Analisa Kandungan Kadmium Dalam Beras Yang Berasal Dari Tanaman Padi (Oryza Sativa) di Sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten deli serdang Tahun 2013

(1)

ANALISA KANDUNGAN KADMIUM DALAM BERAS YANG BERASAL DARI TANAMAN PADI (Oryza sativa) DI SEKITAR TPA

NAMO BINTANG KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

VIVI NURHAMIDA HRP 071000004

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISA KANDUNGAN KADMIUM DALAM BERAS YANG BERASAL DARI TANAMAN PADI (Oryza sativa) DI SEKITAR TPA

NAMO BINTANG KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2013  

      SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

VIVI NURHAMIDA HRP 071000004

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

ABSTRAK

Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriftif yang bertujuan untuk mengetahui kadar kadmium dalam beras yang berasal dari tanaman padi yang di areal persawahan sekitar Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Pengumpulan data dilakukan secara observasi, kemudian sampel dipersiapkan menggunakan Kjehdal apparatus di Laboratorium Anorganik FMIPA USU, kemudian untuk mengetahui kadar kadmium dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Laboratorium Farmasi USU .

Berdasarkan hasil penelitian yang diamati secara kualitatif menunjukan kandungan kadmium dengan kadar tertinggi pada beras yang berjarak 100 meter dari TPA yaitu sebanyak 0,354 mg/kg dan terendah pada beras yang berjarak 500 meter dari TPA yaitu sebanyak 0,007 mg/kg.

Berdasarkan secara kuantitatif menunjukan bahwa kandungan kadmium pada beras masih di bawah ambang batas yang ditetapkan SNI No.7387 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam dalam pangan yaitu sebesar 0,4 mg/kg.

Perlunya diinformasikan kepada konsumen tentang adanya kandungan kadmium dalam beras yang diperiksa. Selain itu, masyarakat juga masih diperbolehkan mengonsumsi beras dari yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang.


(5)

ABSTRACT

Soil is part of a cycle of heavy metals. Waste disposal to land if the land exceeds the ability to digest the waste would resulted in soil contamination. Cadmium is a heavy metal kind of dangerous because these elements are at high risk for blood vessels. Cadmium effect on humans in the long term and could accumulated in the body, especially the liver and kidneys.

This research was a descriptive analysis to determine the levels of cadmium in rice derived from rice plants grown in paddy fields around the landfill waste (landfill) Namo Bintang District Pancur Batu regency Deli Serdang. data collection was done by observational, then the sample was prepared using the apparatus in the Laboratory of Inorganic Kjehdal USU Faculty, and then to determined cadmium levels examined using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) in Pharmaceutical Laboratory USU.

Based on the observed results qualitatively show the highest levels of cadmium content in rice within 100 m of the landfill that is as much as 0.354 mg / kg and the lowest rice within 500 m of the landfill that is as much as 0,007 mg / kg .

Based on the observed results quantitatively showed that the cadmium content in rice is still below the threshold set SNI No.7387 of 2009 concerning the maximum limits of metal contamination in food is equal to 0.4 mg / kg .

The need to inform consumers about the content of cadmium in rice were examined . In addition , people are still allowed to consume rice from Landfill ( Landfill ) Namo Bintang .


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Vivi Nuhamida Harahap

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat & Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 8 Desember 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 1 (pertama) dari 4 (empat) bersaudara

Alamat Rumah : Jln K.H. Wahid Hasyim 13 Padangsidimpuan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1995 – 2001 : SD Negeri 12 Padangsidimpuan 2. Tahun 2001 – 2004 : SMP Negeri 1 Padangsidimpuan 3. Tahun 2004 – 2007 : SMA Negeri 2 Padangsidimpuan 4. Tahun 2007 – 2013 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisa Kandungan Kadmium Dalam Beras yang Berasal dari Tanaman Padi (Oryza Sativa) di Sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda tercinta Burhanuddin Harahap dan Ibunda tercinta Ida Kherawati Lubis yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih kepada adinda terkasih Riandi Aulia Imron Harahap, Angga Aulia Harahap dan Anggi Aulia Harahap atas dukungan, nasehat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan materil dan moral dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Surya Utama, Drs, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Penasehat Akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Taufik Ashar, MKM selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

3. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes selaku dosen pembimbing II dan Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku dosen penguji I yang telah banyak memberi saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku dosen penguji II yang telah banyak memberi saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Departemen Kesehatan Lingkungan dan staf pengajar di FKM USU yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Terkhusus untuk Abangnda Muhammad Khadafi yang senantiasa menemani, menemani, memotivasi, memberikan semngat dan dukungan serta mendoakan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Sahabat terkasih Arnold Maruli SKM, Pramayana SKM, Raisya Hehemia SKM, Ramzi, Rezky Putri Raudah SKM dan Vidya Purnama Sari Lubis SKM yang telah banyak memberikan motivasi dan mendoakan penulis.

9. Kakanda senior Mansyur Syah SKM dan adik adik tersayang Fauzi Ariansyah Simbolon, Dikri Abdilanov SKM, Dipo Satrio SKM,Herianto SKM, Ikhsan Ibrahim Harahap SKM , Nia Rahmadaniaty SKM dan Voni Yolanda SKM yang telah memotivasi dan mendoakan penulis.

10.Semua pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin.


(9)

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasaan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman penulis miliki.

Medan, November 2013

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II Tinjauan Pustaka ... 8

2.1 Pencemaran tanah... 8

2.2 Pencemaran Logam Berat... 10

2.3 Kadmium ... 11

2.3.1 Karakteristik kadmium ... 11

2.3.2 Kegunaan Kadmium ... 12

2.3.3 Metabolisme (Absorpsi, distribusi dan ekskresi) Kadmium dalam tubuh ... 13

2.3.4 Jalur Pemajanan Kadmium ... 15

2.3.5 Waktu paruh dalam tubuh ... 17

2.3.6 Penilaian Resiko Kadmium ... 17

2.3.7 Efek Kadmium ... 18

2.3.8 Kadmium dalam Lingkungan ... 21

2.4 Padi ... 22

2.4.1 Pengertian Padi ... 22

2.4.2 Beras ... 23


(11)

2.5 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ... 26

2.5.1 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ... 26

2.5.2 Metode Pengolahan Sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ... 26

2.5.3.Persyaratan Lokasi TPA ... 28

2.6 Air Lindi ... 29

2.6.1 Pengertian Air Lindi ... 29

2.6.2 MekanismeMasuknya Air Lindi ke Dalam Air Tanah ... 30

2.6.3 Komponen Air LindiPadaTempatPembuanganakhirsampah ... 31

2.7 KerangkaKonsep ... 32

BAB III Metode Penelitian ... 33

3.1 Jenis penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan waktu penelitian ... 33

3.2.1 Lokasi penelitian ... 33

3.2.2 Waktu penelitian ... 34

3.3 Objek penelitian ... 34

3.4 Pengambilan Sampel ... 34

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5.1 Data Primer ... 35

3.5.2 Data Skunder ... 35

3.6 Pelaksanaan Penelitian ... 35

3.6.1 Pengambilan dan Pengiriman Sampel ke Laboratorium ... 35

3.6.2 Pemeriksaan Sampel di Laboratorium ... 36

3.7 Cara kerja ... 37

3.7.1 Preparasi Sampel Beras ... 37

3.7.2 Analisis Kadar Kadmium dengan Alat SSA ... 37

3.8 Analisis Data ... 39

3.9 Definisi Operasional ... 39

BAB IV Hasil Penelitian ... 41

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

4.1.1 Keadaan Geografis... 41

4.1.2 Gambaran Kependudukan... 42

4.2 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium pada Beras ... 44

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium pada Beras Secara Kualitatif ... 44


(12)

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium pada Beras Secara

Kuantitatif ... 45

BAB V Pembahasan ... 47

5.1 Kondisi Tanah PadaTempatPembuanganAkhir (TPA) Sampah ... 47

5.2 HasilPemeriksaanKandunganKadmiumPadaBeras ... 48

5.2.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium pada Beras Secara Kualitatif ... 48

5.2.2 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium pada Beras Secara Kuantitatif ... 50

BAB VI Kesimpulan dan Saran ... 55

6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 55

Daftar Pustaka Lampiran


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Luas Wilayah Desa Namo Bintang ... 41 Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 42 Tabel 4.3 Distribusi Penyakit Terbesar di Puskesmas Kecamatan Pancur Batu

Tahun 2012 ... 42 Tabel 4.4 Kondisi dan Situasi TPA Namo Bintang Tahun 2010 ... 43

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras Secara Kualitatif 44 Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras Secara


(14)

DAFTAR GAMBAR


(15)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 2. Lembaran Hasil Pengujian

Lampiran 3. Batasan Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Lampiran 4. Skema Daerah Tempat Pengambilan Sampel


(16)

ABSTRAK

Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriftif yang bertujuan untuk mengetahui kadar kadmium dalam beras yang berasal dari tanaman padi yang di areal persawahan sekitar Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Pengumpulan data dilakukan secara observasi, kemudian sampel dipersiapkan menggunakan Kjehdal apparatus di Laboratorium Anorganik FMIPA USU, kemudian untuk mengetahui kadar kadmium dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Laboratorium Farmasi USU .

Berdasarkan hasil penelitian yang diamati secara kualitatif menunjukan kandungan kadmium dengan kadar tertinggi pada beras yang berjarak 100 meter dari TPA yaitu sebanyak 0,354 mg/kg dan terendah pada beras yang berjarak 500 meter dari TPA yaitu sebanyak 0,007 mg/kg.

Berdasarkan secara kuantitatif menunjukan bahwa kandungan kadmium pada beras masih di bawah ambang batas yang ditetapkan SNI No.7387 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam dalam pangan yaitu sebesar 0,4 mg/kg.

Perlunya diinformasikan kepada konsumen tentang adanya kandungan kadmium dalam beras yang diperiksa. Selain itu, masyarakat juga masih diperbolehkan mengonsumsi beras dari yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang.


(17)

ABSTRACT

Soil is part of a cycle of heavy metals. Waste disposal to land if the land exceeds the ability to digest the waste would resulted in soil contamination. Cadmium is a heavy metal kind of dangerous because these elements are at high risk for blood vessels. Cadmium effect on humans in the long term and could accumulated in the body, especially the liver and kidneys.

This research was a descriptive analysis to determine the levels of cadmium in rice derived from rice plants grown in paddy fields around the landfill waste (landfill) Namo Bintang District Pancur Batu regency Deli Serdang. data collection was done by observational, then the sample was prepared using the apparatus in the Laboratory of Inorganic Kjehdal USU Faculty, and then to determined cadmium levels examined using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) in Pharmaceutical Laboratory USU.

Based on the observed results qualitatively show the highest levels of cadmium content in rice within 100 m of the landfill that is as much as 0.354 mg / kg and the lowest rice within 500 m of the landfill that is as much as 0,007 mg / kg .

Based on the observed results quantitatively showed that the cadmium content in rice is still below the threshold set SNI No.7387 of 2009 concerning the maximum limits of metal contamination in food is equal to 0.4 mg / kg .

The need to inform consumers about the content of cadmium in rice were examined . In addition , people are still allowed to consume rice from Landfill ( Landfill ) Namo Bintang .


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat. Pembuangan limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan pencemaran tanah. Jenis limbah yang potensial merusak lingkungan hidup adalah limbah yang termasuk dalam bahan beracun berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat logam berat. Menurut Arnold (1990) dan Subowo et al (1995) dalam Charlena (2004), logam berat adalah unsur yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, antara lain Cd, Hg, Pb, Zn dan Ni. Logam berat Cd, Hg dan Pb dinamakan sebagai logam non-esensial dan pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi mahluk hidup (Charlena, 2004).

Kadmium sendiri merupakan unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan nomor atom 48. Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal.

Tentunya keberadaan kadmium dalam tanah tidak dapat kita toleransi karena akibat yang ditimbulkan bagi mahluk hidup khususnya manusia. Dimana kadmium memiliki kemampuan berakumulasi dalam tubuh manusia dan sangat susah untuk dikeluarkan, sehingga dapat mengganggu kinerja dari tubuh manusia itu sendiri.

Lebih jauh pencemaran kadmium pada tanah serta bagaimana proses penyebaran kadmium dalam tanah hingga terakumulasi dalam tubuh manusia. Agar


(19)

nantinya di kemudian hari kita dapat lebih bijaksana dalam membuang dan mengendalikan limbah logam berat khususnya kadmium ke dalam tanah.

Salah satu efek utama yang ditimbulkan dari keracunan kadmium adalah lemah dan rapuh tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit dan gaya berjalan pincang karena cacat tulang. Komplikasi lain yang terjadi adalah batuk, kanker, anemia, gagal ginjal dan kemudian menyebabkan kematian (Palar, 2008).

Pencemaran oleh kadmium telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem dan kehidupan manusia. Seperti kasus epidemik keracunan akibat mengkonsumsi beras yang tercemar logam kadmium telah terjadi di sekitar Sungai Jinzu Kota Toyama Pulau Honsyu Jepang pada tahun 1960. Penderita mengalami pelunakkan seluruh kerangka tubuh yang diikuti kematian akibat gagal ginjal. Penyakit ini dikenal dengan nama Itai-itai Disease. Sebelum Perang Dunia II pertambangan, dikendalikan oleh Mitsui Mining dan Smelting Co, Ltd, meningkat untuk memenuhi permintaan masa perang. Hal ini kemudian meningkatkan pencemaran Sungai Jinzū dan anak sungainya. Kadmium dan logam berat lainnya terakumulasi di bagian bawah sungai dan di air sungai. Air ini kemudian digunakan untuk mengairi sawah. Pada tahun 1968 Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan mengeluarkan pernyataan tentang gejala penyakit itai-itai yang disebabkan oleh keracunan kadmium.( Wardhana, 2001).

Kadmium masuk ke dalam jaringan tanaman dari tanah yang diabsorpsi melalui akar yang kemudian ditimbun dalam daun, sedangkan kadmium dari udara tertahan pada permukaan daun, yang jumlahnya cukup besar pada daun yang permukaannya kasar ataupun daun yang berbulu. Jumlah kadmium dalam jaringan


(20)

tanaman sangat bervariasi, bergantung pada spesies tanaman. Kadmium yang diserap dari dalam tanah, yang kemudian tertimbun di dalam biji jumlahnya lebih besar daripada dalam daun. Kandungan kadmium dalam beras secara normal adalah sekitar 0,029 ppm, sedangkan pada beras yang berasal dari daerah tercemar dapat mencapai 0,72-4,17 ppm (Winter, 1982).

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) selain sebagai upaya untuk mengatasi sampah, juga memilki dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak dari pencemaran TPA adalah tercemarnya lingkungan. Adanya perembesan air lindi (cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler kapiler air dalam tanah dapa tmencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan yang kemudian masuk ke dalam akar-akar tanaman. Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik seperti kadmium (Mahardika, 2010).

Hasil penelitian tentang Analisa Kandungan Kadmium Air Sumur Gali Masyarakat di Sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa semua sampel air sumur gali mengandung kadmium. Dari hasil pengamatan karakteristik fisik air sumur gali terdapat 16 sumur yang memenuhi syarat kesehatan dan ada 14 air sumur gali yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Dari hasil pemeriksaan laboraturium ditemukan bahwa 30 sampel air sumur gali mengandung kadmium melebihi baku mutu yang ditetapkan berdasarkan PerMenkes No 416/Menkes/Per/IX1990 yaitu 0,005 mg/L. Rata-rata kandungan pada air sumur gali yang berjarak<200 m adalah 0,374 ppm dan kandungan kadmium pada air sumur gali yang berjarak> 200 m adalah 0,346 ppm (Lusi,2011).


(21)

Air lindi dari TPA dapat merembes masuk ke dalam tanah dan bercampur dengan air tanah sampai pada jarak 200 meter, ataupun mengalir di permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai. Secara langsung air tanah atau air sungai tersebut akan tercemar (Mahardika, 2010).

Berdasarkan profil TPA Namo Bintang daerah Desa Namo Bintang ini memiliki luas seluruhnya sebesar 495,2 hektare yang terdiridari 50 hektare daerah pemukiman, 35 hektare daerah pertanian sawah, 200 hektare daerah perladangan dan 150 hektare daerah perkebunan serta 60,2 hektare untuk fasilitas umum seperti tempat pembuangan akhir (TPA) sekitar 25 hektare.

Berdasarkan survey pendahuluan, masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang banyak yang berpropesi sebagai petani, sebagian besar masyarakat bertani padi sedangkan jenis padi yang ditanam adalah padi jenis serang yang ditanam di lahan pertanian yang bertekstur liat. Hasil pengolahan padi sebagian besar dikonsumsi sendiri dan dijual kemasyarakat sekitarnya. Rata-rata masyarakat bertani dengan jarak kurang lebih 30 meter dari TPA.

Sehubungan dengan itu dikhawatirkan beras di daerah TPA Namo Bintang tercemar kadmium dari air lindi yang mengandung kadmium ataupun logam berat lainnya, yang akan berdampak pada kesehatan masyarakat yang mengkonsumsi hasil pertanian dari daerah tersebut. Dampak kesehatan yang akan ditimbulkan apabila tanaman mengandung kadmium melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan sesuai SNI No. 7387 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam pangan yaitu 0,4 mg/kg. Dikarenakan hasil padi masih banyak digunakan oleh masyarakat


(22)

desa Namo Bintang sebagai bahan pangan yang mereka konsumsi dalam kehidupan sehari-hari.

Bahaya kadmium bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam kadar yang tinggi yang terdapat dalam bahan pangan, maka penulis tertarik melakukan penelitian “Analisis Kandungan Kadmium Dalam Beras (Oryza sativa) di Sekitar TPA Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012”.

1.2 Perumusan Masalah

Terjadinya penumpukan sampah dalam jumlah sangat besar di TPA berpotensi mencemari tanaman padi di areal persawahan masyarakat, yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan pangan utama. Pencemaran oleh kadmium diduga berpengaruh cukup besar terhadap penurunan kualitas padi, sehingga perlu diadakan pemeriksaan kandungan kadmium pada beras dari persawahan masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui kandungan kadmium yang terdapat pada tanaman padi dari areal persawahan masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kab.Deli Serdang tahun 2013.


(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran umum areal persawahan di lokasi penelitian. 2. Untuk mengetahui kandungan kadmium yang terdapat dalam beras yang

berasal dari tanaman padi di areal persawahan masyarakat yang berjarak 30 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter dan 500 meter dari TPA Namo Bintang.

3. Untuk mengetahui apakah kadar kadmium dalam beras yang berasal dari tanaman padi di areal persawahan masyarakat yang berjarak 30 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter dan 500 meter dari TPA Namo Bintang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan yaitu 0,4 mg/kg (SNI 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Pangan).

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai dampak pencemaran kadmium di TPA Namo Bintang.

2. Sebagai informasi bagi konsumen untuk mengetahui keamanan mengonsumsi beras yang berasal dari pertanian sekitar TPA Namo Bintang.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat yang bercocok tanam di TPA Namo Bintang.

4. Sebagai informasi bagi pemerintah atau instansi yang terkait agar meningkatkan upaya pengelolaan sampah dan melakukan pengawasan di TPA Namo Bintang.


(24)

5. Untuk menambah pengetahuan dan informasi penulis mengenai TPA Namo Bintang Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Tanah

Tanah sangatlah penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya dengan fungsi yang tidak akan dapat digantikan dengan yang lainnya. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan manusia dilakukan diatas tanah , mulai dari tempat tinggal, pertanian, industri dan aktivitas-aktivitas lainnya (Achmad, 2004).

Menurut Palar (2008), Pencemaran adalah suatu kondisi yang telah berubah dari kondisi asal ke kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan.

Suatu lingkungan dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan. Perubahan ini memberikan dampak buruk terhadap organisme yang hidup dalam tatanan tersebut. Pada tingkat lanjut, perubahan ini juga dapat membunuh bahkan menghapuskan satu atau lebih organisme.

Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran tanah adalah masuk dan dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam tanah dan atau berubahnya tatanan (komposisi) oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas kualitas tanah menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan tanah menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.


(26)

Bahan pencemar yang masuk kedalam tanah biasanya merupakan limbah dari suatu aktivitas manusia. Menurut sumbernya, limbah sebagai bahan pencemar dibedakan (Fardiaz, 1992) sebagai brikut:

a. Limbah domestik (limbah rumah tangga, perkantoran, pasar dan pusat perdagangan)

b. Limbah industri, pertambangan dan transportasi c. Limbah laboratorium dan rumah sakit

d. Limbah pertanian dan peternakan e. Limbah pariwisata

Menurut bentuknya, limbah dibedakan menjadi limbah padat, cair, gas dan campuran dari limbah tersebut. Sedangkan jenis limbah menurut susunan kimianya terdiri dari limbah organik dan anorganik. Menurut Fardiaz (1992), sumber pencemaran tanah dapat dibagi menjadi sembilan kelompok, yaitu:

a. Padatan

b. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen c. Mikroorganisme dalam tanah

d. Komponen organik sintetik e. Nutrien tanaman

f. Minyak

g. Senyawa anorganik dan mineral h. Bahan radioaktif


(27)

Tanah yang telah tercemar dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi manusia. Kerugian ini dapat berupa air menjadi tidak bermanfaat lagi untuk keperluan industri dan pertanian. Selain itu, tanah yang tercemar dapat menjadi penyebab timbulnya penyakit baik penyakit menular maupun tidak menular (Wardhana, 2001).

2.2 Pencemaran Logam Berat

Menurut Connell dan Miller (1995) dalam palar (2008), logam berat adalah suatu logam dengan berat jenis lebih besar. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi serta bersifat kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu, logam berat adalah unsur yang mempunyai nomor atom lebih besar dari 21 dan terdapat di bagian tengah daftar periodik.

Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek khusus pada makhluk hidup.

Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, tetapi beberapa jenis logam masih dibutuhkan oleh makhluk hidup, walaupun dalam jumlah yang sedikit (Palar, 2008). Pencemaran logam berat terhadap lingkungan terjadi karena adanya proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut dalam kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai limbah yang mengandung logam berat ke lingkungan.


(28)

Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan (detoksikasi) dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut : biota air, biota darat, dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat, sedang, dan daerah nonpolusi.

Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya toksisitas logam, dalam hal ini yang umurnya muda lebih peka. Daya tahan makhluk hidup terhadap toksisitas logam juga bergantung pada daya detoksikasi individu yang bersangkutan, dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi (Palar, 2008).

2.3 Kadmium (Cd)

Logam Kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Hanya ada satu jenis mineral kadmium yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite sangat jarang ditemukan di alam , sehingga dalam ekspolitasi logam kadmium, biasanya merupakan hasil sampingan dari peristiwa peleburan dan refining bijih-bijih seng (Zn). Pada konsentrat bijih seng terdapat 0,2-0,3% logam kadmium. Artinya seng menjadi sumber utama dari logam kadmium (Palar, 2008).

2.3.1 Karakteristik Kadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, lentur, tahan terhadap tekanan, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi dan menghasilkan kadium oksida bila dipanaskan. Kadmium umumnya terdapat dalam kombinasi


(29)

dengan klor (Cd klorida) atau belerang (Cd sulfid). Kadmium dapat membentuk ion Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Kadmium memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4 g/mol: titik leleh 3210C dan titik didih 7670C (Widowati, 2008).

Karakteristik kadmium yang lainnya adalah bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH- , ion ion Cd2+ akan mengalami pengendapan. Endapan yang terbentuk biasanya dalam bentuk senyawa terhidratasi yanng berwarna putih. Bila logam kadmium digabungkan dengan senyawa karbonat, posfat, arsenat dan oksalat-ferro sianat maka akan terbentuk senyawa berwarna kuning (Palar, 2008). 2.3.2 Kegunaan Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk electroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena kadmium memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium banyak digunakan dalam pembuatan

alloy, pigmen warna pada cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katoda untuk Ni-Cd

pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati, 2008).

Pemanfaatan kadmium dan persenyawaannya meliputi:

a. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna.

b. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil.

c. Senyawa Cd-bromida dan Cd-ionida yang digunakan untuk fotografi. d. Senyawa dietil-Cd yang digunakan pembuatan tetraetil-Pb.


(30)

e. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilkorida sebagai bahan untuk stabilizer.

Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil. 2.3.3 Metabolisme (Absorbsi, Distribusi dan Ekskresi) Kadmium dalam

Tubuh

Keracunan akut yang disebabkan oleh kadmium ini dapat terjadi pada pekerja di industri-industri yang berkaitan dengan logam ini. Keracunan akut terjadi karena pada pekerja terkena paparan uap logam kadmium (Cd) atau kadmium oksida (CdO). Keracunan bersifat kronis yang disebabkan oleh daya racun yang dibawa oleh logam kadmium, terjadi dalam selang waktu yang sangat pajan. Peristiwa ini terjadi karena kadmium masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir tubuh pada saat tersebut (Palar, 2008).

Kadmium dapat masuk ke dalam tubuh hewan atau manusia melalui berbagai cara, yaitu:

a. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara

b. Melalui wadah/tempat berlapis kadmium yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman

c. Melalui kontaminasi perairan dan hasil perairan yang tercemar Kadmium d. Melalui rantai makanan

e. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium.


(31)

Absorpsi kadmium melalui gastrointestinal lebih rendah dibandingkan absorpsi melalui respirasi, yaitu sekitar 5-8%. Absorpsi kadmium meningkat bila terjadi defisiensi kalsium (Ca), besi (Fe) dan rendah protein dalam makanan. Defisiensi kalsium akan merangsang sintesis ikatan Ca-protein sehingga akan meningkatkan absorpsi kadmium, sedangkan kecukupan seng dalam makanan dapat menurunkan absorpsi kadmium. Hal ini diduga karena seng merangsang produksi metalotionin (Widowati,2008).

Kadmium ditransformasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah yang memilki protein berat molekul rendah, yaitu metalotionin (MT) yang memilki berat molekul 6000, banyak mengandung sulfhidril, dan dapat mengikat 11% kadmium dan seng. Metalotionin (MT) memiliki daya ikat yang sama terhadap beberapa jenis logam berat sehingga kandungan logam berat bebas dalam jaringan berkurang. Kemungkinan besar pengaruh toksisitas kadmium disebabkan oleh interaksi antara kadmium dan protein tersebut sehingga memunculkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim.

Metalotionin merupakan protein yang sangat peka dan akurat sebagai

indikator pencemaran. Hal itu didasarkan pada suatu fenomena alam dimana logam-logam bisa terikat di dalam jaringan tubuh organisme karena adanya protein

(polipeptida) yang 26-33% mengandung sistein.

Setelah toksik memasuki darah, toksik didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Pengikat oksigen dalam jaringan bisa menyebabkan lebih tingginya kadar toksikan dalam jaringan tersebut. Kadmium memilki afinitas yang kuat terhadap hati dan ginjal. Kadar kadmium pada hati dan ginjal bervariasi tergantung


(32)

pada kadar total kadmium dalam tubuh. Apabila metalotionin (MT) hepar dan ginjal tidak mampu lagi melakukan detoksifikasi, maka akan terjadi kerusakan hati dan ginjal (Widowati, 2008).

Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap ginjal dan hati. Pada umumnya, sekitar 50-75% kadmium dalam tubuh terdapat pada kedua organ tersebut. Kadmium dalam tubuh akan dibuang melalui feces sekitar 3-4 minggu setelah terpapar kadmium dan melalui urin. Pada manusia, sebagian besar kadmium diekskresikan melalui urin, sedangkan pada hewan sebagian besar kadmium diekskresikan melalui feces (Widowati, 2008).

2.3.4 Jalur Pemajanan Kadmium A. Inhalasi

Paparan melalui inhalasi terutama terjadi di tempat kerja. Senyawa kadmium yang terhirup sebagai partikel baik sebagai asap dengan ukuran sangat kecil atau sebagai debu. Setelah paparan inhalasi, penyerapan senyawa kadmium sangat bervariasi dan tergantung ukuran partikel dan kelarutan kadmium tersebut. Besar partikel, debu (> 10 um diameter) cendrung masuk dan menembus ke dalam alveoli. Sementara senyawa kadmium terlarut (CdCl2 dan CdSO4 ) dapat mengalami penyerapan terbatas disbanding dengan partikel. Hanya sekitar 5% dari partikel 10 µm akan disimpan dalam alveoli dan akan diserap. Ukuran partikel merupakan penentu utama penyebab kadmium dalam paru-paru. (ATSDR, 2010)

Pada manusia , 10-30% debu kadmium akan diserap, 25-50% akan diserap melalui asap rokok. Kadmium akan masuk melalui saluran pernapasan, kemudian


(33)

diendapkan pada mukosa nasofaring, trakea, bronkus kemudian akan masuk lagi ke alveoli dan alveoli akan diserap oleh darah (widiowati, 2008).

B. Oral

Penyerapan kadmium melalui makanan pada asupan makan dan status zat besi dalam tubuh. Di eropa dan amerika penyerapan kadmium secara oral rata-rata 1,2-25 ug/hari. Penyerapan kadmium dari saluran pencernaan biasanya sekitar 5%. Penyerapan dipengaruhi faktor yaitu :

1. Umur

Pada dewasa 2 kali lebih cepat dari anak-anak. Sebagai racun kumulatif, kadmium meningkatkan beban tubuh.

2. Jenis Kelamin

Perempuan memiliki kandungan kadmium lebih tinggi dari laki-laki. 3. Merokok

Perokok memiliki kadar kadmium lebih tinggi dari bukan perokok karena:  Rokok berisi 2,0 mg kadmium, 2-10% dari yang ditransfer asap utama

 Kadmium asap rokok utama , hampir 50% diserap paru-paru ke sirkulasi

sistemik selama merokok aktif.

 Perokok biasanya memiliki darah kadmium dan beban tubuh lebih dari dua

kali lipat yang tidak merokok 4. Status Gizi

Status gizi lebih rendah lebih mudah terpapar setelah pemaparan oral Kadmium.


(34)

C. Kulit

Penyerapan kadmium melalui kulit sangat rendah sekitar 0.5%. kontak dengan kulit akan semakin parah bila terpapar selama beberapa jam atau lebih (ATSDR) 2.3.5 Waktu Paruh dalam Tubuh

Kadmium memiliki banyak efek diantaranya kerusakan ginjal dan karsiogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis. Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Waktu paruh dari kadmium dalam lingkungan adalah 10-30 tahun sedangkan waktu paruh kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan.

Kadmium bisa juga menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian tulang belakang, tulang kaki) dan

bittlebones (kerusakan tulang) (Lentech, 2010).

2.3.6 Penilaian Resiko Kadmium

Pajanan zat kimia tidak dapat dihindari sepenuhnya oleh manusia sehingga harus dilakukan penilaian terhadap banyaknya zat kimia untuk menentukan tingkat pajanan yang tidak akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan.

Beberapa badan ahli memakai istilah Acceptable Daily Intake (asupan harian yang dapat diterima) untuk menilai toksikologi zat kimia dalam makanan dan air sebagai dasar untuk menentukan tingkat kadar logam yang diperbolehkan.

Adapun batas kandungan logam kadmium yang direkomendasikan untuk konsumsi menurut ketentuan FAO/ WHO (JECFA= Joint Expert Committe on Food


(35)

Additive) yaitu sebesar 400-500 µg per minggu untuk orang dewasa atau 7 µg per kg berat badan per hari (Suwirma, 2000).

Dalam penentuan batas konsumsi harian (Acceptable Daily Intake = ADI) dilakukan perhitungan berdasarkan aturan FAO/WHO, dengan rumus (Suwirma, 2000):

Keterangan:

[Cd] = konsentrasi Cd pada padi(Oryza Sativa) ( g/g) w = berat padi(Oryza Sativa)(g/individu)

2.3.7 Efek Kadmium (Cd)

A. Efek kadmium (Cd) Terhadap Tumbuhan dan Hewan

Kadmium aliran limbah dari industri terutama berakhir di tanah dan badan air. Hal ini dapat berasal dari produksi misalnya seng, implikasi bijih fosfat dan pupuk. Kadmium juga terdapat di udara melalui pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil.

Sumber lain yang penting dari emisi kadmium adalah produksi pupuk fosfat buatan. Bagian dari kadmium yang berakhir di tanah setelah pupuk diterapkan pada lahan pertanian dan sisanya dari kadmium yang berakhir di permukaan air ketika limbah dari produksi pupuk dibuang oleh perusahaan produksi. Kadmium dapat diangkut melalui jarak yang jauh ketika diserap oleh lumpur. Lumpur ini kaya kadmium yang dapat mencemari air permukaan maupun tanah.


(36)

Kadmium dapat terserap untuk bahan organik dalam tanah. Ketika kadmium hadir di tanah itu bisa sangat berbahaya, karena serapan melalui makanan akan meningkat. Tanah yang diasamkan meningkatkan serapan kadmium oleh tanaman. Hal ini merupakan potensi bahaya binatang yang tergantung pada tanaman untuk bertahan hidup.

Kadmium dapat terakumulasi dalam tubuh bintang tersebut, terutama ketika makan beberapa tanaman. Sapi mungkin memiliki jumlah besar kadmium dalam ginjalnya karena ini. Cacing tanah dan organisme tanah penting lainnya sangat rentan untuk keracunan kadmium. Cacing bisa mati pada konsentrasi sangat rendah dan memiliki konsekuensi bagi struktur tanah. Ketika konsentrasi kadmium di tanah tinggi mereka dapat mempengaruhi proses mikroorganisme tanah dan ancaman ekosistem seluruh tanah (Darmono, 2001).

B. Efek kadmium (Cd) Terhadap Kesehatan Manusia

Menurut darmono (2001), efek kadmium terhadap kesehatan manusia dapat bersifat akut dan kronis. Kasus keracunan akut kadmium kebanyakan melalui saluran pernapasan, misalnya menghisap debu dan asap kadmium terutama kadmium oksida (CdO).

Gejala yang timbul berupa gangguan saluran pernapasan, mual, muntah, kepala pusing dan sakit pinggang. Akibat dari keracunan akut ini dapat menimbulkan penyakit paru-paru yang akut dan kematian. Efek kronis terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Peristiwa ini terjadi karena kadmium yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang kecil sehingga dapat ditolerir oleh tubuh


(37)

Efek akan muncul saat daya racun yang dibawa kadmium tidak dapat lagi ditolerir tubuh karena adanya akumulasi kadmium dalam tubuh. Efek kronis dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok (Palar, 2008), yaitu:

a) Efek Kadmium Terhadap Ginjal

Ginjal merupakan organ utama dari dari sistem urinaria hewan tingkat tinggi dan manusia. Pada organ ini terjadi peristiwa akumulasi dari bermacam-macam bahan termasuk logam kadmium. Kadmium dapat menimbulkan gangguan dan bahkan kerusakan pada sistem kerja ginjal terutama ekskresi protein. Kerusakan ini dapat dideteksi dari tingkat atau kandungan protein yang terdapat dalam urin. Petunjuk lain berupa adanya asam amino dan glukosa dalam urin, ketidaknormalan kandungan asam urat serta Ca dan Protein dalam urin.

b) Efek Kadmium Terhadap Paru-paru

Keracunan yang disebabkan oleh kadmium lebih tinggi bila terinhalasi melalui saluran pernapasan daripada saluran pencernaan. Efek kronis kadmium akan muncul setelah 20 tahun terpapar kadmium. Akan muncul pembengkakan paru-paru (pulmonary emphysema) dengan gejala awal gangguan saluran napas, mual, muntah dan kepala pusing.

c) Efek Kadmium Terhadap Tulang

Serangan yang paling hebat karena kadmium adalah kerapuhan tulang. Efek ini telah menggoncangkan dunia internasional sehingga setiap orang dilanda rasa takut terhadap pencemaran. Efek ini timbul akibat kekurangan kalsium dalam makanan yang tercemar kadmium, sehingga


(38)

fungsi kalsium darah digantikan oleh logam kadmium yang ada. Pada akhirnya kerapuhan pada tulang-tulang penderita yang dinamakan itai-itai

disease.

d) Efek Kadmium Terhadap Darah dan Jantung

Efek kronis kadmium dapat pula menimbulkan anemia karena CdO. Penyakit ini karena adanya hubungan antara kandungan kadmium yang tinggi dalam darah dengan rendahnya hemoglobin.

e) Efek Kadmium Terhadap Sistem Reproduksi

Daya racun yang dimiliki oleh kadmium juga mempengaruhi sistem reproduksi dan organ-organnya. Pada konsentrasi tertentu kadmium dapat mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa akibat terpapar uap logam kadmium dapat mengakibatkan impotensi. Impotensi yang terjadi dapat dibuktikan dengan rendahnya kadar testoteron dalam darah.

2.3.8 Kadmium (Cd) dalam Lingkungan

Logam kadmium dan bentuk-bentuk persenyawaannya dapat masuk ke lingkungan, terutama sekali merupakan efek samping dari aktivitas yang dilakukan manusia. Dapat dikatakan bahwa semua industri yang melibatkan kadmium dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran kadmium. Selain itu kadmium juga berasal dari pembakaran sampah rumah tangga dan pembakaran bahan bakar fosil karena secara alami bahan bakar mengandung kadmium, penggunaan pupuk fosfat buatan.


(39)

Dalam strata lingkungan, kadmium dan persenyawaannya ditemukan dalam banyak lapisan. Secara sederhana dapat diketahui bahwa kandungan kadmium akan dapat dijumpai di daerah-daerah penimbunan sampah dan aliran hujan, selain dalam air buangan (Palar, 2008).

Kadmium akan mengalami biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan dengan adanya proses biomagnifikasi di badan air. Di samping itu, tingkatan biota dalam sistem rantai makanan turut menentukan jumlah kadmium yang terakumulasi. Dimana pada biota yang lebih tinggi stratanya akan ditemukan akumulasi kadmium yang lebih banyak( Widowati,2008).

2.4 TanamanPadi

2.4.1 Pengertian TanamanPadi

Tanaman Padi (Oryza Sativa) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM.

Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serealia, setelah jagung dan gandum. Namun demikian, padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi dinamakan beras  (Auliana, 2002).


(40)

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae (graminae atau

glumiflorae). Terna semusim, berakar serabut, batang sangat pendek, struktur serupa

batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bagian bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya,bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3mm hingga 15mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan padi yang biasa dikonsuksi yaitu jenis

enduspermium (Estiasih, Teti Ahmadi,2009).

Padi adalah komoditas tanaman pangan di Indonesia. Kecukupan beras merupakan usaha strategi pemerintah dalam memantapkan ketahanan pangan, ekonomi dan stabilitas politik nasional. Sebagian masyarakat menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, berkualitas baik tersedia sepanjang waktu, tersalur secara merata, dengan harga terjangkau (Auliana, 2002).

2.4.2 Beras

Beras adalah butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang menjadi dedak kasar (Sediotama, 1989). Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat penyosoh (Astawan, 2004).


(41)

Kebiasaan makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal dari kata weas dalam bahasa Jawa Kuno. Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan mendukung

penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan, cepat pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi kesehatan.

Sesungguhnya rasa lapar dapat dipuaskan dengan memakan makanan apa saja, terutama makanan sumber pati atau lazimnya disebut karbohidrat. Namun perlu diperhatikan, dalam konsep makan, terdapat dua unsur yang dianut oleh kebanyakan orang yaitu kenyang dan nikmat. Makanan disenangi jika memberikan kesan nikmat pada indra penglihatan mengenai warna, bentuk, dan ketampakan lainnya seperti indera pembau, pengecap, peraba di mulut mengenai tekstur, dan bila mungkin juga indera pendengaran pada saat penyajian dan penyantapannya (Haryadi, 2006).

Komposisi terbesar yang terkandung dalam beras adalah karbohidrat sebesar 79%, Energi sebesar 365 kalori perhari.Beras juga mengandung protein, vitamin, mineral, dan air.

Secara biologi anatomi beras adalah bagian biji padi yang terdiri dari : 1. Aleuron adalah lapis terluar yang sering kali ikut terbuang pada proses

pemisahan kulit.

2. Endosperma adalah tempat sebagian besar pati dan protein beras berada. 3. Embrio yang merupakan calon tanaman baru (dalam beras tidak dapat

tumbuh lagi, kecuali dengan bantuan teknik kultu jaringan).

Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, dan unsur lain seperti lemak serat, mineral, mineral dan air. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati


(42)

seperti protein, lemak, serat, abu, pentosa,dan lignin sedangkan bagian endosperm kaya pati (Haryadi, 2006).

Secara umum, mutu beras dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu mutu giling, mutu tanak, mutu gizi dan standarspesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar dan bentuk beras, kebeningan dan beras chalky) (Haryadi, 2006).

Pemutuan beras didasarkan pada aturan SNI 01-6128 : 2008 membagi beras dalam lima kelas mutu I, II, III, IV dan V. Syarat umum beras adalah :

(a) bebas hama dan penyakit

(b) bebas bau apek, asam, atau bau asing lainnya (c) bebas dari campuran dedak dan bekatul

(d) bebas dari bahan kimia yang membahayakan konsumen (Haryadi, 2006). 2.4.3 Pengolahan Padi Menjadi Beras

Pegolahan padi di pabrik adalah proses menggiling menjadi beras. Gabah digiling untuk dibebaskan dari sekamnya yang menjadi dedak kasar dan beras yang dihasilkan disebut beras pecah kulit. Beras pecah kulit digiling lebih lanjut untuk membuang lembaga dan lapisan-lapisan permukaan biji. Hasilnya adalah beras giling dan dedak halus. Dedak halus merupakan limbah yang sangat kaya akan berbagai vitamin, lemak, protein dan mineral. Beras giling yang bersih dari lapisan-lapisan luar biji dan dari lembaga disebut beras giling sempurna. Untuk lebih menarik lagi, beras giling sempurna dapat digosok sehingga menjadi lebih mengkilap dan dapat juga kemudian dilapisi minyak dan disebut beras poles (Haryadi, 2006).


(43)

Derajat giling beras dinyatakan dengan efesiensi hasil gilingnya. Bila hasil beras giling 72 % dari beras asal gabahnya, dikatakan bahwa derajat giling beras tersebut 72 % atau derajat ekstraksinya 72 %. Teoritis derajat giling beras maksimal adalah 80 % karena kulit gabah merupakan 20 % dari berat seluruh biji. Jadi beras pecah kulit mempunyai derajat ekstraksi maksimal adalah 80 %. Semakin tinggi derajat ekstraksi beras akan semakin kaya beras tersebut akan zat-zat gizi, terutama berbagai jenis vitamin. Semakin tinggi derajat ekstraksi beras, semakin tinggi pula nilai gizinya tetapi sebaliknya beras demikian akan semakin mudah rusak diserang hama mikroba dan serangga karena zat-zat gizi yang tersedia akan merupakan tempat tumbuh yang subur, memberikan zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan hama tersebut (Haryadi, 2006).

2.5 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

2.5.1 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya.

Di TPA, sampah masih mengalami praoses penguraian secara alamiah dengan rangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat, bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun, misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran


(44)

bahwa setelah TPA selesai digunakan pun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup (Royadi, 2006).

2.5.2 Metode Pengolahan Sampah Di Pembuangan Akhir (TPA)

Pembuangan akhir sampah adalah upaya untuk memusnahkan sampah di tempat tertentu yang disebut tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Menurut Suryanto 1988 (Royadi 2006), dalam pembuangan akhir sampah terdapat beberapa metode yaitu:

a. Open Dumping

Metode open dumping adalah cara pembuangan akhir dengan hanya menumpuk sampah begitu saja tanpa ada perlakuan khusus, sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.

b. Controlled Landfill

Adalah sistem open dumping yang diperbaiki atau ditingkatkan, merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada cara ini penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh dengan timbunan sampah yang dipadatkan setelah mencapai tahap tertentu.

c. Sanitary Landfill

Pada sistem ini sampah ditimbun dalam tanah yang luas kemudian dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup harian pada setiap hari dan akhir operasi.

Resiko yang tidak dapat dihindarkan dari pembuangan sampah di landfill

adalah terbentuknya gas dan lindi yang dipengaruhi oleh dekomposisi dari mikroba dan iklim, sifat dari sampah dan iklim pengoperasian sampah di landfill. Perpindahan


(45)

gas dan lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan, selain berdampak buruk terhadap kesehatan juga menyebabkan kebakaran dan peledakan, kerusakan pada tanaman, bau yang tidak sedap, masalah setelah penutupan landfill, pencemaran air tanah, udara dan pencemaran global (Royadi, 2006).

Sampah yang dibuang ke TPA-TPA di kota Medan berasal dari rumah tangga, kompleks perumahan, perguruan tinggi/sekolah, perkantoran, plaza, hotel, restoran/rumah makan, rumah sakit, dan lain-lain. Komposisi sampah terdiri dari sampah organik (48,2%) yang terdiri dari daun-daunan 32% dan makanan 16,2%, dan sampah anorganik sebanyak 51,8% terdiri dari kertas 17,5%, plastik 3,5% dan lain-lain. TPA Namo Bintang, pada prinsipnya merupakan suatu landfill yang mnggunakan metode open dumping dimana seluruh sampah yang dibuang, dipadatkan dengan alat berat kemudian dibiarkan menumpuk begitu saja tanpa ada perlakuan khusus.

2.5.3 Persyaratan Lokasi TPA

Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Tata Cara Pemilihan Tempaat Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah, yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan :

1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll)


(46)

2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)

3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%).

4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di bandara (jarak minimal 1,5-3km)

5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi (Damanhuri, 1995)

Sumber pencemaran kadmium pada tempat pembuangan akhir sampah (TPA) bersasal dari pelindihan sampah dan air hujan. Sampah-sampah seperti pelastik, bekas baterai, dan bekas alat elektronik jika mengalami dekomposisi dari bercampur dengan air hujan, juga dapat masuk ke dalam tanah dan mencemari air tanah (BLH Kota Bengkulu,2011).

Meskipun begitu, metode pembuangan sampah ini banyak dilakukan di Indonesia, seperti halnya Kota Medan yang menggunakan metode open dumping. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi (cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler-kapiler air dalam tanah hingga mencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan.Efek pencemaran bisa berakumulasi jangka panjang dan pemulihannya bisa membutuhkan puluhan tahun. Metode ini sudah tidak populer karena selain sudah tidak akan diperbolehkan lagi juga berpotensi pada pencemaran lingkungan (Ahmad,2011).


(47)

2.6 Air Lindi

2.6.1 Pengertian Air Lindi

Sampah di TPA akan mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Masalah akan timbul ketika air hujan dan air permukaan meresap ke dalam timbunan sampah. Ditambah lagi dengan penguraian sampah secara kimia dan biokimia, akan menimbulkan cairan rembesan dengan kandungan padatan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang kemudian bercampur dengan air hujan, disebut juga denganlindi (Martono, 1996).

Air lindi membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk dari degradasi sampah. Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di daerah TPA dan kondisi spesifik tempat pembuangan tersebut.

Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik yang tinggi. Selayaknya benda cair, air lindi akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Air lindi ini dapat merembes masuk ke dalam tanah dan bercampur dengan air tanah sampai pada jarak 200 meter, ataupun mengalir di permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai. Secara langsung air tanah atau air sungai tersebut akan tercemar. Air lindi juga dapat mencemari sumber air minum pada jarak 100 dari sumber pencemaran (Mahardika 2010).

2.6.2 Mekanisme Masuknya Air Lindi ke Dalam Air Tanah

Mekanisme masuknya air lindi masuk ke lapisan air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai berikut :


(48)

1. Air lindi ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai open dumping, yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah.

2. Secara khusus, bila air lindi masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera permukaan tanah dijenuhi air.

3. Akibat adanya faktor seperti air hujan, mempercepat air lindi masuk ke lapisan tanah yaitu zona aerasi yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah.

4. Lalu akibat banyaknya air lindi yang terbentuk menyebabkan air lindi masuk ke lapisan air tanah dangkal atau lapisan air tanah jenuh.

5. Dan di lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan air lindi dimana di air tanah dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal (Mahardika, 2010).

Potensi gravitasi sangat penting dalam tanah-tanah yang jenuh air. Hal ini diperhitungkan terutama untuk gerakan air lindi yang menembus tanah yang pada umumnya bergerak dari elevasi tinggi ke elevasi rendah. Biasanya air tanah yang diperhatikan mempunyai elevasi yang lebih tinggi daripada sumber air bersih tertentu. Gerakan air lindi ke dalam tanah mengikuti gerakan air tanah, yang merupakan gerakan air dari tanah melalui evaporasi dan atau drainase (dari tanah basah ke tanah kering) dan dari tanah ke dalam akar-akar tanaman (Mahardika, 2010).

2.6.3 Komponen Air Lindi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik (hidrokarbon, asam humat, fulfat, tanat dan galat) dan anorganik (natrium, kalium, kalsium, magnesium, klor, sulfat, fosfat, fenol, nitrogen dan senyawa logam berat)


(49)

yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam air lindi bisa mencapai 1000 sampai 5000 kali lebih tinggi daripada konsentrasi dalam air tanah. Berdasarkan penelitian Astuti (2008), bahwa komponen air lindi di TPA Putri Cempo Mojosongo Surakarta adalah NO3 (900 mg/l), Cd (0,36 mg/l), Mn (3,10 mg/l), NO2 (27 mg/l), Cl (873 mg/l), Cl2 (1,41 mg/l), H2S (0,096 mg/l), minyak dan lemak (1016 mg/l), dan padatan tersuspensi (549 mg/l).


(50)

2.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dilihat analisis kadar kadmium pada beras yang berasal dari areal persawahan masyarakat sekitar TPA Namo Bintang.

Sampel beras yang berasal dari areal persawahan masyarakat yang berjarak 30m, 100m, 200m, 300m dan 500m dari TPA Namo Bintang

Hasil pengukuran kadar Kadmium dalam beras secara kualitatif

Hasil pengukuran kadar Kadmium dalam beras secara kuantitatif

(>0,4mg/kg sesuai SNI 7387 : 2009)

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi syarat


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan kadar kadmium dalam beras yang berasal dari tanaman padi yang ditanam di areal daerah sekitar Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di areal persawahan di Dusun I Namo Bintang Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena :

a. Desa Namo bintang letaknya sangat dekat dengan TPA

b. Belum pernah ada penelitian tentang kandungan kadmium pada beras masyarakat Namo Bintang

c. Masyarakat di sekitar TPA umumnya menggunakan beras yang dihasilkan sawah di sekitar TPA untuk dikonsumsi sendiri.

Lokasi pemeriksaan sampel beras dilakukan di Laboratorium Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA USU) dan Laboratorium Farmasi USU.


(52)

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012- Juli 2013.

3.3 Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah tanaman padi yang ditanam di areal persawahan sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kab. Deli Serdang. Sedangkan sampel yang dijadikan pada penelitian ini adalah hasil pengolahan padi berupa beras yang ditanam di areal persawahan sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

3.4 Pengambilan Sampel

Sampel beras dari tanaman padi diambil menggunakan metode non random sampling yaitu secara purposive sampling, sampel diambil sebanyak 10 titik berdasarkan jarak areal persawahan dengan Tempat Pembuangan Akhir di Desa Namo Bintang yaitu 30m, 100m, 200m, 300m dan 500m. Dari tiap jarak di ambil 2 titik sampel tanaman padi dimana jarak antara kedua titik pengambilan sejauh 6 - 8 meter.

Tanaman padi yang diambil kemudian digiling hingga menjadi dedak kasar dan beras. Beras yang dihasilkan disebut beras pecah kulit. Beras pecah kulit digiling lebih lanjut untuk membuang lembaga dan lapisan-lapisan permukaan biji. Hasilnya adalah beras giling dan dedak halus. Beras giling tersebut kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.


(53)

3.5 Metode Pengumpulan Data 3.5.1 Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung ke areal sawah di sekitar TPA Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang, kemudian sampel dipersiapkan menggunakan Kjehdal apparatus di Laboratorium Anorganik FMIPA USU, kemudian untuk mengetahui kadar kadmium dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Laboratorium Farmasi USU .

3.5.2 Data Skunder

Data- data yang digunakan yaitu :

a. Data demografi desa Namo Bintang diperoleh dari Kecamatan Pancur Batu tahun 2011.

b. Profil TPA Namo Bintang diperoleh dari kantor tata usaha TPA Namo Bintang

c. Data kesehatan dari puskesmas Pancur Batu

3.6 Pelaksanaan Penelitian

3.6.1 Pengambilan dan Pengiriman Sampel (Padi) ke Laboratorium 1. Persiapkan plastik sebagai wadah sampel

2. Sampel diambil sebanyak 100 gr kemudian dimasukkan kedalam plastik 3. Kemudian sampel diberi label dan dibawa ke laboratorium.


(54)

3.6.2 Pemeriksaan Sampel di Laboratorium A. Alat yang digunakan

1. Kjehdal Aparatus

2. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 3. Neraca analitik kapasitas 200g, ketinggian 0,1 4. Baeker glass

5. Gelas ukur 6. Labu Kjehdal 7. Labu ukur 50 ml 8. Pipet tetes 9. Spatula

B. Bahan yang digunakan 1. Padi

2. Aduadest

3. Asam sulfat (H2SO4) p.a 4. Asam nitrat (HNO3) p.a 5. Asam perkolorat (HClO4) p.a


(55)

3.7 Cara Kerja

3.7.1 Preparasi Sampel beras (Standar Nasional Indonesia 01-4866-1998)

Sebelum dilakukan pemeriksaan kadar kadmium pada beras, maka terlebih dahulu dengan proses destruksi yang dilakukan oleh peneliti dibantu laboran. Adapun prosedur kerja yang dilakukan yaitu :

1. Timbang 3 gr sampel beras dalam labu kjehdal. 2. Tambah 20 ml H2SO4 dan 15 ml HNO3

3. Setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan lagi HNO3 p.a sedikit demi sedikit, panaskan hingga sampel berwarna coklat atau kehitaman.

4. Tambahkan 10 ml HClO4 sedikit demi sedikit, panaskan lagi hingga larutan menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan HClO4 tambahkan lagi HNO3).

5. Masukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan himpitkan dengan air suling. 6. Setelah dingin masukkan larutan destruksi ke dalam labu ukur 50 ml dan

himpitkan dengan air suling.

3.7.2 Analisis Kadar Kadmium dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar. Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan, nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan diserap dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan atom keadaan dasar yang


(56)

berada dalam nyala. Metode ini digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan berbagai sampel.

A. Pembuatan larutan standar unsur Kadmium ( Cd )

1. Pembuatan larutan standar unsur Kadmium ( Cd ) 100 mg/L

Sebanyak 10 ml larutan induk unsur Kadmium 1000 mg/L dimasukkan dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda dan dihomogenkan.

2. Pembuatan larutan standar unsur Kadmium ( Cd ) 10 mg/L

Sebanyak 10 ml larutan induk unsur Kadmium 100 mg/L dimasukkan dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3. Pembuatan larutan standar unsur Kadmium ( Cd ) 1 mg/L

Sebanyak 10 ml larutan standar unsur Kadmium 10 mg/L dimasukkan dalam labu takar 100 ml lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda dan dihomogenkan.

4. Pembuatan larutan seri standar unsur Kadmium ( Cd ) 0,0; 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; dan 0,05 mg/L

Sebanyak 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 ml larutan standar unsur Kadmium 1 mg/L dimasukkan dalam labu takar 50 ml lalu diencerkan dengan larutan pengencer sampai garis tanda dan dihomogenkan.


(57)

5. Pembuatan kurva standar unsur Kadmium ( Cd )

Larutan seri standar unsur Kadmium 0,0 mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada spesifik 228,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar unsur Kadmium 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; dan 0,05 mg/L.

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan pembahasan dilakukan secara deskriptif.

3.9 Definisi Operasional

1. Beras adalah butir padi yang telah dibuang kulit luarnya, digunakan masyarakat sebagai bahan pangan utama serta dihasilkan oleh sawah yang berjarak 30 meter, 100 meter, 200 meter, 300 meter dan 500 meter dari TPA Namo Bintang.

2. Pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif parameter kimia pada padi di Laboratorium Anorganik FMIPA dan Laboratorium Farmasi USU untuk mengetahui kadar kadmium dalam beras.

a. Memenuhi syarat adalah jika kadar kadmium dalam beras tidak melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan yaitu 0,4 mg/kg (SNI 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Pangan).


(58)

b. Tidak memenuhi syarat adalah jika kadar kadmium dalam beras melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkanyaitu 0,4 mg/kg (SNI 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Pangan).

3. Kadar kadmium adalah banyaknya kadmium yang ditemukan dalam sampel melalui pemeriksaan laboratorium.


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Namo Bintang yang berada di Kecamatan Pancur Batu dengan luas wilayah ± 495,2 Ha. Desa Namo Bintang berada ± 2 Km atau memerlukan waktu ± 10 menit ke Ibukota Kecamatan Pancur Batu. Dengan Topografi ± 92% datar dan ± 8% landai dan merupakan jalur penghubung antara Kecamatan Pancur Batu dengan Kecamatan Deli Tua (Profil Desa Namo Bintang Tahun 2011).

Desa Namo Bintang dibagi menjadi 5 ( lima ) dusun, yaitu : Dusun I : Namo Bintang – Namo Bintang Kuta ± 75 Ha Dusun II : Sumberingin – Kloni IV ± 95,2 Ha Dusun III : Ujung Jawi – Rumah Mbacang ± 125 Ha Dusun IV : Simpang Gardu – Simpang Kongsi ± 56 Ha Dusun V : GRT Tahap I – GRT Tahap II, III ± 144 Ha 4.1.1 Keadaan Geografi

Desa Namo Bintang berada pada ketinggian yang relatif rendah (± 60 meter di atas permukaan laut.

Tabel 4.1 Distribusi Luas Wilayah Desa Namo Bintang

No Jenis Lahan Luas

1 Pemukiman + 50 Ha

2 Pertanian + 35 Ha

3 Perladangan + 200 Ha

4 Perkebunan + 150 Ha

5 Umum + 60 Ha

Sumber : Profil Desa Namo Bintang Tahun 2011


(60)

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kota Medan

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Namo Simpur c. Sebelah Timur berbatasan dengan Durin Tonggal d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Baru 4.1.2 Gambaran Kependudukan

Dari data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Namo Bintang yaitu pekerjaan masyarakat adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Jenis Pekerjaan Jumlah KK

1 Buruh 793

2 Petani 257

3 Wirausaha 206

4 Pedagang 188

5 PNS. TNI / POLRI 154

Sumber : Profil Desa Namo Bintang Tahun 2011

Dari Tabel 4.1 tersebut diketahui bahwa mata pencaharian penduduk yang paling banyak adalah buruh yaitu 793 KK (49,6 %) dan yang paling sedikit adalah PNS.TNI/ POLRI yaitu 154 KK (9,6 %).

Tabel 4.3 Distribusi Penyakit Terbesar di Puskesmas Kecamatan Pancur Batu Tahun 2012

No Penyakit Jumlah Penderita

1 ISPA 5799

2 Diare 1319

3 Hipertensi 774

4 Infeksi Saluran Pernapasan 503

5 Tonsilitis 465

6 Penyakit Kulit Alergi 400

7 Rematik 376

8 Bronkhitis 361

9 Disentri 304

10 Infeksi Usus 303


(61)

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Kecamatan Pancur Batu adalah ISPA, yaitu sebanyak 5799 orang. Dan yang paling sedikit adalah infeksi usus, yaitu 303 orang.

Jarak lokasi TPA Namo Bintang dari pusat Kota Medan sekitar 15 km dan jarak dengan permukiman penduduk sekitarnya berkisar 500m. Untuk mempermudah pendistribusian sampah, jalan menuju ke lokasi TPA dibuat menjadi 3 (tiga) jalur, dimana jalur satu dan dua digunakan untuk truk yang masuk sedangkan jalur tiga digunakan untuk truk yang keluar. Kondisi dan situasi TPA Namo Bintang dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.4 Kondisi dan Situasi TPA Namo Bintang Tahun 2010

No Uraian Data

1. Lokasi: - Desa - Kecamatan - Kabupaten Namo Bintang Pancur Batu Deli Serdang

2. Luas 16,8 km2

3. Pemilikan Lahan/ Pengelola Dinas Kebersihan Kota Medan 4. Jarak Lahan

- Pemukiman - Sungai - Pantai - Pusat Kota

500 m

5 km (sungai Tuntungan) 15 km (Belawan)

15 km 5. Kondisi Tanah

- Asal

- Lapisan Dasar

Tanah Liat -

6. Pengoperasian 5 Juli 1987

7. Sistem Pemusnahan Open Dumping

8. Fasilitas Penunjang - Truk - Incenerator - Compousting 108 buah Ada (rusak) Ada (rusak) Sumber: Data Dinas Kebersihan Kota Medan 2011


(62)

4.2 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras Secara Kualitatif

Pemeriksaan secara kualitatif kadar kadmium pada beras yang berasal dari daerah tempat pembuangan sampah akhir Namo Bintang, dilakukan pada tanggal 10 Mei 2013 di Laboratorium Anorganik FMIPA USU selama 8 jam. Di mulai dari pukul 08.00 s/d 16.00 WIB. Untuk pemeriksaan kadar kadmium pada beras dimulai melalui tahapan preparasi beras melalui proses destruksi untuk mengubah beras menjadi larutan beras. Kemudian 5 ml larutan sampel, diatur pH-nya 12 dengan penambahan ammonium hidroksida 1N, kemudian ditambahkan 5 ml dithizon 0,005% b/v kocok kuat, dibiarkan lapisan memisah dan terbentuk warna merah muda berarti positif mengandung kadmium.

Hasil pemeriksaan secara kualitatif kandungan kadmium pada seluruh sampel yang berasal dari TPA Namo Bintang menunjukan hasil yang positif pada seluruh sampel, artinya terdapat kandungan kadmium pada beras yang berasal dari TPA Namo Bintang. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4 Berikut ini :

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras Secara Kualitatif

No Jarak Pengambilan Sampel dari TPA (m) Hasil Pengukuran Kadmium

1 Beras jarak 30 m titik 1 +

2 Beras jarak 30 m titik 2 +

3 Beras jarak 100 m titik 1 +

4 Beras jarak 100 m titik 2 +

5 Beras jarak 200 m titik 1 +

6 Beras jarak 200 m titik 2 +

7 Beras jarak 300 m titik 1 +

8 Beras jarak 300 m titik 2 +

9 Beras jarak 500 m titik 1 +

10 Beras jarak 500 m titik 2 +


(63)

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa secara kualitatif untuk semua sampel beras yang berasal dari TPA Namo Bintang menunjukan hasil yang positif adanya kandungan kadmium.

4.2.2 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras Secara Kuantitatif Pemeriksaan secara kuantitatif kadar kadmium pada beberapa sampel beras yang berasal dari TPA Namo Bintang, dilakukan pada tanggal 11 mei 2013 di Laboratorium Farmasi USU selama 3 jam. Di mulai dari pukul 13 s/d 16 wib. Pengukuran untuk masing-masing sampel dilakukan sekali pengukuran. Pengukuran kandungan kadmium secara kuantitatif menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adapun prosedurnya dimulai dengan kalibrasi alat untuk memastikan alat baik digunakan untuk menganalisis kadar kadmium pada larutan beras yang telah di destruksi. Adapun hasil pemeriksaan kadar kadmium pada beras dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras Secara Kuantitatif

Jarak Pengambilan Sampel dari TPA (m)

Hasil Pengukuran

Standar Keterangan

1 Beras jarak 30 m titik 1 0,067 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

2 Beras jarak 30 m titik 2 0,036 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

3 Beras jarak 100 m titik 1 0,074 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

4 Beras jarak 100 m titik 2 0,354 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

5 Beras jarak 200 m titik 1 0,135 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

6 Beras jarak 200 m titik 2 0,018 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

7 Beras jarak 300 m titik 1 0,096 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

8 Beras jarak 300 m titik 2 0,162 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

9 Beras jarak 500 m titik 1 0,173 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat

10 Beras jarak 500 m titik 2 0,007 mg/kg 0,4 mg/kg Memenuhi syarat


(64)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan kadmium tertinggi pada beras yang berjarak 100 m yaitu sebanyak 0,354 mg/kg sedangkan terendah pada beras yang berjarak 500 m yaitu sebanyak 0,007 mg/kg. Tetapi dari hasil pengukuran secara kuantitatif kandungan kadmium pada seluruh sampel yang berasal dari TPA Namo Bintang menunjukan bahwa kandungan kadmium tersebut masih di bawah ambang batas yang ditetapkan sesuai SNI No.7387 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam dalam pangan yaitu sebesar 0,4 mg/kg.


(65)

BAB V

PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tanah Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Tanah merupakan bagian penting dalam menunjang kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Seperti kita ketahui rantai makanan bermula dari tumbuhan. Manusia, hewan hidup dari tumbuhan. Memang ada tumbuhan dan hewan yang hidup di laut, tetapi sebagian besar dari makanan kita berasal dari permukaan tanah.

Pencemaran tanah biasanya terjadi karena kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, zat kimia, atau limbah. Sedangkan dalam penelitian ini mengangkat pencemaran tanah dari sampah dan air limbah dari tempat penimbunan sampah.

Dampak pencemaran tanah pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian dan penyerapan zat kimia berbahaya dalam tanah oleh tanaman. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar tanah utama (chandra, 2006).

Tempat pembuangan akhir (TPA) sampah merupakan tempat akhir yang digunakan untk mengumpulkan semua sampah kota. Sama hal nya TPA Namo Bintang merupakan tempat pembuangan akhir sampah masyarakat kota medan.


(66)

TPA Namo Bintang menggunakan metode pengolahan sampah dengan cara open

dumping yaitu cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan

disuatu

lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat,dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering jugamenimbulkan masalah pencemaran tanah di sekitarnya melalui air lindi yang masuk ke dalam tanah(Azwar, 1990).

Digunakannya areal sekitar TPA sebagai lahan pertanian berisiko akan terjadinya pencemaran logam berat yang dihasilkan dari tumpukan sampah yang dibawa oleh air lindi ke dalam tanah yang kemudian diserap oleh akar tanaman.

Areal persawahan yang diketahui sebesar 35Ha ini menggunakan sistem perairan tadah hujan dimana terdapatnya kolam khusus penampung air hujan yang kemudian dialirkan ke sawah sawah lainnya. Dalam penggunaan pupuk, masyarkat mengaku menggunakan pupuk kompos dalam mengolah sawah mereka.

5.2 HasilPemeriksaan Kandungan Kadmium Pada Beras

5.2.1 HasilPemeriksaanKandungan Kadmium Pada Beras Secara Kualitatif Hasil pemeriksaan secara kualitatif ditujukan untuk mengetahui kandungan kadmium yang terdapat pada beras di lahan pertanian masyarakat sekitar TPA Namo Bintang. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kandungan kadmium pada seluruh sampel yang diperiksa. Hal ini terjadi karena peresapan zat kimia terutama kadmium


(67)

yang merupakan bahan pencemar masuk ke dalam tanah dan akan mengalami pertukaran ion ketika melewati lapisan lempung atau organik dan juga karena jumlah zat pencemar yang tinggi sehingga mudah mencemari air tanah yang ada disekitar, yang kemudian di serap oleh akar tanaman berupa ion – ion organik sehingga pencemaran cadmium mungkin mencemari tanaman padi yang ada di sekitarnya (Palar, 2008). Hal itu sejalan yang sesuai dengan penelitian yang menyatakan adanya kandungan kadmium pada tanaman kangkung air maupun kangkung darat di sekitar daerah industri (Arisa, 2011).

Berdasarkan hasil observasi dan interaksi dengan masyarakat. Adanya kandungan kadmium pada tanaman padi disebabkan oleh adanya air yang keluar dari tumpukan sampah yang masuk ke badan air di sekitar lahan pertanian dan membawa logam berat yang yang dihasilkan oleh tumpukan sampah yang dibuang. Berdasarkan pengamatan langsung terlihat bahwa air disekitar lahan pertanian hitam pekat akibat banyaknya logam berat dalam air yang kemudian digunakan untuk mengairi sawah masyarakat.

Hal ini sejalan dengan teori dimana semua spesies kehidupan dalam air sangat terpengaruh oleh hadirnya logam yang terlarut dalam air ataupun tanah, terutama konsentrasi yang melebihi normal. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya toksisitas logam terhadap makhluk yang hidup didalamnya, yaitu sebagai berikut (Darmono, 2001) :

1. Bentuk ikatan kimia logam yang terlarut


(68)

3. Pengaruh lingkungan seperti suhu, kadar garam, pH dan kadar oksigen yang terlarut dalam air

4. Kondisi fase tanama, besarnya ukuran tanaman dan kecukupan nutrisi 5. Kemampuan tanaman untuk menghindar dari polusi.

Kandungan kadmium yang terkumpul dalam beras tersebut kemudian dikonsumsi oleh manusia sehingga manusia dapat mengumpulkan kadmium di dalam tubuhnya.

5.2.2. HasilPemeriksaanKandungan Kadmium Pada Beras Secara Kuantitatif Pemeriksaan secara kuantitatif ditujukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan kadmium yang terdapat pada beras di TPA NamoBintang. Hasil pemeriksaan pada seluruh sampel yang diperiksa masih di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 0,4 mg/ kg padi. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian (Arisa, 2011) yang menyatakan bahwa kandungan kadmium pada kangkung melebihi ambang batas maksimum yang ditetapkan. Hal itu terjadi karena penyerapan zat kimia dalam tanah dipengaruhi oleh ph tanah, ukuran partikel tanah, kemampuan pertukaran ion dalam tanah dan karakteristik tanah.

Berdasarkan hasil yang didapat bahwa kandungan kadmium sesuai dengan ambang batas tersebut kemungkinan di sebabkan karena sudah tidak berfungsinya TPA Namo Bintang sebagai tempat pembuangan akhir, hal itu sejalan dengan pernyataan seorang petani yang mengatakan bahwa pada kondisi sedang adanya pembuangan sampah biasanya air terlihat hitam pekat dan airnya panas yang menunjukan bahwa kandungan logam sangat tinggi pada saat itu, berbeda dengan


(69)

kondisi sekarang dimana TPA tidak berfungsi lagi sehingga kandungan logam berat tidak terlalu tinggi terutama kadmium.

Dari tabel 4.6 diketahui bahwa kadar kadmium yang terdapat dalam padi sudah memenuhi syarat konsumsi. Namun pengaruh dari limbah sampah yang diketahui berdasarkan oleh hasil wawancara dengan masyarakat dimana mereka mengakui bahwa limbah sampah disekitar arela persawahan memeberikan pengaruh buruk pada tanaman itu sendiri. Mereka mengakui bahwa tanaman padi menjadi mudah mati dan tidak menghasilkan banyak padi karena “kosong”. Selain itu tanaman padi yang dipanen juga menghasilkan beras yang berwarna kekuning-kuningan sehingga memberikan harga jual yang rendah.

Dari Tabel 4.6 diatas dapat dilihat kadar kadmium yang berbeda tidak berbanding lurus dengan jarak sawah dengan tempat pembuangan akhir kemungkinan karena permukaan tanah yang tidak merata. Daerah Namo Bintang merupakan daerah yang permukaan tanahnya tidak rata seperti berbukit-bukit sehingga permukaan tanah sedikit menurun. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan kemiringan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi unsur hara yang terkandung dalam tanah. Unsur unsur hara baik makro maupun mikro dalam tanah dapat mengalami pengurangan akibat adanya erosi tanah. Semakin curam kemiringan tanah akan memperbesar energi angkut air. Kecuraman kemiringan, panjang kemiringan dan bentuk kemiringan baik cekung ataupun cembung dapat memengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan (Rayes, 2006).

Selain itu perbedaan kadar kadmium antara dua titik yang berjarak sekitar 6 – 8 meter dalam jarak yang sama dari TPA kemungkinan besar juga dipengaruhi oleh


(1)

Salah satu efek utama yang ditimbulkan dari keracunan Kadmium adalah lemah dan rapuh tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit, dan gaya berjalan pincang karena cacat tulang yang disebabkan oleh Kadmium. Rasa sakit kemudian melemahkan, dengan patah tulang yang lebih umum dibandingkan tulang yang melemah. Komplikasi lain yang tejadi adalah batuk, kanker, anemia, dan gagal ginjal, yang kemudian menyebabkan kematian. Penderita penyakit ini banyak terjadi pada wanita pasca menopause.

Sedangkan menurut Palar, 2004 dalam Ernawati, 2010 keracunan Kadmium kronis menyebabkan kerusakan pada fisiologis tubuh, yaitu ginjal, paru-paru, darah dan jantung, kelenjar reproduksi, indra penciuman, kerapuhan tulang.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari pengamatan secara kualitatif diketahui seluruh sampel beras yang

diperiksa menunjukan bahwa tanaman padi di sekitar TPA Namo Bintang memiliki unsur kadmium.

2. Dari pengamatan secara kuantitatif diketahui seluruh sampel beras yang diperiksa menunjukan bahwa tanaman padi di sekitar TPA Namo Bintang masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi.

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlunya diinformasikan kepada konsumen tentang adanya kandungan

kadmium dalam beras yang diperiksa.

2. Perlu adanya penelitian selanjutnya mengenai masalah kadmium dalam tanaman padi.

3. Sebaiknya pihak pengelola TPA Namo Bintang menggunakan metode yang lebih baik dalam mengolah sampah agar tidak mencemari lingkungan disekitarnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Andi Offset . Jogjakarta.

Ahmad, S. 2011. DPRD Ragukan Keseriusan Pemko Kendalikan Jumlah

Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka Serat Pangan Alami. Cetakan I. Penerbit Tiga Serangkai, Solo.

Azwar, A. 1990. Pengantar Ilmu Lingkungan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta. Auliana, R. 2002. Gizi Dan Pengolahan Pangan. Adicita Karya Nusantara.

Yogyakarta.

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Bengkulu. Sampah Elektronik. http://www.google/sumberkadmium.htmpf. Diakses 18 Februari 2012. Badan zat beracun dan penyakit registry (ATSDR).2008.profil toksikologi untuk

cadmium. GA US Department of health and human services http://en.toxnet.com/ diakses 3 Mei 2012

Chandra, B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta.

Charlena. 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) padaSayur-Sayuran . http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/charlena.pdf .Diakses tanggal 29 april 2012.

Damanhuri, E. 1995. Teknik Pembuangan Akhir (TPA). Diktat Kuliah, TL-ITB. Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Universitas Indonesia

(UI-Pres), Jakarta.

Estiasih, T .2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Cetakan I. Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Lenntech, 2009 Air Dan Pengobatan Http://lenntech.com/ di akses 3 Mei 2012 Mahardika. 2010. Mendeteksi Dampak Polutan Sampah Terhadap Air Tanah

Pemukiman Sekitar TPA Dengan Menggunakan Metode Geolistrik. Jurnal Universitas Negeri Malang.Malang


(4)

Nainggolan, Lusi F. 2011. Analisa Kandungan Kadmium Air Sumur Gali Masyarakat di Sekitar Tpa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. USU Press.

Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rinneka Cipta. Jakarta.

Royadi. 2006. Disertasi Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pasca Operasi Berbasis Masyarakat (Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi). repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40713, diakses 5 Desember 2012. Sari, A . 2011. Analisis Kandungan Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Pada

Kangkung Air (Ipomoea Aquatica Forssk) Dan Kangkung Darat

(Ipomoea Reptans Poir) Di Daerah Mabar-Kim Secara Spektrofotometri

Serapan Atom. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. USU Press. Tchobanolous. 2002. Introduction In George Tchobanolous dan Frank

Kreith,Handbook of Solid Maste Management. McGrow-Hill Companies, Inc. NewYork..

Wardhana, W. A, 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.

Widowati, dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Andi Offset. Yogyakarta.

Winter, H. 1982 . The hazards of cadmium in man and animals. J. App. Toxicol. 2(2) : 61-67


(5)

(6)

Gbr 1. Sawah yang berjarak 300 m Gbr 2. Sawah yang berjarak 100 m

Gbr 3. Sawah yang berjarak 100 m Gbr 4. Sawah yang berjarak 30 m


Dokumen yang terkait

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) Di Desa Bakaran Batu Kecamatan Sei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai

12 108 56

Evaluasi Kesesuaian Lahan di Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang untuk Tanaman Pepaya ( Carica papaya L. ) dan Pisang ( Musa acuminata COLLA )

0 62 66

Kajian Ketahanan Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) Terhadap Penggerek Batang Padi Putih Scirpophaga innotata Wlk. (Lepidoptera ; Pyralidae) Di Rumah Kasa

4 78 81

Karateristik Tersangka Penderita Rabies Di Puskesmas Pancur Batu Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007

1 29 100

Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

2 70 72

Konservasi Lahan Padi Sawah (Oryza Sativa, L) Dengan Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Di Desa Aman Damai Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat

0 39 76

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Pada Jarak Tanam Dan Persiapan Tanah Yang Berbeda

0 43 187

Pertumbuhan Dan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza Sativa L.) Pada Pwersiapan Tanah Dan Jumlah Bibit Yang Berbeda

5 55 131

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

0 8 94

TAHUN 2012 DALAM RUMAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA) NAMO BINTANG KECAMATAN PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

0 0 14