63 Dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari ibu MN bekerja sebagai
buruh amplas, dan suami bekerja sebagai tukang kayu. Dari pekerjaan tersebut mereka membiayai kebutuhan hidup serta pendidikan anak-
anaknya. Ibu MN mengatakan mengurus anak dengan bekerja bukanlah hal yang mudah, beliau harus membagi waktunya untuk kedua urusan
tersebut. Mau tidak mau itu semua harus dilakukan demi anak-anak dan keberlangsungan hidup.
3. Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Buruh Amplas
Berdasarkan observasi dan wawancara yang telah dilakukan, peneliti memperoleh data dari beberapa orangtua yang mempunyai anak usia sekolah
dasar dengan keadaan kedua orangtua sama-sama bekerja. Pola asuh yang diterapkan oleh masing-masing orangtua berbeda satu sama lain. Berikut
penyajian data penelitian pola pengasuhan anak pada keluarga buruh amplas, sebagai berikut:
e. Ibu DS
Kegiatan wawancara yang pertama, peneliti melakukan wawancara dengan ibu DS, berkaitan dengan pola asuh terhadap anak. Hasil
wawancara dengan ibu DS pada tanggal 25 Maret 2015 tentang pola asuh yang diterapkan:
“Saya memberi kebebasan pada anak, kalau anak pingin melakukan apa ya silahkan, tapi tetep ada aturannya soalnya kalau terlalu
dibebaskan nggak ada aturan nanti malah anak kurang ajar sama orang tua. Apalagi anak yang cewek kan rawan, kalau yang cowok
sih udah gedhe dia pasti tau mana yang baik dan nggak baik buat dia. Iya, saya perbolehkan dia bermain dengan siapa saja, tapi yang
dekat dengan rumah sa
ja”. Wawancara tanggal 25032015.
64 Berdasarkan hasil wawancara, ibu DS merupakan orangtua tunggal
yang tetap memperhatikan kondisi anak-anaknya sehingga beliau bertanggungjawab sendiri untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya.
Di dalam mengasuh anak-anaknya ibu DS menerapkan pengasuhan secara demokratis. Terlihat dari beliau memberikan kebebasan kepada
anaknya untuk memilih dan melakukan kegiatan disetiap harinya tanpa adanya tekanan. Namun kebebasan yang diberikan orangtua tidak serta
merta anak tanpa aturan, orangtua tetap menerapkan aturan agar anak tidak terlalu bebas yang nantinya bisa menjadikan anak melawan
orangtua. Ibu DS yang menerapkan pola asuh demokratis dalam mengasuh anaknya, beliau memilih untuk demokratis kepada anak
dikarenakan dengan pengasuhan seperti itu anak akan merasa dihargai dan tidak menambah beban anak karena persoalan dari kedua
orangtuanya yang telah berpisah. Dengan anak seusia 10 tahun tentu mengalami tekanan dengan keadaan seperti itu, sehingga anak
membutuhkan sebuah perhatian dari orangtua. Ketika anak melakukan sebuah kesalahan ibu DS tidak
menerapkan hukuman, orangtua hanya menasehati dan memberikan pengertian kepada anak. Hal itu seperti yang diungkapkan oleh ibu DS
ketika anak salahnakal, bahwa: “Tidak mbak, saya nasehati, saya tegur kalau dia salah atau nakal.
Kalau saya pinginnya anak-anak nurut dengan saya namanya juga orang tua pingin punya anak yang berbakti, nurut tapi ya tidak saya
paksa mbak, biarkan saja anak mau bagaimana, asal tidak
kelewatan”. Wawancara tanggal 25032015.
65 Ungkapan dari ibu DS juga diperkuat dengan pernyataan anaknya
yaitu IM bahwa orangtua hanya menasehati ketika anak melakukan kesalahan, yaitu:
“Tidak, ibu cuma menasehati saya mbak”. Wawancara tanggal 26032015.
Ibu DS bekerja sebagai buruh amplas untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, hal itu dilakukan oleh beliau dikarenakan tidak ada
tulang punggung dalam keluarga selain dirinya. Kesibukan akibat bekerja membuat ibu DS harus menghabiskan waktu di luar rumah, sehingga
selama bekerja anak tanpa pengawasan orangtua, karena itu ibu DS selalu meminta bantuan kepada ibu beliau untuk mengawasi anak-anaknya
ketika beliau sedang bekerja, seperti ungkapan berikut ini: “Biasanya ibu saya, kalau dirumah sepi anak saya pasti main
ketempat ibu saya jadi beliau yang mengawasi, mengontrol. Rumah saya sama ibu saya juga berdekatan jadi saya nggak khawatir kalau
anak dirumah sendirian, trus juga ada anak saya yang gedhe jadi bisa mengawasi adiknya juga. Pulang kerja saya selalu tanya ke
anak melakukan apa saja seharian
”. Wawancara tanggal 25032015.
Berdasarkan pernyataan di atas, bisa simpulkan bahwa ibu DS mempercayakan pengawasan dan kontrol terhadap anak kepada ibu
beliau. Anak diserahkan kepada orang terdekat ketika beliau sedang bekerja ataupun berada di luar rumah. Upaya tersebut dilakukan ibu DS
agar anak tidak lepas dari pengawasan orang dewasa, dengan begitu kemungkinan kecil anak tidak melakukan perbuatan yang tidak baik
karena masih dalam pengawasan.
66 Pola asuh demokratis yang memberikan kebebasan kepada anak
membuat hubungan antara orangtua dengan anak menjadi dekat. Terlihat dari interaksi antara ibu dengan anaknya ketika mereka sedang bersantai,
selain itu kedekatan juga ditunjukkan dengan ungkapkan ibu DS yaitu: “Hubungannya baik mbak, anak saya yang perempuan itu dekat
sama saya. Kalau beli apa-apa kayak baju, sandal itu aja minta kembaran sama saya. Mungkin karena anak cewek ya mbak jadi
gitu sama ibu nya, beda sama anak yang cowok, cuek banget sama orang tuanya, mungk
in dia udah gedhe jadi udah lepas dari ibunya”. Wawancara tanggal 25032015.
Kesibukan yang di alami ibu DS tidak membuat beliau lupa untuk memberikan pendidikan agama kepada anak. Anak dikenalkan agama
dengan memberikan dasar-dasar pendidikan seperti mengerjakan sholat lima waktu dan mengaji. Selain itu ibu DS menyekolahkan anak ke TPQ
Taman Pendidikan Qira’ati. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu DS, yaitu:
“Kalau jam 2 siang sekolah diniyah mbak, belajar alqur’an, belajar agama,
supaya agamanya bagus”. Wawancara tanggal 25032015.
Ibu DS mengatakan dengan anak di sekolahkan ke TPQ, anak akan mendapatkan pendidikan agama dan alqur’an. Dengan begitu anak akan
mempunyai bekal hidup dunia maupun akhirat.
f. Ibu PH