Dokumen Perencanaan - Bappeda Kab. Probolinggo

(1)

BAB II

KONDISI, ANALISIS

DAN PREDIKSI KONDISI UMUM DAERAH

2.1 Kondisi dan Analisis

2.1.1 Geomorfologi dan Lingkungan Hidup

2.1.1.1 Geomorfologi

A. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur berada pada posisi 7º40΄ - 8º10΄ Lintang Selatan (LS) dan 112º50΄ - 113º30΄ Bujur Timur (BT), dengan luas wilayah mencapai 1.696,17 km2. Batas-batas wilayah Kabupaten Probolinggo, adalah:

- Sebelah Utara (7º40΄ LS) : Selat Madura.

- Sebelah Timur (113º30΄ BT) : Kabupaten Situbondo. - Sebelah Barat (80º10΄ LS) : Kabupaten Pasuruan.

- Sebelah Selatan (112º50΄ BT) : Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember.

- Sedangkan di sebelah Utara bagian tengah terdapat Daerah Otonom, yaitu Kota Probolinggo.

Dari luas wilayah yang ada, pemanfaatan paling besar 513,80 Km untuk tegal, 426,46 Km2 untuk hutan dan 373,13 Km2 untuk persawahan. Sedangkan sisanya sebesar 383,38 Km2 bagi peruntukan lainnya yaitu


(2)

permukiman, perkebunan, tambak/kolam, sempadan sungai dan pantai. Dalam jangka waktu 20 tahun yang akan datang distribusi pemanfaatan tata ruang ini bisa berubah dengan adanya peningkatan kebutuhan permukiman dengan perkembangan jumlah penduduk, untuk kawasan industri (manufaktur maupun jasa) yang bisa mendesak turunnya proporsi untuk pertanian. Dengan demikian perlu dipikirkan kualitas dari rencana tata ruang yang lebih baik serta diterapkannya perundangan penataan ruang sebagai payung kebijakan pemanfaatan ruang bagi semua sektor. Oleh karena jika terjadi perubahan tata guna lahan perlu mengikuti perencanaan tata ruang daerah/wilayah Kabupatan Probolinggo sampai 20 tahun kedepan.

B. Topografi

Secara topografi Kabupaten Probolinggo mempunyai ciri-ciri fisik yang menggambarkan kondisi geografis terdiri dari dataran rendah pada bagian Utara, lereng-lereng gunung pada bagian Tengah dan dataran tinggi pada bagian Selatan dengan tingkat kesuburan dan pola penggunaan tanah yang berbeda. Kabupaten Probolinggo terletak di lereng gunung-gunung membujur dari Barat ke Timur, yaitu Gunung Semeru, Gunung Argopuro, Gunung Tengger dan Gunung Lamongan. Kabupaten Probolinggo terletak pada ketinggian 0 – 2500 m di atas permukaan laut dengan temperatur rata-rata 27ºC - 30ºC, sedangkan bagian Selatan yaitu Kecamatan Sukapura, Sumber, Tiris dan Krucil udaranya relatif bertemperatur rendah. Tanahnya berupa tanah vulkanis yang banyak mengandung mineral berasal


(3)

dari ledakan gunung berapi yang berupa pasir dan batu, lumpur bercampur dengan tanah liat yang berwarna kelabu kekuning-kuningan. Sifat tanah semacam ini mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan sangat cocok untuk jenis tanaman sayur-sayuran (hortikultura) seperti di sekitar pegunungan Tengger yang mempunyai ketinggian antara 750 – 2.500 m di atas permukaan laut. Meskipun demikian perlu diwaspadai kemungkinan terjadi bencana meletusnya gunung berapi, mengingat gunung Semeru masih aktif dan kadang kala menyemburkan pasir seperti hujan pasir yang dapat dirasakan juga oleh masyarakat Kabupaten Probolinggo.

Tanah yang membujur dari Barat ke Timur di bagian Selatan yang berada di kaki pegunungan Argopuro dan berketinggian antara 150 – 750 m di atas permukaan laut sangat cocok untuk tanaman kopi, buah-buahan seperti durian, alpukat dan mangga. Wilayah Kecamatan yang sangat tepat untuk tanaman buah-buahan ini adalah Kecamatan Krucil dan Tiris. Kabupaten Probolinggo memang terkenal dengan buah mangga yang merupakan tanaman musiman, sehingga kalau sedang musim, produksi buah mangga sangat melimpah. Oleh karena buah ini tidak tahan lama, maka perlu dipikirkan upaya untuk menggunakan buah mangga sebagai bahan dasar untuk membuat berbagai makanan dan minuman yang mempunyai nilai jual lebih tinggi, seperti selai, kripik, jus, dan dodol.

Bentuk permukaan daratan di kabupaten Probolinggo diklasifikasikan atas tiga (3) jenis, yaitu:


(4)

1. Dataran rendah dan tanah pesisir dengan ketinggian 0 - 100 m diatas permukaan air laut, daerah ini membentang di sepanjang pantai Utara mulai dari Barat ke arah Timur. Dengan demikian keberadaan laut tersebut cukup potensi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, namun juga perlu mengamankan wilayah pesisir pantai supaya tidak terjadi abrasi, yaitu dengan cara menanami bakau sepanjang tepi pantai dan tidak diperkenankan adanya reklamasi untuk lahan bangunan.

2. Daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 - 1.000 m diatas permukaan air laut, daerah ini terletak di wilayah bagian Tengah sepanjang kaki Gunung Semeru dan Pegunungan Tengger serta pada bagian Utara sisi bagian Timur sekitar Gunung Lamongan. 3. Daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 1.000 m dari

permukaan air laut, daerah ini terletak di sebelah Barat Daya yaitu sekitar Pegunungan Tengger dan di sebelah Tenggara yaitu disekitar Pegunungan Argopuro.

Kondisi yang bervariasi tersebut telah memperkaya sumberdaya alam, baik yang terdapat di darat, laut, dan udara dalam bentuk keanekaragaman flora, fauna, sumberdaya mineral, dan sumberdaya air yang diharapkan dapat didayagunakan secara optimal, bertanggung jawab dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan pola penggunaan tanah menggambarkan mayoritas untuk lahan pertanian dan sebagian untuk permukiman dan industri. Namun perlu diperhatikan tata ruang yang disusun jangan sampai dalam


(5)

prakteknya terjadi perubahan fungsi lahan yang tidak sesuai peruntukkannya.

Selain itu di Kabupaten Probolinggo juga terdapat kawasan rawan bencana berupa tanah longsor, seperti kawasan pantai, tanah gundul di kawasan hutan lindung dan kawasan berkelerengan lebih dari 40 %. Hal ini perlu diantisipasi supaya tidak menimbulkan bencana dikemudian hari.

Dengan demikian, sebagian besar daratan digunakan untuk penyediaan pangan dan kegiatan pertanian lainnya, hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor andalan masyarakat Kabupaten Probolinggo.

C. Hidrologi

Menurut Dinas Pengairan Kabupaten Probolinggo, terdapat 25 sungai yang mengalir di wilayah Kabupaten Probolinggo. Sungai terpanjang adalah Rondoningo dengan panjang 95,2 km sedangkan sungai terpendek adalah Afour Bujel dengan panjang hanya 2 km. Sungai yang paling lebar adalah sungai Pancarlagas dengan lebar 50 m dan panjang 85,70 Km. Sungai-sungai yang mempunyai debit air terkecil adalah sungai Pekalen dengan debit 3.300 (ml/dt), panjang 35,10 Km dan lebar 35 m serta baku lahan paling luas diairi 6.983 Ha. Sementara itu, terdapat areal irigasi yang cukup luas, yaitu 35.031 Ha, sehingga membuka peluang bagi petani untuk meningkatkan hasil produksinya. Namun untuk mempertahankan kondisi tersebut perlu menjaga debit air yang stabil. Kenyataanya debit air


(6)

tergantung pada kemampuan tangkapan air di musim hujan dan kondisi hutan di daerah hulu sungai. Untuk keperluan tersebut pemeliharaan sungai perlu lebih diperhatikan, jangan sampai sempadan sungai dimanfaatkan untuk kegiatan yang tidak selayaknya, misalnya adanya bangunan hunian di kawasan yang seharusnya untuk peruntukan tanaman.

Selain sungai, di Kabupaten Probolinggo juga terdapat Danau/Ranu, yaitu Danau/Ranu Segaran, Danau/Ranu Agung, dan Danau/Ranu Gedang, yang sampai saat ini belum didayagunakan sebagaimana mestinya. Danau/Ranu tersebut dapat meningkatkan aset Kabupaten Probolinggo jika dikelola dengan baik yaitu dapat digunakan sebagai daerah wisata maupun untuk budidaya perikanan air tawar.

D. Klimatologi

Lokasi Kabupaten Probolinggo yang berada di sekitar garis khatulistiwa berarti daerah ini mengalami perubahan iklim dua jenis setiap tahun, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Untuk musim kemarau berkisar pada bulan April hingga bulan Oktober dengan rata-rata curah hujan ± 29,5 mm per hari hujan, sedangkan musim penghujan dari bulan Oktober hingga April dengan rata-rata curah hujan ± 229 mm per hari hujan. Curah hujan yang cukup tinggi terjadi pada bulan Desember sampai dengan Maret dengan rata-rata ± 360 mm per hari hujan. Melihat rentang curah hujan yang sangat besar perlu diwaspadai timbulnya banjir pada bulan-bulan dengan curah hujan tertinggi. Diantara dua musim tersebut


(7)

terdapat musim pancaroba yang biasanya ditandai dengan tiupan angin kering yang cukup kencang yang biasa disebut Angin Gending.

2.1.1.2 Lingkungan Hidup

Pembangunan bidang lingkungan hidup diarahkan untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan. Untuk mewujudkan arah pembangunan bidang lingkungan hidup tersebut ditetapkan strategi dan prioritas pembangunan bidang lingkungan hidup, yaitu pengendalian dan pemulihan pencemaran udara, tanah, air pada daerah yang memiliki industri bsar dan sedang sampai ke hilir.

Pembangunan yang dilakukan di seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kabupaten Probolinggo masih sering mengutamakan pencapaian tujuan jangka pendek dan kurang mempertimbangkan keberlanjutannya dan adanya daya dukung lingkungan. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan eksploitasi sumberdaya alam (SDA) secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas SDA dan lingkungan hidup termasuk terjadinya konflik pemanfaatan ruang untuk berbagai peruntukannya. Penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah (1) pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum menggunakan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah; (2) pemanfaatan dan pengendalian tata ruang yang tidak konsisten, dan (3) belum adanya kesepahaman serta komitmen antar pelaku pembangunan dalam pengelolaan tata ruang.


(8)

Pengelolaan lingkungan hidup di wilayah pedesaan kabupaten Probolinggo yang diarahkan melalui lima macam pengembangan, yaitu (1) pengembangan agropolitan terutama bagi kawasan yang berbasis pertanian; (2) peningkatan kapasitas SDM di pedesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya; (3) pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan pedesaan dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial, dan ekonomi yang komplementer serta saling menguntungkan; (4) peningkatan akses informasi dan pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi serta (5) pengembangan social capital dan human capital yang belum tergali potensinya, sehingga kawasan pedesaan tidak semata-mata mengandalkan sumberdaya alamnya saja.

Permasalahan yang dihadapi dari sektor lingkungan hidup, antara lain (1) terbatasnya SDM aparatur yang berkualifikasi lingkungan hidup; (2) adanya instrumen kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang belum dapat diterapkan secara menyeluruh; (3) masih rendahnya kesadaran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan hidup; (4) belum optimalnya peran organisasi lingkungan hidup; (5) terjadinya fenomena pembangunan oleh masyarakat yang tidak serasi dengan rencana tata ruang, dan (6) masih adanya pelanggaran di bidang sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sedangkan permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan hidup lainnya dibedakan menjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Penyebab terjadinya pencemaran lingkungan hidup, antara lain (1) aktifitas pembuangan air limbah industri di


(9)

Kabupaten Probolinggo telah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), namun demikian pada beberapa industri (pada saat tertentu) pernah terjadi kualitas air limbahnya untuk beberapa parameter masih diatas ambang baku mutu, antara lain pabrik tahu dan pabrik gula; (2) aktivitas pembuangan air limbah dan sampah domestik ke sungai. Sedangkan penyebab terjadinya kerusakan lingkungan hidup, antara lain (1) penebangan mangrove secara liar; (2) perusakan mangrove oleh pada pencari cacing rofus; (3) aktivitas penambangan Bahan Galian Golongan C yang tidak berwawasan lingkungan; (4) aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan jaring pukat harimau yang menyebabkan kerusakan terumbu karang; (5) aktivitas pengangkutan batu bara PLTU yang menimbulkan ceceran di pantai secara akumulatif berpotensi mengganggu kehidupan terumbu karang; (6) aktivitas produksi biomasa tanaman semusim pada lahan dengan kelerengan > 45 % tanpa diikuti usaha konservasi lahan (terasering).

Berkaitan dengan upaya pengelolaan lingkungan hidup, Kabupaten Probolinggo terpisah menjadi beberapa kawasan yaitu kawasan budidaya, kawasan lindung dan kawasan rawan bencana. Terdapat juga satu kawasan yang disebut dengan kawasan khusus, yaitu kawasan PLTU Paiton, kawasan Pulau Gili Ketapang dan kawasan hortikultura (mangga estate). Luas kawasan khusus ini adalah 1.550,00 Ha atau 0,91 % dari luas wilayah Kabupaten Probolinggo


(10)

A. Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan sebagai fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. Klasifikasi kawasan budidaya meliputi kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan dengan jenis peruntukan hutan 426,46 Km2, tegalan 513,80 Km2, serta persawahan 373,13 Km2. Sedangkan lahan permukiman yang merupakan kawasan terbangun hanya meliputi 147,74 Km2 dari seluruh luas lahan. Pengaturan zoning kawasan budidaya diarahkan untuk mengendalikan perkembangan pemanfaatan ruang yang cenderung dapat berpengaruh negatif terhadap lingkungan sekitar. Pengaturan zoning kawasan budidaya ini mencakup pengembangan lokasi/kawasan industri, kawasan pertanian, kawasan pariwisata, kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan. Arah pengembangan perindustrian direncanakan menyebar. Pengendalian untuk kawasan ini dilakukan secara ketat agar tidak menimbulkan masalah lingkungan (pencemaran). Pengembangan untuk kawasan ini hanya diizinkan untuk kegiatan penunjang industri. Antara industri dan kegiatan penunjang diberi jalur hijau yang berfungsi sebagai pemisah (barrier) dan KDB maksimum sebesar 40 % dari tanah yang dimiliki.

Pengaturan zoning kawasan pertanian yang terdiri pertanian basah dan pertanian kering adalah (1) untuk sawah pertanian basah perubahan tidak boleh melebihi 50 % dari tanah yang ada di setiap kecamatan; (2) untuk pertanian kering peralihan diijinkan untuk kegiatan yang memberi nilai ekonomis tinggi dan tidak menimbulkan pencemaran, dan (3) untuk


(11)

perkebunan peralihan fungsinya diizinkan maksimum 5 % dari luas wilayah perkebunan yang ada.

Pengaturan zoning kawasan pariwisata pada berbagai wilayah kecamatan perlu dilakukan peningkatan pelayanan atas kondisi dan keindahan wisata tanpa perubahan fungsi. Sementara itu pengaturan zoning kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan dikembangkan sesuai dengan peran dan fungsinya yaitu konsep fleksibel zoning bagi kawasan yang rawan perubahan dan mempunyai fungsi yang sangat penting, sedangkan pada kawasan lainnya menggunakan konsep fixed zoning.

B. Kawasan Lindung

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Salah satu kawasan lindung yang perlu terus menerus dimantapkan adalah kawasan suaka alam. Kawasan ini di Kabupaten Probolinggo telah ditetapkan sesuai dengan arahan RTRW Provinsi Jawa Timur. Pada dasarnya pemantapan kawasan ini bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan melindungi biota, ekosistem, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. Perlindungan kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.


(12)

Kawasan suaka alam selain untuk mempertahankan kelestarian alam, juga berperan dalam pengembangan dunia ilmu pengetahuan dan kegiatan wisata. Kegiatan ini tetap harus dipertahankan berdasarkan pada konsepsi menjaga kawasan suaka alam, termasuk kawasan suaka alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Pengaturan zoning kawasan lindung dikendalikan secara ketat sesuai dengan kondisi dan penambahan fungsi kawasan tersebut antara lain (1) kawasan suaka alam dan pelestarian tidak ada perubahan fungsi, sedangkan luas kawasan serta kegiatan tambahan berupa bangunan hanya diizinkan untuk menunjang pariwisata; (2) kawasan hutan lindung mutlak tidak diizinkan adanya perubahan fungsi kawasan selain hanya untuk kawasan lindung; (3) kawasan lindung yang terdapat kawasan terbangun penunjang pariwisata yang memiliki kelerengan tanah tinggi dibatasi pengembangannya, kawasan ini dimanfaatkan sebagai kawasan wisata alam dan (4) kondisi pemanfaatan ruang di sepanjang daerah aliran sungai pada sebagian kawasan telah dimanfaatkan untuk pertanian, permukiman atau pemanfaatan bahan galian pasir. Untuk melindungi kawasan ini, maka kawasan yang belum digunakan sebagai kawasan budidaya harus tetap dipertahankan dan tidak boleh terjadi perubahan fungsi.

Masalah yang timbul di dalam kawasan hutan lindung yang terbentang di sepanjang aliran sungai adalah adanya perambahan hutan, pemanfaatan hutan lindung menjadi tanah pertanian dan atau pemukiman dan penambangan liar bahan galian pasir.


(13)

Pelestarian lingkungan hidup melalui pengaturan kawasan, terutama untuk kawasan lindung dilakukan untuk tetap dapat mempertahankan kelestarian alam, pengendalian dan pencemaran udara, tanah, dan air. Pengendalian tersebut perlu terus menerus dipantau, agar kualitas lingkungan hidup di Kabupaten Probolinggo terjaga.

C. Kawasan Rawan Bencana

Penetapan kawasan rawan bencana di Kabupaten Probolinggo bertujuan untuk melindungi manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara tidak langsung oleh perbuatan manusia itu sendiri. Bencana yang dimaksudkan berupa tanah longsor, termasuk didalamnya adalah wilayah rentan yaitu daerah-daerah yang memiliki tingkat erosi tinggi, kawasan pantai dan tanah gundul di kawasan hutan lindung, serta kawasan bersudut lereng lebih dari 40 %. Kawasan rawan bencana lainnya meliputi kawasan rawan gerakan tanah, rawan letusan gunung berapi, rawan gempa bumi, dan rawan angin topan.

Kawasan rawan bencana erosi pada umumnya terdapat di bagian wilayah Selatan yang merupakan daerah dataran tinggi. Berdasarkan sumber yang berasal dari Kantor Pertanahan Kabupaten Probolinggo bahwa daerah yang memiliki tingkat kemiringan tanah lebih dari 40 % cukup tinggi, yaitu seluas 35 % dari seluruh luas daerah Kabupaten Probolinggo.

Masalah yang bisa timbul untuk kawasan rawan bencana adalah adanya ancaman erosi untuk 40 % luas daerah Kabupaten Probolinggo yang dapat menurunkan produktifitas hasil produksi wilayah tersebut.


(14)

2.1.2 Demografi

Penduduk Kabupaten Probolinggo sebagian besar berasal dari suku Madura karena wilayah Kabupaten Probolinggo adalah daerah pantai yang sebagian besar hidup sebagai nelayan. Berdasarkan sebaran penduduk menunjukkan 72,6 % tinggal di pedesaan sedangkan sisanya sebesar 27,4 % tinggal di perkotaan.

Berdasarkan hasil susenas tahun 2000, Kabupaten Probolinggo memiliki penduduk sebesar 1.004.967 jiwa jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,95% dan hasil survey Sosial dan Ekonomi Nasionan (Susenas) Tahun 2004, jumlah penduduk menjadi sebesar Rp. 1.043.971 Jiwa yang berarti laju penduduk sebesar 0,96%.

Kondisi ini diikuti pula dengan peningkatan tingkat kepadatan penduduk sebesar 3,8 % pada tahun 2004. Peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk disamping karena penambahan angka kelahiran juga disebabkan oleh migrasi dari daerah sekitarnya, karena Probolinggo merupakan pusat Wilayah Pembangunan (WP) Probolinggo – Lumajang. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,96 % per tahun, maka diperkirakan dalam jarak waktu 20 tahun ke depan akan bertambah sebesar 25 %. Dengan bertambahnya jumlah penduduk sebesar 270.000 (angka kelahiran tetap) berarti kebutuhan perumahan bertambah sebanyak ± 70.000 unit, penyediaan air bersih juga ikut bertambah dan demikian pula perlu adanya penciptaan lapangan pekerjaan baru, karena bertambahnya proporsi penduduk usia produktif pada periode tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk ini bila tidak diimbangi dengan lapangan kerja yang


(15)

proporsional akan menimbulkan semakin tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Salah satu cara untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan adalah melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM didefinisikan sebagai indeks komposit yang disusun dari tiga indikator, yaitu lama hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir, pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan standar hidup yang di ukur dengan pengeluaran per kapita (PPP Rupiah). IPM sebagai nilai komposit dapat menunjukkan seberapa besar tingkatan pembangunan manusia dapat dicapai. Selain itu IPM juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi perencanaan pengembangan peningkatan sumberdaya manusia (SDM).

IPM Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus mengalami kenaikan yang cukup berarti. Besar IPM tahun 2004 sebesar 58,53. Peningkatan ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi dan pembangunan manusia sudah mulai menunjukkan tanda-tanda membaik, yang hal ini tidak terlepas dari kontribusi komponen penentunya, yaitu Indeks Harapan Hidup sebesar 59,12, Indeks Pendidikan sebesar 60,53, dan Indeks Daya Beli Masyarakat sebesar 55,93. Namun, IPM Kabupaten Probolinggo masih lebih kecil dari IPM Jawa Timur yang besarnya 64,49. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih diperlukan upaya pemberdayaan berkelanjutan untuk SDM Kabupaten Probolinggo.


(16)

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kabupaten Probolinggo dalam angka, jumlah murid yang menempuh pendidikan (SD, SMA, dan SMA) semakin meningkat yang diikuti dengan peningkatan rasio guru dan murid. Sementara itu apabila ditinjau dari kesehatan, ditunjukkan bahwa terdapatnya penurunan balita dan ibu melahirkan.

Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan kependudukan adalah persebaran penduduk yang tidak merata bahwa sebagian besar penduduk dengan kepadatan tinggi tinggal di sekitar perkotaan, sedangkan penduduk dengan kepadatan rendah tinggal di daerah pedesaan. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi pembangunan wilayah yaitu terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan pembangunan antara daerah pusat kota dengan daerah pedesaan. Tantangan kependudukan untuk tahun 2005 adalah pengendalian laju pertumbuhan penduduk, pemerataan persebaran penduduk, kualitas penduduk, serta penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang kehidupan penduduk.

Struktur penduduk berdasarkan jumlah pencari kerja pada tahun 2004 tercatat 1.061 orang yang terdiri dari laki-laki 569 orang dan perempuan 492 orang. Jumlah pencari kerja ini sebatas yang terekam lewat kantor tenaga kerja. Diyakini jumlah pencari kerja sebenarnya lebih besar dari angka tersebut karena banyak yang tidak mendaftar ke kantor tenaga kerja. Dibandingkan dengan tahun 2003 jumlah pencari kerja ini mengalami kenaikan yang cukup tajam, yaitu 60 %. Jumlah lowongan yang tersedia untuk Tahun 2004 hanya 145 orang atau turun sebesar 326% dari Tahun lalu. Sedangkan besaran penempatan kerja di Tahun 2004


(17)

hanya mencapai 2,19% dari seluruh pencari kerja dengan kata lain mengalami penurunan sekitar 5% dibanding Tahun lalu.

Berdasarkan struktur umur dengan pertumbuhan rata-rata usia produktif 0,21 % pertahun, penduduk usia produktif pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai 994.232 penduduk atau sekitar 82 % dari jumlah penduduk pada tahun 2025. Jumlah ini lebih tinggi dari perkiraan penduduk usia produktif Indonesia sebesar 40 %. Jumlah ini mengindikasikan terjadinya pertumbuhan penduduk usia produktif, sehingga penanganan untuk penyediaan kesempatan kerja harus mendapat perhatian lebih besar karena adanya kecenderungan peningkatan usia produktif yang masuk pasar kerja.

Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2004 di Kabupaten Probolinggo terdapat 138.382 Rumah Tangga Miskin (RTM) dengan jumlah anggota rumah tangga sebanyak 421.795 jiwa. Adapun kecamatan yang memiliki jumlah rumah tangga miskin terbesar yaitu kecamatan besuk terdapat 11.087 RTM dengan jumlah anggota sebanyak 32.306 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Probolinggo masih diperlukannya penanganan lebih intensif yang dilakukan secara berkala untuk mengatasi masalah kemiskinan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, karena hal ini berkaitan dengan masalah mutu sumberdaya manusia (SDM), hak asasi manusia (HAM) dan pemerataan kesejahteraan. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang kependudukan antara lain (1) tingginya laju pertumbuhan penduduk; (2) cenderung meningkatnya jumlah rumah tangga miskin; dan (3) tingkat


(18)

kesadaran masyarakat untuk memiliki dokumen penduduk (KTP, KK, akta-akta Catatan Sipil) masih rendah.

2.1.3 Ekonomi dan Sumberdaya Alam

2.1.3.1 Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan gambaran dari aktifitas perekonomian masyarakat di Kabupaten Probolinggo yang juga digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Berdasarkan indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Probolinggo sampai Tahun 2004 mengalami pertumbuhan sebesar 4,51% dengan PDRB atas dasar harga konstan mencapai Rp. 4.894.000.000,9. Namun dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis ekonomi pertumbuhan ini masih belum kembali seperti semula

Sementara itu indikator pertumbuhan ekonomi lainnya dapat di ukur melalui pendapatan regional perkapita yang menunjukkan peningkatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu dari Rp. 3.846.065,99 pada tahun 2000 menjadi Rp. 5.925.277,24 pada tahun 2004. Berdasarkan

trend yang ada, PDRB untuk lima tahun ke depan diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 5,23 % per tahun. Sedangkan untuk pendapatan perkapita ADHB diharapkan tumbuh rata-rata sebesar 6,33 % per tahun.


(19)

Selanjutnya berdasarkan ADHB, sektor pertanian menyumbang sekitar 33,81 % dari total nilai PDRB Kabupaten yang diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 24,73 % sedangkan sektor paling kecil adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 2,01 %.

Pemerintah Kabupaten Probolinggo selalu berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memacu penggalian sumber keuangan baru secara intensif, wajar dan tertib agar dana pembangunan tidak terlalu tergantung dari Pemerintah Pusat. Secara umum PAD dari tahun ke tahun mengalami kenaikan jika pada tahun 2003 sebesar Rp. 23.705.403.724,18 menjadi sebesar Rp. 19.561.775.961,05 pada tahun 2004 yang disebabkan adanya perubahan obyek pajak. Apabila dibandingkan dengan besarnya APBD Tahun 2004 yang sebesar Rp. 347.004.328.154 maka kontribusi PAD sebesar 5,52%. Sehingga keuangan Kabupaten Probolinggo masih dapat dikatakan masih bergantung pada Pemerintah Pusat.

Apabila ditinjau dari besarnya angka Daya Beli Masyarakat (DBM) tercermin masih kurang kuatnya permintaan barang dan jasa yang di dorong oleh peningkatan pengeluaran oleh para pelaku ekonomi, tetapi secara umum pengeluaran kebanyakan masih cenderung terserap pada konsumsi bukan pada investasi. DBM Kabupaten Probolinggo selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan nilai pendapatan dan pengeluaran per kapita penduduk dan inflasi mata uang rupiah. Besarnya DBM Kabupaten Probolinggo tahun 2004 adalah Rp 1.967.100,- per kapita per tahun, meningkat 11 % dari tahun 2003. Apabila


(20)

dibandingkan dengan angka rata-rata DBM di Propinsi Jawa Timur sebesar Rp. 1.756.200,- per kapita per tahun, menunjukkan bahwa DBM Kabupaten Probolinggo sudah lebih baik. Hal ini diperkuat dengan besarnya Ideks Daya Beli (IDB) Kabupaten Probolinggo tahun 2004 yang besarnya 58,56 masih lebih tinggi dari IDB Propinsi Jawa Timur.

Mencermati Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Probolinggo menunjukkan bahwa realisasi anggaran pendapatan melebihi rencana yang telah ditargetkan di tahun 2004, dengan besar rencana Rp. 344.821.879.000,- dan realisasi sebesar Rp. 345.887.858.145,05,-. Disamping itu anggaran belanja mengalami surplus, yang berarti tingkat pendapatan melebihi jumlah yang dibelanjakan. Walaupun demikian perlu dicatat bahwa surplus ini terjadi karena ada sebagian kegiatan yang tidak terselesaikan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Apabila kegiatan tersebut bersifat kegiatan investasi Pemerintah berarti surplus tersebut justru kurang membantu pertumbuhan ekonomi daerah.

A. Industri

Berdasarkan hasil survei industri yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi peningkatan jumlah perusahaan, tercatat 14 Industri Besar dengan penyerapan tenaga kerja ± 1400 orang, 41 industri sedang dengan penyerapan tenaga kerja 2.500 orang. Tiga jenis industri utama di Kabupaten Probolinggo adalah industri kerajinan umum (39 %) diikuti oleh industri pangan (37 %) dan yang terkecil adalah industri logam (3 %).


(21)

Industri kerajinan merupakan jenis industri unggulan dari Kabupaten Probolinggo, sehingga keberadaannya perlu untuk tetap dipertahankan. Kerajinan kayu dalam bentuk mebelair memiliki nilai jual yang tinggi terutama untuk pasar ekspor, karena memiliki kekhasan tersendiri, baik dilihat bahan bakunya, yaitu umur kayu dan jenis kayu yang dipergunakan maupun desain hasil produksinya.

Pengelolaan industri kerajinan diarahkan pada peningkatan kualitas hasil produksi kerajinan, peningkatan usaha kelompok pengrajin dengan fasilitas kredit lunak, penyebarluasan informasi pemasaran kepada kelompok usaha. Sedangkan pengelolaan industri pengolahan diarahkan pada penyiapan kawasan lokalisasi industri berorientasi pengolahan hasil pertanian, peningkatan dan penggunaan teknologi pengolahan yang bebas polusi.

Selama periode lima tahun terakhir investasi mengalami peningkatan rata sebesar 5,3 % per tahun. Sedangkan produksi meningkat rata-rata sebesar 1,7 % per tahun. Untuk masing-masing sektor peningkatan yang terjadi adalah (1) Industri mesin, logam dan kimia untuk industri kecil formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,3 % per tahun; (2) Industri mesin, logam dan kimia untuk industri kecil non formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,3 %; (3) Industri Aneka untuk industri kecil formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,2 %; (4) Industri Aneka untuk industri kecil non formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,6 %, (5) Industri hasil pertanian dan kehutanan untuk industri kecil formal mengalami peningkatan rata-rata sebesar 14 %.


(22)

Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa sektor formal mengalami kenaikan lebih besar daripada sektor non formal. Selain itu, industri kecil juga mengalami kenaikan yang lebih besar dibandingkan industri menengah dan besar.

Jumlah industri kecil selama kurun waktu lima tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata 3,8 %. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor industri kecil mengalami kenaikan rata-rata 3,3 % selama lima tahun terakhir. Kondisi Industri yang masuk kriteria baik mengalami kenaikan rata-rata 1,5 % per tahun. Industri yang masuk kriteria cukup, mengalami kenaikan rata-rata 17,4 %.

Walaupun perkembangan industri cukup menggembirakan, beberapa masalah yang perlu mendapatkan perhatian adalah masalah yang berkaitan dengan pasar yaitu produk yang dihasilkan masih berorientasi pada pasar lokal, lemahnya inovasi-inovasi dalam networking (jejaring) yang justru dituntut untuk memasuki pasar global dan masih sedikitnya pemanfaatan komunikasi pasar melalui internet.

B. Pariwisata

Probolinggo mempunyai banyak obyek wisata, diantaranya Gunung Bromo, air terjun Madakaripura, Pulau Giliketapang dengan taman lautnya, Pantai Bentar, Arung Jeram, Danau Ronggojalu, Ranu Segaran, dan Sumber Air Panas yang terletak di Desa Tiris serta Candi Ketapang dan Candi Jabung yang mencerminkan kejayaan masa lalu. Selain itu Kabupaten Probolinggo memiliki bermacam-macam seni budaya khas,


(23)

diantaranya Kerapan Sapi, Tarian Kuda Kencak, Tari Kiprah Glipang, Tari Slempang, Tari Pangore, Tari Rondojalu, dan seni budaya masyarakat Tengger (Hari Raya Kasada).

Jumlah wisatawan yang berkunjung di Kabupaten Probolinggo menurun sebesar 16 % tahun 2003-2004 baik untuk wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Tujuan wisatawan sebanyak 64 % ke Gunung Bromo, 32 % ke Gunung Bentar, 3,5 % ke Ronggojalu, dan 0,3 % ke Air Terjun Madakaripura.

Penurunan jumlah wisatawan saat ini lebih disebabkan oleh adanya lumpur Lapindo yang mengakibatkan sektor perekonomian Jawa Timur mengalami penurunan yang tidak hanya di alami oleh Kabupaten Probolinggo saja melainkan juga Kota dan Kabupaten lainnya di Jawa Timur. Selama ini jalur pariwisata (road map) wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara mempunyai rute jalur pariwisata Surabaya-Malang-Probolinggo-Bali. Namun sekarang rute pariwisata tersebut dialihkan menjadi Surabaya-Malang-Denpasar, dengan memakai jalur penerbangan.

Beragamnya obyek wisata di Kabupaten Probolinggo belum ditunjang dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang memadai salah satunya adalah sarana akomodasi. Beberapa permasalahan yang dihadapi adalah (1) terbatasnya sarana dan prasarana pariwisata utamanya pada kawasan-kawasan wisata selain Gunung Bromo; (2) keterbatasan kesadaran masyarakat dalam pengembangan pariwisata daerah; dan (3)


(24)

kurangnya pemeliharaan, pelestarian dan pengembangan pariwisata daerah.

2.1.3.2 Sumberdaya Alam

A. Sumberdaya Alam Tidak Terbarukan

Sumberdaya alam tidak terbarukan yang dimiliki oleh Kabupaten Probolinggo berupa bahan-bahan tambang meliputi sirtu (pasir/tanah dan batu-batuan). Kawasan pertambangan adalah kawasan yang mempunyai potensi untuk usaha pertambangan yang meliputi pertambangan bahan-bahan galian golongan C. Berdasarkan data dari Dispenda Kabupaten Probolinggo terdapat beberapa hasil tambang di Kabupaten Probolinggo yaitu batu gunung, pasir, tanah urug, dan pasir/krikil batu. Luas areal tambang batu gunung pada tahun 2001 adalah 61 Ha dan menurun menjadi 57 Ha pada tahun 2004. Penurunan ini diikuti dengan menurunnya jumlah produksi sebesar 0,77 %. Tambang pasir yang dimiliki juga mengalami penurunan hasil produksi sebesar 0,45 % dari tahun 2002 ke tahun 2004. Kemudian besarnya luas areal tambang pasir/krikil batu dari tahun 2001 ke tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 0,93 %.

Penurunan hasil tambang sirtu terjadi karena adanya pembatasan lahan yang diperbolehkan untuk di tambang dari Pihak Pemerintah Daerah. Pengelolaan sektor pertambangan ke depan diarahkan pada pembatasan eksploitasi bahan tambang golongan C dalam luasan kawasan dan volume terutama di Kecamatan Maron, Krejengan, Pajarakan, Pakuniran, dan Kotaanyar. Pembatasan eksploitasi terutama ditujukan pada usaha


(25)

penambangan yang tidak berijin. Disamping itu juga dilakukan pembinaan dan penyuluhan secara berkala dan diawasi secara ketat. Hal ini dilakukan dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup akibat beban cemaran limbah pada komponen lingkungan fisik, kimia, biologi, sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan masyarakat. Selain itu untuk jangka 20 tahun ke depan bahan tambang yang merupakan sumberdaya tidak terbarukan tidak dapat diandalkan untuk meningkatkan pendapatan daerah, karena itu perlu dikelola secara efektif dan efisien sehingga penggunaannya lebih hemat, sekaligus menjaga kelestariannya.

B. Sumberdaya Alam Terbarukan

Sumberdaya alam terbarukan di Kabupaten Probolinggo berasal dari hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, serta perikanan dan kelautan.

Hasil Pertanian

Berdasarkan karakteristik daerah ± 60 % mata pencaharian penduduk bekerja di sektor pertanian. Pertanian tanaman pangan masih merupakan sub sektor andalan dalam pembangunan di Kabupaten Probolinggo. Tanaman pangan meliputi padi dan palawija yang terdiri dari tanaman jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan kedele. Secara keseluruhan luas areal panen padi dan palawija tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 2,65 % dibandingkan tahun 2000 tapi hasil produksi padi sejak tahun 2001 sampai dengan 2004 menunjukkan kenaikan sebesar


(26)

0,6 % dengan produksi padi perhektar yang mengalami kenaikan sebesar 0,03 % Tahun 2004.

Untuk produksi palawija, secara umum areal panen mengalami penurunan yang diikuti dengan penurunan hasil produksinya untuk tahun 2004 dibandingkan tahun 2003. Untuk ubi kayu dan ubi jalar masing-masing naik sebesar 56 % yakni mencapai 184.498 Ton. Meningkatnya produksi palawija yang berupa ubi kayu dan ubi jalar menggambarkan bahwa petani lebih memfokuskan pada tanaman palawija ini, di samping karena mudah dalam melakukan budidaya juga dari segi biaya lebih murah, mereka juga mengkonsumsinya sebagai pengganti beras apabila harga beras mahal atau pada saat harga palawija tersebut sangat murah karena hasil produksi melimpah di pasar. Berdasarkan peruntukan lahan di Kabupaten Probolinggo areal sawah seluas 38.509 Ha (22,7 %) lebih kecil dibanding areal tegal seluas 52.801,95 Ha (31,1 %). Berarti penduduk lebih banyak mengusahakan tanaman palawija dibanding padi.

Kabupaten Probolinggo terkenal sebagai sentra tanaman bawang merah sebagai salah satu dari tanaman hortikultura yang dikembangkan. Luas panen dan produktifitas tertinggi dicapai oleh Kecamatan Dringu, yaitu sebesar 4.011 ha dengan produktifitas sebesar 135,68 kw/ha. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi penurunan produktifitas sebesar 5,21 %. Penurunan produktifitas dikarenakan perubahan musim yang sulit diprediksi, penggunaan pupuk yang kurang berimbang, adanya lahan produktif yang berubah fungsi, dan kurang optimalnya pengendalian hama dan penyakit pada tanaman tersebut.


(27)

Untuk tanaman buah-buahan selain Probolinggo terkenal dengan julukannya sebagai kota Mangga dan Anggur juga menghasilkan beberapa buah-buahan lainnya, seperti alpukat, manggis, dan durian. Pada tahun 2004 produktifitas mangga mencapai 48.182 Tonyang berarti mengalami penurunan sebesar 8,4 % dibanding tahun sebelumnya hal ini lebih dikarenakan pengaruh iklim yang tidak mendukung. Sedangkan untuk anggur mengalami kenaikan produksi sebesar 6,3%. Sementara produksi durian meningkat 18% walaupun alpukat dan manggis mengalami penurunan produksi sebesar 93% dan 90%. Penurunan ini disebabkan oleh serangan hama dan sistem budidaya yang kurang optimal.

Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu bagian pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang berakar di masyarakat dan merupakan andalan dalam memperkokoh fundamental ekonomi regional maupun nasional. Sub sektor tanaman pangan sebagai basis dalam struktur perekonomian daerah masih nampak terjadi fluktuasi produktifitasnya dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh (1) masih rendahnya sumberdaya manusia petani serta belum berfungsinya secara optimal keberadaan kelompok tani; (2) masih rendahnya kepemilikan aset petani yang rata-rata memiliki lahan di bawah 0,5 Ha dan belum optimalnya pemanfaatan teknologi pertanian, (3) belum dilaksanakannya anjuran pemakaian pupuk berimbang, dan (4) masih lemahnya akses pasar dan permodalan yang membutuhkan banyak persyaratan yang sulit dipenuhi oleh petani.


(28)

Masalah yang terlihat pada saat ini dalam bidang pertanian adalah menyempitnya lahan pertanian, beberapa tanaman pangan mengalami penurunan produktifitas, ketersediaan input (benih, pupuk, obat) dalam waktu, jumlah dan harga yang tepat yang belum terjangkau khususnya untuk petani lahan sempit.

Hasil Perkebunan

Komoditas perkebunan berupa kelapa, tembakau, kapuk randu, cengkeh, kopi, tebu, kapas, pinang, dan aren. Total hasil produksi kelapa di tahun 2004 sebesar 3,977 ton, naik sebesar 4,3 % dibandingkan tahun 2003. Peningkatan produksi kelapa ini disebabkan karena bertambahnya luas area perkebunan kelapa itu sendiriditambah dengan dilakukannya peremajaan secara berkal dan pemberantasan hama secara efektif.. Sementara itu total luas areal kapuk randu adalah 4.321 ha untuk tahun 2004, mengalami peningkatan sebesar 0,5 % dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil produksi kapuk dan produktifitasnya juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 8,1 %, dan 2,6 %. Peningkatan produksi yang tidak diikuti oleh peningkatan produktifitas secara proporsional, disebabkan karena belum semua tanaman randu dapat menghasilkan serat kapuk yang sama jumlah produksinya dan kurang dilakukan peremajaan.

Hasil komoditas terbesar selain kelapa dan kapuk randu adalah tembakau, kopi, dan tebu. Tembakau dengan hasil produksi berupa rajangan/krosok terdapat di beberapa Kecamatan, yaitu Gading, Pakuniran,


(29)

Kotaanyar, Paiton, Besuk, Kraksaan, dan Krejengan masing-masing dengan produktifitas yang sama, yaitu sebesar 1,40 ton/ha/tahun

Kopi dapat diperoleh di tujuh Kecamatan, yaitu Sukapura, Sumber, Tiris, Krucil, Gading, Pakuniran, dan Lumbang. Pada tahun 2004 total hasil produksi berupa ose kering mencapai 569,68 ton dengan tingkat produktifitas 0,32 ton/ha/Th . Hal perlu diwaspadai ketidakstabilan harga kopi di pasaran yang pada umumnya terkait dengan kondisi panen dan penanganan pasca panen yang kurang optimal. Hal ini berarti bahwa ketidakstabilan harga kopi harus dipertimbangkan dalam keputusan untuk menambah areal tanam. Namun untuk kopi rakyat kelemahannya sering terjadi pada kualitas produksi tidak melakukan grading sehingga antara kopi yang masak dengan yang masih muda sering tercampur, dan hal ini dapat menurunkan harga produk.

Tebu merupakan tanaman yang dapat dijumpai di hampir setiap Kecamatan, kecuali Kecamatan Kuripan dan Bantaran dengan hasil produksi berupa kristal gula. Pada tahun 2004 terjadi penurunan luas areal tanaman tebu sebesar 25 % dari tahun 2003.

Walaupun tebu, tembakau dan kopi menjadi tanaman perkebunan andalan bagi Kabupaten Probolinggo, namun masalah yang sering timbul, adalah ketidakpastian harga. Untuk kopi dan tembakau harganya sangat tergantung kepada harga pasar dunia. Sedangkan tebu harganya bagi petani tidak pasti karena tidak mendapatkan informasi yang jelas, sangat tergantung pada besar kecilnya rendemen tebu. Disamping ketidakpastian harga, berlakunya Undang-Undang Nomor 12 tahun 1992 tentang


(30)

kebebasan petani untuk memilih komoditas yang dibudidayakan menyulitkan pemerintah untuk menyeimbangkan antara produksi dan permintaan pasar.

Pengelolaan sektor perkebunan diarahkan pada peningkatan kualitas bibit unggul tanaman. Selain itu, pembangunan hasil perkebunan diarahkan untuk membangun manusia dan masyarakat perkebunan melalui usaha perkebunan. Oleh karena itu, pelaksanaan pembangunan perkebunan dilakukan dengan mengintegrasikan aspek-aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya.

Hasil Kehutanan

Pembangunan hasil kehutanan merupakan salah satu bagian pembangunan ekonomi berbasis sumberdaya alam yang berakar di masyarakat dan merupakan andalan dalam memperkokoh fundamental ekonomi regional maupun nasional. Berkaitan dengan kehutanan, menurut fungsinya terbagi atas tiga klasifikasi yaitu hutan lindung, hutan produksi, dan hutan suaka alam. Luas hutan secara total menurut data yang diperoleh dari Perum Perhutani II Jatim/KKPH Probolinggo tahun 2004 adalah meningkat 0,62 % dengan capaian luas arel 51.502,9 ha dan terdistribusi menjadi hutan lindung 54% hutan produksi dan sisanya 42 % merupakan hutan suaka alam 4%.

Berdasarkan perkembangan fakta tersebut, masalah yang timbul adalah berkurangnya luas hutan lindung karena beralih fungsi menjadi


(31)

hutan produksi yang dikhawatirkan menurunkan fungsi hutan lindung dengan indikator hilangnya beberapa spesies tanaman yang dilindungi.

Hasil Peternakan

Hasil peternakan di Kabupaten Probolinggo dibedakan antara ternak besar, ternak kecil dan unggas (ayam dan burung). Perkembangan populasi ternak yang naik turun menghasilkan pendapatan peternak yang juga mengalami pasang surut. Adanya penyakit ternak besar, seperti kuku dan mulut dan ternak unggas seperti Avian Flu, mempengaruhi pendapatan peternak, karena peternak harus mengeluarkan biaya ekstra untuk melakukan vaksinasi.

Dengan memperhatikan aspek manajemen budidaya yang masih lemah dan belum berorientasi bisnis, maka nilai tambah atau hasil yang dicapai belum memberikan kontribusi baik kepada pertumbuhan ekonomi rakyat maupun pendapatan daerah. Hal ini diakibatkan oleh adanya beberapa permasalahan yang ada antara lain (1) rekayasa genetika sapi-sapi bibit Intansejati (IB) berjalan sangat lamban dan kurang memperoleh perhatian yang serius; (2) belum adanya sentuhan teknologi terhadap limbah pertanian sebagai pakan ternak yang potensial; (3) belum adanya penanganan yang serius terhadap akses pasar yang berpihak kepada peternak, (4) pengembangan budidaya ternak sangat kecil karena keterbatasan modal, (5) minimnya sarana, prasarana, dan alat mesin (Alsin) peternakan untuk pembibitan, teknologi pakan, penanganan kesehatan


(32)

hewan, dan (4) belum adanya penanganan kesehatan ternak yang memadai (klinik, laboratorium type C, Poskeswan).

Hasil Perikanan dan Kelautan

Hasil Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Probolinggo diperoleh dari hasil penangkapan di laut, tambak, kolam, dan keramba serta ranu/sungai. Produktifitas hasil penangkapan ikan di laut semakin lama semakin menurun dan berdampak kepada rendahnya pendapatan nelayan. Kondisi ini dikarenakan rusaknya sebagian habitat ikan di laut yang mengalami degradasi ekosistem di laut dan pantai. Apabila kerusakan habitat ikan di laut dan pantai tidak dilakukan rehabilitasi ekosistemnya, maka pendapatan nelayan akan semakin menurun. Daerah kerusakan yang terjadi terutama terumbu karang dan kawasan mangrove, serta kurangnya partisipasi masyarakat dan pihak swasta untuk bersama-sama melindungi habitat ikan di laut secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Adapun beberapa permasalahan yang dihadapi dalam hasil perikanan yaitu (1) sebagian besar sarana dan prasarana tangkap yang dipakai nelayan kapasitasnya kecil; (2) terbatasnya fishing ground dan adanya over fishing; (3) besarnya biaya untuk budidaya air payau (pengelolaan tambak) secara intensif; (4) banyaknya lahan tambak yang ditinggalkan pemiliknya; (5) masih rendahnya pemahaman tentang kelembagaan kelompok, manajemen permodalan sehingga nelayan berada pada posisi yang lemah; (6) masih adanya konflik antar nelayan, dan (7)


(33)

tingkat kesadaran masyarakat masih rendah terhadap pelestarian fungsi laut dan pantai.

2.1.4 Sosial Budaya dan Politik

2.1.4.1 Sosial Budaya

Kehidupan masyarakat Kabupaten Probolinggo relatif rukun, toleran, dan terbuka merupakan modal dasar untuk melaksanakan pembangunan dan merealisasikan tujuan reformasi. Sikap menghargai perbedaan pendapat secara kritis telah membudaya di masyarakat juga merupakan modal dasar untuk mengembangkan pemerintahan yang baik dan bersih

(good and clean governance). Demikian pula karakateristik masyarakat Kabupaten Probolinggo yang ulet, tegas, terbuka, dan lugas bila dikelola dan disalurkan dengan baik merupakan modal dasar yang cukup besar peranannya dalam pembangunan.

Masyarakat Probolinggo sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur yang menghargai nilai-nilai adat dan budaya Jawa dan Madura serta terbuka terhadap nilai-nilai positif yang datang dari luar, merupakan kondisi yang sangat kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan mewujudkan cita-cita reformasi. Meskipun masyarakat Probolinggo sebagian besar terdiri dari Jawa dan Madura, kehidupan mereka relatif rukun dan damai dengan warga.

Perubahan sosial tidak dapat dielakkan di tengah masyarakat yang selalu dinamis. Nilai sosial yang yang ideal melekat pada masyarakat Probolinggo tidak berbeda dengan nilai sosial ideal Jawa pada umumnya,


(34)

yaitu rasa kolektifitas menjadi sangat dominan dalam kehidupan sehari-hari. Individu tidak bisa dengan leluasa berbuat tanpa ada kesepakatan kolektif dalam mencapai tujuan hidupnya. Mereka tetap terikat dengan sebuah kesadaran kolektif baik ditingkat keluarga maupun masyarakat. Disamping itu terdapat sebagian kecil masyarakat lainnya yang sosial budayanya masih diwarnai oleh sisa-sisa zaman kerajaan Majapahit, yaitu masyarakat Tengger yang hidup di lereng gunung Bromo, Kecamatan Sukapura, Sumber dan sekitarnya dengan sebagian besar penduduknya beragama Hindu.

Sebagai daerah pesisir/pantai, sosial budaya masyarakat Probolinggo telah mulai mengalami akulturasi. Keragaman budaya itu menjadi kekayaan yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Permasalahan budaya yang dihadapi adalah semakin besarnya pengaruh globalisasi yang berdampak pada perubahan sosial budaya lokal, yang bila tidak diantisipasi dan dikendalikan tentunya akan berdampak pada nilai-nilai sosial budaya lokal.

A. Agama

Selama ini pembangunan agama menunjukkan adanya peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terpeliharanya kerukunan antar umat beragama serta meningkatnya kesadaran dan peran aktif umat beragama. Hal ini ditandai dengan semakin mantapnya kerukunan hidup umat beragama dan meningkatnya sarana


(35)

peribadatan, kegiatan keagamaan serta pelayanan dan penyelenggaraan ibadah haji.

Pada tahun 2004 dari 1.043.967 jiwa penduduk Kabupaten Probolinggo, tercatat 972.994 jiwa menganut Agama Islam. Sedangkan agama lain dianut oleh sebagian kecil masyarakat. Agama Kristen Protestan dipelukoleh 1.084 jiwa, Agama Katolik dipeluk oleh 1.285 jiwa, Agama Hindu dipeluk oleh 15.456 jiwa dan Agama budha dipeluk oleh 243 orang.

Permasalahan yang masih memerlukan perhatian bersama adalah pada sebagian masyarakat kehidupan beragama belum menggambarkan penghayatan dan penerapan niai-nilai ajaran agama yang dianut, walaupun disisi lain kerukunan antara umat beragama masih tetap terpelihara dengan baik, sehingga diperlukan penghayatan terhadap norma-norma agama yang telah dijalani dengan sepenuh hati. Oleh karena itu pembinaan kehidupan umat beragama diposisikan sejajar dengan aspek-aspek pembangunan lainnya, karena memiliki makna yang sangat strategis bagi suksesnya pembangunan secara keseluruhan.

B. Pendidikan

Pembangunan di bidang pendidikan secara umum terus ditingkatkan guna terciptanya masyarakat Indonesia yang berpendidikan untuk mendukung pembentukan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Sejalan dengan hal itu, maka peningkatan partisipasi sekolah penduduk


(36)

harus diimbangi dengan sarana fisik pendidikan dan tenaga guru yang memadai.

Pada tahun 2004 rasio murid dan guru untuk TK dan SD meningkat masing-masing menjadi sebesar 1:15 dari sebelumnya 1:18. Peningkatan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah sekolah, jumlah murid dan jumlah guru. Sementara untuk SLTP dan SMA menurun dari 1:11 menjadi 1:14.

Indeks Pendidikan Kabupaten Probolinggo selama lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan, yang di tahun 2004 sebesar 2,18, dari tahun 2003. Besarnya indeks pendidikan di tahun 2004 masih jauh lebih rendah dari rata-rata Indeks Pendidikan Propinsi Jawa Timur yang sebesar 70,92, namun sudah lebih baik dari pada pencapain indeks tahun-tahun sebelumnya. Angka indeks pendidikan ini dibentuk berdasarkan gabungan antara Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS), yang proporsinya adalah dua per tiga dari AMH dan satu per tiga dari RLS.

Angka Melek Huruf (AMH) merupakan proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya, terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih. AMH Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Besar AMH tahun 2004 sebesar 75,65 % meningkat 1,29 % dibandingkan tahun 2003. Angka ini sebenarnya masih tergolong tinggi, karena masih ada sekitar 25 % penduduk dewasa yang buta huruf. Pemerintah Kabupaten Probolinggo harus berpacu dengan keras agar membebaskan penduduk dewasanya dari buta huuruf. Buta huruf dewasa


(37)

yang dimaksud adalah seluruh penduduk 15 tahun ke atas, termasuk usia dewasa dan lansia. Membebaskan buta huruf dari penduduk usia sekolah tentu berbeda dengan membebaskan buta huruf dari penduduk usia dewasa dan lansia. Meningkatnya angka melek huruf menunjukkan bahwa program-program pembangunan pendidikan yang telah di buat oleh Pemerintah Kabupaten Probolinggo mulai memberikan hasil yang signifikan. Program-program pendidikan ini terutama ditujukan pada pemberian kesempatan yang lebih merata pada semua lapisan masyarakat untuk menerima pendidikan.

Sementara itu, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dari pendidikan yang ditempuh penduduk Kabupaten Probolinggo selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan, yang di tahun 2004 sebesar 5,24 meningkat 0,31 dari tahun 2003.

Indikator komposit pendidikan melalui AMH dan RLS merupakan tingkatan kemajuan yang harus dicapai dalam taraf yang minimal. Asumsi dasarnya adalah semakin lama orang belajar/ sekolah, semakin tinggi kemampuan melek hurufnya dan semakin merata tingkat pendidikannya. Hal ini berarti bahwa salah satu indikator kemajuan pembangunan tercapai dengan signifikan.

Pada dasarnya pendidikan merupakan suatu investasi dalam modal manusia, karena pada hakekatnya investasi tersebut adalah pengorbanan di masa kini untuk memperoleh keuntungan di masa depan. Proses pendidikan itu sendiri melibatkan suatu bagian waktu, yang tentu saja mengurangi kesempatan untuk menghasilkan yang lain. Oleh karena itu


(38)

tidaklah berlebihan bila Kabupaten Probolinggo menempatkan sektor pendidikan sebagai sektor prioritas selain kesehatan dan ketahanan pangan.

Permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan, adalah (1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing keluaran pendidikan; (3) tata kelola dan akuntabilitas serta pencitraan publik ; (4) masih terbatasnya kebutuhan sarana dan prasarana sekolah; dan (5) kemitraan dengan masyarakat dan dunia usaha dalam proses belajar mengajar masih perlu ditingkatkan.

Pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan bidang kebudayaan. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang kebudayaan adalah (1) masih terbatasnya pelaku/pemerhati seni dan budaya dalam rangka pembinaan seni dan budaya; (2) dalam upaya pelestarian, peningkatan dan pengembangan kebudayaan, belum mencapai hasil yang optimal; (3) usaha pelestarian cagar budaya dan nilai budaya belum optimal, dan (4) masih terbatasnya dukungan masyarakat dalam upaya penggalian, penyusunan penelitian dan penulisan sejarah.

C. Kesehatan

Peningkatan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai. Secara umum banyaknya fasilitas kesehatan di tahun 2004 tidak mengalami perubahan. Perubahan hanya terjadi pada penambahan rumah sakit yang terdapat di Kecamatan Tongas, bertambahnya rumah dokter dan berkurangnya rumah paramedis.


(39)

Jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Probolinggo tidak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu 2 buah Rumah Sakit di Kecamatan Kraksaan, Kecamatan Dringu , 33 buah Puskesmas dan 87 Puskesmas Pembantu yang terdapat di setiap Kecamatan. Sedangkan jumlah tenaga kesehatan umumnya mengalami peningkatan pada tenaga bidan dan perawat. Selain itu di tahun 2004 terjadi peningkatan jumlah apotik sebesar 14%.

Rata-rata lebih dari 90 % bayi di setiap Kecamatan telah diimunisasi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah menyadari pentingnya kesehatan khususnya imunisasi untuk bayi agar terjadi kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu. Selain itu jumlah mengunjung Posyandu meningkat dari 76,5 % di tahun 2004.

Jumlah pasangan usia subur (PUS) tercatat 229.330 orang, namun yang menjadi peserta KB aktif sebanyak 165.666 atau sekitar 72,24 %. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, terjadi peningkatan peserta KB aktif sebesar 2 %. Dari keseluruhan jenis alat kontrasepsi, tiga jenis alat kontrasepsi yang diminati masyarakat, yang diamati dari tiga tertinggi persentase pemakaian adalah suntik (31,55 %), pil (26,34 %) dan implant (23,24 %).

Indeks Harapan Hidup (IHH) Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus mengalami kenaikan yang cukup berarti. Besar IHH tahun 2004 sebesar 59,12. IHH dihasilkan dari Angka Harapan Hidup (AHH) yang dibuat indeks dengan standar global dari UNDP dengan besaran AHH maksimal 85 tahun dan minimal 25 tahun.


(40)

AHH adalah rata-rata lamanya hidup yang akan dicapai oleh penduduk. AHH Kabupaten Probolinggo selama 5 tahun terakhir terus mengalami kenaikan yang cukup berarti. Besar AHH tahun 2004 sebesar 60,47 tahun meningkat 0,32 dibandingkan tahun 2003. AHH sekitar 60 tahun ini harus ditingkatkan terus, karena masih lebih rendah dari rata-rata Propinsi Jawa Timur yang besarnya mencapai 64,69 tahun.

Penambahan usia harapan hidup waktu lahir menunjukkan telah terjadinya peningkatan kemampuan penduduk dalam memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan. Peningkatan kualitas hidup akan sebanding dengan peningkatan status sosio-ekonomi keluarga. Sedangkan kualitas lingkungan berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat untuk hidup dalam lingkungan fisik yang lebih baik.

Cara pengukuran AHH adalah berhubugan dengan angka kematian bayi. Semakin rendahnya angka kematian bayi, maka AHH semakin tinggi dan sebaliknya. Dengan demikian upaya menurunkan angka kematian bayi adalah suatu yang mutlak untuk meningkatkan AHH. Bayi merupakan kelompok umur yang paling peka terhadap aspek-aspek kesehatan, karena sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna menyebabkan bayi mudah terkena penyakit, terutama infeksi.

Permasalahan yang dihadapi dalam kesehatan adalah (1) masih tingginya angka kematian ibu dan anak; (2) kesadaran masyarakat untuk perilaku hidup bersih dan sehat masih rendah; (3) pelayanan kesehatan belum merata; (4) masih tingginya penyakit menular; masih adanya gizi buruk; merebaknya dampak Avian Flu, yang banyak memakan korban jiwa,


(41)

karena keterlambatan penanganan; (5) masih tingginya penderita TB Paru, Kusta dan Deman Berdarah; (6) belum terpenuhinya seluruh kebutuhan alat kontrasepsi bagi peserta KB aktif dan peserta KB baru; (7) rendahnya minat masyarakat terhadap IUD sementara stok IUD cukup banyak; dan (8) sulitnya memberantas penyakit sosial masyarakat yang berdampak semakin bertambahnya angka penderita HIV/AIDS.

D. Sosial Lainnya

Berkaitan dengan kesejahteraan bidang sosial lainnya, disoroti hal-hal yang menunjang keamanan dan ketertiban masyarakat. Keamanan dan ketertiban masyarakat merupakan satu kondisi yang sangat penting terhadap kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta terciptanya ketentraman dan ketertiban, sehingga hasilnya dapat dinikmati masyarakat secara luas. Dalam kenyataannya, tingkat kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam usaha bela negara melalui sistem keamanan swakarsa belum mantap. Hal ini ditunjukkan oleh adanya perkara tindak pidana umum di tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 15,29 % dibandingkan tahun sebelumnya dan semua perkara sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN). Sedangkan untuk perkara tindak pidana Narkoba ada 7 perkara di tahun 2004 yang telah dilimpahkan ke PN.

Selanjutnya dengan menurunnya jumlah korban kecelakaan lalu lintas, yaitu 668 orang tahun 2004 dibandingkan 73 orang pada tahun 2003 merupakan salah satu indikator terjadinya penurunan kedisiplinan


(42)

masyarakat dalam berlalu lintas. Sedangkan untuk perkara korupsi pada tahun 2004 terdapat 2 perkara yang semuanya sudah dilimpahkan ke PN.

Pembangunan bidang sosial lainnya diarahkan pada pemberdayaan masyarakat desa dan perempuan terutama pada isu-isu pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan, perlindungan kepada perempuan dengan peningkatan ketrampilan dan kesejahteraan perempuan, peningkatan keswadayaan masyarakat, pengembangan kapasitas kelembagaan dan kemasyarakatan desa/kelurahan serta peningkatan kesejahteraan sosial.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan bidang sosial adalah (1) rendahnya kesadaran bela negara dalam mewujudkan keamanan swakarsa; (2) pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat masih rendah; (3) banyak lembaga desa yang kurang berfungsi dan kurangnya keterbukaan aparat desa, dan (4) masih rendahnya SDM perempuan dalam upaya mensejahterakan dirinya dan keluarga.

2.1.4.2 Politik

Reformasi politik nasional yang menemukan momentum di tahun 1998, secara monumental diwujudkan dalam pemilu tahun 1999 serta pemilu legislatif dan pemilu presiden/wakil presiden tahun 2004, melalui dua kali perubahan lima undang-undang politik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan juga terus dilakukan pembenahan ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tetang Pemerintahan Daerah serta berbagai peraturan pelaksanaan yang dibutuhkan. Tingginya dinamika


(43)

politik dan perlunya konsolidasi dan sinkronisasi ketentuan normatif maka dilakukan revisi dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah untuk mengganti undang-undang sebelumya. Praktek politik selama sekitar lima tahun memperlihatkan betapa besarnya perubahan politik yang terjadi, partisipasi politik masyarakat yang lebih otonom, independen dan mandiri juga semakin meningkat dan meluas termasuk dalam kehidupan politik lokal.

Dalam penyelenggaraan otonomi daerah yang masih baru berjalan, maka implementasinya masih menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan yang membutuhkan penyesuaian guna menuju tercapaianya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik menuntut adanya kerjasama antara Pemerintah Daerah, DPRD dan masyarakat luas yang saat ini terjalin dengan baik. Indikasinya antara lain adalah kebersamaan dalam menyelesaikan berbagai masalah yang timbul, fungsi legislatif sebagai wakil rakyat telah semakin meningkat kualitasnya dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh eksekutif.

Permasalahan yang dihadapai dalam kehidupan politik antara lain (1) belum optimalnya pelaksanaan kewenangan yang diserahkan kepada daerah; dan (2) keberadaan aparat pemerintah serta mekanisme hubungan pusat dengan daerah belum sepenuhnya mendorong kesiapan pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab.


(44)

2.1.5 Prasarana dan Sarana

Prasarana dan sarana adalah aspek penting dalam kelancaran proses pembangunan guna meningkatkan perekonomian daerah, karena tingkat aksesibilitas suatu wilayah akan dapat mempengaruhi perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya daerah. Sumberdaya pendukung tidak hanya berupa sarana dan prasaran fisik saja, melainkan juga berupa sarana dan prasarana hukum serta pemerintahan. Secara rinci akan diuraikan sebagai berikut :

A. Transportasi dan Perhubungan

Transportasi secara umum berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, dan pemersatu wilayah. Infrastruktur transportasi mencakup transportasi darat (jalan, perkeretaapian, angkutan sungai, danau, dan penyeberangan), transportasi laut dan udara.

Transportasi jalan merupakan modal transportasi utama yang berperan penting dalam mendukung pembangunan serta mempunyai kontribusi terbesar dalam melayani mobilitas manusia maupun distribusi komoditi perdagangan dan industri. Sarana dan prasarana transportasi jalan telah menjangkau hampir seluruh bagian wilayah bahkan sampai ke desa-desa. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PU Bina Marga bahwa pembangunan jalan terus diperpanjang yang diikuti dengan dilakukannya rehabilitasi dan pemeliharaan jalan serta jembatan yang telah ada.


(45)

Permasalahan yang dihadapi Kabupaten Probolinggo dalam sektor transporasi darat adalah (1) kurangnya jumlah terminal untuk beberapa kawasan strategis; dan (2) adanya kecenderungan kepadatan lalu lintas yang meningkat untuk kendaraan bermotor dan tidak bermotor; dan (3) pelebaran badan jalan.

Prasarana lain di Kabupaten Probolinggo berupa jalan kereta api yang memanjang di sisi Barat Ke Timur/Selatan yang secara garis besar melewati KecamatanTongas-Kota Probolinggo-Leces-Tegal Siwalan. Angkutan kereta api di Kabupaten Probolinggo mempunyai peranan yang cukup besar karena dapat mengurangi beban jalan raya, selain itu karena kereta api dapat digunakan untuk mengangkut barang selain orang. Pengelolaan prasarana kereta api di Kabupaten Probolinggo adalah dengan meningkatkan frekuensi perjalanan, menambah armada kereta api, dan meningkatkan pemeliharaan terhadap jalur kereta api.

Pengembangan transportasi laut di Kabupaten Probolinggo diarahkan untuk meningkatkan jumlah keluar-masuk angkutan barang dan penumpang melalui laut yang dilakukan dengan kapal-kapal yang ada. Sedangkan pembangunan bidang perhubungan untuk jangka panjang diarahkan pada peningkatan sistem pelayanan transportasi yang tertib, lancar, aman, merata, dan terjangkau masyarakat luas.

B. Telekomunikasi dan Informasi

Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sejalan dengan perubahan peradaban dan budaya manusia, yang berdampak positif dan


(46)

negatif bagi kehidupan manusia, termasuk bagi pelaksanaan pembangunan daerah. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, telah banyak diaplikasikan hasil-hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, disertai dengan adanya berbagai penelitian dan pengembangan untuk mengatasi berbagai permasalahan strategis daerah secara terarah dan berkelanjutan.

Kemajuan teknologi bidang telekomunikasi terutama sarana dan prasarana telepon sampai saat ini telah menjangkau seluruh wilayah kecamatan. Dengan melalui sarana telekomunikasi tersebut, baik untuk keperluan bisnis maupun sosial diharapkan dapat mendukung kelancaran arus informasi dan komunikasi daerah serta media elektronik, guna memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat kepada masyarakat tentang keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Probolinggo.

Perkembangan sektor telekomunikasi secara umum mengalami kenaikan. Jumlah pelanggan otomat mencapai 14.533 orang pada Tahun 2003. Namun, peningkatan ini diikuti oleh penurunan jumlah warung telekomunikasi (wartel) hingga 56,76 % di tahun yang sama. Hal ini terjadi akibat meningkatnya jumlah pengguna telepon selular yang tarifnya jauh lebih murah dibandingkan dengan telepon rumah dan wartel.

Peranan media massa telah meluaskan cakupan komunikasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pelaksanaan


(47)

penerangan untuk mewujudkan keterbukaan dan kebebasan yang bertanggung jawab saat ini masih terus dikembangkan.

Permasalahan utama yang dihadapi dalam teknologi informasi adalah (1) semakin derasnya pengaruh arus globalisasi; (2) masih sedikitnya masyarakat yang menggunakan jasa internet yang berdampak pada perubahan paradigma sistem dan mekanisme pemerintahan; (3) kurang tanggap dan mampunya institusi dan aparatur dalam menyiapkan dan mengaplikasi berbagai hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta hasil-hasil penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan kinerja pelayanan publik; (4) implementasi e-government

belum optimal, dan (5) belum adanya akses informasi sampai ke desa/kecamatan dengan menggunakan LAN (Local Area Network).

C. Listrik, Air Bersih, dan Drainase Listrik

Kebutuhan listrik dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan berkembangnya perekonomian suatu wilayah dan meningkatnya taraf hidup masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya jumlah pelanggan listrik sebesar 1,6 % di tahun 2004 dibandingkan tahun 2003. Dari keseluruhan pelanggan, pelanggan kategori rumah tangga mencapai 72,3 %.

Permasalahan yang dihadapi adalah (1) belum seluruh desa berlistrik dan (2) belum dibangunnya gardu lokal yang melintasi daerah pedesaan.


(48)

Air Bersih

Berdasarkan data dari dinas pengairan, penyediaan air baku untuk pertanian pada tahun 2004 meningkat sebesar 1,8 % dibandingkan tahun 2002, sementara jumlah areal sawah fungsional yang diairi pada tahun 2004 meningkat sebesar 1,6 % dibandingkan tahun 2002. Selain itu penggunaan areal sawah dengan pengairan teknis cukup luas. Hal ini membuka peluang pada petani untuk meningkatkan hasil produksi pertaniannya, mengingat pengairan teknis mampu digunakan lebih dari dua kali dalam setahun.

Pemanfaatan air baku adalah pemanfaatan sumberdaya air oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan dalam menunjang kegiatan pembangunan. Dalam pemanfaatan kegiatan air baku harus memperhatikan keseimbangan daya dukung sumberdaya air sebab keseimbangan daya dukung sumberdaya air sangat berkaitan dengan masalah kelestarian lingkungan hidup. Tata guna air, tata guna lahan serta kehutanan diselenggarakan secara terpadu sehingga menjamin kelestarian fungsi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Perhatian khusus perlu diberikan kepada pengembangan dan konservasi sumberdaya air, penyediaan dan pengelolaan air baku, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi serta pengelolaan sumber air bawah tanah yang terkendali.

Potensi sumberdaya air yang terdapat di wilayah Kabupaten Probolinggo berasal dari sungai besar dan kecil, telaga/ranu, dan sumber-sumber mata air. Sumber-sumber-sumber air tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan rumah tangga (air bersih yang selama ini hanya


(49)

mampu dipenuhi oleh PDAM hanya 50 %), irigasi persawahan dan tegalan, pendinginan dalam proses industri perikanan.

Banyaknya sumber-sumber air yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Probolinggo memberikan gambaran bahwa pada kenyataannya masyarakat masih dapat memenuhi kebutuhan air bersih sendiri. Namun demikian semakin tinggi kepadatan penduduknya sumber-sumber air yang ada akan semakin tidak memenuhi jumlah kebutuhan yang ada. Untuk mencukupi kebutuhan air bersih PDAM memanfaatkan semaksimal mungkin bahan baku air dari sungai yang mempunyai debit terbesar.

Sebagaimana yang ditargetkan bahwa pelayanan air bersih sebesar 60 % dari seluruh jumlah penduduk di Kabupaten Probolinggo, namun diperkirakan jumlah pemakai akan tidak sebesar angka tersebut. Permasalahan yang dihadapi adalah (1) kebutuhan air bersih masih belum dirasakan oleh seluruh masyarakat, karena belum tersedianya pipa penghubung; (2) sulitnya medan untuk pipanisasi di pedesaan; dan (3) belum meningkatnya kesadaran sebagian besar masyarakat terutama di pedesaan akan pentingnya air bersih terutama untuk kesehatan.

Untuk menjaga tersedianya air tanah yang cukup setiap bangunan yang ada dipersyaratkan untuk menyediakan peresapan air dari hujan. Ruang-ruang terbuka dan pekarangan sebaiknya tidak diperkeras seluruhnya sehingga masih tetap ada lahan-lahan untuk peresapan air. Sumber-sumber air yang ada dari telaga dan sumur lainnya diperkirakan dimasa yang akan datang mengalami penurunan kualitas kebersihannya dikarenakan semakin banyaknya pemakai dan tidak semakin banyaknya


(50)

jumlah air yang tersedia. Pemanfaatan sumber air alam ini perlu dijaga keseimbangannya dengan tetap menjaga daerah peresapan disekitar sumber air.

Drainase

Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Probolinggo tahun 2004 terlihat bahwa kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan lingkungan semakin meningkat. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya persentase penduduk pengguna jamban yaitu sebesar 29,36 % pada tahun 2001 meningkat menjadi 38,30 % pada tahun 2004. Begitu juga rumah yang memiliki Saluran Pembuang Air Limbah (SPAL) dari 14,83 % pada tahun 2001 meningkat menjadi 26,24 % pada tahun 2004.

Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan drainase adalah (1) belum seluruh warga masyarakat terutama yang tinggal dipedesaan memiliki jamban sendiri; (2) pembangungan jamban yang dilakukan oleh pemerintah tidak semuanya dipergunakan warga; (3) kurangnya sosialisasi masalah kesehatan diri dan lingkungan kepada masyarakat berkaitan dengan kebersihan; dan (4) rendahnya tingkat pendidikan masyarakat desa.

2.1.6 Pemerintahan

Pembagian wilayah Kabupaten Probolinggo terdiri dari 24 Kecamatan, 325 Desa dan 5 Kelurahan, 1.380 Dusun, 1.593 Rukun Warga (RW) serta 5.863 Rukun Tetangga (RT). Di lihat dari komposisi jumlah desa, Kecamatan Paiton memiliki jumlah desa terbanyak, yaitu 20 Desa,


(51)

sedangkan Kecamatan Kuripan memiliki jumlah Kecamatan paling sedikit, yaitu 7 Desa.

Berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah, bahwa telah terjadi perubahan normatif. Di satu pihak, realokasi dan redistribusi aparatur perlu menggunakan pertimbangan manajerial, di lain pihak sulit mengabaikan pertimbangan non manajerial (sosial, psikologis dan kemanusiaan). Bila semata menggunakan pertimbangan manajerial, maka akan terjadi rasionalisasi besar-besaran dan potensial yang dapat menimbulkan gejolak sosial. Bila dominan diwarnai pertimbangan non manajerial menimbulkan dampak inefisiensi serta ketidaksesuaian antara struktur organisasi, jumlah aparatur dan beban kerja. Kondisi dilematis tersebut semakin nampak ketika daerah diberi kebebasan untuk menentukan jenis dan jumlah unit organisasi berdasarkan kemampuan, kebutuhan dan beban kerja sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000. Secara faktual kombinasi pertimbangan manajerial dan non manajerial dalam penempatan aparatur sulit dielakkan. Hal ini semakin mencolok ketika muncul Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 sebagai revisi Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 yang di dalamnya memberi banyak pembatasan terhadap jumlah dan jenis unit organisasi, daerah mengalami kesulitan bahkan bereaksi melakukan protes, penundaan bahkan penolakan. Terjadinya perubahan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 membuka harapan baru bagi daerah dalam mengatasi situasi dilematis.


(52)

Dalam usaha-usaha menuju pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab (clean and good governance) dibutuhkan sumberdaya manusia sebagai salah satu motor penggerak utama perubahan. Sumberdaya manusia yang dibutuhkan daerah Kabupaten Probolinggo dalam pembangunan terutama aparatur pelaksana yang mantap, baik secara kualitas dan kuantitas demi profesionalisme pelaksanaan pembangunan daerah dan pemanfaatan potensi secara efektif dan efisien telah mencukupi. Jumlah PNS di Kabupaten Probolinggo Tahun 2004 mengalami kenaikan 2,31% dari tahun sebelumnya. PNS Golongan III masih menduduki prosentase tertinggi 56% diikuti Golongan II sebesar 25% Golongan IV 16% dan Golongan I 2,45%.

Implikasi atas jumlah pegawai negeri Kabupaten Probolinggo yang meningkat, paling utama adalah semakin kompleksnya mekanisme pemerintahan. Pemimpin daerah dituntut untuk mampu mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan semua program yang akan dilaksanakan dengan baik dan dapat meningkatkan profesionalisme pelayanan kepada masyarakat sehingga keseluruhan kegiatan pemerintah dapat diimplementasikan. Hal ini di dukung oleh perolehan produk yang selama tahun anggaran 2005 DPRD Kabupaten Probolinggo telah menghasilkan sebanyak 32 produk yang terdiri dari 16 Perda, 13 Keputusan DPRD dan 3 Keputusan Pimpinan.

Setelah era reformasi, penyelenggaraan pelayanan dasar semakin mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembangunan, seperti pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dan lain-lain. Permasalahan utama yang


(53)

dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Probolinggo terkait dengan pelayanan publik adalah semakin meningkatnya tuntutan publik akan sistem manajemen pemerintahan yang menekankan pada kualitas pelayanan publik, yang memperhatikan pengutamaan hak-hak publik melalui optimalisasi penggunaan teknologi dan informasi. Oleh kareba itu perlu dilakukan penataan birokrasi berupa restrukturisasi organisasi di Kabupaten Probolinggo sesuai dengan fungsi dan kewenangan serta permasalahan yang dihadapi pada masa mendatang.

2.1.7 Tata Ruang dan Kewilayahan

Pembangunan yang dilakukan di suatu daerah di Indonesia termasuk di Kabupaten Probolinggo masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumberdaya alam (SDA) secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas SDA dan lingkungan hidup. Selain itu, seringkali pula terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor.

Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah karena pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum menggunakan Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah. Pemanfaatan dan pengendalian tata ruang yang tidak konsisten dan belum adanya kesepahaman serta komitmen antar pelaku pembangunan dalam pengelolaan tata ruang juga menjadi penyebab lainnya.


(54)

Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional, ruang wilayah propinsi, ruang wilayah kabupaten yang mencakup perkotaan dan pedesaan, baik yang direncanakan maupun yang tidak yang menunjukkan adanya hierarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang yaitu proses perencanaan, pelaksanaan rencana, dan pengendalian pelaksanaan rencana tata ruang. Sedang azas penataan ruang adalah pemanfaatan ruang bagi kepentingan secara terpadu berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dan juga perlu keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum. Dengan demikian tata ruang wilayah Kabupaten Probolinggo merupakan pedoman dan pengendalian kebijaksanaan dan kegiatan pembangunan dalam lingkup wilayah Kabupaten Probolinggo yang masih bersifat umum. Rencana tata ruang ini bersumber pada rencana tata ruang wilayah Propinsi Jawa Timur. Rencana tata ruang ini dalam gerak pelaksanaannya perlu dijabarkan ke dalam petunjuk-petunjuk operasional pelaksanaan ataupun peraturan-peraturan daerah dalam bentuk rencana tata ruang yang lebih detail yang meliputi rencana kawasan Kota/Perkotaan, kawasan Pedesaan dan kawasan tertentu.

Pembagian wilayah pembangunan di Kabupaten Probolinggo terbagi menjadi 6 (enam) Wilayah Pelayanan Pembangunan (WPP), yaitu (1) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Probolinggo, merupakan Wilayah Pembangunan (WP) I dengan pusat Kota Kraksaan sebagai pusat pemerintahan, perikanan, perdagangan dan jasa; (2) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kotaanyar, merupakan WP II sebagai pusat pengembangan perindustrian


(1)

2.2.1 Sumber Daya Alam

Kekayaan sumber daya alam apabila tidak dikelola dengan kebijakan yang tepat akan dihadapkan pada 2 ancaman yaitu krisis pangan dan krisis air. Kedua krisis tersebut menjadi tantangan jangka panjang yang perlu diwaspadai agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Meningkatnya jumlah penduduk sebesar 25 % dalam 20 Tahun kedepan menyebabkan penyediaan pangan semakin terbatas. Keterbatasan ini disebabkan oleh semakin sempitnya lahan pertanian karena penggunaan untuk keperluan lain. Semakin sulitnya terjadi revolusi hijau yang kedua berarti kenaikan produktifitas pertanian stagnan. Juga bertambahnya kebutuhan lahan pertanian akan mengancam keberadaan hutan dan terganggunya keseimbangan tata air;

Memburuknya kondisi hutan menyebabkan menurunnya ketersediaan air yang mengancam turunnya debit air pada musim kemarau serta menurunnya pasokan air untuk pertanian;

Pemanfaatan secara optimal sumber daya kelautan maupun sumber daya alam daratan dengan tetap menjaga kelestariannya menjadi tantangan yang perlu dipersiapkan untuk dapat menjadi pegangan masa depan masyarakat Kabupaten Probolinggo. Untuk keperluan tersebut diperlukan pemihakan nyata oleh seluruh stakeholders.


(2)

2.2.2 Lingkungan Hidup

Meningkatnya pencemaran lingkungan akibat adanya kegiatan industri dan rumah tangga yang menghasilkan limbah;

Meningkatnya peran investor dari pihak luar yang tidak memperhatikan tata lingkungan akan mengganggu lingkungan sekitar, sehingga dapat menimbulkan pencemaran;

Adanya pemanasan global yang semakin meluas di masa depan; Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan masih rendah.

2.2.3 Sosial Budaya

Pertumbuhan penduduk yang seimbang yaitu jumlah usia produktif lebih besar dari non- produktif. Keseimbangan itu penting untuk meningkatkan mutu SDM dan kesejahteraan masyarakat;

Penyebaran dan mobilitas penduduk perlu mendapatkan perhatian sehingga kesenjangan kepadatan wilayah kota dan desa dapat diturunkan;

Pembangunan kesehatan dan pendidikan memiliki peran penting untuk meningkatkan kualitas SDM. Pembangunan di bidang kesehatan yang dihadapi adalah mengurangi kesenjangan status sosial kesehatan masyarakat melalui tingkat sosial ekonomi, akses terhadap pelayanan kesehatan, penyebaran tenaga kesehatan yang kurang memadai, meningkatkan akses terhadap fasilitas kesehatan. Pembangunan bidang pendidikan adalah


(3)

penyediaan pelayanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan menengah 12 tahun (wajar dikmen) dan meningkatkan jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi, menuntaskan jumlah penduduk buta aksara, menurunkan kesenjangan antar kelompok masyarakat, meningkatkan pendidikan agama dan pendidikan umum (formal-nonformal), meningkatkan keberpihakan perempuan untuk bisa berpartisipasi dalam pembangunan dan berproduksi;

Meningkatnya arus globalisasi, kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi menjadi tantangan untuk mempertahankan budaya setempat. Merupakan tantangan untuk mengurangi terjadinya konflik dengan memperhatikan norma-norma yang berlaku di daerah setempat;

Kurangnya keberpihakan dalam perencanaan pembangunan dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.

2.2.4 Ekonomi

Berkaitan dengan kemajuan perekonomian 20 tahun mendatang adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi namun tetap menjaga pemerataan dan mengurangi kesenjangan; Basis kekuatan ekonomi dengan mengandalkan tenaga kerja

profesional dengan upah yang proporsional agar hasil produksi bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global;


(4)

Secara internal pertumbuhan penduduk yang masih tetap tinggi dalam 20 tahun ke depan diperkirakan angkatan kerja didominasi oleh kelompok yang bertingkat pendidikan SMU. Dengan kondisi tersebut dituntut adanya peningkatan kapasitas ekonomi supaya mampu menyediakan tambahan lapangan kerja yang layak; Berkaitan dengan kemajuan ekonomi adalah mengembangkan

aktifitas perekonomian yang didukung oleh penguasaan dan penerapan teknologi, peningkatan produktifitas SDM, pengembangan kelembagaan ekonomi yang efisien, serta menjamin ketersediaan kebutuhan dasar di wilayah tersebut. Pengembangan kawasan di Kabupaten Probolinggo dibutuhkan

investasi besar yang merupakan peluang investor dari luar daerah untuk ikut berpartisipasi.

Usaha Kecil Menengah (UKM) harus mampu bersaing dengan industri sedang dan besar, sehingga diperlukan adanya pengembangan secara seimbang berbagai skala unit usaha (termasuk pasar) yang efisien agar tercipta kelembagaan ekonomi yang efisien pula;

Keberlanjutan pengembangan kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan adanya Koperasi (termasuk LKM);

Perluasan daerah pemasaran melalui pengembangan kawasan agropolitan sesuai potensi daerah dan tata ruang kewilayahan; Penataan ulang regulasi pemerintah untuk


(5)

Tingginya angka kemiskinan merupakan tantangan adanya keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran dalam berbagai upaya penanggulangan kemiskinan.

2.2.5 Sarana Prasarana

Sarana dan prasarana transportasi pada masa mendatang adalah pengembangan sistem transportasi yang terjangkau dan ramah lingkungan. Peningkatan iklim kompetisi yang sehat, peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pelayanan transportasi publik, pengembangan kapasitas SDM & teknologi transportasi tepat guna, hemat energi dan ramah lingkungan, serta meningkatkan kesadaran disiplin berlalu lintas;

Menyediakan prasarana perhubungan untuk kelancaran akses antar wilayah;

Kelancaran arus informasi dan komunikasi terutama untuk pengembangan Iptek harus mampu disikapi secara positif, akibat adanya arus globalisasi yang mengakibatkan dapat diaksesnya semua informasi tanpa filter.

2.2.6 Tata Ruang

Pengaturan tata ruang sesuai peruntukannya merupakan tantangan pada masa yang akan datang agar berada dalam satu


(6)

sistem yang menjamin konsistensi antar perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang.