BAB II LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT GAYO
2.1 Masyarakat Gayo
Gayo merupakan satu istilah untuk menyatakan sebuah suku yang berasal dari wilayah Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten
Gayo Lues. Sebagian ada juga yang berdomisili di kecamatan Serbajadi Kabupaten Aceh Timur. Suku ini merupakan salah satu suku asli dalam wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kelompok etnik Gayo, mendiami bagian tengah atau pedalaman dari
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah asal orang Gayo ini biasa pula disebut Dataran Tinggi Gayo, yang merupakan bagian dari tali temali Bukit
Barisan di Pulau Sumatera. Dalam wilayah ini terletak danau mungil Laut Tawar yang cukup indah sekaligus wilayah ini merupakan kawasan suaka alam Gunung
Leuser. Sebuah kekayaan alam yang mewariskan kekayaan alam flora dan fauna pada dunia, diantaranya primata langka yang disebut “orang utan”
pongopygmeus.
2.2 Adat Isitiadat
Di masa lalu masyarakat Gayo telah merumuskan prinsip – prinsip adat yang disebut kemalun ni edet. Prinsip adat ini menyangkut “harga diri” malu
yang harus dijaga, diamalkan, dan dipertahankan oleh kelompok kerabat tertentu,
Universitas Sumatera Utara
kelompok satu rumah sara umah, klan belah, dan kelompok yang lebih besar lagi.Prinsip adat meliputi empat hal berikut ini :
1.Denie Terpancangi : Harga diri, menyangkut hak-hak atas wilayah
2. Nahma teraku : Harga diri yang menyangkut kedudukan yang sah.
3.Bela mutan : Harga diri yang terusik karena ada anggota kelompoknya
yang disakiti atau dibunuh.
4.Malu tertawan :harga diri yang terusik karena kaum wanita dari anggota
kelompoknya diganggu atau difitnah pihak lain.
Skema Sistem Nilai Budaya Gayo
Keterangan: M
: mukemel harga diri Tp
: tertip tertib St
: setie setia Sg
: semayang Gemasih kasih sayang Mt
: mutentu kerja keras An
: amanah amanah
Universitas Sumatera Utara
Gm : genap mupakat musyawarah
At : alang tulung tolong menolong
Bs : bersikemelen kompetitif
Skema tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Sistem nilai budaya Gayo terbagi menjadi nilai “utama” yang disebut “harga diri” mukemel=M. untuk
mencapai harga diri itu, seorang harus mengamalkan atau mengacu pada sejumlah nilai lain, yang disebut nilai “penunjang”. Nilai – nilai penunjang itu adalah :
“tertib” Tp, setia St, kasih sayang” Sg, “kerja keras”Mt, “amanah” An, “musyawarah”Gm, “tolong- menolong”At. Untuk mewujudkan nilai – nilai ini
dalam mencapai “harga diri” mereka harus berkompetisi. Kompetisi itu sendiri merupakan sebuah nilai, yaitu “nilai kompetitif” Bs yang merupakan nilai
penggerak.
2.3 Agama Dan Kepercayaan
Masyarakat Aceh, adalah masyarakat teritorial keagamaan. Tesa ini lahir berdasarkan tiga hal: Pertama, kehidupan keluarga dalam masyarakat Aceh yang
bersifat parental dan dalam hal-hal tertentu bersifat bilateral. Kedua, orang Aceh berkehidupan pada sebuah wilayah yang bernama gampong yang berada di bawah
koordinasi mukim, dengan meunasah sebagai sentralnya. Ketiga, kepemimpinan gampong bersifat dwitunggal yang diibaratkan seorang ayah dan ibu, yakni
geusyik dan imuem meunasah
8
.
Terlepas bagaimana pemahaman keagamaan yang ada di Aceh, yang jelas, agama menjadi alat ukur utama budaya di Aceh. Sebuah budaya yang tidak sesuai
8
http:www.acehinstitute.orgopini_sulaiman_tripa_memahami_budaya.htm
Universitas Sumatera Utara
dengan agama Islam, dengan sendirinya tidak dianggap sebagai budaya Aceh. Berbagai referensi tentang kebudayaan di Aceh tercatat seperti itu.
Demikian juga dengan masyarakat Gayo. Bagi mereka segala aspek kehidupan selalu ditinjau dari aspek agama. Sehingga setiap unsur kebudayaan
dalam masyarakat Gayo selalu memiliki kaitan dengan unsur keagamaan. Salah satu unsur kebudayaan yang jelas terlihat berkaitan dengan agama yang dianut
oleh masyarakat Gayo adalah bidang kesenian. Kesenian cenderung dijadikan sebagai elemen untuk menyiarkan agama sekaligus wadah dalam berdakwah.
Bisa dikatakan bahwa hampir seluruh etnis Gayo merupakan pemeluk agama Islam. Bahkan masyarakat Gayo yang berdomisi di luar wilayah Aceh,
merupakaan pemeluk agama Islam.
2.4 Bahasa