Analisis Terhadap Duduk Perkara.

BAB IV ANALISIS KASUS CERAI GUGAT DENGAN NO. PERKARA 078Pdt.G2007PA.JP DI

PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT

A. Analisis Terhadap Duduk Perkara.

Dalam menganalisis duduk perkara, penulis mencoba menguraikan mengenai kewenangan absolute dan relatif Pengadilan Agama yang menyangkut perkara no 078Pdt.G2007PA.JP, dan menyimpulkan permasalahan yang timbul antara NMP Penggugat dengan DNA Tergugat . Wewenang kompetensi Peradilan Agama diatur dalam pasal 49 sampai dengan pasal 53 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang sudah diamandemen dengan Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama, wewenang tersebut terdiri atas wewenang relatif dan wewenang absolute. Adapun yang dimaksud dengan kompetensi absolut adalah kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Sedangkan kompetensi relatif adalah kewenangan atau kuasa untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari keadilan. Kompetensi absolut Peradilan Agama dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada pasal 49 meliputi juga perkara-perkara di bidang ekonomi syariah, secara lengkap bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama, meliputi perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah. 33 Kompetensi Relatif Pengadilan Agama, dalam pasal 4 ayat 1 Undang-undang nomor 7 tahun 1989 yang sudah di amandemen menjadi undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama dinyatakan. “Bahwa Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadya kota atau di ibukota Kabupaten yang daerah hukumnya meliputi wilayah Pemerintah Kota atau Kabupaten”. Berdasarkan wilayah hukum suatu Pengadilan Agama, maka tempat Penggugat pemohon mengajukan gugatan permohonan cerai gugat yang diajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mengikuti tempat kediaman Pengggugat kecuali apabila Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin Tergugat suami , maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal Tergugat, apabila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan perceraian diajukan Penggugat kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat, apabila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan Penggugat diajukan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat. 34 Berbicara mengenai kompetensi absolute dan relatif, maka menurut penulis dalam duduk perkara 078Pdt.G2007PA.JP sudah memenuhi kompetensi absolute maupun relatif Pengadilan Agama Jakarta Pusat, karena jika di lihat dari kompetensi absolutnya perkara no 078Pdt.G2007PA.JP adalah perkara gugat cerai yang di dalam penjelasan pasal 49 Undang- undang no. 3 tahun 2006 termasuk ke dalam perkawinan, selain memenuhi kompetensi absolute 33 Sulaikin lubis, Wismar’ain Marzuki, Gemala Dewi, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia , Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006 , Cet ke-2, h.106. 34 Chatib Rasyid, Syaifuddin, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktik Pada Peradilan Agama, Yogyakarta : UII Press, 2009 , Cet-1, h.59. perkara tersebut juga sudah memenuhi kompetensi relatifnya karena jika dilihat dari perkaranya, perkara tersebut adalah perkara gugat cerai maka tempat Penggugat pemohon mengajukan gugatan permohonan cerai gugat di ajukan ke Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mengikuti tempat kediaman Pengggugat, jika di lihat dari tempat tinggal NMP selaku Penggugat yang bertempat tinggal di Jalan KH.Mas Mansyur 25.A Blok 44-2-1 Rt.006 Rw.011, Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Kodya Jakarta Pusat, maka gugatan Penggugat sudah benar sesuai dengan kompetensi relatifnya yaitu di ajukan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Selain membahas mengenai kompetensi absolute dan relatif, dalam analisis duduk perkara ini penulis menyimpulkan permasalahan yang timbul antara NMP Penggugat dengan DNA Tergugat sebagai berikut dalam hal atau dalil-dalil yang mendasari gugatan posita yaitu sifat Tergugat yang selalu membesar-besarkan masalah kecil, ringan tangan dan bertempramen sangat tinggi sehingga menimbulkan perselisihan dan percekcokan terus menerus yang membuat pshikis Penggugat tertekan selain itu Tergugat juga cemburuan sehingga menimbulkan kata-kata yang tidak sepatutnya dikeluarkan seperti selingkuhberzinah, dan juga sikap Tergugat yang kurang memperhatikan masalah kebutuhan dalam rumah tangga baik dalam hal nafkah lahir maupun nafkah batin. Setelah penulis mengamati alur cerita dari duduk perkara serta mengikuti alur perkara dan kasus hukum diatas berikut posita yang ada, dengan ini penulis mengamati beberapa hal yang menarik untuk dianalisa dan diurai lebih lanjut dalam duduk perkaranya. Sikap suami yang cenderung kasar membesar-besarkan masalah kecil, dan bertempramen sangat tinggi sehingga menimbulkan perselisihan dan percekcokan terus menerus disebabkan fitrahnya untuk berkuasa, sombong dan ingin menjadi pemimpin. 35 Islam bersikap memerangi terhadap tindakan kasar dan semena-mena terhadap orang lain, termasuk kepada isteri dan anak-anak. Islam memerintahkan untuk berlaku santun kepada segala sesuatu sebagaimana firman Allah dalam surat Ali-Imran ayat 159, yang berbunyi ]Fh i 0“ W L”S3 L• … W 4 ?–L V• C MO3–P’ ’} . + — ——— ’ ’ Artinya ; “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. Menurut penulis seorang suami ataupun isteri harus saling menjaga rumah tangga mereka masing-masing agar tidak terjadi gugat cerai seperti di Pengadilan Agama Jakarta Pusat dengan no. 078Pdt.G2007PA.JP dan untuk menghindari kecemburuan dari pihak suami, seorang isteri yang shalehah harus menjaga dirinya ketika suami tidak di rumah, dewasa dalam berfikir, dan sangat terpercaya dan mengenai kebutuhan rumah tangga baik lahir maupun batin adalah kewajiban seorang suami, karena ketika seseorang sudah berstatus sebagai suami maka ia tidak boleh mementingkan dirinya sendiri, karena ini akan menanamkan kebencian di hati isteri dan memutuskan tali cinta kasih antara suami isteri.

B. Analisis Sumber dan Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Memutuskan Perkara No.