12 Perencanaan Partisipatori Pengembangan Pddkn Berbasis Sekolah
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PERENCANAAN PARTISIPATORI
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS SEKOLAH
DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL
PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2007
KEPALA SEKOLAH PENDIDIKAN
MENENGAH KOMPETENSI
(2)
PENGANTAR
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.
Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.
Jakarta, November 2007 Direktur Tenaga Kependidikan
Surya Dharma, MPA, Ph.D NIP. 130 783 511
(3)
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
... ... ii
DAFTAR GAMBAR
... ... iv
DAFTAR TABEL
... ... v
BAB I PENDAHULUAN
... ... 1
A. Latar Belakang
... ... 1
B. Dimensi Kompetensi
... ... 3
C. Kompetensi
... ... 3
D. Indikator Pencapaian Kompetensi ... ... 4
(4)
E. Pendekatan dan Penilaian Hasil Diklat ... ... 4
F. Alokasi Waktu
... ... 6
BAB II LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN
PENGEMBANGAN SEKOLAH
... ... 7
A. Visi Pendidikan Nasional
... ... 8
B. Misi Pendidikan Nasional
... ... 8
C. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional ... ... 9
D. Sistem Pengelolaan Pendidikan ... ... 9
E. Peran Serta Masyarakat
... ... 10
F. Standar Nasional Pendidikan ... ... 11
(5)
BAB III PENGERTIAN DAN MODEL-MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH ... ... 15
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah ... ... 15
B. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan Sekolah
... ... 19
C. Model-Model Alternatif Perencanaan
Pengembangan Sekolah
... ... 23
D. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana
Di Sekolah
... ... 31
BAB IV MENYUSUN RENCANA STRATEGIS SEKOLAH/ MADRASAH
... ... 36
A. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah/Madrasah ... ... 36
B. Evaluasi Diri
... ... 47
(6)
C. Rencana Implementasi Pengembangan (RIP) ... ... 61
BAB V RENCANA OPERASIONAL
... ... 64
A. Pengertian Rencana Operasional ... ... 64
B. Komponen-Komponen Renop
... ... 64
BAB VI PENYUSUNAN PROPOSAL DAN KERANGKA
ACUAN KEGIATAN
... ... 77
A. Penyusunan Proposal Pengembangan Sekola ... ... 77
B. Penyusunan Kerangka Acuan atau Term of
Reference (TOR) Kegiatan
... ... 94
DAFTAR RUJUKAN
... ... 102
(7)
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 3.1. Hubungan antara Premis, Tujuan, dan
Rencana... 18 Gambar 3.2. Kerangka Umum Proses Perencanaan... 20 Gambar 3.3. Model Dasar Perencanaan
Pengembangan Sekolah... 26 Gambar 3.4. Model Perencanaan-Tindakan Tahap
Permulaan bagi Perencanaan Pengembangan Sekolah ... 28 Gambar 3.5. The Three-Strand Concurrent Model untuk
(8)
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 3.1. Langkah-langkah, Pertanyaan Pokok, Pertanyaan Khusus, dan Tugas dalam
Proses Perencanaan Pengembanga... 20
Tabel 4.1. Matrik MacMillan... 61
Tabel 5.1. Cotoh Penyajian Indikator Kinerja... 71
Tabel 5.2. Contoh Kegiatan dan Investasi... 73
Tabel 5.3. Keterkaitan Antara Kegiatan, Sub-Kegiatan, Sumber Daya dan Sumber Dana 75 Tabel 5.4. Contoh Jadwal Kagiatan dalam Renop... 76
Tabel 6.1. Matrik permasalahan, alternatif pemecahaan, dan program yang diusulkan 87 Tabel 6.2. Indikator Keberhasilan... 89
Tabel 6.3. Program dan Penjadwalan... 91
Tabel 6.4. Rekapitulasi Anggaran Biaya Berdasarkan Program/Sub-Program... 92
Tabel 6.5. Rekapitulasi Kebutuhan Anggaran menurut Komponen Anggaran dan Tahun Realisasi 93 Tabel 6.6. Contoh-contoh rumusan tujuan dan hasil yang diharapkan... 97
Tabel 6.7. Contoh Uraian Ruang Lingkup Untuk Beberapa Komponen Anggaran... 98
Tabel 6.8. Contoh Uraian Anggaran Pelatihan Guru 99 Tabel 6.9. Contoh Jadwal Persiapan Pelatihan... 100
(9)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan manajemen berbasis sekolah (school based managemen) sebagai prinsip utama yang harus dipegang taguh dalam pengelolaan semua satuan pendidikan. Ketentuan ini kemudian dipertegas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.”
Untuk menjamin terimplementasikannya manajemen berbasis sekolah, PP nomor 19/2005 tersebut juga menetapkan bahwa proses pengambilan keputusan di tingkat satuan pendidikan juga harus sejalan dengan nafas manajemen berbasis sekolah. Pada intinya pengambilan keputusan harus dilakukan dengan melibatkan pihak-pihak pemangku kepentingan (stakeholders) yang terwadahi dalam Dewan Pendidik dan Komite Sekolah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan
(10)
bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Beberapa standar pengelolaan yang dikemukakan di atas mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah tersebut pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat “menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas” yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan hasil evaluasi diri sebagai titik awal usaha pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan sekolah, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
(11)
Dalam pengelolaan yang demikian itu, proses perencanaan akan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Kepala sekolah adalah sosok kunci yang menentukan terwujudnya berbagai standar pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana disebutkan di atas. Kompetensi kepala sekolah di bidang perencanaan dan pengambilan berbagai keputusan strategis menjadi prasyarat keberhasilan pengembangan sekolah. Untuk itu kepala sekolah harus mampu membangun kemandirian sekolah melalui penguatan kompetensinya di bidang perencanaan pengembangan sekolah. Melalui pendidikan dan pelatihan ini, para peserta, yang diproyeksikan akan mengemban tugas sebagai kepala sekolah, diharapkan akan mampu mengembangkan kompetensi yang strategis yang dibutuhkan oleh setiap kepala sekolah itu.
B. Dimensi Kompetensi
Dimensi kompetensi yang akan dicapai melalui pendidikan dan pelatihan ini adalah Dimensi Kompetensi Manajerial
C. Kompetensi
Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini para peserta diharapkan mampu menyusun perencanaan sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan (Kompetensi 2.1 Permendiknas nomor 13 tahun 2007)
(12)
D. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini peserta diharapkan mampu:
1. menguasai kebijakan pendidikan tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten/kota sebagai landasan dalam perencanaan pengembangan sekolah;
2. menguasai pengertian dan model-model perencanaan pengembangan sekolah;
3. menyusun rencana strategis (Renstra) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan kebijakan pendidikan nasional, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan strategis yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana strategis yang baik.
4. menyusun Rencana Operasional (Renop) pengembangan sekolah berlandaskan kepada keseluruhan rencana strategis yang telah disusun, melalui pendekatan, strategi, dan proses penyusunan perencanaan operasional yang memegang teguh prinsip-prinsip penyusunan rencana operasional yang baik. 5. menyusun penyusunan proposal pengembangan sekolah dan
kerangka acuan kegiatan
E. Pendekatan dan Penilaian Hasil Diklat
Program Diklat ini dirancang bagi guru-guru yang telah berpengalaman dan bercita-cita untuk berkarir menjadi tenaga kependidikan sebagai kepala sekolah atau pemimpin kependidikan pada satuan pendidikan dasar dan menengah lainnya. Paket pendidikan dan pelatihan ini menggunakan pendekatan pelatihan berbasis komptensi (competency-based training). Pelatihan
(13)
dilaksanakan dengan memadukan kompetensi-kompetensi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, kinerja, dan disposisi profesional. Untuk itu, prinsip belajar tuntas untuk orang dewasa diterapkan dalam pelatihan ini. Pelatihan juga harus dilaksanakan dengan mengedepankan pendekatan multi metode. Pedoman kegiatan dan lembar-lembar kerja yang dilampirkan dalam bahan ini akan sangat membantu dalam pengembangan berbagai pengalaman praktis dan pengalaman lapangan peserta peserta pendidikan dan pelatihan.
Selama proses pelatihan berlangsung harus tercipta suasana hubungan peserta dan fasilitator yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani. Selain itu, pendekatan kontekstual juga digunakan dalam proses pelatihan. Konteks kepribadian seperti pengalaman dan latar belakang pendidikan dipertimbangkan selama proses pelatihan. Konteks lingkungan dan sosial seperti karakteristik daerah, sosial budaya setempat, sekolah asal peserta juga dijadikan dasar dalam penentuan strategi kegiatan pelatihan. Sangat diharapkan bahwa para fasilitator memiliki pemahaman yang seksama terhadap kedua konteks tersebut.
Penilaian acuan patokan digunakan untuk menilai kinerja peserta pelatihan. Pada setiap mata diklat ditetapkan sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta. Kompetensi-kompetensi inilah yang kemudian digunakan sebagai kriteria keberhasilan peserta dalam mengikuti diklat ini. Pada setiap kompetensi ditetapkan kriteria ketuntasan minimal yang harus dicapai oleh peserta.
(14)
Beberapa teknik berikut dapat digunakan oleh fasilitator atau pihak yang berkewenangan melaksanakan sertifikasi dapat untuk mengevaluasi kompetensi peserta pelatihan.
penguasaan materi pelatihan, partisipasi/aktivitas belajar di kelas
penyelesaian tugas-tugas dan studi kasus di kelas, penyelesaian tugas akhir (Renstra Sekolah),
F. Alokasi Waktu
Alokasi waktu yang digunakan untuk pelatihan ini adalah 40 x 50 menit.
(15)
BAB II
LANDASAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
Sebagai pengelola satuan pendidikan, seorang kepala sekolah harus mendasarkan semua kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan di sekolah pada semua kebijakan pendidikan yang berlaku baik secara nasional, propinsi, maupun kebupaten/kota. Adalah suatu keharusan bagi setiap pemimpin satuan pendidikan untuk memahami dengan seksama setiap kebijakan yang berlaku di bidang pendidikan itu. Pemahaman ini akan sangat membantu kepala sekolah untuk memiliki wawasan dalam skala nasional maupun regional dan lokal, kemudian mewujudkannya dalam tindakan-tindakan nyata pada tingkat satuan pendidikan yang dipimpinnya. Dengan demikian, setiap langkah dan kebijakan yang dilakukan di sekolah benar-benar terilhami dan didasari oleh kebijakan nasional di bidang pendidikan dan akan mengarah pada cita-cita pendidikan nasional yang dituangkan dalam visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional.
Untuk memberikan pemahaman secara umum mengenai berbagai kebijakan tersebut, berikut diuraikan dua peraturan perundang-undangan pokok yang erat kaitannya dengan perencanaan pengembangan sekolah dan sedang banyak digunakan sebagai landasan bagi penentuan kebijakan pendidikan lainnya. Peraturan perundang-undangan dimaksud meliputi Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Uraian difokuskan pada hal-hal pokok yang diatur dalam dua peraturan perundang-undangan itu yang berkaitan dengan
(16)
perencanaan pengembangan sekolah. Namun demikian, para pemimpin pendidikan masih diharapkan terus mengikuti perkembangan kebijakan pendidikan lainnya baik dalam skala nasional, propinsi, maupun kabupaten/kota. Pemahaman terhadap dua kebijakan tersebut pasti belum cukup bagi setiap pemimpin pendidikan untuk mampu menentukan segala kebijakan tingkat satuan pendidikan yanng benar-benar sejalan dengan cita-cita pendidikan nasional.
A. Visi Pendidikan Nasional
Visi adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
B. Misi Pendidikan Nasional
1) mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2) membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3) meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4) meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan,
(17)
keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5) memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.
C. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
D. Sistem Pengelolaan Pendidikan
Berkaitan dengan sumber daya pendidikan, hal-hal yang perlu dijadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah adalah pasal-pasal dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang mengatur tentang pendidik dan tenaga kependidikan (pasal 39 sampai dengan pasal 44), sarana dan prasarana pendidikan (pasal 45), dan pendanaan pendidikan (pasal 46 sampai dengan pasal 49).
Pasal 51 ayat (1) UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 merupakan pasal penting yang harus dijadikan pijakan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Pasal ini menentukan bahwa pengelolaan
(18)
sekolah harus menerapkan manajemen berbasis sekolah, sebagaimana ditegaskan: “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.”
E. Peran Serta Masyarakat
Berkenaan dengan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, hal-hal penting yang harus dipahami oleh perencana pengembangan sekolah meliputi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 54, 55, dan 56. Pasal 54 mengatur bentuk dan ruang lingkup peran serta masyarakat, sebagai berikut:
1. Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
2. Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Pasal 55 UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 mengatur prinsip-prinsip pendidikan berbasis masyarakat. Dalam pasal ini ditetapkan bahwa:
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
(19)
2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Selain hal-hal pokok yang diuraikan di atas, para perencana pengembangan sekolah juga perlu untuk mengkaji dan memahami secaha komprehensif ketentuan-kentuntuan lain yang diatur dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 agar setiap keputusan yang dimbil tidak bertentangan dengan kebijakan nasional di bidang pendidikan.
F. Standar Nasional Pendidikan
Sasaran minimal pengembangan sekolah yang dituangkan dalam setiap rencana pengembangan sekolah haruslah menggunakan standar penyelenggaraan pendidikan yang berlaku secara nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan merupakan ketentuan rinci mengenai standar-standar nasional pendidikan sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003. Peraturan Pemerintah ini menetapakan arah reformasi pendidikan nasional dalam rangka
(20)
mencapai visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional. PP nomor 19 tahun 2005 menetapkan delapan standar yang meliputi:
a. standar isi; b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan; e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan; g. standar pembiayaan;dan h. standar penilaian pendidikan.
Di antara standar-standar tersebut, standar pengelolaan pada tingkat satuan pendidikan merupakan standar terpenting yang harus djadikan acuan dalam perencanaan pengembangan sekolah. Untuk itu berikut diuraikan kententuan-ketentuan yang berkaitan dengan standar pengelolaan dan pengambilan keputusan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 49 sampai dengan pasal 58 PP nomor 19 tahun 2005
Pasal 49 ayat (1) pada Peraturan Pemerintah ini menyatakan: “Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.” Berkaitan dengan penerapan manajemen berbasis sekolah itu di tingkat satuan pendidikan, PP nomor 19/2005 tersebut menetapkan sejumlah standar pengelolaan yang mencakup pengambilan keputusan, pedoman pendidikan, rencana kerja, prinsip-prinsip dasar pengelolaan satuan pendidikan, pengawasan, pemantauan, supervisi, dan pelaporan. Secara ringkas standar-standar pengelolaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
(21)
Pengelolaan satuan pendidikan harus berpegang pada prinsip-prinsip kemandirian, efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Pelaksanaan pengelolaan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipertanggungjawabkan oleh kepala satuan pendidikan kepada rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah.
Terkait dengan Pengambilan Keputusan, beberapa hal penting yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut meliputi bidang-bidang pengambilan keputusan, prosedur pengambilan keputusan dan pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan itu. Pengambilan keputusan bidang akademik dilakukan melalui rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala sekolah. Sedangkan bidang non-akademik pengambilan keputusan dilakukan oleh komite sekolah/madrasah yang dihadiri oleh kepala sekolah. Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.
Rencana kerja yang harus dibuat oleh satuan pendidikan meliputi Rencana Kerja Jangka Menengah (4 tahun) dan Rencana Kerja Tahunan. Rencana Kerja Satuan Pendidikan dasar dan Menengah harus disetujui rapat dewan pendidik setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah/Madrasah.
Pengawasan penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan mencakup pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi,
(22)
efektivitas, dan akuntabilitas satuan pendidikan. Supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan dan kepala satuan pendidikan.
Standar pengelolaan tersebut mengisyaratkan bahwa sejak saat ini sekolah sebagai satuan pendidikan memiliki peran, wewenang dan tanggung jawab yang sangat strategis dan jauh lebih luas di bandingkan masa sebelumnya. Sekolah dituntut untuk lebih mandiri, lebih mampu membangun hubungan kemitraan dengan dan memperkuat partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders), bersikap lebih terbuka dan akuntabel.
Kewenangan yang begitu luas yang diberikan kepada sekolah pada gilirannya menuntut setiap sekolah mereformasi dirinya. Setiap sekolah harus beralih dari budaya dan manajemen yang bersifat “menunggu dan bertindak sesuai kebijakan atas” yang bersifat konvensional kepada sebuah budaya dan manajemen baru yang menempatkan hasil evaluasi diri sebagai titik awal usaha pengembangan, kemandirian dan akuntabilitas sebagai instrumen utama dalam proses pengembangan dirinya, dan peningkatan mutu sebagai muara dan tujuan utama dari setiap usaha pengembangan itu.
(23)
BAB III
PENGERTIAN DAN MODEL-MODEL PERENCANAAN PENGEMBANGAN SEKOLAH
A. Pengertian Perencanaan Pengembangan Sekolah
Perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), menggerakkan atau memimpin (actuating atau leading), dan pengendalian (controlling) merupakan fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam proses manajemen. Jika digambarkan dalam sebuah siklus, perencanaan merupakan langkah pertama dari keseluruhan proses manajemen tersebut. Perencanaan dapat dikatakan sebagai fungsi terpenting diantara fungsi-fungsi manajemen lainnya. Apapun yang dilakukan berikutnya dalam proses manajemen bermula dari perencanaan. Daft (1988:100) menyatakan: “When planning is done well, the other management functions can be done well.”
Perencanaan pada intinya merupakan upaya pendefinisian kemana sebuah organisasi akan menuju di masa depan dan bagaimana sampai pada tujuan itu. Dengan kata lain, perencanaan berarti pendefinisian tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan pembuatan keputuan mengenai tugas-tugas dan penggunaan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan itu. Sedangkan rencana (plan) adalah hasil dari proses perencenaan yang berupa sebuah cetak biru (blueprint) mengenai alokasi sumber daya yang dibutuhkan, jadwal, dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan.
(24)
Dalam pengertian tersebut, tujuan dan alokasi sumber daya merupakan dua kata kunci dalam sebuah rencana. Tujuan (goal) dapat diartikan sebagai kondisi masa depan yang ingin diwujudkan oleh organisasi. Dalam organisasi, tujuan ini terdiri dari beberapa jenis dan tingkatan. Tujuan pada tingkat yang tertinggi disebut dengan tujuan strategis (strategic goal), kemudian berturut-turut di bawahnya dijabarkan menjadi tujuan taktis (tactical objective) kemudian tujuan operasional (operational objective). Tujuan strategis merupakan tujuan yang akan dicapai dalam jangka panjang, sedangkan tujuan taktis dan tujuan operasional adalah tujuan jangka pendek yang berupa sasaran-sasaran yang terukur.
Dalam organisasi sekolah, tujuan strategis merupakan tujuan tertinggi yang akan dicapai pada tingkat sekolah. Tujuan ini bersifat umum dan biasanya tidak dapat diukur secara langsung. Tujuan-tujuan taktis merupakan Tujuan-tujuan-Tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh-oleh bagian-bagian utama organisasi sekolah, misalnya bidang kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Untuk SMK tujuan-tujuan taktis ini dapat berupa tujuan-tujuan-tujuan-tujuan yang harus dicapai pada tingkat jurusan atau program keahlian. Sedangkan tujuan operasional merupakan tujuan yang harus dicapai pada bagian-bagian yang secara struktur yang lebih rendah dari bagian-bagian utama sekolah tersebut. Tujuan mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran, misalnya, dapat dikategorikan sebagai tujuan operasional.
Masing-masing tingkatan tujuan tersebut terkait dengan proses perencanaan. Tujuan strategis merupakan tujuan yang harus dicapai pada tingkat rencana strategis (strategic plan). Tujuan taktis dan tujuan operasional masing-masing merupakan tujuan-tujuan yang
(25)
harus dicapai pada rencana taktis (tactical plan) dan rencana operasional (operational plan).
Perlu dicatat bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, ada atau diadakan atas dasar asumsi, keyakinan, sistem nilai dan mandat tertentu. Dalam kaitannya dengan perencanaan, dasar-dasar keberadaan ini disebut dengan premis organisasi. Secara formal permis-premis perencanaan itu biasanya disajikan dalam bentuk rumusan visi, misi, dan nilai-nilai fundamental organisasi. Visi dapat dipandang sebagai alasan atas keberadaan lembaga dan merupakan keadaan “ideal” yang hendak dicapai oleh lembaga; sedangkan misi adalah tujuan utama dan sasaran kinerja dari lembaga. Keduanya harus dirumuskan dalam kerangka filosofis, keyakinan dan nilai-nilai dasar yang dianut oleh organisasi yang bersangkutan dan digunakan sebagai konteks pengembangan dan evaluasi atas strategi yang diinginkan.
Premis-premis tersebut harus menjadi titik-tolak dalam perencanaan. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam rencana harus berada dalam kerangka premis-premis itu. Untuk memudahkan pemahaman, Gambar 3.1 mengilustrasikan hubungan antara premis organisasi, herarkhi tujuan, dan bentuk rencana sebagaimana diuraikan di atas.
(26)
(27)
Gambar 3.1 Hubungan antara Premis, Tujuan, dan Rencana Perencanaan pengembangan sekolah (school development planning) merupakan proses pengembangan sebuah rencana untuk meningkatkan kinerja sebuah sekolah secara berkesinambungan. Perbedaan pokok rencana pengembangan dengan rencana lainnya terletak pada tujuan. Sedangkan herarkhi tujuan dan rencana sebagaimana telah diuraikan di atas juga berlaku dalam rencana
Visi, Misi, dan Nilai-Nilai Dasar (Premis Organisasi)
Manajemen Puncak
(Tingkat Sekolah)
Tujuan
Strategis RencanaStrategis
Manajemen Menengah
(Jurusan, Prog. Keahlian)
Tujuan Taktis Rencana
Taktis
Manajemen Bawah
(Mapel, Individu Guru)
Tujuan
Operasional OperasionalRencana
Tujuan
(hasil)
Rencana
(28)
pengembangan. Tujuan yang akan dicapai dalam rencana pengembangan merupakan hasil-hasil yang lebih baik dari apa yang selama ini telah dicapai oleh sekolah. Rencana pengembangan sekolah disusun agar sekolah terus-menerus meningkatkan kinerjanya. Oleh karena itu, selain didasarkan pada visi dan misi sekolah, perencanaan pengembangan harus didasarkan atas pemahaman yang mendalam tentang keberadaan dan kondisi sekolah pada saat rencana pengembangan itu disusun. Pemahaman semacam ini dapat dilakukan melalui kajian dan telaah mendalam terhadap kondisi internal maupun lingkungan eksternal dimana sekolah itu berada.
B. Kerangka Umum Perencanaan Pengembangan Sekolah
Kerangka umum proses perencanaan pengembangan sekolah sebenarnya dapat digambarkan sebagai sebuah siklus yang bergerak mengelilingi sebuah titik pusat. Siklus itu terdiri dari empat langkah kunci: Telaah (Review) atau evaluasi diri (self evaluation), Rancangan Strategi (Strategy Design), Implementasi (Implementation), dan evaluasi. Sedangkan titik pusatnya terdiri dari: Visi, Misi, dan Tujuan. Kerangka tersebut dapat diilustrasikan dalam diagram sebagai Gambar 3.2.
Untuk mengoperasionalkan siklus tersebut, langkah-langkah dalam proses perencanaan dapat diubah menjadi sejumlah pertanyaan pokok. Masing-masing langkah dapat direpresentasikan dengan sebuah pertanyaan pokok yang dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan khusus. Pertanyaan-pertanyaan khusus ini kemudian digunakan untuk menentukan tugas-tugas utama yang harus dilaksanakan dalam proses perencanaan pengembangan.
(29)
Tabel 3.1 merangkum operasionalisasi siklus tersebut. Uraian lebih rinci mengenai langkah-langkah pelaksanaan dari masing-masing operasi tersebut disajikan pada bab-bab selajutnya dalam bahan pelatihan ini.
Gambar 3.2. Kerangka Umum Proses Perencanaan
Tabel 3.1 Langkah-langkah, Pertanyaan Pokok, Pertanyaan Khusus, dan Tugas dalam Proses Perencanaan Pengembangan
LANGKAH PERENCANAA
N
PERTANYAAN
POKOK PERTANYAAN KHUSUS
TELAAH (REVIEW)
Dimanakah posisi sekolah kita sekarang?
Sejauh mana kita melakukan hal-hal yang berkaitan dengan:
pencapaian visi, misi, dan tujuan kita?
kinerja kita sebelumnya?
praktik-praktik terbaik (best practices)?
pemenuhan kebutuhan siswa?
pemenuhan kebutuhan orang tua dan masyarakat?
tindak lanjut terhadap tujuan pendidikan nasional?
pengelolaan perubahan (baik internal maupun eksternal)?
(30)
LANGKAH PERENCANAA
N
PERTANYAAN
POKOK PERTANYAAN KHUSUS
membawa sekolah ini pada akhir siklus
perencanaan?
yang kita capai sekarang?
Perubahan apa yang harus kita lakukan?
Apakah prioritas pengembangan kita? RANCANGAN
(DESIGN) Bagaimana kita akan membawa sekolah agar mencapai apa yang kita inginkan?
Bagaimana kita akan melakukan perubahan?
Apa persisnya yang ingin kita capai?
Tindakan-tindakan apa yang tersedia dan dapat kita pilih untuk memampukan kita mencapai tujuan kita?
Tindakan terbaik mana yang sesuai untuk mencapai tujuan?
Sumber daya apa yang kita butuhkan?
Siapa yanng akan melaksanakan tindakan-tindakan itu?
Bagaimana kemajuan tindakan akan diukur?
Bagaimana kita memastikan bahwa tujuan, kebijakan, prioritas, dan rencana sekolah diketahui dan didukung oleh semua warga sekolah? IMPLEMENTASI ( IMPLEMEN-TAION) Apa yang seharusnya kita kerjakan untuk menghantarkan sekolah sampai pada apa yang kita inginkan?
Bagaimana seharusnya usaha kita sehari-hari mencerminkan visi, misi, dan tujuan sekolah?
Bagaimana kita dapat mendorong kemajuan yang terkait dengan prioritas sekolah? Apa yang harus kita lakukan untuk menjamin keberhasilan implementasi Rencana implementasi program pengembanganan? Monitoring dan Telaah Formatif Selama implemen-tasi, bagaimana kita akan mengecek apakah kita telah membawa sekolah ke arah yang kita inginkan?
Kemajuan apa yang kita capai untuk mencapai tujuan kita?
Apakah tujuan khusus masih tepat dalam kaitannya dengan tujuan umum dan prioritas kita?
Apakah tugas-tugas kita:
Fisibel
Tepat
Tersedia sumber daya yang memadai? Apakah biaya yang dianggarkan:
termanfaatkan?
(31)
LANGKAH PERENCANAA
N
PERTANYAAN
POKOK PERTANYAAN KHUSUS
Berdasarkan pengalaman, apakah rentang waktu yang ditetapkan dapat diterima/cukup beralasan?
Penyesuaian-penyesuaian apa yang dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan Rencana Sekolah Kita?
Telaah dampak
(outcomes) Pada akhir siklus perencanaan, bagaimana kita akan mengetahui apakah kita telah membawa sekolah ke tempat yang kita inginkan?
Sampai dimana yang telah kita capai? Sejauh mana kita telah:
Mencapai tujuan (objectives) dari rencana implementasi program pengembanganan yang kita buat?
Mengembangkan prioritas yang kita tetapkan?
Mengimplementasikan kebijakan yang kita tetapkan?
Memperluas misi, visi, dan tujuan sekolah kita?
Tujuan Umum
(Purpose) Dengan cara apa kita kelak mengetahui bahwa kita telah memilih arah yang benar?
Apakah kita telah berjalan pada jalur yang benar? Dalam kaitannya dengan perubahan social budaya, sejauh mana ketepatan:
Misi, visi, dan tujuan kita?
Kebijakan kita?
Prioritas pengembangan kita?
Sasaran-sasaran (objectives) kita? Proses Bagaimana kelak
kita akan
mengetahui bahwa kita telah memilih kendaraan yang paling sesuai?
Apakah kita telah menggunakan metode terbaik untuk sampai ditujuan?
Seberapa sesuaikah model proses perencanaan yang kita pilih?
Seberapa efektifkah kita
mengimplementaiskan model itu?
Apa sajakah yang membantu dan mengemhambat kemajuan? Rekomendasi Kemana hendaknya kita menuju dari kondisi sekarang ini?
Berdasarkan pengalaman kita:
Perubahan apa yang seharusnya kita lakukan terkait dengan model proses perencanaan kita?
Aspek kehidupan sekolah yang mana yang harus menjadi focus pada siklus perencanaan kita berikutnya?
(32)
G. Model-Model Alternatif Perencanaan Pengembangan Sekolah Standar nasional pendidikan sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa proses perencanaan menjadi perangkat yang esensial dalam pengelolaan sekolah. Dalam kaitannya dengan standar pengelolaan satuan pendidikan, sistem perencanaan pengembangan lembaga yang diterapkan pada setiap sekolah harus mampu memfasilitasi dan mengakomodasi lima pilar utama yang digariskan dalam standar pengelolaan itu—kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Model perencanaan strategis (strategic planning) hingga saat ini dipandang sebagai proses perencanaan yang demikian itu. Dengan menerapkan pendekatan perencanaan strategis, diharapkan sekolah akan terdorong untuk melakukan perencanaan secara sistematis. Sekolah diharapkan akan menyediakan waktu untuk mentelaah dan menganalisis dirinya sendiri dan lingkungannya, mengidentifikasi kebutuhannya untuk mendapatkan keunggulan terhadap yang lain, dan melakukan komunikasi dan konsultasi secara terus-menerus dengan berbagai pihak baik dari dalam maupun luar lingkungan lembaga selama berlangsungnya proses perencanaan. Di samping itu perencanaan strategis juga diharapkan akan mendorong sekolah untuk menyusun langkah-langkah dalam rangka mencapai tujuan strategis, secara terus-menerus memantau pelaksanaan rencana itu, dan secara teratur melakukan pengkajian dan perbaikan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat tetap relevan terhadap berbagai kondisi yang terus berkembang (Nickols dan Thirunamachandran, 2000).
Perencanaan strategis merupakan bagian dari proses managemen strategis yang terkait dengan proses identifikasi tujuan
(33)
jangka panjang dari sebuah lembaga atau organisasi, penggalian gagasan dan pilihan-pilihan, pengambilan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, dan pemantauan (monitoring) kemajuan atau kegagalan dalam rangka menentukan strategi di masa depan (Nickols dan Thirunamachandran, 2000). Secara historis, perencanaan strategis bermula dari dunia militer. Perkembangan selanjutnya, perencanaan strategis diadopsi oleh dunia usaha pada tahun 1950-an dan berkembang pesat dan sangat populer pada tahun 1960 hingga 1970-an, dan berkembang kembali tahun 1990-an Mintzberg (1994) sebagai "process with particular benefits in particular contexts."
Penerapan perencanaan strategis di dunia pendidikan baru berkembang sekitar satu dekade yang lalu. Saat mana lembaga-lembaga pendidikan dipaksa harus berhadapan dengan berbagai perubahan baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga, dan dipaksa harus tanggap terhadap berbagai tantangan yang timbul seperti halnya menurunnya dukungan keuangan, pesatnya perkembangan teknologi, dan berubahnya struktur kependudukan, dan tertinggalnya program-program akademik. Sebagai dampak dari kondisi ini, sejumlah lembaga pendidikan kemudian menggunakan perencanaan strategis sebagai alat untuk “meraih manfaat dan perubahan strategis untuk menyesuaikan diri dengan pesatnya perubahan liungkungan (Rowley, Lujan, & Dolence, 1997).
Diantara model-model perencanaan strategis yang berkembang, yang hingga saat ini masih banyak diterapkan pada lembaga pendidikan antara lain: Model Dasar (Foundational Model), Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model), dan Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent
(34)
Model). Berikut diuraikan secara singkat masing-masing model yang tersebut. Pada bagian akhir bab ini diurai sebuah model perencanaan pengembangan sekolah yang pernah diterapkan di Indonesia dalam kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
1. Model Dasar (Foundational Model)
Sesuai dengan namanya, model dasar ini pertama-tama difokuskan pada peletakan landasan-landasan yang diperlukan dalam perencanaan pengembangan dan pengembangan prasarana yang tepat, sebelum melangkah pada perencanaan pengembangan pada skala yang menyeluruh. Model ini didasarkan pada premis bahwa perencanaan pengembangan akan terlaksana lebih efektif apabila tujuan dan nilai-nilai fundamental sekolah telah diklarifikasi sehinga dapat menjadi kerangka acuan, dan bila perlu memampukan tersusunnya struktur rencana pengembangan. Model tersebut terdiri dari urutan kegiatan sebagai berikut:
a. Pembentukan/pengkajian struktur kolaborasi dan konsultasi dalam tahap persiapan.
b. Perumuskan/pembaharuan rumusan visi, misi, dan tujuan. a. Perumuskan/pembaharuan Kebijakan Umum Sekolah yang
terkait dengan bidang-bidang kunci kehidupan sekolah, seperti kedisiplinan, kesehatan dan keselatan, dan pemeliharaan kehidupan beragama.
b. Perumuskan/pembaharuan kebijakan dan prosedur yang terkait dengan perencanaan terkoordinasi dalam bidang belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, jurusan, kelompok-kelompok lintas kurikulum.
(35)
c. Evaluasi/revisi kebijakan dan prosedur yang terkait dengan anggaran serta spesifikasi dan pengalokasian sumber daya. d. Merancang dan adaptasi model perencanaan pengembangan
sekolah.
e. Penerapan struktur umum dan prosedur yang sistematis dari operasi dasar perencanaan pengembangan: kaji, rancang, implementasi termonitor, dan evaluasi.
f. Penerapan model perencanaan pengembangan.Setelah evaluasi, kembali ke langkah pertama dan ulangi proses
(36)
Bagi sekolah yang baru pertama kali melaksanakan perencanaan stratsgis, untuk menyelesaikan langkah a sampai dengan e di atas kemungkinan diperlukan waktu selama 18 bulan. Akan tetapi apabila sekolah telah memiliki rencana strategis dan hanya perlu melakukan penyesuaian atau perubahan-perubahan, langkah a sampai dengan e
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sangat singkat, karena kemungkinan hanya memerlukan sekedar perubahan-perubahan minor terhadap apa-apa yang sudah ada. Namun demikian, langkah-langkah itu tidak dapat diabaikan begitu saja. Model dasar itu dapat diilustrasikan dalam bentuk diagram sebagaimana Gambar 3.3.
1. Model Perencanaan Tindakan Tahap Permulaan (Early Action Planning Model)
Model Perencanaan Tindakan Tahap Awal (Early Action Planning Model) pertama-tama menitik beratkan pada identifikasi cepat sejumlah kecil prioritas jangka pendek dan inisiatif rencana implementasi program pengembanganan untuk mencapai prioritas itu. Model ini didasarkan pada premis bahwa cara terbaik untuk mendorong keberterimaan (acceptance) dan penyatuan Perencanaan Pengembangan Sekolah adalah memastikan kelancaran tindakan dan capaian pada tahap permulaan sebagai penguatan yang positif bagi partisipan dalam proses perencanaan. Pengalaman berhasil pada tahap permulaan ini akan menjadi bukti kemanfaatan perencanaan pengembangan sekolah. Dengan demikian, akan terjadi penguatan yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya berbagai keluhan seperti: “kita hanya bicara dan bicara, akan tetapi tidak ada yang menjadi kenyataan dan tidak pernah terjadi perubahan”.
(37)
Gambar 3.4. Model Perencanaan-Tindakan Tahap Permulaan bagi Perencanaan Pengembangan Sekolah
Selain itu juga akan memperkuat komitmen terhadap proses perencanaan dan menjadi insentif bagi keteribatan dalam prosedur perencanaan yang lebih kompleks. Model permulaan tersebut dapat mencakup tahap-tahap kegiatan (1) Perencanaan Tindakan Awal; (2) Refleksi, dan (3) Perencanaan Terelaborasi.
2. Model Tiga-Unsur Sejajar (The Three-Strand Concurrent Model)
The Three-Strand Concurrent Model memfokus pada kerangka waktu perencanaan. Model ini mengakui bahwa pengembangan sekolah memiliki dimensi-dimensi jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Model itu didasarkan pada premis bahwa tiga
(38)
dimensi waktu itu harus dicapai secara bersama-sama oleh sekolah jika sekolah memang memberikan respon yang efektif terhadap kebutuhan lingkungan yang dinamis. Model itu menyarankan sebuah kerangka yang terdiri dari tiga langkah kegiatan perencanaan yang saling terkait namun berbeda-beda yang memampukan sekolah untuk mengatasi perubahan-perubatah yang rumit dan tidak dapat diprediksikan.
Gambar 3.5. The Three-Strand Concurrent Model untuk Perencanaan Pengembangan Sekolah
Model itu meliputi unsur-unsur: (1) Berfikir Masa Depan untuk mengatasi dimensi jangka panjang dalam perencanaan sekolah (5-15 tahun), (2) Niatan Strategis dan Tujuan Strategis untuk mengatasi dimensi jangka menengah (3-5 tahun), dan Perencanaan Operasional untuk mengatasi dimensi jangka pendek (1-3 tahun). Three-Strand Concurrent Model tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram sebagaimana Gambar 3.5.
(39)
3. Model Perencanaan Pengembangan Sekolah di Indonesia Digulirkannya konsep Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) pada tahun 1999 sebenarnya merupakan rintisan diterapkannya perencanaan strategis di lembaga pendidikan menengah di Indonesia. Konsep manajemen ini menawarkan kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah dengan tanggung jawabnya masing - masing ini, berkembang didasarkan kepada suatu keinginan pemberian kemandirian kepada sekolah untuk ikut terlibat secara aktif dan dinamis dalam rangka proses peningkatan kualitas pendidikan melalui pengelolaan sumber daya sekolah yang ada. Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus memformulasikannya ke dalam kebijakan mikro dalam bentuk program-program prioritas yang harus dilaksanakan dan dievaluasi oleh sekolah yang bersangkutan sesuai dengan visi dan misinya masing - masing. Sekolah harus menentukan target mutu untuk tahun berikutnya. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam kerangka acuan kebijakan nasional dan ditunjang dengan penyediaan input yang memadai, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dan masyarakat (Umaedi, 1999).
Kemiripan MPMBS dengan perencanaan strategis sebagaimana diuraikan sebelumnya sangat tampak pada strategi pelaksanaan yang digariskan pada tingkat sekolah. Secara singkat langkah-langkah yang ditetapkan itu diuraikan sebagai berikut.
(40)
a. Merumuskan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Sekolah (Tujuan Situasional Sekolah)
b. Mengidentifikasi Fungsi-Fungsi yang Diperlukan untuk Mencapai Sasaran
g. Melakukan Analisis SWOT
h. Mengembangkan Langkah Pemecahan Persoalan i. Melaksanakan Rencana Peningkatan Mutu
j. Melakukan Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan k. Merumuskan Sasaran Mutu Baru
H. Menumbuhkan Budaya Pengembangan Berencana Di Sekolah Perencanaan pengembangan sekolah pada dasarnya merupakan proses yang berlangsung terus-menerus, bukan merupakan kegiatan “sekali jadi”. Agar perencanaan pengembangan itu efektif dalam memampukan (enabling) sekolah untuk menghadapi tantangan ganda yang berkaitan dengan peningkatan kualitas dan pengelolaan perubahan, perencanaan pengembangan harus menjadi “modus operandi” normal bagi setiap sekolah. Bagi sekolah pada umumnya, perencanaan pengembangan yang sistematis akan memerlukan perubahan mendasar dari kondisi yang ada sekarang. Bab ini memaparkan tantangan inovatif yang harus diatasi dengan cermat untuk menjamin keberhasilan pengintegrasian perencanaan pengembangan ke dalam kehidupan sekolah, sehingga perencanaan akan menjadi budaya dalam manajemen sekolah.
Berdasarkan penelitian internasional terhadap perubahan pendidikan pada umumnya, penumbuhan budaya perencanaan pengembangan sekolah dibagi menjadi tiga tahap:
(41)
Pemulaan (Inisiation): tahapan ini meliputi penetapan keputusan untuk memulai perencanaan pengembangan sekolah, menumbuhkan komitmen terhadap proses perencanaan, dan penyiapan partisipan.
Pembiasaan (Familirialisation): tahap ini mencakup siklus awal dari perencanaan pengembangan sekolah, dimana masyarakat sekolah belajar bagaimana melaksanakan proses perencanaan pengembangan itu.
Penyatuan (Embedding): tahap ini terjadi ketika perencanaan pengembangan sekolah telah menjadi bagian pola kehidupan sekolah sehari-hari dalam melaksanakan segala sesuatu.
1. Tahap Pemulaan (Inisiasi)
Secara formal semua pengelola sekolah bertanggung jawab atas inisiatif perencanaan pengembangan sekolah untuk menjamin bahwa keputusan untuk menyusun rencana pengembangan sekolah benar-benar terlaksana dan terwujud. Akan tetapi, pada praktiknya, inisiatif itu pada umumnya diambil oleh kepala sekolah atau komite sekolah.
Komitmen guru terhadap inovasi sekolah merupakan hal yang esensial bagi keberhasilan dalam inovasi sekolah. Mereka harus benar-benar memahami hal-hal pokok berkaitan dengan apa, mengapa, dan bagaimana perencanaan pengembangan sekolah dilakukan. Guru-guru harus disadarkan tentang peran yang harus mereka ambil dalam proses perencanaan dan manfaat apa yang dapat mereka peroleh dari proses itu. Pemahaman mereka harus difokuskan pada keterkaitan antara proses dengan isu-isu yang penting bagi guru pada umumnya, sehingga relevansi proses perencanaan dan kebutuhan sekolah dapat disampaikan dengan
(42)
jelas. Penjelasan serupa juga harus dilakukan kepada semua mitra kerja yang ada di lingkungan sekolah agar proses perencanaan pengembangan sekolah memperoleh dukungan dari mereka.
Kegiatan-kegiatan berikut merupakan cara-cara yang dapat membantu warga sekolah untuk mempersiapkan partisipasinya dalam proses perencanaan pengembangan sekolah.
a. Membaca berbagai panduan, buku-buku pegangan dan laporan-laporan hasil penelitian mengenai perencanaan pengembangan sekolah.
l. Mencari saran-saran, masukan dan dukungan dari lembaga-lembaga yang peduli terhadap pendidikan yang ada di sekitar sekolah.
m. Menghadiri seminar-seminar atau pelatihan-pelatihan yang relevan dengan perencanaan pengembangan sekolah.
n. Menghubungi sekolah-sekolah lain yang dipandang lebih maju di bidang perencanaan pengembangan sekolah untuk menggali dan belajar dari pengalaman yang mereka miliki. o. Mengundang pembicara dari luar untuk menyajikan paparan
tentang perencanaan pengembangan sekolah di hadapan guru, pengelola sekolah, komite sekolah, dan orang tua, baik secara bersama-sama atau terpisah.
p. Mengundang tokoh-tokoh kunci di lingkungan sekolah untuk memaparkan pentingnya perencanaan pengembangan sekolah dan mendorong partisipasi semua pihak.
q. Memanfaatkan fasilitator dari luar untuk membantu memulai dan mengimplementasikan perencanaan pengembangan sekolah.
(43)
Keluaran yang dicapai dari tahap pemulaan meliputi:
a. Telah dibuatnya keputusan untuk mengawali (mengintroduksi) perencanaan pengembangan sekolah.
r. Semua guru memiliki pemahaman yang benar mengenai perencanaan pengembangan sekolah dan memiliki komitmen terhadap proses itu.
s. Semua mitra sekolah telah diberi penjelasan pada tahap awal proses tersebut.
t. Terpilihnya fasilitator untuk membantu melaksanakan proses tersebut.
2. Tahap Pembiasaan (Familirialisation)
Pada tahap pembiasaan—biasanya merupakan langkah pertama dari siklus perencanaan pengembangan sekolah secara utuh— masyarakat sekolah berada dalam proses belajar dari pengalaman bagaimana melaksanakan proses perencanaan tersebut. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan tumbuh berdasarkan pengalaman dan struktur kolaborasi yang berkembang. Hasil dari tahapan ini adalah terkonsolidasikannya dan menguatnya komitmen terhadap proses perencanaan.
Selama berlangsungnya tahap ini, fasilitator yang terampil, koordinasi yang cermat, dan dukungan yang cukup dan berkelanjutan, termasuk di dalamnya pelatihan dalam jabatan, akan sangat membantu keberhasilan proses perencanaan. Perhatian khusus harus diberikan agar timbul penguatan yang positif di kalangan guru.
(44)
3. Penyatuan (Embedding)
Tahap penyatuan terjadi ketika perencanaan pengembangan telah menjadi bagian dari cara-cara yang biasa dilakukan sekolah dalam melaksanakan segala sesuatu. Tatanan manajemen sekolah telah berkembang menjadi pendukung yang baik terhadap pengembangan maupun pemeliharaan sekolah yang bersangkutan, dan menjadi bagian dari pola prilaku yang berterima (acceptable) bagi semua pihak. Terdapat begitu luas ragam penggunaan rencana implementasi program pengembanganan oleh guru. Dalam hal ini rencana pengembangan sekolah harus berfungsi sebagai kerangka acuan bagi perencanaan-perencanaan yang terkoordinasi yang dilakukan oleh guru secara individual, unit-unit yang ada sekolah, tim-tim lintas kurikulum, dan dampaknya akan tampak pada praktik-praktik pembelajaran dalam kelas. Seluruh proses tersebut pada saat itu telah menjadi “cara kita melakukan segala sesuatu di sekolah ini” atau "the way we do things around here."
(45)
BAB IV
MENYUSUN RENCANA STRATEGIS SEKOLAH/MADRASAH A. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah/Madrasah
1. Pengertian Visi, Misi, dan Tujuan
Visi, misi dan tujuan merupakan titik sentral dalam siklus perencanaan pengembangan sekolah. Ketiganya mensarikan apa yang menjadi dasar keberadaan sekolah dan apa yang ingin dicapai oleh sekolah. Oleh karena itu, ketiganya menjadi kerangka acuan dari semua langkah dalam siklus perencanaan dan berfungsi sebagai (1) konteks saat melakukan telaah, (2) arah dari rancangan dan implementasi, dan (3) tolok ukur dalam proses telaah.
Visi sekolah merupakan representasi masa depan sekolah yang diinginkan. Visi mensarikan prinsip-prinsip umum dan bersifat aspirasional. Rumusan visi sekolah hendaknya mencakup:
a. sosok lembaga macam apa yang diinginkan di masa depan, b. justifikasi sosial atas keberadaan sekolah yang diwujudkan dalam
isu-isu pendidikan apa yang harus ditangani oleh sekolah atau masalah-masalah pendidikan mana yang akan diatasi oleh sekolah,
c. apa yang harus diakui, diantisipasi, dan dijawab oleh sekolah berkaitan dengan kebutuhan dan masalah-masalah tersebut, d. siapa stakeholder utama sekolah ini, bagaimana sekolah
merespon kebutuhan para stakeholder itu, dan bagaimana sekolah mengetahui keinginan yang mereka harapkan dari sekolah, dan
(46)
e. apa yang membuat sekolah tersebut unik atau berbeda dengan yang lain, dan karena itu, apa yang membuat sekolah ini memiliki keunggulan kompetitif.
Visi yang efektif harus memenuhi karakteristik berikut: Jelas dan tidak membingungkan
Menarik dan mudah diingat
Aspiratif, realistis dan dapat dicapai
Selaras dengan nilai-nilai, budaya, dan cara pandang sekolah Berjangka waktu
Singkat, sebaiknya kurang dari sepuluh kata Inspiratif dan menantang
Disepakati oleh semua stakeholder sekolah
Menyatakan dengan jelas esensi dari apa yang seharusnya dicapai oleh sekolah
Fleksibel dan menumbuhkan kreativitas.
Selain itu, agar benar-benar efektif, visi sekolah harus terasimilasi kedalam budaya sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk terus-menerus mengkomunikasikan visi sekolah, menciptakan arahan dan bimbingan yang mengarah pada visi, bertindak sebagai role-model dengan cara menjadi simbol visi, merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang sesuai dengan visi sekolah, dan mendorong warga sekolah lainnya untuk menyesuaikan visi pribadi masing-masing dengan visi sekolah.
(47)
Misi sekolah merepresentasikan raison d’etre atau alasan mendasar mengapa sebuah sekolah didirikan. Rumusan misi mencakup pesan-pesan pokok tentang (1) tujuan asal-muasal (original purpose) didirikannya sekolah, (2) nilai-nilai yang dianut dan melandasi pendirian dan operasionalisasi sekolah, dan (3) alasan mengapa sekolah itu harus tetap dipertahankan keberadaannya.
Banyak orang memiliki pemahaman yang salah terhadap visi dan misi sekolah/madrasah. Visi menyatakan identitas masa depan sekolah sedangkan misi menjelaskan mengapa visi akan dicapai. Visi sekolah terkonsentrasi ke masa depan.Visi bersifat lebih spesifik terkait dengan tujuan dan masa depan. Visi merupakan sebuah bentuk prestasi yang ingin dicapai. Visi sekolah dapat menstimulasi warga sekolah untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Visi sekolah menjadi sumber aspirasi dan menjadi kriteria utama dalam setiap pengambilan keputusan.
Sedangkan misi sekolah mendefinisikan tujuan yang bersifat umum dan luas dari eksistensi sekokah yang bersangkutan. Misi merupakan panduan keberlangsungan sekolah yang tak berbatas waktu. Misi sekolah dapat tetap diberlakukan dalam jangka waktu yang lama. Misi sekolah menyediakan jalan menuju terwujudnya visi sekolah.
Mana yang lebih dulu? Visi atau misi? Berbagai referensi menyajikannya secara berbeda-beda. Bagi sekolah yang baru atau sedang memulai sebuah upaya perubahan, visi akan menjadi panduan dalam merumuskan misi sekolah berikut semua kegiatan perencanaan pengembangan sekolah lainnya. Jika sekolah telah memiliki dan menjalankan misinya secara mapan maka misi akan menjadi pemandu perumusan visi dan seluruh kegiatan perencanaan
(48)
strategis lainnya. Oleh karena itu, perencana pengembangan sekolah harus benar-benar memahami dimana sekolah sekarang telah berada dalam konteks pelaksanaan misinya, sumberdaya yang telah dimiliki, hambatan-hambatan yang sedang dihadapi, dan kemana arah pengembangan sekolah akan dibawa.
Tujuan sekolah merupakan pernyataan umum tentang tujuan pendidikan di sekolah itu. Tujuan-tujuan itu harus berkait dengan usaha mendorong perkembangan semua siswa baik secara intelektual, fisikal, sosial, personal, spiritual, moral, kinestetikal, maupun estetikal. Tujuan sekolah harus memberikan fokus yang jelas bagi sekolah. Tujuan sekolah harus dirumuskan dalam kerangka visi dan misi sekolah. Aspirasi semua stakeholder harus terwadahi dalam konteks yang lebih luas dari rumusan visi dan misi sekolah.
Selain ketentuan yang bersifat umum tersebut visi, misi, dan tujuan strategis sekolah harus juga dirumuskan dalam kerangka visi, misi, dan tujuan pendidikan baik pada skala nasional, regional (propinsi) maupun, daerah (kabupaten/kota). Untuk mengingat kembali rumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dianjurkan untuk membaca kembali Bab II materi diklat ini.
2. Mengapa Sekolah Perlu Merumuskan Visi, Misi, dan Tujuan? Di era perubahan sekarang ini, pengembangan rumusan visi, misi dan tujuan sebuah sekolah merepresentasikan kesiapan dan kemauan sekolah untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya dan untuk mengelola perubahan dengan cara-cara yang positif dalam kaitannya dengan visinya. Rumusan misi sekolah merupakan dasar bagi kebijakan dan raktik-praktik yang berlangsung di sekolah. Tidak diragukan lagi bahwa nilai-nilai dan keyakinan yang
(49)
membimbing kehidupan sekolah memiliki implikasi yang penting bagi semua pilihan dan keputusan yang harus dibuat dalam pengembangan rencana sekolah.
Maksud dirumuskannya visi dan misi sekolah adalah:
a. untuk memberikan arah yang jelas bagi usaha-usaha yang dilakukan sekolah;
b. untuk mengilhami masyarakat sekolah dengan sebuah tujuan yang bersifat umum;
c. untuk memberikan kerangka yang bagi penentuan kebijakan dan prioritas;
d. untuk membangun pusat acuan (reference point) yang digunakan sekolah dalam mentelaah keberhasilan kegiatan-kegiatannya.
Visi dan misi sekolah tidak dapat dipindah tangankan dengan mudah dari satu pihak ke pihak yang lain. Keduanya harus dikembangkan dan diklarifikasi melalui sebuah proses refleksi bersama atas nilai-nilai, keyakinan, dan aspirasi dari warga sekolah. Visi dan misi harus mencerminkan usaha sekolah untuk memadukan nilai-nilai yang sering saling bertentangan di kalangan warga sekolah. Kesadaran atas nilai-nilai personal di kalangan warga sekolah merupakan hal yang sangat penting. Sekolah akan dapat mengakomodasi sejumlah nilai asalkan terdapat nilai-nilai yang didukukung oleh setiap individu warga sekolah. Nilai-nilai, apakah disadari atau tidak, merupakan inti dari tindakan yang kita lakukan. Waktu yang diluangkan khusu untuk mengeksplorasi nilai-nilai individual dan nilai-nilai kolektif kita sendiri merupakan waktu yang sangat berharga dan kelak akan berpengaruh terhaap segala sesuatu yang kita kerjakan di sekolah.
(50)
3. Langkah-Langkah Merumuskan Visi dan Misi
Pengembangan rumusan visi dan misi merupakan proses yang sangat menantang bagi sekolah karena proses itu harus mampu mencapai sebuah kesepakatan di antara warga sekolah terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar yang dianut dan diyakini di lingkungan sekolah. Ketika kesepakatan itu telah dicapai, baru dapat dikatakan bahwa rumusan visi dan misi telah selesai. Langkah-langkah kunci dalam pengembangan Rumusan Visi dan Misi meliputi: a. Identifikasi nilai-nilai personal bersama semua staf sekolah;
b. Pembahasan nilai-nilai tersebut dalam kaitannya dengan filosofi pendidikan, kebijakan pemerintah pemerintah di bidang pendidikan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat;
c. Pebuatan kesepakatan terhadap nilai-nilai pokok dari kalangan staf sekolah;
d. Membuat rancangan (draft) rumusan bersama komite sekolah; e. Merumuskan kembali rancangan rumusan visi dan misi terkait
dengan respon yang diberikan oleh semua pihak tersebut, diikuti dengan konsultasi lebih lanjut dan, bila perlu, dilakukan dirancang ulang;
f. Pencapaian kesepakan yang ditekankan pada tumbuhnya rasa memiliki terhadap rumusan visi dan misi di kalangan warga sekolah;
g. Penjaminan bahwa visi dan misi diwujudkan dalam tindakan; h. Mentelaah kembali rumusan visi dan misi setelah kurun waktu
tertentu.
Lampiran 1 menguraikan pilihan kegiatan-kegiatan pokok dan sejumlah contoh Lembar Kerja yang dapat membantu sekolah dalam proses Pengembangan Rumusan visi dan misi sekolah. Kegiatan
(51)
Pokok 1, 2 dan 3 merupakan kegiatan Pengembangan Rumusan Misi. Sekolah dapat menggunakan salah satu dari tiga kegiatan itu yang dipandang paling sesuai dengan kebutuhannya.
4. Telaah Rumusan Visi dan Misi
Telaah terhadap rumusan visi dan misi adalah penentuan relevansi dan validitas rumusan visi dan misi yang ada sekarang. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam telaah ini antara lain: a. Aspek-aspek mana dari rumusan visi dan misi yang ada masih
relevan?
b. Dalam kaitannya dengan kebutuhan akan perubahan masyarakat yang berlangsung saat ini, apa yang perlu duperbarui, ditambahkan, atau dihilangkan dari rumusan visi dan misi tersebut?
c. Bagaimana visi dan misi tersebut dapat dipertahankan dalam masyarakat sekolah?
d. Sejauh mana kebijakan dan dokumentasi sekolah menceminkan visi dan misi tersebut?
e. Sejauh mana kurikulum merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam visi dan misi sekolah?
f. Sejauh mana manajemen sekolah merefleksikan nilai-nilai dan keyakinan yang dinyatakan dalam rumusan visi dan misi?
g. Sejauhmana hubungan di lingkungan internal sekolah dan antara berbagai pihak di kalangan warga sekolah merefleksikan rumusan visi tersebut?
h. Sejauhmana rumusan visi dan misi merefleksikan kebutuhan sebuah masyarakat multi-kultural yang kompleks?
(52)
Telaah tersebut dapat dilakukan melalui survei sederhana dangan meminta warga sekolah untuk memberikan tanggapan atas rumusan visi dan misi sekolah yang telah ada. Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan terdahulu dapat menjadi titik tolak untuk mengeksplorasi persepsi warga sekolah terhadap rumusan vsi dan misi yang ada dan untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang memerlukan perubahan dan pengembangan.
Kegiatan 2 dan 3 pada lampiran menguraikan pilihan kegiatan-kegiatan pokok dan sejumlah contoh Lembar Kerja yang dapat membantu sekolah dalam proses Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi dan Misi dalam tindakan sehari-hari. Kegiatan 2 dan 3 merupakan kegiatan Eksplorasi dan Telaah terhadap Visi dan Misi. Sekolah dapat menggunakan salah satu dari dua kegiatan itu yang dipandang paling sesuai dengan kebutuhannya. Lembar Kerja 2.1a sampai dengan 3.1d pada Lampiran dapat membantu proses perumusan visi dan misi tersebut.
5. Tujuan Yang Efektif
Pada Bab II Bahan Diklat ini telah dikemukakan herarkhi tujuan yang meliputi tujuan strategis, tujuan taktis, dan tujuan operasional. Tujuan yang maksud pada bagian ini adalah tujuan pada tingkat strategis, yakni tujuan yang dirumuskan untuk dicapai oleh sekolah secara keseluruhan. Sesuai dengan sifatnya, tujuan strategis merupakan pernyataan umum tentang arah kemana kelak organisasi akan menuju di masa depan.
Agar tujuan benar-benar efektif dan cukup punya peluang untuk dicapai, maka rumusan tujuan harus memenuhi sejumlah kriteria keefektifan. Kriteria keefektifan tujuan dapat dilihat dari karakteristik
(53)
tujuan itu sendiri dan prilaku dalam proses tujuan itu dirumuskan. Dari segi karakteristiknya, sebuah tujuan yang efektif harus memenuhi lima kriteria: spesifik dan terukur, mencakup dimensi-dimensi kunci, menantang namun tetap realistis, terbatasi oleh kurun waktu tertentu, dan terkait dengan imbalan atau ganjaran. Dari segi prilaku dalam proses perumusannya, sebuah tujuan akan efektif apabila mampu membangun kebersamaan diantara bagian-bagian dalam struktur organisasi sekolah dan adanya partisipasi dari semua unsur warga sekolah untuk mengadopsi dan mengimplementasi tujuan tersebut. Uraian berikut memaparkan secara rinci kriteria keefektifan tujuan tersebut.
Karakteristik Tujuan
Spesifik dan Terukur. Jika dimungkikan sedapat mungkin tujuan dirumuskan dalam terminologi kuantitatif, misalnya peningkatan jumlah siswa yang diterima pada perguruan tinggi unggulan sebesar 5% dari kondisi tahun sebelumnya; penurunan siswa yang putus sekolah sampai dengan 0%, meningkatkan skor keefaktivan mengajar guru dari 3,72 menjadi 3,95. Apabila tujuan sulit atau tidak dapat dinyatakan dalam rumusan yang bersifat kuantitatif, maka rumusan tujuan dapat dinyatakan secara kualitatif. Akan tetapi, apabila ini dilakukan, rumusan tujuan hendaknya disertai indikator-indikator yang spesifik dan bersifat kuantitatif.
Mencakup Dimensi-Dimensi Kunci. Tujuan strategis tidak mungkin dirumuskan secara rinci untuk setiap unsur terkecil dari organisasi sekolah. Oleh karena itu, dimensi-dimensi yang dicakup dalam tujuan strategis hendaknya cukup pada dimensi-dimensi yang bersifat pokok atau kunci saja. Di sekolah dimensi-dimensi kunci itu
(54)
dapat dibedakan menurut fungsi-fungsi organisatoris sekolah atau ranah kompetensi atau kualifikasi lulusan. Dari sisi fungsi organisatoris sekolah dimensi-dimensi kunci itu dapat dibedakan menjadi kurikulum, kesiswaan, atau kerja sama dengan masyarakat. Sedangkan dari dimensi ranah kompetensi lulusan, dimensi-dimensi kunci tersebut dapat dibedakan menjadi kompetensi itelektual, kompetensi moral dan spiritual, kompetensi sosial, kompetensi personal, kompetensi estetikal, dan kompetensi kinestetikal. Selain dua perspektif itu, delapan tipe tujuan sebagaimana dikemukakan di atas juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci yang perlu dicakup dalam rumusan tujuan strategis sekolah.
Menantang tapi Realistis. Tujuan harus menantang namun bukan berarti terlalu sulit untuk dicapai. Tujuan yang terlalu sulit dapat berdampak pada timbulnya keputus-asaan di kalangan staf; tapi jika terlalu mudah para staf itu akan kurang merasa termotivasi. Rumusan tujuan strategis hendaknya terjamin bahwa tujuan itu dirumuskan dalam lingkup sumber daya yang tersedia dan tidak jauh di luar jangkauan sumber daya yang tersedia di sekolah, baik yang berkaitan dengan waktu, SDM, sarana dan pra-sarana, keuangan, informasi, maupun teknologi.
Dibatasi Dalam Kurun Waktu Tertentu. Rumusan tujuan harus menetapkan jangka waktu pencapaiannya. Kurun waktu itu biasanya dijadikan batas waktu (deadline) mengenai kapan pencapaian tujuan tersebut akan diukur. Sebuah sekolah berstandar internasional (SBI), misalnya, dapat menetapkan tujuan pada tahun 20XX, siswa harus telah tesebar dari seluruh negara-negara di kawasan ASEAN.
Terkait dengan Imbalan atau Ganjaran. Dampak akhir dari tujuan bergantung pada sejauh mana peningkatan gaji, promosi, dan
(55)
imbalan lainnya didasarkan pada prestasi terkait dengan pencapaian tujuan. Siapa saja yang berhasil mencapai tujuan harus mendapatkan ganjaran. Ganjaran dapat memberi makna dan signifikansi terhadap tujuan dan akan membantu memberikan suntikan enerji kepada staf untuk berlomba-lomba mencapai tujuan.
Prilaku Perumusan Tujuan
Konflik sering muncul ketika tujuan sedang dirumuskan karena ada beberapa unsur organisasi sekolah yang tidak sepakat dengan rumusan tujuan yang sedang dikembangkan. Oleh karena itu, agar tujuan efektif, komitmen semua pihak terhadap tujuan menjadi faktor yang esensial. Dua teknik untuk mendapatkan komitmen ini meliputi mambangun koalisi dan partisipasi.
Pembangunan Koalisi (Coalition Building). Koalisi merupakan sebuah aliansi informal antara pihak-pihak yang mendukung tujuan tertentu. Membangun koalisi merupakan proses pembentukan aliansi di kalangan pimpinan dari berbagai unsur warga sekolah. Pembangunan koalisi mencakup negosiasi dan tawar-menawar. Tanpa adanya koalisi, individu atau kelompok-kelompok yang berpengaruh di sekolah dapat menghambat proses perumusan tujuan. Pembangunan koalisi dapat memberi kesempatan kepada para tokoh tersebut untuk berdiskusi dan berkontribusi dalam proses perumusan tujuan, yang berdampak pada peningkatan komitmen mereka terhadap tujuan yang pada akhirnya akan ditetapkan. Bangunan koalisi sering terjadi pada tingkat pimpinan dimana ketidak-pastian sangat tinggi.
Partisipasi. Pada struktut organisasi yeng lebih rendah, setiap pimpinan atau individu, semua pendidik dan tenaga kependidikan,
(56)
seharusnya mengadopsi tujuan yang sejalan dengan tujuan strategis. Akan tetapi jika tujuan-tujuan yang lebih rendah tersebut bersifat preskriptif dari pihak atasan, dari atas ke bawah (top-down), kemungkinan besar para pendidik dan tenaga kependidikan tersebut tidak manganggap tujuan tersebut sebagai miliknya. Proses yang efektif untuk mencegah hal ini adalah dengan mendorong bawahan untuk berpartisipasi dalam proses perumusan tujuan. Dalam hal ini kepala sekolah dapat bertindak sebagai konselor yang membantu warga sekolah lainnya merumuskan berbagai macam pilihan tujuan, mendiskusikan apakah tujuan itu realistis dan spesifik, dan menentukan apakah tujuan telah sejalan dengan tujuan organisasi. Diskusi itu harus mempertimbangkan minat dan kemampuan bawahan. Melalui komunikasi dua arah, diharapkan tujuan yang dirumuskan konsisten dengan tujuan strategis sekolah dan semua warga sekolah memiliki komitmen yang tinggi terhadap tujuan itu.
Untuk memudahkan kita mengingat, tujuh kriteria tujuan yang efektif tersebut dapat diringkas menjadi lima kriteria yang disingkat SMART. Kelima kriteria itu meliputi: spesifik (spesific), dapat dikelola pencapaiannya (manageable), disepakati (agreed upon) oleh semua warga sekolah, didukung sumber daya yang memadai (resources supported) , dan terdapat batasan waktu (time-bound).
B. Evaluasi Diri
Tujuan evaluasi diri adalah untuk memampukan (enabling) warga sekolah: (1) mendefinisikan kondisi dari sekolah saat ini; (2) menganalisis kondisi saat ini dalam kaitannya dengan bagaimana dan seperti apa sekolah kelak diinginkan di masa depan; dan (3) mengidentifikasi perubahan-perubahan yang harus dilakukan.
(57)
Evaluasi diri dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Uraian berikut ini menyajikan garis-garis besar sejumlah pendekatan yang dapat diadaptasi sesuai dengan kondisi yang beragam.
1. Merencanakan Evaluasi diri
a. Pastikan bahwa evaluasi diri difokuskan pada isu-isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi
Anggota staf yang tidak terbiasa dengan proses evaluasi diri yang sistematis dapat merasa tidak nyaman. Pengakuan terhadap adanya sensitifitas semacam itu dan pengarahan berbagai bentuk ekspresi atas dasar kesadaran membuka diri merupakan hal yang penting. Dengan demikian, perlu ditekankan sejak awal bahwa fokus evaluasi diri adalah pada isu yang berkembang, bukan pada pribadi-pribadi. Selain itu pembahasan mengenai keterbatasan yang ada di sekolah hendaknya dilakukan secara santun dan dalam niatan untuk membangun.
b. Pastikan bahwa proses evaluasi diri memiliki orientasi positif Dalam rangka memperkuat moral, manfaatkan peluang yang ada untuk membangkitkan kesadaran mengenai kekuatan sekolah dan untuk mengakui prestasi yang dicapai sekolah. Jika fokusnya terletak pada bagaimana membuat sekolah yang baik menjadi lebih baik, evaluasi diri dapat berupa pemberian energi pengalaman.
(58)
c. Arahkan ruang lingkup evaluasi diri pada kondisi sekolah secara utuh
Perlu diingat bahwa evaluasi diri bukan merupakan akhir dari segalanya akan tetapi merupakan alat untuk memperjelas jalan menuju masa depan yang lebih baik. Keefektifan evaluasi diri diukur dari apa yang terjadi berikutnya. Dengan demikian, ruang lingkup evaluasi diri harus memadai dalam memampukan warga sekolah untuk melakukan penilaian yang realistis terhadap kebutuhan dan peluang sekolah sebagai dasar perencanaan yang akan dilakukan. Namun demikian, evaluasi diri hendaknya tidak terlalu luas sehingga menguras energi warga sekolah secara berlebihan, yang dapat berakibat pada tidak adanya daya untuk bertindak yang mengarah pada pencapaian dampaknya.
Akan sangat membantu apabila kita berfikir bahwa sekolah merupakan sebuah mekanisme yang terdiri dari ratusan bagian yang sama-sama bergerak. Mekanisme itu memerlukan pemeliharaan secara teratur untuk menjamin kesinambungan kinerja yang optimal. Mekanisme itu memerlukan bongkar-pasang secara periodik yang dapat mencakup pemasangan bagian-bagian baru dalam rangka membuatnya mampu memenuhi standar-standar baru. Akan tetapi apabila Anda memisah-misahkannya untuk mengetahui apa yang membuatnya muncul, evaluasi diri dengan sendirinya akan terhenti. Dan semakin lengkap telaah tersebut dipisah-pisahkan, semakin sulit untuk memulainya lagi.
Atau, sekolah dapat diibaratkan sebagai organisme hidup yang rumit. Untuk menjamin kesehatannya agar selalu optimal, sekolah memerlukan asupan gizi dan pemeliharaan secara terus-menerus. Apabila dikehendaki agar kegiatan dan dinamikanya terus jaga,
(1)
sekokah;
Aspek-aspek dalam rumusan visi dan misi yang memerlukan
perubahan atau pengembangan sesuai dengan perubahan
kebutuhan.
Masing-masing kelompok membuat tiga hal prioritas yang perlu
mendapatkan perhatian berdasarkan refleksi terhadap jawaban
kuesener.
Diskusi Pleno:
Balikan dari masing-masing kelompok dibagi bersama. Prioritas
kelompok dikumpulkan pada flip-chart untuk dibahas agar dicapai
kesepakatan bidang-bidang pengembangan yang diusulkan;
Bidang-bidang yang perlu perhatian khusus dipilih dari sejumlah
usulan yang disekapakati tersebut.
TINDAK LANJUT
Pada akhir kegiatan 6, rancangan dibuat untuk mengatasi
bidang-bidang yang telah diprioritaskan. Rancangan ini dapat mencakup
pembentukan Satgas khusus.
(2)
KUESENER BIDANG KERJASAMA DI LINGKUNGAN SEKOLAH
Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan
menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda
centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing
pernyataan.
Nilai : 5 = Unggul (
Exscellent
) 1 = Sangat Tidak Memuaskan
Indikator keefektifan sekolah 5 4 2 1
Kepemimpinan
Pemahaman dan rasa kepemilikan terhadap tujuan sekolah
Penggunaan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan hal-hal penting
Pengembangan prosedur dan praktik-praktik penting dan koherensi pendekatan dalam implementasi
Kejelasan peran staf dan pemahamannya. Pembagian tanggungjawab dalam
penyelenggaraan skeolah secara umum
Rasa saling percaya dan keterbukaan antara pimpinan dengan staf dan antara sesama staf
Kejelasan dan keefektifan metode komunikasi sedemikian hingga staf mengetahui apa yang sedang berlangsung di sekolah
Inkulusivitas suasana sosial diantara staf Komitmen dan profesionalisme staf pengajar. Kepastian kebijakan yang mendorong
pengembangan personal dan profesional baik untuk pejabat sekolah maupun guru
Bantuan kepada guru yang mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah di dalam kelas.
Dukungan kebijakan tentang disiplin dan layanan khusus siswa terhadap suasana yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran
Pengakuan kemampuan dan kebutuhan semua siswa dalam kurikulum
Harapan terhadap prestasi akademik siswa Komunikasi dengan orang tua dan
keberadaan laporan antara sekolah dengan orang tua.
(3)
KUESENER BIDANG KURIKULUM
Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan
menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda
centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing
pernyataan.
Nilai : 5 = Unggul (Exscllent)
1 = Sangat Tidak Memuaskan
Indikator keefektivan sekolah 5 4 2 1
Pengakuan terhadap kebutuhan semua siswa
dalam KTSP
Upaya pengembangan bakat-bakat yang beragam dalam KTSP
Sensitivitas KTSP terhadap tingkat kesiapan setiap individu atau kelompok siswa.
Refleksi penghargaan terhadap martabat
kemanusiaan dalam sistem nilai yang mendasari penyusunan KTSP
Orientasi kurikulum terhadap keberpusatan pada siswa (student-centered)
Dorongan untuk bercita-cita mencapai keberhasilan dalam implementasi kurikulum
Keberadaan kebijakan dan praktik untuk mendiagnosis dan mengatasi kesulitan belajar khusus bagi siswa
Kepastian kebijakan dan program remidiasi dan pengayaan.
Upaya mendorong kepercayaan diri siswa pada prosedur evaluasi dan pelaporan
Keadilan dan konsistensi penerapan prosedur evaluasi dan asesmen di seluruh sekolah
Keharmonisan pelaksanaan kurikulum dengan dokumen tertulis kurikulum dan landasan fiosofis sekolah
Upaya menampung pendapat siswa dalam mengkaji KTSP
Keyakinan siswa bahwa kurikulum yang ditawarkan mempersiapkan mereka untuk
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja
Ketersediaan sumber daya dan fasilitas untuk membuat siswa mampu belajar di bidang yang dipilihnya
(4)
KUESENER BIDANG MANAJEMEN
Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan. Nilai : 5 = Unggul (Exscllent) 1 = Sangat Tidak Memuaskan
Indikator keefektivan sekolah 5 4 2 1
Kesadaran anggota pimpinan sekolah terhadap
kewenangan dan tanggungjawabnya Kesadaran anggota pimpinan sekolah terhadap
masalah-masalah terkait dengan fungsi pimpinan sekolah dalam kaitannya peran kepala sekolah
Pemberitahuan dan penjelasan kepada pimpinan sekolah mengenai bahan-bahan yang dibahas dalam rapat
Ketepatan agenda rapat-rapat dengan pimpinan sekolah.
Regularitas pembahasan kebijakan dan isu-isu pengembangan dalam agenda pimpinan sekolah
Kesempatan anggota untuk berpartisipasi dalam rapat-rapat pimpinan sekolah
Upaya pimpinan sekolah menerapkan
musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan mengenai hal-hal penting
Penerapan keputusan-keputusan pimpinan sekolah secara umum
Jaminan keadilan distribusi dalam
pengadministrasian keuangan untuk memenuhi berbagai kebutuhan oleh pimpinan sekolah
Pengakuan pentingnya pengembangan staf bagi keefektifan sekolah oleh pimpinan sekolah
Pemahaman pimpinan sekolah terhadap etos kerja sekolah dan upaya-upaya mendorong etos kerja
Pemahaman dan kerjasama antara pimpinan
sekolah dengan komite sekolah Keaktivan pimpinan sekolah untuk mendorong
pelaporan yang baik antara orang tua dan sekolah
Kemampuan pimpinan sekolah untuk berfikir strategis dan mengembangnkan kebijakan dan rencana yang sesuai
Peran pimpinan sekolah sebagai pelayan
(5)
KUESENER KERJASAMA SEKOLAH-ORANGTUA-MASYARAKAT Berilah penilaian terhadap pernyataan-pernyataan berikut dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan memberi tanda centang pada kotak yang sesuai di samping kanan masing-masing pernyataan. Nilai : 5 = Unggul (Excellent) 1 = Sangat Tidak Memuaskan
Indikator keefektivan sekolah 5 4 2 1
Penentuan prioritas pada komunikasi yang baik
antara orang tua dan sekolah Usaha untuk membangun hubungan yang baik
dengan orang tua
Kesiapan berinisiatif untuk menghubungi orang tua ketika putra/putrinya terlibat prilaku menyimpang
Usaha memahami kondisi keluarga yang dapat berpengaruh negatif terhadap prilaku siswa.
Kesadaran bahwa ada orang tua yang kurang
mendukung belajar siswa
Usaha untuk tetap akrab dengan kebiasaan-kebiasaan sosial di lingkungan rumah siswa
Dorongan kepada siswa untuk mengikuti
mengikuti kegiatan-kegiatan ditempat tinggalnya yang mendorong penggunaan waktu secara positif
Pengakuan berbagai peristiwa isitimewa di masyarakat dan, bila perlu, upaya mengkaitkan kegiatan masyarakat dengan sekolah
Fasilitasi dan layanan khusus kunjungan sekolah oleh pejabat setempat
Upaya membangun citra baik sekolah melalui penggunaan media lokal dan newsletter
Penyampaian informasi kepada orang tua mengenai kehidupan sekolah secara umum dan isu-isu mengenai hal-hal khusus yang penting melalui newsletter dan surat khusus
Ketersediaan peluang formal untuk memampukan orang tua siswa baru untuk mempelajari kebijakan umum sekolah dan untuk bertemu guru atau kepala sekolah
Format pertemuan orang tua dengan sekolah yang mampu mendorong terjadinya dialog dan
kepercayaan orang tua
Pencantuman jadwal khusus interaksi antara
(6)
Kebiasaan mengundang orang tua dalam acara-acara khusus sekolah, misalnya HUT sekolah
Pelibatan orang tua pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler
Upaya menjaring input dan reaksi orang tua dalam
pengembangan kebijakan
Keberadaan organisasi orang tua untuk
memformalkan interaksi dan kemitraan orang tua-sekolah