Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pertengahan tahun 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang disebabkan kurs dollar Amerika terhadap rupiah mengalami kenaikan. Kurs dollar Amerika sebelum krisis sekitar Rp.2000,00 tetapi setelah krisis ekonomi menjadi sekitar Rp.9000,00. Hal ini mengakibatkan kesulitan keuangan, terutama bagi perusahaan yang memiliki hutang dalam bentuk dollar Amerika. Kondisi perekonomian nasional harus beradaptasi dengan perekonomian global menuntut setiap pelaku ekonomi untuk berfikir secara kritis dalam menyikapi hal tersebut, karena perekonomian nasional bergantung pada situasi negara. Perkembangan nilai tukar rupiah selama ini menunjukkan kecenderungan terdepresiasi secara persisten. Walaupun rupiah sempat menguat namun melemah kembali akibat keadaan yang tidak kondusif. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya faktor market confidence yang berangkat dari peningkatan country risk dan perubahan motif transaksi USDIDR menjadi speculative motive. Didik J. Rachbini 2001: 72 dalam Tendi Haruman et. al 2005 : 86 berpendapat bahwa ketidakstabilan sistem moneter suatu negara semakin besar dari waktu kewaktu. Institusi yang bergerak dipasar valuta, saham dan pasar uang lainnya semakin kuat pengaruhnya secara relatif terhadap suatu sistem ekonomi. 1 Beberapa faktor internal yang turut memberikan tekanan atas melemahnya rupiah terhadap dollar AS antara lain adalah masih tingginya kekhawatiran terhadap stabilitas dibidang politik dan keamanan dalam jangka pendek dan jangka panjang, pesimisnya pelaku bisnis dan investor luar negeri terhadap pulihnya perekonomian nasional akibat kondisi pemerintahan, ancaman terorisme, bencana alam, serta tingginya sensitivitas fluktuasi rupiah terhadap berbagai isu negatif lainnya. Pemerintah mengambil langkah dengan cara menaikkan tingkat suku bunga SBI. Hal ini dilakukan untuk memerangi spekulasi valas, dengan harapan dapat menahan merosotnya nilai tukar rupiah dan menarik investor dalam rangka mendorong terjadinya perubahan komposisi assets kedalam rupiah sehingga rupiah akan meningkat terapresiasi. Seorang investor harus mampu mengantisipasi resiko yang terjadi dengan mendiversifikasikan investasinya untuk memperkecil resiko. Gruber 2003:299 dalam Tendi Haruman et. al 2005 : 86, mengemukakan mengenai jenis-jenis resiko sebagai berikut :”……that the risk of any stock could be divided into systematic risk market risk and unsystematic risk non market risk”. Kenaikan tingkat suku bunga tidak otomatis akan diikuti oleh pembelian asset besar-besaran oleh investor, karena dianggap membawa konsekuensi meningkatnya biaya pemulihan ekonomi serta meningkatnya biaya rekapitalisasi dan biaya yang harus ditanggung oleh bank sentral dalam membiayai perbaikan ekonomi nasional. Kenaikan suku bunga yang tajam 2 justru merupakan signal bahwa perekonomian melambat, dan expected return menjadi rendah. Hasilnya kenaikan suku bunga yang tajam itu justru menyebabkan berpindahnya portofolio investasi asing ke valas sehingga menekan nilai tukar rupiah lebih tajam lagi. Dalam kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan, harga barang juga dapat menyebabkan inflasi yang tinggi juga menyertai kenaikan nilai tukar dan suku bunga. Perusahaan yang go public di Indonesia hampir seluruhnya mempunyai utang luar negeri Machfoedz, 1999. Disaat perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan tidak sehat, masih ada perusahaan yang berkinerja keuangan cukup bagus sehingga memungkinkan perusahaan tersebut go public. Walau demikian, krisis ekonomi menyebabkan kinerja perusahaan menurun. Afni dan Ihalauw, 2002. Sebagian perusahaan manufaktur di Indonesia selama krisis ekonomi mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan oleh depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika. Hal ini menjadikan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur, karena profitabilitas perusahaan menurun. Kondisi perusahaan yang rentan terhadap perubahan variabel ekonomi makro bisa diidentifikasi sejak dini dengan mendeteksi kinerja keuangan perusahaan Machfoedz, 1999. Dampak krisis ekonomi pada variabel- variabel ekonomi makro dapat dilihat antara lain dari inflasi menjadi tinggi, terjadinya depresiasi kurs rupiah terhadap dollar Amerika yang besar, turunnya IHSG di BEI, turunnya penjualan yang diakibatkan oleh 3 melemahnya daya beli masyarakat sehingga permintaan domestik menurun, banyak perusahaan ditutup atau hanya beroperasi pada setengah kapasitas terpasangnya karena tingginya bahan baku yang dipacu oleh apresiasi kurs rupiah terhadap dollar Amerika Santoso, 1998. Berlanjut lagi dengan adanya kenaikan harga bahan bakar minyak BBM dunia Oktober 2005 lalu membawa dampak yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia terutama pada perusahaan perdagangan eceran. Karena kenaikan BBM dunia ini mengakibatkan tingkat suku bunga ikut meningkat dan inflasi yang tinggi sehingga menyebabkan harga barang-barang eceran juga mengalami peningkatan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan untuk mengetahui apakah kinerja keuangan perusahaan sudah menghasilkan laba yang besar bagi pemegang saham. Analisis rasio keuangan merupakan suatu alternatif untuk menguji apakah informasi keuangan yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan bermanfaat untuk melakukan klasifikasi atau prediksi terhadap harga saham dipasar modal. Tingkat kesehatan perusahaan penting artinya bagi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya, sehingga kemampuan untuk memperoleh keuntungan dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat menghindari adanya kemungkinan kebangkrutan likuidasi pada perusahaan. Resiko likuidasi terhadap perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis terhadap laporan keuangan 4 yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI. Analisis laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan serta hasil-hasil yang telah dicapai sehubungan dengan pemilihan strategi perusahaan yang telah dilaksanakan. Analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk kemudian menunjukkan resiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan. Makna dan kegunaan rasio keuangan dalam praktek bisnis pada kenyataannya bersifat subjektif tergantung kepada untuk apa suatu analisis dilakukan dan dalam konteks apa analisis tersebut diaplikasikan Helfert, 1991. Kinerja dari suatu perusahaan yang go public merupakan gambaran atau indikator yang dapat menunjukkan bisa atau tidaknya perusahaan meningkatkan kekayaan pemegang saham share holder. Pengukuran kinerja perusahaan harus dilakukan oleh pihak manajemen secara kontinyu agar dapat menentukan berhasil tidaknya perusahaan mewujudkan tujuan yaitu memaksimalkan kesejahteraan atau kekayaan pemegang saham. Salah satu alasan yang paling logis mengapa investor atau share holder tetap mempertahankan investasinya adalah ”kepuasan” yang bisa dirasakan dinikmati investor dari hasil kinerja perusahaan investasinya. 5 Media yang dapat digunakan untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi-laba, ikhtisar laba yang ditahan, dan laporan posisi keuangan. Laporan keuangan menurut Munawir 1995:5 adalah dua daftar yang disusun oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan, dua daftar tersebut adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau rugi-laba. Pada akhir-akhir ini perseroan telah menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan laba ditahan. Kinerja perusahaan berkaitan erat dengan tingkat kesehatan perusahaan karena dilihat dari laporan keuangan perusahaan bersangkutan. Bila kinerja perusahaan tersebut baik, maka kesehatan perusahaan juga baik begitu pula sebaliknya. Beberapa penelitian tentang kinerja perusahaan dan variabel ekonomi makro sudah dilakukan antara lain oleh Robertson 1985. Robertson 1985 mengemukakan rasio likuiditas, leverage, profitabilitas dan aktivitas untuk menilai kesehatan perusahaan dimasa yang akan datang. Penelitian kesehatan perusahaan ini dilakukan dengan menyesuaikan informasi laporan keuangan dengan adjustment nilai uang dan harga inflasi. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Umi Murtini dan Nathalia Dewi yang menganalisis kesehatan perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan pada dasarnya dengan membandingkan rasio perusahaan dengan rasio industri, maka akan dapat diketahui apakah perusahaan yang 6 bersangkutan itu dalam aspek keuangan tertentu berada diatas rata-rata industri, berada pada rata-rata industri atau terletak dibawah rata-rata industri. Apabila suatu perusahaan diketahui berada dibawah rata-rata industri haruslah dianalisis faktor-faktor yang menyebabkannya. Kemudian diambil kebijakan keuangan untuk meningkatkan rasionya menjadi berada dalam rata- rata industri atau diatas rata-rata industri. Banyak perusahaan-perusahaan yang sehat mempunyai current rasio kurang dari 200 Hilmawan, 2004. Analisis laporan keuangan meliputi perhitungan dan interpretasi laporan keuangan. Untuk menilai kinerja perusahaan biasanya dilihat dari lima aspek yaitu likuiditas, leverage, aktivitas, profitabilitas dan penilaian Copeland, 1997 dalam Sutrisno, 2004. Hal ini menunjukkan bahwa rasio keuangan bermanfaat dalam menilai kondisi kesehatan perusahaan. Penelitian tentang prediksi tingkat kesehatan perusahaan juga telah dilakukan oleh Peni Sawitri, adapun objek yang diteliti adalah perusahaan asuransi jiwa dan analisa dilakukan dengan metode multiple diskriminan anlaysis MDA. Adapula penelitian mengenai analisis pengaruh krisis moneter dan ukuran perusahaan terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang dilakukan oleh Widanarni Pujiastuti, metode yang digunakan adalah dengan Principal Component Analysis. Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Nehseh Bangun, yaitu analisis tingkat kesehatan perusahaan dalam menentukan presentase pengurangan hutang pajak bumi dan bangunan PBB atas wajib pajak badan. Adapun metode yang digunakan dalam meneliti tingkat kesehatan perusahaan adalah berdasarkan Keputusan Menteri 7 Keuangan RI No. 198KMK 016 1998 tentang penilaian tingkat kesehatan BUMN. Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk menguji manfaat rasio keuangan dalam menganalisa tingkat kesehatan perusahaan, seperti Zaenudin dan Hartono 1999, Rofiqoh 2001 dan Sutrisno 2004, namun masih jarang yang meneliti tentang kesehatan perusahaan dipengaruhi faktor eksternal seperti variabel ekonomi makro. Pengukuran kesehatan perusahaan dapat dilihat dari kinerja perusahaan itu sendiri, karena kinerja dapat diartikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau tujuan perusahaan, tingkat pencapaian misi perusahaan, tingkat pencapaian pelaksanaan tugas secara aktual dan pencapaian misi perusahaan. Kinerja juga dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang akhirnya mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Waspodo dan Toto Aryanto 2005 yang meneliti pengaruh variabel ekonomi makro dan faktor ekonomi mikro terhadap kesehatan perusahaan dilihat dari perubahan ROE return on equity perusahaan karena dinilai perusahaan yang sehat dapat diukur dari tingkat profitabilitas yang dimiliki. Begitupula penelitian yang telah dilakukan oleh Toto Sugiharto dan Maharani Ika Lestari, meneliti pengaruh variabel ekonomi makro terhadap ROA Return on Asset, ROE Return on Equity dan LDR Loan to Deposit Ratio untuk menilai kinerja bank devisa dan non devisa. 8 Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh variabel-variabel ekonomi makro yang diwakili oleh perubahan inflasi, perubahan nilai tukar dollar terhadap rupiah dan perubahan PDB produk Domestik Bruto terhadap kesehatan perusahaan yang dinilai dari rasio profitabilitas yaitu diwakili oleh perubahan ROA Return on Asset dan ROE Return on Equity perusahaan khususnya pada sektor industri manufaktur. Oleh karena itu penelitian ini diberi judul “PENGARUH PERUBAHAN VARIABEL EKONOMI MAKRO TERHADAP PERUBAHAN KESEHATAN PERUSAHAAN MANUFAKTUR”

B. Perumusan Masalah