Tabel 4. Uji perbedaan indeks massa tubuh pada kelompok anak dengan DMFT tanpa PUFA dan anak yang memiliki PUFA
Kelompok Anak Indeks Massa Tubuh
Total Nilai
p Dibawah
Normal Normal
Diatas Normal
n n
n I DMFT
≤ 2 tanpa PUFA II DMFT 2 tanpa PUFA
III DMFT dengan PUFA 5 12,2
14 34,1 22 53,7
89 33,9 91 34,0
88 32,8 34 42,0
23 28,4 24 29,6
128 128
134 0,011
Uji Chi square, nilai p signifikan pada p 0,05
4.4 Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan DMFT dan PUFA
Hasil uji statistik menunjukkan korelasi antara rerata DMFT pada kelompok anak tanpa PUFA memiliki nilai - 0,089 dengan p 0,05. Korelasi tersebut bernilai
sangat lemah karena masih berada 0,2, serta bernilai negatif yang berarti semakin tinggi rerata DMFT pada kelompok tanpa PUFA maka semakin rendah IMT anak
kelompok tersebut. Korelasi antara indeks massa tubuh dengan PUFA pada kelompok anak III menunjukkan hasil -0,045 dengan p 0,05. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa korelasi antara PUFA dengan IMT tidak bermakna dengan korelasi negatif dan kekuatan korelasi yang sangat lemah Tabel 5.
Tabel 5. Uji korelasi antara indeks massa tubuh dengan rerata PUFA dan DMFT Variabel
Rerata Indeks Massa Tubuh N
Korelasi r Nilai p
Rerata DMFT 390
-0,089 0,078
Rerata PUFA 390
-0,045 0,370
uji Korelasi Spearman, signifikan pada p 0,05
4.5 Hubungan Usia dengan DMFT dan PUFA pada Anak Usia 12-14 Tahun
Rerata DMFT dan PUFA anak berdasarkan usia dapat dilihat dalam tabel 8. Anak dengan usia 13 tahun memiliki rerata DMFT dan PUFA tertinggi diantaranya
Universitas Sumatera Utara
usia yang lain yaitu, 4,10 rerata DMFT dan 0,81 rerata PUFA. Hubungan antara usia dengan DMFT menunjukkan hasil yang tidak signifikan yaitu sebesar 0,161.
Hubungan antara PUFA dan usia anak menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan nilai 0,525. Hasil uji ini menunjukkan bahwa, hubungan usia dengan DMFT
dan PUFA tidak memiliki hubungan yang signifikan pada p 0,05 Tabel 6.
Tabel 6. Uji hubungan antara usia dengan rerata DMFT dan PUFA Usia
tahun n
Rerata DMFT ± SD Nilai
p Rerata PUFA ± SD
Nilai p
12 13
14 128
133 129
3,55 ± 2,16 4,10 ± 2,73
3,39 ± 2,10 0,161
0,41 ± 0,73 0,81 ± 1,43
0,57 ± 0,95 0,525
Uji Kruskal Wallis, signifikan pada p0,05
4.6 Hubungan Jenis Kelamin dengan DMFT dan PUFA pada Anak Usia 12-14 Tahun
Hasil pengukuran sampel menunjukkan bahwa perempuan memiliki rerata PUFA dan DMFT yang lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 0,72 dan 3,99 Tabel 7.
Ada perbedaan bermakna rerata DMFT dan PUFA antara laki-laki dan perempuan secara statistik, dimana p 0,05.
Tabel 7. Uji hubungan jenis kelamin dengan rerata PUFA dan DMFT Jenis Kelamin
n Rerata
PUFA ± SD Nilai p
Rerata DMFT ± SD
Nilai p Laki laki
192 0,47 ± 0,97
0,031 3,36 ± 2,13
0,017 Perempuan
198 0,72 ± 1,18
3,99 ± 2,54 UJi Mann-Whitney, p signifikan pada p0,05.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Jumlah sampel yng terkumpul dalam penelitian ini telah memenuhi batas minimum sampel yaitu 390 orang dengan distribusi berdasarkan usia dan jenis
kelamin cukup merata. Sebanyak 32,8 anak berusia 12 tahun, 34,1 berusia 13 tahun, dan 33,1 berusia 14 tahun. Sebanyak 50,8 sampel memiliki jenis kelamin
perempuan dan 49,2 memiliki jenis kelamin laki-laki Tabel 2. Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata jumlah DMFT tertinggi dimiliki
anak kelompok III sebesar 4,87 diikuti Kelompok II dengan rata-rata DMFT 4,61, dan kelompok I dengan rata-rata DMFT 1,51. Komponen D Decay merupakan
komponen dengan nilai tertinggi dari setiap kelompok anak. Anak yang masuk dalam kelompok II dan III memiliki perbedaan rerata DMFT yang hampir sama Tabel 3.
Keadaan gigi dalam komponen D Decay menggambarkan gigi dalam keadaan karies, karies sekunder, tambalan sementara, gigi yang telah ditambal pada suatu
permukaan sedangkan permukaan lain pada gigi yang sama mengalami karies yang masih dapat ditambal. Keadaan-keadaan tersebut dapat menjadi penyebab perbedaan
rerata DMFT yang hampir sama antar kelompok II dan III. Keadaan M Missing menggambarkan gigi permanen yang telah dan harus dicabut karena karies,
sedangkan komponen F Filling menggambarkan gigi permanen yang telah ditambal dan dalam keadaan baik.
29
Nilai rerata komponen F Filling pada kelompok II dan III merupakan nilai terendah, ini menunjukkan kesadaran anak maupun orang tua masih sangat rendah
untuk melakukan perawatan terhadap gigi yang karies. Sebaliknya nilai komponen M Missing pada kelompok II dan III merupakan yang tertinggi setelah komponen D,
ini menunjukkan bahwa anak maupun orang tua menjadikan pencabutan sebagai pilihan ketika keadaan gigi anak sudah parah. Keadaan anak yang mengalami karies
yang dalam sebelum dilakukan pencabutan dapat memberikan kontribusi yang buruk terhadap kesehatan anak secara umum.
Universitas Sumatera Utara
Rerata PUFA pada anak-anak kelompok III sebesar 1,75 dengan komponen P keterlibatan pulpa memiliki nilai terbesar yaitu 1,60. Komponen ulserasi, abses,
fistula, dan abses masing-masing sebesar 0,001, 0,05, dan 0,10 Tabel 3. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Monse et al, dengan komponen P
memiliki rerata tertinggi diantara komponen lainya yaitu 0,8.
1
Hasil ini menunjukkan bahwa hampir seluruh anak dalam kelompok III rata-rata memiliki dua gigi dengan
karies yang tidak terawat. Uji Chi square digunakan untuk melihat perbedaan IMT pada kelompok anak
dengan DMFT tanpa PUFA dan anak yang memiliki PUFA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 53,7 anak dengan IMT dibawah normal merupakan anak
dalam kelompok III. Sebanyak 34,0 anak dengan IMT tergolong normal merupakan anak dalam kelompok II, dan sebanyak 42,0 anak dengan IMT diatas normal
merupakan anak dalam kelompok I. Secara statistik menunjukkan ada perbedaan IMT yang bermakna antar kelompok yang memiliki DMFT dengan PUFA dan tanpa
PUFA, p 0,05 Tabel 4. Menurut penelitian yang dilakukan olah Dua R et al, anak dengan karies
mencapai pulpa memiliki resiko yang lebih besar memiliki IMT dibawah normal dibanding anak tanpa keries mencapai pulpa.
9
Penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan sebanyak 53,7 anak dengan IMT dibawah normal tergolong anak
yang memiliki DMFT dan PUFA, lebih besar dibandingkan dengan IMT anak yang tidak memiliki PUFA Tabel 4. Data tersebut menunjukkan bahwa kelompok anak
yang memiliki DMFT dan PUFA memiliki persentase IMT dibawah normal lebih besar dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki DMFT.
Sebanyak 34 anak dalam kategori normal merupakan anak dari kelompok II sedangkan 32,8 anak kategori normal merupakan anak dari kelompok III. Hal
sebaliknya dijumpai pada kategori diatas normal, 29,6 anak kategori diatas normal merupakan anak kelompok III. Sedangkan 28,4 anak kategori diatas normal
merupakan anak kelompok II. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok II dan III juga mampu memengaruhi IMT anak diatas normal tetapi tidak sebesar kelompok I.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data yang ada, jumlah sampel perempuan dalam kelompok III lebih besar daripada laki-laki yaitu, 79 perempuan dan 58 laki-laki, sedangkan pada
kelompok II jumlah perempuan dan laki-laki seimbang yaitu 64 orang anak. Keadaan tersebut dapat menjadi penyebab lebih tingginya jumlah anak kelompok III yang
tergolong diatas normal. Anak perempuan tidak seaktif laki-laki dalam berolahraga.
10
Usia 12-14 tahun tergolong masa pubertas dimana kondisi psikologis akan berubah serta tubuh anak akan menjadi seperti orang dewasa.
Uji normalitas dilakukan untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Hasil uji menunjukkan data tidak
terdistribusi normal, oleh sebab itu digunakan uji nonparametrik korelasi Spearman untuk melihat seberapa erat hubungan IMT dengan DMFT dan PUFA. Secara
statistik korelasi antara IMT dengan rerata DMFT memiliki korelasi bernilai negatif dengan p 0,05 dan tidak bermakna Tabel 5. Korelasi yang bernilai negatif
menunjukkan hubungan yang terbalik antara IMT dengan DMFT. Semakin tinggi skor DMFT maka IMT akan semakin rendah. Hasil yang sama dijumpai pada korelasi
IMT dengan PUFA yang menunjukkan nilai korelasi negatif dengan p 0,05 dan tidak bermakna Tabel 5. Penelitian yang dilakukan oleh Dua R et al, menunjukkan
hasil yang berbeda dengan peneliti dengan korelasi bernilai positif dan tidak signifikan antara IMT dengan PUFA sebesar 0,068 dengan p = 0,499. Sampel yang
digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dua R et al adalah 100 orang anak berusia 4-14 tahun sehingga kemungkinan ditemukannya PUFA dalam penelitian
tersebut sedikit sehingga menggambarkan korelasi yang berbeda dengan yang dilakukan oleh peneliti.
9
Distibusi rerata DMFT dan PUFA berdasarkan usia anak menunjukkan bahwa anak berusia 13 tahun memiliki rerata DMFT dan PUFA tertinggi diantara dua
kelompok usia lainya Tabel 6. Sebanyak 128 orang anak berusia 12 tahun memiliki rata-rata DMFT sebesar 3,55, 133 orang anak berusia 13 tahun memiliki rerata
DMFT sebesar 4,10, meningkat sesuai bertambahnya usia anak, namun pada pada 129 orang anak berusia 14 tahun dijumpai penurunan rerata DMFT menjadi 3,39
Tabel 6. Keadaan tersebut juga dapat dijumpai pada rerata PUFA berdasarkan usia.
Universitas Sumatera Utara
Anak berusia 12 tahun memiliki rerata PUFA 0,41, anak beruia 13 tahun memiliki rerata PUFA 0,81, dan anak beusia 14 tahun memiliki rerata PUFA 0,57. Keadaan
tersebut menunjukkan penurunan rerata antara usia 13 dan 14 tahun. Secara epidemiologis menunjukkan peningkatan prevalensi karies seiring
bertambahnya usia. Gigi yang sedang erupsi paling rentan karies karena sulit untuk dibersihkan sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi
tetangganya.
13
Gigi permanen yang akan erupsi pada usia 12-14 tahun antara lain; gigi caninus rahang atas 11-12 tahun, premolar dua rahang atas 10-12 tahun,
premolar satu rahang bawah 10-12 tahun, premolar dua rahang bawah 11-12 tahun, sedangkan gigi molar dua rahang atas dan bawah akan erupsi pada usia 12-13
tahun. Anak dengan banyak gigi yang sedang tumbuh akan terasa sakit, sulit dibersihkan sehingga angka DMFT akan meningkat. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti menunjukkan peningkatan rerata DMFT seiring meningkatnya usia 12 tahun ke 13 tahun, namun terjadi penurunan rerata DMFT pada usia 14
tahun.
28
Banyak faktor yang dapat memengaruhi keadaan tersebut diantaranya jenis kelamin yang berkaitan dengan keadaan hormonal yang terjadi pada perempuan pada
usia tersebut, keadaan sosial ekonomi yang meliputi pekerjaan dan pendidikan. Jumlah sampel perempuan yang ada pada usia 13 dan 14 tahun lebih tinggi
dibandingkan dengan laki-laki yaitu, usia 13 jumlah sampel perempuan 73 laki-laki 60, usia 14 jumlah sampel perempuan 69 dan laki-laki 60. Pendidikan yang tinggi
akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi perilakunya untuk hidup sehat.
13
Faktor lain yang meningkatkan resiko karies adalah konsumsi gula yang tinggi. Konsumsi gula yang meningkat diiringi dengan peningkatan karies gigi sering
dijumpai pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Negara dengan konsumsi gula kurang dari 18 kgorangtahun, memiliki pengalaman karies yang konsisten
rendah. Cara konsumsi makanan dan minuman yang mengandung gula tinggi terbukti meningkatkan angka pengalaman karies.
11
Penelitian yang dilakukan Jain et al menunjukkan peningkatan rerata PUFA pada anak disertai dengan penambahan usia anak. Menurut Jain et al, peningkatan
Universitas Sumatera Utara
keterlibatan pulpa terjadi pada usia 13-16 tahun pada saat semua gigi permanen telah erupsi.
5
Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil yang didapat oleh peneliti pada usia anak 14 tahun seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Hasil uji yang
dilakukan untuk melihat hubungan antara usia anak dengan rerata DMFT dan PUFA menunjukkan hasil yang tidak bermakna dengan p 0,05. Uji yang dilakukan adalah
uji Kruskal Wallis karena sebaran data tidak normal Tabel 6 Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa perempuan memilki rerata DMFT
dan PUFA yang lebih tinggi dibanding laki-laki. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan rerata DMFT dan PUFA p=0,017, dan p=0,031. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Benzian et al di Filipina, dimana dijumpai rerata
DMFT anak perempuan lebih tinggi 0,08 daripada laki-laki.
10
Rerata DMFT anak perempuan adalah 3,99 lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki sebesar 3,36
Tabel 7. Jenis kelamin perempuan memiliki rerata PUFA sebesar 0,72 dan laki-laki sebesar 0,47. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata setiap anak memiliki satu
gigi karies yang tidak dirawat. Banyak faktor yang memengaruhi keadaan tersebut seperti waktu erupsi gigi permanen. Waktu erupsi gigi permanen anak perempuan
lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki sehingga gigi anak perempuan lebih lama dalam mulut dan lebih cepat terpapar oleh faktor resiko terjadinya karies.
29
Berat badan yang rendah dibawah normal merupakan hasil dari faktor-faktor yang kompleks. Kebersihan lingkungan yang rendah, kurangnya makanan yang
bernutrisi, infeksi saluran pernafasan dan infeksi lainya dapat mempengaruhi perbedaan berat badan antara laki-laki dan perempuan.
10
American Academy of Pediatric Dentistry mengeluarkan protokol penanganan karies untuk membantu memutuskan perawatan yang dilakukan terhadap anak sesuai
dengan usia dan resiko karies anak. Penanganan karies gigi yang lebih modern harus lebih konservatif dan termasuk deteksi dini terhadap lesi karies nonkavitas,
mengidentifikasi resiko perkembangan karies anak, dan tindakan preventif untuk mencegah berkembangnya karies.
30
Hasil penelitian yang ada diharapkan berguna untuk membuat rencana perawatan, mampu memperkirakan perawatan yang
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan seperti pencabutan, restorasi, dan perawatan endodonti tergantung dengan ketersediaan sistem dan peralatan yang ada.
30
Banyak penelitian menunjukkan bahwa karies mencapai pulpa yang tidak terawat memengaruhi kualitas hidup dan pertumbuhan anak secara umum. Benzian et
al menyebutkan bahwa anak-anak dengan karies yang melibatkan pulpa meningkatkan resiko anak dengan berat badan rendah dibawah normal dibandingkan
anak tanpa melibatkan pulpa.
5
Penelitian yang dilakukan peneliti tidak menunjukkan korelasi yang signifikan antara IMT anak dengan DMFT dan PUFA, oleh sebab itu
dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menemukan hubungan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa 1.
Kelompok anak yang memiliki DMFT dan PUFA memiliki persentase Indeks Massa Tubuh IMT dibawah normal lebih besar dibandingkan dengan anak
yang hanya memiliki DMFT 2.
Kelompok anak yang memiliki DMFT 2 tanpa PUFA lebih beresiko daripada kelompok anak yang memiliki DMFT
≤ 2 tanpa PUFA terhadap Indek s Massa Tubuh IMT yang rendah
3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara Indeks Massa Tubuh anak yang
memiliki DMFT dengan PUFA dan tanpa PUFA 4.
Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan DMFT p= 0,078. Korelasi antara rerata DMFT dan IMT sebesar
-0,089.
5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan
PUFA p= 0,370. Korelasi antara rerata PUFA dan IMT sebesar -0,045. 6.
Usia 13 tahun memiliki rerata DMFT dan PUFA tertinggi dibandingkan dengan usia 12 dan 14 tahun
7. Anak berjenis kelamin perempuan memiliki rerata DMFT dan PUFA lebih
besar dibandingkan dengan laki-laki.
6.2 Saran
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran anak dan orang tua tentang
kesehatan gigi dan mulut, gigi berlubang, faktor resiko penyebabnya, dan akibatnya terhadap kesehatan anak apabila tidak dirawat melalui penyuluhan dan sosialisasi
oleh tenaga kesehatan khususnya dibidang gigi dan mulut, sehingga orang tua mampu melakukan tindakan pencegahan serta perawatan sedini mungkin apabila terdapat
maalah pada anak
Universitas Sumatera Utara
2. Orang tua harus mampu memotivasi anak untuk menjaga kesehatan gigi dan
mulutnya serta memeriksan keadaan gigi dan mulut anak ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali
3. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang faktor resiko yang
mempengaruhi terjadinya karies serta hubungannya dengan indeks massa tubuh anak.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karies Gigi dan Prevalensinya
Masalah utama dalam rongga mulut anak sampai saat ini adalah penyakit karies gigi. Penyakit karies gigi adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yang ditandai
dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi oleh bakteri organik yang bersifat asam, yaitu L. acidophilus dan S. mutans diikuti dengan kerusakan bahan
organik, akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya ke jaringan periapeks sehingga dapat menyebabkan rasa ngilu dan nyeri.
11
Karies gigi dapat ditemui diseluruh dunia tanpa memandang usia, bangsa ataupun keadaan ekonomi. Diperkirakan 90 anak usia sekolah diseluruh dunia pernah
menderita karies. Penelitian di negara-negara Eropa, Amerika, Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80-95 dari anak-anak di bawah usia 18 tahun terserang karies
gigi.
12
Insiden karies gigi setiap tahunnya cenderung meningkat. Data hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO pada tahun 1970 menunjukkan nilai indeks DMF-T: 0,70,
pada tahun 1980 kemudian meningkat menjadi 2,30; dan pada akhir tahun 1999 menjadi 2,70. Data global juga menunjukkan bahwa penyakit gigi dan mulut menjadi
masalah dunia yang dapat memengaruhi kesehatan umum dan kualitas hidup. Karies gigi dapat menyebabkan sakit, gangguan penyerapan makanan, memengaruhi
pertumbuhan tubuh anak dan hilangnya waktu sekolah jika tidak diobati.
13
Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2013 dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan sebanyak 25,9 penduduk Indonesia mengalami
masalah gigi dan mulut. Data menunjukkan bahwa penduduk Indonesia memiliki rata- rata pengalaman karies sebesar 4,6 , dengan kelompok usia 12 sampai 14 tahun
memiliki skor DMFT sebesar 1,4. Provinsi Sumatera Utara memiliki rata-rata pengalaman karies sebesar 3,6 dengan rata-rata Missing kehilangan gigi sebesar 2,3.
Hasil Riskesdas juga menunjukkan bahwa 68,9 masyarakat Indonesia berusia 12
Universitas Sumatera Utara
tahun keatas tidak melakukan perawatan pada masalah gigi dan mulut yang dialaminya.
3
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Karies