Pengetahuan, Dan Sikap Pedagang Es Krim Tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010

(1)

PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR

KOTA MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM . 081000272 SUCITA MANDASARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR

KOTA MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM . 081000272 SUCITA MANDASARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR

KOTA MEDAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM : 081000272 SUCITA MANDASARI

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 17 Januari 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk DIterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Devi Nuraini Santi, MKes

NIP. 197002191998022001 NIP. 195804041987021001 dr. Surya Dharma, MPH

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Chahaya S, MSi

NIP.196811011993032005 NIP. 196501091994032002 Dr. Irnawati Marsaulina, MS

Medan, Maret 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

NIP. 196108311989031001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Pemanis Buatan adalah Suatu zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau meningkatkan rasa manis, sedangkan kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula dimana tingkat kemanisan pemanis buatan berkisar antara 50-3000 kali

lebih tinggi daripada gula.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap pedagang es krim di beberapa pasar Kota Medan tahun 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian survey bersifat deskriptif yang dilakukan pada beberapa pedagang es krim, dengan berjumlah 30 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan dan sikap tentang penggunaan pemanis buatan. Data

yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), sikap dengan kategori

sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan diketahui bahwa pada umumnya menggunakan pemanis buatan yaitu sebanyak 23 orang (76,7%).

Berdasarkan penelitian ini disarankan agar dinas kesehatan terkait (puskesmas, dinas kesehatan) memberikan penyuluhan secara berkala kepada seluruh

pedagang es krim keliling sehingga pedagang lebih mengetahui tentang bahan pemanis buatan dan dampak yang diakibatkan, dilakukan pemeriksaan terhadap es krim yang dijual di beberapa pasar kota Medan dan juga sebaiknya pedagang es krim tidak menggunakan bahan pemanis buatan melebihi batas maksimum yang diizinkan

sesuai peraturan 200mg/kg.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap dan Pedagang Es Krim, Penggunaan Pemanis Buatan.


(5)

ABSTRACT

Artificial sweetener is a substance that can provide or increase sweetness while the calorie it produces is much less than that of sugar but the level of sweetness

of the artificial sweetener ranges between 50 – 3000 times higher than that of sugar. This is an analytical survey study with cross-sectional design describing the relationship between the characteristics (education, length of time selling ice-cream,

daily income), knowledge, attitude of the ice-cream sellers using the artificial sweetener at several markets in Medan in 2010.

This result is research of survey have the character of descriptive which at some of ice-cream seller, amounted to 30 people. Primary data from this research was gotten by interview that using questionnaire of the descriptions of knowledge, attitude about concerning usage of sweetener made in. The data wich was taken then

was processed, analysed and presented in distribution of frequenty table. the result of this study showed that, the stage knowledge of respondence was in middle of category that countain 19 person ( 63,3%), attitude of respondence was in middle of category that countain 19 person ( 63,3%) and known that in general use

sweetener made in that is counted 23 people ( 76,7%).

Based on this research suggest for related on duty health (puskesmas, on duty health) giving periodical counselling to all merchant of ice-cream circle so that merchant more know about sweetener made in and resulted impact, to be inspection to sold ice-cream in some Medan town markets as well as of ice-cream seller do not usage of artificial sweetener made in exceeding maximum boundary which permitted according to regulation 200mg / kg.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sucita Mandasari

Tempat/ tanggal lahir : Medan/13 September 1983 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 5 orang

Alamat Rumah : Jl. Tuasan No.87 Medan

Alamat Kantor : Jl. Tiung Raya Perumnas Mandala

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1990 - 1996 : SD Swasta Ummi Fatimah Medan 2. 1996 - 1999 : Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Medan 3. 1999 - 2002 : SMU Negeri 11 Medan

4. 2002 - 2005 : Akademi Kebidanan Sehat Medan 5. 2008 – Sekarang : FKM Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT PEKERJAAN

1. 2006 - 2007 : Staf di RSIA Al Ummah Medan 2. 2008 - Sekarang : Bekerja di Puskesmas Kenangan

Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat yang diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai dengan selesai. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama pendidikan dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “ Pengetahuan,

Dan Sikap Pedagang Es Krim Tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010”. Penulis telah mendapatkan bimbingan

dan masukan dari awal sampai selesainya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Devi Nuraini Santi, MKes dan Bapak dr. Surya Dharma, MPH. Selanjutnya terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, MKes selaku ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh Dosen dan Staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan.

4. Orangtuaku tercinta, Ayahanda Drs. Suyitno, M.MPd dan Ibunda Dra. Hj. Minda Triana yang telah memberikan limpahan kasih sayang, perhatian dan doa restu kepada ananda agar dapat menyelesaikan pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Buat suamiku tercinta Bambang Irawan, SE yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan, dan doa restu rasa cinta yang dalam setia menunggu memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

6. Kepala Puskesmas Kenangan drg. Kornelius Pinem dan seluruh teman-teman di Puskesmas Kenangan yang telah banyak memberikan dorongan dan perhatian yang tidak pernah putus serta pengertian yang dalam.

7. Teman-teman di S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Kesehatan Lingkungan.

8. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan pengembangan penulis ini di masa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 17 Januari 2011

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. ...Latar Belakang ... 1

1.2. ...Perumus an Masalah ... 4

1.3. ...Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. ...Tujuan Umum ... 4

1.3.2. ...Tujuan Khusus ... 4

1.4. ...Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Bahan Tambahan Pangan (BTP) ... 6

2.1.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.1.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan ... 7

2.1.3. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan ... 9

2.2. Pemanis Buatan ... 11

2.2.1. Pengertian Bahan Pemanis ... 11

2.2.2. Tujuan Penggunaan Pemanis Buatan ... 12

2.2.3. Kelebihan Pemanis Buatan dibandingkan dengan Pemanis Alami (Gula) ... 13

2.2.4. Pembagian Jenis Pemanis ... 13

2.2.5. Efek Penggunaan Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan ... 19

2.3. Es Krim ... 20

2.3.1. Pengertian Es Krim ... 20

2.3.2. Pembagian Kategori Es Krim ... 21

2.3.3. Proses Pembuatan Es Krim ... 22

2.4. Konsep Perilaku ... 23

2.4.1. Batasan Perilaku ... 23

2.4.2. Perilaku Kesehatan ... 23

2.4.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku ... 25


(10)

2.5. Kerangka Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.4.1. Data Primer ... 33

3.4.2. Data Sekunder ... 33

3.5. Defenisi Operasional ... 33

3.6. Aspek Pengukuran ... 34

3.7. Teknik Pengolahan Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 37

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.2. Data Umum Responden ... 39

4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 39

4.3. Pengetahuan Responden ... 40

4.4. Sikap Responden ... 42

4.5. Hasil Penilaian Pengetahuan dan Sikap ... 44

4.6. Tabel Silang ... 44

4.6.1. Tabel Silang Pendidikan, Lama Berdagang, Omzet Perhari dengan Tingkat Pengetahuan ... 45

4.6.2. Tabel Silang Pengetahuan dengan SIkap ... 47

BAB V PEMBAHASAN ... 48

5.1. Karakteristik Responden ... 48

5.2. Penggunaan Pemanis Buatan ... 48

5.3. Pengetahuan Responden tentang Penggunaan Pemanis Buatan ... 49

5.4. Sikap Responden tentang Penggunaan Pemanis Buatan ... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1. Kesimpulan ... 54

6.2. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian ... 59

Lampiran 2 : Master Data ... 64

Lampiran 3 : Surat Pengantar Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 66 Lampiran 5 : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pedagang Es Krim yang Berjualan

di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 38 Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pedagang

Es Krim Yang Menggunakan Pemanis Buatan di Beberapa

Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 39 Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan karakteristik

Pedagang Es Krim tentang Penggunaan Pemanis Buatan

di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 39 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan

tentang Penggunaan Pemanis Buatan dalam Es Krim di

Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Tentang

Penggunaan Pemanis Buatan dalam Es Krim di Beberapa

Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan,

Sikap Tentang Penggunaan Pemanis Buatan dalam Es Krim

di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 44 Tabel 4.7. Tabel Silang Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Pedagang

Es Krim di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 45 Tabel 4.8. Tabel Silang Lama Berdagang dengan Tingkat Pengetahuan

Pedagang Es Krim di Beberapa Pasar Kota Medan

Tahun 2010 ... 46 Tabel 4.9. Tabel Silang Omzet Perhari dengan Tingkat Pengetahuan

Pedagang Es Krim di Beberapa Pasar Kota Medan

Tahun 2010 ... 46 Tabel 4.10. Tabel Silang Pengetahuan dengan Sikap Pedagang Es Krim


(12)

ABSTRAK

Pemanis Buatan adalah Suatu zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau meningkatkan rasa manis, sedangkan kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula dimana tingkat kemanisan pemanis buatan berkisar antara 50-3000 kali

lebih tinggi daripada gula.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap pedagang es krim di beberapa pasar Kota Medan tahun 2010.

Penelitian ini merupakan penelitian survey bersifat deskriptif yang dilakukan pada beberapa pedagang es krim, dengan berjumlah 30 orang. Data primer dari penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner tentang gambaran pengetahuan dan sikap tentang penggunaan pemanis buatan. Data

yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden berada pada kategori sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), sikap dengan kategori

sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan diketahui bahwa pada umumnya menggunakan pemanis buatan yaitu sebanyak 23 orang (76,7%).

Berdasarkan penelitian ini disarankan agar dinas kesehatan terkait (puskesmas, dinas kesehatan) memberikan penyuluhan secara berkala kepada seluruh

pedagang es krim keliling sehingga pedagang lebih mengetahui tentang bahan pemanis buatan dan dampak yang diakibatkan, dilakukan pemeriksaan terhadap es krim yang dijual di beberapa pasar kota Medan dan juga sebaiknya pedagang es krim tidak menggunakan bahan pemanis buatan melebihi batas maksimum yang diizinkan

sesuai peraturan 200mg/kg.

Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap dan Pedagang Es Krim, Penggunaan Pemanis Buatan.


(13)

ABSTRACT

Artificial sweetener is a substance that can provide or increase sweetness while the calorie it produces is much less than that of sugar but the level of sweetness

of the artificial sweetener ranges between 50 – 3000 times higher than that of sugar. This is an analytical survey study with cross-sectional design describing the relationship between the characteristics (education, length of time selling ice-cream,

daily income), knowledge, attitude of the ice-cream sellers using the artificial sweetener at several markets in Medan in 2010.

This result is research of survey have the character of descriptive which at some of ice-cream seller, amounted to 30 people. Primary data from this research was gotten by interview that using questionnaire of the descriptions of knowledge, attitude about concerning usage of sweetener made in. The data wich was taken then

was processed, analysed and presented in distribution of frequenty table. the result of this study showed that, the stage knowledge of respondence was in middle of category that countain 19 person ( 63,3%), attitude of respondence was in middle of category that countain 19 person ( 63,3%) and known that in general use

sweetener made in that is counted 23 people ( 76,7%).

Based on this research suggest for related on duty health (puskesmas, on duty health) giving periodical counselling to all merchant of ice-cream circle so that merchant more know about sweetener made in and resulted impact, to be inspection to sold ice-cream in some Medan town markets as well as of ice-cream seller do not usage of artificial sweetener made in exceeding maximum boundary which permitted according to regulation 200mg / kg.


(14)

di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010 ... 47

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia karena merupakan salah satu kebutuhan pokok. Untuk itu makanan yang dikonsumsi manusia selain harus terpenuhi kebutuhan gizinya, juga harus terjamin, tidak boleh sampai menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti sakit karena bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada makanan (Winarno, 2004).

Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan Bahan Tambahan Pangan (BTP) menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat. Bahan Tambahan Pangan meliputi pewarna, pengawet, antioksidan dan pemanis (Cahyadi, 2009).

Pemanis buatan merupakan senyawa yang secara substansial memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi, yaitu berkisar antara 30 sampai dengan ribuan kali lebih manis dibandingkan sukrosa. Karena tingkat kemanisannya yang tinggi, penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil sehingga


(15)

dapat dikatakan rendah kalori atau tidak mengandung kalori (Usmiati dan Yuliani, 2004).

Pemakaian pemanis buatan sering dipakai pedagang kecil dan industri rumahan karena dapat menghemat biaya produksi. Harga pemanis buatan jauh lebih murah dibandingkan dengan gula asli. Indiasari (2009) mengutip bahwa hasil pemeriksaan yang dilakukan badan POM di beberapa sekolah dasar (SD) di Malang, Jawa Timur menemukan ada konsumsi pada level yang tidak aman pada penggunaan pemanis buatan sakarin dan siklamat. Badan POM hanya melakukan pemeriksaan terhadap sakarin dan siklamat karena pemanis buatan ini sering digunakan tanpa batas oleh pedagang karena sakarin dan siklamat harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan pemanis lainnya, seperti aspartam, acesulfam, alitam, neotam.

Berdasarkan hasil penelitian Napitupulu (2006) terhadap lima sampel produk es krim dibeberapa pasar kota Medan, diketahui bahwa seluruh sampel menggunakan zat pemanis sintetik yang diizinkan penggunaannya berdasarkan Peraturan menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 yaitu sakarin tetapi kadar yang digunakan telah melebihi batas kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu dengan kadar 200 mg/kg. Kadar sakarin yang ditemukan paling tinggi 8631 mg/kg di Pasar Aksara dan kadar sakarin terendah ditemukan di Pasar Sei Sikambing yaitu 5754 mg/kg.

Berdasarkan hasil penelitian Ginting (2004) terhadap 12 sampel minuman limun yang dijajakan di beberapa Pasar Kota Medan (Pusat Pasar, Pasar Sukaramai, Pasar Petisah) diketahui bahwa keseluruhan sampel mengandung siklamat sebagai pemanis buatan. Diketahui bahwa kadar siklamat yang tertinggi ditemukan pada rasa sarbbery yaitu 0,21 gr/100ml dan terendah pada rasa sarsaparilla yaitu 0,154 gr/100


(16)

ml. Masing-masing rasa minuman limun tersebut tetap memiliki kemungkinan terkandung siklamat atau rasa manis yang tinggi, hal ini disebabkan tidak adanya ketetapan jumlah dalam pemberian siklamat pada waktu pengolahan produk minuman limun oleh masing-masing perusahaan.

Dilihat dari data pemakaiannya selama 5 tahun ada peningkatan pemakaian pemanis buatan rata-rata sebesar 13,5%. Meningkatnya penggunaan pemanis buatan tersebut perlu dilihat dampaknya, diduga dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebihan. Pemakaian bahan pemanis buatan memang tidak langsung dirasakan akibatnya, tetapi dapat terakumulasi alam tubuh dan bersifat karsinogenik sehingga untuk itu diperlukan tindakan preventif (Cahyadi, 2009).

Salah satu jenis jajanan yang memakai pemanis buatan diantaranya adalah es krim. Es krim merupakan kudapan beku yang sangat digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa. Es krim yang dijual ditempat umum adalah es krim jenis standard an ekonomis karena harganya yang murah. Pemanis buatan yang biasa digunakan pedagang es krim adalah pemanis yang mudah diperoleh di pasar seperti sodium siklamat yang dikemas dalam berbagai merek. Pedagang es krim berjualan keliling dengan menggunakan sepeda dan membawa tong kayu yang didalamnya ada wadah kecil dari logam. Wadah logam ini dapat diputar dengan menggunakan pedal. Ruang di antara wadah kecil dan ember kayu diisi dengan campuran es dan garam. Untuk membekukan adonan es krim pun memerlukan suhu di bawah 00 C. Es krim ini disajikan dengan memakai corong.


(17)

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka penulis melakukan penelitian tentang ”Pengetahuan, dan Sikap Pedagang Es Krim tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan sebelumnya, banyaknya pedagang es krim yang menggunakan pemanis buatan di kota Medan dan ada pedagang yang menggunakan pemanis buatan melebihi batas kadar maksimum yang diperbolehkan.

Oleh karena itu maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai Pengetahuan, dan Sikap Pedagang Es Krim tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana Pengetahuan, dan Sikap Pedagang Es Krim Tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik (pendidikan, lama berdagang, Omzet perhari) pedagang es krim di beberapa pasar kota Medan tahun 2010.

2. Untuk mengetahui pengetahuan pedagang es krim di beberapa pasar kota Medan tentang penggunaan pemanis buatan.

3. Untuk mengetahui sikap pedagang es krim di beberapa pasar kota Medan tentang penggunaan pemanis buatan.


(18)

4. Untuk mengetahui ada atau tidak pedagang es krim di beberapa pasar kota Medan yang menggunakan pemanis buatan

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, yaitu :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah kota Medan, puskesmas dan BPOM agar lebih baik lagi dalam melakukan pengawasan terhadap makanan dan minuman yang beredar di masyarakat.

2. Sebagai informasi atau bahan masukan bagi masyarakat dalam memilih makanan yang aman untuk dikonsumsi.

3. Untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan bagi penulis. 4. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi penelitian selanjutnya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Tambahan Pangan (BTP) (Food Additive).

Makanan adalah segala sesuatu yang kita makan atau minum untuk menunjang proses kehidupan dan pertumbuhan dalam kondisi yang normal (Hughes, 1987). Oleh karena itu, makanan yang optimal akan berkontribusi optimal pula bagi kesehatan.

Pemakaian bahan tambahan pangan yang aman merupakan pertimbangan yang penting. Jumlah bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan dalam pangan harus merupakan kebutuhan minimum dari pengaruh yang dikehendaki. Oleh karena itu, Baliwati dkk (2004) menyimpulkan beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menetapkan batasan-batasan penggunaan bahan tambahan pangan yaitu :

1. Perkiraan jumlah pangan yang dikonsumsi atau bahan tambahan pangan yang diusulkan ditambahkan.

2. Ukuran minimal yang pada pengujian terhadap binatang percobaan menghasilkan penyimpangan yang normal pada kelakuan fisiologisnya.


(20)

2.1.1. Pengetian Bahan Tambahan Pangan (BTP)

Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88 No.1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan

biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.

Bahan Tambahan Pangan (BTP) juga dapat diartikan sebagai suatu unsur atau campuran beberapa unsur selain bahan dasar makanan sebagai hasil dari suatu aspek produksi, pengolahan, penyimpanan, atau pembungkusan

2.1.2. Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Cahyadi (2009) Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu sebagai berikut.

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahakan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, pemanis.


(21)

2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama produksi, pengolahan, pengemasan. Contoh residu pestisida, antibiotic, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia. Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan.

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan.

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Penggunaan bahan tambahan pangan sebaiknya dengan dosis di bawah ambang batas yang telah ditentukan. Jenis BTP ada 2, yaitu GRAS (Generally

Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).


(22)

ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga/ melindungi kesehatan konsumen).

2.1.3. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan 1. Golongan BTP yang diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.722/MenKes/Per/IX/88 golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan diantaranya sebagai berikut :

1. Antioksidan (antioxidant).

Contoh : Asam askorbat, Asam eritorbat, Askorbil palmitat, Askorbil stearat, Butil hidroksianisol, Butil hidrokinon tersier, Butil hidroksiltoluen.

2. Antikempal (anticaking agent).

Contoh : Aluminium silikat, Kalsium aluminium silikat, Magnesium karbonat, Trikalsium fosfat, Natrium alumino silikat.

3. Pengatur Keasaman (acidity regulator).

Contoh : Aluminium amonium sulfat, Amonium hidroksida, Amonium karbonat, Asam asetat glasial, Asam fosfat, Asam sitrat.

4. Pemanis Buatan (artificial sweeterner). Contoh : Sakarin, siklamat, Aspartam.

5. Pemutih dan pematang telur (flour treatment agent).

Contoh : Asam askorbat, Aseton peroksida, Azodikarbonamida.


(23)

Contoh : Agar, Asam alginat, Asetil dipati gliserol, Dikalium fosfat. 7. Pengawet (preservative).

Contoh : Asam benzoat, Asam sorbet, Nitrat, Nitrit, Sulfit.

8. Pengeras (firming agent).

Contoh : Aluminium amonium sulfat, Kalsium glukonat, Aluminium sulfat, Kalsium klorida.

9. Pewarna (colour).

Contoh : Amaran, Biru berlian, Eritrosin, Hijau FCF, Tartrazine, Kuning FCF. 10. Penyedap rasa dan aroma (flavour, flavour enhancer).

Contoh : Benzaldehid dari minyak pahit almond, Sinamat aldehid dari minyak cassia, Eugenol dari cengkeh, Sitrat dari buah limau

11. Sekuestran (sequestrant).

Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri masih ada beberapa BTP yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya :

1. Enzim, yaitu enzim yang berasal dari hewan, tumbuhan atau mikroba yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk , lebih larut dan lain-lain.

2. Penambah gizi, yaitu berupa asam amino, mineral atau vitamin baik tunggal ataupun campuran yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan.

3. Humektan, yaitu bahan tambahan pangan yang menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan kadar air pangan.


(24)

Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dan No.1168/Menkes/PER/X/1999 sebagai berikut :

1. Natrium tetraborat (boraks). 2. Formalin (formaldehid).

3. Minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils).

4. Kloramfenikol (chloramfenicol).

5. Dietilpirokarbonat.

6. Nitrofuranzon.

7. P-Phenetilkarbamida.

8. Asam salisilat dan garamnya.

9. Rhodamin B (pewarna merah).

10. Methanyl yellow (pewarna kuning).

11. Dulsin (pemanis sintetis).

12. Potassium bromat (pengeras).

2.2. Pemanis Buatan

Pada mulanya pemanis buatan diproduksi dengan tujuan komersil untuk memenuhi ketersediaan produk makanan dan minuman bagi penderita diabetes

mellitus (kencing manis) yang harus mengontrol kalori makanannya. Sementara itu

kalangan pengusaha juga menggunakannya untuk meningkatkan rasa manis dan cita rasa pada produk-produk yang sudah mengandung gula (Syah, dkk. 2005).


(25)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/PER/IX?1988, pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.

Pemanis Buatan adalah suatu zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau meningkatkan rasa manis, sedangkan kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula. Pemanis sintetik mempunyai senyawa kimia yang mempunyai rasa manis. Tetapi pemanis buatan hanya mengandung 2 persen kandungan kalori gula artinya, kandungan kalorinya jauh lebih rendah daripada gula. Tingkat kemanisan pemanis sintetik berkisar antara 50-3.000 kali lebih tinggi daripada gula (Ikrawan, 2006).

2.2.2. Tujuan penggunaan Pemanis Buatan

Pemanis ditambahkan ke dalam bahan pangan mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut :

1. Sebagai pangan bagi penderita diabetes melitus karena tidak menimbulkan kelebihan gula darah. Pada penderita diabetes melitus disarankan menggunakan pemanis sintetis untuk menghindari bahaya gula

2. Memenuhi kebutuhan kalori rendah untuk penderita kegemukan, untuk orang yang kurang aktif secara fisik disarankan untuk mengurangi masukan kalori per harinya. Pemanis buatan merupakan salah satu bahan pangan untuk mengurangi masukan kalori

3. Sebagai penyalut obat karena beberapa obat mempunyai rasa yang tidak menyenangkan, karena itu untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat tersebut biasanya dibuat tablet yang bersalut


(26)

4. Menghindari kerusakan gigi, pada pangan permen lebih sering ditambahkan pemanis sintetik karena bahan permen ini mempunyai rasa manis yang lebih tinggi dari gula. Pemakaian dalam jumlah sedikit saja sudah menimbulkan rasa manis yang diperlukan sehingga tidak merusak gigi.

2.2.3. Kelebihan Pemanis Buatan dibandingkan Dengan Pemanis Alami (Gula)

1. Rasanya lebih manis.

2. Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis.

3. Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes).

4. Harganya lebih murah.

2.2.4. Pembagian Jenis Pemanis

Berdasarkan jenisnya pemanis dapat dibagi dalam dua golongan yaitu pemanis berkalori dan pemanis yang tidak berkalori.

1. Pemanis Berkalori (Pemanis Alami)

Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu dan bit. Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa. Beberapa bahan pemanis alam yang sering digunakan adalah :

Tabel 2.1.

Daftar Bahan Pemanis Alami

No Jenis Bahan Pemanis Alami

1 Sukrosa


(27)

3 Maltosa

4 Galaktosa

5 D-Glukosa

6 D-Fruktosa

7 Sorbitol

8 Manitol

9 Gliserol

10 Glisina

Dikutip dari Cahyadi (2009). Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan

2. Pemanis Tidak Berkalori (Pemanis Buatan)

Pemanis Buatan adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi.

Tabel 2.2.

Daftar Bahan Pemanis Buatan

No Jenis Bahan Pemanis Buatan

1 Sakarin

2 Siklamat

3 Aspartam

4 Dulsin

5 Sorbitol Sintetis 6 Nitro-propoksi-anilin

Dikutip dari Cahyadi (2009). Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan

Di Indonesia, meskipun ada beberapa pembatasan dalam peredaran dan produksi siklamat, tetapi belum ada larangan dari pemerintah mengenai penggunaannya. Karena itu, masyarakat Indonesia setiap hari juga mengkonsumsi sakarin, siklamat, atau aspartam dalam jumlah tertentu baik secara terpisah maupun gabungan dari dua atau tiga jenis pemanis buatan tersebut (Winarno, 1994)

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/ Menkes/Per/IV/1985 dalam Cahyadi (2009) menyebutkan bahan pemanis buatan yang diizinkan sesuai peraturan adalah ;


(28)

Tabel 2.3.

Bahan Pemanis Buatan yang Diizinkan Sesuai Peraturan Nama Pemanis

Buatan

ADI Jenis Bahan

Makanan

Batas Maksimum Penggunaan

Aspartam *) 0-40 mg - -

Sakarin (serta garam natrium)

0-2,5 mg Makanan Berkalori Rendah

a. Permen Karet b. Permen c. Saus d. Es Lilin e. Jeli

f. Minuman Ringan g. Minuman

Yoghurt h. Es Krim

i. Minuman Ringan terfermentasi

50 mg/kg (sakarin) 100 mg/kg (Na-Sakarin) 300 mg/kg (Na-Sakarin) 300 mg/kg (Na-Sakarin) 200 mg/kg (Na-Sakarin) 300 mg/kg (Na-Sakarin) 300 mg/kg (Na-Sakarin) 200 mg/kg (Na-Sakarin) 50 mg/kg (sakarin)

Siklamat (serta garam Natrium dan garam Kalsium) Makanan berkalori rendah :

a. Permen Karet b. Permen c. Saus

d. Es Krim dan sejenisnya

e. Es Lilin

500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat


(29)

f. Jeli

g. Minuman Ringan h. Minuman

Yoghurt

i. Minuman Ringan terfermentasi

1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 208/ Menkes/Per/IV/1985

Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut biang gula (Muchtadi, 2009).

a. Siklamat

Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda pada tahun 1937. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan ke dalam pangan dan minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat. Siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ± 30 kali kemanisan sukrosa (Cahyadi, 2009).

Siklamat lebih banyak digunakan disebabkan sifatnya yang tidak menimbulkan rasa pahit. Nilai kalori siklamat 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g dan Batas maksimum penggunaan siklamat menurut ADI (acceptable daily intake) yang dikeluarkan oleh FAO ialah 500-300ppm. Level yang aman untuk penggunaan pemanis buatan hanya 45 persen nilai ADI. Siklamat pada manusia mempunyai nilai ADI maksimum 0 mg/kg-11 mg/kg berat badan (BB) (Admin, 2008).


(30)

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan batas maksimum penggunaan siklamat berdasarkan kategori pangan es krim adalah 2 g/kg.

Secara umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air (Usmiati dan Yuliani, 2004).

Dalam menghitung nilai ADI, maka digunakan standar berat badan sesuai dengan kelompok umur berdasarkan standar FAO-WHO dalam Handbook on Human

Nutrition Requirements (1974) yaitu :

1. Berat badan standar anak-anak (0-9 tahun) adalah 17 kg

2. Berat badan standar remaja perempuan (10-19 tahun) adalah 41 kg 3. Berat badan standar remaja laki-laki (10-19 tahun) adalah 42 kg

4. Berat badan standar orang dewasa perempuan (20-60 tahun ke atas) adalah 47 kg

5. Berat badan standar orang dewasa laki-laki (20-60 tahun ke atas) adalah 55 kg (Sediaoetomo, 2008).

b. Sakarin

Sakarin ditemukan dengan tidak sengaja oleh Fahbelrg dan Remsen pada tahun 1897, sejak tahun 1990 digun akan sebagai pemanis (Cahyadi, 2009).

Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, nilai kalori rendah dan harga relative murah. Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain seperti siklamat dan aspartam. Hal ini dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Perpaduan garam natrium dan kalsium sakarin ini pada konsentrasi 10 persen


(31)

dalam larutan mempunyai tingkat kemanisan 300 kali lebih tinggi dari pada gula. Kombinasi sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran yang paling baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman (Cahyadi, 2009).

Secara umum, garam sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, dan mudah larut dalam air, serta berasa manis. Kombinasi penggunaannya dengan pemanis buatan rendah kalori lainnya bersifat sinergis. Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan (Usmiati dan Yuliani, 2004).

Sakarin memiliki nilai kalori 0 kkal/g atau setara dengan 0 kJ/g. Konsumsi sakarin untuk orang dewasa 0-5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk konsumsi anak-anak biasanya lebih rendah dari pada orang dewasa yaitu nilai konsumsi yang diijinkan dewasa dibagai 2,5. Berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan batas maksimum penggunaan sakarin kategori pangan es krim 200 mg/kg.

c. Aspartam

Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965. Aspartam kemanisannya 200 kali dari gula dan tidak mempunyai rasa tambahan. Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2009).


(32)

Konsumsi harian yang aman untuk adalah 0-40 mg/kg berat badan. Peraturan menkes No. 722 Tahun 1988 tidak menyebutkan jumlah aspartam yang boleh ditambahkan ke dalam bahan pangan. Hal ini berarti bahwa aspartam masih dianggap aman untuk dikonsumsi.

Aspartam memiliki nilai energi 4 kkal/g, tetapi karena dalam penggunaan 100 gr sukrosa dapat diganti dengan 1 g aspartam maka dapat dikatakan bahwa aspartam merupakan bahan pemanis nonkalori (Marie S. and Piggott, 1991).

2.2.5. Efek Penggunaan Pemanis Buatan Terhadap Kesehatan

a. Siklamat

Penelitian yang lebih baru menunjukkan siklamat dapat menyebabkan atropi, yaitu terjadinya pengecilan testicular dan kerusakan kromosom. Penelitian ini dilakukan oleh para ahli Academy of Science pada tahun 1985 melaporkan bahwa siklamat maupun keturunannya juga diduga sebagai tumor promoter (Cahyadi, 2008). Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, diantaranya tremor,migraine, sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi, gangguan seksual, kebotakan dan kanker otak (Eddy, 2010).

b. Sakarin

Sakarin banyak dipakai sebagai pengganti gula pada penderita kencing manis atau untuk makanan yang berkalori rendah. Meskipun masih diperbolehkan sebagai pemanis bahan makanan, namun di Amerika Serikat pemakaiannya sangat dibatasi (Luthana, 2008).


(33)

Dari hasil penelitian di Kanada (1977), di dapat bahwa penggunaan 5% sakarin dalam ransom tikus dapat merangsang terjadinya tumor kandung kemih. Dengan alasan tersebut telah diusahakan larangan penggunaan sakarin dalam diet food and beverages (Winarno, 1995).

Pernyataan ini didasarkan pada hasil penelitian lembaga tersebut yang menguji sakarin dengan menggunakan 200 tikus yang diberi makan sakarin sebanyak 5% dalam ransumnya. 21 ekor tikus menderita tumor pada kantung empedunya. Pertumbuhan tumor ini lebih jelas lagi terlihat pada generasi ke-2 dari tikus-tikus penelitian tadi, yang ternyata telah mulai berkembang sejak fetus dan pada awal kelahiran (Pines and Glick, 1977 dalam Djojosoebagio dan Wiranda, 1996).

c. Aspartam

Aspartam disetujui sebagai bahan tambahan pangan aman olef FDA Amerika Serikat tahun 1981. Tidak semua orang aman mengkonsumsi aspartam, aspartam dicerna menjadi fenilalanin, aspartat, dan methanol. Lazimnya tubuh akan merubah fenilalanin menjadi tirosin. Namun pada orang-orang yang menjadi fenilketonuria, perubahan ini tidak terjadi, karena tubuh mereka tidak memiliki enzim fenilalanin hidroksilase yang berperan mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Akibatnya, fenilalanin bertumpuk pada jaringan syaraf mengakibatkan terjadinya retardasi (keterbelakangan) mental (Syah dkk, 2005).

2.3. Es Krim

2.3.1. Pengertian Es Krim

Es krim adalah kudapan beku yang dibuat dari produk dairy seperti krim (atau sejenisnya) digabungkan dengan pemanis dan perasa. Produk dairy merupakan


(34)

produk-produk peternakan seperti daging, susu (dan olahannya) dan telur. Campuran krim, perasa dan pemanis tersebut didinginkan dengan mengaduk sambil mengurangi suhunya untuk mencegah pembentukan Kristal es (Wikipedia, 2008).

2.3.2. Pembagian Kategori Es Krim

Berdasarkan literatur es krim dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori yakni (Wikipedia, 2008)

a. Standar, memiliki kadar lemak 10%, 11% kadar lemak solid non lemak (susu krim) dan harganya murah.

b. Premium, memiliki kadar lemak sebesar 15% dan 10% kadar lemak solid non lemak (susu krim) dengan harga lebih mahal dari es krim kategori standard an lebih murah dari es krim kategori super premium.

c. Super Premium, merupakan es krim dengan kadar lemak tertinggi sebesar 17% dan harganya paling mahal diantara dua kategori lainnya serta memiliki kadar lemak solid non lemak (susu krim) paling rendah sebesar 9,25%.

Secara tradisional, es krim dibuat dengan cara memasukka n bahan adonan es krim yang sebelumnya dimasak kemudian didinginkan, dan dituang ke dalam wadah berupa tong yang terbuat dari logam (stainless), kemudian dimasukkan ke dalam alat pemutar yang dibuat dari semen yang dibentuk menyerupai wadah tong. Diputar selama 15 menit untuk mendapatkan tekstur es krim. Kemudian dipindahkan dalam tong pengangkut dan diletakkan dalam wadah kayu (ember) berbentuk menyerupai tong es krim, diruang antar wadah kayu dan wadah logam dimasukkan es yang kemudian diberi sedikit taburan garam, berfungsi untuk menjaga agar es krim tetap


(35)

beku. Lalu didiamkan selama 1 jam kemudian es diaduk-aduk dan didiamkan lagi sekitar 30 menit. Dan es krim siap untuk dijajakan. Selama proses penjajakan es krim sesekali diaduk. Es krim disajikan dengan bahan pendukung berupa olahan tepung renyah berbentuk corong (disebut cone) juga dengan roti yang dijual dengan harga Rp.500 - Rp.1000. Es krim ini merupakan es krim kategori standar.

Proses pembuatan es krim tersebut juga sama untuk 2 (dua) kategori lainnya, selain beda komposisi dan kadar lemak serta pemilihan dan penggunaan bahan-bahan pendukung. Es krim premium dan super premium dalam pembuatannya menggunakan alat pembuat es krim yang lebih modern disebut dengan ice cream

maker sehingga menghasilkan tekstur es krim yang lebih lembut (Wikipedia, 2008). 2.3.3. Proses Pembuatan Es Krim

Proses pembuatan es krim terdiri dari , (Prawitra, 2007) : 1. Pemasakan

Susu direbus dan ditambahakan gula kemudian dimasak hingga mendidih. 2. Pencampuran

Campurkan bahan-bahan seperti kocokan kuning telur, adonan agar-agar dan vanili (kadang diberi bahan pendukung perupa perasa, seperti :buah? Kedalam rebusan susu kemudian diaduk hingga merata.

3. Pembekuan

Campuran yang telah merata tadi dibekukan dengan suhu dibawah 00 C. 4. Pengadukan


(36)

Setelah campuran beku lakukan pengadukan atau dapat dimasukkan ke dalam cetakkan krim kemudian putar adonan es krim hingga lembut. Lakukan proses pembekuan dan pengadukan hingga didapat tekstur es krim yang lembut.

2.4. Konsep Perilaku 2.4.1. Batasan Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2003) dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dengan kata lain perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang dapat diamati langsung seperti berbicara, berjalan, tertawa, dan sebagainya, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar seperti berfikir, berfantasi, dan sebagainya. Skinner dalam Notoadmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

2.4.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan.

Seorang ahli bernama Becker dalam Notoadmodjo (2003) membuat klasifikasi perilaku kesehatan menjadi tiga yaitu : perilaku hidup sehat, perilaku sakit, dan perilaku peran sakit.


(37)

Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, antara lain :

a. Makan dengan menu seimbang b. Olahraga teratur

c. Tidak merokok

d. Tidak minum minuman keras dan narkoba e. Istirahat cukup

f. Mengendalikan stress

g. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan

2. Perilaku Sakit

Perilaku sakit mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya (Notoadmoadjo, 2003).

3. Perilaku Peran Sakit

Dari segi sosiologis, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi :


(38)

b. Mengenal/ mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/ penyembuhan penyakit yang layak.

Mengatahui hak (hak memperoleh perawatan, memperoleh pelayanan kesehatan, dan sebagainya) serta kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada dokter dan petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, dan sebagainya).

2.4.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi seperti pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai, berkenaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atau faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir adalah faktor penguat seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

1. Umur

Umur merupakan variable yang sangat penting dalam mempelajari masalah kesehatan khususnya tehadap organ reproduksi bagi wanita, karena organ reproduksi wanita sangat rentan terhadap gangguan kesehatan.

2. Pendidikan

Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak, yang bertujuan kepada pendewasaan anak. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses


(39)

penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik guna mencapai perubahan perilaku (tujuan).

3. Status Perkawinan

menurut Becker yang dikutip oleh Graeff (1996), seseorang melakukan tindakan atau melakukan suatu perilaku tidak lepas dari peran pertimbangan keluatga seperti anak dan suami.

4. Status Sosial Ekonomi

Menurut teori Green status sosial ekonomi seseorang juga menentukan seseorang melakukan suatu tindakan. Berdasarkan status sosial ekonomi orang akan memilih apa yang akan dilakukan. Menurut Sarwono (1997), seorang memilih dan menentukan suatu keputusan untuk melakukan tindakan akan dipengaruhi oleh ketersediaan biaya dimiliki

2.4.4. Domain Perilaku

Menurut Notoadmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.

Di dalam Notoadmodjo (2003) dijelaskan bahwa Benyamin Bloom seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam 3 (tiga) domain yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini


(40)

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), tindakan (practice).

1. Pengetahuan (Knowledge)

Defenisi pengetahuan menurut Notoadmodjo (2003) adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu : a. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu’ merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan dan mendefinisikan.

b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi


(41)

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, memyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk memperguankan materi yang telah dipelajari pada kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunakan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.

d. Analisis, yaitu kemampuan untuk memjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis, yaitu menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria – criteria yang telah ada. 2. Sikap (Attitude)

Menurut Zimbardo dan Ebbesen dalam Ahmadi (2007) sikap adalah suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau objek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective, dan behavior. Menurut D. Krech

and Crutchfield dalam Ahmadi (2007) sikap adalah organisasi yang tetap dari proses


(42)

Secara umum dalam Ahmadi (2007) dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap dalam Ahmadi (2007) ada dua hal, yaitu:

a. Faktor intern

Yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pulih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya. Misalnya : orang yang sangat haus akan memperhatikan perangsang yang dapat menghilangkan hausnya itu dari perangsang-perangsang yang lain.

b. Faktor ekstern

Yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok.

Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antara individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan


(43)

yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dari orang tua, dan saudara-saudara di rumah, memiliki peranan yang penting. (Ahmadi, 2007)

Fungsi Sikap

Fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu: a. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri b. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku

c. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman d. Sikap berfungsi sebagai alat pernyataan kepribadian

3. Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan diperlukan faktor-faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu: a. Persesi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek. b. Respons Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai. c. Mekanisme (Mecanism)

Dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.


(44)

d. Adopsi (Adoption)

Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.5. Kerangka Konsep

-Pengetahuan pedagang es krim tentang penggunaan pemanis buatan

-Sikap pedagang es krim tentang penggunaan pemanis buatan

Karakteristik Pedagang Es Krim :

- Pendidikan - Lama berdagang - Omzet perhari


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif, untuk mengetahui pengetahuan, dan sikap pedagang es krim tentang penggunaan pemanis buatan di beberapa pasar kota Medan tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pasar Mandala, Pasar Garuda, Pasar Firdaus, Pasar Aksara, Pasar Ramai, Pasar Suka Ramai, Pasar Halat, Pasar Ikan Lama, Pasar Petisah, Pasar Pendidikan.

Adapun alasan dipilihnya beberapa pasar kota Medan sebagai lokasi penelitian adalah :

1. Berdasarkan pengamatan, banyak terdapat pedagang es krim dan belum pernah ada penelitian yang sama di beberapa pasar tersebut.


(46)

2. Belum pernah dilakukan penyuluhan kepada pedagang es krim tentang zat pemanis buatan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama bulan Agustus 2010 - Januari 2011

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh pedagang es krim yang ada di beberapa Pasar Kota Medan yang berjumlah 30 orang pedagang. Menurut Arikunto (2000) untuk mengambil sampel jika subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga sampelnya merupakan total populasi. Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang berjumlah 30 orang pedagang es krim.

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Dimana data primer diperoleh hasil wawancara, dengan menggunakan kuesioner. yang telah dipersiapkan mencakup karakteristik, pengetahuan, sikap pedagang es krim tentang penggunaan pemanis buatan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber untuk melengkapi data primer yang meliputi : buku-buku, dan jurnal elektronik yang relevan dalam penelitian ini dan mendukung penelitian.

3.5. Defenisi Operasional

1. Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam hal pemahaman tentang penggunaan pemanis buatan.


(47)

2. Sikap adalah reaksi atau respon dari responden tentang segala sesuatu tentang penggunaan pemanis buatan.

3. Penggunaan pemanis buatan adalah ada atau tidak ada pedagang es krim yang menggunakan pemanis buatan.

4. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan diselesaikan oleh responden dengan memperoleh tanda tamat belajar.

5. Lama berdagang adalah rentang waktu dari mulai awal sampai pada saat responden diwawancarai yang dibagi menjadi dua yaitu < 2 tahun dan > 2 tahun. 6. Omzet Perhari adalah hasil yang diterima responden dalam satu hari yang dibagi

menjadi dua yaitu < Rp. 150.000,- dan > Rp. 150.000,-

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran adalah mengukur kebiasan responden yang meliputi karakteristik, pengetahuan, sikap. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert (Sugiono, 2002).

Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

a. Kategori baik adalah apabila responden mendapat nilai > 75% dari seluruh skore yang ada.

b. Kategori sedang adalah apabila responden mendapat nilai 45-75% dari skore yang ada.

c. Kategori kurang apabila responden mendapat nilai < 45% dari skore yang ada.

A. Karakteristik

Karakteristik responden terdiri dari 4 bagian : 1. Pendidikan Terakhir :


(48)

2. Lama berdagang : ( ) < 2 tahun ( ) > 2 tahun

3. Omzet per hari : ( ) < Rp. 150.000,- ( ) > Rp. 150.000,-

B. Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan memberikan jawaban dari kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 10 dengan total skore sebanyak 20 yaitu dengan kiteria sebagai berikit :

a. Untuk jawaban mempunyai 3 pilihan : - Jawaban (a) =2

- Jawaban (b) = 1 - Jawaban (c)=0

b. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

- Pengetahuan baik, bila responden memperoleh skor jawaban >15 (> 75% dari total skor).

- Pengetahuan sedang, bila responden memperoleh skor jawaban 9-15 (45%-75%) dari total skor).

- Pengetahuan kurang, bila responden memperoleh skor jawaban<9 (< 45% dari total skor)..

C. Sikap

Sikap dapat diukur dengan pemberian skore terhadap jumlah kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan 10 yang diajukan, total skore 20 dengan kriteria berikut :


(49)

a. Untuk jawaban mempunyai 3 pilihan - Jawaban setuju (a) = 2

- Jawaban kurang setuju (b) = 1 - Jawaban tidak setuju (c) = 0

b. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu :

- Sikap baik, bila responden memperoleh skor jawaban >15 (> 75% dari total skor).

- Sikap sedang, bila responden memperoleh skor jawaban 9-15 (45%-75% dari total skor).

- Sikap kurang, bila responden memperoleh skor jawaban <9 (<45% dari total skor).

3.7. Teknik Pengolahan Data.

Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner, dianalisa secara deskriftif yang disertai dengan bahasan dan kesimpulan. Hasil yang didapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pasar-pasar di Kota Medan menjadi salah satu tempat para pedagang es krim keliling untuk menjajakan es krim. Pedagang es krim keliling tidak menetap hanya berjualan dipasar-pasar kota Medan tetapi mereka keliling dengan menggunakan sepeda dan membawa tong yang berisikan es krim. Peneliti melakukan penelitian di 10 pasar di kota Medan.

1. Pasar Mandala

Pasar Mandala terletak di Jalan Tiung Raya, Kelurahan Kenangan dan Kecamatan Percut Sei Tuan.

2. Pasar Garuda

Pasar Garuda terletak di jalan Garuda raya, Kelurahan Kenangan Baru dan Kecamatan Percut Sei Tuan.


(51)

Pasar Firdaus terletak di Jalan Mandala By Pass, Kelurahan Bantan Timur dan Kecamatan Medan Tembung.

4. Pasar Aksara terletak di Jalan Aksara, Kelurahan Bandar Selamat dan Kecamatan Medan Tembung.

5. Pasar Ramai terletak di Jalan Thamrin, Kelurahan Pandau Hulu I dan Kecamatan Medan Kota.

6. Pasar Suka Ramai terletak di Jalan A. R. Hakim, Kelurahan Suka Ramai I dan Kecamatan Medan Area.

7. Pasar Halat terletak di Jalan Halat, Kelurahan Pasar Merah Barat dan Kecamatan Medan Kota.

8. Pasar Ikan Lama terletak di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Kesawan dan Kecamatan Medan Barat. .

9. Pasar Petisah terletak di Jalan Kota Baru, Kelurahan Petisah dan Kecamatan Medan Baru.

10. Pasar Pendidikan terletak di Jalan Pajak Inpres, Kelurahan Glugur Darat I dan Kecamatan Medan Timur.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Pedagang Es Krim yang Berjualan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

No Nama Pasar Frekuensi

(n=30)

1 Pasar Mandala 3

2 Pasar Garuda 4

3 Pasar Firdaus 2

4 Pasar Aksara, 3

5 Pasar Ramai 2


(52)

7 Pasar Halat 4

8 Pasar Ikan Lama 4

9 Pasar Petisah 3

10 Pasar Pendidikan 3

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa dari 10 pasar adapun pedagang yang berjualan paling banyak di pasar Garuda, pasar Halat dan pasar Ikan Lama masing-masing sebanyak 4 orang (13,33).

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pedagang Es Krim Yang Menggunakan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010

No Penggunaan Pemanis Buatan Jumlah

n Persentase (%)

1 Menggunakan pemanis buatan 23 76,7

2 Tidak menggunakan pemanis buatan setiap pembuatan es krim hanya pada waktu tertentu saja

7 23,3

3 Tidak pernah menggunakan

pemanis buatan

0 0

Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.2. dapat dilihat bahwa dari 30 orang responden yang diteliti sebanyak 23 orang (76,7%) menggunakan pemanis buatan, sebanyak 7 orang (23,3%) pedagang es krim tidak menggunakan pemanis buatan setiap pembuatan es krim atau hanya pada waktu tertentu saja dan tidak ada satu orang pun pedagang es krim yang tidak pernah menggunakan pemanis buatan.

4.2. Data Umum Responden


(53)

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik pedagang Es Krim tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

No Karakteristik Responden Frekuensi

(n=30)

Persentase (Total=100%) 1 Pendidikan

a. Tidak Tamat 7 23,3

b. Tamat SD 15 50,0

c. Tamat SMP 8 26,7

2 Lama Berdagang

a. < 2tahun 9 30,0

b. > 2tahun 21 70,0

3 Omzet per hari

a. < Rp. 150.000,- 12 40,0

b. > Rp. 150.000 18 60,0

Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini adalah pendidikan, lama berdagang dan Omzet per hari. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 30 orang responden yang diteliti adalah sebagian besar adalah tamat SD yaitu sebanyak 17 orang (50,0%), pedagang terbanyak adalah yang lama berdagang lebih dari 2 tahun yaitu sebanyak 21 orang (70,0%) dan sebagian besar pedagang es krim penghasilan perharinya lebih dari Rp.150.000,- yaitu sebanyak 18 orang (60,0%).

4.3. Pengetahuan Responden.

Pengetahuan responden yaitu kemampuan responden dalam hal pemahaman terhadap penggunaan pemanis buatan di beberapa pasar kota Medan. Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden yang tahu pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) sebanyak 9 orang (30,0%), responden yang tahu apa yang dimaksud dengan pemanis buatan sebanyak 7 orang (23,0%), responden yang kurang tahu batas maksimum penggunaan pemanis buatan yang diizinkan sebanyak 27 orang (90,0%), responden yang tahu apa saja jenis-jenis bahan pemanis buatan yang diizinkan sebanyak 10 orang (33,0%), responden yang tahu apa tujuan penggunaan pemanis


(54)

buatan sebanyak 4 orang (13,0%), responden yang tahu apa kelebihan pemanis buatan dibandingkan dengan gula sebanyak 3 orang (10,0%), responden yang kurang tahu tingkat kemanisan pemanis buatan dibandingkan gula sebanyak 16 orang (53,0%), responden yang tahu penggunaan bahan pemanis buatan berlebihan dapat mengganggu kesehatan sebanyak 8 orang (27,0%), responden yang tahu penyakit apa saja yang disebabkan pemanis buatan sebanyak 3 orang (10,0%), responden yang tahu bahwa penggunaan pemanis buatan juga mempunyai fungsi yang positif untuk tubuh sebanyak 1 orang (3,0%). Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang penggunaan pemanis buatan pada es krim di beberapa pasar kota Medan tahun 2010 dapat disajikan dalam tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Pedagang Es Krim tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010

No Pengetahuan Responden

Tahu Kurang Tahu Tidak Tahu Jum lah %

n % n % n %

1 Pengertian Bahan

Tambahan Pangan (BTP).

9 30,0 11 37,0 10 33,0 30 100

2 Pengertian pemanis buatan.

7 23,0 19 64,0 4 13,0 30 100

3 Batas maksimum

penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalam pembuatan es krim.

0 0 27 90,0 3 10,0 30 100

4 Jenis-jenis bahan

pemanis buatan yang diijinkan.

10 33,0 12 40,0 8 27,0 30 100

5 Tujuan penggunaan pemanis buatan.

4 13,0 23 77,0 3 10,0 30 100

6 Kelebihan pemanis

buatan dibandingkan


(55)

dengan gula

7 Tingkat kemanisan

pemanis buatan dibandingkan gula

0 0 16 53,0 14 47,0 30 100

8 Penggunaan pemanis

buatan dapat mengganggu kesehatan

8 27,0 18 60,0 4 13,0 30 100

9 Penyakit – penyakit apa saja yang disebabkan pemanis buatan

3 10,0 17 57,0 10 33,0 30 100

10 Pemanis buatan mempunyai fungsi yang positif untuk tubuh

1 3,0 18 60,0 11 37,0 30 100

4.4. Sikap Responden

Sikap responden adalah reaksi atau respon dari responden terhadap penggunaan pemanis buatan. Distribusi responden menurut sikap pedagang es krim tentang penggunaan pemanis buatan dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut :

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap Pedagang Es Krim Tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010

No Sikap Responden

Setuju Kurang Setuju

Tidak Setuju

Total

n % n % n % n %

1 Pemanis buatan

mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil dan harganya murah.

17 56,7 7 23,3 6 20 30 100

2 Penggunaan pemanis buatan berlebihan akan

mengalami efek terhadap kesehatan,

9 30,0 5 16,7 16 53,3 30 100

3 Pedagang seharusnya benar-benar

memperhatikan batas


(56)

maksimum penggunaan pemanis buatan.

4 Batas maksimum

penggunaan pemanis buatan tidak diatur sesuai keinginan

17 56,7 7 23,3 6 20,0 30 100

5 Kandungan kalori zat pemanis buatan lebih tinggi daripada gula.

6 20 13 43,3 11 36,7 30 100

6 Tidak boleh

menggunakan zat pemanis buatan yang telah dilarang pemerintah.

18 60,0 3 10,0 9 30,0 30 100

7 Mengikuti peraturan batas maksimum dalam penggunaan pemanis buatan pada es krim

14 46,7 12 40,0 4 13,3 30 100

8 Penggunaan pemanis buatan pada es krim dapat menimbulkan penyakit buat orang yang membelinya

16 53,3 4 13,3 10 33,3 30 100

9 Penggunaan pemanis buatan bukanlah cara hidup sehat

18 60,0 10 33,3 2 6,67 30 100

10 Penggunaan pemanis buatan hanya dapat menimbulkan penyakit

4 13,3 20 66,7 6 20,0 30 100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 30 responden yang diteliti sebanyak 17 orang (56,7%) setuju pemanis buatan mempunyai kelebihan dari pada gula, sebanyak 16 orang (53,3%) responden tidak setuju bahwa penggunaan bahan pemanis buatan berlebihan akan mengalami efek terhadap kesehatan, sebanyak 21 orang (70,0%) responden setuju terhadap pedagang seharusnya benar-benar memperhatikan batas maksimum penggunaan pemanis buatan, sebanyak 17 orang (56,7%) responden setuju batas maksimum penggunaan pemanis buatan tidak diatur


(57)

sesuai keinginan, sebanyak 13 orang (43,3%) responden kurang setuju kandungan kalori zat pemanis buatan lebih tinggi dari pada gula, sebanyak 18 orang (60,0%) responden setuju tidak boleh menggunakan zat pemanis buatan yang telah dilarang pemerintah, sebanyak 14 orang (46,7%) responden setuju mengikuti peraturan batas maksimum dalam penggunaan zat pemanis buatan pada es krim, sebanyak 16 orang (53,3%) responden setuju terhadap penggunaan pemanis buatan pada es krim dapat menimbulkan penyakit buat orang yang membelinya, sebanyak 18 orang (60,0%) responden setuju penggunaan pemanis buatan bukanlah cara hidup sehat, sebanyak 20 orang (66,7%) responden kurang setuju penggunaan pemanis buatan hanya dapat menimbulkan penyakit.

4.5.Hasil Penilaian Pengetahuan, dan Sikap

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Penggunaan Pemanis Buatan di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010

No Kategori Frekuensi

(n=77)

Persen

(Total=100%)

1 Pengetahuan - Sedang - Kurang

19 11

63,3% 36,7% 2 Sikap

- Baik - Sedang - Kurang

7 19 4

23,3% 63,3% 13,3%

Berdasarkan penilaian pengetahuan, sikap pada tabel 4.6. dapat dilihat bahwa

dari 30 responden yang diteliti diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan dengan kategori sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), sebagian


(58)

besar responden memiliki sikap dengan kategori sedang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%).

4.6. Tabel Silang

Data yang dimasukkan dalam tabel silang antara lain yaitu tingkat pendidikan, lama berdagang dan omzet perhari dengan tingkat pengetahuan. Kemudian tingkat pengetahuan dengan sikap.

4.6.1. Tabel Silang Pendidikan, Lama Berdagang dan Omzet Perhari dengan Tingkat Pengetahuan

Tabel 4.7. Tabel Silang Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Pedagang Es Krim di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

Pendidikan Pengetahuan Total

Baik Sedang Kurang

Tidak tamat SD 0 4 3 7

Tamat SD 0 10 5 15

Tamat SMP 0 5 3 8

Total 0 19 11 30

Berdasarkan tabel 4.7 mengenai tabel silang pendidikan dengan tingkat

pengetahuan, dari 30 orang responden yang diteliti dapat dilihat bahwa terdapat sebanyak 7 orang responden berpendidikan tidak tamat SD, 15 orang berpendidikan tamat SD dan 8 orang berpendidikan tamat SMP. Diantara responden yang berpendidikan tidak tamat SD terdapat 4 orang responden memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, 3 orang responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak


(59)

ada responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik. Diantara responden yang berpendidikan tamat SD terdapat 10 orang pengetahuan dengan kategori sedang, 5 orang responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik. Sedangkan diantara responden berpendidikan tamat SMP terdapat 5 orang pengetahuan dengan kategori sedang, 3 orang responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik.

Tabel 4.8. Tabel Silang Lama Berdagang dengan Tingkat Pengetahuan Pedagang Es Krim di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

Lama Berdagang Pengetahuan Total

Baik Sedang Kurang

<2 Tahun 0 6 3 9

>2 Tahun 0 13 8 21

Total 0 19 11 30

Berdasarkan tabel 4.8 mengenai tabel silang lama berdagang dengan tingkat

pengetahuan, dari 30 orang responden yang diteliti dapat dilihat bahwa terdapat sebanyak 9 orang responden lama berdagang < 2 tahun dan 21 orang lama berdagang > 2 tahun. Diantara responden yang lama berdagang < 2 tahun terdapat 6 orang responden memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, 3 orang responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik. Sedangkan diantara responden yang lama berdagang > 2 tahun terdapat 13 orang pengetahuan dengan kategori sedang, 8 orang responden memiliki


(60)

pengetahuan kurang dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik.

Tabel 4.9. Tabel Silang Omzet Perhari dengan Tingkat Pengetahuan Pedagang Es Krim di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

Omzet Perhari Pengetahuan Total

Baik Sedang Kurang

<Rp. 150.000,- 0 8 4 12

>Rp. 150.000,- 0 11 7 18

Total 0 19 11 30

Berdasarkan tabel 4.9 mengenai tabel silang omzet perhari dengan tingkat

pengetahuan, dari 30 orang responden yang diteliti dapat dilihat bahwa terdapat sebanyak 12 orang responden omzet perhari <Rp.150.000,- dan 18 orang omzet perhari > Rp.150.000,-. Diantara responden yang omzet perhari < Rp.150.000,- terdapat 8 orang responden memiliki pengetahuan dengan kategori sedang, 4 orang responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik. Sedangkan diantara responden yang omzet perhari > Rp.150.000,- terdapat 11 orang pengetahuan dengan kategori sedang, 7 orang responden memiliki pengetahuan kurang dan tidak ada responden yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik.

4.6.2. Tabel Silang Pegetahuan dengan Sikap

Tabel 4.10. Tabel Silang Tingkat Pengetahuan dengan Sikap Pedagang Es Krim di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010.

Pengetahuan Sikap Total

Baik Sedang Kurang


(1)

14.

dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.

15. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan.

BAB II

BAHAN TAMBAHAN MAKANAN YANG DIIZINKAN Pasal 2

1) Bahan tambahan makanan yang diizinkan dalam makanan dengan batas maksimum penggunaanya ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

2) Bahan tambahan makanan selain yang disebut pada ayat (1) hanya boleh digunakan sebagai bahan tambahan makanan setelah mendapat persetujuan lebih dahulu dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan berdasarkan penilaian seperti yang dimaksud pada pasal 5.

BAB III

BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG Pasal 3

1) Bahan tambahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan ditetapkan seperti tercantum dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.

2) Selain yang disebut pada ayat (1), khusus untuk bahan pewarna yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan, ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.

Pasal 4

1) Bahan yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dinyatakan sebagai bahan berbahaya bila digunakan pada makanan.

2) Makanan yang mengandung bahan yang disebut pada ayat (1) dinyatakan sebagai makanan berbahaya.

BAB IV

PRODUKSI, IMPOR DAN PEREDARAN Pasal 5

Bahan tambahan makanan selain yang disebut pada Lampiran I apabila digunakan sebagai bahan tambahan makanan, hanya boleh diproduksi, diimpor dan diedarkan setelah melalui proses penilaian oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.


(2)

Pasal 6

Bahan tambahan makanan yang diproduksi, diimpor atau diedarkan harus memenuhi persyaratan yang tercantum pada Kodeks Makanan Indonesia tentang Bahan Tambahan Makanan atau persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 7

Produsen yang memperoduksi bahan tambahan makanan harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 8

Bahan tambahan makanan tertentu yang ditetapkan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan harus didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 9

Importir bahan tambahan makanan harus segera melaporkan secara tertulis kepada Dire ktur Jenderal POM tentang bahan makanan yang diimpor setelah bahan tersebut tiba di Pelabuhan.

Pasal 10

Bahan tambahan makanan yang diimpor harus disertai dengan sertifikat analisis dari produsennya di negera asal.

Pasal 11

Bahan tambahan makanan impor hanya boleh diedarkan jika sertifikat analisis yang dimaksud pasal 10 disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 12

Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan menetapkan tata cara penilaian yang dimaksud pada pasal 5, tata cara pendaftaran yang dimaksud pada pasal 7 dan 8, tata cara pelaporan yang dimaksud pada pasal 9, ketentuan tentang sertifikat analisis yang dimaksud pada pasal 10.

Pasal 13

1) Pada wadah bahan tambahan makanan harus dicantumkan label.

2) Label bahan tambahan makanan harus memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Label dan Periklanan Makanan.

3) Selain yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini, pada label bahan tambahan makanan harus dicantumkan pula :

a. Tulisan : "Bahan Tambahan Makanan" atau "Food Additive".

b. Nama bahan tambahan makanan, khusus untuk pewarna dicantumkan pula nomor indeksnya;

c. Nama golongan bahan tambahan makanan; d. Nomor pendaftaran produsen;


(3)

4)

dalam kemasan eceran harus dicantumkan pula takaran penggunaannya.

Pasal 14

Selain yang dimaksud pada pasal 13 Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan menetapkan label bahan tambahan makanan tertentu, yang harus memenuhi ketentuan khusus.

Pasal 15

1). Makanan yang mengandung bahan tambahan makanan, pada labelnya harus dicantumkan nama golongan bahan tambahan makanan.

2) Selain yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, label makanan yang mengandung bahan tambahan makanan golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan makanan, dan nomor indeks khusus untuk pewarna.

Pasal 16

Selain yang disebut pada pasal 15, Direktur Jenderal Pengawaan Obat dan Makanan mentetapkan label makanan yang mengandung bahan tambahan makanan tertentu,

yang harus memenuhi ketentuan khusus.

BAB V L A R A N G A N

Pasal 17

Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan yang dimaksud pada pasal 2 dalam hal :

a. Untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak me menuhi persyaratan;

b. Untuk menyembunyikan cara kerja bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk makanan;

c. Untuk menyembunyikan kerusakan makanan.

Pasal 18

Dilarang memp roduksi, mengimpor atau mengedarkan bahan tambahan makanan yang dimaksud pada pasal 2 ayat (2) sebagai bahan tambahan makanan sebelum mendapat persetujuan lebih dahulu dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 19

Dilarang memproduksi, mengimpor, mengedarkan atau menggunakan bahan tambahan makanan yang dimaksud pada pasal 3 sebagai bahan tambahan makanan.


(4)

Pasal 20

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mengedarkan makanan seperti dimaksud pada pasal 4 ayat (2) dan bahan tambahan makanan yang belum melalui proses penilaian oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan seperti dimaksud pada pasal 5.

Pasal 21

Dilarang memproduksi, mengimpor atau mengedarkan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan yang dimaksud pada pasal 6.

Pasal 22

Dilarang mengedarkan bahan tambahan makanan yang diproduksi oleh produsen yang tidak terdaftar yang dimaksud pada pasal 7.

Pasal 23

Dilarang mengedarkan bahan tambahan makanan tertentu yang dimaksud pada pasal 8 sebelum didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 24

Dilarang mengedarkan bahan tambahan makanan impor yang dimaksud pada pasal 11 sebelum sertifikat analisisnya mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 25

Dilarang mengedarkan makanan dan bahan tambahan makanan yang tidak memenuhi persyaratan tentang label.

Pasal 26

Dilarang menggunakan bahan tambahan makanan melampaui batas maksimum penggunaan yang ditetapkan untuk masing-masing makanan yang bersangkutan.

BAB VI W E W E N A N G

Pasal 27

Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan atau pejabat yang ditunjuk, berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan ini.

BAB VII S A N K S I

Pasal 28

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pelanggaran terhadap pasal 19 dan 20 dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal 2


(5)

Pelanggaran terhadap ketentuan lainnya pada peraturan ini dapat dikenakan tindakan adminis tratif dan atau tindakan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30

1) Perusahaan yang telah memp roduksi atau mengimpor bahan tambahan makanan atau makanan yang mengandung bahan tambahan makanan pada saat berlakunya peraturan ini diberikan jangka waktu enam bulan untuk menyesuaikan dengan ketentuan peraturan ini.

2) Makanan yang terdapat dalam peredaran yang mengandung bahan tambahan makanan, harus disesuaikan dalam batas waktu dua belas bulan sejak berlakunya peraturan ini.

BAB IX P E N U T U P

Pasal 31

Dengan berlakunya peraturan ini, maka tidak berlaku lagi :

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 235/Menkes/Per/VI/1979 tentang Bahan Tambahan Makanan.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 237/Menkes/Per/VI/1979 tentang Perubahan Tentang Wajib Daftar Makanan;

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 238/Menkes/SK/VI/1979 tentang Keharusan Menyertakan Sertifikat Analisis Pada Setiap Impor Bahan Tambahan Makanan.

Pasal 32

Hal-hal yang bersifat teknis yang belum diatur dalam peraturan ini, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Pasal 33

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan menempatkan dalam Berita Negera Republik Indonesia

Ditetapkan di : J A K A R T A

Pada tanggal : 20 September 1988.

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TTD


(6)

LAMPIRAN I

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 722/MENKES/PER/X/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN BAHAN TAMBAHAN MAKANAN YANG DIIZINKAN

Bahan tambahan makanan yang diizinkan digunakan pada makanan terdiri dari golongan :

1. Antioksidan (Antioxidant); 2. Antikempal (Anticaking Agent);

3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator); 4. Pemanis Buatan (Artificial Sweetener);

5. Pemutih dan Pematang Tepung (Flour Treatment Agent);

6. Pengemulsi, Pemantap, Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener);Pengawet (Preservative);

7. Pengeras (Firming Agent); 8. Pewarna (Colour);

9. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Erhaucer); 10. Sekuestran (Sequestrant).

Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam antioksidan, maka hasil bagi masing-masing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.

Untuk makanan yang diizinkan mengandung lebih dari satu macam pengawet, maka hasil bagi masingmasing bahan dengan batas maksimum penggunaannya jika dijumlahkan tidak boleh lebih dari satu.

Batas menggunaan "secukupnya" adalah penggunaan yang sesuai dengan cara produksi yang baik, yang maksudnya jumlah yang ditambahkan pada makanan tidak melebihi jumlah wajar yang diperlukan sesuai dengan tujuan penggunaan bahan tambahan makanan tersebut.

Pada bahan tambahan makanan golongan pengawet, batas maksimum penggunaan garam benzoate dihitung sebagai asam benzoat, garam sorbat sebagai asam sorbat dan senyawa sulfit sebagai SO2.


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Sikap Dan Praktek Pengawas Menelan Obat Dengan Keberhasilan Pengobatan Tubekkolosis Paru Di Puskesmas Glugur Darat Pada Tahun 2011

1 53 127

Identifikasi Bakteri pada Es Krim Tradisional yang Dijual di Sekitar Sekolahan di Wilayah Medan Timur

26 134 57

Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Siswi SMA Hang Kesturi Tentang Keputihan Tahun

2 64 91

Analisa Zat Warna Dan Pemanis Buatan Pada Es Krim Yang Dijajakan Dibeberapa Pasar Kota Medan Tahun 2005

3 50 76

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Pengguna Narkoba Suntik dengan Kepatuhan Berobat ke Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

8 71 123

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Penyemprot Pestisida Dalam Pemakaian Alat pelindung Diri dan Keluhan Kesehatan di Desa Pasar Melintang Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004

3 118 94

Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penumpang KM. Kelud Kelas Ekonomi Tentang Penggunaan Styrofoam Sebagai Wadah Makanan Tahun 2010

11 54 105

Analisa Penggunaan Zat Pemanis Buatan Pada Sirup Yang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Medan Tahun 2009

1 145 67

Gambaran Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Tentang 3M (Mengubur Barang Bekas, Menutup Dan Menguras Tempat Penampungan Air) Pada Keluarga Di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009

1 66 73

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, TINDAKAN DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEMANIS BUATAN SIKLAMAT PADA PEDAGANG JAJANAN ES DI KECAMATAN KADIA KOTA KENDARI TAHUN 2017

0 0 11