Gambaran umum responden Riwayat Penyakit Guillain Barre Syndrome GBS

Tabel 2. Jadwal Pelaksa naan Wawancara Responden No Tanggal Waktu Tempat 1 17 September 2014 16.00-16.05 Rumah sakit KS 2 07 Oktober 2014 16.30-16.53 3 21 Oktober 2014 16.00-16.43 4 17 November 2014 16.15-16.47 5 18 November 2014 16.05-16.39 6 04 Desember 2014 16.30-17.19 7 05 Desember 2014 19.00-19.39 8 18 Mei 2015 15.23-15.37 9 24 Oktober 2015 15.10-15.58

A. Gambaran umum responden

Vivi merupakan anak ke-6 dari tujuh bersaudara, Vivi memiliki tiga saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan. Saudara pertama Vivi adalah perempuan, dia merupakan ibu rumah tangga. Saudara kedua Vivi adalah perempuan bekerja sebagai accounting di salah satu perusahaan swasta di Jakarta dan saudara perempuan Vivi yang ketiga bekerja sebagai petani. Saudara Vivi yang keempat adalah laki-laki dan bekerja di bank, saudara Vivi yang ke-5 juga laki-laki dan bekerja di perusahaan swasta. Ketiga saudara perempuan Vivi telah menikah dan saudara laki-laki Vivi yang keempat berencana melangsungkan pernikahan di bulan Juni 2015. Saudara ke-7 Vivi masih kuliah di salah satu universitas negeri Universitas Sumatera Utara di Medan. Vivi merupakan sarjana strata satu akuntansi di salah satu universitas swasta di Medan yang lulus pada tahun 2011. Orang tua Vivi bekerja sebagai petani. Selama kuliah, Vivi juga aktif dalam organisasi kerohanian Katolik atau sering disebut dengan OMK, mengikuti les piano, dan berjualan produk-produk SM. Jika ada yang memesan prosuk SM, Vivi akan mengambil pesanan ke kantor SM dan mengantar pesanan ke rumah si pemesan. Vivi juga aktif dalam kegiatan yang dilakukan dalam gerejanya, misalnya mengikuti koor yang latihannya diadakan hari sabtu dan nantinya koor tersebut akan ditampilkan pada selingan diantara sesi bacaan dalam ibadah gereja, menjadi petugas liturgi, pembawa doa, pembaca bacaan pertama dan kedua, juga bermazmur.

B. Riwayat Penyakit Guillain Barre Syndrome GBS

Vivi terkena penyakit Guillain Barre Syndrome GBS tiga hari setelah ia wisuda, tepatnya pada tanggal 03 Mei 2011. Ketika itu Vivi sedang di kamar mandi dan Vivi merasa seperti ada yang memukul punggungnya dengan keras dan dia merasa kesakitan. Setelah itu Vivi mencari cermin untuk melihat punggung yang terasa sakit tersebut, setelah melihat ternyata pada punggung Vivi terdapat luka yang membiru. Vivi mencoba mengurangi rasa sakit yang dirasakannya dengan berjalan-jalan di sekitar kamar kosnya, rasa sakit yang dirasakan Vivi tidak berkurang namun semakin sakit. Kejadian itu terjadi di siang hari tepatnya pukul 12.30. Ibu kos Vivi yang sedang hamil biasanya sekitar pukul 17.00 sore naik ke lantai empat untuk Universitas Sumatera Utara mengambil pakaian yang dijemur, untuk menuju tempat menjemur pakaian tersebut ibu kos Vivi melewati kamar Vivi yang berada di lantai tiga. Namun, saat ibu kos Vivi naik ke lantai tiga ibu kos Vivi melihat Vivi menjerit kesakitan. Ibu kos Vivi bertanya mengapa Vivi menjerit kesakitan. Vivi menceritakan kepada ibu kosnya bahwa dia merasa seperti ada yang memukul punggungnya ketika sedang di kamar mandi, sehingga terdapat luka yang membiru pada punggung Vivi. Ibu kos Vivi membaringkan Vivi di tempat tidur serta menekan bagian punggung Vivi yang biru. Namun, Vivi semakin merasa sakit dan berteriak karena kesakitan. Ibu kos Vivi menghubungi keluarga Vivi dan keluarga menyarankan untuk mengalungkan Rosario dan menyirami Vivi dengan air suci dengan harapan sakit yang dirasakan Vivi berkurang. Namun, Vivi tetap kesakitan. Rasa sakit yang dirasakan oleh Vivi saat itu belum pernah dia rasakan sebelumnya, hal tersebut membuat ibu kos Vivi panik dan takut. Sebelum kejadian tersebut terjadi adik Vivi berkunjung ke kos Vivi pada jam sepuluh pagi. Vivi meminta ibu kosnya untuk menghubungi adiknya. Adik Vivi tidak percaya kalau Vivi sakit karena tidak beberapa lama dia baru saja dari kos Vivi. Adik Vivi datang untuk memastikan kondisi Vivi dan melihat bahwa Vivi memang sakit. Ketika akan dibawa ke rumah sakit Vivi tidak mampu mengangkat tangan kiri, kaki kiri, dia merasa sesak dan sulit bernapas. Adik Vivi menggendong Vivi dari lantai tiga kos ke lantai satu, adik Vivi merasa sangat berat, seperti tidak seberat orang normal pada umumnya, Vivi harus diangkat Universitas Sumatera Utara menggunakan jasa tiga orang karena jika satu atau dua orang tidak akan mampu mengangkat Vivi. Orang tua Vivi telah menghubungi rumah sakit E agar ketika Vivi dan adiknya tiba di rumah sakit, dokter dan perawat telah siap sedia. Kemudian adik Vivi membawa Vivi ke rumah sakit E. Vivi tiba di rumah sakit E sekitar pukul 13.30 WIB, Vivi tidak mampu lagi berbicara namun masih mendengar suara yang samar-samar, saat itu dokter umum di rumah sakit tersebut bertanya kepada Vivi mengapa dia merasa kesakitan, namun dia tidak tidak mampu menjawab karena rasa sakit yang dia rasakan saat itu. Dokter tersebut memutuskan bahwa dengan kondisi Vivi yang seperti itu tidak memungkinkan untuk masuk ruangan biasa dan kemudian Vivi dianjurkan masuk ke ruang ICU. Masuk ruang ICU Vivi langsung dipasangkan oksigen pembantu pernapasan, biasa disebut oksigen sungkup, saat itu Vivi seperti melihat orang yang berlalu lalang di sekitarnya kemudian orang- orang tersebut hilang. Setelah itu Vivi tidak mengingat apapun, dia koma selama enam hari dan dirawat di ICU selama enam setengah bulan. Pada umumnya pasien seperti Vivi yang datang ke rumah rumah sakit E tidak mampu bertahan lama, tiga minggu dirawat di rumah sakit setelah itu meninggal. Dokter mengatakan bahwa hal ini terjadi dikarenakan serangan penyakit ini sangat cepat reaksinya pada tubuh yang terkena penyakit ini. Dokter juga mengatakan bahwa jika Vivi datang lewat dari lima belas menit setelah ia sampai di rumah sakit, kemungkinan untuk bisa ditolong sangat kecil. “Tiba-tiba saja gitu, tiga hari setelah wisuda kan, jam setengah satu rencananya mau kampus, […] rupanya tiba-tiba di kamar mandi, punggungnya sakit, enggak pernah, kayak dipukul tapi enggak ada Universitas Sumatera Utara orang, mugkin di dalam reaksi sarafnya ya. Terus, rasanya kayak dipukul.” BW.2b.136-171h.6-7 Vivi di rawat di ICU kurang lebih selama enam bulan, pada bulan pertama ketika dia di ICU kesadaran Vivi belum pulih total, Vivi masih belum tahu kenapa dia ada di rumah sakit dan apa yang terjadi dengan dirinya. Ketika ada orang yang datang menjenguk Vivi, dia hanya melihat orang tersebut dengan pikiran yang kosong. Saat orang yang menjenguk datang dan senyum terhadap Vivi, ataupun menangis, dia hanya heran mengapa orang yang menjenguk tersebut senyum atau menangis, Vivi tidak tahu apa alasan mereka melakukan hal tersebut. Dia juga belum mengetahui mengapa banyak alat dipasang pada tubuhnya, misalnya alat pendeteksi detak jantung, alat penjepit yang dijepitkan pada kuku, selang untuk bernapas juga untuk makan, dan mengapa ketika dia buang air kecil harus menggunakan kateter. Memasuki bulan kedua ketika Vivi masih di ICU, Vivi mulai bertanya-tanya mengapa dia ada di rumah sakit, mengapa ketika dia meminta mandi harus dimandikan di tempat tidur dimana dia berbaring, mengapa dia tidak mampu menggerakkan dan mengangkat kakinya. Kemudian Vivi bertanya kepada dokter mengapa dia ada di rumah sakit dan sakit apa yang dialaminya. Dokter pun menceritakan sakit apa yang sedang dialami oleh Vivi. Namun, ketika pertama kali dokter memeriksa kondisinya, dokter bingung penyakit apa yang sedang diderita Vivi. Tidak ada gejala awal yang dialami oleh Vivi, misalnya seperti deman, kejang, kebas, ataupun flu. Namun, Vivi mengalami sesak napas dan tidak mampu lagi bernapas dengan Universitas Sumatera Utara paru-paru sendiri, Vivi harus menggunakan alat bantu pernapasan untuk bisa bernapas. Ditambah lagi penyakit yang menyerang Vivi membuat seluruh otot Vivi melemah, dia tidak mampu lagi menggerakkan kaki mapun tangannya. Dari gejala tersebut dokter memprediksi bahwa penyakit yang dialami Vivi adalah GBS. Setelah enam bulan di ICU, setelah dilakukan MRI, barulah diketahui dengan jelas bahwa Vivi terkena penyakit GBS. Guillain Barre Syndrome GBS merupakan penyakit autoimun yang menyerang saraf myelin yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini mengakibatkan otot paru dan otot tubuh lainnya melemah sehingga membuat Vivi lumpuh dan sulit bernapas. Hingga saat ini penyebab utama munculnya penyakit ini masih belum diketahui. Pengobatan untuk penyakit ini juga belum diketahui dengan pasti. Baik dari dokter maupun dari informasi yang dicari oleh Vivi, ia tidak menemukan pengobatan yang tepat terhadap penyakitnya. Selama Vivi terkena penyakit GBS, dia sering pindah-pindah rumah sakit. Vivi pernah dirawat di rumah sakit AM selama satu setengah bulan, dia dirawat di ruang ICU non- permanen selama seminggu, kemudian pindah ke ruang struckcorner dan ruang biasa kemudian dirawat selama satu bulan. Setelah itu Vivi pindah ke rumah sakit HJ dan dirawat disana kurang lebih selama enam bulan, di rumah sakit tersebut Vivi menjalani rehabilitasi, terapi, belajar berjalan, dan juga belajar makan. Saat itu pada tubuh Vivi masih terdapat alat bantu pernapasan, prepastoaming, ia meminta agar perawat di rumah sakit HJ melepaskannya karena Vivi merasa tidak nyaman dengan alat tersebut. Namun, pihak rumah sakit HJ tidak mengijinkan dikarenakan kasus yang dialami oleh Vivi baru pertama kali ditangani oleh rumah Universitas Sumatera Utara sakit tersebut. Setelah itu Vivi kembali dirawat di rumah sakit E, di rumah sakit tersebutlah kemudian dia melepaskan prepastoaming tersebut. “[…] Sama menyerang ini juga pernafasan. Jadi, Gullain Barre itu menyerang sistem saraf.” BW.2b.240-246h.10 Dia juga pernah dirawat di klinik yang berada di kampung halamannya, dan sempat tidak mendapat perawatan secara medis. Vivi dirawat di rumahnya sendiri dengan bantuan obat-obat tradisional. Namun, semua pengobatan medis yang dijalani oleh Vivi selama ini tidak banyak membantu perkembangan kesehatan Vivi. Kemudian dia kembali dirawat di rumah sakit E sekaligus juga di rumah sakit KK, selama di rumah sakit ini, secara bergantian, Vivi melakukan fisioterapi. Rumah sakit KK dengan menggunakan alat bantu fisioterapi sedangkan di rumah sakit E terapi secara manual, dengan panduan yang diberikan oleh dokter terapinya Vivi menjalani terapi disana. “Ia, katanya gitu karena virus. Guillain Barre Syndrome kan syndrome yang ditemukan oleh Barre, sejenis virus, yang menyerang saraf.” BW.2b.240-246h.10 “Itulah, ini kan sebenarnya penyakit ini sampai sekarang belum ada didapatkan apa penyebab utama dan solusi utama dan enggak tahu apa obatnya yang bisa langsu ng menyembuhkan.” BW.4b.1314-1319h.49 Baik Vivi maupun keluarga tidak mengenal penyakit GBS sebelumnya, bahkan ketika Vivi terkena penyakit ini, saat itulah keluarga mendengar penyakit GBS ini. Vivi penasaran dengan penyakit yang dialaminya saat ini dan sering kali Vivi mencari tahu penyakit seperti apakah GBS itu dan banyak informasi yang dia temukan dan semakin membuat dia bingung. Vivi mendapatkan informasi Universitas Sumatera Utara mengenai penyakit tersebut dari internet juga dari grup facebook yang diikutinya, dimana grup tersebut merupakan grup tertutup khusus untuk orang-orang yang dengan penyakit kronis, seperti GBS dan yang menyerupai GBS. Banyak informasi yang berbeda yang ditemukan Vivi mengenai penyakit ini, ada yang mengatakan penyakit ini terjadi karena disebabkan oleh penyakit lupus. Ada juga yang mengatakan bahwa GBS merupakan gejala awal dari penyakit ENEMO, penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan GBS yang dapat mengakibatkan lumpuh total, mengalami kebutaan dan juga kematian. ” Ia, jadi itu ada tiga penyakit yang di satu grup itu. Yang kayak aku, ADEM, entah apa itu penyakitnya aku enggak tahu juga, ADEM, terus ENEMO. ENEMO ini katanya gini, sakitku ini, ini masih gejala.” BW.4b.1276-1279h.47 Penyakit Guillain Barre Syndrome GBS yang diderita Vivi berdampak secara fisik maupun psikologis bagi Vivi. Secara fisik penyakit ini membuat Vivi lumpuh, Vivi tidak dapat menggerakkkan tubuhnya sendiri, tidak mampu melakukan apapun tanpa bantuan orang lain. Untuk makan dan minum Vivi dibantu oleh orang lain, begitu juga ketika Vivi ingin ke kamar mandi mandi, buang air kecil, buang air besar, Vivi tidak mampu melakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. “Kalo fisik ini lah, kalo dari awal kan dulu, tiba-tiba sakit semua enggak bisa gerak, enggak bisa nafas harus bantu fentilator, makan juga harus pake selang bantu buat makan, terus pipis pun pake bantuan dek. […] Makan sendiri pun susah, mandi sendiri pun susah, semua enggak bisa, nulis pun susah kemarin itu kan, enggak bisa lah apa-a pa.” BW.3b.596-619h.23 Universitas Sumatera Utara Penyakit GBS ini membuat daya tahan tubuh Vivi menjadi lemah sehingga membuat Vivi demam hampir setiap bulan, bahkan muncul bintik-bintik merah pada tubuh Vivi, bintik-bintik merah tersebut akan pecah dan mengeluarkan darah. Membutuhkan waktu beberapa hari agar kondisi tersebut pulih dan Vivi harus kembali ke rumah sakit E untuk mengobati luka akibat bintik-bintik merah yang muncul pada tubuhnya. Vivi juga sempat kehilangan suara ketika dia dirawat di ICU, hal ini membuat Vivi sulit untuk melakukan komunikasi baik dengan keluarga maupun perawat yang ada di rumah sakit, Vivi juga mengalami kejang dan demam tinggi. Kondisi ini terjadi jika cuaca kurang baik bisa juga terjadi ketika ada orang yang datang berkunjung dengan kondisi tubuh yang kurang fit, Vivi akan mudah tertular oleh pengunjung tersebut bahkan sering kali akibatnya lebih parah. Misalnya, orang yang berkunjung sedang flu, kemudian dia melakukan kontak dengan Vivi, maka Vivi akan terkena flu dalam kondisi yang lebih parah dari si pengunjung. Selain itu terdapat bekas luka pada leher Vivi dikarenakan Vivi menggunakan selang sebagai alat bantu makan, melalui selang tersebutlah makan yang halus dimasukkan dan akan dicerna oleh Vivi, juga terdapat bekas luka sebesar telur ayam pada bagian tubuh bawah Vivi dikarenakan Vivi terlalu sering berbaring, kurang pergerakan, dan ketika tidur dengan posisi miring Vivi bisa muntah, sehingga posisi tidur Vivi harus terus menengadah, dan untuk beberapa saat Vivi menggunakan pampers, hal inilah yang membuat luka pada bagian tubuh bawah Vivi. “ […] Karena sakitnya yang utama ini lumpuh semua, eee, bukan hanya itu sebenarnya yang dirasakan. Belum lagi kayak ini datang Universitas Sumatera Utara lagi bintik-bintik, sampai enggak bisa berdiri, berdarah-darah, bernanah, terus belum lagi kayak dikubitis itu, belum lagi demam terus- terusan seminggu atau beberapa hari, gitu […].” BW.4b.1244-1263h.46-47 “[...] Jadinya luka pantatku, kayak telor ayamlah bolong.” BW.2b.357-361h.14 Secara psikologis, Vivi sedih dengan keadaan yang dialaminya. Ada saat Vivi mengalami stress, panik, mudah menangis dan tersinggung. Bahkan, Vivi juga takut ketika mendengar suara sirene. Ketika Vivi dalam ruang ICU hampir setiap malam selama satu bulan dia mengalami panik dan ketakutan. Ketika tidur dia seperti diberi benang yang sangat kusut dan ditugaskan untuk memisahkan benang tersebut agar akhirnya menjadi benang yang tidak kusut. Vivi terus berusaha, dia mencoba untuk memanjangkan benang tersebut, memisahkannya namun tetap saja benang itu kusut. Sampai akhirnya Vivi merasa stres karena tidak mampu memisahkan benang kusut itu. Jika hal itu terjadi maka detak jantung Vivi akan berdetak kencang sehingga fentilator yang dipasangkan pada tubuh Vivi berbunyi. Untuk menenangkan Vivi, biasanya dia diberikan obat penenang, setelah diberikan obat Vivi bisa tidur. Diawal Vivi sadar dari koma, dia belum mampu mengeluarkan suaranya, ketika dokter bertanya dia tidak bisa menjawab, ketika ada yang dia ingin sampaikan dia tidak mampu berbicara. Hanya ibu Vivi yang mengerti apa yang diinginkan olehnya, ketika kepalanya gatal, ketika dia haus, walaupun hanya bahasa non-verbal. Hal tersebut terkadang membuat Vivi sering dimarahi oleh perawat yang menjaga dia saat di ICU, karena Vivi tidak mampu berbicara ataupun menggerakkan tangannya, dan perawat juga tidak paham dengan bahasa non-verbal yang dilakukan Vivi. Vivipun mulai berontak mengapa dia tidak bisa Universitas Sumatera Utara berbicara, mengapa dia tidak bisa menggerakkan tangan atau kakinya, bahkan tidak bisa menggerakkan jarinya, dan hal itu membuat dia panik dan ketakutan. “Aku waktu setelah lima hari itu kan, kalau malam dia, aku kayak di, kan tutup mata kalau mau tidur kan, aku kayak di apa benang- benang kusut, kusut kali, dipanjangin memang tapi kusut. Aku disuruh misahin sampai aduh stress kali. Ia kek gitu, tapi aku harus berusaha misahin, pisahin, pisahin. Itulah jadinya panik, ketakutan, terus detak jantungnya jadi cepat-cepat, bunyilah fentilator-nya, jadi dikasilah obat tidur. Baru tidur lah.” BW.2b.286-292h.11-12 Pengobatan yang dilakukan oleh Vivi berupa plasma exchange, pengobatan ini dilakukan oleh Vivi sebanyak tiga kali, setelah melakukan plasma exchange sebanyak tiga kali, Vivi dapat menggerakkan kaki kanannya. Vivi juga mengkonsumsi obat-obat medis selama dua tahun, juga obat tradisional dan obat herbal, serta rutin menjalani fisioterapi. Hingga saat ini Vivi masih menjalani fisioterapi, fisioterapi dilakukan dua kali dalam sehari. Jadwal terapi Vivi setiap hari dimulai dari jam delapan pagi hingga jam sebelas kemudian setelah terapi dia istirahat sebentar dan makan siang, setelah itu dia akan melanjutkan lagi terapinya mulai dari jam setengah dua siang hingga jam tiga sore. Begitulah Vivi menjalani kesehariannya. “Pengobatan yang pertama itulah, eee, plasma exchange itu, cuci plasma darah. Terus, obat-obatnya kan, enggak ingat dek kalo tentang obat, waktu itu […]”. BW.3b.449-454h.18 “ […] Banyak juga yang bilang pokoknya enggak ada dapat obatnya gitulah, terus fisioterapi saja. Itulah satu- satunya.” BW.4b.1360-1372h.50-51 Fisioterapi yang dilakukan oleh Vivi disebut dengan terapi soqi. Terdapat tiga jenis bentuk dari terapi ini, yakni e-power, fir, dan chi-mesin. Masing-masing Universitas Sumatera Utara terapi memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misalnya, terapi e-power berfungsi untuk membuang racun dalam tubuh. E-power merupakan terapi berupa sabuk pinggang yang nantinya akan diikatkan pada pinggang dan alat ini dialiri oleh listrik kemudian pengguna akan memakai alat ini selama 30 menit. Fir berfungsi untuk memperlancar peredaran darah. terapi ini merupakan jenis terapi yang berat dan jarang digunakan oleh Vivi. Vivi pernah menggunakan alat ini dalam kondisi sistem pencernaannya yang belum pulih dengan baik, sebelum menggunakan terapi ini terlebih dahulu diberikan gingseng untuk diminum, setelah itu barulah terapi ini digunakan. Namun, setelah Vivi menggunkan terapi ini, ia mengalami muntah-muntah dan demam tinggi hingga Vivi harus diinfus akibat terapi ini. Akhirnya, ibu Vivi menyarankan untuk sementara waktu untuk tidak menggunakan terapi ini. Sedangkan chi-mesin berfungsi untuk melatih gerak tubuh secara alami. Terapi ini berupa alat dimana orang yang menggunakannya akan meletakkan kedua kakinya pada alat tersebut, kemudian alat ini dialiri oleh listrik dan terapi ini kan bergerak sendiri. Terapi ini bisa digunakan sebagai penganti olah raga, dan sering disebut dengan istilah berenang di darat, karena terapi ini melatih gerak tubuh yang menggunakannya. Terapi ini tidak hanya untuk orang yang sakit, terapi ini juga dapat digunakan bagi orang yang sehat. Ketiga terapi tersebut disebut dengan terapi soqi. “Ia baru kebetulan disini apa, ada terapi disini, yaudah aku ikut terapi disini e-power sama chi- mesin. […] Terus ada juga yang melengkapi semua itu itulah namanya terapi fir, jadi kumpulan dari ketiga ini namanya soqi.” BW.6b.1827-1872h.68-70 Universitas Sumatera Utara Selain terapi soqi, Vivi juga mengikuti terapi di rumah sakit E. Namun, terapi di rumah sakit E berbeda dengan terapi yang dijalani Vivi di rumah sakit KK. Terapi di rumah sakit E merupakan terapi yang dipandu langsung oleh terapis, berbeda dengan di rumah sakit KK yang menggunakan alat untuk terapi. Vivi akan dipandu oleh dokter terapi dari rumah sakit E. Misalnya, ketika dokter mengatakan dorong maka Vivi akan mendorong tangannya kedepan dengan sekuat tenaganya. Ketika dokter terapi mengatakan tarik, Vivi akan menarik kebelakang tangannya dengan sekuat tenaga. Begitu juga dengan kaki. Ketika dokter terapi mengatakan tendang maka Vivi akan menendangkan kakinya kedepan dengan sekuat tenaga dan begitu seterusnya. “Kalau yang di rumah sakit E kita kayak bertinju.” BW.6b.1962h.73 “Kan “tarik” tarik kan, kan kita kayak berantam sambil memperagakan dengan tangan, “dorong” katanya, ku dorong kayak gini sambil memperagakan dengan tangan. Gimana supaya melatih kekuatan lah supaya lebih kuat kan […].” BW.6b.1964-1981h.73-74 Untuk terapi di rumah sakit E, tensi Vivi minimal harus 10080. Jika tensi Vivi tidak mencapai minimal 10080, maka Vivi tidak dapat mengikuti terapi di rumah sakit E. Hingga saat ini tensi Vivi masih dibawah 10080, Vivi terus mencoba untuk memperbaikinya namun tensi Vivi belum naik juga. Hal ini membuat Vivi tidak bisa melakukan fisioterapi di rumah sakit E. Vivi mencoba menaikkan tensinya dengan mengkonsumsi sop kambing, mengkonsumsi makanan yang bergizi, namun usaha tersebut belum membuahkan hasil. Untuk sementara waktu ini, sampai tensi Vivi normal lagi, ia tidak melakukan terapi di rumah sakit E. Universitas Sumatera Utara “[…] Kalau disana minimal tensinya itu 10080 gitu baru bisa terapi, di bawah itu mereka nggak berani megang, nanti kecapean, drop jadi susah. Terus disuruh naikin, sudah dua bulan n ggak naik dek.” BW.6b.1821-1825h.68 Daya tahan tubuh Vivi masih lemah dan ketika kondisi cuaca tidak baik dapat membuat Vivi mudah terkena penyakit, misalnya demam, flu, tensi yang rendah. Dalam hal ini Vivi memilih untuk tidak mengkonsumsi obat medis, cukup dengan minum air putih yang hangat dan istirahat yang cukup dapat memulihkan kondisi Vivi. Alasannya adalah selama mendapat perawatan di rumah sakit, Vivi sudah terlalu banyak mengkonsumsi obat dan saat ini Vivi berusaha untuk menguranginya bahkan jika kondisi Vivi sedang sakit tapi tidak terlalu mengkhawatirkan, dia tidak akan mengkonsumsi obat. Namun, jika Vivi deman tinggi diatas 40 derajat C, dia akan mengkonsumsi obat medis. “Kalo demam sama flu aku enggak minum obat, cuma minum air hangat saja . […] Tapi kalo demamnya di atas empat puluh baru minum obat, baru diinjeksi.” BW.3b.405-408h.16 Saat ini Vivi tinggal di salah satu rumah sakit swasta di Medan dan menggunakan jasa seseorang untuk merawat Vivi. Selama tinggal di rumah sakit tersebut A merawat Vivi dan membantunya dalam melakukan kegiatan sehari- hari. Ketika Vivi akan menjalani terapi A akan membantu Vivi turun ke ruang fisoterapi dan membantunya menjalani terapi. Ketika Vivi makan atau minum juga melakukan rutinitas lainnya A akan membantunya. “Sudah hampir satu tahunlah dijagain, jadi diapun tahu dikit-dikit perkembangannya.” BW.4b.990-991h.37 “Panjang kali, akupun sampai lupa, TSW. Tapi, panggilannya A.” BW.4b.988h.37 Universitas Sumatera Utara

C. Hasil Analisa Data Responden