Operasional Variabel Penelitian METODOLOGI PENELITIAN
74 register tanggal 2 juli 1982. Ia dan pengiringnya ketika itu diberi
tempat sebelah timur sungai berbatasan dengan pagar kompeni. Ketika bertempur dengan Banten, atas jasa keunggulannya itu ia diberi gelar
Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Arya Soetadilaga diangkat menjadi Bupati Tangerang I dengan wilayah meliputi antara sungai
angke dan cisadane. Gelar yang digunakannya adalah Aria Soetidiliga I. kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 April
1684, Tangerang menjadi kekuasaan kompeni, Banten tidak mempunyai hak untuk campur tangan dalam mangatur tata pemerintahan kota
Tangerang. Salah satu dalam pasal perjanjian tersebut berbunyi “dan harus diketahui dengan pasti sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan
yang sejak masa lalu telah dimaklumi maka akan tetap ditentukan yaitu daerah yang dibatasi oleh sungai untung jawa atau Tangerang dari
pantai laut jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh aliran sungai tersebut dengan kelokan-kelokannya dan kemudian menurut garis lurus
dari daerah selatan hingga utara sampai laut selatan. Bahwa disepanjang untung jawa atau Tangerang akan menjadi milik atau ditempati
kompeni”. Dengan adanya perjanjian tersebut daerah kekuasaan bupati
bertambah luas sampai sebelah barat sungai Tangerang. Untuk mengawasi Tangerang maka dipandang perlu menambah pos-pos
penjagaan di sepanjang perbatasan sungai Tangerang, karena orang- orang Banten selalu menekan penyerangan secara tiba-tiba. Menurut
75 peta yang dibuat pada tahun 1962, pos yang paling tua terletak di muara
sungai mookervart, tepatnya disebelah utara kampung baru. Namun kemudian ketika didirikan pos yang baru, bergeserlah letaknya ke
sebelah selatan atau tepatnya di muara sungai Tangerang. Menurut arsip gewone resolutie van hat casteel Batavia tanggal 3 April 1705 ada
rencana merobohkan bangunan-bangunan dalam pos karena hanya berdinding bamboo kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan
tembok. Gubernur Jenderal Zwaardeczon sangat menyetujui usulan tersebut, bahkan diinstruksikan untuk membuat pagar tembok
mengelilingi bangunan-bangunan dalam pos penjagaan. Hal ini dimaksudkan agar orang Banten tidak dapat melakukan penyerangan.
Banteng baru yang akan dibangun untuk ditempati direncanakan punya ketebalan dinding 20 kaki atau lebih. Disana akan ditempatkan 30 orang
eropa dibawah pimpinan seorang vandrig peltu dan 28 orang makasar yang akan tinggal diluar benteng. Bahan dasar benteng adalah batu bata
yang diperoleh dari bupati Tangerang Aria Soetadilaga I. Setelah benteng selesai dibangun personilnya menjadi 60 orang
eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan orang hitam adalah orang- orang Makasar yang direkrut sebagai serdadu kompeni. Benteng ini
kemudian menjadi basis kompeni dalam menghadapi pemberontakan dari Banten. Kemudian pada tahun 1801, diputuskan
untuk memperbaiki dan memperkuat pos atau garnisun itu, dengan letak
bangunan baru 60 roeden agak ke tenggara, tepatnya terletak disebelah
76 timur jalan besar pal 17. Orang-orang pribumi pada waktu itu lebih
mengenal bangunan ini dengan sebutan “benteng”. Sejak itu, Tangerang terkenal dengan nama sebutan benteng. Benteng ini sejak tahun 1812
sudah tidak terawatt lagi, bahkan menurut “Superintendant of public building and Work “ tanggal 6 Maret 1816 menyatakan : “benteng dan
barak di Tangerang sekarang tidak terurus, tak seorangpun melihatnya lagi. Pintu dan jendela banyak yang rusak bahkan diambil orang untuk
kepentingannya”.