Makna dan Prosedur Ekuivalensi Budaya

35 berkat usaha-usaha penerjemahan itulah sekarang Jepang bisa mensejajarkan dirinya dengan negara-negara maju. Selain Jepang, Eropa Barat juga merasakan manfaat yang serupa. Sebagaimana dikutip oleh Alwasilah 1997, Louis Kelly mengatakan dalam The True Interpreter 1979 bahwa dalam mengembangkan peradabannya, Eropa Barat sangat berhutang budi pada para penerjemah yang telah bertindak sebagai mediator antara penulis dan pembaca dari latar belakang bahasa yang berbeda. Implikasi budaya dalam terjemahan bisa muncul dalam berbagai bentuk berkisar dari lexical content dan sintaksis sampai ideologi dan pandangan hidup way of life dalam budaya tertentu. Oleh karena itu penerjemah harus menentukan tingkat kepentingan yang diberikan pada aspek-aspek budaya tertentu dan sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut perlu atau diinginkan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain sangat penting bagi penerjemah untuk mempertimbangkan tidak saja dampak leksikal pada pembaca bahasa sasaran tetapi juga cara bagaimana aspek budaya tersebut dipahami sehingga akhirnya menerjemahkan merupakan suatu keputusan yang harus diambil penerjemah. 37

5. Makna dan Prosedur Ekuivalensi Budaya

Padanan equivalence dipahami sebagai “accuracy”, “adequacy”, “correctness”, “correspondence”, “fidelity”, atau “identity”. 38 Kesepadanan merupakan isu sentral dalam penerjemahan karena menyangkut perbandingan teks 37 Ibid, h. 4-10. 38 Venuti, The Translation Studies Reader New York: Routledge, 2000, h. 5. 36 dalam bahasa yang berbeda. Tujuan terjemahan adalah untuk menyediakan padanan semantik antara BS bahasa sumber dan BT bahasa target. Inilah yang membedakan antara terjemahan dengan semua jenis kegiatan linguistik. Banyak persoalan yang tersembunyi di dalam pernyataan sederhana ini, semua dilakukan dengan standar padanan apa yang harus diharapkan dan diterima. Padanan 39 yang sebenarnya tentu saja tidak mungkin seorang penerjemah pun dapat memberikan sebuah terjemahan yang benar-benar samapadan dengan teks sumbernya. Meskipun ada kesamaan dalam penguraian kata-kata dalam satu bahasa, selalu saja ada beberapa informasi yang hilang. Di sisi lain, ada banyak jenis padanan nyata, sebagian di antaranya dapat berhasil pada suatu tingkatan fungsi praktis tertentu. Keberhasilan suatu proses penerjemahan sangat bergantung pada tujuan terjemahan itu dilakukan, yang hasilnya merefleksikan kebutuhan orang yang memerlukannya. 40 Pengertian pemadanan sebagai “pengalihan makna” mengacu pada pengungkapan kembali makna berkonteks budaya yang terdapat dalam teks bahasa sumber unit terjemahan ke dalam teks bahasa sasaran. Secara leksikal kata “pengalihan” tersebut di atas mengandung pengertian adanya proses pemindahan, penggantian, dan pengubahan. Pengertian pemindahan mengacu 39 Menurut Rochayah Machali, persoalan mengenai kesepadanan sebenarnya lebih banyak diperdepatkan dalam kaitannya dengan penerjemahan karya sastra, terutama puisi. Dalam perdebatan tersebut, kesepadanan lebih banyak dilihat sebagai tuntutan kesamaan. Machali, Pedoman bagi Penejemah Jakarta: Grasindo, 2000, h. 106. 40 Eddy Setia dalam Terjemahan, Permasalahan, dan Beberapa Pendekatan, artikel pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, versi PDF, h. 125. 37 pada konsep bahwa penerjemahan adalah penyesuaian budaya berbahasa bahasa sumber ke dalam budaya berbahasa bahasa sasaran. Hasilnya adalah tuntutan agar terjemahan menjadi wajar dan proporsional. Meski demikian, upaya pencarian padanan teks Bsu ke dalam Bsa sesungguhnya tidak berarti adanya keterikatan yang sangat formal dan literer dalam menerjemah sehingga hasilnya menjadi kaku dan terasa janggal bagi penutur bahasa sasaran. Dalam konteks inilah perlu kiranya membangun definisi tentang terjemah yang mencakup baik pertimbangan pesan maupun sekaligus pertimbangan padanan secara pas, dalam arti penerjemah perlu mengkombinasikan antara kebebasan menyampaikan pesan dan ketepatan proporsi terjemahan dengan teks sebelumnya. Berkenaan dengan padanan, Nida memberikan dua orientasi dasar atau tipe padanan, yaitu 1 padanan formal, dan 2 padanan dinamis 1964a:159. Padanan formal memfokuskan perhatiannya pada pesan itu sendiri, baik bentuk maupun isi bahwa pesan dalam bahasa penerima harus mencocokkan sedekat mungkin unsur-unsur yang berbeda dalam BS. Padanan formal secara teliti diorientasikan pada struktur TS, yang menggunakan pengaruh kuat dalam menentukan akurasi dan kebenaran. Padanan dinamis berdasarkan pada prinsip pengaruh padanan yang hubungan antara penerima dan pesan secara substansi sama seperti yang ada antara penerima aslinya dengan pesan. Pesan harus diciptakan untuk kebutuhan linguistik penerima dan ekspektasi kultural dan “mengarah pada kewajaran 38 ekspresi yang lengkap”. Tujuan padanan dinamis ini seperti mencari padanan alami yang paling mendekati pesan BS. 41 Dalam kaitannya dengan perpadanan, selain Nida, Catford juga mengidentifikasi dua jenis kesepadanan, yaitu 1 kesepadanan formal formal equivalence yang selanjutnya dirubah ke dalam istilah korespondensi formal formal correspondence dan 2 kesepadanan tekstual textual equivalence yang terjadi bila suatu teks atau sebagian dari teks bahasa target dalam situasi tertentu sepadan dengan teks atau sebagian teks bahasa sumber. 42 Berikut ini adalah salah satu contoh pemakaian prosedur ekuivalensi budaya: ﻩﺮﻜﺴﻌﻣ ﻝﻮﺣ ﺔﻴﻨﻣﺃ ﺔﻣﺰﺣﺃ ﺔﺴﲬ ﺀﺎﻨﺒﺑ ﻦﻣﺆﳌﺍ ﺪﺒﻋ ﻡﺎﻗﻭ Terjemah: Abdul Mumin membangun lima ikat pinggang pengaman di sekitar basecamp tempat militernya. Pada contoh di atas, penerjemah berupaya mendeskripsikan ungkapan kebudayaan ahzimah amniyyah dengan ikat pinggang pengaman. Namun, prosedur ini menghilangkan nuansa budaya dari kata yang diterjemahkan, karena deskripsi itu tidak lazim dalam bahasa penerima. Bila kita menyelaminya lebih dalam lagi, dalam tuturan orang Indonesia kata terjemahan itu tidak lazim digunakan, yang sering dipakai adalah sabuk keselamatan untuk menggambarkan sesuatu yang berbentuk tali, jalur, atau 41 Ibid, h. 128. 42 Ida Bagus dan Putra Yadnya, Dinamika dalam Penerjemahan the Dynamics of Translation, h. 5-7, versi PDF. 39 benteng yang berfungsi menjaga keamanan. Dengan demikian, kata ahzimah amniyyah diterjemahkan menjadi sabuk keselamatansabuk pengaman. 43 43 Syamsuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia Teori dan Praktek, h. 78. 40

BAB III WAWASAN SEPUTAR DOMESTIKASI DAN FOREIGNISASI

Pembahasan pada bab ini mencakup penyerapan serta peminjaman bahasa asing ke dalam bahasa Arab atau lebih dikenal dengan foreignisasi. Secara praktis, istilah teknis itu diinterpretasikan menjadi sebuah hasil kerja penerjemahan yang mempertahankan budaya asal, yang mana bahasa tersebut tidak dikenal dalam konteks sosiokultural bahasa penerima. Di samping itu, ada yang disebut dengan domestikasi, yakni sebuah pendekatan dalam studi penerjemahan dan linguistik Arab yang lebih menyesuaikan diri dengan bahasa lokalsasaran. Pengantar Kata Serapan Arab dalam Bahasa Indonesia Dalam ranah sosiolinguistik ada sebuah ketentuan mutlak yang menganjurkan prinsip kontak bahasa yaitu setiap kali ada kontak kebudayaan dalam bentuk apa pun, maka di sana harus ada kontak linguistik sebagai hasilnya. Setelah itu bahasa akan menjadi sebuah sistem komunikasi manusia dan kata-kata serta ide-ide dari suatu bahasa dapat tersebar melalui waktu dan tempat dengan cara tersendiri. Bahasa adalah sesuatu yang hidup karena selalu berkembang sebagaimana pikiran manusia. Demikian pula bahasa Indonesia, bahasa ini berasal dari bahasa Melayu yang terus tumbuh dan berkembang sampai saat ini. Perkembangan bahasa Indonesia tampak terutama dalam segi kosakatanya. Kosa kata bahasa