modul bahasa indonesia 1 24

(1)

Penulis

Syamsul Sodiq

Suyatno

Lutfiyah Nurlela

Suhartono

Jack Parmin

Yuniseffendri

Maria Mintowati

Moh. Najid


(2)

KATA PENGANTAR

Guru adalah sebuah profesi. Seseorang dikatakan profesional jika yang bersangkutan dapat membuktikan profesionalitasnya. Profesionalitas seorang guru dapat berupa profesional dalam pedagogi dan profesional dalam menghasilkan karya yang relevan dengan profesinya. Salah satu jalur untuk mewujudkan profesionalitas adalah melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).

Melalui PLPG, para peserta ditingkatkan kemampuannya, baik dari segi pedagogik, penyegaran dan pendalaman materi, maupun dalam bidang-bidang lainnya. Modul ini ditulis sebagai salah satu sumber materi guru-guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, baik di tingkat SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA yang mengikuti PLPG.

Modul ini berjudul Modul Materi PLPG Bahasa Indonesia. Modul Ini berisi lima bab, yakni bab I yang berupa pendahuluan, bab II yang berupa model dan perangkat pembelajaran, bab III memuat tentang materi bidang studi bahasa Indonesia, serta asesmen dan lampiran.

Dengan memahami materi yang terdapat di dalam modul ini, para peserta dapat menjawab soal-soal ujian akhir PLPG. Ini adalah tujuan jangka pendek. Adapun tujuan jangka panjangnya adalah para peserta dapat memanfaatkannya sebagai salah satu bahan ajar dalam menjalankan tugas sebagai guru.

Penulis menyadari bahwa modul ini masih belum sempurna. Karena itu, penulis mengharapkan masukan dan kritikan guna menyempurnakan modul ini. Selamat mengikuti PLPG, semoga berhasil.

Surabaya, Desember 2012

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

Halaman judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Glosarium ... iv

Bab I Pendahuluan ... 1

Bab II Model dan Perangkat Pembelajaran ... 3

A. Teori Belajar ... 3

B. Model Pembelajaran ... 10

C. Media Pembelajaran ... 24

D. Asesmen ... 39

E. Pengembangan Silabus dan RPP ... 51

Bab III Materi Bahasa Indonesia ... 66

A. Berbicara ... 66

B. Membaca ... 78

C. Menulis ... 86

D. Berbicara Sastra ... 120

E. Membaca Sastra ... 137

F. Menulis Sastra ... 161

Asesmen ... 186

Lampiran-Lampiran ... 220

Daftar Pustaka ... 229


(4)

GLOSARIUM

Media Pembelajaran

Multimedia merupakan suatu sistem penyampaian dengan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket. Contoh Modul belajar yang terdiri dari bahan cetak, bahan audio, dan bahan audio visual.

Multi image merupakan gabungan dari jenis proyeksi visual yang digabungkan dengan komponen audio yang kuat/lebih besar sehingga dapat diselenggarakan pertujukkan yang besar dan cocok untuk penyajian di suatu auditorium yang luas.

Buku elektronik merupakan bentuk teks yang dituangkan dalam medium elektronik (komputer) Berbicara

Diskusi: kegiatan bertukar pikiran mengenai suatu masalah.

Ekstemporan: metode pidato yang pepidato berpedoman pada garis besar atau kerangka pidato yang telah disiapkan.

Frasa tanya: kombinasi kata nonpredikatif yang berfungsi menanyakan sesuatu.

Impromptu (serta-merta): metode pidato secara dadakan atau tanpa persiapan karena kebutuhan

sesaat (insidental).

Informan: orang yang memberikan informasi.

Kalimat: satuan bahasa terkecil yang berisi gagasan yang utuh Kata tanya: kata yang berfungsi menanyakan sesuatu.

Kinesik: gerak tubuh

Moderator: pemandu diskusi.

Narasumber: orang yang menjadi sumber informasi. Notulis: penulis diskusi.

pebicara: orang yang berbicara. pepidato: orang yang berpidato.

Pidato: kegiatan pengungkapan pikiran secara lisan yang ditujukan kepada banyak orang dengan pepidato (orator atau orang yang berpidato) sebagai figur sentral.

Prinsip kerja sama: prinsip percakapan yang berisi rambu-rambu bahwa sumbangan informasi yang diberikan penutur idealnya sebatas yang diperlukan petutur.

Prinsip kesantunan: prinsip percakapan yang berisi rambu-rambu bahwa tuturan penutur idealnya dapat menjaga keharmonisan sosial (tidak menyebabkan konflik dengan petutur atau orang lain yang disebut dalam tuturan).

Proposisi: pernyataan lengkap yang dapat dinilai benar atau salah. Retorika interpersonal: komunikasi antarindividu.

Wacana: satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau tuturan utuh Wawancara: kegiatan tanya jawab dengan narasumber/informan untuk meminta kepastian informasi

tentang hal tertentu.

Wawancara dangkal (ordinary interview): wawancara yang pertanyaan-pertanyaan pewawancara tidak eksploratif.

Wawancara mendalam (indepth interview): wawancara yang pertanyaan-pertanyaan pewawancara eksploratif sehingga tampak bersifat “mengejar” narasumber/informan.

Wawancara terbuka: wawancara yang pertanyaan-pertanyaannya pewawancara memberikan peluang kepada narasumber/informan untuk menguraikan jawabannya secara panjang lebar.

Wawancara terstruktur: wawancara yang pertanyaan-pertanyaan pewawancara ditata secara sistematis.

Wawancara tidak terstruktur: wawancara yang pertanyaan-pertanyaan pewawancara tidak ditata secara sistematis.

Wawancara tertutup: wawancara yang pertanyaan-pertanyaannya pewawancara tidak memberikan peluang kepada narasumber/informan untuk menguraikan jawabannya secara panjang lebar. Membaca

ambiguitas: (1) sifat atau hal yang bermakna dua; kemungkinan yang mempunyai dua pengertian; (2) ketidaktentuan; ketidakjelasan; (3) kemungkinan adanya makna atau penafsiran yang lebih dari satu atas suatu karya sastra; (4) kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat; ketaksaan


(5)

artikel : n 1. karya tulis lengkap, misal laporan berita atau esai dalam majalah, surat kabar,dan sebagainya; 2.Huk bagian undang-undang atau peraturan yang berupa ketentuan; pasal; 3. Ling unsur yang dipakai untuk membatasi atau memodifikasi nomina, misal the dalam bahasa Inggris.

autobigrafi : riwayat hidup pribadi yang ditulis sendiri

berita: merupakan laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa aktual yang menarik perhatian banyak orang. Peristiwa yang melibatkan fakta dan data yang ada di alam semesta ini, yang terjadinya pun aktual dalam arti “baru saja” atau hangat dibicarakan banyak orang (Suhandang, 2004:103-4). Pengertian lain tentang berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang (Kusumaningrat, 2006:40). Cara melaporkan atau memberitakan sesuatu agar menarik orang lain adalah dengan gaya to the point atau diplomatis. Dalam hal membuat dan menyajikan berita, dikenal jenis berita yang langsung mengemukakan fakta yang terlibat di dalamnya (straight news), serta yang tidak langsung yang dibumbui dengan kata-kata berbunga sehingga fakta lebih menarik untuk diminati dan dinikmati pembaca (feature news).

biografi : riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain

deskriptif : bersifat menggambarkan apa adanya, atau memerikan apa adanya, atau melukiskan apa adanya

diagram : gambaran (buram, sketsa) untuk memperlihatkan atau menerangkan sesuatu

ekspresi : ungkapan perasaan pengarang secara personal atau individual (subjektif) yang tercurah dalam karya-karyanya

fakta: hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi

Glosarium: (biasanya pada bagian akhir buku) tersusun menurut abjad yang memberikan informasi mengenai halaman tempat kata atau istilah itu ditemukan; 2. daftar harga sekarang dibandingkan dengan harga sebelum-nya menurut persentase untuk mengetahui turun naiknya harga barang; 3. Kom (artikel) daftar berita penting hari itu (dalam majalah, surat kabar) yang dimuat di halaman depan; 4. Ling rasio antara dua unsur kebahasaan tertentu yang mungkin menjadi ukuran suatu ciri tertentu; penunjuk

interferensi: bebas dari pengaruh bahasa daerah atau asing

kalimat : satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa

kalimat yang efektif : kalimat yang sederhana, tidak berlebihan, dan tepat

kamus : buku yang memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya

kata : unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran; satuan yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, pancasila, mahakuasa)

kata ulang: bentuk kata yang dihasilkan dari proses perulangan dan dituliskan secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Menurut bentuknya, ada empatjenis kata ulang, yaitu perulangan kata dasar atau perulangan murni, perulangan berubah bunyi, perulangan berimbuhan, dan perulangan sebagian.

kerancuan: atau kontaminasi ialah hal rancu; kekacauan, kerincuan; pengacauan atau hasil penggabungan dua bentuk yang secara tidak sengaja atau lazim dihubung-hubungkan

konotatif: mempunyai makna tautan; mengandung konotasi (Konotasi: tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi)

latar : waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama; dekor pemandangan yang dipakai di dalam pementasan drama seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan

menyunting: (1) menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit: perkerjaan menyunting naskah yang betul-betul menjadi naskah yang siap untuk dicetak memerlukan keterampilan khusus; (2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun atau merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali.

paparan: hasil memapar; yang dipaparkan; keterangan atau penjelasan yang dibentangkan; uraian


(6)

partikel : kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfeksikan, mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal, termasuk di dalamnya artikel, preposisi, konjungsi, dan interjeksi

paragraf : bagian bab dalam suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru); alinea

penyuntingan bahasa: bertujuan untuk memantapkan tata cara penyajian, penulisan, penyuguhan pendukung, dan ketaatasasan pada gaya selingkung (Ditbinlitabmas, 2001). Yang perlu dicermati dalam penyuntingan bahasa antara lain: (1) penggunaan tatabahasa, pemilihan kata, terjemahan kata atau istilah asing, ejaan, dan penggunaan simbol atau lambang; (2) penyiangan kontaminasi penerapan kaidah tatabahasa asing ke dalam kalimat bahasa Indonesia; (3) sistematika artikel, keberadaan abstrak dan kata kunci; (4) penulisan rujukan dalam pengutipan, penulisan daftar rujukan, penyajian tabel dan gambar, serta (5) pencantuman nama penulis artikel dan alamat lembaga penulis.

pilihan kata (diksi) : pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Dalam tuturan atau tulisan pilihan kata membantu menciptakan nada dan gaya. Pilihan kata yang baik adalah yang sesuai dengan maksud pengarang, taat asas, menghindari campuran jargon dan kosakata baku, atau campuran ungkapan formal dan informal

register : buku catatan atau daftar yang disusun secara bersistem dan menurut abjad ronde : babak pada pertandingan tinju

riwayat hidup : uraian segala sesuatu yang telah dialami (dijalankan) seseorang; biografi

tokoh : orang yang memainkan peran dalam karya sastra; orang yang terkemuka dan kenamaan; pemegang peran utama dalam roman dan drama

stimulan : n sesuatu yang menjadi cambuk bagi peningkatan prestasi atau semangat bekerja (belajar dan sebagainya); pendorong; penggiat; perangsang

surat kabar: lembaran (-lembaran) kertas bertuliskan babar (berita) dsb, terbagi dalam kolom-kolom, terbit setiap hari atau secara periodik. Secara umum komposisi yang disampaikan surat kabar terdiri atas berita, artikel, fiksi, dan foto/bagan. Seperti dapat dibaca, dari komposisi isi itu diketahui isi media cetak (surat kabar) akan memuat sebanyak 50% berita (dapat berupa berita biasa, feature, laporan mendalam, atau berita ringan) tentang persoalan-persoalan aktual dan faktual sesuai dengan visi dan misi surat kabar, yang dipandang penting bagi pembaca. Artikel mendapat jatah 20%, di dalamnya dapat dimasukkan surat pembaca, tajuk rencana, atau surat dari redaksi (jika ada). Fiksi disediakan tempat 5%, dapat berupa cerita bersambung, cerita pendek, atau komik (cerita bergambar lainnya). Foto atau bagan memakan tempat 25%. Grafis yang dibuat untuk mendukung berita masuk dalam foto atau bagan.Ukuran kertas yang digunakan surat kabar berkisar antara 35 cm x 58 cm.

Menulis:

artikel : karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya

autobigrafi : riwayat hidup pribadi yang ditulis sendiri

bahasa jurnalistik: Bahasa yang khas yang digunakan dalam menulis berita (media cetak). Bahasa jurnalistik berbeda dengan ragam bahasa lainnya. Bahasa jurnalistik memiliki ciri khusus, di antaranya lugas, sederhana, singkat dan padat, sistematis, tidak memihak, serta menarik. berita: merupakan laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa aktual yang menarik

perhatian banyak orang. Peristiwa yang melibatkan fakta dan data yang ada di alam semesta ini, yang terjadinya pun aktual dalam arti “baru saja” atau hangat dibicarakan banyak orang (Suhandang, 2004:103-4). Pengertian lain tentang berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang (Kusumaningrat, 2006:40). Cara melaporkan atau memberitakan sesuatu agar menarik orang lain adalah dengan gaya to the point atau diplomatis. Dalam hal membuat dan menyajikan berita, dikenal jenis berita yang langsung mengemukakan fakta yang terlibat di dalamnya (straight news), serta yang tidak langsung yang dibumbui dengan kata-kata berbunga sehingga fakta lebih menarik untuk diminati dan dinikmati pembaca (feature news).

biografi : riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain

cerita : karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka

denotatif: berkaitan dengan denotasi (Denotasi: makna kata atau sekelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif


(7)

deskriptif : bersifat menggambarkan apa adanya, atau memerikan apa adanya, atau melukiskan apa adanya

dialog : n 1. percakapan (dalam sandiwara, cerita, dan sebagainya); 2. karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih; -- interaktif dialog yang dilakukan di televisi atau radio yang dapat melibatkan pemirsa dan pendengar melalui telepon

ekspresi : ungkapan perasaan pengarang secara personal atau individual (subjektif) yang tercurah dalam karya-karyanya

ficer (feature) : berita kisah; berita dalam bentuk cerita; artikel yang sifatnya lebih deskriptif

fiktif : a bersifat fiksi; hanya terdapat di khayalan grafik : n lukisan pasang surut suatu keadaan dengan garis atau gambar (tentang turun naiknya hasil, statistik, dan sebagainya)

gaya selingkung: gaya yang ditetapkan dan diberlakukan oleh penerbit atau penerbitan tertentu yang menjadi ciri pembeda dengan penerbit atau penerbitan lain

impresionisme : aliran kesenian yang menekankan bahwa maksud utama karya seni adalah menjelaskan kesan yang terdapat dalam penalaran, perasaan, dan kesadaran pada saat tertentu

judul berita (headline): hakikatnya adalah intisari berita. Judul berita biasanya terdiri atas satu atau dua kalimat pendek, tetapi telah cukup memberitahukan persoalan pokok peristiwa yang diberitakan. Judul berita dibuat semenarik mungkin karena merupakan daya pikat awal berita. jurnal: merupakan majalah yang secara khusus memuat artikel dalam satu bidang tertentu, misalnya

jurnal seni, jurnal pertanian, jurnal kedokteran, jurnal hukum, jurnal politik, dan lain-lain. Karena jurnal pada umumnya hanya memuat artikel satu bidang ilmu, sebagian jurnal menambahkan kata ilmu untuk menyebut namanya, sehingga menjadi jurnal ilmu seni, jurnal ilmu pertanian, jurnal ilmu kedokteran, jurnal ilmu hukum, jurnal ilmu politik, dan lain-lain. Artikel yang dimuat pada jurnal bersifat keilmuan (ilmiah), sehingga sebagian orang menyebutnya sebagai artikel ilmiah. Ketentuan baku bagi penulisan karya ilmiah merupakan hal yang harus diketahui dan dikuasai oleh penyunting artikel ilmiah.

kalimat yang efektif : kalimat yang sederhana, tidak berlebihan, dan tepat

kalimat : satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa

kamus : buku yang memuat kumpulan istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan pemakaiannya

kata : unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran; satuan yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, pancasila, mahakuasa)

konotatif: mempunyai makna tautan; mengandung konotasi (Konotasi: tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi)

media cetak: berarti sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala seperti surat kabar, majalah.

media noncetak: (media elektronik) berarti sarana media massa yang mempergunakan alat alat elektronik modern, misalnya radio, televisi, dan film. Dalam subbagian ini disampaikan media noncetak, yakni radio dan televisi.

menyunting: (1) menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit: perkerjaan menyunting naskah yang betul-betul menjadi naskah yang siap untuk dicetak memerlukan keterampilan khusus; (2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun atau merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali.

paragraf : bagian bab dalam suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan penulisannya dimulai dengan garis baru); alinea

partikel : kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfeksikan, mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal, termasuk di dalamnya artikel, preposisi, konjungsi, dan interjeksi

penerbit: (1) orang dan sebagainya yang menerbitkan; (2) perusahaan dan sebagainya yang menerbitkan (buku, majalah, dan sebagainya)

penyunting: (1) orang yang bertugas menyiapkan naskah siap cetak; (2) orang yang bertugas merencanakan dan mengarahkan penerbitan media (massa) cetak; (3) orang yang bertugas menyusun dan merakit film atau pita rekaman. Beberapa contoh penggunaan kata penyunting adalah di bawah ini.


(8)

penyuntingan: berarti proses, cara, perbuatan menyunting atau sunting menyunting. (Sunting-menyunting berarti perbuatan atau pekerjaan (Sunting-menyunting). Penyuntingan merupakan proses membaca, mencermati, memperbaiki naskah yang telah dikirim seorang penulis naskah sehingga naskah tersebut siap untuk dimuat atau diterbitkan oleh sebuah penerbitan. Pada media noncetak, penyuntingan merupakan proses membaca, mencermati, memperbaiki naskah yang telah dikirim seorang penulis naskah sehingga naskah tersebut siap untuk disiarkan dan ditayangkan oleh media audio dan visual.

pilihan kata (diksi) : pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Dalam tuturan atau tulisan pilihan kata membantu menciptakan nada dan gaya. Pilihan kata yang baik adalah yang sesuai dengan maksud pengarang, taat asas, menghindari campuran jargon dan kosakata baku, atau campuran ungkapan formal dan informal

populer : dikenal dan disukai orang banyak (umum); sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya; disukai dan dikagumi oleh orang banyak

riwayat hidup : uraian segala sesuatu yang telah dialami (dijalankan) seseorang; biografi

surat kabar: lembaran (-lembaran) kertas bertuliskan babar (berita) dsb, terbagi dalam kolom-kolom, terbit setiap hari atau secara periodik. Secara umum komposisi yang disampaikan surat kabar terdiri atas berita, artikel, fiksi, dan foto/bagan. Seperti dapat dibaca, dari komposisi isi itu diketahui isi media cetak (surat kabar) akan memuat sebanyak 50% berita (dapat berupa berita biasa, feature, laporan mendalam, atau berita ringan) tentang persoalan-persoalan aktual dan faktual sesuai dengan visi dan misi surat kabar, yang dipandang penting bagi pembaca. Artikel mendapat jatah 20%, di dalamnya dapat dimasukkan surat pembaca, tajuk rencana, atau surat dari redaksi (jika ada). Fiksi disediakan tempat 5%, dapat berupa cerita bersambung, cerita pendek, atau komik (cerita bergambar lainnya). Foto atau bagan memakan tempat 25%. Grafis yang dibuat untuk mendukung berita masuk dalam foto atau bagan.Ukuran kertas yang digunakan surat kabar berkisar antara 35 cm x 58 cm.

teras berita (lead): bagian berita yang terletak pada paragraf pertama (pertama dan kedua untuk beberapa surat kabar). Teras berita merupakan bagian dari komposisi berita, yang ditulis setelah judul berita dan sebelum tubuh berita. Jika judul berita adalah intisari, teras berita adalah sari berita itu. Teras berita merupakan laporan singkat yang bersifat klimaks dari peristiwa yang dilaporkan. Teras berita disusun dengan rumus 5W + 1H (what, who, when,

where, why, dan how) dengan maksud memenuhi rasa ingin tahu pembaca yang biasanya

berupa sederetan pertanyaan.

tokoh : orang yang memainkan peran dalam karya sastra; orang yang terkemuka dan kenamaan; pemegang peran utama dalam roman dan drama

tubuh berita (body): merupakan keterangan secara rinci dan dapat melengkapi serta memperjelas fakta atau data yang disuguhkan dalam lead tersebut. Rincian tersebut dimaksudkan untuk mengungkapkan hal-hal yang belum terungkapkan melalui lead.

Berbicara Sastra:

ambiguitas: (1) sifat atau hal yang bermakna dua; kemungkinan yang mempunyai dua pengertian; (2) ketidaktentuan; ketidakjelasan; (3) kemungkinan adanya makna atau penafsiran yang lebih dari satu atas suatu karya sastra; (4) kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat; ketaksaan

angkatan Pujangga Baru : angkatan atau gerakan kebudayaan dan kesusastraan yang dimulai pada tahun 1930-an. Pelopornya Sutan Takdir Alisjahbana, Armin Pane, Sanusi Pane, dan Amir Hamzah.

autobigrafi : riwayat hidup pribadi yang ditulis sendiri

biografi : riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain

cerita lisan : cerita rakyat yang disampaikan secara lisan atau diturunkan atau diwariskan secara lisan; hasil kebudayaan lisan dalam masyarakat tradisional yang isinya dapat disejajarkan dengan cerita tulis (sastra tulis) dalam masyarakat modern

cerita pendek: kisahan pendek yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokohdi satu situasi (pada suatu ketika)

denotatif: berkaitan dengan denotasi (Denotasi: makna kata atau sekelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif

dialog : n 1. percakapan (dalam sandiwara, cerita, dan sebagainya); 2. karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih; -- interaktif dialog yang dilakukan di televisi atau radio yang dapat melibatkan pemirsa dan pendengar melalui telepon


(9)

dongeng : cerita rekaan yang di dalamnya fantasi berperan dengan leluasa dan tidak terikat pada latar sejarah dan warna lokal

drama : n Sas 1. komposisi syair atau prosa yang diharapakan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; 2. cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater; 3. cak kejadian yang menyedihkan

ekspresi : ungkapan perasaan pengarang secara personal atau individual (subjektif) yang tercurah dalam karya-karyanya

epilog : n Sas 1. bagian penutup pada karya sastra, yang fungsinya menyampaikan intisari cerita atau menafsirkan maksud karya itu oleh seorang aktor pada akhir cerita; 2. pidato singkat pada akhir drama yang memuat komentar tentang apa yang dilakonkan; 3. peristiwa terakhir yang menyelesaikan peristiwa induk

fiksi: (1) cerita rekaan (roman, novel, dsb); (2) rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan; (3) pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran

kata : unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran; satuan yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, pancasila, mahakuasa)

konotatif: mempunyai makna tautan; mengandung konotasi (Konotasi: tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi)

latar : waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama; dekor pemandangan yang dipakai di dalam pementasan drama seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan

licentia puitica: yakni kewenangan pengarang menggunakan bahasa sesuai dengan maksud karyanya.

Kewenangan ini bukan berarti semena-mena. Kewenangan ini tetap memiliki batas-batas yang dapat dipahami oleh pembaca, secara khusus. Setiap aturan atau kaidah EYD yang tidak sepenuhnya digunakan oleh seorang penulis fiksi tentu memiliki tujuan tertentu.

musikalisasi : n hal menjadikan sesuatu dalam bentuk musik novel : n Sas karangan prosa rekaan yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku

partikel : kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfeksikan, mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal, termasuk di dalamnya artikel, preposisi, konjungsi, dan interjeksi

pilihan kata (diksi) : pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Dalam tuturan atau tulisan pilihan kata membantu menciptakan nada dan gaya. Pilihan kata yang baik adalah yang sesuai dengan maksud pengarang, taat asas, menghindari campuran jargon dan kosakata baku, atau campuran ungkapan formal dan informal

populer : dikenal dan disukai orang banyak (umum); sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya; disukai dan dikagumi oleh orang banyak

prolog : n pembukaan (sandiwara, musik, pidato, dan sebagainya); (kata) pendahuluan; peristiwa pendahuluan

rima : pengulangan bunyi berselang , baik di dalam larik maupun pada akhir sajak yang berdekatan. syair : n Sas 1. puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat larik (baris) yang berakhir dengan

bunyi yang sama; 2. sajak; puisi

tokoh : orang yang memainkan peran dalam karya sastra; orang yang terkemuka dan kenamaan; pemegang peran utama dalam roman dan drama

Membaca sastra:

ambiguitas: (1) sifat atau hal yang bermakna dua; kemungkinan yang mempunyai dua pengertian; (2) ketidaktentuan; ketidakjelasan; (3) kemungkinan adanya makna atau penafsiran yang lebih dari satu atas suatu karya sastra; (4) kemungkinan adanya makna lebih dari satu dalam sebuah kata, gabungan kata, atau kalimat; ketaksaan

angkatan Pujangga Baru : angkatan atau gerakan kebudayaan dan kesusastraan yang dimulai pada tahun 1930-an. Pelopornya Sutan Takdir Alisjahbana, Armin Pane, Sanusi Pane, dan Amir Hamzah.

autobigrafi : riwayat hidup pribadi yang ditulis sendiri

biografi : riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain


(10)

cerita lisan : cerita rakyat yang disampaikan secara lisan atau diturunkan atau diwariskan secara lisan; hasil kebudayaan lisan dalam masyarakat tradisional yang isinya dapat disejajarkan dengan cerita tulis (sastra tulis) dalam masyarakat modern

cerita pendek: kisahan pendek yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokohdi satu situasi (pada suatu ketika)

denotatif: berkaitan dengan denotasi (Denotasi: makna kata atau sekelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif

dialog : n 1. percakapan (dalam sandiwara, cerita, dan sebagainya); 2. karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih; -- interaktif dialog yang dilakukan di televisi atau radio yang dapat melibatkan pemirsa dan pendengar melalui telepon

dongeng : cerita rekaan yang di dalamnya fantasi berperan dengan leluasa dan tidak terikat pada latar sejarah dan warna lokal

drama : n Sas 1. komposisi syair atau prosa yang diharapakan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; 2. cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater; 3. cak kejadian yang menyedihkan

ekspresi : ungkapan perasaan pengarang secara personal atau individual (subjektif) yang tercurah dalam karya-karyanya

epilog : n Sas 1. bagian penutup pada karya sastra, yang fungsinya menyampaikan intisari cerita atau menafsirkan maksud karya itu oleh seorang aktor pada akhir cerita; 2. pidato singkat pada akhir drama yang memuat komentar tentang apa yang dilakonkan; 3. peristiwa terakhir yang menyelesaikan peristiwa induk

fiksi: (1) cerita rekaan (roman, novel, dsb); (2) rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan; (3) pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran

kata : unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran; satuan yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, pancasila, mahakuasa)

konotatif: mempunyai makna tautan; mengandung konotasi (Konotasi: tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi)

latar : waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama; dekor pemandangan yang dipakai di dalam pementasan drama seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan

licentia puitica: yakni kewenangan pengarang menggunakan bahasa sesuai dengan maksud karyanya.

Kewenangan ini bukan berarti semena-mena. Kewenangan ini tetap memiliki batas-batas yang dapat dipahami oleh pembaca, secara khusus. Setiap aturan atau kaidah EYD yang tidak sepenuhnya digunakan oleh seorang penulis fiksi tentu memiliki tujuan tertentu.

musikalisasi : n hal menjadikan sesuatu dalam bentuk musik novel : n Sas karangan prosa rekaan yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku

partikel : kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfeksikan, mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal, termasuk di dalamnya artikel, preposisi, konjungsi, dan interjeksi

pilihan kata (diksi) : pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Dalam tuturan atau tulisan pilihan kata membantu menciptakan nada dan gaya. Pilihan kata yang baik adalah yang sesuai dengan maksud pengarang, taat asas, menghindari campuran jargon dan kosakata baku, atau campuran ungkapan formal dan informal

populer : dikenal dan disukai orang banyak (umum); sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya; disukai dan dikagumi oleh orang banyak

prolog : n pembukaan (sandiwara, musik, pidato, dan sebagainya); (kata) pendahuluan; peristiwa pendahuluan

rima : pengulangan bunyi berselang , baik di dalam larik maupun pada akhir sajak yang berdekatan. syair : n Sas 1. puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat larik (baris) yang berakhir dengan

bunyi yang sama; 2. sajak; puisi

tokoh : orang yang memainkan peran dalam karya sastra; orang yang terkemuka dan kenamaan; pemegang peran utama dalam roman dan drama


(11)

Menulis Sastra:

artikel : karya tulis lengkap, misalnya laporan berita atau esai dalam majalah, surat kabar, dan sebagainya

autobigrafi : riwayat hidup pribadi yang ditulis sendiri

biografi : riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain

cerita pendek: kisahan pendek yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokohdi satu situasi (pada suatu ketika)

denotatif: berkaitan dengan denotasi (Denotasi: makna kata atau sekelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif

deskriptif : bersifat menggambarkan apa adanya, atau memerikan apa adanya, atau melukiskan apa adanya

dongeng : cerita rekaan yang di dalamnya fantasi berperan dengan leluasa dan tidak terikat pada latar sejarah dan warna lokal

dialog : n 1. percakapan (dalam sandiwara, cerita, dan sebagainya); 2. karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih; -- interaktif dialog yang dilakukan di televisi atau radio yang dapat melibatkan pemirsa dan pendengar melalui telepon

drama : n Sas 1. komposisi syair atau prosa yang diharapakan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; 2. cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater; 3. cak kejadian yang menyedihkan

ekspresi : ungkapan perasaan pengarang secara personal atau individual (subjektif) yang tercurah dalam karya-karyanya

epilog : n Sas 1. bagian penutup pada karya sastra, yang fungsinya menyampaikan intisari cerita atau menafsirkan maksud karya itu oleh seorang aktor pada akhir cerita; 2. pidato singkat pada akhir drama yang memuat komentar tentang apa yang dilakonkan

fiksi: (1) cerita rekaan (roman, novel, dsb); (2) rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan; (3) pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran

Horison: majalah sastra yang terbit tiap bulan (dari Jakarta) yang memuat karya sastra para

pengarang se Indonesia (sesekali penulis Asia dan dunia), di dalamnya ada sisipan majalah untuk anak sekolah Kakilangit,

impresionisme : aliran kesenian yang menekankan bahwa maksud utama karya seni adalah menjelaskan kesan yang terdapat dalam penalaran, perasaan, dan kesadaran pada saat tertentu

kalimat yang efektif : kalimat yang sederhana, tidak berlebihan, dan tepat

kata : unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran; satuan yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misalnya batu, rumah, datang) atau gabungan morfem (misalnya pejuang, pancasila, mahakuasa)

konotatif: mempunyai makna tautan; mengandung konotasi (Konotasi: tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata; makna yang ditambahkan pada makna denotasi)

latar : waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra atau drama; dekor pemandangan yang dipakai di dalam pementasan drama seperti pengaturan tempat kejadian, perlengkapan, dan pencahayaan

menyunting: (1) menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat); mengedit: perkerjaan menyunting naskah yang betul-betul menjadi naskah yang siap untuk dicetak memerlukan keterampilan khusus; (2) merencanakan dan mengarahkan penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun atau merakit (film, pita rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali.

partikel : kata yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau diinfeksikan, mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal, termasuk di dalamnya artikel, preposisi, konjungsi, dan interjeksi

penyunting: (1) orang yang bertugas menyiapkan naskah siap cetak; (2) orang yang bertugas merencanakan dan mengarahkan penerbitan media (massa) cetak; (3) orang yang bertugas menyusun dan merakit film atau pita rekaman. Beberapa contoh penggunaan kata penyunting adalah di bawah ini.

pilihan kata (diksi) : pilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Dalam tuturan atau tulisan pilihan kata membantu menciptakan nada dan gaya. Pilihan kata yang baik adalah yang sesuai


(12)

dengan maksud pengarang, taat asas, menghindari campuran jargon dan kosakata baku, atau campuran ungkapan formal dan informal

populer : dikenal dan disukai orang banyak (umum); sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya; disukai dan dikagumi oleh orang banyak

prolog : n pembukaan (sandiwara, musik, pidato, dan sebagainya); (kata) pendahuluan; peristiwa pendahuluan

rima : pengulangan bunyi berselang , baik di dalam larik maupun pada akhir sajak yang berdekatan. riwayat hidup : uraian segala sesuatu yang telah dialami (dijalankan) seseorang; biografi

surat kabar: lembaran (-lembaran) kertas bertuliskan babar (berita) dsb, terbagi dalam kolom-kolom, terbit setiap hari atau secara periodik. Secara umum komposisi yang disampaikan surat kabar terdiri atas berita, artikel, fiksi, dan foto/bagan. Seperti dapat dibaca, dari komposisi isi itu diketahui isi media cetak (surat kabar) akan memuat sebanyak 50% berita (dapat berupa berita biasa, feature, laporan mendalam, atau berita ringan) tentang persoalan-persoalan aktual dan faktual sesuai dengan visi dan misi surat kabar, yang dipandang penting bagi pembaca. Artikel mendapat jatah 20%, di dalamnya dapat dimasukkan surat pembaca, tajuk rencana, atau surat dari redaksi (jika ada). Fiksi disediakan tempat 5%, dapat berupa cerita bersambung, cerita pendek, atau komik (cerita bergambar lainnya). Foto atau bagan memakan tempat 25%. Grafis yang dibuat untuk mendukung berita masuk dalam foto atau bagan.Ukuran kertas yang digunakan surat kabar berkisar antara 35 cm x 58 cm.

syair : bentuk puisi Melayu Lama yang tiap baitnya terdiri atas empat larik dengan rima yang sama. tokoh : orang yang memainkan peran dalam karya sastra; orang yang terkemuka dan kenamaan;

pemegang peran utama dalam roman dan drama


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Modul ini berisi lima bab, yakni bab I yang berupa pendahuluan, bab II memuat tentang kebijakan pengembangan profesi guru, bab III yang berupa model dan perangkat pembelajaran, bab IV tentang penelitian tindakan kelas, bab V memuat tentang materi bidang studi bahasa Indonesia, serta asesmen dan lampiran.

B. Prasyarat

Membaca dan mencermati isi modul ini, prasyarat bagi Anda yang akan mempelajarinya adalah berfokus pada keempat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan kompetensi profesional.

Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan karakteristik peserta didik dilihat dari berbagai aspek seperti fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Hal tersebut berimplikasi bahwa seorang guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik karena peserta didik memiliki karakter, sifat, dan interes yang berbeda. Berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum di tingkat satuan pendidikan masing- masing dan disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Tata nilai termasuk norma, moral, estetika, dan ilmu pengetahuan, mempengaruhi perilaku etik peserta didik sebagai pribadi dan sebagai anggota masyarakat. Penerapan disiplin yang baik dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian peserta didik yang kuat. Guru dituntut harus mampu membelajarkan peserta didiknya tentang disiplin diri, belajar membaca, mencintai buku, menghargai waktu, belajar bagaimana cara belajar, mematuhi aturan/tata tertib, dan belajar bagaimana harus berbuat. Semuanya itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru.

Guru di mata masyarakat dan peserta didik merupakan panutan yang perlu dicontoh dan merupkan suri tauladan dalam kehidupanya sehari-hari. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat, dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dengan kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua peserta didik, para guru tidak akan mendapat kesulitan.

Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang menyenangkan. Kriteria kinerja guru dalam kaitannya dengan kompetensi sosial disajikan berikut ini. Kompetensi profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan.

Keempat kompetensi guru adalah prasyarat bagi guru yang akan mengikuti PLPG sekaligus memelajari modulnya.

C. Petunjuk Penggunaan Modul

Para guru Bahasa Indonesia peserta PLPG, untuk memudahkan memahami modul ini bagi Anda akan disampaikan petunjuk belajar. Anggap saja petunjuk belajar ini sebagai saran bagi Anda. Agar lebih teknis, petunjuk belajar ini disajikan secara rinci seperti di bawah ini.

1) Anda diharapkan mencermati judul modul ini, selanjutnya baca kata pengantar modul. Daftar isi akan menuntun kepada Anda, materi apa saja yang akan tersajikan dalam modul ini. Daftar isi memberikan petunjuk awal tentang keseluruhan materi yang disajikan dalam modul ini, dengan demikian daftar isi tidak boleh dilewatkan untuk tidak dibaca dan dicermati. 2) Anda diharapkan membaca secara cermat daftar isi modul tersebut untuk mengetahui

topik-topik yang disajikan pada lembar lembar berikutnya modul ini.

3) Pada setiap kegiatan belajar disajikan tiga bagian, yakni pengatar atau pendahuluan, inti yang berupa pemaparan materi, dan perlatihan. Pengantar atau pendahuluan memuat hal-hal yang


(14)

berkaitan dengan cara untuk mencapai tujuan setiap kegiatan belajar. Inti yang memuat pemaparan materi, merupakan penjabaran materi utama. Perlatihan, mencoba memberikan gambaran bagaimana sebaiknya memberikan perlatihan yang tepat sesuai dengan topik yang dimaksud. Berkaitan dengan perlatihan, jika ada waktu, cobalah Anda diskusikan dengan sesama guru. Tentu masih banyak hal yang perlu dieksplorasi dalam setiap perlatihan. Artinya, perlatihan yang tersedia dalam modul ini bukan satu-satunya model perlatihan yang ideal. Andalah yang akan memutuskan model perlatihan mana yang tepat.

4) Selanjutnya, Anda diminta mencermati (dan membedah) kisi-kisi ujian kompetensi awal (UKA). Melalui pencermatan kisi-kisi UKA, dalam pikiran Anda sudah mulai menampakkan gambaran tentang butir soal yang akan muncul. Ini adalah prediksi tentang butir soal.

5) Berkaitan dengan nomor 4, pengembangan butir soal pada bagian Evaluasi modul ini merupakan tawaran (pilihan). Anda dimungkinkan mengembangkan butir soal yang berbeda, yang lebih variatif dan lebih baik. Kerjakan bagian ini, kemudian cocokkan jawaban terhadap soal-soal evaluasi Anda dengan kunci jawaban penilaian yang disediakan pada bagian akhir modul ini.

6) Bagian akhir modul ini adalah daftar pustaka. Bagian ini menyiratkan perbendaharaan bacaan yang dijadikan rujukan pengembangan modul ini. Anda dipersilakan untuk mengritisi sajian daftar pustaka tersebut.

D. Tujuan Akhir

Tujuan akhir setelah mempelajari modul ini (dan sekaligus mengikuti PLPG dengan sungguh-sungguh) adalah meningkatnya keempat kompetensi guru. Artinya, jika sebelumnya pemahaman dan penguasaan terhadap keempat kompetensi guru kurang maksimal, maka setelah proses mempelajari, memahami, dan mengikuti PLPG, maka kompetensi guru akan meningkat cukup signifikan.


(15)

BAB II

MODEL DAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

A. Teori Belajar 1. Pengantar

Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami keterbelakangan. Keterbe-lakangan tersebut disebabkan oleh (1) pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penyelenggara bukan untuk peserta didik; (2) pembelajaran yang diselenggarakan bersifat pemindahan isi (content transmission). Tugas pengajar hanya sebagai penyampai pokok bahasan. Mutu pengajaran menjadi rendah karena yang diukur hanya daya serap sesaat yang dungkap lewat proses penilaian hasil belajar yang artifisial. Pengajaran tidak diarahkan kepada partisipasi total peserta didik yang pada akhirnya dapat melekat sepenuhnya dalam diri peserta didik; (3) aspek afektif cenderung terabaikan; (4) diskriminasi penguasaan wawasan yang terjadi akibat anggapan bahwa yang di pusat mengetahui segalanya dibandingkan dengan yang di daerah, yang di daerah merasa mengetahui semuanya dibandingkan dengan yang di cabang, yang di cabang merasa lebih tahu di bandingkan dengan yang di ranting, begitu seterusnya. Jadi, diskriminasi sistematis terjadi akibat pola pembelajaran yang subjek—objek; dan (5) pengajar selalu mereduksi teks yang ada dengan harapan tidak salah melangkah. Teks atau buku acuan dianggap segalanya jika telah menyampaikan isi buku acuan berhasillah dia.

Dapat pula dikatakan bahwa sistem pendidikan yang ada selama ini ibarat sebuah bank. Peserta didik diberikan pengetahuan agar kelak mendatangkan hasil yang berlipat-lipat. Peserta didik lantas diperlakukan sebagai bejana kosong yang akan diisi, sebagai sarana tabungan. Guru atau pelatih adalah subjek aktif. Peserta didik adalah subjek pasif yang penurut dan diperlakukan tidak berbeda. Pendidikan akhirnya bersifat negatif dengan guru memberikan informasi yang harus ditelan oleh peserta didik yang wajib diingat dan dihapalkan. Berikut daftar antagonis pendidikan gaya bank yang sangat magis dan naif.

a) guru mengajar murid belajar

b) guru tahu segalanya murid tidak tahu apa-apa c) guru berpikir murid dipikirkan

d) guru bicara murid mendengarkan e) guru mengatur murid diatur

f) guru memilih dan memaksakan pilihannya murid menuruti

g) guru bertindak murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan guru h) guru memilih apa yang diajarkan murid menyesuaikan diri

i) guru mengacaukan wewenang wawasan yang dimilikinya dengan wewenang profesionalismenya dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid

j) guru adalah subjek proses belajar murid objeknya.

Oleh karena guru atau pelatih menjadi pusat segalanya. Karenanya menjadi hal yang wajar jika murid mengidentifikasikan diri seperti gurunya sebagai prototipe manusia ideal yang harus ditiru dan digugu serta diteladani dalam segala hal. Implikasinya, kelak murid-murid itu sebagai duplikasi guru mereka dulu. Pada saat itu, akan lahir generasi baru yang penindas. Jadi, penindasan bisa jadi diawali dari dunia pendidikan.

Berdasar beragam kesenjangan dan kelemahan praktik pendidikan, khususnya pembelajaran tersebut, Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi dan kompetensi, yaitu kompetensi pedagogis, kompetensi akademik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Bahkan, untuk memenadu impelementasi kompetensi pedagogis di kelas, diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang mengatur aktivitas guru menyusun perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan pengevaluasiannya. Tiap guru dituntut mengembangkan kapasitasnya secara optimal, kreatif, dan adaptif dalam situasi yang cepat berubah.

Sistem transformasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap di sekolah dikembangkan agar sesuai dengan karakteristik siswa. Sistem transformasi itu dikembangkan melalui model-model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Model PAIKEM merupakan model pembelajaran yang dipayungi oleh teori psikologi mutakhir, antara lain kognitif, konstruktivistik, dan humanistik yang menekankan pada belajar untuk menjadi tahu (learning to know), belajar untuk bekerja (learning to do), belajar untuk menjadi (learning to be), dan belajar untuk hidup bersama (learning to live together).


(16)

Tuntutan profesi mengharuskan guru mampu mengaplikasikan model PAIKEM. Kebutuhan guru untuk dapat mengimplementasikan model-model tersebut dalam pembelajaran sesuai karakteristik mata pelajaran merupakan pondasi bagi penulisan modul ini.

Pernahkah Anda mendengar kata PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) dalam dunia pendidikan? Pasti, Anda pernah mendengarnya; bahkan, mendapatkan informasinya melalui berbagai pelatihan. Nah, dalam modul ini, dikupas tentang PAIKEM beserta teori belajar yang melatarinya dan model pembelajarannya. PAIKEM menjawab isu saat ini tentang pergeseran paradigma mengajar dari guru sentris ke siswa sentris. Isu tersebut sejalan dengan perkembangan zaman, yakni proses transformasi pendidikan menuju pada learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.

Pada modul ini, Anda akan mengenali konsep dasar PAIKEM, selayang pandang teori belajar, model-model pembelajaran, dan contoh pembelajaran PAIKEM. Setelah itu, Anda dapat menguatkan pemahaman melalui rangkuman dan evaluasi yang terdapat pada modul ini. Selamat belajar modul ini. Salam PAIKEM!

Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat: a) mengenali PAIKEM baik dari segi konsep dan ciri-ciri nya;

b) mengenali selayang pandang teori belajar yang melandasi model-model PAIKEM;

c) mengidentifikasi model- model pembelajaran berbasis PAIKEM sehingga dapat membedakan model pembelajaran yang satu dengan model pembelajaran yang lain;

d) mengenali contoh-contoh kegiatan pembelajaran yang berbasis PAIKEM.

Sebelum mempelajari modul ini, Anda diharapkan memahami teori belajar dan karakteristik peserta didik agar lebih menguatkan pemahaman Anda tentang PAIKEM. Agar isi modul dapat melekat dalam pengalaman belajar Anda, cara penggunaan modul ini perlu Anda cermati dengan seksama. Berikut ini cara menggunakan modul tersebut.

a) Lakukanlah orientasi modul terdahulu dengan membaca sekilas dari awal sampai akhir modul. b) Bacalah daftar isi untuk memberikan pemahaman awal tentang isi modul.

c) Cermati dengan seksama tujuan, prasyarat, dan cara menggunakan modul untuk membekali arah yang akan dituju dalam mempelajari modul ini.

d) Bacalah secara cermat dari pengantar sampai pada rangkuman.

e) Contoh pembelajaran berbasis PAIKEM pada modul ini hanya sebatas ilustrasi sebagian, Anda dapat mengembangkan dan menerapkan dengan contoh-contoh lainnya di kelas masing-masing. f) Silahkan menguji diri melalui mengerjakan evaluasi dengan cara menjawab pertanyaan yang ada

pada evaluasi.

g) Berdiskusilah dengan teman lain tentang isi modul ini untuk memperdalam kemampuan Anda di bidang PAIKEM.


(17)

Peta Kompetensi

Model Pembelajaran berbasis PAIKEM

2. Konsep Belajar dari Pandangan Teori Belajar

Sebenarnya siapa siswa itu? Semua yang terlibat dalam pendidikan harus sadar bahwa (1)

setiap peserta didik adalah unik. Peserta didik mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Oleh karena itu, proses penyeragaman dan penyamarataan akan membunuh keunikan tersebut. Keunikan harus diberi tempat dan dicarikan peluang agar dapat lebih berkembang; (2) anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil. Jalan pikir anak tidak selalu sama dengan jalan pikir orang dewasa. Orang dewasa harus dapat menyelami cara merasa dan berpikir anak-anak. Yang terjadi justru sebaliknya, pendidik memberikan materi pelajaran lewat ceramah seperti yang mereka peroleh dari bangku sekolah yang pernah diikuti; (3) dunia anak adalah dunia bermain tetapi materi pelajaran

banyak yang tidak disajikan lewat permainan. Hal itu salah satunya disebabkan oleh pemberian materi

pelajaran yang jarang diaplikasikan melalui permainan yang mengandung nuansa filsafat pendidikan;

(4) Usia anak merupakan usia yang paling kreatif dalam hidup manusia. Namun, dunia pendidikan

tidak memberikan kesempatan bagi kreativitas; dan (5) dunia anak adalah dunia belajar aktif. Banyak guru yang tidak mampu mengaktifkan belajar siswa karena menganggap siswa sebagai objek yang tidak dapat bertindak, berpikir, dan berlaku seperti yang diharapkan guru.

Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan berbagai teori belajar yang lain, misalnya Gagne (1985) yang menekankan pada behavior development atau perkembangan perilaku sebagai produk dari cumulative effects of learning atau efek komulatif. Menurut Gagne bahwa belajar adalah proses perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. Learning is a change in human disposition of capability that persists over a period of

time and is not simply ascribable to processes of growth. Pendapat Gagne telah mempengaruhi

pandangan tentang bagaimana menata lingkungan belajar.

Dalam modul ini Anda diajak membahas konsep belajar dari pandangan teori belajar behavioristik, teori belajar kognitif, teori belajar konstruktivistik dan teori belajar humanistik. Selesai belajar modul ini, diharapkan Anda dapat menerapkan dalam pembelajaran. Tujuan khusus yang dapat Anda peroleh setelah belajar modul ini, Anda dapat :

TUJUAN MATA DIKLAT

Peserta diklat mampu menerapkan berbagai model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan

yang sesuai dengan karaktersitik siswa dan materi ajar serta taat asas pada teori belajar yang relevan dan

mutakhir.

Peserta diklat mampu menerapkan teori konstruktivistik

dalam model pembelajaran berbasis PAIKEM yang relevan

5 Peserta diklat mampu

menerapkan konsep dan implikasi teori belajar sosial (humanistik)

dalam model pembelajaran berbasis PAIKEM yang relevan 6

4

Mahasiswa mampu mendeskripsikan konsep

belajar

Mahasiswa mampu menerapkan konsep belajar behavioristik dalam pembelajaran

Peserta diklat mampu menerapkan teori belajar

kognitif dalam model pembelajaran PAIKEM

yang relevan

3


(18)

a) Menjelakan hakikat teori belajar Behavioristik, teori belajar Kognitif, teori belajar Konstruktivistik, dan teori belajar Humanistik

b) Memilih di antara pandangan teori belajar dalam melaksanakan proses pembelajaran. a. Teori Belajar Behavioristik

Penerapan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan tidak serta merta dapat dilakukan jika siswa belum memiliki stock of knowledge atau prior knowledge dari hal yang sedang dipelajarinya. Pemberian pengalaman belajar sebagai previous experience sangat dibutuhkan. Teori Behavioristik memiliki andil besar terhadap hal tersebut. Proposisi-proposisi Behavioristik menjadi landasan logika pengorganisasian pembelajaran yang beraksentuasi pada terbentuknya prior knowledge.

Belajar menurut perspektif Behavioristik adalah perubahan perilaku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Proses interaksi tersebut merupakan hubungan antara stimuli (S) dan respon (R). Muara belajar adalah terbentuknya kebiasaan. Watson mengemukakan ada dua prinsip dalam pembentukan kebiasaan yaitu kekerapan dan kebaruan. Prinsip kekerapan menyatakan bahwa makin kerap individu bertindak balas terhadap suatu stimuli, apabila kelak muncul lagi stimuli itu maka akan lebih besar kemungkinan individu memberikan respon yang sama terhadap stimuli tersebut.

Edwin Guthrie berdasarkan konsep contiguity menyatakan bahwa suatu kombinasi stimuli yang dipasangkan dengan suatu gerakan akan diikuti oleh gerakan yang sama apabila stimuli tersebut muncul kembali. Pergerakan ini diperoleh melalui latihan. Guthrie juga mengemukakan prinsip tentang pembinaan dan perubahan kebiasaan. Pada dasarnya pembinaan dan perubahaan kebiasaan dapat dilakukan melalui threshold method (metode ambang), the fatigue method (metode meletihkan), dan

the incompatible response method (metode rangsangan tidak serasi).

Thorndike berpendapat bahwa belajar pada dasarnya merupakan pembinaan hubungan antara stimuli tertentu dengan respon tertentu. Semua proses belajar dilakukan dengan coba-salah

(trial and error). Ada tiga hukum dalam hal tersebut yaitu (1) hukum hasil (law of effect), (2) hukum

latihan (law of exercise), (3) hukum kesiapan (law of readiness). Skinner menyatakan bahwa peneguhan (reinforcement) memegang peran penting dalam mewujudkan tindak balas baru. Peneguhan diartikan sebagai suatu konsekuensi perilaku yang memperkuat perilaku tertentu.

Kegiatan belajar mengajar berdasarkan prinsip-prinsip Behavioristik merupakan kegiatan belajar figuratif. Belajar seperti ini hanya menekankan perolehan informasi dan penambahan informasi. Belajar merupakan proses dialog imperatif, bukan dialog interaktif. Belajar bukan proses organik dan konstruktif melainkan proses mekanik. Aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafal dan latihan.

b. Teori Belajar Kognitif

Dalam perspektif teori kognitif, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir dalam setiap peristiwa belajar. Perilaku siswa bukan semata-mata respon terhadap yang ada melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Belajar menurut teori kognitif adalah perceptual.

Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain perkembangan kognitif adalah adaptasi intelektual oleh Jean Peaget, discovery learning oleh Jerome Bruner, reception learning oleh Ausubel. Perkembangan kognitif menurut Jean Peaget dapat digambarkan dalam tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Perkembangan Kognitif Anak menurut Jean Piaget

Tahap Umur Ciri Pokok Pengembangan

SENSORIMOTORIK 0-2 Tahun Berdasarkan tindakan langkah demi langkah PRAOPERASIONAL 2 – 7 Tahun Penggunaan symbol/bahasa tanda

konsep intuitif OPERASI KONKRET 8 – 11 Tahun Pakai aturan jelas/logis

reversibel dan kekelan OPERASI FORMAL 11 Tahun ke

atas

Hipotesis abstrak deduktif dan induktif logis dan probabilitas


(19)

Perkembangan kognitif yang digambarkan oleh Peaget merupakan proses adaptasi intelektual. Proses adaptasi tampak pada asimilasi, akomodasi, dan equilibration. Asimilasi ialah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif (skemata) yang ada sebelumnya. Pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi. Equilibration adalah pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian proses belajar terjadi jika mengikuti tahap-tahap tersebut.

Menurut Bruner, kognitif berkembang melalui tiga tahap yaitu, enaktif (melakukan aktivitas memahami lingkungan), ikonik (memahami objek melalui gambar dan visualisasi verbal), dan simbolik (memiliki ide abstrak yang dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa dan berlogika).

Jika Jean Peaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, Bruner menyatakan perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Dalam memahami dunia sekitarnya orang belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya semakin dominan sistem simbolnya.

Meskipun teori belajar sosial dari Albert Bandura menekankan pada perubahan perilaku melalui peniruan, banyak pakar tidak memasukkan teori ini sebagai bagian dari teori belajar behavioristik. Sebab, Albert Bandura menekankan pada peran penting proses kognitif dalam pembelajaran sebagai proses membuat keputusan yaitu bagaimana membuat keputusan perilaku yang ditirunya menjadi perilaku miliknya.

c. Teori Belajar Konstruktivistik

Belajar menurut perspektif Konstruktivistik adalah pemaknaan pengetahuan. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka. Pengetahuan merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. Pikiran berfungsi sebagai alat menginterpretasi, sehingga muncul makna yang unik. Teori Konstruktivistik memandang bahwa ilmu pengetahuan harus dibangun oleh siswa di dalam benak sendiri melalui pengembangan proses mentalnya. Dalam hal ini iswalah yang membangun dan menciptakan makna pengetahuannya (Nur, 2000).

Konstruktivistik menekankan pada belajar sebagai pemaknaan pengetahuan struktural, bukan pengetahuan deklaratif sebagaimana pandangan behavioristik. Pengetahuan dibentuk oleh individu secara personal dan sosial. Pemikiran Konstruktivisme Personal dikemukakan oleh Jean Peaget dan Konstruktivisme Sosial dikemukakan oleh Vygotsky.

Belajar berdasarkan Konstruktivistik menekankan pada proses perubahan konseptuall

(conceptual-change process). Hal ini terjadi pada diri siswa ketika peta konsep yang dimilikinya

dihadapkan dengan situasi dunia nyata. Dalam proses ini siswa melakukan analisis, sintesis, berargumentasi, mengambil keputusan, dan menarik kesimpulan sekalipun bersifat tentatif. Konstruksi pengetahuan yang dihasilkan bersifat viabilitas, artinya konsep yang telah terkonstruksi bisa jadi tergeser oleh konsep lain yang lebih dapat diterima. Degeng (2000) memaparkan hasil ananlisis komparatif pandangan Behavioristik-konstruktivistik tentang belajar dikemukakan dalam tabel 1.2 berikut ini.

Tabel 1.2 Perbandingan Pandangan Behavioristik-Konstruktivik tentang Belajar Behavioristik Konstruktivistik

Pengetahuan adalah objektif, pasti, dan tetap, tidak berubah.

Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi.

Belajar adalah perolehan pengetahuan, sedang mengajar adalah memindah pengetahuan ke orang yang belajar.

Siswa diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar

Pengetahuan adalah non-objective, tempo- rer, selalu berubah, dan tidak menentu

Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar adalah menata lingkungan agar siswa termotivasi dalam menggali makna dan menghargai ketidakmampuan

Siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.


(20)

itulah yang harus dipahami oleh siswa.

Fungsi mind adalah menjiplak

struktur penge-tahuan melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan.

Mind berfungsi sebagai alat untuk menginterpretasi peristiwa, objek, atau perspektif yang ada dalam dunia nyata sehingga makna yang dihasilkan bersifat unik dan individualistik.

Berikutnya, bagaimana implikasi proposisi-proposisi tersebut dalam kegiatan belajar mengajar ? Silakan Anda refleksikan bagaimana Anda mengajar selama ini! Demikian juga, refleksikan cara mengajar Anda selama ini dengan teknik pengaorganisasian pembelajaran Konstuktivistik? Bandingkan hasil refleksi Anda dengan rumusan-rumusan di bawah ini. Secara hirarki Driver dan Oldham memberikan strategi pembelajaran konstruktivistik sebagai berikut.

1) Orientasi merupakan fase untuk memberi kesempatan kepada siswa memperhatian dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran.

2) Elicitasi merupakan fase untuk membantu siswa menggali ide-ide yang dimilikinya dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh siswa.

3) Restrukturisasi ide dalam hal ini siswa melakukan klarifikasi ide dengan cara mengkontraskan ide-idenya dengan ide orang lain atau teman melalui diskusi. Berhadapan dengan ide-ide lain seseorang dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya, kalau tidak cocok. Sebaliknya menjadi lebih yakin jika gagasannya cocok. Membangun ide baru hal ini terjadi jika dalam diskusi idenya bertentangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan teman-temannya. Mengevaluasi ide barunya dengan

RESTRUCTURING OF

IDEAS

Clarification and Exchange

Exposure to conflict

situation

Construction of new ideas

Evaluation

COMPARISON

WITH PREVIOUS

IDEAS

ORIENTATION

ELICITATION OF IDEAS

APPLICATION OF IDEAS

REVIEW CHANGE IN

IDEAS


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, (2007), Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogjakarta: AR-Ruzz

Media.

Bandura, A., & cervone, D. (1986). Social Foundation of thought and Action. Englewood Cliffs, NJ:

prientice Hall

Bell-Gredler (1986). Learning and Instruction. New York: Macmillan Publishing.

Bruner, J.S. (1962). The Process of Education. Cambridge, MA: Harvard University Press

Budiningsih, C Asri, (2004), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Degeng, I.N.S. (1998). Paradigma Baru dari Teori Belajar Keteraturan Menuju Kesemrawutan. Pidato

Pengukuhan Guru Besar Teknologi Pembelajaran IKIP MALANG.

Degeng, I.N.S. (2000). Materi Penataran Applied Approach bagi Dosen Kopertis Wilayah VII Malang

10 – 16 September 2000.

Degeng, Sudana, I Nyoman, (2005., Taksonomi Pembelajaran 1: Taksonomi Variabel untuk

Pengembangan Teori dan Penelitian, Malang: Universitas Negeri Malang.

Depdiknas, (2002), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Pembelajaran dan Pengajaran

Kontekstual, Jakarta: Dikdasmen.

Nur, M. dan Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivistik

dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Suparno, Paul, (1997), Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogjakarta: Kanisius.

____________, (2001), Teori Perkembangan Kognitif Peaget, Yogjakarta: Kanisius

Ardiana, Leo Idra, 2001. Pembelajaran Kontekstual. Makalah.

Arends, Richard I, (1997), Classroom Instruction and Management, The Mc.Graw-Hill Companies.

______________, (1998), Learning to Teach, The Mc.Graw-Hill Companies.

Bandura, A., & cervone, D. (1986). Social Foundation of thought and Action. Englewood Cliffs, NJ:

prientice Hall

B. Johnson, Elaine, (2006), Contextual Teaching & Learning, terj. Ibnu Setiawan, Bandung:MLC.

Brown, H. Douglas. 1987. Principles of Language Learning and Teaching. New Jersey: Prentice-Hall.

Bruner, J.S. (1962). The Process of Education. Cambridge, MA: Harvard University Press

Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdikbud. 1993. Kurikulum Bahasa Indonesia di MA/MA. Jakarta: Depdikbud.

De Porter, Bobbi dkk. 1999. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

---. 1999. Quantum Bussines. Bandung: Kaifa.

Donovan, M.Suzanne, (2005), How Student Learn Science in The Classroom, Washington DC: National

Research Council.

Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette. Revolusi Cara Belajar (bagian I dan II). Bandung: Kaifa.

Fakih, Mansur, dkk. 2001. Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis. Jogyakarta: Insist dan

Read Book.

Fairclough, Norman. 1995. Kesadaran Bahasa Kritis (terj. Hartoyo). Semarang: IKIP Semarang Press.

Gardner, Howard. 2003. Kecerdasan Majemuk. Batam: Interaksara.

Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.

Nur, M. dan Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivistik

dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta : Departemen

Pendidikan Nasional.

Nurhadi, Buhan Yasin, Agus. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning

(CTL)) Dan Penerapannya Dalam KBK. Malang : UM PRESS.

Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta : Departemen

Pendidikan Nasional.

Nurhadi, Buhan Yasin, Agus. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning

(CTL)) Dan Penerapannya Dalam KBK. Malang : UM PRESS.

Rooijakkers, 1982. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Gramedia.

Saekhan, Muchith, 2008, Pembelajaran Kontekstual, Semarang: Rasail

Silberman, Melvin L. 2004. Active Learning. Bandung: Nusa Media.

Sindhunata (ed.). 2000. Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita, Mencari Kurikulum Pendidikan Abad

XXI. Jogyakarta: Kanisius.


(2)

Suyatno dan Subandiyah, Heny. 2002. Metode Pembelajaran. Jakarta: Modul Pelatihan Guru Terintegrasi Berbasis Kompetensi.

Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Davies, Ivor K. 1986. Pengelolaan Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.

Degeng, I Nyoman Sudana. 1998. Teori Pembelajaran 2: Terapan. Program Magister Manajemen

Pendidikan Universitas Terbuka.

Heinich, R., et al. 1996. Instructional Media and Technology for Learning. New Jersey: Prentice Hall,

Englewood Cliffs.

Pribadi, Benny Agus dan Dewi Padmo Putri. 2001. Ragam Media dalam Pembelajaran. Proyek

Pengembangan Universitas Terbuka Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sadiman, Arief S., dkk. 2008. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Soekamto, Toeti. 1993. Perancangan dan Pengembangan Sistem Instruksional. Jakarta: Intermedia.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Anderson, Lorin W. (2003). Classroom assessment, enhancing the quality of teacher decision making.

Marwah: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

Anderson, O.W. dan Krathwohl, D. R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing. New

York:

Bailey, D. Kenneth. 1982. Methods of Social Research (second edition). New York. The Free Press.

Brown, D.H. 2004. Language Assessment: Principles and Classroom Practices. White Plains, NY:

Pearson Education, Inc.

Cohen, Louis and Lawrence Manion. 1990. Research Methods in Education (third edition). London:

Routledge.

Djemari Mardapi. 2008. Teknik Penyususnan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra Cendekia

Johnson D.W. dan Johnson R.T. (2002). Meaningful assessment. Boston: Allyn and Bacon.

Kaufman, R. & Thomas, S. (1980). Evaluation without fear. New York: NewViewpoints.

Kemp, J.E., G.R. Morrison, M.R. Ross. 1991. Designing Effective Instruction. New York: Macmillan

College Publishing Company.

National Research Council (2000). The assessment of science meets the science of assessment.

Washington, D.C.: National Academy Press. Diambil pada tanggal 27 September 2002 dari http://www.nap.edu

Phillips, J.J. (1991). Handbook of evaluation and measurement methods. Houston: Gulf Publishing

Company.

Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Model Penilaian Kelas KTSP SMP/MTs.

Stufflebeam, D.L. dan Shinkfield, A.J. (1985). Systematic evaluation. Boston: Kluwer-Nijhoff

Publishing.

Tierney, R.J., M.A. Carter, dan L.E. Desai. 1991. Portfolio Assessment in the Reading-Writing

Classroom. Norwood, MA: Christopher-Gordon.

Tuckman, Bruce W. 1975. Measuring Educational Outcomes: Fundamentals of Testing. New York:

Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

_____. 2007. Permendiknas No 20 tentang Standar Penilaian.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kerangka Dasara dan Struktur Lurikulum

Depdikbud. 2006. Permen no. 22 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah:

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta:BNSP.

Dworetzky. Johan, Piaget. 1990. Introduction to Child Development. St. Paul :West Publishing

Company

Pusat Kurikulum. 2006. Pembelajaran Tematik. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Departemen Pendidikan Nasional

_____ . Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No, 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006

Tentang Standar Isi

_____ . Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006

Tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL)


(3)

_____ . Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 23 Tahun 2006 Tanggal 24 Mei 2006dan No. 6 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)

_____ . Pengembangan Silabus, Sosialisasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

_____ . Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Sosialisasi Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan

_____ . Model Penilaian Berbasis Kelas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMP/MTs,

Pusat Kurikulum Balitbang.

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi. Ende: Nusa Indah.

Leech, G. 2003. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan M. D. D. Oka. Jakarta: UI Press.

Novia, Asri. 2011. Lancar Pidato dan MC. Yogyakarta:Buku Pintar.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Surya, Sutan. 2009. Wawancara. Yogyakarta: Elmatera.

Akhadiah, S. dkk. 1997. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

“Lima Tahun Merokok, Kena Hipertensi” . Jawa Pos, Minggu, 7 Oktober 2012, hlm.29

“Kutu Loncat Bukan Tidak Loyal”. Kompas. Jumat, 27 April, hlm. 44. “Meredam Abrasi di Pesisir Merauke”. Kompas. Jumat, 27 April, hlm. 24. “Sulit Deteksi Dini Epilepsi”.Jawa Pos. Minggu, 6 Mei 2012, hlm. 44. “Transmigran Tagih Janji Lahan”. Kompas. Jumat, 27 April, hlm. 24.

Anwar, Khaerul. 2012. “Kekuatan Desain Perajin Perak Desa Ungga” dalam Kompas, Sabtu, 12 Mei,

hlm. 16.

“Aturan Impor Buah dan Sayur Diterbitkan” dalam Kompas, Jumat, 11 Meri 2012, hlm 17. Basuki, Orin. 2012. “Menuju Dunia Tanpa Uang Tunai” dalam Kompas, Jumat, 11 Mei , hlm. 33.

Finoza, Lamuddin. 1998. Komposisi. Jakarta: Insan Cendekia.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Edisi IV. Jakarta: Balai Pustaka.

Keraf, Gorys. 1984. Narasi dan Argumentasi. Ende: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 1985. Deskripsi dan Eksposisi. Ende: Nusa Indah.

“Kanekes, Desa Tanpa Kriminalitas” dalam Kompas, Jumat, 11 Mei 2012, hlm. 26.

Saptowalyono, C. Anto. 2012. “Menikmati Keelokan Pesisir Selatan Banten” dalam Kompas, Sabtu, 12 Mei, hlm. 26

Kirk, Elaine dan Pamela Hartmann. 2007. Interaction I: Reading. Silver Edition. New York:

McGraw-Hill.

“Kreativitas dalam Sehelai Oblong” dalam Kompas, Minggu, 13 Mei 2012, hlm.27.

Napitupulu, Ester Lince. 2012. “Kini Tak Berebut Air Tawar Lagi ...” dalam Kompas, Kamis, 10 Mei, hlm. 1.

“Tahun Ini, 120.000 Kursi SNMPTN” dalam Kompas, Kamis, 10 Mei 2012, hlm. 12.

Wisanggeni, Aryo dan Samuel Oktora. 2012. “Beginilah Tangan Petenun ...” dalam Kompas, Minggu, 13 Mei 2012, hlm. 26.

“Ragam Bahasa”. 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Ragam_bahasa. Diunduh pada Senin, 14 Mei 2012, pukul 13.45.

Kompas. 13 Mei 2012. Klasika. Hlm. 28 Kompas. 13 Mei 2012. halaman 9.

Akhadiah, Sabarti, dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzanna. 2005. Pokoknya Menulis: Cara Baru Menulis dengan

Metode Kolaborasi. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Alwi, Hasan. (Editor). 2001. Paragraf: Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional.

Alwi, Hasan, dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

_____ . 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anwar, Rosihan. 2004. Bahasa Jurnalistik Indonesia dan Komposisi. Yogyakarta: Media Abadi.

Atmowiloto, Arswendo. 2011. Mengarang Itu Gampang, Menulis Skenario & Laku. Edisi Baru. Jakarta:

Gramedia.

Badudu, J.S. 1981. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka Prima.

Bird, Carmel. 2001. Menulis dengan Emosi. Terjemahan Eva Y. Nukman. Bandung: Kaifa.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum 2006: Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP dan

Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depatemen Pendidikan Nasional.


(4)

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum 2006: Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depatemen Pendidikan Nasional.

Dewabrata, A.M. 2004. Kalimat Jurnalistik: Panduan Mencermati Penulisan Berita. Jakarta: Penerbit

Buku Kompas.

Doyin, Mukh. dan Ida Zuleha. 2004. Menulis Surat, Iklan, Poster, dan Petunjuk: Bahan Pelatihan

Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.

Finoza, Lamuddin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

_____ . 2003. Aneka Surat Statuta, Laporan, dan Proposal. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Fishman, Roland. 2010. Menulis Itu Genius: Nasihat-nasihat Kreatif Buat Para Calon Penulis Top.

Terjemahan Tim Ar-Ruzz Media. Yogyakarta: Penerbit Ar-Ruzz Media.

Hernowo. (Editor). 2004. Quantum Writing: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya

Potensi Menulis. Bandung: Penerbit MLC.

_____ . 2004. Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah. Bandung: Mizan Learning Center

(MLC).

Indarti, Titik. 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Ilmiah: Prinsip-prinsip Dasar,

Langkah-langkah, dan Implementasinya. Surabaya: Lembaga Penerbitan FBS Unesa.

Iswara, Luwi. 2005. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores: Penerbit Nusa

Indah.

Kurnia, Septiawan Santana. 2002. Jurnalisme Sastra. Jakarta: Gramedia.

_____ . 2005. Menulis Feature. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2006. Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Nurudin. 2007. Dasar-dasar Penulisan. Malang: Penerbitan UMM Malang.

Parmin, Jack2005. Bahan Perlatihan Guru SD/MI: Membaca 2. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Decentralized Basic Eduaction

Project.

_____ . 2005. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Siswa SMP/MTs Kelas VII. Surabaya: Penerbit

Edumedia.

_____ . 2007. Modul PLPG untuk Guru SMP/MTs: Menulis. Surabaya: Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia, FBS Unesa.

_____ . 2007. Modul PLPG untuk Guru SMA/MA: Menulis. Surabaya: Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia, FBS Unesa.

Romli, A.S.M. 2003. Jurnalistik Praktis untuk Pemula. Edisi revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sampurna, Adi. 2003. Menulis: Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.

Santoso, Anang. 2004. Pengembangan Keterampilan Menulis: Bahan Pelatihan Terintegrasi Guru

SLTP. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas.

Siregar, Ashadi, dkk. 2002. Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa. Yogyakarta:

Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogya (LP3Y) dan Kanisius.

Soedjito dan Solchan TW. 2001. Surat Menyurat Resmi Bahasa Indonesia. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Soehoet, A.M.H. 2003. Dasar-Dasar Jurnalistik. Jakarta: Penerbit Yayasan Kampus Tercinta-IISIP.

Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik.

Bandung: penerbit Nuansa.

Sudjiman, Panuti dan Dendy Sugono. 1996. Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Kelompok 24

Pengajar Bahasa Indonesia.

Suyatno, dkk. 2004. Belajar Jurnalistik dari Nol. Surabaya: UNESA University Press.

Yulianto, Bambang. 2007. Mengembangkan Menulis Teknis. Surabaya: Penerbit Unesa University

Press.

Aminudin. 1984. Pengantar Apreasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru dan YA3 Malang.

Dee. 2001. Supernova. Jakarta.

Jacob dan saini K.M. 1983. Apersiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Luxembrug, Jan Van; Mieke Bal; dan Willem G. Weststei jn. 1989. Tentang Sastra. Jakarta:

Intermasa.

Najid, Moh. 2003. Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University Press.

Semi,Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Situmorang, B.P. 1983. Puisi. Teori Apresiasi Bentuk dan Sturktur. Ende-Flores: Nusa Indah.


(5)

Soedjijono. 1992. Pendekatan Historis, Sosiopsikologis, dan Didaktis dalam Mengapresiasi Karya Sastra. Malang: OPF IKIP Malang.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sumardjo, Jacob. 1983. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Suyitno. 1986. Sastra, Tata Nilai, dan Eksegesis. Yogyakarta: PT Hanindita.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Wellek, Rene dan Austin Waren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Aminudin. 1984. Pengantar Apreasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru dan YA3 Malang.

Dee. 2001. Supernova. Jakarta.

Ismail, Taufik. Beri Daku Sumba

Jacob dan saini K.M. 1983. Apersiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Luxembrug, Jan Van; Mieke Bal; dan Willem G. Weststei jn. 1989. Tentang Sastra. Jakarta:

Intermasa.

Najid, Moh. 2003. Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University Press.

Rangkuti, Hamsad. 2001. Ketika Lampu Berwarna Merah. Jakarta: Gramedia.

Semi, Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Situmorang, B.P. 1983. Puisi. Teori Apresiasi Bentuk dan Sturktur. Ende-Flores: Nusa Indah.

Soedjijono. 1992. Pendekatan Historis, Sosiopsikologis, dan Didaktis dalam Mengapresiasi

Karya Sastra. Malang: OPF IKIP Malang.

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sumardjo, Jacob. 1983. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Suyitno. 1986. Sastra, Tata Nilai, dan Eksegesis. Yogyakarta: PT Hanindita.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Yatman, Darmanto. 1968. Sepenuhnya Karena Ia Anakku. Horison. No 3 Th III, Maret 1968.

Wellek, Rene dan Austin Waren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzanna. 2005. Pokoknya Menulis: Cara Baru Menulis dengan

Metode Kolaborasi. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Alwi, Hasan, dkk. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

_____. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Aspahani, Hasan. 2007. Menapak ke Puncak Sajak: Jangan Menulis Puisi Sebelum Baca Buku Ini.

Depok: Penerbit Koekoesan.

Atmowiloto, Arswendo. 2011. Mengarang Itu Gampang, Menulis Skenario & Laku. Edisi Baru. Jakarta:

Gramedia.

Bachmid, Talha. 1990. “Semangat Derison dalam Drama Kapai Kontemporer: Telaah Bandingan Dua

Lakon Kapai Kapai Karya Arifin C. Noer dan Badak BadakKarya Eugene Ionesco”. Disertasi pada

Program Pascasarjana UI. Tidak Diterbitkan.

Bird, Carmel. 2001. Menulis dengan Emosi. Terjemahan Eva Y. Nukman. Bandung: Kaifa.

Chaniago, Darwin S.. 1997. Berbalas Pantun Remaja. Bandung: Pustaka Setia.

Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.

Darma, Budi, 1983. Solilokui: Kumpulan Esai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum 2006: Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP dan

Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depatemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum 2006: Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA dan

Madrasah Aliyah. Jakarta: Depatemen Pendidikan Nasional.

Fishman, Roland. 2010. Menulis Itu Genius: Nasihat-nasihat Kreatif Buat Para Calon Penulis Top.

Terjemahan Tim Ar-Ruzz Media. Yogyakarta: Penerbit Ar-Ruzz Media.

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: Rosdakarya.

Hernowo. (Editor). 2004. Quantum Writing: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya

Potensi Menulis. Bandung: Penerbit MLC.

_____ . 2004. Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah. Bandung: Mizan Learning Center

(MLC).

Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komaidi, Didik. 2007. Aku Bisa Menulis: Panduan Praktis Menulis Kreatif Lengkap. Yogyakarta: Sabda

Media.

Nurgiantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Parmin, Jack. 2005a. Bahan Perlatihan Guru SD/MI: Membaca 2. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Decentralized Basic Eduaction

Project.


(6)

_____. 2005b. Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Siswa SMP/MTs Kelas VII. Surabaya: Penerbit Edumedia.

_____. 2007a. Modul PLPG untuk Guru SMP/MTs: Menulis. Surabaya: Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia, FBS Unesa.

_____. 2007b. Modul PLPG untuk Guru SMA/MA: Menulis. Surabaya: Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia, FBS Unesa.

_____. 2010. “Cerpen, Novel, dan Drama.” Dalam Modul Continuing Education: Mapel Bahasa dan

Sastra Indonesia untuk Guru SMK. Surabaya: JBSI FBS Unesa.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarya: Gajah Mada University Press.

Redaksi Balai Pustaka. 1998. Pantun Melayu. Jakarta: Balai Pustaka.

Rumadi, A. 1991. Kumpulan Drama Remaja. Jakarta: Grasindo.

Sumardjo, Jakob. 2004. Catatan Kecil tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.

_____. 2002. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media.

Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Penerbit Media Pressindo.

Sylado, Remy. 1996. “Menulis Naskah Drama dan Permasalahan Sekitarnya.” Dimuat dalam Harian Pikiran Rakyat, 10 September.

Tjahjono, Tengsoe. 2002. Menembus Kabut Puisi. Malang: Dioma.

_____. 2010. Mendaki Gunung Puisi: ke Arah Kegiatan Apresiasi. Malang: Bayumedia Publishing.

Thahar, Harris Effendi. 1999. Kiat Menulis Cerita Pendek. Bandung: Penerbit Angkasa.

Toha-Sarumpaet, Riris K. 2002. Apresiasi Puisi Remaja: Catatan Mengolah Cinta. Jakarta: Grasindo.

Waluyo, Herman J. 2002. Apresiasi Puisi, Untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia.