CARA PENELITIAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMANTAUAN POLA PENYEBARAN DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

27

BAB III CARA PENELITIAN

III.1 Alat Perangkat-lunak: program pengolah statistik, dan program untuk menampilkan dan mengolah sistem informasi geografis Perangkat-keras: komputer yang dapat memenuhi spesifikasi perangkat-lunak yang digunakan. III.2 Bahan Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Kajian Pustaka, berupa telaah pustaka berupa buku, artikel, jurnal, serta artikel dan jurnal dari internet. b. Pengumpulan data : satu, data yang dikumpulkan berupa data pasien dengan diagnosis DF dan DHFDSS yang berdomisili di wilayah Kota, dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta. Dua, data hujan yang dikumpulkan dari stasiun hujan milik BMG yang berada di wiliayah DI Yogyakarta. 28 III.3 Metode Penelitian III.3.1 Area Penelitian DI Yogyakarta adalah sebuah propinsi yang terletak di pulau Jawa yang terletak di bagian tengah. DI Yogyakarta berbatas dengan laut Indonesia di sebelah selatan, dan berbatasan dengan propinsi Jawa Tengah di sisi timur laut, tenggara, barat, dan barat laut. Mempunyai posisi 7 .33 I -8 .12 I Lintang Selatan dan 110 .00 I – 110 .50 I Bujur Timur, dengan luas 3.185,80 km2 atau 0,17 dari luas Indonesia, sehingga merupakan propinsi terkecil di Indonesia setelah DKI Jakarta http:www.pemda- diy.go.id. Wilayah DI Yogyakarta terletak di ketinggian antara 100-499 m dari permukaan laut sebesar 65, dibawah ketinggian 100 m sebesar 28,84, ketinggian 500-999 m sebesar 5,04 dan ketinggian diatas 1000 m sebesar 0,47. Sedangkan untuk iklim, mempunyai curah hujan antara 6 mm – 949 mm, yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta menjadi ibukota Propinsi DIY dan mempunyai status Kota untuk daerah tingkat II, satu-satunya disamping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus kabupaten. Batas-batas wilayah kota ini adalah: 29 a. Sebelah utara: Kabupaten Sleman b. Sebelah timur: Kabupaten Bantul Sleman c. Sebelah selatan: Kabupaten Bantul d. Sebelah barat: Kabupaten Bantul Sleman Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 11O O 24’ 19” sampai 11O O 28’ 53” Bujur Timur dan 7° 49’ 26” sampai 7° 15’ 24” Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas permukaan laut Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025 dari luas wilayah Propinsi DIY, dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT www.jogja.go.id. III.3.2 Persiapan Penelitian Penggalian dan perumusan masalah menggunakan data faktual berupa jumlah kasus DHF yang tinggi di DI Yogyakarta, serta pengamatan terhadap pemberitaan di media masa tentang terjadinya kasus DHF dan terdapat di daerah urban yang padat. III.3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang diperlukan untuk sistem ini berupa: a. Data hujan bulanan untuk wilayah Kota Yogyakarta. b. Data pasien penderita DHF yang berdomisili di Kota Yogyakarta. 30 c. Data jumlah penduduk untuk wilayah Kota Yogyakarta. d. Data berupa peta digital untuk wilayah DI yogyakarta, dengan peta tematik desa, kecamatan, kabupaten, serta sungai. III.3.4 Pengembangan SIG Perancangan sistem mengenal beberapa model pengembangan, yang sering digunakan misalnya model waterfall, model prototipe, dan model spiral. Tiap model pengembangan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada dasarnya model-model tersebut memiliki 4 proses, yaitu: analisis, perancangan, pengkodean, dan pengujian. Pengembangan SIG biasa menggunakan model yang bersifat dinamis dan dapat mengakomodasi perubahan secara fleksibel, oleh karena itu model spiral lebih sering dipilih untuk digunakan dalam pengembangan. 31 Gambar III.1 Diagram Pengembangan Sistem Pressman, 2005 III.3.4.1 Analisis Kebutuhan Sistem SIG yang dibutuhkan adalah sebuah sistem yang dapat menggambarkan dengan mudah, pola penyebaran penderita DHF di Kota Yogyakarta, yang berhubungan dengan jumlah kepadatan penduduk serta jumlah curah hujan. Sistem ini diperlukan agar dapat membantu menganalisis pola penderita DHF, tanpa harus melakukan perhitungan yang rumit melalui metode statistik. Kondisi terkini adalah data tersedia dalam bentuk : a. Data penderita individual, dengan detail keterangan sampai ke tinggal alamat tempat tinggal untuk lokasi dan keterangan waktu sampai ketingkat harian, dan Komunikasi Evaluasi Perencanaan • Perkiraan • Penjadwalan • Analisis Resiko Perancangan • Analisis • Desain Konstruksi • Kode • Percobaan Penerapan • Pengiriman • Umpan balik • Evaluasi Kastomer mula 32 b. Data jumlah penderita per desa untuk lokasi dan keterangan waktu pada tingkat bulanan. Untuk wilayah Kota Yogyakarta data sebelum tahun 2003 adalah dengan kondisi b, dan mulai tahun 2003 sampai sekarang adalah dalam bentuk a. Semua data tersedia dalam bentuk spreadsheet file Ms Excel ® . III.3.4.2 Kebutuhan Fungsional Sistem Sistem ini di rancang mempunyai fungsi berupa : a. Pemasukan data penderita DHF, data kepadatan penduduk, serta data curah hujan, dan b. Penampil informasi dalam bentuk tematic layer penderita DHF. Fungsi diatas dapat ditampilkan dalam bentuk diagram use case sebagai berikut Gambar II.2 Gambar III.2 Diagram Use Case Pada diagram data flow Gambar III.3 ditampilkan aliran dari sistem ini dengan lebih jelas. Basis data DHF terpisah dengan sistem, sedangkan fungsi input 33 dan edit data dapat dikembangkan menggunakan sistem itu tersendiri. Gambar III.3 Diagram Data Flow Sistem Informasi Geografis untuk DHF III.3.4.3 Desain Data Berdasarkan analisis desain sistem, maka dapat di identifikasikan kebutuhan data-data yang akan disimpan ke dalam sistem. Oleh karena itu data dikelompokkan menjadi segmen-segmen berikut. a. Propinsi Tabel ini berisi informasi mengenai nama propinsi berserta kode id nya yang merupakan standar baku penomeran dari BPS. b. Kabupaten Tabel ini berisi informasi mengenai nama kabupaten berserta kode id standar BPS SIG Pengguna administrator Merupakan bagian yang difokuskan untuk diteliti Update Informasi tematik Dhf database Informasi tematik Data DHF, penduduk, curah hujan Data DHF, penduduk, curah hujan 34 c. Kecamatan Tabel ini berisi informasi mengenai nama kecamatan beserta kode id standar BPS. d. Desa Tabel ini berisi informasi mengenai nama desa beserta kode id standar BPS. e. DHF Tabel ini berisi informasi mengenai jumlah penderita di suatu desa pada waktu tertentu. f. Penduduk Tabel ini berisi informasi mengenai kepadatan penduduk tiap km2 pada suatu kecamatan dalam waktu 1 tahun. g. Hujan Tabel ini berisi informasi jumlah curah hujan rata-rata perbulan jumlah curah hujan total dalam satu bulan dibagi jumlah hari hujan di suatu kabupaten. Kategori diatas kemudian di analisis untuk menghasilkan entitas-entitas yang diperlukan pada setiap kategori data. Hasil dari analisis tersebut dapat digambarkan diagram E-R sebagai berikut Gambar III.4: Masukan diatas tersebut kemudian ditranslasikan kedalam model relasional , berupa tabel-tabel yang diperlukan berserta relasi yang diperlukan Gambar III.5 35 Gambar III.4 E-R diagram Gambar III.5 Diagram tabel E-R KABUPATEN Kabupaten_id Kabupaten_nama KECAMATAN Kecamatan_nama Kecamatan_id PENDUDUK tahun kepadatan_penduduk DHF tahun bulan pederita HUJAN tahun bulan Curah_hujan Propinsi_id Propinsi_nama PROPINSI DESA Desa_id Desa_nama 36 III.3.4.4 Model Data Terintegrasi Model Terintegrasi dipilih untuk pengimplementasian basisdata relasional di dalam SIG yang dikembangkan ini. Data atribut disimpan dalam tabel yang terpisah dan diakses melalui operasi relasional “JOIN”, dan berfungsi sebagai basisdata map feature atau data atribute tabel III.1, III.2, III.3. Tabel III.1 Poligon desa Tabel III.2 Poligon kecamatan Poly_id Desa_id Desa_id tahun Penderita bulan Relational Join POLIGON_TABEL ATRIBUT_TABEL Poly_id kecamatan_id kecamatan_id tahun Curah_hujan bulan Relational Join POLIGON_TABEL ATRIBUT_TABEL 37 Tabel III.3 Poligon kabupaten Model data terintegrasi ini memberikan karakteristik tersendiri pada data spasialnya. Informasi ini digunakan untuk memberikan elemen spesifik untuk mengelompokkan elemen-elemen data spasial. Tabel Poligon adalah tabel yang berasal dari shapefiles berbentuk .dbf. Tabel ini merupakan satu kesatuan dengan data spasial tak terpisahkan pembentuk shapefiles. III.3.5 Analisis Data Analisis diperlukan untuk melakukan pengujian terhadap data yang dipergunakan pada sistem, dengan maksud untuk mengetahui keselarasannya dengan sistem yang dimaksudkan sebagai alat yang memudahkan dalam menganalisis pola penyebab DHF. Statistika Sleuth digunakan untuk mencari jawaban dan menggali data yang tersedia serta mengkomunikasikan kepada khalayak. Statistika Sleuth sendiri didefinisikan oleh Ramsey dan Schafer 2002 sebagai process of using statstical Poly_id kabupaten_id kabupaten_id tahun Kepadatan_penduduk Relational Join POLIGON_TABEL ATRIBUT_TABEL 38 tools to answer question of interest. Hal-hal yang termasuk didalamnya adalah menguak kenyataan yang tersembunyi, menjawab permasalahan secara efisien, dan mencari tahu lebih lanjut apakah ada sesuatu yang lain yang dapat dipelajari. 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN