Analisis Distribusi Rata-rata diameter partikel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk menghasilkan sifat magnetik yang baik pada barium heksaferit BaFe 12 O 19 komersial Cina yang bersifat hard magnet maka pada bahan barium heksaferit komersial Cina tersebut ditambahkan imbuhan Fe dengan variasi =0, 1, 5, 10, 20 dalam persen berat. Parameter proses lainnya yang juga akan mempengaruhi adalah suhu sintering. Variasi suhu sintering pada penelitian ini adalah : 1100, 1150, 1200 C . Keberhasilan dari penelitian ini sangat ditentukan oleh rata-rata distribusi diameter partikel, mikrostruktur, sifat fisis, ukuran partikel, dan sifat magnetik flux density dan B-H curve . Oleh karena itu beberapa karakterisasi yang perlu diamati meliputi: pengukuran diameter partikel dengan Particle Size Analizer PSA, pengukuran densitas, porositas, flux density magnetic , analisa struktur mikro dengan menggunakan X-Ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM-EDX, kurva histerisis B-H curve

4.1 Analisis Distribusi Rata-rata diameter partikel

4.1.1 Pengaruh waktu

milling terhadap Diameter partikel Analisis Distribusi Rata-rata diameter partikel dilakukan dengan menggunakan particle size analizer PSA. Dilakukan Analisis PSA pada serbuk barium heksaferit komersial Cina wet milling dan dry milling serta pada waktu milling 10 jam, 20 jam, 40 jam untuk mengetahui proses dan waktu milling optimum. Ukuran rata-rata diameter partikel serbuk barium heksaferit komersial Cina tanpa milling adalah 21,40 µm dan ukuran rata-rata diameter partikel Fe tanpa milling adalah 9,48 µm. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1 Hubungan waktu milling terhadap rata-rata diameter partikel pada serbuk barium heksaferit tanpa imbuhan Dari gambar 4.1 diperoleh bahwa proses wet milling selama 10 jam menghasilkan rata-rata diameter partikel sebesar 9,20 µm, pada 20 jam wet milling menghasilkan diameter partikel sebesar 7,56 µm sedangkan pada 40 jam wetmilling rata-rata diameter partikel menjadi 8,83µm sedangkan pada 10 jam drymilling menghasilkan rata-rata diameter partikel sebesar 11, 57 µm, pada 20 jam dry milling menghasilkan diameter partikel sebesar 7, 24 µm sedangkan pada 40 jam dry milling rata-rata diameter sampel menjadi 9, 28 µm. Dari data tersebut diperoleh waktu milling optimum yakni 20 jam milling dengan proses wet milling karna dengan proses wet milling kecendrungan sampel untuk menggumpal lebih sedikit dibandingkan dengan dry milling . Proses menggumpal aglomerasi dapat terjadi karena serbuk memiliki daya tarik menarik antar partikel yang tinggi.

4.1.2 Pengaruh Penambahan Imbuhan Fe terhadap Rata-rata Diameter Partikel Barium Heksaferit

Imbuhan Fe yang ditambahkan pada campuran barium heksaferit adalah 0, 1, 5, 10, 20 wt. Mengingat dari hasil pengukuran particle size analizer PSA bahwa waktu milling optimum adalah 20 jam secara wet milling dengan Universitas Sumatera Utara menggunakan High Energy Milling HEM maka waktu milling tersebut ditetapkan menjadi variabel tetap untuk mengamati pengaruh penambahan Fe dalam berat pada serbuk barium heksaferit. Gambar 4.2 Hubungan penambahan imbuhan Fe 0, 1, 5, 10, 20 wt terhadap rata-rata diameter partikel serbuk barium heksaferit Dari Gambar 4.2 Lampiran 1 PSA dapat dilihat pengaruh penambahan Fe terhadap rata-rata diameter partikel. Dalam hal ini yang dibandingkan adalah distribusi rata-rata partikel dibawah 10 . Pada penambahan Fe 0 wt, rata- rata distribusi partikel sebesr 2,55 µm selanjutnya pada penambahan imbuhan Fe sebanyak 1 rata-rata distribusi partikel tereduksi sebanyak 1,28 µm menjadi 0,27 µm. Pada penambahan imbuhan Fe sebanyak 5 wt, distribusi rata-rata partikel tereduksi sebanyak 0,06 µm menjadi 0,19 µm. Akan tetapi, pada penambahan Fe sebanyak 10 wt rata-rata diameter partikel mengalami kenaikan sebesar 0,78 µm menjadi 0,97 µm. Demikian pula pada penambahan Fe sebanyak 20 wt, rata-rata distribusi partikel meningkat sebesar 1,44 µm menjadi 2,41 µm. Peningkatan rata-rata distribusi partikel disebabkan karna komposisi imbuhan Universitas Sumatera Utara yang dimasukkan terlalu besar yakni 10 wt dan 20 wt. Akibatnya partikel menjadi teraglomerasi menggumpal sehingga pengukuran dengan PSA kemungkinan lebih banyak terbaca ukuran diameter partikel yag teraglomerasi atau menggumpal. Dari pengukuran dengan menggunakan PSA pada gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa penambahan Fe yang optimum hanya sampai 5 wt. lebih dari itu akan membuat serbuk teraglomerasi. Serbuk teraglomerasi karena Fe memiliki daya tarik antar partikel yang tinggi.

4.2 Analisis