1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan pasar keuangan financial market dimana diperjual belikan sekuritas atau instrumen surat berharga yang memiliki sifat
jangka panjang Husnan, 1997. Di Indonesia, Bursa Efek Jakarta BEJ merupakan sejarah panjang pasar modal Indonesia. BEJ didirikan pada tahun
1912 oleh pemerintah kolonial Belanda, kemudian terhenti oleh adanya invasi Jepang 1942, dan baru aktif kembali 10 Agustus 1977 dengan dibentuknya
Bapepam Badan Pelaksana Pasar Modal oleh Pemerintah. Swastanisasi dilakukan pada saat pasar modal Indonesia mengalami bullish pada tahun
1990. Penurunan indeks yang sangat tajam di BEJ terjadi antara tahun 1981
sampai dengan 1986, yang disebabkan pemerintah melakukan devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar pada tahun 1984. Selanjutnya indeks kembali turun
antara tahun 1990 sampai dengan 1992, yang disebabkan oleh pemerintah memberlakukan kebijakan uang ketat tight money policy pada tahun 1991.
Dan terakhir tahun 1996 sampai dengan 1997, yang disebabkan oleh krisis moneter.
Hal tersebut diatas menggambarkan bahwa perubahan kondisi makro ekonomi dicerminkan pada indeks pasar saham di BEJ. Sehingga anggapan
bahwa variabel-variabel makro ekonomi merupakan variabel yang dapat
2 menggerakkan harga saham adalah suatu teori yang dapat diterima secara
umum Maysami and Sim Koh, 2000. Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk mengkaji hubungan
variabel-variabel makro ekonomi terhadap pasar modal suatu negara. Salah satu teori yang sering dipergunakan adalah konsep Arbitrage Pricing Theory
APT yang dikembangkan oleh Ross 1976. Konsep APT ini merupakan konsep model keseimbangan yang mempergunakan hukum satu harga the law
of one price, dimana dua kesempatan investasi yang identik sama tidak bisa dijual dengan harga yang berbeda Elton et. al., 1995.
Dengan menggunakan APT, Chen et. al. 1986 membuktikan bahwa variabel-variabel makro ekonomi memiliki pengaruh yang sistematik terhadap
tingkat kembalian return pasar saham. Kekuatan ekonomi mempengaruhi tingkat diskonto discount rate, kemampuan perusahaan untuk menggerakkan
aliran kas cash flow, dan pembayaran dividen dimasa yang akan datang future dividen payouts. Mekanisme seperti ini menunjukkan bahwa variable-
variabel makro ekonomi merupakan faktor yang krusial di pasar ekuitas Maysami and Sim Koh, 2000.
Adapun kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dan kegiatan operasinya merupakan fokus utama dalam penilaian prestasi perusahaan
analisis fundamental perusahaan, karena laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban bagi para
penyandang dananya, juga merupakan elemen dalam menciptakan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan dimasa yang akan datang.
3 Tingkat probabilitas perusahaan pada analisis fundamental biasanya diukur
dari beberapa aspek, yaitu berdasarkan ROS Return On Sales, EPS Earning Per Share, ROA Return On Asset maupun ROE Return on Equity.
Meskipun telah digunakan secara luas oleh investor sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan investasi karena nilainya tercantum
dalam laporan keuangan, penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat pengukur akuntansi konvensional memiliki kelemahan utama, yaitu
mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah berhasil menciptakan suatu nilai atau tidak.
Untuk dapat mengukur kinerja perusahaan diperlukan alat pembanding dan rasio dalam industri sebagai keseluruhan yang sejenis, dimana perusahaan
menjadi anggotanya yang dapat digunakan sebagai alat pembanding dari angka rasio perusahaan, salah satu rasio yang biasa digunakan adalah ROA
Return On Asset. ROA adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan
menggunakan total aktiva yang ada. Dalam konteks manajemen investasi, return atau tingkat keuntungan
merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi. Return ini dibedakan menjadi dua, pertama return yang telah terjadi actual return yang dihitung
berdasarkan data historis, dan kedua return yang diharapkan expected return akan diperoleh investor dimasa mendatang. Abdul Halim, 2003
Tingkat keuntungan return merupakan rasio antara pendapatan investasi selama beberapa periode dengan jumlah dana yang diinvestasikan. Pada
4 umumnya investor mengharapkan keuntungan yang tinggi dengan resiko
kerugian yang sekecil mungkin, sehingga para investor berusaha menentukan tingkat keuntungan investasi yang optimal dengan menentukan konsep
investasi yang memadai. Konsep ini penting karena tingkat keuntungan yang diharapkan dapat diukur. Dalam hal ini tingkat keuntungan dihitung
berdasarkan selisih antara capital gain dan capital loss. Rata-rata return saham biasanya dihitung dengan mengurangkan harga saham periode tertentu
dengan harga saham periode sebelumnya dibagi dengan harga saham sebelumnya.
Dalam penelitiannya,
Roohi Ahmed and Khalid Mustafa 2005, Hubungan antara inflasi dan return saham kembali nyata yang diteliti oleh fama dan
pertumbuhan yang tak terduga dan inflasi yang tidak diharapkan adalah negatif dan signifikan terhadap return saham.
Noer Sasongko dan Nila Wulandari 2006, menunjukkan bahwa earning per share EPS berpengaruh terhadap harga saham. IG.K.A. ULUPUI 2007,
meneliti bahwa Variabel current ratio memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap return saham satu periode ke depan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemodal akan memperoleh return yang lebih tinggi jika kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin
tinggi. Ana Oktaviana 2007, Secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat
signifikan antara Nilai Tukar RupiahUS dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-
5 2005. Chairul Nazwar 2008, M
enganalisis Pengaruh Variabel Makro ekonomi Terhadap Return Saham Syariah Di Indonesia pada periode 2000-2006. Penelitian ini
menunjukan
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan tehadap Return Saham Syariah di Indonesia
. Sedangkan Suku bunga SBI berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Return Saham Syariah di Indonesia.
Yogi Permana 2009, Berdasarkan pengujian secara bersama-sama, diketahui bahwa ketujuh variabel bebas EPS, PER, BVS, PBV, ROE, tingkat
bunga SBI, dan tingkat inflasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Sedangkan secara parsial, diketahui bahwa kedua variabel
variabel bebas yaitu hanya PBV yang memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham, pada perusahaan-perusahaan Semen yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Dwi Martani, Mulyono, dan Rahfiani Khairurizka 2009, bahwa rasio
keuangan, ukuran perusahaan, dan arus kas dari aktivitas operasi activities altogether affect market adjusted return and abnormal return. Kegiatan sama
sekali mempengaruhi disesuaikan kembali pasar dan abnormal return. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dimana masih menunjukkan hasil
yang kontradiktif, maka peneliti tertarik untuk menelaah lebih lanjut . Oleh karena itu, dalam skripsi
peneliti mengambil judul “
Analisis Variabel Makro Ekonomi dan Rasio Keuangan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan
LQ 45 di BEI Pada Periode 2005 - 2008”
6
B. Rumusan Masalah