Etiologi Tuberkulosis Paru .1 Definisi

semakin meingkat. Di Amerika tahun 1997 resistensi terhadap INH mencapai 7,8 dan resisten terhadap INH dan Rifampisin 1,4 . Secara umum angka ini di Amerika pada median 9,9 kuman dari penderita yang menerima obat anti TB. Kejadian resistensi ini sudah banyak ditemukan di negara pecahan Uni soviet, beberapa negara Asia, Republik Dominika, dan Argentina Depkes RI, 2005. Di negara maju seperti Eropa Barat angka kesakitan maupun angka kematian TB paru pernah meningkat tajam. Saat awal orang Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke Amerika Utara, kematian akibat TB pada tahun 1800 sebesar 650 per 100.000 penduduk, tahun 1860 turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, ditahun 1920 turun lagi menjadi 100 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 1969 turun seara drastis menjadi 4 per 100.000 penduduk Respirologi, 2012.

2.1.4 Patogenesis

Menurut buku ajar patologi edisi VII 2012, patogenesis TB dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Tuberkulosis Primer Tuberkulosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan sehingga tidak pernah tersensitisasi. Pasien berusia lanjut dan pengidap imunosupresi berat mungkin kehilangan sensititivitas mereka terhadap basil tuberkel sehingga dapat menderita tuberkulosis primer lebih dari sekali. Pada tuberkulosis primer, sumber organisme adalah eksogen. Sekitar 5 dari mereka yang baru terinfeksi kemudian memperlihatkan gejala penyakit. Dampak utama tuberkulosis primer adalah bahwa 1 penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan resistensi; 2 fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup, sehingga menjadi nidus saat reaktivasi pada masa mendatang ketika pertahanan pejamu melemah, dan 3 meskipun jarang, penyakit dapat terus berkembang tanpa interupsi menjadi apa yang disebut sebagai tuberkulosis primer progresif. Insidensi tuberkulosis primer progresif sangat tinggi pada pasien positif-HIV dengan derajat imunosupresi lanjut. imunosupresi menyebabkan pasien tidak mampu membentuk reaksi imunologik yang diperantarai oleh sel T CD4+ untuk menahan infeksi, karena hipersensitivvitas dan resistensi umumnya terjadi bersamaan, tidak adanya reaksi hipersensitivitas jaringan menyebabkan hilangnya granuloma perkijauan khas tuberkulosis nonreaktif. 2. Tuberkulosis Sekunder Tuberkulosis sekunder atau pascaprimer merupakan pola penyakit yang terjadi pada pejamu yang telah tersensitisasi. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberkulosis primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah infeksi awal, terutama jika resistensi pejamu melemah. Penyakit ini juga dapat terjadi akibat reinfeksi eksogen karena berkurangnya proteksi yang dihasilkan oleh penyakit primer atau karena besarnya inkulum basil hidup. Tuberkulosis paru sekunder biasanya terbatas di apeks paru satu atau kedua lobus atas. Penyebab hal ini masih belum jelas, tetapi mungkin berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di apeks. Karena sudah terdapat hipersensitivitas, basil memicu respons jaringan yang segera dan nyata yang cenderung membatasi fokus.

2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2009:

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena: 1. TB paru TB paru adalah TB yang menyerang jaringan parenkim paru. tidak termasuk pleura selaput paru dan kelenjar pada hilus. 2. TB ekstra paru TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung pericardium, kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1. TB paru BTA positif a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran TB. c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2. TB paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB. c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit. 1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas misalnya proses “far advanced ”, dan atau keadaan umum pasien buruk. 2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang kecuali tulang belakang, sendi, dan kelenjar adrenal.TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.