HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMANDIRIAN PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN 2005 DAN 2006 UNNES.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN

KEMANDIRIAN PADA MAHASISWA BIMBINGAN

DAN KONSELING ANGKATAN 2005 DAN 2006

UNNES

skripsi

disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian studi Strata 1(S1) untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan

Oleh

Putri Primasari Ocktavia NIM 1301405048

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di dalam sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

pada :

Hari :

Tanggal :

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs. Hardjono, M.Pd. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd NIP. 19510801 197903 1 007 NIP. 19600205 199802 1 001

Penguji Utama

Prof. Dr. Sugiyo, M.Si.

NIP. 19520411 197802 1 001

Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II

Drs. Heru Mugiarso, M.Pd., Kons . Drs. Eko Nusantoro, M. Pd NIP. 19610602 198403 1 002 NIP. 19600205 199802 1 001


(3)

iii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam Skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat ataupun temuan dari orang lain yang terdapat dalam Skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Februari 2010

Putri Primasari Ocktavia


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

• Setiap Masalah selalu mengandung inti solusi. Untuk mendapatkan inti itu, mau tak mau anda perlu menghadapi masalah (Norman Vincent

Peale, penulis buku The Power of Positive Thinking)

PERSEMBAHAN

• Bapak dan Mama tercinta, serta adikku Patria dan Fitria yang selalu mengiringi langkahku dengan doa.

• Untuk Embah yang sudah menghadap sang pencipta terlebih dahulu

• Sahabat yang selalu memberikan semangat dan selalu ada saat kubutuhkan

• Teman-teman BK’05 terima kasih untuk kenangan yang tak akan pernah terlupakan

• Keluarga besar wisma karya, terima kasih untuk persaudaraannya.


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunianya, sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Konsep Diri dengan Kemandirian pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 Universitas Negeri Semarang” dapat diselesaikan dengan baik. Kemandirian merupakan kemampuan berdiri sendiri sebagai manusia dewasa yang dilandasi dengan tanggungjawab atas segala tingkah laku yang dilakukan dan menghadapi segala sesuatu yang telah diputuskan.

Mahasiswa BK sebagai seorang dewasa dan mandiri, ia harus dapat berdiri sendiri menghadapi segala persoalan atau masalah, baik masalah yang berhubungan dengan diri sendiri maupun menyangkut orang lain. Oleh karena itu sebagai mahasiswa Bimbingan dan Konseling seharusnya lebih berkompeten untuk dapat menyelesaikan masalah yang ada dalam dirinya daripada mahasiswa lainnya, karena bagaimana mahasiswa tersebut dapat menjadi seorang konselor yang profesional apabila dia sendiri tidak menyelesaikan masalah pribadinya. Agar dapat mencapai kemandirian dalam menghadapi masalah, maka perlu menumbuhkan konsep diri yang positif pada diri mahasiswa sebagai calon konselor. Dengan adanya konsep diri yang positif seseorang yakin akan kemampuannya dalam menghadapi masalah, mampu menilai mana yang baik bagi dirinya maupun orang lain, dan bersikap optimis dalam melakukan sesuatu hal.

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Semarang Angkatan 2005 dan 2006, dengan pandangan yang telah peneliti ungkapkan diatas, maksud dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui sejauh mana gambaran konsep diri dan kemandirian mahasiswa BK, serta membuktikan secara empiris hubungan antara konsep diri dengan kemandirian mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 UNNES.

Peneliti menyadari keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis bermaksud menyampaikan terima kasih kepada:


(6)

vi

1. Prof. Dr.Sudijono Sastroatmojo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah mengizinkan penulis untuk menempuh pendidikan jenjang Srata 1 (S1).

2. Drs. Harjono, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian dan memberikan kelancaran dalam penyusunan skripsi.

3. Drs. Suharso, M.Pd Kons, Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian.

4. Drs. Heru Mugiarso, M.Pd Kons, Dosen Pembimbing 1 yang telah menyempatkan waktu dan dengan sabar memberikan arahan dan motivasi hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd, Dosen Pembimbing 2 yang telah memberikan masukan yang bermanfaat pada skripsi ini.

6. Prof. Dr. Sugiyo, M.Si, Dosen Penguji Utama yang telah menyempatkan waktu dan memberikan masukan yang bermanfaat hinggá terselesaikannya skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen jurusan BK yang telah memberikan bekal pengetahuan selama mengikuti perkuliahan sampai selesai.

8. Ibu Sukati, S.Pd Kons yang telah memberikan dukungan dan semangat hingga terselesaikannya skripsi ini

9. Bapak dan Mama tercinta yang selalu memberikan semangat dan doa, terima kasih untuk kasih sayang, perjuangan Bapak selama ini. Semoga aku bisa memberikan kebahagiaan suatu saat nanti.

10.Kedua adikku, patria dan fitria yang selalu memberikan kehangatan dan kebersamaannya selama ini.

11.Untuk embah yang ingin sekali menghadiri wisudaku nanti

12.sahabat tercinta Ani, Anggun, Mbak. Risma, Lintang, Upi, Cumitz, Laila Umi, Hesti, Tunjung. Terima kasih kebersamaannya selama ini.


(7)

vii

13.Untuk kos wisma karya terima kasih persaudaraan yang indah. Buat Lia, esti, Tri dan baby. Terima kasih menemaniku bergadang kerjain tugas-tugasku.

14.Untuk seseorang yang telah masuk dalam kehidupanku, terima kasih doanya dan mengajarkan apa arti kedewasaan yang sesungguhnya.

Tiada kesempurnaan dimiliki manusia, untuk itu segala saran dan kritik menjadi bagian tidak terlupakan dalam memperbaiki kinerja penulis dalam penulisan Skripsi ini. Besar harapan agar Skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.

Semarang, Februari 2010


(8)

viii ABSTRAK

Ocktavia, Putri Primasari. 2010. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Kemandirian pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan

2006 Universitas Negeri Semarang. Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas

Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Drs. Heru Mugiarso, M. Pd Kons dan Drs. Eko Nusantoro, M. Pd. 147 Halaman.

Setiap individu pastinya menginginkan menjadi manusia yang dewasa dan mandiri. Dalam perkembangannya manusia mengalami berbagai masalah, baik masalah pribadi, sosial, ekonomi dan karier. Seseorang dikatakan mandiri apabila individu tersebut dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan penuh tanggung jawab dan tanpa bantuan orang lain.Untuk itu perlu menumbuhkan konsep diri positif, karena dengan begitu seseorang akan menilai dan menimbang hal-hal apa yang pantas dan tidak untuk dilakukan, sehingga tahu keputusan apa yang perlu diambil. Sebagai seorang calon konselor mahasiswa BK seharusnya dapat menjadi manusia yang mandiri dan memiliki konsep diri positif. Akan tetapi pada kenyataannya konsep diri mahasiswa BK sebagai calon konselor cenderung belum sepenuhnya positif dan cenderung memiliki kemandirian rendah.

Berdasarkan gejala tersebut, masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran konsep diri dan kemandirian mahasiswa angkatan 2005 dan 2006 serta apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri mahasiswa BK dan kemandirian mahasiswa BK serta apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa BK. Sedangkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ” Ada hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006 Universitas Negeri Semarang”.

Penelitian yang dilakukan adalah korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006. Teknik sampel yang digunakan yaitu stratified proporsional random sampling. Sampel yang diambil 60 mahasiswa. Data hasil penelitian menggunakan teknik statistik product moment. Berdasarkan analisis data tersebut diperoleh rxy= 0.535 dan rtabel=0.254. Ini berarti rxy= 0.535 > rtabel=0.254. Maka Ha diterima dan Ho ditolak, yang artinya Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kemandirian mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006 UNNES. Oleh karena itu hendaknya mahasiswa BK sebagai calon konselor dapat memandang dan menilai dirinya secara positif agar menjadi cerminan mahasiswa yang lain atau klien sehingga menjadi konselor yang memiliki pribadi mandiri dan konsep diri positif.


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN KELULUSAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Sistematika Skripsi ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Penelitian Terdahulu ... 11

2.1.1 Penelitian terdahulu tentang konsep diri ... 11

2.1.2 Penelitian terdahulu tentang kemandirian ... 11

2.1.3 Penelitian terdahulu tentang konsep diri dan kemandirian ... 12

2.2 Kemandirian ... 13

2.2.1 Pengertian kemandirian ... 13

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian ... 16

2.2.3 Aspek-aspek kemandirian ... 16

2.3 Konsep diri ... 18

2.3.1 Pengertian Konsep diri ... 18


(10)

x

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ... 22

2.3.4 Aspek-aspek konsep diri ... 23

2.3.5 Karakteristik konsep diri... 25

2.4 Hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 UNNES ... 28

2.5 Hipotesis ... 34

BAB 3 METODE PENELITIAN... 35

3.1 Jenis penelitian ... 35

3.2 Variabel penelitian ... 35

3.3 Definisi operasional ... 37

3.3.1 Kemandirian ... 37

3.3.2 konsep diri... 37

3.4 Populasi dan sampel ... 37

3.4.1 Populasi ... 37

3.4.2 Sampel ... 39

3.5 Metode pengumpulan data ... 41

3.6 Instrumen penelitian ... 42

3.7 Validitas dan reliabilitas ... 49

3.7.1 Validitas ... 49

3.7.2 Reliabilitas ... 50

3.7.3 Hasil uji validitas dan reliabilitas ... 52

3.8 Metode analisis data ... 54

3.8.1 Teknik analisis desktiptif presentase ... 54

3.8.2 Analisis Korelasi ... 55

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1 Hasil penelitian ... 57

4.1.1 Hasil analisis deskriptif prosentase ... 57

4.1.1.1 Deskripsi konsep diri mahasiswa ... 57

4.1.1.2 Deskripsi kemandirian mahasiswa ... 68

4.1.2 Hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 UNNES ... 73


(11)

xi

4.1.2.1 Uji normalitas ... 73

4.1.2.2 Menghitung koefisien korelasi ... 74

4.1.2.3 Hasil uji hipotesis ... 75

4.2 Pembahasan... 75

4.2.1 Gambaran konsep diri mahasiswa Bimbingan dan Konseling ... 75

4.2.2 Gambaran kemandirian mahasiswa Bimbingan dan Konseling ... 77

4.2.3 Hubungan Antara Konsep Diri dengan Kemandirian pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 UNNES ... 79

4.3 Keterbatasan penelitian ... 82

BAB 5 PENUTUP ... 83

5.1 Simpulan ... 83

5.2 Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Populasi mahasiswa BK FIP UNNES angkatan 2005 dan 2006 ...38

Tabel 3.2 Perincian subyek penelitian ...40

Tabel 3.3 Penskoran item skala ...42

Tabel 3.4 Kisi-kisi konsep diri ...43

Tabel 3.5 Kisi-kisi kemandirian ...46

Tabel 3.6 Kriteria reliabilitas soal ...52

Tabel 3.7 Kriteria prosentase konsep diri dan kemandirian mahasiswa ...55

Tabel 4.1 Tingkat konsep diri mahasiswa (secara keseluruhan) ...57

Tabel 4.2 Karakteristik fisik ...59

Tabel 4.3 Kesehatan dan kondisi fisik ...60

Tabel 4.4 Status intelektual, kecerdasan ...61

Tabel 4.5 Cara berpakaian, model rambut ...62

Tabel 4.6 Ide religius, minat religius, keyakinan ...62

Tabel 4.7 Hubungan keluarga...63

Tabel 4.8 Kepemilikan, benda-benda yang dipunya ...64

Tabel 4.9 Bakat khusus dan kemampuan khusus ...65

Tabel 4.10 Ciri kepribadian ...66

Tabel 4.11 Kemandirian ...66

Tabel 4.12 Sikap dan hubungan sosial ...67

Tabel 4.13 Tingkat kemandirian mahasiswa (secara keseluruhan) ...68

Tabel 4.14 Kebebasan ...69

Tabel 4.15 Ulet ...70

Tabel 4.16 Inisiatif ...71

Tabel 4.17 Pengendalian diri ...72

Tabel 4.18 Kemantapan diri ...72


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Bagan hubungan antar variabel ... 36

Gambar 3.2 Prosedur penyusunan instrumen ... 42

Gambar 4.1 Diagram distribusi frekuensi konsep diri mahasiswa ... 58

Gambar 4.2 Diagram tingkat konsep diri per indikator ... 59

Gambar 4.3 Diagram distribusi frekuensi kemandirian ... 68


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen ... 87

2. Perhitungan reliabilitas Uji Coba Instrumen ... 89

3. Tabel perhitungan validitas dan reliabilitas uji coba instrumen skala konsep Diri mahasiswa Bimbingan dan Konseling ... 92

4. Tabel Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Uji Coba Instrumen Skala Kemandirian ... 95

5. Uji Normalitas Data Kemandirian ... 98

6. Uji Normalitas Data Konsep Diri Mahasiswa Bimbingan dan Konseling ... 99

7. Tabel Persiapan Analisis Korelasi dan Perhitungan Koefisien korelasi ... 100

8. Tabulasi Data Hasil Penelitian Kemandirian ... 102

9. Tabulasi data hasil penelitian Konsep Diri mahasiswa BK ... 105

10.Tabulasi Data Hasil Penelitian Kemandirian per indikator ... 108

11.Tabulasi Data Hasil Penelitian Konsep Diri per indikator ... 111

12.Skala Konsep Diri sebelum dan sesudah Try Out ... 117

13.Skala kemandirian sebelum dan sesudah Try Out ... 129

14.Kisi-kisi instrumen skala konsep diri sebelum dan sesudah try out ... 133

15. Kisi-kisi instrumen skala kemandirian sebelum dan sesudah try out ... 136


(15)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Setiap Individu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, dalam perkembangannya tersebut individu mengalami banyak pengalaman baik positif maupun negatif. Dan hal itu dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, misalkan individu yang sedang mengalami permasalahan. Permasalahan tersebut dapat ditimbulkan dari dalam dirinya sendiri maupun muncul dari luar dirinya baik disadari maupun tidak disadari. Oleh sebab itu individu diharapkan dapat menjadi pribadi yang mandiri dalam menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya.

Menurut Haqquzzaki dalam Anastasia dan Nugraheni, ( 2008: 13 ) bahwa sikap mandiri atau kemandirian adalah mampu berdiri di atas kemampuan sendiri dalam mempertahankan kelangsungan hidup dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan segala kewajibannya guna memenuhi kebutuhan sendiri. Oleh sebab itu dapat dikatakan jika pribadi mandiri adalah seorang individu yang dapat mengambil keputusan yang dilandasi dengan berbagai pertimbangan atas segala konsekuensi dari keputusannya tersebut.

Setiap individu menginginkan menjadi manusia yang dewasa dan mandiri, meski demikian kemandirian tidak dapat diperoleh secara instan. Kemandirian dapat berkembang secara bertahap dan berhasil dengan baik jika ada pemberian kesempatan untuk berkembang lebih baik lagi lewat berbagai latihan-latihan yang


(16)

dilakukan terus menerus dan sejak dini. Individu yang sudah memiliki sikap hidup mandiri biasanya waktu kecil sudah terbiasa dengan tugas-tugas yang diselesaikan tanpa bantuan. Tentu saja tugas tersebut harus disesuaikan dengan usia dan kemampuannya.

Individu tidak dapat terlepas dari masalah, hal tersebut dapat terjadi apabila ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Adanya permasalahan tersebut akan menambah kedewasaan serta jika dapat diterapkan dengan baik, maka akan membantu kita dalam pencapaian kemandirian. Individu yang dapat memecahkan dan menghadapi masalahnya dengan baik, maka dapat menjadi modal dasar dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah selanjutnya. Sebaliknya individu yang tidak dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya maka akan menjadikan individu dewasa yang selalu bergantung pada orang lain.

Tuntutan terhadap sikap mandiri ini sangat besar. Jika tidak dipenuhi secara tepat, bisa menimbulkan dampak tidak baik bagi perkembangan psikologis. Namun, pada kenyataannya di tengah berbagai tuntutan perubahan yang terus terjadi, banyak teman -teman kita yang mengalami kekecewaan, frustasi, dan kehilangan pendirian karena tidak kunjung memperoleh apa yang dinamakan kemandirian. Seseorang yang mandiri akan mengutamakan apa yang bisa ia lakukan sendiri daripada menerima bantuan orang lain, seseorang yang mandiri akan merasa bangga bila ia bisa mengerjakan sesuatu sendiri.

Melalui pendidikan mahasiswa selalu menghadapi berbagai tantangan dan hambatan serta tuntutan, baik sebagai individu, sebagai anggota kelompok masyarakat kampus maupun anggota masyarakat luas. Dengan kata lain, harus


(17)

3

disertai dengan pemantapan diri dan merealisasikannya dalam bentuk ketrampilan dan kemampuan yang memadahi agar dapat menjadi seorang konselor yang profesional.

Pada umumnya mahasiswa menghadapi tantangan yang bersifat akademik, dan sebagian lagi bersifat non akademik. Dari hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti diperoleh gambaran kemandirian sebagian mahasiswa belum mampu mengatasi problem atau masalah yang sifatnya akademik antara lain, takut bertemu dosen sehingga harus disertai teman, jika ingin mengulang mata kuliah yang nilainya kurang maka menunggu teman yang memiliki masalah yang sama, sedangkan yang sifatnya non akademik, misalnya belum dapat mengambil keputusan untuk dirinya sendiri dan meminta bantuan dari orang lain dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut pada hubungan antar pribadi, keluarga, kesehatan, dan ekonomi.

Menurut hasil pengamatan, fenomena yang terjadi bahwa mahasiswa cenderung belum dapat mengenali apa yang menjadi tujuan hidupnya sehingga mereka mengikuti segala hal yang terjadi disekitarnya, sehingga tidak adanya rasa tanggung jawab pada diri. Dengan kata lain sebagian besar mahasiswa masih ketergantungan pada teman dan kurang percaya diri. Jika tantangan pribadi diatas tidak dapat dihadapi dan diselesaikan maka akan menghambat kemandirian pribadi individu, dengan adanya kemandirian dapat menjadi modal dasar untuk lebih produktif dan efisien serta merubah dirinya ke arah yang lebih baik. Seperti yang dikatakan Steinberg (2002) dalam Kurniawan menegaskan bahwa kemandirian memegang peranan penting dan membawa dalam dampak positif


(18)

bagi mahasiswa. Mahasiswa yang mandiri mampu berusaha sendiri menyelesaikan masalahnya sehingga tidak tergesa-gesa meminta bantuan orang lain, tidak terombang-ambing derasnya informasi yang diterima baik secara lisan maupun tulisan, mampu menggunakan nilai-nilai mana yang penting dan mana yang benar. Selain itu mahasiswa yang mandiri mampu bersaing dengan orang lain, dapat mengambil keputusan dan tidak menunggu orang lain memutuskan untuknya.

Agar dapat mencapai kemandirian perlu menumbuhkan konsep diri yang positif dalam diri mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Konsep diri menurut William D. Brooks dalam Rakhmat (2007:99) sebagai ”those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and

our interactions with others”. Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan

kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, social dan fisik, yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman dan hasil interaksi dengan orang lain. Indikasi kualitas konsep diri juga dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990: 72) Apabila konsep diri seseorang bersifat positif maka ia memiliki kepribadian yang stabil, dapat menerima dirinya apa adanya, mampu merancang tujuan hidup dan mampu menghadapi kehidupan di masa yang akan datang. Sikap penerimaan diri ditunjukan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihan-kelebihannya sekaligus menerima kelemahanya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus untuk mengembangkan diri. Keyakinan diri merupakan bagian dari self yang dapat mempengaruhi besarnya usaha dan aktifitas yang dilakukan oleh individu,kesabaran dalam menghadapi


(19)

5

masalah dan kesulitan. Menurut hasil penelitian Widodo dan Rusmawati dalam Jurnal Psikologi UNDIP Vol. 1 bahwa individu yang mempunyai keyakinan diri tinggi akan mempunyai persepsi positif terhadap dirinya termasuk di dalam hal kemandirian.

Menurut hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kualitas konsep diri mahasiswa BK cenderung belum sepenuhnya positif. Hal tersebut dapat dilihat dari gejala-gejala yang tampak antara lain, belum dapat menerima baik diri sendiri, tidak mengetahui siapa dirinya, apa kelebihan dan kekurangannya, serta tidak berani memiliki harapan yang tinggi, selalu merasa pesimis karena belum dapat merasakan kesuksesan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kondisi diatas merupakan cerminan dari individu yang belum dapat memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan konsep diri yang positif. Seseorang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima fakta-fakta yang begitu berbeda dengan dirinya, orang dapat menyesuaikan diri dengan seluruh pengalaman mentalnya sehingga evaluasi tentang dirinya juga positif (Calhoun dan Acocella, 1990:71).

Manusia adalah mahluk pribadi dan mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial ia berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Sebagai mahluk pribadi ia adalah individu yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Konsep diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam berinteraksi sosial sebab, individu memiliki kecenderungan untuk berperilaku sesuai konsepnya. Seperti apa konsep diri seseorang tergantung bagaimana ia memandang dirinya sendiri dalam berbagai aspek. Interaksi sosial


(20)

adalah syarat utama bagi terjadinya aktifitas sosial dan ketika seorang individu berinteraksi, sebenarnya sedang berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial seorang individu atau kelompok sosial yang lain. Disinilah seseorang dapat menimbang hal-hal apa saja yang pantas dan tidak untuk dilakukan, sehingga individu tersebut dapat merumuskan keputusan yang harus diambil atas berbagai reaksi lingkungan sekitarnya dan akhirnya dapat membentuk pribadi yang mandiri.

Pendapat di atas diperkuat oleh hasil penelitian Juriana dalam psikologika No.9 (2000: 74) bahwa konsep diri menempati posisi yang penting dalam menentukan perilaku individu. Individu akan bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya. Perilaku individu akan terarah dengan baik, karena konsep diri merupakan internal frame of reference yaitu acuan tingkah laku dan penyesuaian seseorang. Kesesuaian tersebut akan menciptakan individu yang memiliki manajemen diri yang tinggi, mampu melakukan langkah-langkah efektif untuk mencapai tujuannya dan membuat skala prioritas.

Dilihat dari segi keilmuan seharusnya mahasiswa BK lebih berkompeten untuk menyelesaikan suatu masalah, sehingga perkembangan kemandiriannya seharusnya lebih baik daripada mahasiswa lain. Selain dilihat dari segi ilmu, dalam hal kecakapan berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitar seharusnya lebih baik. Hal tersebut terjadi, karena ketrampilan untuk berinteraksi dengan orang lain merupakan modal dasar untuk memperoleh informasi khususnya berhubungan komunikasi dengan klien serta berhubungan dengan anggota


(21)

7

masyarakat kampus yang jelas akan mempengaruhi sejauh mana pribadi individualnya.

Bimbingan dan konseling adalah bantuan yang diberikan oleh seorang konselor kepada individu yang merupakan suatu hal yang tidak dapat dipungkiri lagi. Dengan demikian mahasiswa Bimbingan dan Konseling sebagai seorang yang dalam kesehariannya mempelajari tingkah laku dan cara menghadapi masalah, seyogyanya akan dapat lebih berkompeten dalam kemandirian menghadapi suatu masalah. Jadi idealnya mahasiswa Bimbingan dan Konseling harus dapat menumbuhkan kemandiriannya dalam menghadapi masalah pribadi dan dapat berinteraksi dengan baik dengan lingkungan sekitar, karena ilmu yang digeluti objeknya adalah manusia dengan segala permasalahannya yang selalau dinamis. Mereka yang memiliki kemampuan dan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya seseorang yang merasa dirinya tidak mampu cenderung memiliki konsep diri negatif yang notabene selalu menggantungkan dirinya pada orang lain atau belum memiliki kemandirian.

Secara teoritis antara konsep diri dengan kemandirian memiliki hubungan yang sangat erat. Namun, melihat kenyataan di lapangan menunjukan bahwa konsep diri mahasiswa BK sebagai calon konselor belum sepenuhnya positif dan cenderung memiliki kemandirian yang rendah. Hal tersebut yang membuat peneliti ingin meneliti lebih lanjut tentang adanya “Hubungan antara Konsep Diri dengan Kemandirian pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 Universitas Negeri Semarang”.


(22)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang serta hal-hal tersebut di atas maka masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

1) Bagaimanakah gambaran konsep diri pada mahasiswa BK Angkatan 2005 dan 2006 UNNES ?

2) Bagaimanakah gambaran kemandirian mahasiswa BK Angkatan 2005 dan 2006 UNNES ?

3) Apakah ada hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada Mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006 UNNES ?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian tentang hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006 UNNES adalah untuk:

1) Mengetahui gambaran konsep diri mahasiswa BK UNNES. 2) Mengetahui kemandirian mahasiswa BK UNNES.

3) Membuktikan hipotesis secara empiris hubungan antara konsep diri dengan kemandirian mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006UNNES.

1.4.Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.


(23)

9

Untuk memperkaya serta mengembangkan ilmu dalam bidang Bimbingan dan Konseling terutama tentang konsep diri dan kemandirian mahasiswa. 2) Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi mahasiswa bahwa konsep diri yang positif tentunya dibutuhkan agar dapat membentuk suatu pribadi yang mandiri.

1.5.Sistematika Skripsi

Sistematika skripisi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.

a. Bagian awal skripsi berisi uraian halaman judul, halaman pengesahan, abstraksi, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan daftar lampiran.

b. Bagian isi skipisi terdiri dari Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV dan Bab V. Bab I PENDAHULUAN, bab ini merupakan gambaran menyeluruh dari skripsi yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika skripsi. Bab II TINJAUAN PUSTAKA, pada bab ini berisi mengenai kajian pustaka dan teori yang relevan dengan tema dalam skripsi ini.

Bab III METODE PENELITIAN, dalam bab ini mencakup dasar penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, sumber data teknik pengumpulan data, validitas data, teknik analisis data.

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN, di dalam bab ini berisi mengenai hasil dan penelitian beserta pembahasannya.


(24)

Bab V PENUTUP, bab ini berisi simpulan yaitu kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data dan saran sebagai hasil dari rekomendasi.


(25)

11 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

2.1.1Penelitian terdahulu tentang konsep diri

1) Juriana. 2000. Kesesuaian Antara Konsep Diri Nyata dan Ideal dengan Kemampuan Manajemen Diri pada Mahasiswa Pelaku Organisasi. Psikologika No.9. Universitas Gadjah mada

Hasil analisis menunjukan adanya hubungan yang sangat signifikan antara kesesuaian konsep diri nyata dan ideal dengan kemampuan manajemen diri pada mahasiswa pelaku organisasi (rxy = -0,801: p< 0.01). Sumbangan

kesesuaian konsep diri nyata dan ideal terhadap kemampuan manajemen diri sebesar 63,1 %. Hasil analisis tambahan menunjukan tidak adanya perbedaan kemampuan manajemen diri antara pelaku organisasi yang berstatus top executive dengan yang berstatus non top executive (F = 0,003: >0,05).

2.1.2 Penelitian terdahulu tentang kemandirian

1) Kartadinata, Sunaryo. Profil Kemandirian dan Orientasi Timbangan Sosial Mahasiswa serta Kaitannya dengan Perilaku dan Empatik dan Orientasi Nilai Rujukan (Studi deskriptif analitik tentang kemandirian mahasiswa pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di Kotamadya Bandung. http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1206105-132350


(26)

Hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan bertindak yang diambil mahasiswa cenderung bukan keputusan yang mandiri, Orientasi timbangan sosial mahasiswa cenderung berada pada tingkat konvensional dan pasca konvensional, Orientasi timbangan sosial mahasiswa tidak kongruen dengan kemandiriannya, nilai-nilai sosial dan religius adalah nilai yang dipersepsikan mahasiswa sebagai nilai yang paling bermakna,sementara itu kecenderungan bertindak mereka lebih berorientasi ekonomis, perilaku empatik tidak berkontributif terhadap orientasi timbangan sosial, akan tetapi nampak berkaitan erat dengan tingkat kebermaknaan nilai.

2.1.3Penelitian Terdahulu tentang Konsep Diri dan Kemandirian

1) Puan Maharani, 2005. Hubungan Antara Konsep Diri dengan Kemandirian pada Anak Asuh Angkatan 1 Di Panti Asuhan Wira Adi Karya Tahun 2005. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. FIP. UNNES

Hasil Penelitian ini menunjukan rata-rata konsep diri anak asuh di Panti Asuhan Wira Adi Karya Ungaran mencapai 67,34% dan termasuk kategori cukup baik. Rata-rata kemandirian anak asuh mencapai 64,42% dan termasuk kategori cukup baik pula. Hasil analisis Spearman Rank diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,6106. Uji keberartian Koefisien Korelasi dengan uji z diperoleh Zhitung = 5,43> Ztabel = 1,96 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kemandirian pada anak asuh angkatan 1 di Panti Asuhan Wira Adi Karya Ungaran Tahun 2005.


(27)

13

2.2 Kemandirian

2.2.1 Pengertian Kemandirian

Basri (2000:53) berpendapat bahwa mandiri dalam bahasa jawa berarti berdiri sendiri. Mandiri dalam arti psikologis dan mentalis mengandung pengertian keadaan seseorang dalam kehidupannya yang mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan memikirkan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi manfaat atau keuntungannya segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialami.

Menurut Kartono dalam Anastasia dan Nugraheni, (2008: 13) Pengertian kemandirian disini dapat diartikan sebagai Zelfstanding, yaitu kemampuan berdiri diatas kaki sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan segala macam kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri.

Pendapat di atas diperkuat oleh Kartini dan Dali (dalam Muta’din, 2002: 2) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Musdalifah, (2007: Vol.4) menyimpulkan secara singkat bahwa kemandirian mengandung pengertian:

a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya.

b. Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi


(28)

d. Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya

Brawer dalam Chabib Thoha (1993: 121) mengartikan kemandirian sebagai perasaan otonomi, diartikan sebagai suatu perilaku yang terdapat dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam tidak karena terpengaruh orang lain.

Berbeda dengan beberapa pendapat tersebut Gea (2002: 195) menggambarkan bahwa mandiri adalah suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu (barang/jasa) demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya.

Berdasarkan definisi-definisi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk bertindak dan mengembangkan diri dengan kekuatan sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bergantung pada bantuan orang lain.

2.2.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

faktor – faktor yang mempengaruhi kemandirian pada individu itu sendiri menurut Masrun (1986) dapat dijelaskan sebagai berikut.

Secara bertahap dengan perkembangan dan tingkat pertumbuhan individu terbentuk karena pengaruh lingkungannya, kemampuan seseorang beriteraksi dengan lingkungan akan menjadikan seseorang bertanggungjawab dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Lingkungan yang pertama kali dikenal adalah keluarga, disinilah peranan penting orang tua dalam meletakan dasar kepribadian seorang individu. Jika dari usia dini individu sudah diajarkan


(29)

15

kemandirian, maka semakin dewasa ia terbiasa dengan hal tersebut dan akan membentuk pribadi yang mandiri . Semakin bertambahnya pendidikan atau pengetahuan seseorang, maka kemungkinan untuk mencoba hal yang baru semakin besar sehingga kreatif dan memiliki kemampuan. Pengaruh dari orang lain akan berkurang sedikit demi sedikit, yang perlahan akan menumbuhkan konsep diri positif pada individu. Konsep diri positif mendukung adanya perasaan kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil.

Sedangkan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian menurut Thoha (1996: 124-125) dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Faktor dari dalam

Faktor dari dalam diri antara lain faktor kematangan usia dan jenis kelamin. Anak semakin tua usianya cenderung mandiri. Di samping itu intelegensi seseorang juga berpengaruh terhadap kemandirian seseorang.

b. Faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian seseorang adalah: 1) Faktor Kebudayaan

Kemandirian dipengaruhi oleh kebudayaan. Masyarakat yang maju dan kompleks tuntutan hidupnya cenderung mendorong tumbuhnya kemandirian dibanding dengan masyarakat yang sederhana.

2) Pengaruh keluarga terhadap individu

Pengaruh keluarga terhadap kemandirian anak adalah meliputi aktivitas pendidikan dalam keluarga, kecenderungan cara mendidik, cara memberikan penilaian, bahkan cara hidup orang tua akan berpengaruh pada kemandirian individu.


(30)

Ditambahkan lagi oleh Basri (2000: 53) faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah sebagai berikut:

a. Faktor dalam diri sendiri (Endogen)

Dengan faktor endogen dimaksudkan adalah semua pengaruh yang bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan.

b. Faktor yang terdapat diluar dirinya (Eksogen)

Faktor eksogen disebut pula dengan faktor eksternal yaitu semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, atau sering disebut faktor lingkungan. Lingkungan disini meliputi lingkungan keluarga, masyarakat dan sosial ekonomi.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian sangat menentukan dalam pencapaian kemandirian seseorang. Begitu pula dengan kemandirian dalam menghadapi masalah pribadi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal baik dalam diri (internal) atau dari luar (eksternal).

2.2.3 Aspek- aspek Kemandirian

Aspek-aspek dalam kemandirian menurut Masrun (1986) ada 5 aspek kemandirian yang utama:

1) Bebas, aspek ini ditujukan dengan tindakan yang dilakukan atas kehendak sendiri dan tidak tergantung pada orang lain.

2) Ulet, aspek ini ditujukan dengan pribadi yang penuh ketekunan adanya usaha untuk mengejar prestasi, merencanakan serta mewujudkan harapan-harapan. 3) Inisiatif, tampak dalam perilaku original, kreatif dan penuh ide.


(31)

17

4) Pengendalian diri, aspek ini tampak dalam pribadi yang mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikannya serta mampu mempengaruhi lingkungan atas usaha sendiri.

5) Kemantapan diri, aspek ini mencakup rasa percaya terhadap kemampuan diri sendiri, menerima diri sendiri dan memperoleh kepuasan dari usahanya.

Dari pendapat tersebut dapat simpulkan bahwa individu yang memiliki kemandirian dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu seorang individu yang mampu dan berinisiatif sendiri untuk dapat menyelesaikan segala permasalahan tanpa bantuan dan menunggu orang lain untuk mengatasi keadaan yang terjadi. Selain itu dia akan merasa puas dengan hasil usahanya sendiri dan selalu berinovatif dan kreatif. Tentunya jika mengeluarkan keputusan sudah dipikir dengan matang konsekuensinya, sehingga saran dan pendapatnya dapat diterima oleh orang lain.

Havighurst (dalam Mu’tadin, 2002: 2) menyatakan bahwa kemandirian seseorang meliputi aspek emosi, ekonomi, intelektual, dan sosial. Kemandirian emosi ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang tua atau orang dewasa lainnya. Kemandirian ekonomi ditunjukan dengan kemampuan mengatur sendiri perekonomiannya. Kemandirian intelektual ditunjukan dengan kemampuan dalam mengatasi masalah, dan kemandirian sosial ditunjukan dengan kemampuan berinteraksi dengan orang lain tanpa tergantung dan menunggu aksi dari orang lain.

Untuk dapat mandiri seseorang membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan sekitarnya, agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Pada saat ini peran orang tua dan respon dari lingkungan sangat


(32)

diperlukan bagi individu sebagai penguatan untuk setiap perilaku yang telah dilakukan.

2.3 Konsep Diri

2.3.1Pengertian Konsep Diri

Konsep Diri menurut Calhoun dan Acocella( 1990: 67) merupakan kumpulan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Brooks (dalam Rakhmat, 2000: 100) memaparkan bahwa konsep diri merupakan persepsi terhadap diri sendiri, baik fisik, sosial maupun psikologis, yang didasarkan pada pengalaman-pengalaman dan hasil interaksi dengan orang lain.

Konsep diri dapat didefinisikan sebagai gambaran yang ada pada diri sendiri sebagai pribadi yang disebut dengan pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan penilaian diri sendiri serta bagaimana individu menginginkan diri sendiri sebagai manusia yang diharapkan. Menurut Farozin dan Nur fatiyah (2004: 17) Konsep diri ini dibagi menjadi 2 yaitu: 1)

Konsep diri sebenarnya dan 2) Konsep diri ideal. Konsep diri sebenarnya

merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya. Sedangkan konsep diri ideal merupakan gambaran seseorang mengenai penampilan dan kepribadian yang didambakannya.


(33)

19

Saat anak baru lahir, mereka belum dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya. Tetapi lingkungan pertama yang dikenalnya adalah keluarga, berarti individu tersebut akan menerima respon dan tanggapan yang pertama dari keluarganya. Saat individu dewasa dan dapat melepaskan ketergantungannya pada keluarga, saat itulah dia mulai belajar berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Oleh sebab itu ketika seseorang individu telah mencapai dewasa dan banyak mengenal nilai-nilai dari luar keluarga seringkali muncul konflik-konflik, terutama jika nilai yang didapat dari luar bertentangan dengan nilai-nilai di dalam keluarga.

Selain pengaruh dari keluarga, konsep diri juga dapat terbentuk karena adanya adanya interaksi individu dengan orang lain disekitarnnya yaitu teman bergaul dan masyarakat. Menurut Lau & Pun (dalam Baron & Byrne, 2004: 164) konsep Self, yang sebagian besar didasarkan pada interaksi dengan orang lain yang dipelajari dimulai dengan anggota keluarga terdekat, kemudian meluas ke interaksi dengan mereka di luar keluarga.

Chaplin (2004:451) mengatakan bahwa konsep diri merupakan evakuasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Menurut Burns ( 1993:4 ) Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan,orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Cooley (Burns,1993:17) menggambarkan konsep diri dengan gejala looking-glass self (diri cermin) dimana konsep diri seseorang dipengaruhi oleh apa yang diyakini


(34)

individu tersebut seakan-akan menaruh cermin di depan kita. Itu sebabnya Zanden (dalam Rakhmat, 2007:99) menyimpulkan bahwa Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti berada dalam cermin. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.

Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang diri , menilai diri sendiri dan kondisi atau situasi di sekelilingnya. 2.3.2 Isi Konsep Diri

Konsep diri adalah aspek diri yang paling penting, konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dibentuk dan dipelajari dari pengalaman individu dan berhubungan dengan orang lain. Seperti yang telah dikemukakan oleh para ahli, bahwa konsep diri merupakan persepsi, pandangan atau pendapat kita mengenai diri kita sendiri yang meliputi dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahannya, kegagalan dan kepandaiannya.

Hal tersebut diatas juga dikemukakan oleh Burns(1993: 209) bahwa isi konsep diri mencakup:

1. Karakteristik Fisik

2. Kesehatan dan Kondisi Fisik 3. Status Intelektual, kecerdasan 4. Cara berpakaian, model rambut 5. Ide religius, minat religius, keyakinan 6. Hubungan keluarga

7. Kepemilikan, benda-benda yang dipunya 8. Bakat khusus dan kemampuan khusus 9. Ciri Kepribadian

10.Kemandirian


(35)

21

Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa konsep diri berkembang bukan hanya mengenai perilaku atau sikap individu, namun membayangkan gambaran tentang diri kita yang bersifat fisik misalkan berupa penampilan, cara dia berpakaian, atau ciri-ciri pribadi lain yang dimilikinya.

2.3.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Rakmat (2004:101-104) faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah faktor orang lain dan faktor kelompok rujukan (reference group). Biasanya orang yang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang adalah orang-orang yang paling dekat dengan dia, memiliki ikatan emosional, misalnya keluarga Seperti yang dikatakan Sullivan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan dan menolak kita, maka kita cenderung tidak akan menyenangi diri kita.

Joecinta F Rini (Konsep Diri, dalam e-psikologi.com) menjelaskan faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri seseorang.

a. Kegagalan

Kegagalan yang terus-menerus cenderung akan membuat seseorang berpikir negatif tentang kemampuan yang dimilikinya. Kegagalan terjadi membuat orang merasa dirinya tidak berguna. b. Depresi

Orang yang mengalami depresi cenderung memiliki pemikiran negatif, menilai dirinya sendiri. Biasanya orang tersebut kurang survive menjalani segala tantangan kehidupan.

c. Kritik Internal

Kritik pada diri sendiri diperlukan untuk menjadi rambu-rambu dalam bertindak dan berperilaku sesuai norma yang ada pada masyarakat agar dapat diterima dengan baik.


(36)

d. Pola asuh orang tua

Sikap positif yang ditunjukan oleh orang tua dapat dijadikan cermin oleh anak-anaknya, sikap positif akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif pada anak.

Sedangkan menurut Calhoun & Acocella (1990:77-78) bahwa faktor yang membentuk konsep diri individu adalah:

a. Orang tua

Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang dialami seseorang dalam pembentukan konsep diri. Informasi dan pengarahan yang diberikan orang tua akan berlangsung hingga dewasa. Kedekatan orang tua dan keluarga terhadap anak akan membentuk konsep diri yang baik. Karena anak akan secara sangat serius cenderung menerima dan memasukkan ke dalam konsep dirinya, informasi yang konsisten dengan gagasan yang telah berkembang tentang dirinya sendiri.

b. Kawan sebaya

Peran teman sebaya sangat berpengaruh dalam membentuk pandangan individu mengenai dirinya sendiri. Maka peran teman sebaya sangat penting dalam pembentukan konsep diri.

c. Masyarakat

Masyarakat sangat mementingkan fakta-fakta contohya tentang siapa orang tuanya, apa rasnya dan semua hal yang berhubungan dengan individu tersebut, sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri individu.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri adalah orang lain, kelompok rujukan dan pengaruh dari lingkungan sekitar / masyarakat. Perasaan-perasaan yang bersangkutan dengan tubuh dan citra tubuh menjadi inti dari konsep diri. Semakin bertambahnya usia individu mampu menciptakan konsep diri yang positif. Kasih sayang dan perhatian orang tua mampu menciptakan konsep diri yang baik, penerimaan di lingkungan atau kelompok menjadi langkah awal dalam mempersiapkan individu dalam menuju kedewasaan dan mempengaruhi konsep diri selanjutnya.


(37)

23

2.3.4Aspek- aspek Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki individu memiliki 3 aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian terhadap diri sendiri (Calhoun&Acocella ,1990:71).

a. Pengetahuan

Dimensi pertama konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri. Pengetahuan ini bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembanding. Pengetahuan individu tidak menetap sepanjang hidupnya. Pengetahuan bisa berubah dengan cara mengubah tingkah laku individu tersebut dan dengan cara mengubah kelompok pembanding.

b. Harapan

Dimensi kedua konsep diri adalah harapan. Selain individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya individu juga memiliki satu set pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan menjadi apa dimasa mendatang. Artinya bahwa setiap individu memiliki pengharapan yang berbeda-beda pada setiap individu.

c. Penilaian

Dimensi terakhir konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai nilai terhadap dirinya sendiri. Penilaian individu


(38)

terhadap dirinya sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi terhadap dirinya.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek konsep diri dapat dilihat dari bagaimana individu mengetahui keadaan dirinya yang sebenarnya, yang kemudian dibandingkan dengan harapan dirinya menjadi individu yang lain dari keadaan sekarang, sampai pada tahap seberapa besar kita menghargai diri kita yang sekarang. Kadang-kadang harapan dan kenyataan tidak seiring sehingga terjadi penilaian dalam diri individu seberapa besar individu tersebut menghargai keadaan yang sekarang.

Setiap macam konsep diri mempunyai aspek fisik dan psikologis. Aspek fisik terdiri dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungannya dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Aspek psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya, dan hubungannya dengan orang lain.

2.3.5Karakteristik Konsep Diri

Menurut William dan Phillip ( Rakhmad, 2004:105) mengemukakan lima ciri-ciri konsep diri positif :

a. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah b. Merasa setara dengan orang lain

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

d. Mampu menyadari bahwa semua orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

e. Mampu memperbaiki dirinya karena sanggup mengungkapakan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.


(39)

25

Sedangkan karekteristik konsep diri negatif, antara lain: a. Peka terhadap kritik

Orang ini sangat tidak tahan dengan kritik yang diterimanya dan mudah marah. Segala koreksi sering kali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi cenderung menghindari dialog yang terbuka dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi/ logika yang keliru.

b. Responsif terhadap pujian

Soal mendapat pujian, individu ini mungkin berpura-pura menghindari pujian, namun tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Untuk orang semacam ini, segala macam embel-embel yang menunjang harga dirinya menjadi pusat perhatiannya.

c. Bersikap Hiperkritis

Sikap hiperkritisnya ditunjukkan dengan mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun, tidak pandai dan tidak sanggup dalam mengungkapkan penghargaan atau pengakuan kepada orang lain.

d. Merasa tidak disenangi orang lain

Individu ini memiliki rasa bahwa dirinya tidak diperhatikan. Oleh karena itu individu ini bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan. Individu ini tidak pernah mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres.

e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi

Hal ini terungkap dengan keenggananaya untuk bersaing dengan orang lain dalam membat prestasi. Individu menganggap tidak berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya.

Menurut Calhoun dan Acocella (1990:72-74) dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Konsep diri positif

Konsep diri positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat menerima dan memahami bermacam-macam tentang dirinya.


(40)

b. Konsep diri negatif

Konsep diri negatif terbagi menjadi 2 tipe yaitu:

a) Pandangan-pandangan individu tentang dirinya sendiri tidak teratur sehingga individu tidak mengetahui dirinya sendiri.

b) Pandangan-pandangan individu tentang dirinya sendiri terlalu teratur dan stabil. Hal ini terjadi karena individu dididik dengan keras, sehingga menciptakan konsep diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan. Diperkuat oleh pendapat Aristo (Konsep Diri dalam Pendidikan, 31 Maret 2008, diakses dalam http://www.e-psikologi.com, diunduh 4 april 2009).

Indikasi kualitas konsep diri semacam itu juga dikemukakan oleh Burns. Menurutnya, jika seseorang memiliki konsep diri yang positif berarti ia akan menilai, menghargai, merasa dan menerima keadaan dirinya secara positif. Sebaliknya seseorang yang memiliki konsep diri negatif berarti ia memiliki evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri serta tiadanya penghargaan dan penerimaan terhadap diri sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa individu dengan penilaian diri yang tinggi dan perasaan harga diri yang tinggi umumnya mereka menerima keadaan dirinya, sebaliknya yang menilai dirinya secara negatif akan memiliki perasaan harga diri dan penerimaan diri yang kecil.

Hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai konsep diri positif adalah orang yang mau menerima segala sesuatu yang ada pada diri sendiri dan menerima orang lain secara apa adanya. Orang dengan konsep diri positif dapat tampil ke depan dengan bebas dan dapat membuat kehidupanya menjadi lebih menarik, sehingga seseorang itu dapat bertindak berani dengan berperan serta mampu memperlakukan orang lain dengan baik, hangat dan hormat.


(41)

27

Dapat disimpulkan pula bahwa orang yang mempunyai konsep diri negatif mempunyai pandangan dan pengetahuan yang buruk tentang dirinya, apapun yang diperoleh tampak tidak berharga dibanding apa yang diperoleh oleh orang lain dan kurang bisa menerima keadaan dirinya dan juga kritikan dari orang lain tentang dirinya.

Informasi yang baru tentang diri seseoerang menjadi penyebab kecemasan dan ancaman terhadap diri orang tersebut. Informasi tentang dirinya sendiri yang tidak dapat diterima dengan baik dan menganggu konsep diri seseorang sehingga menyebabkan kekecewaan emosional kepada seseorang maka tidak mampu menumbuhkan semangat dan kenyamanan pada diri individu tersebut (Calhoun & Acocella, 1990: 72-73). Hal tersebut dapat diibaratkan, apabila individu merasa pesimis, ketakutan dengan suatu kegagalan dalam setiap kehidupannya maka hal tersebut merupakan cerminan individu yang memiliki konsep diri negatif, Sebaliknya seseorang yang merasa percaya diri, penuh dengan semangat dan selalu berusaha merupakan cerminan konsep diri yang positif.

2.4 Hubungan antara Konsep Diri dengan Kemandirian pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 UNNES

Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, tanpa kekuatan dan akan bergantung pada orang lain. Misalkan seorang anak yang baru saja dilahirkan akan menggantungkan hidupnya pada kedua orang tua hingga waktu tertentu. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu seorang anak perlahan-lahan akan lepas dari ketergantungannya pada orang tua dan belajar untuk menjadi mandiri. Itu semua merupakan proses alami yang terjadi pada setiap individu.


(42)

Mandiri berarti dapat berdiri sendiri, mampu memutuskan dan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain serta bertanggungjawab atas apa yang dikerjakan dan diputuskannya.

Kemandirian merupakan suatu kondisi psikologis yang dapat berkembang dengan baik apabila diberikan kesempatan dengan cara latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini. Kemandirian fisik adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri, sedangkan kemandirian psikologis adalah kemampuan untuk membuat keputusan dan memecahkan masalah sendiri. Dengan demikian, dirinya dituntut untuk melepaskan diri dari pengaruh dan ketergantungannya pada orang lain.

Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki oleh setiap individu. Menurut Sumirah dalam tesis kemandirian merupakan keadaan kejiwaan seseorang yang tercermin pada perilaku yang aktifitasnya bersumber dalam diri sendiri, mampu membuat keputusan atas dirinya dan bertanggungjawab atas tingkah lakunya.

Sebagai hasil dari proses belajar pencapaian kemandirian dipengaruhi oleh banyak faktor, secara umum dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi segala sesuatu yang dibawa sejak lahir yang merupakan bekal dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya meliputi bakat, potensi intelektualdan potensi pertumbuhan tubuhnya. Sedangkan faktor eksternal berasal dari interaksinya dengan lingkungan.


(43)

29

Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam meletakan dasar-dasar kepribadian seorang anak, demikian pula dalam pembentukan kemandirian pada seseorang. Sebab didalam keluarga, orang tualah yang berperan besar dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Maka dari itu perlu diberikan pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Dengan diberikannya kesempatan untuk membuktikan atau melaksanakan keputusan yang telah diambil dan mengusahakan sendiri berbagai masalah yang muncul dalam kehidupannya, tetapi orang tua tetap menjadi pengamat dan hanya melakukan intervensi jika tindakan anaknya dianggap keluar dari jalur yang benar. Untuk menjadi mandiri sangatlah penting orang tua untuk tidak memberikan perhatian yang berlebihan kepada anak. Menurut Tjut Rifameutia Ali Napis, bantuan berlebihan bisa mensugesti individu bahwa ia tidak mampu melakukan sesuatu sendiri.

Seiring dengan waktu anak tumbuh berkembang, kemandirian diperkuat juga oleh proses sosialisasi dengan teman sebaya dan interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Kelompok teman sebaya merupakan lingkungan sosial pertama dimana seseorang belajar untuk hidup bersama dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Ini bertujuan mendapatkan pengakuan dari teman sebayanya sehingga tercipta rasa aman. Selain itu kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan masyarakat juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan baik akan mendukung perilaku seseorang untuk dapat bereaksi sesuai dengan keadaan yang terjadi.


(44)

Perkembangan individu tidak akan terlepas dari lingkungannya, karena dalam rangka memenuhi kebutuhannya manusia melalui proses sosial yang disebut interaksi sosial. pada dasarnya dari segala aspek kehidupan interaksi sosial juga akan membentuk kepribadian, nilai-nilai kehidupan, moralitas individu serta prinsip hidup. Bertanggungjawab terhadap segala tindakan yang diperbuat merupakan kunci untuk menuju kemandirian, dengan berani bertanggungjawab individu akan belajar untuk tidak mengulangi hal-hal yang memberikan dampak negatif bagi dirinya.

Interaksi sosial merupakan hubungan antara dua atau lebih individu dimana perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Adanya kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta kemampuannya dalam melakukan penyesuaian diri dengan baik akan membuat anak bertanggungjawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan tidak mudah putus asa. Hal ini akan cenderung anak untuk mandiri.

Kemandirian seseorang dapat teruji ketika dia mendapatkan berbagai masalah, tatkala menghadapi masalah, orang yang bersikap dewasa cenderung untuk mencari solusinya, atau menghadapi stres dan kekhawatiran dengan sikap optimis. Bila masalah itu dapat diselesaikan sendiri tanpa meminta bantuan orang tua dan akan bertanggungjawab terhadap segala keputusan yang telah diambil melalui berbagai pertimbangan. Maka hal tersebut menunjukan bahwa orang itu mampu untuk mandiri. Hal itu diperkuat oleh Sumirah, yang menyatakan bahwa


(45)

31

kemandirian merupakan keadaan kejiwaan seseorang yang tercermin pada perilaku yang aktifitasnya bersumber dari dalam diri sendiri, mampu membuat keputusan atas dirinya dan bertanggungjawab atas tingkah lakunya. Individu adalah mahluk yang unik dimana satu dengan yang lain tidak akan pernah sama. Oleh sebab itu tingkat kemandiriannya relatif berbeda-beda, sebagian ada yang merasa mandiri, sebaliknya ada juga yang belum mandiri.

Upaya dalam rangka menumbuhkan kemandirian dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan konsep diri yang positif pada individu. Seperti yang kita ketahui, kemandirian merupakan kemampuan untuk tidak tergantung kepada orang lain, selalu mencoba mengatasi permasalahannya sendiri, bereaksi sesuai dengan kondisi yang terjadi dalam lingkungan dan memiliki tanggung jawab atas keputusan yang diambil.

Kemandirian merupakan bagian dari kualitas seorang konselor yang kompeten, selain kualitas lahiriah dari seorang konselor yang baik seperti memiliki kemampuan bersikap tenang ketika bersama orang lain, dan memiliki kapasitas untuk berempati. Oleh sebab itu, mahasiswa BK sebagai calon konselor harus dapat mengembangkan kemandirian dalam menghadapi masalah pribadi. Kemandirian akan memberikan dampak yang positif bagi pribadi seorang konselor, sebab bagaimana bisa mahasiswa BK membantu klien, apabila konselornya sendiri tidak memiliki kemandirian dalam menghadapi masalah pribadi.


(46)

Seperti halnya dengan kemandirian, konsep diri terbentuk dan tersusun atas berbagai tahapan. Yang paling dasar adalah konsep diri primer, yaitu konsep diri yang terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Keluarga yang mengembangkan pola asuh yang menerima dan menghargai individu akan meningkatkan konsep diri positif pada individu, sebaliknya keluarga yang mengembangkan pola asuh merendahkan harga diri seseorang akan mengembangkan konsep diri negatif. Lalu setelah anak bertambah besar, ia mempunyai hubungan yang lebih luas sekedar hubungan dalam lingkungan rumahnya. Ia akan memiliki lebih banyak teman, kenalan dan akibatnya akan memperoleh lebih banyak pengalaman. Dan akhirnya ia akan memperoleh konsep diri yang berbeda dari yang sudah terbentuk dalam lingkungan keluarga. Ini menghasilkan konsep diri sekunder. Atas dasar itu, adanya kemandirian akan menumbuhkan pribadi konselor yang memiliki konsep diri positif ataupun sebaliknya, bahwa konsep diri mempengaruhi perilaku seseorang atau kemampuan seseorang dalam hal ini kemandiriannya.

Konsep diri merupakan gambaran penilaian terhadap diri sendiri, dan merupakan komponen kepribadian. Oleh sebab itu sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta cara bertindak dalam situasi yang terjadi pada saat itu. Menurut Calhoun dan Acocella,(1990: 67) konsep diri adalah gambaran mental tentang diri, yang terdiri dari pengetahuan, penilaian dan harapan. Cara pandang diri individu terhadap dirinya tersebut akan menentukan bagaimana ia harus bersikap. Konsep diri merupakan sesuatu yang ada dalam diri saya sendiri, jadi merupakan pandangan dari dalam individu tersebut. Selain itu dapat disimpulkan bahwa ada


(47)

33

beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang, antara lain usia kematangan, penampilan diri(citra tubuh), orang tua, kawan sebaya, dan pengaruh dari lingkungan sekitar atau masyarakat.

Selain itu dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan kemampuan untuk tidak bergantung pada orang lain, selalu mencoba mengatasi masalah dan hambatan, bertanggungjawab dan memiliki inisiatif. Maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain kematangan fisik, kematangan psikis dan ciri-ciri kepribadian yang terdapat pada aspek: kecerdasan, emosi, motivasi minat, sikap sosial, jenis kelamin, umur dan konsep diri. Selain itu apabila dilihat dari faktor eksternal adalah tuntutan kebudayaan( nilai, harapan, pengaruh lingkungan tempat tinggal), pendidikan (termasuk pola asuh orang tua), pekerjaan( termasuk di dalamnya status ekonomi keluarga),jumlah anak dalam keluarga dan pengaruh teman sebaya.

Menurut pandangan para ahli di atas dapat dijelaskan bahwa konsep diri merupakan faktor internal dari kemandirian, sehingga diduga ada hubungan antara konsep diri dengan kemandirian dalam menghadapi masalah pribadi.

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2002: 64). Berdasarkan Landasan teori di atas, maka dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan peneliti adalah Ada hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa bimbingan dan konseling angkatan 2005 dan 2006 UNNES. Semakin positif konsep diri mahasiswa BK maka, semakin tinggi pula


(48)

kemandiriannya. Sebaliknya semakin negatif konsep diri mahasiswa BK, semakin rendah pula tingkat kemandiriannya.

Ho : Tidak terdapat hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006 UNNES.

Ha : Terdapat hubungan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa BK angkatan 2005 dan 2006 UNNES


(49)

35 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik Stastistik Korelasional. Melalui penelitian tersebut kita dapat memastikan berapa besar yang disebabkan oleh satu variabel dalam hubungannya dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain. Penelitian korelasi tidak memerlukan sampel yang besar. Diasumsikan jika ada pertalian, maka akan merupakan bukti bahwa sampel yang digunakan adalah mewakili populasi yang kita selidiki dan instrumen yang digunakan dapat dipercaya dan sahih( Counsuelo, dkk 1993: 87-88). Penelitian ini sangat cocok bila variabel-variabel yang terlibat sangat kompleks dan tidak dapat diteliti lewat metode eksperimentasi atau yang variasinya tidak dapat dikendalikan. Dengan penelitian korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel serta saling-hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat dilakukan serentak dalam kondisi yang realistik( Azwar, 1997: 9).

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian yang menjadi titik pusat perhatian dalam suatu penelitian(Arikunto,2006: 118). Variabel yang digunakan dalam variabel ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas(Variabel Independent) dan Variabel Terikat(Variabel Dependent).


(50)

Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas

Variabel Bebas (X) = Konsep Diri Mahasiswa BK Variabel Terikat (Y)= Kemandirian Mahasiswa BK

Maka konsep berpikir dari variabel di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

Bagan Hubungan antar Variabel

Secara teoritis konsep diri sebagai variable X memberikan pengaruh terhadap kemandirian mahasiswa. Apabila diperkirakan ada hubungan maka akan terjadi yaitu semakin positif konsep diri mahasiswa BK UNNES maka akan semakin tinggi pula kemandiriannya, dan semakin negatif konsep diri mahasiswa BK UNNES maka akan semakin rendah pula kemandiriannya.

3.3. Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini memiliki definisi operasional sebagai berikut:


(51)

37

3.3.1 Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuan berdiri diatas kaki sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan segala macam kewajiban guna memenuhi kebutuhan sendiri. Aspek-aspek yang akan diteliti antara lain, bebas, ulet, inisiatif, pengendalian diri dan kemantapan diri.

3.3.2 Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan atau persepsi individu terhadap dirinya sendiri. Isi konsep diri menurut Burns, meliputi karakteristik fisik, kesehatan dan kondisi fisik, status intelectual, kecerdasan, cara berpakaian model rambut dan make up, ide religius minat religius dan keyakinan,hubungan keluarga, bakat dan kemampuan khusus, benda yang dipunya atau kepemilikan,sikap dan hubungan sosial, ciri kepribadian, dan kemandirian.

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian(Arikunto, 2006: 130). Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya adalah penelitian populasi.

Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah mahasiswa BK FIP UNNES yang berjumlah sekitar 149 mahasiswa. Seperti yang dijelaskan pada tabel dibawah ini:


(52)

Tabel 3.1

Populasi Mahasiswa BK FIP UNNES Th. Angkatan 2005 dan 2006

NO. Angkatan Jumlah

1. 2.

2005/2006 2006/2007

72 Mahasiswa 77 Mahasiswa

Jumlah 149 Mahasiswa

Dari 149 mahasiswa tersebut di atas mempunyai karakteristik yang homogen sebagai berikut :

a. Subyek merupakan mahasiswa BK FIP UNNES

b. Merupakan individu yang masih terdaftar sebagai mahasiswa

c. Subjek penelitian merupakan mahasiswa BK yang sudah melaksanakan KKN dan PPL atau semester 6 keatas dengan pertimbangan bahwa mereka sudah memperoleh mata kuliah yang cukup atau memadahi sehingga memiliki pandangan untuk menjadi calon konselor yang kompeten.

3.4.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti(Arikunto, 2006: 109). Dalam penelitian ini sampel dimaksudkan untuk memperoleh keterangan mengenai subyek penelitian, dan mampu memberikan gambaran dari populasi.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik Stratified Proportional Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara


(53)

39

acak dengan jumlah yang sama pada tiap kelasnya. Teknik ini digunakan dengan alasan :

a. Memberikan kesempatan yang sama kepada tiap individu b. Menghemat tenaga, waktu dan biaya

Pada prosedur pengambilan sampel berstrata dengan pendekatan proporsional, banyaknya subjek dalam setiap subkelompok atau strata harus diketahui perbandingannya lebih dahulu. Kemudian ditentukan presentase besarnya sampel dari keseluruhan populasi( Azwar, 1997: 84). Di dalam pengambilan sampel biasanya peneliti sudah menentukan jumlah sampel yang paling baik. Apabila subyeknya kurang dari 100 maka diambil semua, tetapi jika jumlahnya besar dapat diambil antara 10-15% atau20-25% atau lebih (Arikunto,2006: 134). Dari populasi yang berjumlah 149 mahasiswa, ditetapkan untuk diambil 40% sebagai sampel. Dengan mengambil secara random 40% subjek dari setiap subkelompok sebagai sampel maka distribusi subjek sampel dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.2

Perincian Subyek Penelitian

Angkatan Kelas Jumlah Mahasiswa Jumlah sampel 2005/2006 Reguler 72 Mahasiswa 29 Mahasiswa 2006/2007 Reguler 44 Mahasiswa 18 Mahasiswa 2006/2007 Paralel 33 Mahasiswa 13 Mahasiswa

Jumlah 149 Mahasiswa 60 Mahasiswa

Pengambilan sampel secara random/acak dapat dilakukan dengan bilangan random, komputer maupun dengan undian. Dalam penelitian ini peneliti akan


(54)

menentukan mahasiswa pada tiap angkatan yang akan dijadikan sampel penelitian dengan cara undian. Undian dilakukan dengan cara sebagai berikut ini :

1.) Menuliskan no.urut mahasiswa pada secarik kertas kecil untuk tiap angkatannya

2.) Kertas yang sudah diberi no.kemudian digulung dan dimasukan kedalam kaleng tertutup yang telah diberi lubang di atasnya

3.) Kaleng dikocok dan melalui lubang kecil gulungan kertas tsb dikeluarkan satu persatu hingga memenuhi jumlah sampel yang di tentukan

4.) Nomor-nomor yang keluar kemudian dicatat

5.) Kegiatan mengocok dihentikan setelah mendapatkan jumlah mahasiswa yang dikehendaki, kemudian diteruskan untuk menyebar skala.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh penulis untuk menghimpun data dari sejumlah populasi yang menjadi sampel penelitian. Metode pengumpulan data dari penelitian ini adalah skala psikologi (skala konsep diri dan skala kemandirian). Skala psikologi adalah alat untuk mengukur aspek atau atribut afektif.

Pada skala psikologi pertanyaannya merupakan stimulus yang tertuju pada indikator untuk memancing jawaban yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan. Skala psikologi ini menggunakan empat pilihan jawaban Sangat setuju(SS), Setuju(S), Tidak setuju(TS) dan Sangat tidak setuju(STS), dengan menghilangkan jawaban ragu-ragu dan bersifat tertutup. Alasan


(55)

41

penyederhanaan pilihan jawaban menjadi empat pilihan karena dikhawatirkan responden akan cenderung memilihnya sehingga data mengenai perbedaan diantara responden menjadi kurang informatif (Azwar, 2005:34). Untuk jawaban yang mendukung pernyataan atau favourable diberi skor tertinggi dan untuk jawaban yang tidak mendukung pernyataan atau unfavourable diberi skor terendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.3

Penskoran item dalam skala

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Kategori Jawaban Skor Kategori Jawaban Skor

SS S TS STS

4 3 2 1

SS S TS STS

1 2 3 4

3.6. Instrumen Penelitian

Dalam menyusun instrumen penelitian, peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi instrument yang dibuat berdasarkan dari teori kemudian disusun pernyataan. Setelah tersusun pernyataan kemudian dilakukan percobaan (try out), setelah itu dihitung validitas dan reliabilitas. Jika perlu diadakan revisi terlebih dahulu baru instrument dapat digunakan untuk pengumpulan data. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan berikut ini:


(56)

(1) kisi-kisi instrumen penelitian

iiiiiiii

Gambar 3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen

Data yang akan diungkap dalam penelitian ini yaitu tentang konsep diri mahasiswa BK sebagai calon konselor dan kemandirian dalam menghadapi masalah pribadi, oleh karena itu instrumen yang digunakan berupa skala konsep diri dan kemandirian seperti dibawah ini.

Tabel 3.4

KISI-KISI KONSEP DIRI

NO Variabel Sub

Variabel Indikator Deskriptor

No Item + - 1. Konsep Diri Isi Konsep diri 1. Karakteristi k fisik 2. Kesehatan dan kondisi fisik

1.1 Memiliki daya tarik fisik 1.2 Ukuran tubuh

yang

proporsional 2.1 Kondisi

kesehatan yang maksimal 1,3 4 5,6 10,11 2 8 7,9 12,13 (2) instrumen (3) uji coba (4) revisi (5) instrumen


(57)

43 3. Status intelectual, kecerdasan 4. Cara berpakaian, model rambut 5. Ide religius,

minat religius, keyakinan 6. Hubungan keluarga 7. Kepemilika n, benda-benda yang

3.1 Mampu mengikuti dan menguasai materi kuliah 3.2 Kecerdasan

dan cita-cita yang dimiliki 3.3 Prestasi yang

diraih 4.1 Penampilan menarik dan mengikuti mode 5.1 Tingkat keimanan dan kesadaran beragama dan beribadah 6.1 Komunikasi antar keluarga 7.1 Fasilitas penunjang 14,15 17 19,20 23,24 27 29 16 18 21,22 25,26 28 30


(58)

dipunya 8. Bakat khusus dan kemampuan khusus 9. Ciri kepribadian 10.Kemandiria n

11.Sikap dan

perkuliahan 8.1 Kemampuan berempati 8.2 Memiliki pengetahuan yang luas 9.1 Memiliki karakter dan penyesuaian emosional 10.1 Mampu bertanggungja wab 10.2 Dapat mengeluarkan pendapat atau gagasan 10.3 Bertindak dengan kemampuan sendiri 11.1 Hubungan dengan 31 33,35, 36 38,39 42,43 46,47 49,50 53 54,55 32 34,37 40,41 44,45 48 51 52,56


(59)

45 hubungan sosial teman sebaya 11.2 Hubungan dengan dosen 57,58 59,60 Tabel 3.5 KISI-KISI KEMANDIRIAN No Variabel Sub

Variabel Indikator Deskriptor

No Item

+ - 1. Kemandirian Aspek-

aspek 1. Bebas 2. Ulet 1.1 Merasa memiliki hak dengan apa yang dilakukan 1.2 Merasa yakin dengan apa yang diputuskan . 2.1 Penuh 1,2 5,6 9,10 3,4 7,8 11,12


(60)

3. Inisiatif

ketekunan dengan adanya usaha untuk mengejar prestasi 2.2 Memiliki

harapan yang tinggi dan

berusaha mewujudk anya 3.1 Memiliki

kecepatan dan ketepatan bertindak 3.2 Mampu

mengeluar kan ide atau

13,14

17,18

21,22

25,26, 27

15,16

19,20

23,24


(61)

47 4.Pengendalian diri 5.Kemantapan diri gagasan. 3.3 Berfikir dan bertindak dengan kemampua n sendiri. 4.1Memiliki kemampua n untuk mengendal ikan dan mengelola perasaan 4.2Memiliki kemampua n mengendal ikan dan mempenga ruhi lingk. 5.1 Mampu menerima 30,31 34 36,38,39 42,43 46,47, 48 32,33 35 37,40,41 44,45 49,50


(62)

dirinya apa adanya 5.2Merasa

puas atas usahanya 5.3Percaya

diri

51, 52

55,56, 57

53,54

58,59 60

3.7 Validitas dan Reliabilitas 3.7.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument (Arikunto, 2006: 168). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang seharusnya di ukur menurut situasi dan tujuan tertentu. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.

Teknik uji validitas untuk menentukan validitas terhadap item-item angketnya yaitu dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment dengan angka kasar.


(63)

49 } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ = Dengan :

rxy = Besarnya validitas butir angket X = jumlah skor tiap item soal Y = jumlah skor total

N = jumlah responden (Arikunto, 2006 : 170)

Setelah nilai rxy diperoleh, kemudian dikonsultasikan dengan angka r tabel. Harga rxy dikatakan valid apabila rxy > r tabel.

3.7.2 Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006 : 178). Hal tersebut ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda.

Untuk menguji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dapat menggunakan rumus Alpha , karena untuk mencari reabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya bentuk angket atau uraian :

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ Σ Σ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ − = 2 2 1 1 11 t b k k r σ σ


(64)

Dengan :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Jumlah butir angket atau banyaknya butir pertanyaan Σσb² = Jumlah varians butir

σt² = Varians total (Arikunto, 2006 : 196)

Sebelum masuk kerumus alpha, maka perlu dicari varians tiap butir angket dengan rumus:

N N X X

b

2 2

2

) (Σ

− Σ = σ

Setelah diperoleh nilai varians butir dan varians total kemudian dimasukkan kedalam rumus alpha. Harga r11 yang diperoleh dikonsultasikan dengan r tabel α = 5%, angket dikatakan reliable jika r11 > r tabel. Adapun kriteria reliabilitas soal menurut Danim (2004: 202) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Kriteria Reliabilitas Soal

No. Rentang Skor Kriteria

1. …. ≤ 0,59 Reliabilitas sangat rendah 2. 0,6 ≤ 0,89 Reliabilitas sedang 3. 0,9 ≤ 1 Reliabilitas tinggi


(1)

berarti ia akan menilai, menghargai, merasa dan menerima keadaan dirinya secara positif. Sebaliknya seseorang yang memiliki konsep diri negatif berarti ia memiliki evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri serta tiadanya penghargaan dan penerimaan terhadap diri sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa individu dengan penilaian diri yang tinggi dan perasaan harga diri yang tinggi umumnya mereka menerima keadaan dirinya, sebaliknya yang menilai dirinya secara negatif akan memiliki perasaan harga diri dan penerimaan diri yang kecil. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan individu yang memiliki konsep diri positif adalah seseorang yang mau menerima segala sesuatu yang ada pada diri sendiri dan menerima orang lain apa adanya.

Atas dasar itu dengan adanya kemandirian akan menumbuhkan pribadi konselor yang memiliki konsep diri positif, atau sebaliknya konsep diri mempengaruhi perilaku seseorang atau kemampuan seseorang dalam hal ini kemandiriannya. Selain itu kemandirian memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal antara lain kematangan fisik, kematangan psikis dan ciri-ciri kepribadian yang terdapat pada aspek: kecerdasan, emosi, motivasi minat, sikap sosial, jenis kelamin, umur dan konsep diri. Apabila dilihat dari faktor eksternal adalah tuntutan kebudayaan (nilai, harapan, pengaruh lingkungan tempat tinggal), pendidikan( termasuk pola asuh orang tua), pekerjaan( termasuk di dalamnya status ekonomi keluarga),jumlah anak dalam keluarga dan pengaruh teman sebaya.

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep diri merupakan faktor internal dari kemandirian, sehingga dapat dikatakan ada hubungan antara konsep diri dengan kemandirian. Peneliti menyadari oleh karena


(2)

79

keterbatasan penelitian, penelitian ini hanya dapat mengangkat salah satu faktor, yaitu konsep diri.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin, namun dalam prosesnya masih terdapat beberapa hal yang masih kurang sesuai dengan apa yang diharapkan. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah: (1). Subjek yang diteliti menggunakan random atau acak, dan kebetulan pada saat

pra survey, peneliti hanya menilai beberapa kelompok mahasiswa saja. sehingga persepsi yang diambil oleh peneliti bahwa mahasiswa BK cenderung belum memiliki konsep diri positif dan memiliki kemandirian rendah.

(2). Adanya Faking Good, karena mengetahui akan diteliti, diduga mahasiswa menjawab instrumen dengan pilihan yang baik-baik saja.


(3)

80 BAB 5 PENUTUP

5.1

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ” Hubungan antara Konsep Diri dengan Kemandirian pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 UNNES”, maka dapat diambil kesimpulan:

(1). Tingkat konsep diri mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 berada pada kategori rendah, apabila dilihat dari karakteristik fisik, kesehatan dan kondisi fisik, status intelektual dan kecerdasan, cara berpakaian dan model rambut, ide, minat religius, keyakinan, hubungan keluarga, kepemilikan benda-benda yang dipunya, bakat dan kemampuan khusus, ciri kepribadian, kemandirian,sikap dan hubungan sosial.

(2). Tingkat kemandirian mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 berada pada kategori tinggi, apabila dilihat dari aspek bebas, ulet, inisiatif, pengendalian diri, dan kemantapan diri.

(3). Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kemandirian pada mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2005 dan 2006 UNNES .

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran kepada beberapa pihak yang terkait yaitu:


(4)

81

1.) Bagi mahasiswa Bimbingan dan Konseling sebagai calon konselor yang belum dapat memiliki konsep diri positif hendaknya menyadari bahwa setiap manusia dilahirkan berbeda-beda. Baik dari tampilan fisik, intelektual, emosional dan masih banyak lagi. Apabila seseorang selalu memandang dirinya rendah, maka sampai kapanpun individu tersebut tidak akan dapat menerima dirinya apa adanya. Oleh sebab itu, mahasiswa bimbingan konseling sebagai calon konselor harus memandang dirinya sendiri sebagai seorang individu yang berbeda dan mampu melihat dirinya sendiri ketika bersama dengan mahasiswa lain, sehingga menjadi konselor yang mandiri. (2). Bagi keluarga khususnya orang tua hendaknya menunjukan sikap positif,

sehingga dapat dijadikan cermin bagi anak-anaknya. Oleh sebab itu dengan adanya pemikiran positif dari keluarga maka hal itu akan terbaca dan mempengaruhi bagaimana individu tersebut menilai dan memandang dirinya.


(5)

82

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Bandung: Alfabeta

Anastasia dan Heni Nugraheni. 2008. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis dengan Kemandirian pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol.1, No.1. Fakultas Psikologi Universitas Setia Budi Surakarta. Hal. 11-14

Azwar, Saefudin. 1997. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_____________. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron dan Bryne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Basri, Hasan. 2000. Remaja Berkualitas Problematika Remaja dan Solusinya. Yogyakarta: Pustaka pelajar

Calhoun and Joan Ross Acocella. 1990. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan, Terj. RS. Satmoko. Semarang: IKIP Semarang Press

Counsuelo, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Danim, Sudarwan. 2007. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara

Farozin dan Nur Fathiyah. 2004. Pemahaman Tingkah Laku.. Jakarta: Rineka Cipta

Gea, dkk. 2002. Relasi dengan Diri Sendiri. Jakarta: Gramedia

Joecinta, Rini. 2002. Konsep Diri. http//www.e-psikologi.com. (7 Maret 2010). Juriana. 2000. Kesesuaian Antara Konsep Diri Nyata dan Ideal dengan

Kemampuan Manajemen Diri Pada Mahasiswa Pelaku Organisasi. Psikologika no.9. Universitas Gadjah Mada. Hal. 74

Kartadinata, Sunaryo. 2008. Profil Kemandirian dan Orientasi Timbangan Sosial Mahasiswa serta Kaitannya dengan Perilaku dan Empatik dan Orientasi Nilai Rujukan (Studi deskriptif analitik tentang kemandirian mahasiswa pada beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta di Kotamadya Bandung. http://digilib.upi.edu/pasca/available/etd-1206105-132350. (7 Maret 2010).


(6)

83

Kurniawan, Benny. 2008. Studi Deskriptif Mengenai Kemandirian Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKM. http://www.e-psikologi.com. (7 Maret 2010).

Maharani, Puan. 2005. Hubungan antara Konsep Diri dengan Kemandirian Pada Anak Asuh Angkatan 1 di Panti Asuhan Wira Adi Karya Tahun 2005. Skripsi

Masrun, dkk. 1986. Studi Mengenai Kemandirian pada Penduduk di Tiga Suku Bangsa (Jawa, Batak, Bugis), Laporan Penelitian Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup, Fakultas Psikologi UGM.

Musdalifah. 2007. Perkembangan Sosial Remaja Dalam Kemandirian. Jurnal Psikologi. Vol. 4, 2007. Hal. 47-48 (22 Januari 2009).

Mu’tadin, Z. 2002. http: // www. Epsikologi. Co. Id. Kemandirian Sebagai KebutuhanDalam Remaja.( 22 Januari 2009).

Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Rahadi, Aristo. 2008. http: // www. google.co.id. Konsep Diri dalam Pendidikan, (4 April 2009)

R.B. Burns. 1993. Konsep Diri. Teori, Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku. Terj. Eddy. Jakarta: Arcan

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia Sugiono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta

Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Wangmuba. 2009. http.//www.google.co.id. Hubungan antara Konsep Diri dan

Kebermaknaan Hidup Narapidana. Artikel,( 4 April 2009 ).

Widodo, Prasetyo Budi dan Diana Rusmawati. 2004. Studi Korelasi Konsep Diri dan Keyakinan Diri dengan Kewirausahaan pada Mahasiswa Prodi Psikologi FK UNDIP SEMARANG. Jurnal Psikologi Vol.1. Hal 61-68


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEMANDIRIAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEMANDIRIAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DENGAN Hubungan Antara Layanan Bimbingan Konseling Dan Kemampuan Penyesuaian Diri Dengan Prestasi Belajar Siswa.

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI DENGAN Hubungan Antara Layanan Bimbingan Konseling Dan Kemampuan Penyesuaian Diri Dengan Prestasi Belajar Siswa.

0 0 18

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DAN SIKAP TERHADAP BIMBINGAN KONSELING DENGAN TINGKAHLAKU BERKONSULTASI PADA SISWA.

0 1 8

(ABSTRAK) HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMANDIRIAN PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN 2005 DAN 2006 UNNES.

0 0 2

Upaya Mengembangkan Empati Mahasiswa dengan Memanfaatkan Media Bimbingan (Penelitian pada Mahasiswa Angkatan 2005 Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Tahun Akademik 2005/2006).

0 0 2

Hubungan antara Sikap Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga Dengan Tingkat Kesiapan Perkawinan pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Angkatan 2001/2002.

0 0 2

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA ANGKATAN 2010.

0 1 125

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING ANGKATAN 2010 UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA.

0 1 142