang untuk
dicapai, maka rumusan tujuan harus memenuhi sejumlah kriteria keefektifan. Kriteria keefektifan tujuan dapat dilihat dari karakteristik
44
tujuan itu sendiri dan prilaku dalam proses tujuan itu dirumuskan. Dari segi karakteristiknya, sebuah tujuan yang efektif harus memenuhi lima
kriteria: spesifik dan terukur, mencakup dimensi-dimensi kunci, menantang namun tetap realistis, terbatasi oleh kurun waktu tertentu,
dan terkait dengan imbalan atau ganjaran. Dari segi prilaku dalam proses perumusannya, sebuah tujuan akan efektif apabila mampu
membangun kebersamaan diantara bagian-bagian dalam struktur organisasi sekolah dan adanya partisipasi dari semua unsur warga
sekolah untuk mengadopsi dan mengimplementasi tujuan tersebut. Uraian berikut memaparkan secara rinci kriteria keefektifan tujuan
tersebut.
Karakteristik Tujuan Spesifik dan Terukur. Jika dimungkikan sedapat mungkin tujuan
dirumuskan dalam terminologi kuantitatif, misalnya peningkatan jumlah siswa yang diterima pada perguruan tinggi unggulan sebesar
5 dari kondisi tahun sebelumnya; penurunan siswa yang putus sekolah sampai dengan 0, meningkatkan skor keefaktivan mengajar
guru dari 3,72 menjadi 3,95. Apabila tujuan sulit atau tidak dapat dinyatakan dalam rumusan yang bersifat kuantitatif, maka rumusan
tujuan dapat dinyatakan secara kualitatif. Akan tetapi, apabila ini dilakukan, rumusan tujuan hendaknya disertai indikator-indikator yang
spesifik dan bersifat kuantitatif.
Mencakup Dimensi-Dimensi Kunci. Tujuan strategis tidak
mungkin dirumuskan secara rinci untuk setiap unsur terkecil dari organisasi sekolah. Oleh karena itu, dimensi-dimensi yang dicakup
dalam tujuan strategis hendaknya cukup pada dimensi-dimensi yang bersifat pokok atau kunci saja. Di sekolah dimensi-dimensi kunci itu
45
dapat dibedakan menurut fungsi-fungsi organisatoris sekolah atau ranah kompetensi atau kualifikasi lulusan. Dari sisi fungsi
organisatoris sekolah dimensi-dimensi kunci itu dapat dibedakan menjadi kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat.
Sedangkan dari dimensi ranah kompetensi lulusan, dimensi-dimensi kunci tersebut dapat dibedakan menjadi kompetensi itelektual,
kompetensi moral dan spiritual, kompetensi sosial, kompetensi personal, kompetensi estetikal, dan kompetensi kinestetikal. Selain
dua perspektif itu, delapan tipe tujuan sebagaimana dikemukakan di atas juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi
kunci yang perlu dicakup dalam rumusan tujuan strategis sekolah.
Menantang tapi Realistis. Tujuan harus menantang namun
bukan berarti terlalu sulit untuk dicapai. Tujuan yang terlalu sulit dapat berdampak pada timbulnya keputus-asaan di kalangan staf; tapi jika
terlalu mudah para staf itu akan kurang merasa termotivasi. Rumusan tujuan strategis hendaknya terjamin bahwa tujuan itu dirumuskan
dalam lingkup sumber daya yang tersedia dan tidak jauh di luar jangkauan sumber daya yang tersedia di sekolah, baik yang berkaitan
dengan waktu, SDM, sarana dan pra-sarana, keuangan, informasi, maupun teknologi.
Dibatasi Dalam Kurun Waktu Tertentu. Rumusan tujuan harus
menetapkan jangka waktu pencapaiannya. Kurun waktu itu biasanya dijadikan batas waktu deadline mengenai kapan pencapaian tujuan
tersebut akan diukur. Sebuah sekolah berstandar internasional SBI, misalnya, dapat menetapkan tujuan pada tahun 20XX, siswa harus
telah tesebar dari seluruh negara-negara di kawasan ASEAN.
Terkait dengan Imbalan atau Ganjaran. Dampak akhir dari
tujuan bergantung pada sejauh mana peningkatan gaji, promosi, dan
46
imbalan lainnya didasarkan pada prestasi terkait dengan pencapaian tujuan. Siapa saja yang berhasil mencapai tujuan harus mendapatkan
ganjaran. Ganjaran dapat memberi makna dan signifikansi terhadap tujuan dan akan membantu memberikan suntikan enerji kepada staf
untuk berlomba-lomba mencapai tujuan.
Prilaku Perumusan Tujuan
Konflik sering muncul ketika tujuan sedang dirumuskan karena ada beberapa unsur organisasi sekolah yang tidak sepakat dengan
rumusan tujuan yang sedang dikembangkan. Oleh karena itu, agar tujuan efektif, komitmen semua pihak terhadap tujuan menjadi faktor
yang esensial. Dua teknik untuk mendapatkan komitmen ini meliputi mambangun koalisi dan partisipasi.
Pembangunan Koalisi Coalition Building. Koalisi merupakan
sebuah aliansi informal antara pihak-pihak yang mendukung tujuan tertentu. Membangun koalisi merupakan proses pembentukan aliansi
di kalangan pimpinan dari berbagai unsur warga sekolah. Pembangunan koalisi mencakup negosiasi dan tawar-menawar.
Tanpa adanya koalisi, individu atau kelompok-kelompok yang berpengaruh di sekolah dapat menghambat proses perumusan
tujuan. Pembangunan koalisi dapat memberi kesempatan kepada para tokoh tersebut untuk berdiskusi dan berkontribusi dalam proses
perumusan tujuan, yang berdampak pada peningkatan komitmen mereka terhadap tujuan yang pada akhirnya akan ditetapkan.
Bangunan koalisi sering terjadi pada tingkat pimpinan dimana ketidak- pastian sangat tinggi.
Partisipasi. Pada struktut organisasi yeng lebih rendah, setiap
pimpinan atau individu, semua pendidik dan tenaga kependidikan,
47
seharusnya mengadopsi tujuan yang sejalan dengan tujuan strategis. Akan tetapi jika tujuan-tujuan yang lebih rendah tersebut bersifat
preskriptif dari pihak atasan, dari atas ke bawah top-down, kemungkinan besar para pendidik dan tenaga kependidikan tersebut
tidak manganggap tujuan tersebut sebagai miliknya. Proses yang efektif untuk mencegah hal ini adalah dengan mendorong bawahan
untuk berpartisipasi dalam proses perumusan tujuan. Dalam hal ini kepala sekolah dapat bertindak sebagai konselor yang membantu
warga sekolah lainnya merumuskan berbagai macam pilihan tujuan, mendiskusikan apakah tujuan itu realistis dan spesifik, dan
menentukan apakah tujuan telah sejalan dengan tujuan organisasi. Diskusi itu harus mempertimbangkan minat dan kemampuan
bawahan. Melalui komunikasi dua arah, diharapkan tujuan yang dirumuskan konsisten dengan tujuan strategis sekolah dan semua
warga sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap tujuan itu. Untuk memudahkan kita mengingat, tujuh kriteria tujuan yang
efektif tersebut dapat diringkas menjadi lima kriteria yang disingkat
SMART. Kelima kriteria itu meliputi: spesifik spesific, dapat dikelola pencapaiannya manageable, disepakati agreed upon oleh semua
warga sekolah, didukung sumber daya yang memadai resources supported , dan terdapat batasan waktu time-bound.
B. Evaluasi Diri