RIWAYAT HIDUP
NAMA : Muhammad Syahril
TPTTGL LAHIR : Medan, 15 Juli 1963
AGAMA : Islam
STATUS : Kawin
PEKERJAAN : PNS-Dinas Komunikasi dan Informatika Sumut ALAMAT
: Jl. Karya SG, Desa Sei Mencirim , Pasar V, Diski, Kabupaten Deli Serdang
I RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri No. 88 Medan, Lulus thn 1975
2. SMP Swasta Perg. Islamiyah Tuanku Imam Bonjol Medan, Lulus thn 1979
3. SMA Bersubsidi Widyasana Medan, Lulus thn 1982
4. Sarjana S-1IKIP Medan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Lulus thn 1991
5.
S-2 Universitas Sumatera Utara USU Jurusan Studi Pembangunan –
Konsentrasi Komunikasi Pembangunan
II RIWAYAT PENDIDIKAN DINAS 1. Pra Jabatan TK II SUMUT, thn 1992
2. Penyegaran Profesi Penyiar TVRI, thn 1996
3. Kursus Peningkatan Keterampilan In The Job Training Prod. Acara Siaran
Televisi Angk. I, thn 1992
4. Program D-1 Prog. Studi Perencanaan dan Penyusunan Programa MMTC Yogyakarta, thn 19941995
vi
Universitas Sumatera Utara
5. Program D-II Prog. Studi Perencanaan Program Siaran, MMTC Yogyakarta,
thn 19961997
6. Pendidikan dan Pelatihan Dasar Penerangan II Angkatan IV DEPPEN
SUMUT, thn 1998
7. Lokakarya Menemukan Format Siaran Seni Tradisi untuk Televisi oleh Sto. Audio Visual Puskat dengan The Ford Foundation Yogyakarta, thn 1999
8. Pembinaan Intensif Produksi Acara Drama di TVRI Medan, thn 2000 9. Diklat Pimpinan Tk. III Lembaga Administrasi Negara LAN RI Bekerja-
sama dgn Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Sumatera Utara, thn 2005
10. Penataran Kader Pembina Sarana Prasarana Nasional untuk Pertahanan Negara, Ditjen Pothan Dephan di PEMDA PROP-SU, thn 2006
11. Diklat Cyber Journalism MMTC Yogyakarta, thn 2007
III RIWAYAT PEKERJAAN
1. Penyiar ContinuityPresenter, thn 1986-1990 2. Penyiar BeritaPewawancara, thn 1993-2005
3. Sekretaris Tim Penyeleksi Naskah Drama TVRI Medan, thn 1992-1998 4. Perencana Produksi Siaran, Penulis Feature dan Laporan Bulanan
TVRI Medan, thn 1993-1998 5. Mutasi ke Seksi Pemberitaan TVRI Sumut thn 2000
6. Penyiar Berita Pewawancara Reporter E.I.C Desk Editor Produser Dialog thn 2000-2005
7. Kepala Seksi Current Affairs dan Siaran Olahraga Bidang Pemberitaan TVRI Sumut thn 2005-2007
8. Mutasi ke Kantor Dinas Infokom Sumatera Utara, thn 2007-Sekarang
vii
Universitas Sumatera Utara
9. Staf Humasy Pimpinan Kantor Gubernur Sumatra Utara, thn 2007-2008 10. Koordinator Bidang Pemantauan Isi Siaran Pada Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sumatera Utara KPID-SU, Periode Tahun 2008-2011
IV AKTIVITAS NON FORMAL
1. Kursus Pengetahuan Dasar Perfilman Dewan Kesenian Sumut, Thn 1984 2. Penataran P-4 Pola 120 Jam Bp-7 Sumut Thn, 1985
3. Ketua Teater Patria Medan, Thn 1985 4. Tutor Pelatihan Seni Drama Guru SD Se-Kota Medan Di Taman Budaya
Medan, Tahun 1991-1994 5. Pendiri Lembaga Kesenian Teater LKK IKIP Negeri Medan, Thn 1987
6. Dosen Luar Biasa M.K. Penyiaran Pada Jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Medan, Thn 2001-2003
7. Pengurus Dewan Kesenian Sumatra Utara Membidangi Komite Film Dan Sinetron, Thn 1999-2004
8. Sering Mengikuti Seminar Ilmiah Sebagai Peserta Maupun Pemrasaran 9. Sering Menulis Naskah Drama Dan Sutradara Teater Di Medan, Baik
Untuk Pentas Maupun Televisi 10. Pengurus Lembaga Kesenian Islam Sumut, Thn 2008-2012
11. Sering Menjadi Juri Event BudayaKesenian Di Medan 12. Sekjen Paguyuban Jawa Rembug “Pajar” Sumut, Thn 2009-2014
Medan, Juni 2011
Muhammad Syahril
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK…………………………………………………………….. i ABSTRACT…………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR………………………………………………… iii RIWAYAT HIDUP…………………………………………………... vi
DAFTAR ISI………………………………………………………….. ix DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………….. xii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………. 1 1.1.
Latar Belakang Masalah…………………………………... 1 1.2.
Perumusan Masalah……………………………………….. 13 1.3.
Tujuan Penelitian………………………………………….. 14 1.4.
Manfaat Penelitian………………………………………… 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………... 17
2.1. Media Penyiaran Televisi…………………………..…….. 17 2.2. Lembaga Penyiaran Indonesia………………………..…... 19
2.3. Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan………………... 23 2.4. Kepemilikan Lembaga Penyiaran……………………..….. 32
2.5. Persyaratan Perizinan LPS………………………………... 34 2.6. Tahapan Perizinan………………………………………… 38
2.7. Paradigma Teori…………………………………………... 40 2.8. Teori Tanggung Jawab Sosial…………………………….. 45
ix
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN………………………………. 52 3.1. Jenis Penelitian……………………………………….…… 52
3.2. Proses Penelitian………………………………………..… 55 3.2.1. Lokasi Penelitian……………………………………… 55
3.2.2. Subjek Penelitian……………………………………… 56 3.2.3. Sumber Data…………………………………………... 60
3.2.3.1. Jenis Data…………………………………………. 60 3.2.3.2. Teknik Pengumpulan Data………………………... 61
3.2.3.3. Teknik Analisis Data……………………………… 63
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………… 65
4.1. Data Umum Metro TV Biro Sumut Aceh……………... 65 4.2. Data Umum TV One Biro Medan……………………….... 68
4.3. Resume Data Kedua Lembaga Metro TV TV One…. 74 4.4. Nama LPS TV Lokal yg telah EDP……………………… 75
4.5. Hasil Wawancara dan Pembahasan……………………….. 77 4.5.1. Hasil Wawancara……………………………………… 79
4.5.2. Hasil Wawancara………………………………………. 90 4.6. Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara………………. 99
4.6.1. Analisis Tema Hasil Wawancara……………………… 107 4.6.2. Uraian Poin Resume Hasil Wawancara………………... 108
BAB V PENUTUP…………………………………………………… 112
5.1. Kesimpulan………………………………………………... 112 5.2. Saran………………………………………………………. 114
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 116
x
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Paradigma Ilmu SosialKomunikasi……………………. …. 41
2. Epistemologi-Perspektif-Metodologi-Metode……………. . 42
3. Teori dan Pendekatan Paradigma Dalam Ilmu Komunikasi ..43
4. Empat Dasar Media Massa…………………………………. 50
5. Daftar Nama TV Swasta Yang Telah EDP….……………… 75
6. Wawancara Dengan Ka. Biro Metro TV Medan….............. 79
7. Wawancara Dengan Ka. Biro TV One Medan……………. 90
8. Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara Yuda …..….. 100
9. Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara Linova …….. 104
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Keterangan Penelitian Dari Kepala Biro Metro TV Sumut - Aceh
2. Balasan Izin Penelitian Dari Kepala Biro TV One Medan
3. Surat Keterangan Penelitian Dari Ketua Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah Sumatera Utara 4. Prosentase Jawaban Tertulis Penanggung Jawab Lembaga Penyiaran
Televisi Swasta Pusat 5. Foto Wawancara Peneliti Dengan Subjek, Kepala Biro Metro TV
Sumut-Aceh 6.
Foto Wawancara Peneliti Dengan Subjek, Kepala Biro TV One Medan
7. Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika RI, Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan Oleh
Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi
xii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pertumbuhan media penyiaran yang sedemikian pesat di tanah air menunjukkan bahwa tingginya kebutuhan informasi masyarakat. Dari sisi pengusaha atau pemilik media yang
pada umumnya berorientasi bisnis sudah tentu melalui lembaga penyiaran yang dikelolanya sedapat mungkin diarahkan kepada sebesar-besar keuntungan; sementara dari sisi kebutuhan
masyarakat, melalui lembaga penyiaran yang ada diharapkan akan mendapatkan nilai manfaat dalam rangka pemenuhan salah satu kebutuhan esensial hidupnya yakni memperoleh
informasi yang sehat. Berdasarkan pertimbangan dari dua sisi inilah pemerintah mengambil posisi untuk berperan sebagai motivator sekaligus regulator sehingga kebutuhan antara
keduanya dapat terpenuhi dengan menerbitkan Undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dan undang-undang 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang diturunkan dalam
bentuk peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta serta peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI nomor
43 tahun2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan bagi lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran televisi.
Khusus mengenai pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan ditinjau dari perspektif tanggung jawab sosial media sebagai tema penelitian ini, jika dipandang dari sisi kebutuhan
informasi masyarakat pemberlakuan peraturan ini sangat potensial dan memiliki nilai urgensitas yang cukup tinggi. Kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa maraknya
informasi yang disajikan melalui media penyiaran televisi nasional, namun varian isi siarannya diversity of content baik secara kualitas maupun kuantitas dinilai tidak
berimbang. Pada umumnya isi program siarannya hanya didominasi oleh informasi yang bersumber dari pusat Jakarta central oriented, mengakibatkan masyarakat daerah publik
lokal tidak mendapatkan informasi yang memadai berkaitan dengan kejadianperistiwa di daerahnya sendiri. Keadaan ini sekaligus dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya
potensi daerah atau mengarah kepada penghilangan eksistensi kearifan lokal.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa meskipun secara argumentatif para penanggung jawabpengelola lembaga penyiaran televisi swasta nasional
menyatakan sikap antusiasme untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan SSJ, namun secara realita di lapangan sama sekali berbanding terbalik. Secara
keseluruhan dari lembaga penyiaran televisi swasta nasional itu, tidak satu pun dari mereka yang konsisten dalam mengaplikasikan peraturan khususnya tentang Sistem Stasiun Jaringan
SSJ. Alasan yang dipakai semata-mata menyangkut untung rugi perusahaan. Kalaupun ada diantara lembaga penyiaran yang berusaha memberi sebahagian dari keseluruhan slot waktu
penyiarannya menyiarkan materi program lokal, namun secara ideal masih belum cukup memadai dalam memenuhi amanat peraturan secara konsisten. Akibatnya, masyarakat masih
tetap berada pada posisi minus terhadap informasi lokal.
Kata Kunci : Sistem Stasiun Jaringan: Pelaksanaan Peraturan, Tanggung Jawab Sosial Media
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
The growth of broadcast media that is so rapid in this country shows that the high demand of information society. From the employers or owners of the media in
general business-oriented course through broadcasters under its management as far as may be directed to the at-large profits, while in terms of community needs, through
the existing broadcasters are expected to get the value of benefits in order to fulfill one of the essential needs life that is healthy to obtain information. Based on
consideration of the two sides is the government taking a position to act as a motivator as well as the regulator so that the needs of both can be satisfied by
issuance of Law No. 36 of 1999 on telecommunications and the law 32 of 2002 on broadcasting which is derived in the form of government regulation number 50 year
2005 concerning the broadcasting of Private Broadcasters and the regulations of the Minister of Communications and Informatics RI numbers 43 of 2009 about the
Network Station systems for private broadcasting television broadcasting services.
Especially with regard to the implementation of Systems Network Station viewed from the perspective of social responsibility as a media theme of this
research, when viewed from the side of the information needs of society is the potential application of the rules and have a high enough value urgensitas. The fact
that can not be denied that the rise of information presented through the medium of national television broadcasting, but broadcasting content variants diversity of
content both in quality and quantity assessed is not balanced. In general, the content of programs broadcast only dominated by information originating from the center of
Jakarta central oriented, resulting in local communities local public do not obtain adequate information relating to the incident event in its own country. This situation
as well as to inhibit the growth and development potential of the area or lead to the elimination of the existence of local wisdom.
Based on these results we can conclude that although the argumentative the person in charge manager of the national private television broadcasters expressed
the attitude of enthusiasm to implement government regulation relating to the SSJ, but in reality on the ground at all inversely. On the whole the national private
television broadcasters that, none of themare consistent in applying rules in particular about the Network Station System SSJ. The reason that is used solely
related to profit and loss firms. Even if there are among broadcasters who try to give a party of the overall broadcasting time slots to broadcast local programming
content, but the ideal is still not adequate enough to fulfill the mandate of the rules consistently. As a result, people still remain in the position of minus local
information. Keywords: Network Station System: Implementation of the Regulation, Corporate
Social Responsibility Media ii
Universitas Sumatera Utara
B A B I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bisnis penyiaran akhir-akhir ini terlihat semakin marak, terbukti dengan bermunculannya lembaga-lembaga penyiaran baik radio maupun televisi, seiring
dengan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang seakan tidak bisa terbendung.
Di daerah sumatera utara terdapat tidak kurang dari 45 stasiun lembaga penyiaran radio lokal, 4 stasiun televisi lokal ditambah 10 stasiun televisi nasional
dan 2 radio lokal berjaringan yang setiap harinya mengudara memenuhi ruang – ruang publik, menembus mata dan telinga para pendengarnya dengan tidak
mengenal latar belakang, status, siapa dan di mana mereka berada. Namun dari antusiasme masyarakat dalam menerima informasi melalui kedua
media itu, berdasarkan pengamatan peneliti secara kasat mata, masyarakat kelihatannya lebih cenderung menyaksikan acara yang ditayangkan melalui media
televisi dibandingkan dengan radio. Hal ini dimungkinkan karena media televisi dianggap memberikan informasi yang lebih sempurna dibanding dengan media radio,
dengan adanya suara dan gambar Audio - Visual muncul secara bersamaan yang dapat memberi kesan lebih akurat.
1
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, waktu mendapatkan informasi masyarakat khususnya bagi mereka yang memiliki kegiatan rutin setiap harinya menjadi alasan tersendiri untuk
menjadikan televisi sebagai media informasi yang dianggap cocok. Karena bagi masyarakat pada umumnya tidak dapat setiap saat menyediakan waktunya untuk
menerima informasi. Atau tidak memungkinkan semua waktunya dipakai hanya untuk mendapatkan informasi.
Kondisi itulah yang menjadi alasan mengapa televisi lebih dominan menjadi media untuk dijadikan saluran informasi masyarakat, karena media televisi telah
menetapkan slot waktu program siarannya yang disesuaikan dengan perkiraan jadwal menonton masyarakat. Menurut john Vivian, Banyaknya audien televisi
menjadikannya sebagai medium dengan efek yang besar terhadap orang dan kultur dan juga terhadap media lain. Sekarang televisi adalah medium massa dominan untuk
hiburan dan berita. 224:2008 Dari jumlah lembaga penyiaran televisi yang ada di masing-masing daerah
dengan status sebagai televisi lokal, pada kenyataannya masih belum dapat mengimbangi jumlah lembaga televisi nasional yang mendominasi pasar informasi
masyarakat lokal. Sehingga informasi yang diperoleh oleh masyarakat di masing- masing daerah secara potensial lebih banyak bersumber dari informasi yang berasal
dari pusat Jakarta baik secara kualitas maupun kuantitas. Akibatnya, pengetahuan masyarakat lebih banyak diperoleh melalui informasi
nasional yang menyebabkan terjadi ketimpangan arus informasi di tengah-tengah
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Atau dengan perkataan lain bahwa masyarakat lebih mengetahui peristiwa yang terjadi di daerah lain dibanding dengan kejadian peristiwa di
daerahnya sendiri. Kondisi ini menunjukkan adanya suatu gejala keterpaksaan masyarakat lokal
untuk menerima informasi secara nasional atau terjadinya pemaksaan informasi yang dilakukan oleh pemegang kendali informasi yang bekerja di media penyiaran
nasional. Sebagaimana yang dikatakan Eko Harry Susanto 109:2009 bahwa sesungguhnya aneka acara di layar kaca yang mereka saksikan hanyalah sekedar
keterpaksaan, karena memang tidak ada acara lain yang bisa memenuhi kebutuhan mereka……Sebab harapan mereka adalah, televisi benar-benar mampu memberikan
pendidikan, pengetahuan, dan perlindungan yang bermanfaat untuk mendorong tercapainya kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah, khususnya
pedesaan…..Mereka merindukan tayangan bermutu dalam perspektif pedesaan, seperti strategi mengeksploatasi potensi alam, perlindungan usaha pedesaan,
manajemen usaha kecil di bidang pertanian, perikanan dan usaha akar rumput lainnya.
Munculnya fenomena seperti ini tidak terlepas disebabkan oleh kebijakan pemerintah orde baru pada saat memberikan peluang izin siaran kepada pihak swasta
untuk mendirikan lembaga penyiaran televisi dengan cakupan area penyiarannya secara nasional.
Kebijakan dimaksud dapat terlihat melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No. 111Kep.Menpen1990 tentang Penyiaran Televisi di Indonesia yang
Universitas Sumatera Utara
membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi lembaga televisi swasta untuk mengeksplorasi medium frekuensi sekaligus memberi ruang yang cukup besar untuk
meraup keuntungan bagi perusahaannya tanpa memperdulikan hak-hak masyarakat lokal dalam memperoleh informasi lokal.
Keputusan menteri penerangan tersebut dilakukan sebagai koreksi atas kebijakan sebelumnya, bahwa televisi swasta hanya diberi izin dalam wilayah tertentu
melalui sistem Siaran Saluran Terbatas SST. Di dalam surat keputusan menteri itu tidak lagi secara tegas membatasi wilayah
jangkauan siaran bagi lembaga televisi swasta dengan pola system saluran terbatas, melainkan hanya berisikan tentang pembagian klasifikasi status lembaga penyiaran
televisi yang disesuaikan dengan pembagian wilayah secara politis, yakni : 1. Stasiun penyiaran nasional atau pusat,
2. Stasiun penyiaran regional, 3. Stasiun penyiaran lokal,
4. Stasiun produksi, 5. Stasiun transmissi, dan
6. Antena parabola.
Padahal dalam
SK menteri
penerangan sebelumnya
No. 190AKepMenpen1987 tentang Siaran Saluran Terbatas SST telah diatur
mengenai pembatasan jangkauan siaran bagi televisi swasta. Kecuali TVRI, semua televisi swasta hanya diberikan izin berdasarkan cakupan area tertentu sesuai dengan
wilayah tempat di mana stasiun itu berdiri. Sebagai contoh, pada saat itu RCTI sebagai Lembaga Televisi Swasta pertama
di Indonesia, mengantongi izin jangkauan siarannya hanya untuk wilayah Jakara dan
Universitas Sumatera Utara
sekitarnya saja. Sementara SCTV hanya mendapat ijin wilayah jangkauan siarannya se kawasan Jawa Timur dan Bali saja. SK Direktur Televisi No. 12SPDirTV1988
Dengan telah ditetapkannya keputusan baru oleh Menteri Penerangan No. 111thn 1990 tentang pembagian klasifikasi stasiun televisi yang tidak lagi
mencantumkan izin Sistem Saluran Terbatas SST maka secara otomatis izin “SST” tidak berlaku lagi.
Akibatnya, semua televisi yang sebelumnya hanya memegang izin penyiaran saluran terbatas tentu saja menyambut keputusan menteri yang baru itu dengan
sangat antusias. Karena dengan kebijakan itu mereka dapat lebih leluasa menguasai pangsa pasar nasional dan sekaligus masing-masing dari mereka berusaha menjadi
pemegang kendali informasi nasional. Oleh karena itu sangat memungkinkan terjadinya suatu gejala monopoli arus informasi nasional seperti yang dirasakan
masyarakat Indonesia dewasa ini. Ben Bagdikian dalam John Vivian 29:2008 mengatakan bahwa konglomerasi
mempengaruhi diversitas pesan yang diberikan media massa. Mereka berusaha menguasai atau mendominasi pasar bukan hanya untuk satu medium tetapi semua
media. Tujuannya adalah mengontrol semua peroses dari naskah awal atau serial baru sampai ke penggunaannya dalam beragam bentuk…Salah satu efek negatif dari
konglomerasi terjadi ketika perusahaan induk memanfaatkan anak perusahaannya hanya untuk memperkaya konglomerat secepat mungkin dan dengan cara apa saja,
tanpa peduli pada mutu produk yang dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
6
Sikap monopoli arus informasi yang dilakukan oleh lembaga penyiaran televisi swasta nasional itu belakangan baru dirasakan oleh berbagai pihak, ternyata akibat
dari pemberlakuan Kepmen No. 190 itu memiliki dampak yang sangat luar biasa parahnya dalam tatanan informasi nasional terutama dalam pemenuhan kebutuhan
informasi masyarakat daerah secara seimbang dan merata. Arus informasi yang selama beberapa dekade didominasi oleh Lembaga
Penyiaran Televisi Swasta Nasional dari pusat ke daerah menimbulkan reaksi yang sangat kuat terutama oleh komunitas masyarakat lokal yang menyadari akan
kebutuhannya untuk mendapatkan informasi lokal. Berbagai reaksi dapat terdengar dari ungkapan yang ada di tengah-tengah masyarakat terutama direpresentasikan
oleh para orang tua, para guru, kaum agamawan, kalangan intelektual maupun tokoh- tokoh adat dengan nada yang umumnya sama, yakni timbulnya kekhawatiran mereka
akan masa depan generasi muda daerah sebagai pewaris budaya lokal. Kekhawatiran itu sangat beralasan, karena suguhan informasi yang mereka
terima setiap hari didominasi oleh informasi berskala nasional dan bahkan internasional. Jika fenomena ini dibiarkan terus maka sangat logis jika kian hari kian
mengikis pemahaman masyarakat daerah terhadap potensi lokalnya sendiri, terutama yang berkaitan dengan aspek budaya serta aspek sosio kultural lainnya. Apalagi jika
dikaitkan dengan tujuan dari konsep otonomi daerah, maka kondisi yang terjadi saat ini sangat tidak relevan.
Sebagaimana yang dikatakan Eko Harry Susanto 20:2009 bahwa peran teknologi komunikasi dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah merupakan salah satu
Universitas Sumatera Utara
indikator yang menunjang keberhasilan Pemerintah Daerah dalam distribusi sumber daya, transparansi penyelenggaraan pemerintahan, hubungan kekuasaan pusat-daerah,
hubungan horizontal dengan sesama KabupatenKota dan lebih penting lagi adalah hubungan interaktif pemerintah dengan masyarakat secara langsung.
Jika fenomena ini dibiarkan terus maka Indonesia yang dikenal sebagai sebuah negara pluralis dengan kekayaan dan keragaman potensi budayanya, lambat laun dan
dapat dipastikan hanya akan menjadi tinggal nama saja. Munculnya Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang penyiaran memberi
sinyal bagi masyarakat bahwa adanya kesadaran dari pihak eksekutif bersama dengan pihak legislatif terhadap fenomena yang sangat memperihatinkan terjadi di
masyarakat. Dalam Undang-Undang No. 32 tersebut berisikan tentang pengaturan terhadap dinamika yang terjadi di dunia penyiaran Indonesia, antara lain mencakup
tentang ketentuan strategis berupa aspek perijinan, serta isi content siaran. Dalam pasal 31 UU No. 32 tentang penyiaran menyebutkan :
1 Lembaga penyiaran yang menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau jasa
penyiaran televisi terdiri atas stasiun penyiaran jaringan danatau stasiun penyiaran lokal.
2 Lembaga Penyiaran Publik dapat menyelenggarakan siaran dengan sistem
stasiun jaringan yang menjangkau seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
3 Lembaga Penyiaran Swasta dapat menyelenggarakan siaran melalui sistem
stasiun jaringan dengan jangkauan wilayah terbatas.
Universitas Sumatera Utara
4 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem stasiun jaringan disusun
oleh KPI bersama Pemerintah. 5
Stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu dalam wilayah Negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran terbatas pada
lokasi tersebut. 6
Mayoritas pemilikan modal awal dan pengelolaan stasiun penyiaran lokal diutamakan kepada masyarakat di daerah tempat stasiun lokal itu berada.
Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan UU penyiaran ini, maka dibentuk sebuah lembaga independen yang bertugas mengatur tentang segala aspek dalam
sistem penyiaran di Indonesia sesuai dengan pasal 6 ayat 4 Undang-Undang penyiaran.
Dalam pasal itu disebutkan bahwa untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran KPI ; dan pada pasal berikutnya dikatakan : “ KPI terdiri
atas KPI pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI daerah di bentuk di tingkat provinsi.”
Sesuai dengan tuntutan undang-undang itu pula dalam rangka lebih memaksimalkan pengaturan serta pengawasan isi siaran oleh Lembaga Penyiaran
khusunya media Televisi, pemerintah menuangkannya dalam Peraturan Pemerintah PP nomor 50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Swasta yang kemudian diikuti oleh kementerian komunikasi dan informatika dengan menerbitkan peraturan teknis mengenai pembagian jumlah durasi isi informasi siaran
Universitas Sumatera Utara
9
antara pusat dan daerah dengan model Sistem Stasiun Jaringan SSJ melalui Peraturan Menteri Kominfo nomor 43 tahun 2009.
Terbitnya peraturan ini semata-mata bertujuan agar seluruh lembaga penyiaran yang selama ini mengudara secara nasional dibatasi cakupan areanya, sekaligus
membatasi volume isi siarannya secara proporsional yakni 50 lokal dan 50 pusat melalui suatu sistem jaringan antara stasiun induk jaringan dengan anggota
jaringannya di berbagai wilayah, propinsi, kabupatenkota. Untuk mencapai sasaran dimaksud, maka kepada semua lembaga penyiaran
televisi harus memiliki stasiun lokal dengan serta merta mengurus administrasi perijinan di lokasi tempat mana stasiun lokal itu akan didirikan.
Berdasarkan amanat Permen Kominfo tersebut, bahwa di Negara ini tidak ada lagi lembaga Penyiaran yang berstatus sebagai Stasiun Televisi Nasional, melainkan
hanya Stasiun Lokal yang berjaringan dengan stasiun induk jaringannya. Dari aspek isi siaran, dengan telah terjadinya perubahan status kelembagaan
media penyiaran ini, maka secara berangsur-angsur menayangkan volume siarannya dimulai dari 10 muatan lokal dan 90 siaran nasional hingga pada akhirnya setiap
lembaga penyiaran televisi harus menyiarkan batas minimum isi siarannya 50 berisikan muatan lokal dan 50 muatan nasional, sehingga terjadi pembagian muatan
isi siaran diversity of content. Dengan demikian masyarakat pemirsa yang tinggal di masing-masing daerah
diharapkan secara signifikan akan memperoleh informasi yang berasal dari daerahnya
Universitas Sumatera Utara
10
sendiri dan seiring dengan itu dapat pula mengikuti perkembangan yang terjadi secara nasional.
Pemberlakuan peraturan ini efektif harus dilaksanakan sejak masa diberlakukannya Peraturan Menteri ini, yakni pada tanggal 19 oktober 2009.
Namun kenyataannya sejak diberlakukannya Permen Kominfo tersebut, khususnya di daerah Sumatera Utara, hingga saat penelitian ini dilakukan belum ada
satu pun dari lembaga penyiaran swasta televisi nasional yang mengoperasionalisasikan kegiatan stasiun lokalnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Atau dengan perkataan lain belum terlihat satu pun dari mereka secara konsisten menjalankan tuntutan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun
Peraturan Menteri Kominfo tentang Sistem Stasiun Jaringan. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari sekretariat KPID-SU, sejak
diberlakukannya Permen Kominfo No 432009 bahwa semua Lembaga Penyiaran televisi swasta nasional sudah mendaftarkan proposalnya ke KPID-SU untuk
mendirikan televisi lokal berjaringan di daerah ini dan dari kesemuanya telah pula melakukan Evaluasi Dengar Pendapat EDP dan telah mengantongi Rekomendasi
Kelayakan RK dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sumatera Utara KPID- SU, yakni :DELI TV, SPACE TOON TV, DAAI TV, SCTV, RCTI, GLOBAL
TV, TPI, TV ONE, AN-TV, METRO TV, TRANS TV, TRANS 7, dan INDOSIAR. Meskipun diantara mereka ada beberapa stasiun televisi swasta yang telah
mendapatkan izin percobaan siaran sebelum keluarnya Permen Kominfo tersebut. Berdasarkan hal itu, maka Lembaga Penyiaran tersebut tidak peneliti masukkan di
Universitas Sumatera Utara
dalam populasi penelitian ini, dikarenakan mereka telah terlebih dahulu mengikuti EDP dengan KPID-SU sebelum terbitnya Permen Kominfo tahun 2009, yakni :
DELI TV, DAAI TV, dan SPACE TOON TV. Pertimbangan lain yang menjadikan alasan peneliti tidak memasukkannya di
dalam objek penelitian ini SPACE TOON, DAAI TV dan DELI TV karena sejak berdirinya telah memiliki status sebagai televisi lokal berjaringan.
Terlepas dari permasalahan itu berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan bahwa keseluruhan LPS televisi jaringan yang telah melakukan EDP sejak
diberlakukannya Permen Kominfo No 432009 dan telah mengantongi Rekomendasi Kelayakan RK dari KPIDSU, hingga kini belum menindaklanjutinya dengan
melakukan pemenuhan kelengkapan lanjutannya, berupa pengadaan sarana dan prasarana kantor, seperti : studio produksi, peralatan teknis operasional SSJ, jumlah
SDM, maupun tindak lanjut dari konsep pelaksanaan program siaran pola siaran sesuai ketentuan yang berlaku.
Mestinya fenomena ini tidak harus terjadi jika ditinjau dari komitmen yang dicanangkan oleh penanggung jawabpengelola induk jaringan sebagaimana yang
peneliti peroleh dari jawaban tertulis sebelumnya. Disamping itu, sebagai sebuah lembaga resmi yang terikat dengan peraturan dan
perundang-undangan, maka dapat dikatakan bahwa kejadian seperti ini dapat dianggap sebagai sebuah penyimpangan terhadap konstitusi.
Dengan tidak terpenuhinya persyaratan secara menyeluruh oleh lembaga siaran televisi swasta lokal yang berada di wilayah kerja kota Medan dan sekitarnya dalam
Universitas Sumatera Utara
12
mengimplementasikan peraturan tentang Sistem Stasiun Jaringan maka dapat peneliti katakan bahwa terdapat dua aspek yang menjadi dampaknya, yakni aspek dari sisi
pemerintah melalui aturan yang telah dikeluarkan UU,PP,Permen maupun dari sisi kepentingan masyarakat lokal, khususnya masyarakat dengan haknya untuk
mendapatkan informasi lokal . Dari sisi kepatuhan kepada aturan dapat dinilai bahwa pengelola lembaga
penyiaran tidak taat aturan. Sedangkan dari sisi masyarakat, lembaga penyiaran sebagai sebuah institusi media massa tidak menjalankan kewajibannya dalam
penyebarluasan informasi lokal sebagai sebuah kebutuhan sekaligus hak dari setiap warga Negara untuk memperoleh informasi. Sebagaimana yang termaktub di dalam
UU no 40 tahun 1999 tentang Pers, BAB II pasal 3, bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan dan kontrol sosial dan pers
nasional berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Pada akhirnya apa yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak bahwa semakin
pudarnya kesadaran lokal dan partisipasi masyarakat yang berisikan potensi daerah mencakup budaya dan adat istiadat daerah, potensi sumber daya manusia, sumber
daya alam, serta sumber-sumber lain yang menjadi ciri khas daerah. Seiring dengan kenyataan itulah, peneliti tertarik untuk mengkaji dan
mengetahui lebih mendalam tentang apa yang menjadi penyebab para pengelola lembaga penyiaran televisi swasta lokal berjaringan bersikap tidak konsisten dalam
melaksanakan ketentuan yang ada sekaligus mengabaikan kebutuhan masyarakat daerah akan informasi lokal.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan selama ini terhadap keberadaan lembaga televisi lokal, maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian kepada
lembaga penyiaran televisi swasta lokal berjaringan yang berdomisili di daerah Medan dan sekitarnya melalui pimpinanpenanggung jawabpengelola stasiun pada
masing-masing lembaga televisi lokal berjaringan yang ada di kota Medan dan Sekitarnya, dengan judul penelitian:
“Pelaksanaan Program Sistem Stasiun Jaringan pada Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal di Sumatera Utara dalam Perspektif Tanggung Jawab
sosial Media ” 1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dengan uraian yang peneliti ungkapkan pada latar belakang masalah, maka peneliti mencoba untuk merumuskannya dalam beberapa pertanyaan
dan sekaligus menjadikannya sebagai suatu permasalahan yang peneliti jadikan sebagai fokus untuk dicarikan jawabannya melalui penelitian yang akan peneliti
lakukan, yakni : 1.
Bagaimana responsibilitas pengelola lembaga penyiaran televisi swasta Biro Medan dalam menyikapi aturan Pemerintah tentang Sistem Stasiun Jaringan
SSJ. 2.
Hal-hal apa saja yang menjadi kendala bagi para pengelola lembaga penyiaran televisi swasta lokal Biro Medan menjalankan agenda program
stasiun televisi swasta lokal berjaringan, dalam kerangka memberdayakan potensi informasi lokal.
Universitas Sumatera Utara
14
3. Strategi apa yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran Televisi Swasta lokal
berjaringan biro Medan terhadap implikasi pemberlakuan aturan tentang Sistem Stasiun Jaringan dalam pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat
lokal, sebagai wujud tanggung jawab media kepada publik.
1.3 Tujuan Penelitian
Melalui beberapa tahapan penganalisisan penelitian ini memiliki tujuan antara lain :
1. Untuk mengetahui sejauh mana responsibilitas para pengelola lembaga
penyiaran televisi swasta lokal berjaringan dalam mematuhi peraturan Sistem Stasiun Jaringan SSJ sesuai dengan UU No. 32 thn 2002, PP No. 50 thn
2005 serta Permen Kominfo RI No. 43 tahun 2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh pengelola Lembaga Penyiaran
Televisi Swasta lokal berjaringan biro Medan dalam menjalankan agenda program Stasiun Lokal Berjaringan.
3. Untuk mengetahui strategi seperti apa yang telah dan akan dilakukan oleh
lembaga penyiaran televisi swasta lokal berjaringan biro Medan dalam menyahuti kebutuhan informasi masyarakat lokal seiring dengan pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
aturan tentang Sistem Stasiun Jaringan, dalam rangka mewujudkan peran tanggung jawab sosial media.
1.4 Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian dilakukan tentu dengan maksud untuk mendapatkan manfaat tertentu baik untuk diri si peneliti sendiri maupun untuk pihak lain. Dalam penelitian
ini minimal penulis berharap akan memberi manfaat antara lain : 1.
Menambah pemahaman dan kesadaran bagi penanggung jawabpengelola Lembaga Penyiaran khususnya Lembaga Penyiaran Swasta Televisi berjaringan
sebagai sebuah lembaga publik dalam menyikapi segenap aturan, baik secara institusional maupun konstitusional.
2. Mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan haknya dalam mendapatkan
informasi secara luas dan mendalam tentang situasi, perkembangan dan peristiwa lokal sebagai salah satu dari tanggung jawab yang harus dilakukan
oleh setiap lembaga informasi publik dalam hal ini stasiun televisi swasta lokal berjaringan.
3. Memberi masukan kepada setiap pengelola Lembaga Penyiaran Televisi Swasta
Lokal Berjaringan untuk mendapatkan alternatif pemecahan masalah dalam mengatasi kendala yang umumnya dihadapi oleh para penanggung jawab
danatau pengelola media televisi swasta dalam melaksanakan agenda program stasiun jaringan.
Universitas Sumatera Utara
4. Memberi dorongan dan stimuli kepada setiap penanggung jawab dan atau
pengelola Lembaga Televisi swasta lokal berjaringan agar dalam menjalankan kegiatan penyiarannya senantiasa berada dalam kerangka acuan hukum positif
yang berlaku dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjalankan tanggung jawab sosialnya dalam penyebarluasan informasi kepada
masyarakat khususnya masyarakat lokal. 5.
Memberi gambaran serta masukan kepada pemerintah terhadap situasi yang terjadi di lapangan dalam pemberlakuan peraturan terkait dengan pelaksanaan
Sistem Stasiun Jaringan SSJ, khususnya di daerah Medan dan Sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
B A B II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Media Penyiaran Televisi
Munculnya media penyiaran televisi di segenap antero dunia membuka cakrawala baru dalam dunia komunikasi massa. Meski sebelumnya telah ditemukan
mesin cetak maupun pesawat radio, namun dari aspek karakteristiknya penemuan pesawat televisi lebih memberi efek yang cukup spektakuler di tengah-tengah
masyarakat dunia. Kehadiran media televisi tidak dapat melupakan nama Fransworth USA sebagai
seorang yang pertama sekali menemukan tabung vakum untuk menangkap gambar bergerak dan dapat ditampilkan secara elektronik di layar pada tahun 1920.
Kemudian pada tahun 1927 Philo Fransworth berhasil menyebarluaskan gambar bergerak melalui peralatan transmissi sehingga era audio-visual berkembang sampai
sekarang. Tabung vakum yang oleh Frasnworth diberi nama Image Dissector itulah
kemudian disebut sebagai momentum pertama ditemukannya pesawat televisi, meski pada saat itu sempat diperdebatkan karena masih ada pihak lain yang menggugat,
yakni sebuah institusi laboraturium Rusia. Laboraturium dengan label RCA mengklaim bahwa Vladimir Zworykin lah yang pertama sekali menemukan tabung
17
Universitas Sumatera Utara
18
yang sama dengan nama Iconoscope. Namun setelah diselesaikan di pengadilan akhirnya diputuskan bahwa ternyata
Zworykin melakukan pembajakan terhadap temuan Fransworth. Vivian 228:2008. Di Indonesia media televisi pertama sekali mengudara saat dilangsungkannya
upacara hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-17 pada 17 agustus 1962 dalam siaran percobaan oleh TVRI. Barulah kemudian secara definitif TVRI menyiarkan secara
langsung pembukaan Asian Games ke-4 pada tahun yang sama, sekaligus dinyatakan bahwa tanggal 24 agustus 1962 sebagai siaran yang secara resmi pertama sekali
media tetevisi mengudara di bumi Indonesia. Kemajuan media elektronik di Indonesia mengalami pergerakan yang cukup
pesat, seiring dengan perkembangan dalam bidang media massa elektronik dunia termasuk era teknologi satelit dengan beragam varian yang populer disebut sebagai
news media, menjadikan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari konstelasi media informasi global sekaligus sebagai bahagian dari komunitas masyarakat informasi
dunia. Mengingat betapa pentingnya media penyiaran televisi sebagai sebuah sarana
informasi elektronik yang sekaligus memiliki multilinier efek, maka masing-masing negara memiliki rambu-rambu tersendiri yang secara khusus mengatur tentang
aktivitas media ini, baik dari aspek legalitas kelembagaan, isi siaran, maupun etika pengelolaannya. Di Indonesia sendiri dilakukan pengaturannya melalui produk
Universitas Sumatera Utara
19
hukum positif dengan diterbitkannya undang-undang maupun Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri ditambah dengan pembentukan lembaga pengawasan
independen. Dalam perjalanannya, siaran televisi selama beberapa dekade dimonopoli oleh
TVRI sebagai media informasi pemerintah. Barulah sejak tahun 1989 bermunculan lembaga penyiaran swasta yang diawali oleh RCTI dan diikuti oleh lembaga
penyiaran televisi swasta lainnya. Pada tahun 2002, dengan terbitnya undang-undang penyiaran maka lembaga
televisi yang ada melakukan penyesuaian dengan status yang beragam, TVRI menjadi lembaga penyiaran publik dan semua televisi swasta wajib menjadi lembaga siaran
berjaringan.
2.2 Lembaga Penyiaran Indonesia
Menurut Undang-Undang no 32 tahun 2002 tentang penyiaran, dalam ketentuan umum Bab I pasal 1 dikatakan : Lembaga penyiaran adalah penyelenggara
penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penjelasan tentang jasa penyiaran radio maupun televisi dalam kategori tersebut di atas diuraikan dalam pasal-pasalnya, sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
20
1. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum yang didirikan oleh Negara, bersifat independen, netral,
tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. 2. Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial
berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi.
3. Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan
tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauannya wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya.
4. Lembaga penyiaran berlangganan merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran
berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.
Lembaga penyiaran berlangganan terdiri atas : a.
Lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit b.
Lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel c.
Lembaga penyiaran berlangganan melalui teresterial.
Universitas Sumatera Utara
21
Setiap lembaga penyiaran dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengacu kepada aturan yang ditetapkan baik melalui undang-undang maupun ketentuan
lainnya berupa peraturan serta keputusan-keputusan pemerintah. Adanya peraturan yang bersifat mengikat itu tidak terlepas dari konsep dan
strategi informasi yang telah dirumuskan secara nasional sekaligus menjadi komitmen bagi setiap aparat yang terkait di dalamnya, baik aparat pemerintah
maupun masyarakat penyiaran dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rumusan konsep dimaksud disebut sebagai “Tatanan informasi nasional”.
Sebagaimana yang terdapat di dalam UU penyiaran, bahwa Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib,
teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antar wilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia
Internasional. Lebih lanjut diterakan bahwa Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional. BAB III pasal 6.
Dalam pasal 6 ayat 3 dikatakan bahwa : Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang
dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal.
Sebagai konsekuensi dari aturan dalam pasal 6 ayat 3 ini, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah PP
Universitas Sumatera Utara
nomor 50 tahun 2005, khusus dalam memberi pedoman umum terhadap pelaksanaan Sistem Jaringan terdapat pada BAB VI, pasal 34 sebagai berikut:
1. Sistem stasiun jaringan terdiri atas Lembaga Penyiaran swasta induk satsiun
jaringan dan Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan yang membentuk sistem stasiun jaringan.
2. Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan merupakan Lembaga
Penyiaran Swasta yang bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlay oleh Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan dalam sistem
stasiun jaringan. 3.
Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan merupakan Lembaga Penyiaran Swasta yang tergabung dalam suatu sistem stasiun jaringan yang
melakukan relay siaran pada waktu-waktu tertentu dari Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan.
4. Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan sebagaimana dimaksud
pada ayat 3 hanya dapat berjaringan dengan 1 satu Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan.
5. Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio danatau jasa penyiaran
televisi yang menyelenggarakan siarannya melalui sistem stasiun jaringan harus memuat siaran lokal.
Universitas Sumatera Utara
6. Setiap penyelenggaraan siaran melalui sistem stasiun jaringan dan setiap
perubahan jumlah anggota stasiun jaringan yang terdapat dalam sistem stasiun jaringan wajib dilaporkan kepada menteri.
Dalam merespon aturan yang ada maka Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia mengeluarkan Permen Kominfo RI nomor :
43PERM.KOMINFO102009 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Melalui Stasiun Jaringan Oleh Lembaga Penyiaran Swasta Jasa Penyiaran Televisi.
Menindak lanjuti amanat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah PP dan juga peraturan menteri Permen, maka Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga
Negara yang diberi tugas melakukan tata kelola lembaga penyiaran di Indonesia serta merta mencantumkan aturan pelaksanaan penyiaran melalui sistem jaringan di dalam
buku Pedoman Perilaku Penyiaran P3 dan Standard Progaram Siaran SPS untuk dijadikan acuan bagi seluruh pengelola lembaga penyiaran di Indonesia tertutama
terdapat pada pasal 31 yang menyebutkan bahwa “ Lembaga penyiaran wajib
menyiarkan program siaran lokal dalam sistem stasiun jaringan sesuai dengan
peraturan perundang-undang yang berlaku.”
2.3 Penyelenggaraan Sistem Stasiun Jaringan
Sistem jaringan televisi dimulai dalam sejarah pertelevisian Amerika Serikat dengan munculnya tiga jaringan besar yang menyediakan acara untuk stasiun lokal,
yakni dimulai oleh stasiun televisi NBC dan CBS, kemudian diikuti oleh ABC
Universitas Sumatera Utara
24
dimana sebelumnya ABC sebagai pesaing mereka. Jaringan tiga besar Big Three ini masing-masing memiliki 200 outlet di AS sehingga acara-acara dari ketiga stasiun
besar ini menjangkau seluruh pelosok negeri. Pada tahun 1941 NBC memberi program acaranya kepada perusahaan
affiliasinya dengan menggunakan sambungan jalur microwave yang menghubungkan pantai timur dan barat AS. Selain itu pada tahun 2004 General Electric membeli
studio film Universal dan menggabungkan diri dengan NBC. Selanjutnya jaringan televisi CBS dikembangkan pada tahun 1982 oleh William Paley yang sebelumnya
telah berjaringan dengan CBS bersamaan dengan kehadiran seorang raja hotel Amerika Laurence Tisch memperkuat keberadaan perusahaan televisi CBS.
Dengan kekuatan yang dimilik kemudian Televisi ABC mendirikan jaringan televisi pada tahun 1948 dan berikutnya ABC melakukan merger dengan United
Paramount Theaters dengan propertinya yang mencakup beberapa stasiun televisi. Setelah itu stasiun ABC membeli Capcities Communications pada 1985 yakni sebuah
stasiun televisi di Kansas City yang beroperasi dengan nama ABCCap Cities dan akhirnya dibeli oleh Disney dengan mengganti sedikit label nama menjadi ABC
Disney. Pada tahun 1986 Rupert Murdoch seorang yang terkenal sebagai raja media
internasional tidak mau ketinggalan dengan membeli tujuh stasiun non-jaringan di kota-kota besar Amerika Serikat sekaligus membeli perusahaan Film 20 th Century
Universitas Sumatera Utara
25
Fox menjadikannya sebuah lembaga televisi berjaringan baru yang dimotori oleh Barry Diller.
Di pihak lain Time Warner meluncurkan WB television Net Work pada tahun 1995 untuk dijadikannya sebagai outlet bagi unit produksi Warner Brothers dan
kemudian ia membentuk United Paramount Net Work UPN. Kemudian pada tahun 2006 Viacom dan Time Warner menggabungkan WB dengan UPN menjadi jaringan
televisi baru yang disebut dengan jaringan CW-C untuk CBS dan W untuk Warner dengan segmentasi audience berusia 18-34 tahun.
Sistem akuisisi muncul dalam dunia broadcast, yakni pada dekade 1980 an. Pada saat itu perusahaan media mulai membeli perusahaan luar negeri. Sebut saja
Bertelsman Jerman yang mengakuisisi perusahaan rekaman RCA dan Arista di AS. Setelah itu ia juga mengakuisisi 14 majalah wanita yang dibeli dari perusahaan New
York Times. Beberapa perusahaan media telah melakukan merger untuk mendapatkan sinergi.
Merger Hachette Prancis dengan Filapacchi Italia menghasilkan profit yang cukup signifikan. Demikian pula aliansi Vicom dengan menjual acara televisinya ke
beberapa jaringan dan stasiun televisi yang ada di beberapa Negara. Vivian:2008 Dari sejarah pertelevisian Amerika tersebut kemudian diikuti oleh Indonesia
dengan memproduksi sebuah peraturan tentang sistem jaringan melalui uandang- undang tahun 2002 dan bentuk-bentuk peraturan turunannya. Namun dilihat dari segi
Universitas Sumatera Utara
latar belakang pembentukannya apa yang terjadi di Indonesia tidak sama persis dengan perjalanan sistem jaringan yang telah terjadi sebelumnya di Amerika Serikat.
Menurut hemat peneliti, sistem jaringan di Amerika Serikat dilatarbelakangi oleh adanya keinginan pemilik modal untuk lebih memperluas jangkauan produk program
siarannya maka diperlukan stasiun penyiaran lain di beberapa wilayah, dengan membentuk sebuah sistem jaringan. Perluasan jaringan dilakukan dengan cara
membeli, merger ataupun mengakuisisi stasiun penyiaran lokal yang memang sudah ada sebelumnya.
Namun di Indonesia dengan kondisi saat ini proses dalam penerapan sistem stasiun jaringan justeru terbalik jika dibandingkan dengan yang terjadi di Amerika.
Berdasarkan aturan yang ada, stasiun penyiaran televisi nasional yang secara kebetulan kesemuanya berada di ibu kota negara, Jakarta, dan sesuai dengan amanat
UU,PP maupun Permen kepada semua stasiun nasional diharuskan mendirikan stasiun-stasiun lokal di daerah ibukota provinsi, kabupatenkota yang kemudian
dijadikan sebagai anggota jaringannya. Pada saat yang sama Lembaga penyiaran nasional itu wajib melepaskan hak kepemilikannya atas anggota jaringannya dengan
memberikan peluang sebesar besarnya kepada investor lokal, maksudnya agar terjadi pembagian pemusatan kepemilikan diversity of ownerships sekaligus membagi
sebahagian produk isi siarannya kepada anggota jaringannya dengan volume maksimum 50 diversity of content.
Universitas Sumatera Utara
Head dan Sterling 1982 menyatakan, jaringan adalah : “two or more stations interconnected by some means of relay wire, cable, teresterial micro wave, satellite
so as to anable simultaneous broadcasting of the same program…” yakni : dua atau lebih stasiun yang saling berhubungan melalui relay kawat, kabel, gelombang mikro
teresterial, satelit yang memungkinkan terjadinya penyiaran program secara serentak.
Sedangkan Willis dan Aldridge 1992 menambahkan ketentuan atau kriteria pengertian jaringan dengan menyebutkan : There are several different kinds of
networs, but all of them have one thing in common: They distribute program simultaneously to affiliated stations. terdapat beberapa jenis jaringan, namun
semuanya memiliki satu kesamaan : Jaringan menyiarkan program secara serentak
kepada stasiun afiliasinya.86-87:2005
Penjelasan tentang Sistem Stasiun Jaringan di dalam Peraturan Menteri Kominfo No 43 tahun 2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan SSJ antara lain terdapat di psl 1
: “Sistem stasiun jaringan adalah tata kerja yang mengatur relay siaran secara tetap antar lembaga penyiaran.” Sedangkan dalam psl 2 disebutkan “Sistem stasiun
jaringan dilaksanakan oleh stasiun penyiaran lokal berjaringan yang terdiri atas : a.
Stasiun induk, berkedudukan di ibukota provinsi. b.
Stasiun anggota, berkedudukan di ibukota provinsi, kabupaten dan atau kota.”
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu dalam pasal 5 menyebutkan : 1.
Stasiun induk merupakan stasiun penyiaran yang bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlay oleh stasiun anggota dalam sistem stasiun jaringan.
2. Stasiun anggota merupakan stasiun penyiaran yang tergabung dalam suatu sistem
stasiun jaringan yang melakukan relay siaran pada waktu-waktu tertentu dari stasiun induk.
3. Setiap lembaga penyiaran swasta hanya dapat berjaringan dalam satu sistem
stasiun jaringan. 4.
Lembaga penyiaran swasta yang menjadi stasiun anggota dalam sistem jaringan hanya dapat berjaringan dengan 1 satu stasiun induk.
Dalam pengaturan tentang volume isi siarannya terdapat dalam pasal 8, yaitu : 1.
Dalam sistem stasiun jaringan stasiun yang direlay oleh stasiun anggota dari stasiun induk, dibatasi dengan durasi paling banyak 90 dari seluruh waktu
siaran per hari. 2.
Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran swasta, program siaran yang direlay oleh stasiun anggota dari stasiun induk
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 secara bertahap turun menjadi paling banyak 50 dari seluruh waktu siaran per hari.
Universitas Sumatera Utara
3. Dalam sistem stasiun jaringan, setiap stasiun penyiaran lokal harus memuat
siaran lokal dengan durasi paling sedikit 10 dari seluruh waktu siaran per hari.
4. Berdasarkan perkembangan kemampuan daerah dan lembaga penyiaran
swasta keharusan memuat siaran lokal sebagaimana dimaksud pada ayat 3 secara bertahap naik menjadi paling sedikit 50 dari seluruh waktu siaran
per hari. Selanjutnya dalam pasal 9 dijelaskan tentang maksud siaran lokal, seperti berikut :
Siaran lokal adalah siaran dengan muatan lokal pada daerah setempat yang
kriterianya ditentukan lebih lanjut oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia No.02PKPI122009 tentang
Pedoman Perilaku Penyiaran P3, pasal 1 ayat 12 yang dimaksud dengan Program siaran lokal adalah : program siaran dengan muatan lokal, baik program faktual
maupun non-faktual, yang mencakup peristiwa, isu-isu, latar belakang cerita, dan sumber daya manusia, dalam rangka pengembangan budaya dan potensi daerah
setempat. Sementara itu dalam P3 pasal 52 diatur tentang volume penayangan Program
Lokal dalam Sistem Stasiun Jaringan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi
minimal 10 sepuluh perseratus dari total durasi siaran berjaringan per hari.
2. Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 minimal 30
tiga puluh peseratus diantaranya wajib ditayangkan pada waktu prime time waktu setempat.
3. Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 secara
bertahap wajib ditingkatkan hingga 50 lima puluh per seratus dari total durasi siaran berjaringan per hari.
Berdasarkan UU no 32 tahun 2002 tentang penyiaran, secara tegas memberi tuntunan kepada setiap penyelenggara penyiaran, bahwa setiap kegiatan penyiaran di
Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945 dengan azas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan,
keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan dan bertanggung jawab. Penyiaran
diselenggarakan dengan
tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa,
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera serta
menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Selain itu
penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, khususnya tentang kemandirian, demokratisasi,
rasa keadilan dan fungsi ekonomi serta kebudayaan dalam rangka terbinanya watak dan jati diri bangsa sekaligus terwujudnya semangat otonomi daerah dengan tumbuh
dan berkembangnya potensi daerah, maka kehadiran Permen kominfo no 43 tahun 2009 dipandang relevan dalam kondisi saat ini.
Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, pasal 6 mengamanatkan bahwa pers nasional wajib :
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati Kebhinekaan. c.
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar,
d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum. e.
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kepemilikan Lembaga Penyiaran
Pada dasarnya pengelola stasiun penyiaran dapat dibagi dua macam : a pengelola perorangan atau individu single owners; b pengelola kelompok atau
group ownership perusahaan atau lembaga lainnya…Sebahagian besar stasiun penyiaran yang berada di kota-kota besar dimiliki oleh korporasi atau perusahaan
yang umumnya memiliki kekuatan modal yang lebih besar daripada pemilik perorangan. Morrisan 85,86:2008
Ketentuan undang-undang
penyiaran menyebutkan
bahwa pemusatan
kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran,
dibatasi. Berkaitan dengan kepemilikian lembaga penyiaran diatur dalam PP no 50 than
2005 menyebutkan bahwa lembaga penyiaran swasta didirikan dengan modal awal seluruhnya hanya dimiliki oleh warga Negara Indonesia, jika kemudian akan
ditambah dengan modal asing hanya dibatasi sampai 20 atas jumlah keseluruhan saham.
Dalam Permen Kominfo RI No. 28 tahun 2008, pasal 11 menyebutkan : Lembaga penyiaran swasta yang sudah mempunyai stasiun relay di ibu kota provinsi
wajib melepas kepemilikannya atas stasiun relaynya. Oleh karena itu segala kepentingan dan urusan administrasi, birokrasi dan
program siarannya secara penuh dikelola oleh penanggung jawab LPS lokal yang secara legalitas telah terlepas dari manajemen kepemilikan sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
34
Jika dikaitkan dengan konglomerasi media maka melalui peraturan di atas peneliti berpendapat bahwa tidak memungkinkan untuk terjadi pemusatan
kepemilikan. Namun jika kemudian perusahaan lembaga penyiaran yang sudah memiliki status sebagai stasiun induk jaringan melakukan merger atau akuisisi
terhadap stasiun lokal yang nota benenya atas pembentukannya sendiri itu, maka sangat dimungkinkan terjadinya praktek konglomerasi.
2.5 Persyaratan Perijinan LPS
Setiap pendirian Lembaga Penyiaran di Indonesia, apakah Lembaga Penyiaran Publik LPP lokal maupun nasional. Lembaga Penyiaran Swasta LPS, Lembaga
Penyiaran Komunitas LPK, Lembaga Penyiaran Berlangganan LPB harus memenuhi persyaratan perijinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Khusus mengenai tata cara dan Persyaratan Perijinan bagi Lembaga Penyiaran Swasta LPS telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
50 tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 28 Tahun 2008 Tentang
Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran. Persyaratan perijinan untuk pendirian Lembaga Penyiaran Swasta LPS lokal
jaringan secara administratif perijinan tidak mempunyai perbedaan dengan tata cara dan persyaratan perijinan bagi pendirian LPS pada umumnya, yakni dengan mengacu
Universitas Sumatera Utara
35
kepada kedua ketentuan di atas baik Peraturan Pemerintah RI maupun Peraturan Menteri Kominfo RI.
Namun dari aspek penyelenggaraan penyiarannya diatur tersendiri yakni dengan mengacu kepada Permen Kominfo no 43 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Penyiaran Melalui Sistem Jaringan oleh Lembaga Penyiaran Swasta jasa Penyiaran Televisi.
Di dalam PP no 50 Tahun 2005 pada pasal 4 dinyatakan : 1.
Sebelum menyelenggarakan kegiatan, Lembaga Penyiaran Swasta wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran.
2. Untuk memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran Lembaga Penyiaran
Swasta, Pemohon mengajukan permohonan izin tertulis kepada Menteri melalui KPI, dengan mengisi formulir yang disediakan dan memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah ini. 3.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dibuat rangkap 2 dua masing-masing 1 satu berkas untuk Menteri dan 1 satu berkas untuk KPI,
dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran sebagai berikut :
a. Persyaratan Administrasi :
1. Latar belakang maksud dan tujuan pendirian serta mencantumkan nama, visi,
misi dan format siaran yang akan diselenggarakan.
Universitas Sumatera Utara
36
2. Akta pendirian perusahaan dan perubahannya beserta pengesahan badan
hukum atau telah terdaftar pada instansi yang berwenang. 3.
Susunan dan nama pengurus penyelenggara penyiaran. 4.
Studi kelayakan dan rencana kerja. 5.
Uraian tentang aspek permodalan. 6.
Uraian tentang proyeksi pendapatan revenue dari iklan dan pendapatan lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
7. Daftar media cetak, lembaga pemyiaran televisi yang sudah dimiliki oleh
pemohon. 8.
Uraian tentang struktur organisasi mulai dari unit kerja tertinggi samapi unit kerja terendah, termasuk uraian tata kerja yang melekat pada setiap unit
kerja. b.
Program Siaran : 1.
Uraian tentang waktu siaran, sumber materi mata acara siaran, khalayak sasaran, dan daya saing.
2. Presentase mata acara siaran keseluruhan dan rincian siaran music, serta pola
acara siaran harian dan mingguan. c.
Data Teknik Penyiaran : 1.
Data inventaris sarana dan prasarana yang akan digunakan, termasuk peralatan studio dan pemancar, jumlah dan jenis studio serta perhitungan
biaya investasinya.
Universitas Sumatera Utara
2. Gambar tata ruang studio dan peta lokasi stasiun penyiaran, gambar tata
ruang stasiun pemancar dan peta lokasi stasiun pemancar, serta gambar peta wilayah jangkauan siaran dan wilayah layanan siarannya.
3. Spesifikasi teknik dan sistem peralatan yang akan digunakan beserta diagram
blok sistem konfigurasinya. 4.
Usulan saluran frekuensi dan kontur diagram yang diinginkan. Menurut Permen Kominfo RI no. 28 Tahun 2008, Tentang Tata Cara dan
Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, pasal 6 disebutkan : 1.
Pendirian LPS harus memenuhi persyaratan sbb : a.
Didirikan oleh warga Negara Indonesia b.
Didirikan dengan bentuk badan hukum Indonesia berupa Perseroan Terbatas yang mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.
c. Bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televise
yang disebutkan dalam akte pendirian dilampiri dengan Surat Izin Tempat Usaha SITU dan Tanda Daftar Perusahaan TDP.
d. SITU dan TDP sebagaimana dimaksud pada huruf C dapat dilengkapi
kemudian sebelum diterbitkannya Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran, dan
e. Seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan
atau Badan Hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
38
2. Permodalan Sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf E akan diatur lebih
lanjut dalam peraturan tersebut. Persyaratan Perizinan LPS, pasal 7
Dalam mengajukan permohonan perizinan, LPS harus memenuhi persyaratan administrasi. Program siaran, dan data teknik penyiaran dengan mengisi formulir
sebagaimana dimaksud dalam lampiran 2 A atau lampiran 2 B peraturan menteri ini.
2.6 Tahapan Perizinan
Sesuai dengan ketentuan baik dalam UU, PP maupun Permen Kominfo RI telah diatur tentang proses dan tahapan perjalanan sebuah permohonan dimulai dari
pengajuan proposal yang dilakukan oleh pemohon pengelola LPS hingga pada tahap memperoleh izin dari pemerintah berupa Izin Penyelenggara Penyiaran IPP.
Dalam Peraturan Menteri Kominfo No. 28 Tahun 2008, pasal 17 ayat 5 hingga 12 secara jelas diuraikan sebagai berikut :
“ Setelah KPI memeriksa kelengkapan administrasi pemohon kemudian KPI melaksanakan Evaluasi Dengar Pendapat EDP. Tata cara EDP disusun berdasarkan
ketentuan KPI. “ Dalam proses EDP pihak pemohon banyak mendapat masukan dan kritikan oleh
para peserta EDP sebagai pengayaan kelngkapan persiapan menjelang tahapan kerja operasional yang dianggap layak bagi sebuah lembaga penyiaran sesuai dengan visi
dan misinya.
Universitas Sumatera Utara
39
Selanjutnya KPI memberitahukan secara tertulis kepada Menteri tentang pemohon yang dinyatakan layak untuk menyelnggarakan penyiaran sesuai dengan
Rekomendasi Kelayakan RK yang dikeluarkan oleh KPI sebagai hasil dari proses EDP, paling lambat 2 dua minggu setelah EDP.
Terhitung paling lambat 15 hari lima belas hari kerja sejak diterimanya Rekomendasi Kelayakan RK dari KPI, Menteri mengundang KPI dan instansi
terkait untuk mengadakan Forum Rapat Bersama FRB. Pada pasal 18 hingga pasal 22 dijelaskan tentang Forum Rapat Bersama
FRB yang menyangkut tentang peserta, tempatlokasi, aspek materi evaluasi dan penilaian evaluasi hingga akhirnya samapi kepada penerbitan Izin Prinsip
Penyelenggara Penyiaran oleh Menteri Kominfo atas nama Pemerintah RI. Pemberian izin Prinsip Penyelenggara Penyiaran IPPP ini dimaksudkan untuk
memberi kesempatan dan waktu bagi pemohon untuk mengurus kekurangan kelengkapan persyaratan administrasi lainnya, seperti : IMB, HO, SITU, TDP dalam
rangka membangun kelengkapan infrastruktur serta pengurusan izin Stasiun Radio ISR yang berkaitan dengan penetapan Kanal Frekeuensi sekaligus izin uji coba
siaran. Masa berlakunya IPPP ini sama halnya dengan tenggat waktu uji coba siaran,
sesuai dengan ketentuan UU bahwa uji coba siaran untuk jasa penyiaran radio diberikan selama 6 enam bulan dan 1 satu tahun untuk jasa penyiaran televisi.
Setelah itu pihak pemohon mengajukan surat permintaan untuk dilakukan ferifikasi atas uji coba siarannya yang ditujukan kepada Menteri Kominfo.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan permohonan itu maka KPI tentang pelaksanaan uji coba siaran sekaligus untuk mendapatkan kelengkapan data administratif lainnya.
Setelah dinyatakan lulus maka Pemerintah menerbitkan izin Penyelenggaraan Penyiaran IPP atau disebut juga sebagai ijin tetap.
Izin Penyelenggaraan Penyiaran IPP yang diberikan oleh pemerintah melalui KPI dapat diperpanjang sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh Undang-Undang,
yakni 5 lima tahun bagi lembaga Jasa Penyiaran Radio dan 10 sepuluh tahun bagi Lembaga Jasa Penyiaran Televisi.
2.7 Paradigma Teori
Kata “Paradigma” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI antara lain bermakna memberi pengertian, bahwa paradigma adalah model dalam teori ilmu
pengetahuan; kerangka pemikiran. Sedangkan Watson dan Hill 2000 memberi pengertian tentang paradigma adalah merujuk kepada kerangka yang menjelaskan
sesuatu teori dari mazhab tertentu. Tetapi untuk keperluan kajian ilmiah, paradigma mencakup keseluruhan epistemology, perspektif teoretis, metodologi, dan metode-
metode. Namun sejauh ini para ahli sepakat mengelompokkannya menjadi tiga paradigm
yakni : 1. Classical paradigm yang mencakup positivism dan post poitivism 2. Construction paradigm, dan
3. Critical paradigm. Sumber : S.Pohan.Perspektif Paradigma Penelitian Kualitatif:2011
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Paradigma Ilmu SosialKomunikasi
PARADIGMA POSTIVITIK
PARADIGMA KONSTRUKTIVIS
PARADIGMA KRITIS
Menempatkan ilmu sosial seperti halnya ilmu alam
dan fisika, dan sebagai metode yang
terorganisasi untuk mengombinasikan
deductive logic dengan pengamatan empiris,
guna secara probilistik menemukan----atau
memperoleh konfirmasi tentang----hukum sebab
akibat yang bisa digunakan memprediksi
gejala sosial tertentu Memandang ilmu sosial
sebagai analisis sistematis terhadap
socially meaningful action melalui
pengamatan langsung dan rinci terhadap pelaku
sosial dalam setting alamiah agar mampu
memahami dan menafsirkan bagaimana
para pelaku sosial yang bersangkutan
menciptakan dan mengelola dunia sosial
Memandang ilmu sosial sebagai analisis
sistematis terhadap socially meaningful
action melalui pengamatan langsung dan
rinci terhadap pelaku sosial dalam setting
alamiah agar mampu memahami dan
menafsirkan bagaimana para pelaku sosial yang
bersangkutan menciptakan dan
mengelola dunia sosial Sumber : Diolah dari Dedy Nur Hidayat, 2004
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Epistemologi – Perspektif Teoretis – Metodologi – Metode EPISTEMOLOGI PERSPEKTIF
TEORI METODOLOGI METODE
1. Objektif
Positivis dan post-
positivisme Riset Eksperimen
- Penelitian survei
- Pengukuran, skala
- Sampling
- Kuesioner
2. Konstruktivis
Interpretif : -
Interaktif simbolik
- Fenomenologi
- Hermeunetik
- Etnografi
- Riset
fenomenologi -
Penemuan heurestik
- Observasi
- Obesrvasi berperan
serta -
Wawancara -
Kelompok terarah -
Studi kasus -
Sejarah kehidupan
3. Subjektif dan
varian-varianya
Penemuan kritis -
Penelitian aksi -
Analisis Wacana Krisis
- Analisis
komparatif -
Analisis dokumen -
Analisis interpretativ
- Analisis isi
Sumber : Crotty, 1998:5, diubah
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Teori dan Pendekatan Paradigma Dalam Ilmu Komunikasi
TEORIPENDEKATAN TEORIPENDEKATAN
KLASIK KONSTRUKTIVIS KRITIS Teori tentang Pesan
Teori-Teori Wacana
Teori-Teori Tanda dan
Bahasa √
√ √
√ √
√
Komunikasi Antar pribadi
Interaksionisme simbolik
Teori keputusan sosial
Teori – teori pengalaman
dan Interpretasi
Teori – teori proses dan Informasi
√ Mazhab Iowa
√ -
√ -
-
-
- √
Mazhab Chicago -
√
- Komunikasi Publik dan
Kelompok
Pendekatan Sistem Informasi dalam
Organisasi
Teori – teori Pertukaran Sosial
Teori – teori Jaringan
Komunikasip √
√
√ -
-
- -
-
-
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan tabel 3 Komunikasi Massa dan
Masyarakat
Teori – teori struktural- Fungsional Media Massa
Teori Agenda Setting
Teori Kultivasi
Teori Uses and
Gratifications
Teori – teori Ekonomi Politik Massa
Media dan Konstruksi
Sosial Realitas
Studi Media dan Budaya
Teori – teori
Produksi Pesan
Teori – teori Media Massa dan Persuasi,
efektivitas periklanan dan program komunikasi
√ √
√ √
Ekonomi Politik Liberal
-
- √
Mis, Matterlart, Schiller
- -
- -
Instrumentalis, Strukturalisme
- √
√ -
- -
- -
Kulturalisme, Konstruktivisme
√
√
√
-
Universitas Sumatera Utara
2.8 Teori Tanggung Jawab Sosial Menurut Stephen W. Littlejohn Karen A. Foss 22:2009 bahwa tidak ada
teori yang akan mengungkapkan “kebenaran” atau mampu untuk benar-benar menyampaikan subjek atau penelitiannya. Teori-teori berfungsi sebagai panduan
yang membantu kita memahami, menjelaskan, mengartikan, menilai, dan menyampaikan. Teori-juga merupakan susunan. Teori-teori diciptakan oleh manusia,
bukan diturunkan oleh Tuhan.
Selanjutnya Little john Karen 22:2009 menjelaskan bahwa dua orang
pengamat yang menggunakan mikroskop mungkin melihat hal yang berbeda pada amuba, bergantung pada sudut pandang teoritis setiap peneliti.
Dalam sebuah penelitian apalagi penelitian kualitatif, memilih berbagai teori tidak semata-mata dijadikan sebagai tujuan dari penelitian apalagi pemilihan teori
untuk dibuktikan. Dalam penelitian kualitatif teori hanya dijadikan sebagai panduan bagi peneliti dalam operasionalisasi kegiatan penelitiannya agar isi dan arah
penelitian senantiasa berada dalam fokus yang bermuara pada titik tujuan akhir penelitian. Jadi teori bukan untuk kepentingan teori itu sendiri.
Penelitian kualitatif bermaksud hanya untuk memahami sebuah fenomena yang dideskripsikan melalui pemaknaan bahasa. Seperti yang dikatakan oleh Moleong
2005 bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian sebelumnya tentang pelaksanaan sistem jaringan baik
tinjauan dari aspek konseptual, strategi maupun pengaturan teknis pelaksanaannya, maka peneliti dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa segenap aturan yang ada
berorientasi kepada kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Kemandirian dan kebebasan yang diberikan kepada pengelola lembaga
penyiaran tidak diartikan semena-mena, melainkan kebebasan yang mengacu kepada kepentingan masyarakat dalam bingkai menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penerapan aturan tentang lembaga penyiaran, mungkin berbeda dengan
konsep Negara lain. Dari kenyataan yang ada sangat kelihatan bahwa pemerintah RI sangat peduli menjaga keutuhan masyarakat baik dari segi visi maupun kultur
budaya bangsa, sehingga produk aturan yang dikeluarkan terkesan selalu melindungi kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat lokal.
Oleh sebab itu, penerapan strategi penyiaran di Indonesia sebagai salah satu bentuk merealisasikan konsep tatanan informasi nasional diatur oleh pihak eksekutif
dan legislatif dalam bentuk perundang-undangan maupun peraturan formal lainnya. Dalam melakukan penelitian tentang pelaksanaan aturan Sistem Stasiun Jaringan
dikaitkan dengan pemerataan informasi sebagai sebuah cerminan sikap tanggung jawab sosial kepada masyarakat khususnya masyarakat lokal, maka peneliti
mencoba melakukan pendekatan dengan teori yang menurut peneliti berkesesuaian atau paling tidak yang sangat mendekati dengan fenomena yang ada, yakni sebuah
Universitas Sumatera Utara
teori yang setidaknya dapat menyoroti antara berbagai kepentingan, dalam hal ini kepentingan pengelola media penyiaran, masyarakat dan pemerintah.
Sesuai dengan konsep paradigma Konstruktivis bahwa penelitian ini dilakukan dengan menggunakan riset fenomenologi yang termasuk dalam kolom Komunikasi
massa dan masyarakat, yaitu dengan konsep pendekatan media dan konstruksi sosial dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Sebagaimana yang
diuraikan dalam tabel di atas, maka teori yang peneliti gunakan setidaknya memiliki cakupan antara fungsi media dengan kebutuhan informasi masyarakat lokal
dikaitkan dengan produk regulasi. Diantara teori yang ada, menurut peneliti teori yang cukup relevan sekalgus peneliti gunakan dalam penelitian ini ialah teori
Tanggung Jawab Sosial. Teori tanggung jawab sosial berasal dari inisiatif Komisi Kebebasan pers
Amerika atau The Commission on Freedom of The Press Hutchins,1947. Menurut Denis McQuail, teori ini harus mengawinkan kemandirian dengan kewajiban
terhadap masyarakat. Landasannya yang utama adalah : asumsi bahwa media melakukan fungsi yang esensial dalam masyarakat, khususnya dalam hubungannya
dengan politik demokrasi; pandangan bahwa media seyogianya menerima kewajiban untuk melakukan fungsi itu – terutama dalam lingkup informasi, dan penyediaan
mimbar bagi berbagai pandangan yang berbeda; penekanan pada kemandirian media secara maksimum, konsisten dengan kewajibannya kepada masyarakat; penerimaan
pandangan bahwa ada standar prestasi tertentu dalam karya media yang dapat dinyatakan dan seyogianya dipedomani. 116:1996
Universitas Sumatera Utara
Teori tanggung jawab sosial menekankan kebutuhan terhadap pers independen yang mengawasi institusi sosial lainnya serta memberikan laporan yang objektif dan
akurat. Ciri paling inovatif dari teori ini adalah media harus bertanggung jawab untuk menjaga “komunitas besar” agar produktif dan kreatif. Teori ini menyatakan
bahwa media harus melakukan hal tersebut dengan cara mengutamakan keragaman kultural-dengan menyuarakan aspirasi semua rakyat-bukan hanya sekelompok elit
atau penguasa yang mendominasi kebudayaan secara nasional, wilayah, atau lokal masa lalu. Stanley J.Baran-Dennis K.Davis. 145:2010
Denis McQuail 117:1996 menyebutkan bahwa teori tanggung jawab sosial harus berusaha mengawinkan tiga prinsip yang agak berbeda : prinsip kebebasan dan
pilihan individual; prinsip kebebasan media; dan prinsip kewajiban media terhadap masyarakat.
Prinsip utama teori tanggung jawab sosial sekarang dapat disajikan sebagai berikut :
1. Media seyogianya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada
masyarakat. 2.
Kewajiban tersebut terutama dipenuhi dengan menetapkan standar yang tinggi atau professional tentang keinformasian, kebenaran, ketepatan, obyektivitas,
dan keseimbangan. 3.
Dalam menerima dan menerapkan kewajiban tersebut, media seyogianya dapat mengatur diri sendiri di dalam kerangka hukum dan lembaga yang ada.
Universitas Sumatera Utara
4. Media seyogianya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan
kejahatan, kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau agama.
5. Media secara keseluruhan hendaknya bersifat pluralis dan mencerminkan
kebhinekaan masyarakatnya, dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai sudut pandang dan hak untuk menjawab.
6. Masyarakat dan publik, berdasarkan prinsip yang disebut pertama, memiliki
hak untuk mengharapkan standar prestasi yang tinggi dan intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum.
7. Wartawan dan media professional seyogianya bertanggung jawab terhadap
masyarakat dan juga kepada majikan serta pasar. Werner J.Severin - James W.Tankard, Jr 379:2008 melansir pendapat Siebert,
Peterson, dan Schramm, 1956 menyebutkan bahwa teori tanggung jawab sosial, yang merupakan evolusi gagasan praktisi media, undang-undang media, dan hasil
kerja Komisi Kebebasan Pers Komisi Hutchin, berpendapat bahwa selain bertujuan untuk memberikan informasi, menghibur, mencari untung seperti halnya teori
liberal, juga bertujuan untuk membawa konflik ke dalam arena diskusi. Kemudian dikatakannya bahwa setiap orang yang memiliki sesuatu yang
penting untuk dikemukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media dianggap tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya.
Di bawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat masyarakat, tindakan konsumen,
Universitas Sumatera Utara
kode etik professional, dan dalam hal penyiaran dikontrol oleh badan pengatur mengingat keterbatasan teknis pada jumlah saluran frekuensi yang tersedia. Siebert,
Peterson, dan Schramm, 1956
Tabel 4. Empat Dasar Media Massa
Otoriter Liberal
Tanggung Jawab Sosial
Otoriter-Soviet Dikembangkan
Sumber Abad ke – 16
dan 17 di Inggris; banyak
diadopsi dan masih
diterapkan dibanyak tempat
Diadopsi di Inggris setelah
1688, dan di Amerika Serikat;
berpengaruh di tempat lain
Di Amerika Serikat di
Abad ke 20 Di Uni soviet,
meskipun sebagian
idenya juga dilakukan oleh
penguasa Nazi dan Italia
Tujuan Pokok Filsafat
kekuasaan absolut raja,
pemerintahanny a, atau
keduanya Tulisan karya
Milton, Locke, Mill, dan ffilsafat
umum tentang rasionalisasi dan
hak-hak alamiah Tulisan karya
W.E Hocking, Komisi
Kebebasan Pers, dan para
praktisi;undang -undang media
Pemikiran Marxist-
Leninist- Stalinist,
dengan campuran
pemikiran Hegel dan
Rusia abad ke 19
Siapa yang berhak
menggunakan Media?
Siapa pun yang memiliki hak
khusus dari kerajaan atau
izin serupa Siapa pun yang
secara ekonomi mampu
melaksanakannya Setiap orang
yang memiliki pendapat
Anggota partai yang setia dan
ortodoks
Bagaimana media
dikendalikan? Hak khusus dari
pemerintah, serikat profesi,
lisensi, kadang juga
peenyensoran
Melalui “proses pembuktian
kebenaran” dalam “tempat
pertukaran gagasan yang
bebas” dan melalui pengadilan
Pendapat masyarakat,
tindakan, tindakan
konsumen, etika
professional Pengawasan
dan nilai ekonomi
tindakan politis pemeerintah
Universitas Sumatera Utara
51
Lanjutan tabel 4 Apa yang
dilarang? Mengkritik
mekanisme politik atau
pejabat yang berkuasa
Tindakan fitnah, tindakan tidak
senonoh, ketidaksopanan,
hassutan dalam masa peperangan
Gangguan serius terhadap
hak-hak pribadi yang
diakui dan dan terhadap
kepentingan sosial yang
vital Kritikan
terhadap tujuan partai yang
berbeda dengan taktik
Kepemilikan Swasta atau
Umum Umumnya Swasta
Swasta, kecuali pemerintah
harus mengambil
alih untuk menjamin
kelangsungan layanan umum
Umum
Perbedaan utama dari yang
lain Kepanjangan
tangan kebijakan
pemerintah, sekalipun bukan
milik pemerintah
Alat untuk mengawasi dan
memenuhi kebutuhan lain
masyarakat Media harus
mengemban tugas tanggung
jawab social; dan bila tidak,
suatu pihak harus
memaksanya Media yang
dimiliki pemerintah dan
dikendalikan dengan ketat
yang murni membela
kepentingan negara
Sumber : F. S Siebert, T.B. Peterson, and W. Schramm, Four Theories of the Press Urbana: University of Illonois Press, 1956, hlm.7 . Dicetak ulang seizing
University of Illonois Press.
Universitas Sumatera Utara
B A B III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Haris Herdiansyah 15:2010 Kita memilih untuk menggunakan penelitian
kualitatif karena pertanyaan penelitian yang kita ajukan. Dalam penelitian kualitatif,
pertanyaan peneliti sering kali dimulai dengan kata how dan what. Kata-kata tersebut
mengarah kepada suatu alur berfikir “Apa yang terjadi….” “Bagaimana bisa terjadi…”
Selain itu dikatakannya bahwa esensi dari penelitian kualitatif adalah memahami apa yang dirasakan orang lain, pola pikir dan sudut pandang orang lain,
memahami sebuah fenomena central phenomenon berdasarkan sudut pandang sekelompok orang atau komunitas tertentu dalam latar alamiah. Memahami yang
dimaksud adalah benar-benar memahami dari sudut pandang subjek atau sekelompok subjek.17:2010
Berdasarkan pendapat itu maka peneliti melakukan penghimpunan data yang bersumber dari hasil wawancara ditambah dengan dukungan data dokumentasi,
jawaban dari pertanyaan tertulis pada saat pra penelitian, maupun hasil observasi.
Adapun proses penelitian yang peneliti lakukan, dimulai dengan penghimpunan data dari jawaban tertulis, dokumentasi dan observasi yang peneliti jadikan sebagai
52
Universitas Sumatera Utara
53
data sekunder. Kegiatan dimaksud sebahagian besar telah peneliti lakukan sebelum memasuki wilayah inti penelitian.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Sugiyono 90:2005 “ Peneliti kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis data
dilakukan terhadap hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian.”
Setelahnya barulah peneliti tentukan subjek sebagai fokus penelitian untuk dilakukan wawancara yakni kepada subjek pemegang kendali atau pimpinan stasiun
televisi swasta lokal sebagai stasiun televisi anggota jaringan dari stasiun induknya yang beroperasi di Medan dan Sekitarnya sekaligus peneliti jadikan sebagai sumber
data primer. Data jawaban awal sebelumnya telah peneliti peroleh dari hasil pengisian
pertanyaan tertulis oleh penanggung jawabpengelolan Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Nasional dalam posisinya sebagai induk jaringan untuk mengetahui tentang
pemahaman mereka berkaitan dengan pelaksanaan SSJ sesuai dengan UU no 32 thn 2002, PP no.50 thn 2005, serta Permen Kominfo no 43 thn 2009 serta kesungguhan
mereka dalam mendirikan Stasiun Televisi Lokal Berjaringan, serta akan mengetahui strategi apa yang dilakukannya dalam memberhasilkan program jaringan bagi
anggota jaringannya sesuai dengan tuntutan peraturan yang ada maupun kebutuhan informasi masyarakat.
Sedangkan dari hasil wawancara dengan penanggung jawab dan pengelola TV lokal berjaringan sebagai anggota dari induk jaringan, harapan peneliti akan
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat tentang kendala serta strategi yang dilakukan dalam melaksanakan program operasional lembaganya sesuai dengan
konsep Sistem Stasiun Jaringan SSJ. Disamping itu peneliti juga melakukan pengamatan observasi. Melalui
pengamatan lapangan yang penulis lakukan diharapkan akan mendapatkan data secara valid dan objektif berbagai fenomena yang ada, baik yang menyangkut
tentang aspek infra struktur maupun supra struktur lembaga penyiaran yang diteliti sekaligus dapat dijadikan sebagai sumber data sekunder sebagai pelengkap data
primer. Selain itu, peneliti juga melakukan kajian dokumentasi berupa berbagai
dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian ini, antara lain penulis dapatkan dari Sekretariat KPID-SU berupa data perijinan serta kaitannya dengan prosedur
standar perizinan serta sumber dokumentasi internal Lembaga Penyiaran yang diteliti berupa data induk maupun data teknis operasional Lembaga bersangkutan.
Mengingat bahwa penelitian ini lebih ditujukan ke dalam bentuk penelitian kualitatif, maka untuk memperoleh temuan dari penelitian ini, peneliti tidak
melakukan pengujian hipotesis melainkan hanya mendalami persoalan yang ada serta berusaha menggambarkan apa adanya secara jelas dan lebih luas tentang segala
sesuatu yang peneliti temukan di lapangan dikaitkan dengan teori Tanggung Jawab sosial.
Penelitian ini terbatas dan lebih difokuskan kepada usaha untuk mengungkapkan suatu keadaan pada kondisi saat penelitian ini dilakukan berdasarkan realitas fakta
Universitas Sumatera Utara
dan data yang ada. Melalui kajian data itu diharapkan akan ditemukan jawaban dari rumusan permasalahan yang peneliti kaji.
Meski demikian peneliti menyadari bahwa jawaban itu tidak serta merta mewakili dari permasalahan yang dialami oleh semua lembaga penyiaran sejenis,
mengingat bahwa penelitian ini bersifat induktif dengan menggunakan metode kualitatif.
3.2 Proses Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian
Dalam menentukan lokasi penelitian peneliti melakukannya dengan mempertimbangkan kepada fokus penelitian yang kemudian peneliti tetapkan sebagai
subjek penelitian yakni lembaga penyiaran televisi swasta lokal berjaringan yang keberadaan lembaganya di tempat mana ia melakukan kegiatan operasional sesuai
pada tempat di mana proses permohonan izin pendiriannya dilakukan serta telah mendapatkan Rekomendasi Kelayakan RK dari lembaga berwenang, dalam hal ini
KPID-SU, pasca dikeluarkannya Permen Kominfo no 43 tahun 2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan SSJ.
Sesuai dengan fokus penelitian, yakni tentang eksistensi Lembaga penyiaran televisi swasta lokal jaringan di kota Medan dan Sekitarnya, khususnya yang telah
mendapat Rekomendasi Kelayakan dari KPID-SU setelah diberlakukannya Permen Kominfo No. 43 Tahun 2009, maka yang penulis jadikan lokasi penelitian ini adalah
Universitas Sumatera Utara
wilayah kerja operasional Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal, yang berdomisili di daerah kota Medan dan sekitarnya.
3.2.2 Subjek Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang peneliti jadikan sebagai sumber data disebut sebagai Subjek penelitian, mengingat bahwa orang-orang yang akan peneliti teliti
adalah sebagai pelaku dari pelaksanaan peraturan, dalam hal ini ketentuan tentang Sistem Stasiun Jaringan SSJ, sedangkan peneliti hanya sebagai instrument
penelitian. Seperti yang dikatakan Sugiyono 59:2005 bahwa dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.
Berdasarkan alasan tersebut maka yang menjadi subjek penelitian ini adalah penanggung jawabpengelola Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal berjaringan
yang berstatus sebagai Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Biro Medan serta telah mendapat Rekomendasi Kelayakan RK dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sumatera Utara KPID-SU pasca dikeluarkannya Permen Kominfo No. 43 Tahun 2009 tentang Sistem Stasiun Jaringan SSJ.
Adapun Lembaga Penyiaran Televisi Swasta yang termasuk dalam kategori Stasiun Televisi Lokal berjaringan sejak dikeluarkannya Permen Kominfo No. 43
Tahun 2009 adalah : Global TV, An TV, Indo Visual Mandiri Indosiar, Televisi Pendidikan Indonesia TPI yang saat penelitian ini dikerjakan telah berubah nama
menjadi MNC TV, Trans TV, RCTI, SCTV, Trans 7, TV One, dan Metro TV.
Universitas Sumatera Utara
57
Mengingat sifat penelitian harus lebih fokus dan spesifik maka peneliti perlu menentukan atau memilih lembaga penyiaran mana yang dijadikan subjek penelitian.
Dalam menetapkan pilihan yang peneliti jadikan subjek penelitian, peneliti menggunakan purposive sampling. Sebagaimana yang dikatakan Sugiono 54:2005
bahwa dalam penelitian kualitatif teknik sampling yang sering digunakan adalah Purposive Sampling dan Snow Ball sampling.
Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Oleh karenanya berdasarkan pertimbangan tertentu
sebagaimana pendapat Prof. Sugiono tersebut di atas, maka penulis menetapkan 2 dua lembaga penyiaran swasta lokal berjaringan sebagai anggota jaringan
diantara 10 sepuluh lembaga penyiaran televisi swasta nasional yang telah melakukan proses perijinan sebagai anggota stasiun jaringan di tingkat lokal sebagai
subjek penelitian ini. Sebelum dilakukan penganalisisan data terhadap ke dua Lembaga Penyiaran yang
penulis jadikan sebagai subjek penelitian, terlebih dahulu penulis melakukan pendataan secara sederhana terhadap ke 10 sepuluh penanggung jawabpengelola
lembaga penyiaran televisi swasta nasional ketika mereka hadir dalam melakukan Evaluasi Dengar Pendapat, saat lembaga yang dikelolanya melakukan proses
perijinan di Medan. Dari jawaban yang mereka berikan melalui pertanyaan tertulis, selanjutnya peneliti jadikan sebagai bahan data awal dalam fase kegiatan pra-
penelitian.
Universitas Sumatera Utara
Maksud dari pengambilan data dalam kegiatan pra-penelitian ini adalah dalam rangka mengetahui tentang pemahaman serta kemauan mereka untuk melaksanakan
perundang-undangan dan peraturan yang berlaku khususnya tentang pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan serta potensi media dalam memberikan informasi kepada
nasyarakat lokal. Pada tahap pendataan ini peneliti membagikan pertanyaan tertulis kepada 10
orang para pemimpin atau penanggung jawab LPS TV nasional yang akan melakukan sistem jaringan. Para nara sumber tersebut, berdasarkan jabatan dan
kedudukannya penulis anggap sebagai unsur pemutus kebijakan di lembaga penyiaran televisi swasta nasional masing-masing dan yang telah memiliki
perwakilancontributor di daerah, atau sedang dalam pengurusan izin pendirian lembaga anggota jaringannya di wilayah kerja daerah Sumatera Utara. Pertanyaan
tertulis yang penelkiti ajukan berkisar tentang aspek kelembagaan maupun pelaksanaan teknis operasional lembaga televisi jaringan.
Dari jawaban mereka itulah kemudian peneliti jadikan sebagai alasan objektif untuk melakukan pengamatan maupun penelitian lebih lanjut.
Setelah itu barulah peneliti melangkah ke tahapan berikutnya, yakni menentukan 2 dua Lembaga Penyiaran sebagai subjek dari ke 10 sepuluh LPS televisi yang
telah mengurus perijinan sebagai televisi lokal berjaringan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Sugiono 54:2005 bahwa penentuan sampel dalam penelitian kualitatif tidak didasarkan perhitungan statistik. Sampel yang dipilih berfungsi untuk
mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan . Oleh karenanya dalam penentuan sampel yang peneliti lakukan hanya kepada 2
dua penanggung jawabpengelola Lembaga Penyiaran pada tingkat biro Medan dan kemudian peneliti lebih fokuskan untuk mendapatkan konstruk dengan melakukan
penetapan nama lembaganya. Berdasarkan
pertimbangan peneliti, maka ke-2 dua penanggung
jawabpengelola Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal yang peneliti tentukan sebagai subjek penelitian tersebut, diharapkan dapat memberikan informasi data yang
lebih lengkap dan memadai dalam rangka pencapaian tujuan dari penelitian ini. Melalui pertimbangan yang matang dan akurat antara lain adalah LPS yang telah
melakukankan proses perijinan pasca di keluarkannya Permen Kominfo no 43 thn 2009, serta LPS yang memiliki kantor cabang atau biro di Medan dan sekitarnya,
maka peneliti hanya menemukan 2 dua LPS televisi yang memenuhi kriteria itu, yakni Metro TV dan TV One biro Medan.
Penetapan kepada kedua stasiun televisi tersebut bukan semata-mata hanya untuk memudahkan peneliti dalam memperoleh data, melainkan bahwa sampai saat
penelitian ini dilakukan ternyata belum semua dari Lembaga Penyiaran Televisi Nasional yang telah mengurus perijinan televisi jaringan di tingkat lokal Medan dan
sekitarnya memiliki kantor cabang atau biro, terkecuali hanya Metro TV dan TV One.
Universitas Sumatera Utara
60
Melihat dari kenyataan yang ada maka dapat dipastikan tidak memungkinkan bagi peneliti memperoleh data yang akurat dari penanggung jawabpengelola LPS
televisi lokal di daerah kota Medan dan sekitarnya, terkecuali hanya kepada 2 dua lembaga yang peneliti sebutkan di atas.
Di sisi lain peneliti harus menentukan pilihan kepada LPS yang secara legitimit telah memiliki kepala biro sebagai penanggung jawabpengelola LPS lokal
berjaringan agar nantinya hasil dari penelitian ini dapat lebih memenuhi aspek legalitas.
.
3.2.3 Sumber Data 3.2.3.1 Jenis data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, peneliti melakukan berbagai pertimbangan yang tentunya sedapat mungkin bisa dipertanggungjawabkan tingkat
akurasi dan validitasnya dan sekaligus lebih mudah bagi peneliti untuk memperolehnya.
Adapun jenis data yang penulis pergunakan adalah dengan menggunakan dua jenis data, yakni data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh dari rekam data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara secara mendalam kepada Kepala PerwakilanPenanggung Jawab
Lembaga Penyiaran Televisi Swasta Lokal Berjaringan. Sedangkan data Sekunder diperoleh dari dokumentasi literatur, dokumentasi yang
ada di Sekretariat KPID-SU maupun data dokumentasi internal Lembaga Penyiaran
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi subjek penelitian. Selain itu juga dalam pengumpulan data sekunder peneliti dapatkan dari hasil obeservasi lapangan serta jawaban pertanyaan tertulis
oleh penanggung jawabpengelola LPS televisi nasional sebagai induk jaringan. Kepada pengelola Stasiun Televisi Lokal peneliti memilih personal yang secara
struktural kapasitasnya sedang dalam posisi menjabat sebagai pimpinan tertinggi di tingkat lokal, sekaligus dirinya dalam waktu yang bersamaan merupakan
perpanjangan tangan dari pimpinan induk jaringannya. Dari dua data yang peneliti pergunakan dalam penelitian ini, yakni data primer
serta data sekunder diolah dengan menggunakan sistem analisis data kualitatif untuk menghasilkan sebuah pembuktian yang menjadi hasil temuan dari penelitian ini.
3.2.3.2 Teknik pengumpulan data Sebagaimana yang telah peneliti uraikan di atas bahwa untuk memperoleh data
yang komprehensif, peneliti melakukannya dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari 3 tiga teknik pengumpulan data, yakni melalui :
1. Wawancara 2. Pengamatan Lapangan
3. Studi Dokumentasi. Dengan uraian sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara yang peneliti maksudkan adalah Tanya jawab semi terstruktur Semi Structured Interview secara mendalam kepada 2 dua penanggung jawabpengelola
Universitas Sumatera Utara
LP televisi swasta berjaringan di tingkat lokal dalam kapasitasnya sebagai anggota jaringan.
2. Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan yang peneliti maksudkan adalah observasi yang peneliti lakukan di lapangan menyangkut tentang tiga komponen, yaitu Tempat place,
Pelaku actor, dan Kegiatan activity terhadap 2 dua Stasiun Televisi Lokal Berjaringan yang telah penulis tetapkan sebagai subjek penelitian.
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi oleh Spradley di dalam Sugiyono 49:2005 dinamakan ‘Sosial Situation’ atau situasi
sosial yang terdiri atas 3 tiga elemen, yaitu : tempat place, pelaku actors, dan aktivitas activity yang berinteraksi secara sinergis.
3. Studi Dokumentasi