Analisis Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan Periode Januari-Desember 2010 Pada Seluruh Puskesmas Di Kota Dumai Tahun 2011

(1)

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 PADA SELURUH PUSKESMAS DI

KOTA DUMAI TAHUN 2011

S K R I P S I

Oleh :

EKA PURWANTI NIM. 071000007

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011


(2)

ABSTRAK

Upaya kesehatan lingkungan merupakan salah satu program pokok puskesmas yang mencakup kesehatan perumahan, jamban, air bersih, pembuangan sampah dan air limbah serta sanitasi tempat-tempat umum dan pengolahan makanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis pelaksanaan program kesehatan lingkungan di seluruh puskesmas di Kota Dumai.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan informan dalam penelitian ini adalah tenaga pelaksana program kesehatan lingkungan di puskesmas dan kepala seksi penyehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kota Dumai dengan jumlah informan 10 orang.

Hasil penelitian diketahui bahwa petugas sudah berlatarbelakang pendidikan sanitasi namun jumlahnya masih kurang, sarana dan prasarana sudah ada tetapi belum lengkap, pedoman dan petunjuk teknis sudah tersedia di seluruh Puskesmas, program kesehatan lingkungan sudah berjalan di semua puskesmas yang ada di Kota Dumai. Untuk rumah sehat, sebanyak 32.248 (68,6%) rumah memenuhi syarat, jamban yang memenuhi syarat sebanyak 141.676 (67,9%) orang, rumah yang memiliki saluran limbah yang baik ada 28.248 (51,48%) rumah, rumah yang memiliki tempat pembuangan sampah yang layak ada 32.248 (58,3%) rumah, jumlah tempat-tempat umum yang memenuhi syarat sebanyak 633 (81,6%) dan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat sebanyak 543 (82,5%).

Berdasarkan sasaran pencapaian program tahun 2010, semua cakupan program kesehatan lingkungan di seluruh Puskesmas di Kota Dumai sudah mencapai target yang ditetapkan kecuali persentase rumah sehat. Disarankan kepada Pemda Kota Dumai untuk dapat menambah jumlah petugas sanitasi sesuai dengan jumlah penduduk diwilayah kerjanya, perlu disediakan dana yang maksimal agar program kesehatan lingkungan berjalan sesuai dengan target yang sudah ditetapkan.

Kata kunci : Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan, Penurunan Penyakit Berbasis Lingkungan


(3)

ABSTRACT

Environmental health efforts is one of the main health center program which includes residential health, latrine, clean water, disposal of garbage and waste water and sanitation of public places and food processing.

This research aims to determine the analysis of implementation environmental health program in all health center in Dumai. Methods that used in this research is descriptive and informants in this research are implementers of environmental health in health center and environmental health section chref health department of Dumai city with a number of informants 10 people.

From the results revealed that the officers already have the sanitation educational background but the numbers are still lacking, there are facilities and infrastructure already but not yet complete, guidelines and technical instructions are available in all health center, health environmental program is already running in all health center in Dumai city. For a healthy home , 32.248 (68,8%) qualified home, toilets are eligible 141.676 (67,9%) person, house that has decent landfills there are 32.248 (58,3%) house, number of eligible public place as much as 633 (81,6%) and eligible food processing place as much as 543 (82,5%).

Based on objectives achievement program in 2010, all of environmental health program in throughout health care in Dumai city already reached the target set except the percentage of people that using healthy latrines. Recommended to local goverments of Dumai city to increase the number of sanitation workers in accordance with the number of people in their working region, maximum funds should be provided so that the program runs according to a predefined target.

Key words : success of the environmental health program, reduction in environmental based diseases.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 5

2.1. Pengertian Puskesmas ... 5

2.2. Manajemen Puskesmas ... 5

2.3. Penyakit Berbasis Lingkungan ... 7

2.3.1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) ... 8

2.3.2. Diare ... 9

2.3.3. Demam Berdarah Dengue ... 9

2.3.4. Malaria ... 11

2.3.5. Penyakit Kulit ... 13

2.4. Upaya Kesehatan Lingkungan ... 13

2.4.1. Perumahan ... 14

2.4.2. Penyediaan Air Bersih ... 17

2.4.3. Jamban Sehat ... 20

2.4.4. Pengelolaan air Limbah ... 22

2.4.5. Pengelolaan Sampah ... 25

2.4.6. Sanitasi Tempat-Tempat Umum ... 28

2.4.7. Sanitasi Pengelolan Makanan ... 28

2.5. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan ... 30

2.6. Tujuan Program Kesehatan Lingkungan... 32

2.6.1. Tujuan Secara Umum ... 32

2.6.2. Tujuan Secara Khusus ... 33

2.7. Sumber Daya Program Kesehatan Lingkungan ... 34

2.7.1. Tenaga Pelaksana ... 34 2.7.2. Sarana dan Prasarana Program Kesehata


(5)

Lingkungan... 34

2.7.3. Sumber Dana Program Kesehatan Lingkungan ... 35

2.8. Kegiatan Program Kesehatan Lingkungan... 35

2.8.1. Penyehatan Air ... 35

2.8.2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman ... 36

2.8.3. Penyehatan Tempat-Tempat Umum ... 36

2.8.4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan ... 37

2.9. Kriteria Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan ... 37

2.10. Kerangka Konsep ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 40

3.2.2. Waktu Penelitian ... 40

3.3. Objek dan Informan Penelitian ... 40

3.3.1. Objek Penelitian ... 40

3.3.2. Informan Penelitian ... 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1. Data Primer ... 41

3.4.2. Data Sekunder ... 41

3.5. Aspek Pengukuran ... 42

3.6. Defenisi Operasional ... 44

3.7. Analisa Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Gambaran Umum dan Lingkungan ... 46

4.1.1. Kondisi Geografis ... 46

4.1.2. Kepemerintahan ... 47

4.1.3. Kependudukan ... 48

4.2. Data Dasar Program Penyehatan Lingkongan Kota Dumai .. 48

4.2.1. Data Dasar Program Penyehatan Lingkungan ... 48

4.2.2. Data Jumlah Tenaga Sanitasi ... 48

4.2.3. Hasil Observasi Terhadap Pendidikan, Jabatan dan Masa Kerja Petugas ... 49

4.2.4. Hasil Observasi Terhadap Surat Penugasan, Ijazah serta Sertifikat Pelatihan ... 51

4.3. Data Ketersediaan dan Sumber Dana ... 52

4.4. Hasil Observasi Terhadap Sarana dan Prasarana Program Kesehatan Lingkungan ... 52

4.4.1.Hasil Observasi Terhadap Ruangan Program Kesehatan Lingkungan... 52

4.4.2. Hasil Observasi Terhadap Alat Bantu ... 53

4.4.3. Hasil Observasi Terhadap Alat Transportasi ... 54 4.4.4. Hasil Observasi Terhadap Ketersediaan Pedoman


(6)

Dan Petunjuk Teknis ... 55

4.5. Data Jumlah Penyakit Berbasis Lingkungan ... 56

4.6. Data Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan ... 57

4.6.1. Data Jumlah Rumah yang Memenuhi Syarat ... 57

4.6.2. Data Jumlah Penduduk yang Memiliki Akses Terhadap Air Bersih Yang Memenuhi Syarat ... 58

4.6.3. Data Jumlah Penduduk yang Menggunakan Jamban Sehat ... 59

4.6.4. Data Jumlah Rumah yang Memiliki Saluran Pembungan Air Limbah (SPAL) yang Memenuhi Syarat ... 61

4.6.5. Data Jumlah Rumah yang Memiliki Tempat Pembuangan Sampah yang Memenuhi Syarat ... 63

4.6.6. Data Pencapaian Program Penyehatan Tempat Tempat Umum yang Memenuhi Syarat ... 64

4.6.7. Data Jumlah Tempat Pengolahan dan Penyimpanan Makanan ... 65

4.7. Hasil Wawancara ... 66

4.7.1. Hasil Wawancara Mengenai Hambatan Dalam Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan ... 66

4.7.2. Hasil Wawancara Mengenai Dana Program Kesehatan Lingkungan 68 4.7.3. Hasil Wawancara Mengenai Kerjasama Lintas Program ... 69

4.7.3. Hasil Wawancara Mengenai Kerjasama Lintas Sektor ... 71

4.2.4. Hasil Wawancara Mengenai Evaluasi ... 73

BAB V PEMBAHASAN ... 75

5.1 Petugas Program Kesehatan Lingkungan ... 75

5.2. Dana Program Kesehatan Lingkungan ... 76

5.3. Sarana dan Prasarana Kesehatan Lingkungan ... 78

5.4. Buku Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan ... 79

5.5. Jumlah Penyakit Berbasis Lingkungan ... 80

5.6. Jumlah Rumah yang Memenuhi Syarat ... 80

5.7. Penduduk yang Memiliki Akses Terhadap Air Bersih yang Memenuhi Syarat ... 81

5.8. Penduduk yang Menggunakan Jamban Sehat ... 82

5.9. Rumah yang Memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang Memenuhi Syarat ... 83

5.10. Rumah yang Memiliki Tempat Pembuangan Sampah yang Memenuhi Syarat ... 83

5.11.Pencapaian Program Penyehatan Tempat Tempat Umum yang Memenuhi Syarat ... 84


(7)

5.12.Tempat Pengolahan dan Penyimpanan Makanan yang

Memenuhi Syarat ... 85

5.13. Hambatan Dalam Pelaksanaan Program Kesehatan Lingkungan... 86

5.14. Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektor ... 87

5.15. Evaluasi Program Kesehatan Lingkungan ... 87

5.16. Tingkat Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan ... 87

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 89

6.1. Kesimpulan... 89

6.2. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Check List Observasi dan Daftar Pertanyaan

Lampiran 2. Program Kesehatan Lingkungan (Kepmenkes RI Nomor HK.03.01/160/I/2010)

Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian Dari FKM-USU

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Ke Puskesmas Dari Dinas Kesehatan

Lampiran 6. Surat Balasan Selesai Penelitian Dari Dinas Kesehatan Kota Dumai


(9)

ABSTRAK

Upaya kesehatan lingkungan merupakan salah satu program pokok puskesmas yang mencakup kesehatan perumahan, jamban, air bersih, pembuangan sampah dan air limbah serta sanitasi tempat-tempat umum dan pengolahan makanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis pelaksanaan program kesehatan lingkungan di seluruh puskesmas di Kota Dumai.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan informan dalam penelitian ini adalah tenaga pelaksana program kesehatan lingkungan di puskesmas dan kepala seksi penyehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kota Dumai dengan jumlah informan 10 orang.

Hasil penelitian diketahui bahwa petugas sudah berlatarbelakang pendidikan sanitasi namun jumlahnya masih kurang, sarana dan prasarana sudah ada tetapi belum lengkap, pedoman dan petunjuk teknis sudah tersedia di seluruh Puskesmas, program kesehatan lingkungan sudah berjalan di semua puskesmas yang ada di Kota Dumai. Untuk rumah sehat, sebanyak 32.248 (68,6%) rumah memenuhi syarat, jamban yang memenuhi syarat sebanyak 141.676 (67,9%) orang, rumah yang memiliki saluran limbah yang baik ada 28.248 (51,48%) rumah, rumah yang memiliki tempat pembuangan sampah yang layak ada 32.248 (58,3%) rumah, jumlah tempat-tempat umum yang memenuhi syarat sebanyak 633 (81,6%) dan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat sebanyak 543 (82,5%).

Berdasarkan sasaran pencapaian program tahun 2010, semua cakupan program kesehatan lingkungan di seluruh Puskesmas di Kota Dumai sudah mencapai target yang ditetapkan kecuali persentase rumah sehat. Disarankan kepada Pemda Kota Dumai untuk dapat menambah jumlah petugas sanitasi sesuai dengan jumlah penduduk diwilayah kerjanya, perlu disediakan dana yang maksimal agar program kesehatan lingkungan berjalan sesuai dengan target yang sudah ditetapkan.

Kata kunci : Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan, Penurunan Penyakit Berbasis Lingkungan


(10)

ABSTRACT

Environmental health efforts is one of the main health center program which includes residential health, latrine, clean water, disposal of garbage and waste water and sanitation of public places and food processing.

This research aims to determine the analysis of implementation environmental health program in all health center in Dumai. Methods that used in this research is descriptive and informants in this research are implementers of environmental health in health center and environmental health section chref health department of Dumai city with a number of informants 10 people.

From the results revealed that the officers already have the sanitation educational background but the numbers are still lacking, there are facilities and infrastructure already but not yet complete, guidelines and technical instructions are available in all health center, health environmental program is already running in all health center in Dumai city. For a healthy home , 32.248 (68,8%) qualified home, toilets are eligible 141.676 (67,9%) person, house that has decent landfills there are 32.248 (58,3%) house, number of eligible public place as much as 633 (81,6%) and eligible food processing place as much as 543 (82,5%).

Based on objectives achievement program in 2010, all of environmental health program in throughout health care in Dumai city already reached the target set except the percentage of people that using healthy latrines. Recommended to local goverments of Dumai city to increase the number of sanitation workers in accordance with the number of people in their working region, maximum funds should be provided so that the program runs according to a predefined target.

Key words : success of the environmental health program, reduction in environmental based diseases.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan yang telah dijalankan berupaya untuk lebih meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Perhatian khusus pembangunan kesehatan diberikan pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik yang hidup di daerah kumuh perkotaan, daerah pedesaan, daerah perbatasan dan kelompok masyarakat suku terasing, serta daerah transmigrasi atau permukiman baru.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan selama ini telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara bermakna, meskipun belum dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk. Hal itu dikarenakan keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan dari ketersediaan pedoman penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, puskesmas merupakan ujung tombak yang paling depan di wilayah kerjanya. Salah satu fungsi puskesmas yang penting adalah mengembangkan dan membina kemandirian masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan yang timbul, mengembangkan kemampuan dan kemauan masyarakat baik berupa pemikiran maupun kemampuan yang berupa sumber daya masyarakat (Depkes RI, 2001).

Agar fungsi puskesmas dan upaya kesehatan terselenggara secara optimal, maka puskesmas harus melaksanakan manajemen dengan baik. Manajemen


(12)

puskesmas adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematik untuk menghasilkan luaran puskesmas secara efektif dan efisien.

Kesehatan lingkungan merupakan bagian yang sangat penting dari kesehatan, hal ini jelas terdapat dalam undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang menyeburkan: (1) kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas linkungan yang sehat, (2) kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya (3) kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, tanah dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan atau pengamanan lainnya, (4) setiap tempat umum atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan (Depkes RI, 1992).

Oleh sebab itu, masalah kesehatan lingkungan juga sangat perlu untuk diperhatikan, karena lingkungan dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Salah satu program yang dilaksanakan puskesmas dalam mengatasi maslah kesehatan lingkungan adalah program kesehatan lingkungan. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup : perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), sanitasi tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan.

Masalah kesehatan berbasis lingkungan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak memadai baik kualitas maupun kuantitasnya serta perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah. Selain itu penyakit berbasis lingkungan tersebut juga


(13)

dapat timbul karena sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat, sanitasi tempat-tempat umum dan pengolahan makanan yang tidak saniter (Depkes RI, 2001).

Data yang diperoleh dari survey pendahuluan bahwa 10 penyakit terbesar yang ada di kota Dumai masih didominasi oleh penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan antara lain seperti ISPA 27127 kasus, Diare 9003 kasus, penyakit lain pada saluran pernapasan 1904 kasus, penyakit kulit alergi 4689 kasus (Dinkes Dumai Tahun 2010).

1.2.Perumusan Masalah

Masih banyaknya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh lingkungan di Kota Dumai dan program kesehatan lingkungan yang telah dijalankan sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan lingkungan yang terjadi diwilayah kerja puskesmas di Kota Dumai, maka perlu dilakukan penelitian bagaimana pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas yang ada di Kota Dumai.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui program kesehatan lingkungan yang dilakukan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai

2. Untuk mengetahui jumlah penyakit berbasis lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.


(14)

3. Untuk mengetahui ketersediaan tenaga pelaksana dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.

4. Untuk mengetahui ketersediaan dana dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.

5. Untuk mengetahui sarana dan prasarana dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.

6. Untuk mengetahui ketersediaan pedoman dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.

7. Untuk mengetahui kerjasama lintas program dan lintas sektor dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.

8. Untuk mengetahui evaluasi yang dilakukan dalam penyempurnaan pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Dumai untuk meningkatkan mutu pelaksanaan program kesehatan lingkungan. 2. Sebagai bahan evaluasi kepada petugas atau pelaksana program kesehatan

lingkungan.

3. Sebagai tambahan masukan dan pengetahuan kepada penulis tentang program kesehatan lingkungan.

4. Untuk menambah pengetahuan bagi pembaca tentang penyelenggaraan program kesehatan lingkungan.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Depkes RI, 1991).

Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.

Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.

2.2. Manajemen Puskesmas

Manajemen puskesmas dapat digambarkan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang bekerja secara senergik, sehingga menghasilkan keluaran yang efisien dan efektif. Manajemen puskesmas tersebut terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Seluruh kegiatan diatas merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan (Depkes RI, 2006).

1. Perencanaan Puskesmas

Arah perencanaan puskesmas adalah mewujudkan kecamatan sehat 2010. Dalam perencanaan puskesmas hendaknya melibatkan masyarakat sejak awal sesuai kondisi kemampuan masyarakat di wilayah kecamatan.


(16)

Pada dasarnya ada 3 langkah penting dalam penyusunan perencanaan yaitu : (a) identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan tentang cakupan dan mutu pelayanan, (b) identifikasi potensi sumber daya masyarakat dan provider, dan (c) menetapkan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan masalah.

Hasil perencanaan puskesmas adalah Rencana Usulan Kegiatan (RUK) tahun yang akan datang setelah dibahas bersama dengan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Setelah mendapat kejelasan dana alokasi kegiatan yang tersedia selanjutnya puskesmas membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Proses perencanaan dapat menggunakan instrumen Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) yang telah disesuaikan dengan kondisi setempat atau dapat memanfaatkan instrument lainnya.

2. Penggerakkan Pelaksanaan

Puskesmas melaksanakan serangkaian kegiatan yang merupakan penjabaran lebih rinci dari rencana pelaksanaan kegiatan. Penyelenggaraan penggerakan pelaksanaan puskesmas melalui instrumen lokakarya mini puskesmas yang terdiri dari :

a. Lokakarya mini bulanan adalah alat untuk penggerakan pelaksanaan kegiatan bulanan dan juga monitoring bulanan kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas program intern puskesmas.

b. Lokakarya mini tribulanan dilakukan sebagai penggerakan pelaksanaan dan monitoring kegiatan puskesmas dengan melibatkan lintas sektoral, Badan


(17)

Penyantun Puskesmas atau badan sejenis dan mitra yang lain puskesmas sebagai wujud tanggung jawab puskesmas perihal kegiatan.

3. Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian

Untuk terselenggaranya proses pengendalian, pengawasan dan penilaian diperlukan instrumen yang sederhana. Instrumen yang telah dikembangkan di puskesmas adalah:

a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)

b. Penilaian/Evaluasi Kinerja Puskesmas sebagai pengganti dan stratifikasi. 2.3. Penyakit Berbasis Lingkungan

Lingkungan tidak mungkin mampu mendukung jumlah kehidupan yang tanpa batas dengan segala aktivitasnya. Karena itu, apabila lingkungan sudah tidak mampu lagi mendukung kehidupan manusia, manusia akan menuai berbagai kesulitan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada kualitas daya dukung lingkungan, yang pada akhirnya akan merusak lingkungan itu sendiri. Eksploitasi sumberdaya yang berlebihan akan berdampak buruk pada manusia (Anies, 2006).

Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari, seperti dikemukakan Blum dalam Planing for health, development and applicationof social change theory, bahwa factor lingkungan berperan sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebaliknya kondisi kesehatan masyarakat yang buruk, termasuk timbulnya berbagai penyakit juga dipengaruhi oleh lingkungan yang buruk (Anies, 2006).


(18)

Interaksi manusia dengan lingkungan telah menyebabkan kontak antara kuman dengan manusia. Sering terjadi kuman yang tinggal ditubuh host kemudian berpindah kemanusia karena manusia tidak mampu menjaga kebersihan lingkungannya. Hal ini tercermin dari tingginya kejadian penyakit berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar masyarakat Indonesia. Beberapa penyakit yang timbul akibat kondisi lingkungan yang buruk seperti ISPA, diare, DBD, Malaria dan penyakit kulit (Depkes RI, 2002).

2.3.1. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, yang dimaksud dengan saluran pernafasan adalah mulai dari hidung sampai gelembung paru beserta organ-organ disekitarnya seperti sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru (Depkes RI, 2001).

ISPA disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia, hemophilhillus influenza, asap dapur, sirkulasi udara yang tidak baik, tempat berkembang biaknya disaluran pernapasan, ISPA dapat ditularkan melalui udara yang terkontaminasi dengan bakteri ketika penderita batuk yang terhirup oleh orang sehat masuk kesaluran pernafasannya (Depkes RI, 2001).

ISPA dapat dicegah dengan cara menjaga sirkulasi udara dalam rumah dengan membuka jendela setiap hari, menghindari polusi udara di dalam rumah seperti asap dapur dan asap rokok, tidak padat penghuni di kamar tidur, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2001).


(19)

Diare adalah buang air besar lembek sampai encer yang lebih dari 3 kali dalam satu hari. Diare dapat disebabkan oleh bakteri/virus seperti : Rotavirus,

Escherrichia Coli Enterotoksigenik (ETEC), Shigella, Compylobacter Jejuni,

Cryptospondium (Depkes RI, 2001).

Diare karena bakteri Escherrichia Coli (E.Coli) disebabkan oleh bakteri

E.Coli , tempat berkembang biak bakteri ini adalah dalam tinja manusia, cara penularan melalui makanan yang terkontaminasi dengan bakteri E.Coli yang dibawa oleh lalat yang hinggap pada tinja yang dibuang sembarangan, melalui minum air yang terkontaminasi bakteri E.Coli yang tidak dimasak sampai mendidih, melalui tangan yang terkontaminasi bakteri E.Coli karena sudah buang air besar tidak mencuci tangan dengan sabun (Depkes RI, 2001).

Cara pencegahan diare dapat dilakukan antara lain : menutup makanan agar tidak dihinggapi lalat, tidak buang air besar sembarangan, mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan dan setelah buang air besar, mencuci bahan makanan dengan air bersih, memasak air sampai mendidih dan menggunakan air bersih yang memenuhi syarat (Depkes RI, 2001).

2.3.3. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, dengan cara seseorang yang dalam darahnya mengandung virus Dengue bila digigit nyamuk akan terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk dan berkembang biak, kemudian masuk ke dalam kelenjar air liur nyamuk setelah satu minggu di dalam tubuh nyamuk, bila nyamuk menggigit orang sehat akan


(20)

menularkan virus Dengue, virus ini tetap berada di dalam tubuh nyamuk sehingga dapat menularkan kepada orang sehat lainnya (Depkes RI, 2001).

Nyamuk Aedes Aegypti berkembang biak di dalam dan di luar rumah seperti ember, drum, tempayan, tempat penampungan air bersih, vas bunga, kaleng bekas yang berisi air bersih bak mandi, lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, potongan bambu yang dapat menampung air (Depkes RI, 2001).

Upaya praktis yang dapat dilakukan dalam pengendalian vector dan pemberantasan penyakit DBD adalah sebagai berikut (Anies, 2006) :

1. Menguras tempat penyimpanan air seperti bak mandi, drum, gantilah air di vas bunga serta di tempat minum burung sekurang-kurangnya seminggu sekali.

2. Menutup rapat tempat penampungan air seperti drum dan tempayan agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak.

3. Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, botol bekas.

4. Tutuplah lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen. 5. Jangan meletakkan pakaian digantungan di tempat terbuka misalnya di belakang

pintu kamar agar nyamuk tidak hinggap.

6. Untuk tempat penampungan air yang sulit dikuras taburkan bubuk abate ke dalam genangan air tersebut, untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan bubuk abate, untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate.

7. Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan anti nyamuk dan memakai kelambu yang diberi intektisida pada saat tidur.


(21)

2.3.4. Malaria

Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus

Plasmodium yang termasuk golongan protozoa, yang penularannya melalui vector nyamuk Anopheles spp, dengan gejala demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot, menggigil, suhu bias mencapai 40ºC terutama pada infeksi Plasmodium falcifarum. Di Indonesia terdapat 4 spesies Plasmodium yaitu (Achmadi 2008) :

1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, termasuk wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropic. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, pada waktu siang atau sore. Masa inkubasi Plasmodium vivak

antara 12 hingga 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

2. Plasmodium falciparum, merupakan penyebab malaria tropika secara klinik berat dan dapat menimbulkan berupa malaria cerebral dan fatal. Masa inkubasi malaria tropika sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.

3. Plasmodium ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab Plasmodium ovale

adalah 12 hngga 17 hari, dengan gejala setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

4. Plasmodium malariae merupakan penyebab malaria guartana yang memberikan gejala demam setiap 72 jam, malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung dataran rendah pada daerah tropic. Biasanya berlangsung tanpa gejala dan ditemukan secara tidak sengaja namun malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan.


(22)

Beberapa faktor ligkungan sangat berperan dalam berkembangbiaknya nyamuk sebagai vector penular malaria, faktor-faktor tersebut antara lain, lingkungan fisik seperti suhu udara, suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya masa inkubasi ekstrinsik yaitu pertumbuhan fase sporogoni dalam perut nyamuk. Kelembaban udara yang rendah, akan memperpendek umur nyamuk, hujan yang diselingi panas semakin besar kemungkinan perkembangbiakannya (Achmadi, 2008).

Tempat berkembangbiak nyamuk Anopheles antara lain : kolam ikan yang tidak dipakai lagi, bekas galian tanah atau pasir yang terisi air hujan, batang bambu yang dapat menampung air hujan, kaleng bekas, ban bekas yang dapat menampung air hujan serta saluran air yang tidak mengalir (Depkes RI, 2001).

Lingkungan biologi juga berperan dalam perkembangbiakan vector penular malaria, misalnya ada lumut, ganggang berbagai tumbuhan air yang membuat

Anophelessundaicus merasa nyaman untuk membesarkan anak keturunannya berupa telur dan larva (Achmadi, 2008).

Penyakit malaria dapat menular dengan cara nyamuk malaria menggigit dan menghisap darah orang yang sakit malaria, parasit di dalam tubuh manusia masuk ke dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembangbiak dalam tubuh nyamuk dan menjadi matang dalam waktu 10-14 hari, setelah parasit matang, jika nyamuk menggigit manusia sehat maka parasit malaria akan masuk ke dalam tubuh orang yang sehat, maka orang yang sehat akan menjadi sakit (Depkes RI, 2001).

Malaria dapat dicegah dengan membasmi tempat perindukan nyamuk seperti menyebarkan ikan pemakan jentik, membersihkan semak belukar di sekitar rumah, mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan, membersihkan


(23)

tempat air minum burung dan vas bunga secara teratur, menimbun atau mengalirkan air yang tergenang, membersihkan tambak, empang serta saluran irigasi dari tumbuhan air (Depkes RI, 2001).

Pencegahan malaria juga dapat dilakukan dengan memasang kasa nyamuk dan jendela, memasang kelambu yang berinsektisida waktu tidur pada malam hari, menggunakan anti nyamuk, jangan bergadang pada malam hari serta menutup seluruh badan jika diluar rumah pada malam hari (Depkes RI, 2001).

2.3.5. Penyakit Kulit

Penyakit kuliat atau sering disebut dengan kudis/scabies/gudik/budukan yang disebabkan oleh tungau atau sejenis kutu yang sangat kecil (Sarcoptes Scabies), tempat berkembangbiaknya adalah dilapisan tanduk kulit dan membuat terowongan dibawah kulit sambil bertelur.

Penularannya dapat melalui kontak langsung dengan penderita dan dapat pula ditularkan melalui perantara seperti baju, handuk, sprei yang digunakan penderita kemudian digunakan oleh orang sehat, pencegahan dapat dilakukan dengan menghindar menukar baju, handuk, lingkungan tidak terlalu padat, menjaga kebersihan lingkungan dan personal hygiene (Depkes RI, 2001).

2.4. Upaya Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Soekidjo, 2007).

Adapun tujuan dilakukannya upaya kesehatan lingkungan adalah untuk menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga


(24)

faktor lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor resiko timbulnya penyakit menular dimasyarakat (Muninjaya, 2004).

Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat telah dipilih beberapa indikator, yaitu persentase rumah sehat, persentase keluarga yang memiliki akses air bersih dan air minum, jamban sehat, saluran pembuangan air limbah, tempat pembuangan sampah serta Tempat-Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TTUPM). Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan (Dinkes Dumai, 2008).

2.4.1. Perumahan

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat sampah, sumber air bersih, lampu jalan, dan lain-lain. Standar arsitektur bangunan terutama untuk perumahan umum pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan (Budiman, 2006).


(25)

Adapun kriteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment

dari WHO (1974) antara lain :

1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin dan berfungsi sebagai tempat istirahat.

2. Mempunyai tempat untuk tidur, masak, mandi, mencuci, kakus dan kamar mandi. 3. Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.

4. Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh, dan dapat melindungi penghuninya dari gempa, keruntuhan dan penyakit menular.

6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang asri. Sementara itu, kriteria rumah menurut Winslow antara lain : 1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.

Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan didalam pemenuhan kebutuhan fisiologis yang berkaitan dengan perumahan, diantaranya :

a. Suhu ruangan. Suhu ruangan harus dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya tetap berkisar antara 18-20ºC. Suhu ruangan ini sangat dipengaruhi oleh : suhu udara luar, pergerakan udara, kelembaban udara, suhu benda-benda yang ada disekitarnya.

b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruangan diupayakan mendapat sinar matahari terutama dipagi hari. c. Ventilasi. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan udara tetap segar


(26)

jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang dari 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka.

d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama didalam satu rumah atau sekitar 5 m per orang.

2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.

Disamping kebutuhan fisiologis, terdapat kebutuhan psikologis yang harus dipenuhi dan diperhatikan berkaitan dengan sanitasi rumah. Kebutuhan tersebut, antara lain :

a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.

b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal dirumah tersebut.

c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.

d. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.


(27)

3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan atau kebakaran.

Ditinjau dari faktor bahaya kecelakaan ataupun kebakaran, rumah yang sehat dan aman harus dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut. Adapun kriteria yang harus dipenuhi dari perspektif ini, antara lain :

a. Konstruksi rumah dan bahan-bahan bangunan harus kuat sehingga tidak mudah runtuh.

b. Memiliki sarana pencegahan kasus kecelakaan di sumur, kolam dan tempat-tempat lain terutama untuk anak-anak.

c. Bangunan diupayakan terbuat dari material yang tidak mudah terbakar. d. Memiliki alat pemadam kebakaran terutama yang menggunakan gas. e. Lantai tidak boleh licin dan tergenang air.

4. Dapat menghindarkan dari terjadinya penularan penyakit.

Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan, seperti : infeksi saluran nafas, infeksi pada kulit, infeksi saluran pencernaan, kecelakaan, dan gangguan mental. 2.4.2. Penyediaan Air Bersih

Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk dan laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat diperlukan industrialisasi yang dengan sendirinya akan meningkatkan lagi aktivitas penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban pengotoran air juga akan


(28)

bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini sumber air minum dan air bersih semakin langka (Soemirat, 2007).

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas memudahkan timbulnya penyakit dimasyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat.

Bagi manusia air minum adalah salah satu kebutuhan utama, manusia mengunakan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, cuci, kakus, produksi pangan, papan dan sandang. Mengingat bahwa berbagai penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia pada saat memanfaatkannya, maka tujuan utama penyediaan air minum/bersih bagi masyarakat adalah untuk mencegah penyakit bawaan air. Dengan demikian diharapkan, bahwa semakin banyak liputan masyarakat dengan air bersih, semakin turun morbiditas penyakit bawaan air ini (Soemirat, 2007).

Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langsung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water-related disease. Berdasarkan cara penularannya, mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat, yaitu :

1. Waterborne mechanism, didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan.


(29)

2. Waterwashed mechanism, mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu : (a) infeksi melalui alat pencernaan, (b) infeksi melalui kulit dan mata dan (c) penularan melalui binatang pengerat.

3. Water-based mechanism, penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup didalam air.

4. Water-related insect vector mechanism, agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak didalam air.

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati persyaratan tersebut. Air yang sehat harus mempunyai persyaratan sebagai berikut :

1. Syarat fisik. Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah tidak berwarna, tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya. Cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik ini tidak sukar.

2. Syarat bakteriologis. Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara ini untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut.

3. Syarat kimia. Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.


(30)

Penyediaan air bersih, selain kualitasnya, kuantitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standart, maka seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standart air minum (Soemirat, 2007).

Pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks, tergantung dari kualitas air bakunya. Apabila air bakunya baik, maka mungkin tidak diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminasi kuman, maka desinfeksi saja cukup. Dan apabila air baku semakin jelek kualitasnya maka pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi (Soemirat, 2007).

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Air minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan segala makhluk yang membahayakan kesehatan manusia. Tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, tidak dapat diterima secara estetis dan dapat merugikan secara ekonomis (Soemirat, 2007).

2.4.3. Jamban Sehat

Ekskreta manusia yang terdiri atas feses dan urine merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh tersebut berbentuk tinja dan air seni (Budiman, 2007).

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi


(31)

kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feses) adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks (Soekidjo, 2007).

Peranan tinja di dalam penyebaran penyakit sangat besar, disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran dan sebagainya, juga air, tanah, serangga dan bagian-bagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja-tinja tersebut (Soekidjo, 2007).

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, jelas akan mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tifus, disentri, kolera, schistosomiasis dan sebagainya (Soekidjo, 2007).

Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Soekidjo, 2007) :

1. Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut 2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

3. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

4. Tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya

5. Tidak menimbulkan bau


(32)

7. Sederhana desainnya 8. Murah

9. Dapat diterima oleh pemakainya

Teknologi pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah tentu berbeda dengan teknologi jamban di daerah perkotaan. Oleh karena itu, teknologi jamban di daerah pedesaan disamping harus memenuhi persyaratan jamban sehat juga harus didasarkan pada sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan (Soekidjo, 2007).

Pengelolaan tinja manusia dapat dilakukan didalam septik tank. Di dalam septik tank tinja akan dikonversi sacara anaerobik menjadi biogas (campuran gas Carbindioksida dan gas Metan). Diharapkan dengan penyedian jamban yang sehat dan pengelolaan tinja secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat diminimalkan (Ricki, 2005).

2.4.4. Pengelolaan air limbah

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Kusnoputranto, 1985).

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang sisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti


(33)

industri, perhotelan dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik (Soekidjo, 2007).

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga, yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

2. Air buangan industri, yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung didalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini agar tidak menimbulkan polusi lingkungan menjadi lebih rumit.

3. Air buangan kotapraja, yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat umum, tempat ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut


(34)

antara lain : gangguan kesehatan, penurunan kualitas lingkungan, gangguan terhadap keindahan dan gangguan terhadap kerusakan benda (Ricki, 2005).

Pada awalnya tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan-bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable

serta mengurangi organisme patogen. Namun sejalan dengan perkembangannya, tujuan pengelolaan air limbah sekarang ini juga terkait dengan aspek estetika dan lingkungan (Ricki, 2005).

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi. Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah di daerah tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas.

Kolam stabilisasi yang umumnya digunakan adalah kolam anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi (aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di dalam air limbah (Ricki, 2005).

Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di dalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment) dan pengolahan lanjutan (tertiary treatment) (Ricki, 2005).


(35)

2.4.5. Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat membuat batasan sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Soekidjo, 2007).

Agar dapat mempermudah pengelolaannya, sampah dapat dibedakan atas dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sebagai berikut (Soemirat, 2006):

1. Sampah yang dapat membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, pertanian dan lainnya.

2. Sampah yang tidak membusuk seperti kertas, plastik, karet, gelas, logam dan lainnya.

3. Sampah yang berupa debu atau abu.

4. Sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, seperti sampah-sampah berasalkan industri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya.

Sampah ini dalam bahasa inggris disebut garbage, yaitu yang mudah membusuk karena aktivitas mikroorganisme. Dengan demikian pengelolaannya menghendaki kecepatan, baik dalam pengumpulan maupun dalam pembuangannya. Bagi lingkungan sampah jenis ini relatif kurang berbahaya karena dapat terurai dengan sempurna menjadi zat-zat organik yang berguna bagi fotosintesa tumbuh-tumbuhan.


(36)

Sampah yang tidak membusuk, dalam bahasa inggris disebut refuse. Sampah ini apabila memungkinkan sebaiknya didaur ulang sehingga dapat bermanfaat kembali baik melalui suatu proses ataupun secara langsung. Apabila tidak dapat didaur ulang, maka diperlukan proses untuk memusnahkannya, seperti pembakaran.

Sampah berupa debu atau abu hasil pembakaran, baik pembakaran bahan bakar ataupun sampah tentunya tidak membusuk, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mendatarkan tanah atau penimbunan. Selama tidak mengandung zat yang beracun, maka abu ini pun tidak terlalu berbahaya terhadap lingkungan dan masyarakat.

Yang dimaksud dengan sampah berbahaya (B3) adalah sampah yang karena jumlahnya, atau konsentrasinya, atau karena sifat kimiawi, fisika dan mikrobiologinya dapat (a) meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara bermakna atau menyebabkan penyakit yang tidak reversible, (b) berpotensi menimbulkan bahaya sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap kesehatan ataupun lingkungan apabila tidak diolah, ditransport, disimpan dan dibuang dengan baik.

Sampah, baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah: 1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak

penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah ini pun berpacu dengan laju pertambahan penduduk.

2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah per kapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah


(37)

ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan.

3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam.

Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa penyakit menular dan tidak menular, dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain. Oleh sebab itu dapat dipahami bahwa pengelolaan sampah perlu didasarkan atas berbagai pertimbangan, yaitu : untuk mencegah terjadinya penyakit, konservasi sumber daya alam, mencegah gangguan estetika, memberi intensif untuk daur ulang atau pemanfaatan, dan bahwa kuantitas dan kualitas sampah akan meningkat (Soemirat, 2006).

Untuk dapat mengatasi dan mengurangi produksi sampah kita dapat melakukan teknik pembuangan sampah. Teknik pembuangan sampah dapat dilihat mulai dari sumber sampah sampai pada tempat pembuangan akhir sampah. Baik dari segi kualitas maupun kuantitas dengan : meningkatkan pemeliharaan dan kualitas barang sehingga tidak cepat menjadi sampah, meningkatkan efisiensi pengunaan bahan baku, dan meningkatkan pengunaan bahan yang dapat terurai secara alamiah. Semua usaha ini memerlukan kesadaran masyarakat serta peran sertanya (Soemirat, 2006).

Selanjutnya pengelolaan ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat penampungan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan


(38)

pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat pula diolah dahulu baik untuk memperkecil volume, untuk didaur ulang atau dimanfaatkan kembali.

2.4.6. Sanitasi Tempat-Tempat Umum

Tempat-tempat umum memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan, ataupun gangguan kesehatan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan sanitasi terhadap tempat-tempat umum dilakukan untuk mewujudkan lingkungan tempat-tempat umum yang bersih guna melindungi kesehatan masyarakat dari kemungkinan penularan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya (Budiman, 2006).

Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, objek wisata dan lain-lain (Budiman, 2006).

Tujuan pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, antara lain adalah untuk memantau sanitasi tempat-tempat umum secara berkala serta untuk membina dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat di tempat-tempat umum (Budiman, 2006).

2.4.7. Sanitasi Pengelolaan Makanan

Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan (foodborne disease) dapat dipengaruhi


(39)

oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi.

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi makanan antara lain : menjamin keamanan dan kebersihan makanan, mencegah penularan wabah penyakit.

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor, yakni faktor fisik, faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan (Ricki, 2005).

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain.

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan tersebut.


(40)

Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu : keracunan makanan dan penyakit bawaan makanan (Slamet, 2002).

Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada di dalam panganan akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vector.

Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan secara nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen, kecuali keracunan.

2.5. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat.

Ruang lingkup Kesehatan lingkungan adalah : 1. Menurut WHO

a. Penyediaan air minum

b. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran c. Pembuangan sampah padat

d. Pengendalian vektor

e. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia f. Higiene makanan, termasuk higiene susu


(41)

g. Pengendalian pencemaran udara h. Pengendalian radiasi

i. Kesehatan kerja

j. Pengendalian kebisingan k. Perumahan dan pemukiman

l. Aspek kesling dan transportasi udara m. Perencanaan daerah dan perkotaan n. Pencegahan kecelakaan

o. Rekreasi umum dan pariwisata

p. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.

q. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

2. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :

a. Penyehatan air dan udara

b. Pengamanan Limbah padat/sampah c. Pengamanan Limbah cair

d. Pengamanan limbah gas e. Pengamanan radiasi f. Pengamanan kebisingan g. Pengamanan vektor penyakit


(42)

3. Menurut Kepmenkes RI Nomor HK.03.01/160/I/2010, ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :

a. Persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air minum berkualitas b. Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat

c. Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat

d. Persentase cakupan tempat-tempat umum yang memenuhi syarat

e. Persentase cakupan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat f. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat

g. Persentase penduduk stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS)

h. Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim

i. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan STBM sebesar 100% Kab/Kota

j. Persentase provinsi yang memfasilitasi penyelenggaraan kota sehat yang sesuai standart 50%

k. Persentase Kab/Kota Kawasan yang telah melaksanakan Kab/Kota/Kawasan sehat

2.6. Tujuan Program Kesehatan Lingkungan 2.6.1.Tujuan secara umum

1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia. 2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.


(43)

3. Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular. 2.6.2. Tujuan secara khusus

meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa:

1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan. 2. Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.

3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.

4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain

5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.

6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan. 7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.

8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.


(44)

2.7. Sumber Daya Program Kesehatan Lingkungan

Dalam melaksanakan program-program kesehatan lingkungan diperlukan sumber daya untuk mencapai tujuan program, sumber daya program kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut :

2.7.1. Tenaga Pelaksana

Adapun tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan program kesehatan lingkungan adalah terdiri dari tenaga inti dibidang kesehatan lingkungan seperti sanitarian atau diploma III kesehatan lingkungan. Disamping itu dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan ini juga dibutuhkan tenaga pendukung yang telah ditunjuk oleh pimpinan puskesmas dalam pelaksanaan program.

2.7.2. Sarana dan Prasarana Program Kesehatan Lingkungan

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan adalah ruangan sebagai tempat petugas kesehatan lingkungan melakukan kegiatan-kegiatan penyuluhan, konsultasi, konseling, demonstrasi, pelatihan atau perbaikan sarana sanitasi dasar dan penyimpanan peralatan kerja.

Peralatan-peralatan kesehatan lingkungan berupa alat-alat peraga penyuluhan, cetakan sarana air bersih dan jamban keluarga, alat pengukur kualitas lingkungan (air, tanah dan udara), lembar chek list untuk inspeksi pada tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan serta alat transportasi untuk mendukung kegiatan program kesehatan lingkungan yang dilaksanakan.

Alat peraga dan media penyuluhan yang digunakan dalam melaksanakan program kesehatan lingkungan antara lain berupa maket, media cetak, sound system, media elektronik dan formulir untuk pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan.


(45)

2.7.3. Sumber Dana Program Kesehatan Lingkungan

Untuk mendukung tercapainya cakupan program kesehatan lingkungan dibutuhkan dana, adapun dana ini diperoleh dari APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, BLN (Bantuan Luar Negeri), kemitraan dan swadaya masyarakat. Besarnya dana yang dibutuhkan sangat berbeda dimasing-masing puskesmas, tergantung masalah kesehatan lingkungan yang ditangani di wilayah kerja puskesmas (Depkes RI, 2000).

2.8.Kegiatan Program Kesehatan Lingkungan 2.8.1. Penyehatan Air

Secara umum Program Penyehatan Air bertujuan untuk meningkatkan kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia untuk seluruh penduduk baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan dan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam memakai air. Secara khusus program penyehatan air bertujuan meningkatkan cakupan air bersih pada masyarakat dan meningkatkan kualitas air yang aman untuk konsumsi masyarakat.

Kegiatan upaya penyehatan air meliputi : Surveilans kualitas air; Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih; Pemeriksaan kualitas air; Pembinaan kelompok pemakai air. Kegiatan dilaksanakan dengan strategi terpadu pengawasan, perbaikan dan pembinaan pemakai air.

Target Program Penyehatan Air yang ingin dicapai yaitu : Cakupan air bersih perkotaan 100% dan pedesaan 85% dan Memenuhi syarat kimia dan bakteriologis 70%.


(46)

Kegiatan surveylance kualitas air terdiri dari observasi sarana air bersih dan observasi penduduk yang menggunakan sarana air bersih dan bukan sarana air bersih. Kegiatan pengawasan kualitas air secara umum bertujuan mengetahui gambaran keadaan sanitasi sarana dan kualitas air sebagai data dasar dan penyediaan informasi pengamanan kualitas air sehingga tersedia rekomendasi tindak lanjut dalam upaya perlindungan pencemaran dan perbaikan kualitas air. Pengawasan kualitas air dilakukan dengan upaya inspeksi sanitasi sarana air bersih.

2.8.2. Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Penyelenggaraan upaya penyehatan lingkungan permukiman, dilaksanakan dengan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup serasi dengan lingkungan dan dapat mewujudkan kualitas lingkungan permukiman yang bebas dari risiko yang membahayakan kesehatan pada berbagai substansi dan komponen lingkungan, yaitu meliputi jamban keluarga, saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan pengelolaan sampah.

2.8.3. Penyehatan Tempat -Tempat Umum (TTU)

Program Penyehatan Tempat Tempat Umum (TTU) bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan tempat-tempat umum dan sarana kemasyarakatan lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan, sehingga dapat melindungi masyarakat dari penularan penyakit, keracunan, kecelakaan, pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan lainnya.

Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan lain, pasar, kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah, sarana angkutan umum, salon kecantikan, bar dan tempat hiburan lainnya. Selain itu juga dilakukan


(47)

upaya pembinanan institusi yang meliputi : Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain, sarana pendidikan, dan perkantoran.

Target program penyehatan tempat-tempat umum yaitu: memenuhi syarat kesehatan 76%.

2.8.4. Penyehatan Tempat Pengelola Makanan (TPM)

Secara umum penyehatan TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan terhadap tempat penyehatan makanan & minuman, kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan makanan.

Target program TPM memenuhi syarat sehat sebesar 55 % dengan upaya kegiatan antara lain melaksanakan pengawasan higiene dan sanitasi TPM pada restoran, rumah makan, jasa boga, industri rumah tangga, dan depot air minum isi ulang.

2.9. Kriteria Keberhasilan Program Kesehatan Lingkungan

Lingkungan mempunyai dua unsure pokok yang sangat erat kaitannya satu sama lain yaitu unsure fisik dan social, lingkungan fisik dapat mempunyai hubungan langsung dengan kesehatan dan perilaku sehubungan dengan kesehatan seperti akibat pengelolaan limbah yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan penyakit antara lain ISPA, DBD, Diare, Malaria, Penyakit Kulit. Lingkungan social seperti ketidakadilan social yang menyebabkan kemiskinan yang berdampak terhadap status kesehatan masyarakat yang mengakibatkan timbulnya penyakit berbasis lingkungan (Depkes RI, 2001).


(48)

Keberhasilan program kesehatan lingkungan ini dapat ditunjukan dengan : 1. Meningkatnya persentase keluarga menghuni rumah yang memenuhi syarat

kesehatan 75%, persentase keluarga menggunakan air bersih menjadi 62%, persentasi keluarga menggunakan jamban yang memenuhi syarat kesehatan menjadi 64% dan persentase tempat-tempat umum dan tempat pengolahan makanan minuman yang sehat menjadi 76 dan 55%.

2. Penurunan angka kejadian penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA, DBD, diare, penyakit kulit, malaria.

3. Terciptanya hubungan kerjasama yang baik antara lintas program dan lintas sector diwilayah kerja puskesmas


(49)

2.10. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Mutu Pelayanan Program Kesehatan Lingkungan

1. Petugas 2. Dana

3. Saranana dan prasarana 4. Pedoman dan

petunjuk teknis 5. jumlah penyakit

berbasis lingkungan 6. Kerjasama Lintas

Program

7. Kerjasama Lintas Sektor

8. Evaluasi

Program Kesehatan Lingkungan (Kepmenkes RI Nomor HK.03.01/160/I/2010) 1. Cakupan rumah yang memiliki

sarana air bersih 100% 2. Persentase penduduk yang

menggunakan jamban sehat 64%

3. Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat 75% 4. Cakupan rumah yang

memiliki SPAL yang memenuhi syarat

5. Cakupan rumah yang memiliki tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat 6. Persentase cakupan

tempat-tempat umum yang memenuhi syarat 76%

7. Persentase cakupan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat 55%

Mencapai target

Tidak mencapai


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, bertujuan untuk mengetahui analisis pelaksanaan program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Dumai, Pertimbangan pemilihan lokasi ini , karena:

1. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis pelaksanaan program kesehatan lingkungan di seluruh puskesmas di Kota Dumai.

2. Data yang diperoleh cukup untuk dijadikan sampel. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus Tahun 2011. 3.3. Objek dan Informan Penelitian

3.3.1. Objek Penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah program kesehatan lingkungan di seluruh Puskesmas di Kota Dumai yang meliputi : petugas, sarana dan prasarana, dana, laporan hasil kegiatan yang berkaitan dengan program kesehatan lingkungan.


(51)

Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan teknik key person yaitu dengan mencari informan kunci pada seluruh puskesmas tersebut, maka tiap puskesmas memiliki 1 orang informan yang dapat memberikan informasi mengenai objek penelitian ini, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 1 orang staf pemegang program kesehatan lingkungan pada seluruh puskesmas di Kota Dumai dan 1 orang kepala seksi penyehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kota Dumai, maka total informan dalam penelitian ini adalah 10 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petugas pelaksana program kesehatan lingkungan, dengan kepala seksi penyehatan lingkungan Dinas Kesehatan Kota Dumai serta observasi langsung pada objek penelitian, hasil wawancara dan hasil observasi yang diperoleh di catat pada lembar observasi yang telah dipersiapkan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Dumai dan dari seluruh puskesmas di Kota Dumai. Adapun data sekunder tersebut adalah laporan hasil kegiatan yang berkaitan dengan program kesehatan lingkungan.


(52)

Pengukuran dalam penelitian ini dilakukan dengan dua alat bantu untuk mendapatkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yaitu dengan wawancara serta observasi dengan menggunakan check list (Bungin, 2008).

1. Petugas

a. Baik, jika petugas tersebut minimal berpendidikan SPPH, DIII kesehatan lingkungan yang telah mendapat pengetahuan/orientasi mengenai program kesehatan lingkungan.

b. Tidak baik, jika petugas berpendidikan lain. 2. Sarana dan Prasarana

a. Baik, jika tersedia sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan.

b. Tidak baik, jika tidak tersedia sarana dan prasarana untuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan.

3. Dana

a. Baik, jika dana yang dialokasikan cukup untuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan.

b. Tidak baik, jika dana yang dialokasikan tidak cukup untuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan.

4. Jumlah penyakit berbasis lingkungan

a. Baik, jika penyakit berbasis lingkungan menurun di wilayah kerjanya.

b. Tidak baik, jika penyakit berbasis lingkungan meningkat di wilayah kerjanya. 5. Pedoman dan petunjuk teknis


(53)

a. Baik, jika petugas memiliki buku pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan program kesehatn lingkungan.

b. Tidak baik, jika petugas tidak memiliki buku pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan program kesehatn lingkungan.

6. Kerjasama lintas program

a. Baik, jika petugas bekerjasama dengan program lain yang ada di puskesmas. b. Tidak baik, jika petugas tidak bekerjasama dengan program lain yang ada di

puskesmas.

7. Kerjasama lintas sektor

a. Baik, jika petugas melakukan kerjasama lintas sektor dalam mengatasi masalah kesehatan lingkungan.

b. Tidak baik, jika petugas tidak menjalin kerjasama dengan lintas sektor. 8. Evaluasi

a. Baik, jika ada evaluasi program kesehatan lingkungan.

b. Tidak baik, jika tidak ada evaluasi program kesehatan lingkungan. 9. Program kesehatan lingkungan

a. Baik, jika tersedia petugas, sarana dan prasarana, dana, kerjasama lintas program dan lintas sector dan perencanaan, pergerakan pelaksanaan dan pengawasan serta evaluasi program kesehatan lingkungan.

b. Tidak baik, jika tidak tersedia petugas, sarana dan prasarana, dana, kerjasama lintas program dan lintas sector dan perencanaan, pergerakan pelaksanaan dan pengawasan serta evaluasi program kesehatan lingkungan


(54)

a. Mencapai target, jika angka penyakit berbasis lingkungan menurun dan tercapai target program kesehatan lingkungan yang ditetapkan oleh Kepmenkes RI No. HK.03.01/160/I/2010.

b. Tidak mencapai target, jika angka penyakit berbasis lingkungan meningkat dan program kesehatan lingkungan yang ditetapkan oleh Kepmenkes RI No. HK.03.01/160/I/2010 tidak mencapai target.

3.6. Defenisi Operasional

Untuk memahami keseluruhan dari penelitian ini, maka akan ditemukan defenisi operasional dengan tujuan menghindari timbulnya perbedaan dalam pengertian.

1. Program kesehatan lingkungan adalah suatu program yang melakukan beberapa kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan lingkungan.

2. Petugas adalah tenaga yang melaksanakan program kesehatan lingkungan di puskesmas.

3. Sarana dan prasarana adalah segala fasilitas yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan.

4. Dana adalah sejumlah uang yang dipergunakan untuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan.

5. Jumlah penyakit berbasis lingkungan yang meliputi antara lain ISPA, diare, DBD, malaria dan penyakit kulit.

6. Pedoman dan petunjuk teknis adalah buku pedoman yang dipergunakan untuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan.


(55)

7. Kerjasama lintas program adalah petugas program kesehatan lingkungan berkoordinasi dengan petugas program lain dipuskesmas.

8. Kerjasama lintas sektor adalah suatu kegiatan koordinasi dengan sektor untuk memecahkan masalah kesehatan lingkungan di wilayah kerjanya.

9. Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan petugas pelaksana program kesehatan lingkungan dan seksi penyehatan lingkungan Dinas Kesehatan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.

10.Mencapai target jika semua program kesehatan lingkungan mencapai target yang telah ditetapkan dalam Kepmenkes RI No. HK.03.01/160/I/2010.

11.Tidak mencapai target jika semua program kesehatan lingkungan tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam Kepmenkes RI No. HK.03.01/160/I/2010. 3.7. Analisa Data

Analisa terhadap data yang diperoleh akan dilakukan secara deskriptif. Hasil yang berupa angka-angka akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan hasil pendapat responden mengenai seluruh program kesehatan lingkungan yang telah dilaksanakan akan dianalisis secara kualitatif, keseluruhan hasil yang diperoleh akan dibandingkan dengan Kepmenkes RI Nomor HK.03.01/160/I/2010.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum dan Lingkungan

4.1.1. Kondisi Geografis

Kota Dumai terletak di pesisir timur Pulau Sumatera berhadapan dengan Pulau Rupat dan Selat Malaka pada posisi antara 1° - 23', 1° - 24', Bujur Timur dan 101° - 23' - 27', 101° - 28' - 13', Lintang Utara. Sejajar pantai terdiri dari tanah rawa bergambut dengan kedalaman 0-0,5m dan beberapa km kearah selatan terdapat dataran dengan kemiringan 0-5% dengan luas wilayah keseluruhan 1.727.385 Km². Dengan batas wilayah administrasi sebagai berikut :

a. Sebelah utara dengan Selat Rupat

b. Sebelah timur kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis

c. Sebelah selatan dengan kecamatan Mandau dan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis d. Sebelah barat dengan kecamatan Tanah Putih dan Bangko Kabupaten Rokan

Hilir

Secara geografis letak kota Dumai sangant strategis dimana posisinya sebagai gerbang Propinsi Riau bagian utara yang memiliki aksesibilitas tinggi terhadap Negara Malaysia dan Singapura.

Iklim di Kota Dumai adalah tropis basah dengan curah hujan rata-rata antara 200-300 mm, dengan musim kemarau antara bulan Maret sampai Agustus dan musim hujan antara bulan September sampai dengan Februari serta suhu udara rata-rata 24-33ºC.


(57)

Jenis tanah di Kota Dumai umumnya terdiri dari organosol humus dan podsolik merah kuning yang sesuai untuk bercocok tanam dan perkebunan. Kondisi air tanah di Kota Dumai yang berasal dari tanah dangkal atau sumur gali dan sumur pompa dengan kedalaman rata-rata 1-2 m maupun air tanah dalam atau sumur bor, pada umumnya kurang baik.

4.1.2. Kepemerintahan

Kota Dumai merupakan salah satu kota di Propinsi Riau yang terbentuk tanggal 27 April 1999 yang sebelumnya berada dalam wilayah Kabupaten Bengkalis. Pembentukan Kota Dumai ini diatur dalam UU RI Nomor 16 Tahun 1999 dengan perundangan dan penetapan dalam lembaran Negara Nomor 50 Tahun 1999. Menyesuaikan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah maka Kota Dumai menjadi wilayah Otonomi dengan status Kota Dumai.

Pada awal pembentukan Kota Dumai terdiri dari 3 kecamatan yaitu Kecamatan Dumai Timur, Kecamatan Dumai Barat dan Kecamatan Bukit Kapur. Kemudian kecamatan di Kota Dumai bertambah sebanyak 2 kecamatan berdasarkan Perda Nomor 3 Tahun 2001 tentang pembentukan kecamatan Sungai Sembilan dan Medang Kampai, sehingga jumlah kecamatan di Kota Dumai menjadi 5 kecamatan dengan rincian sebagai berikut :

a. Kecamatan Dumai Timur seluas 59,00 km² terdiri dari 9 kelurahan b. Kecamatan Dumai Barat seluas 120,00 km² terdiri dari 10 kelurahan c. Kecamatan Bukit Kapur seluas 200,00 km² terdiri dari 4 kelurahan d. Kecamatan Sungai Sembilan seluas 975,38 km² terdiri dari 5 kelurahan e. Kecamatan Medang Kampai seluas 373,00 km² terdiri dari 4 kelurahan


(58)

4.1.3. Kependudukan

Penduduk merupakan modal pembangunan tetapi juga beban dalam pembangunan, karena itu pembangunan sumber daya manusia dan pengarahan mobilitas penduduk perlu diarahkan agar mempunyai ciri dan karakteristik yang mendukung pembangunan. Masalah kependudukan di Kota Dumai sama halnya dengan kota jasa dan industry lainnya yakni tingginya urbanisasi, heterogenitas penduduk, penyebaran penduduk tidak merata karena luasnya wilayah Kota Dumai.

Pada tahun 2010 jumlah penduduk Kota Dumai sebanyak 267.688 jiwa, dengan jumlah rumah tangga/KK sebesar 56.956 KK, rata-rata jiwa per rumah tangga sebesar 5 jiwa dan kepadatan penduduk per km² sebesar 152 jiwa.

4.2. Data Dasar Program Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Dumai 4.2.1. Data Jumlah Tenaga Sanitasi

Untuk melaksanakan program perlu didukung oleh tenaga-tenaga yang terampil dan sesuai dengan latar belakang pendidikan, tenaga sanitasi yang ada di Kota Dumai dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(59)

Tabel 4.1. Data Jumlah Tenaga Sanitasi di Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Dumai Tahun 2010

No Puskesmas Pendidikan Jumlah

SPPH DIII SKM

1 Dumai Barat 1 1 - 2

2 Purnama - 1 - 1

3 Bukit Timah 1 - - 1

4 Dumai Timur - 2 - 2

5 Jaya Mukti - 1 - 1

6 Bumi Ayu - 1 - 1

7 Bukit Kapur - 1 - 1

8 S. Sembilan - 3 - 3

9 M. Kampai - 1 - 1

10 Dinas Kesehatan - 2 3 5

Total 2 13 3 18

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Dumai Tahun 2010

Berdasarkan tabel 4.1. diatas dapat diketahui sudah ada petugas sanitasi disetiap puskesmas tetapi jumlahnya masih bervariasi, bahkan ada 6 dari 9 puskesmas yang hanya ada satu orang saja petugas. Jenjang pendidikan yang paling banyak adalah DIII sebanyak 13 orang.

4.2.2. Hasil Observasi Terhadap Pendidikan, Jabatan dan Masa Kerja Petugas Observasi dilakukan terhadap satu orang petugas pelaksana program kesehatan lingkungan di setiap puskesmas dan kepala seksi penyehatan lingkungan di Dinas Kesehatan Kota Dumai, dari observasi yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut :


(1)

FORMULIR CHECK LIST OBSERVASI PADA PENELITIAN ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 PADA SELURUH PUSKESMAS DI KOTA

DUMAI TAHUN 2011

Nama Informan :

Puskesmas :

Pendidikan :

Jabatan :

Masa Kerja :

I. Petugas pelaksana ada tidak ada

1. Surat penugasan oleh kepala puskesmas 2. Ijazah/SK

3. Sertifikat pelatihan 4. Struktur organisasi

II. Sarana dan prasarana

1. Ruang program kesehatan lingkungan a. Terpisah dengan program lain b. Tidak terpisah dengan program lain 2. Alat peraga/alat bantu penyuluhan

a. Leaflet

b. Cetakan semijaga c. Media Elektronik d. Sound System e. Media Lain 3. Alat transportasi

a. Kendaraan roda 2 b. Kendaraan roda 4 III.Dana


(2)

1. Ketersedian dana IV.Kerjasama

1. Lintas program 2. Lintas sector

V. Perencanaan

No Perencanaan Ada Tdk ada Keterangan

1 Identifikasi kondisi masalah kesehatan masyarakat

2 Identifikasi lingkungan serta fasilitas pelayanan kesehatan 3 Identifikasi potensi sumberdaya

danprovider

4 Menetapkan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan masalah 5 Rencana Usulan Kegiatan

dibahas bersama Badan Penyantun Puskesmas

6 Setelah mendapat dana

selanjutnya membuat Rencana Pelaksanaan Kegiatan

7 Proses perencanaan

menggunakan Perencanaan Tingkat Puskesmas

VI. Pergerakan Pelaksanaan

No Pergerakan Pelaksanaan Ada Tdk ada Keterangan 1 Lokakarya mini bulanan

2 Monitoring bulanan melibatkan lintas program

3 Lokakarya mini tribulanan 4 Melibatkan lintas sektoral, BPP

atau badan sejenis dan mitra lain puskesmas


(3)

No

Pengawasan, Pengendalian, dan

Penilaian Ada Tdk ada Keterangan 1 Pemantauan Wilayah Setempat

2 Penilaian/evaluasi kinerja puskesmas


(4)

DAFTAR PERTANYAAN DALAM WAWANCARA PADA ANALISIS PENELITIANPELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN PERIODE JANUARI-DESEMBER 2010 PADA SELURUH PUSKESMAS DI

KOTA DUMAI TAHUN 2011

Nama Informan :

Puskesmas :

Pendidikan :

Jabatan :

Masa Kerja :

I. Berapa jumlah penderita penyakit berbasis lingkungan

No Jenis Penyakit Jumlah Penderita Keterangan 1 ISPA

2 Diare

3 DBD

4 Malaria 5 Penyakit Kulit

II. Bagaimana sumber daya dalam program kesehatan lingkungan

No Sumber Daya Program Standart Observasi Keterangan 1 Tenaga

- Jumlah - Pendidikan - Lama bekerja - Sertifikat pelatihan 2 Dana

- Anggaran untk tahun 2010 3 Sarana dan prasarana

- Ruangan - Laboratorium - Lembar chek list - Alat peraga

penyuluhan - Brosur/Leafleat 4 SOP


(5)

No Program Kesling Target

Depkes Observasi Keterangan 1 Persentase penduduk yang

memiliki akses terhadap air minum berkualitas

62

2 Persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat

85

3 Persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat

64 4 Persentase cakupan

tempat-tempat umum yang memenuhi syarat

76

5 Persentase cakupan tempat pengolahan makanan yang memenuhi syarat

55

6 Persentase cakupan rumah yang memenuhi syarat

75 7 Persentase penduduk stop

Buang Air Besar Sembarangan (BABS)

71

8 Cakupan daerah potensial yang melaksanakan strategi adaptasi dampak kesehatan akibat perubahan iklim

20

9 Persentase provinsi yang memfasilitasi

penyelenggaraan STBM sebesar 100% Kab/Kota

18

10 Persentase provinsi yang memfasilitasi

penyelenggaraan kota sehat yang sesuai standart 50%

12

11 Persentase Kab/Kota

Kawasan yang telah melaksanakan

Kab/Kota/Kawasan sehat


(6)

IV.Darimana anggaran untuk program kesehatan lingkungan dan bagaimana dengan cakupan dana tersebut, apakah cukup?

Jawaban :

_________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ V. Apakah ada hambatan dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan?

Jawaban :

_________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________

VI.Apakah ada evaluasi terhadap program kesehatan lingkungan? Jawaban :

_________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ VII.Bagaimana kerjasama lintas program dalam program kesehatan lingkungan?

Jawaban :

_________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ Program apa saja :

1. 2.

VIII. Bagaimana kerjasama lintas sector dalam program kesehatan lingkungan? Jawaban :

_________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ Program apa saja :

1. 2.