SINTESIS 4-(4ꞌ-HIDROKSI-3ꞌ-METOKSIFENIL)-3,4-DIHIDROKSIBUTAN- 2-ON MELALUI REAKSI OKSIDASI SENYAWA HASIL SINTESIS ANTARA VANILIN DAN ASETON.

(1)

i

SINTESIS 4-(4ꞌ-HIDROKSI-3ꞌ -METOKSIFENIL)-3,4-DIHIDROKSIBUTAN-2-ON MELALUI REAKSI OKSIDASI SENYAWA HASIL SINTESIS

ANTARA VANILIN DAN ASETON

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

Disusun Oleh: Endah Fajriani Rifai

12307144011

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

IIALAMAN PENGESAIIAN

Skipsi yang berjudul "Sintesis

4-(4r-hidroksi3lmetoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on melalui Reaksi Oksidasi Senyawa Hasil Sintesis antara Vanilin dan Aseton" yang disusun oleh Endah Fajriani Rifai, NIM. l2307l4y'.0ll ini telah dipertahankan di

depan Dewan Penguji pada tanggal 7 April 2017 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Jabatan

Nama Lengkap Drs. Karim Theresih. SU

NTP- t 9560824 198303 1

Prof- Dr- Sri Atun MP_ 19651012

19s21230

l8'4-2o11

tj-2t-

20

t7

Tanggal

l8-

4-2or1

E

April 2017

Matematika dan Ilmu Alam

19620329 198702

I

002


(4)

(5)

v MOTTO

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis maka ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah – Pramodya Ananta Toer

I wish I coukd write as mysterious as a cat –Edgar Alan Poe


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta, adikku,dan seluruh keluarga besarku. 2. Agama, Nusa, Bangsa, dan Tanah air tercinta.


(7)

vii

SINTESIS 4-(4ꞌ-HIDROKSI-3ꞌ -METOKSIFENIL)-3,4-DIHIDROKSIBUTAN-2-ON MELALUI REAKSI OKSIDASI SENYAWA HASIL SINTESIS

ANTARA VANILIN DAN ASETON Oleh:

Endah Fajriani Rifai 12307144011

Pembimbing Skripsi : Drs. Karim Theresih, SU

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-onm yang dihasilkan melalui reaksi oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton. Selain itu, mengidentifikasi senyawa hasil sintesis menggunakan spektroskopi IR dan GC-MS.

Penelitian ini menggunakan bahan dasar senyawa vanilin atau 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida dan aseton dengan perbandingan mol 1:1. Sintesis ini menggunakan reaksi kondensasi aldol silang selama 3 jam pada suhu kamar dengan pelarut etanol dan akuades serta katalis NaOH. Selanjutnya dilakukan oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis yaitu 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3-buten-2-on menggunakan KMnO4. Senyawa hasil sintesis diidentifikasi menggunakan KLT dan FTIR, sedangkan senyawa hasil oksidasi diidentifikasi menggunakan FTIR, dan GC-MS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintesis senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-onm belum berhasil. Hal tersebut dikarenakan pada analisis GC-MS, kelimpahan masa yang terdeteksi berupa vanilin. Selain itu, data spektrum IR senyawa hasil sintesis dan senyawa hasil oksidasi menghasilkan serapan pada gugus-gugus yang sama.


(8)

viii

SYNTHESIS OF 4-(4ꞌ-HYDROXY-3ꞌ -METHOXYPHENYL)-3,4-DIHYDROXYBUTANE-2-ON THROUGH OXIDATION REACTION OF

SYNTHESIS COMPOUND OF VANILIN AND ACETONE

By

Endah Fajriani Rifai NIM 1207144011

Supervisor : Drs. Karim Theresih, SU ABSTRACT

The purpose of this study was to synthesis the compound 4-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl) -3.4-dihidroksibutan-2-one produced through the oxidation reaction of the compounds synthesized between vanillin and acetone. Additionally, identifying compounds synthesized using IR spectroscopy and GC-MS.

The starting material in this research was vanillin (4-hydroxy-3-methoxybenzaldehyde) and acetone with mole ratio of 1: 1. This synthesis used cross-aldol condensation reaction for 3 hours at a room temperature. This synthesis used ethanol and distilled water as solvent and NaOH as base catalyst. Then, the product of the synthesis named 4- (4-hydroxy-3-methoxyphenyl) -3-Buten-2-one was oxidized using KMnO4. The compounds of synthesized product were identified by TLC and

FTIR, whereas the product of oxidation’s compounds identified using FTIR and GC-MS.

The results showed that the synthesis of the compound 4- (4-hydroxy-3-methoxyphenyl) -3.4-dihidroksibutan-2-on had not successful. At a GC-MS analysis, the abundance of time detected in the form of vanillin. Also, the IR spectrum data of vanilacatone and 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on have the same absorption.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sintesis

4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on melalui Reaksi Oksidasi Senyawa Hasil Sintesis antara Vanilin dan Aseton”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam segala hal baik material maupun non material yang berhubungan dengan penyelesaian skripsi dalam bentuk bimbingan, arahan, kritik dan saran kepada: 1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mengesahkan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App. Sc., Ph.D sebagai Ketua Jurusan Pendidikan dan Ketua Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, Koordinator Tugas Akhir Skripsi (TAS) Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Drs. Karim Theresih, SU selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan waktu, bimbingan, motivasi, arahan, dan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Sri Atun dan Dr. Amanatie, M.Pd, M.Si selaku dewan penguji yang telah memberikan pertimbangan dan masukan guna menyempurnakan penulisan skripsi ini.


(10)

x

5. Sunarto, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta.

6. Segenap dosen pengajar Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta atas segala ilmu dan pengetahuan yang diberikan selama penulis menempuh kuliah. 7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

terselesaikannya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini ada banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun. Akhirnya semoga laporan ini bermanfaat bagi diri penulis dan para pembaca.

Yogyakarta, 7 April 2017


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 2

C. Pembatasan Masalah ... 2

D. Perumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 3

F. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 4

A. Deskripsi Teori... 4

1. Vanilin... 4

2. Aseton ... 5


(12)

xii

4. Reaksi Oksidasi KMnO4/H2O ... 8

5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 10

6. Spektroskopi Infra Merah ... 13

7. Spektroskopi Massa ... 15

B. Penelitian yang Relevan ... 15

C. Kerangka Berfikir ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 17

A. Subjek dan Objek Penelitian ... 17

B. Alat dan Bahan ... 17

C. Prosedur Penelitian ... 18

D. Teknis Analisis Data ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. Hasil Penelitian ... 20

B. Pembahasan... 30

BAB V KESIMPULAN ... 38

A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus struktur senyawa vanilin ... 4

Gambar 2. Atom hidrogen alfa dari aseton ... 5

Gambar 3. Bentuk keto dan bentuk enol dari aseton ... 6

Gambar 4. Oksidasi satu molekul aldehida ke molekul aldehida yang lain ... 7

Gambar 5. Pembentukan ion enolat ... 7

Gambar 6. Serangan enolat pada gugus karbonil. ... 7

Gambar 7. Dehidrasi aldol ... 8

Gambar 8. Reaksi pembentukan senyawa vanilaseton ... 8

Gambar 9. Reaksi adisi alkena oleh KMnO4 ... 9

Gambar 10. Reaksi reduksi ion manganat (VII) pada suasana asam ... 10

Gambar 11. Reaksi reduksi ion manganat (VII) pada suasana basa ... 10

Gambar 12. Reaksi reduksi ion manganat(VI) ... 10

Gambar 13. Reaksi pembentukan senyawa vanilaseton ... 19

Gambar 14. Senyawa hasil sintesis vanilaseton ... 20

Gambar 15. Hasil KLT senyawa hasil sintesis vanilaseton ... 21

Gambar 16. Hasil TLC Scanner senyawa hasil sintesis vanilaseton ... 22

Gambar 17. Hasil TLC Scanner senyawa vanilin ... 22

Gambar 18. Hasil KLT senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan 2&3 ... 23

Gambar 19. Hasil TLC Scanner senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan .. 23

Gambar 20. Hasil TLC Scanner senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan .. 24

Gambar 21. Hasil TLC Scanner senyawa vanilin 2 ... 24

Gambar 22. Spektrum IR senyawa hasil sintesis vanilaseton dengan metode pelet KBr ... 25

Gambar 23. Spektrum IR vanilin standar ... 26

Gambar 24. Senyawa hasil oksidasi vanilaseton ... 27

Gambar 25. Spektrum IR senyawa hasil oksidasi vanilaseton ... 28

Gambar 26. Kromatogram GC senyawa hasil oksidasi vanilaseton ... 29


(14)

xiv

Gambar 28. Pembentukan karbanion ... 31

Gambar 29. Atom Hα aseton yang dilemahkan ... 31

Gambar 30. Pembentukan ion alkoksida... 32

Gambar 31. Pembentukan senyawa β-hidroksi keton ... 32

Gambar 32. Reaksi dehidrasi ... 33

Gambar 33. Reaksi oksidasi senyawa vanilaseton ... 35

Gambar 34. Fragmentasi senyawa vanilin ... 37


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hubungan oksidator, reduktor, dan perubahan bilangan oksidasi ... 9

Tabel 2. Karakteristik serapan infra merah dari beberapa gugus fungsional . 14 Tabel 3. Data pengamatan hasil sintesis senyawa vanilaseton ... 20

Tabel 4. Daerah serapan gugus fungsi pada senyawa hasil sintesis ... 25

Tabel 5. Daerah serapan gugus fungsi vanilin ... 27

Tabel 6. Daerah serapan gugus fungsi pada senyawa hasil oksidasi ... 29

Tabel 7. Serapan gugus fungsional senyawa hasil sintesis dan vanilin dengan spektroskopi IR ... 34


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Bahan ... 42

Lampiran 2. Prosedur Kerja ... 43

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian ... 45

Lampiran 4. Perhitungan Nilai Rf Kromatografi Lapis Tipis ... 46

Lampiran 5. Data Hasil TLC Scanner ... 47

Lampiran 6. Data Hasil FTIR... 49


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak penelitian yang dilakukan untuk menemukan senyawa organik baru yang memiliki aktivitas atau kegunaan tertentu, salah satunya sintesis senyawa benzalaseton dan turunanya. Benzalaseton dan turunannya merupakan senyawa karbonil yang kelimpahannya cukup tinggi tapi manfaatnya masih sangat terbatas (Apriyansah, 2010). Oleh karena itu untuk mendayagunakan senyawa ini perlu diteliti lebih lanjut tentang penggunaannya untuk sintesis senyawa supaya menghasilkan senyawa baru yang bermanfaat sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari benzalaseton.

Beberapa peneliti telah mempublikasikan kegunaan dari senyawa-senyawa tersebut sebagai senyawa antioksidan dan senyawa tabir surya. Menurut Nugroho (2006), salah satu senyawa turunan benzalaseton yang memiliki kemampuan sebagai antioksidan adalah vanilaseton atau 4-(4-hidroksi-3-metokdienil)-3-buten-2-on yang aktif sebagai penangkap radikal hidroksi.

Sintesis senyawa benzalaseton dan turunannya dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi kondensasi aldol. Kondensasi aldol merupakan jalur yang singkat dan praktis untuk mensistesis senyawa turunan benzalaseton. Selain itu, metode ini juga tidak banyak menggunakan pelarut yang toksik dengan waktu reaksi relatif tidak terlalu lama dan pada temperatur kamar.

Salah satu turunan senyawa benzalaseton adalah 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on yang mempunyai cicin benzene dan beberapa gugus fungsi yaitu karbonil(C=O), metoksi(OCH3), dan hidroksi (OH). Senyawa ini dapat diperoleh melalui oksidasi senyawa vanilaseton menggunakan KMnO4.

Sintesis senyawa vanilaseton dari vanilin dan aseton menggunakan katalis basa telah berhasil dilakukan (Cahyono, 2012). Aseton membentuk ion enolat dengan basa kuat yang bertindak sebagai nukleofil untuk menyerang gugus


(18)

2

karbonil pada vanilin sehingga menghasilkan reaksi kondensasi aldol. Apbila hasil dari sintesis diteruskan menggunakan reaksi oksidasi maka akan terbentuk senyawa baru yaitu 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on.

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi karakter senyawa 4-(4ꞌ -hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on yang dihasilkan dari reaksi oksidasi pada hasil sintesis antara vanilin dengan aseton dengan menggunakan reaksi kondensasi aldol. Senyawa yang dihasilkan dari penelitian ini kemudian diidentifikasi dan dikarakterisasi menggunakan KLT, TLC Scanner, spektrometer infra merah, dan GC-MS.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang dapat diidentifikasi antara lain:

1. Katalis sangat berpengaruh dalam proses sintesis senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on.

2. Kondisi reaksi sangat berpengaruh terhadap rendemen senyawa yang dihasilkan.

3. Senyawa yang digunakan untuk mengoksidasi hasil sintesis.

4. Metode karakterisasi senyawa 4-(4-hidroksi-3’ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Katalis yang digunakan dalam proses sintesis senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on adalah katalis basa yaitu sodium hidroksida.

2. Waktu pengadukan yang digunakan adalah 3 jam pada suhu kamar.


(19)

3

4. Karakterisasi senyawa dilakukan dengan KLT (TLC scanner), spektroskopi IR, dan GC-MS.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Apakah senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on dapat dihasilkan melalui reaksi oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton?

2. Bagaimana karaktertistik dan sifat fisik senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mempelajari dan membuat senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on yang dihasilkan melalui reaksi oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton menggunakan KMnO4.

2. Menentukan karakterteristik dan sifat fisik senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan nilai guna antara lain:

1. Memberikan informasi tentang teknik pembuatan senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on yang dihasilkan melalui reaksi oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang penelitian reaksi kondensasi aldol dan reaksi oksidasi terutama dalam mekanisme reaksi organik.


(20)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Vanilin

Gambar 1. Rumus struktur senyawa vanilin

Vanilin memiliki rumus molekul C8H8O3, dengan nama IUPAC 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida. Senyawa ini biasa ditemukan pada beberapa tumbuhan tingkat tinggi, misalnya pada tumbuhan Eugenia caryophyllata

(Suhartati, 2004) maupun tanaman vanili (Walton, Mayer, & Narbad, 2003). Vanilin merupakan salah satu senyawa aromati perasa yang penting pada makanan, minuman, perfum, dan bidang farmasi. Vanilin diproduksi lebih dari 10 ribu, ton per tahun oleh industri melalui sintesis bahan kimia (Priefert, Rabenhors, & Stienbuchel, 2001).

Sifat fisika dan kimia vanilin (MSDS Sigma Aldrich) adalah sebagai berikut:

Berat molekul : 152,15 g/mol

Bentuk : Padat

Warna : Putih

Titik leleh : 81-83°C Titik didih : 170°C

Densitas : 1,056 g/cm3 pada 20°C Kelarutan dalam air : 10 g/L pada 25°C


(21)

5 2. Aseton

Aseton yang juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dimetilformaldehida, dan β-ketopropana merupakan keton yang paling sederhana. Secara fisik, aseton berbetuk cairan yang tidak berwarna dan mudah terbakar. Aseton merupakan salah satu senyawa yang penting karena dapat digunakan untuk membuat plastik, serat, dan obat-obatan.

Aseton memiliki gugus karbonil yang mempunyai ikatan rangkap dua karbon-oksigen terdiri atas satu ikatan σ dan satu ikatan π. Umumnya atom hidrogen yang terikat pada atom karbon sangat stabil dan sangat sukar diputuskan. Namun lain halnya dengan atom hidrogen yang berada pada karbon (C) di samping gugus karbonil yang disebut atom hidrogen alfa. Sebagai akibat penarikan elektron oleh gugus karbonil, kerapatan elektron pada atom karbon alfa semakin berkurang, maka ikatan karbon dan hidrogen alfa semakin melemah, sehingga hidrogen alfa menjadi bersifat asam dan dapat mengakibatkan terjadinya substitusi alfa (α). Substitusi α melibatkan penggantian atom H pada atom karbon α dengan elektrofil (Wade, L.G. 2006:1041-1063).

Gambar 2. Atom hidrogen alfa dari aseton

Menurut Wade, 2006, aseton mempunyai atom hidrogen alfa bersifat asam, oleh karena itu dapat terionisasi menghasilkan ion enolat. Ion enolat dapat berada dalam dua bentuk yaitu bentuk keto dan bentuk enol yang disebut bentuk tautomerisasi. Tautomer adalah isomer-isomer pada senyawa karbonil yang hanya dibedakan oleh kedudukan ikatan rangkap dan yang


(22)

6

disebabkan perpindahan letak atom hidrogen alfa ke atom oksigen. Bentuk keto dan bentuk enol pada aseton dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk keto dan bentuk enol dari aseton

Hidrogen α pada senyawa aseton dapat menyebabkan senyawa

tersebut berekasi dengan basa kuat (NaOH) sebagai katalis sehingga terbentuk senyawa enolat yang akan menyerang gugus karbonil atau dapat terjadi reaksi kondensasi aldol.

3. Kondensasi Aldol

Reaksi kondensasi adalah suatu reaksi dimana dua molekul kecil bergabung membentuk satu molekul besar dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil (misalnya air). Kondensasi aldol adalah reaksi antar aldehida atau antar keton yang sama menggunakan basa sebagai katalis. Syarat terjadinya reaksi adalah tersedianya Hα pada karbonil yang terlibat dalam reaksi tersebut. Reaksi kondensasi aldol dalam beberapa kasus biasanya diikuti reaksi dehidrasi. Jika aldehida tidak memiliki Hα, maka dimerisasi dengan kondensasi aldol tidak dapat terjadi, kondensasi dapat terjadi jika pada aldehida tersebut ditambahkan aldehida atau keton yang mempunyai Hα. Kondensasi aldol melibatkan oksidasi nukleofilik sebuah enolat keton ke sebuah aldehida, membentuk β- hidroksi keton atau β- hidroksi aldehida dan diikuti dengan dehidrasi, menghasilkan sebuah enon terkonjugasi (Wade, L.G. 2006:1041-1063).

Kondensasi aldol dapat dilakukan dalam larutan alkali basa, pada umumnya katalis yang digunakan adalah NaOH, karena akan didapatkan hasil yang besar (Brown et al., 2012). Bila suatu aldehida yang memiliki atom Hα


(23)

7

diolah dengan basa seperti NaOH dalam air, maka akan terbentuk ion enolat, yang kemudian dapat bereaksi pada gugus karbonil dari molekul aldehida yang lain. Hasilnya ialah oksidasi satu molekul aldehida ke molekul aldehida yang lain seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Oksidasi satu molekul aldehida ke molekul aldehida yang lain Kondensasi aldol dengan menggunakan katalis basa akan membentuk ion enolat (Gambar 5), yang kemudian akan terjadi serangan nukleofil oleh enolat pada gugus karbonil lain yang terstabilisasi oleh resonansi (Gambar 6). Produk reaksi ini adalah garam alkoksida, aldol akan terbentuk dan mengalami dehidrasi menghasilkan senyawa karbonil tak jenuh (Gambar 7). Reaksi dengan katalis basa:

Ion enolat Gambar 5. Pembentukan ion enolat

Produk aldol Gambar 6. Serangan enolat pada gugus karbonil.


(24)

8

produk aldol senyawa karbonil tak jenuh Gambar 7. Dehidrasi aldol

Senyawa aldol (β-hidroksialdehida dan β-hidroksiketon) hasil dari reaksi oksidasi lebih mudah terdehidrasi karena ikatan rangkap dalam produk dehidrasi berkonjugasi dengan gugus karbonil. Konjugasi meningkatkan kestabilan produk dan oleh sebab itu senyawa karbonil tak jenuh α,β-aldehida atau keton mudah diperoleh sebagai produk kondensasi aldol (Bruice, P.Y., 2007 : 873).

Reaksi pembentukan senyawa vanilaseton atau 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3-buten-2-on dari reaksi antara aseton dengan vanilin ditunjukkan pada Gambar 8 berikut:

HO

C

OCH3

C H3C CH3

O NaOH(aq) aseton O H HO OCH3 CH3 O vanilin vanilaseton +

Gambar 8. Reaksi pembentukan senyawa vanilaseton 4. Reaksi Oksidasi KMnO4/H2O

Pada suatu reaksi redoks zat yang mengoksidasi zat lain disebut

oksidator atau zat pengoksidasi, sedangkan zat yang mereduksi zat lain diseabut reduktor atau zat pereduksi. Pada reaksi redoks, oksidator direduksi


(25)

9

sedangkan reduktor dioksidasi. Hubungan anatra oksidator, reduktor, dan perubahan bilangan oksidasi serta perubahan elektron dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Hubungan oksidator, reduktor, dan perubahan bilangan oksidasi Pengertian Bilangan Oksidasi Electron

Oksidasi Bertambah Pelepasan elektron

Reduksi Berkurang Penerimaan electron

Oksidator Berkurang Menerima elektron

Reduktor Bertambah Memberikan electron

Salah satu oksidator yang umum digunakan adalah KMnO4. Kalium permanganat (KMnO4) adalah oksidator kuat. Zat ini digunakan sebagai desinfektan dan digunakan dalam laboratorium untuk menganalisis kadar besi dalam baja dengan mengoksidasi ion Fe2+ (Hiskia Ahmad, 2001). Underwood (1983) menyatakan bahwa kalium permanganat digunakan secara luas sebagai perekasi oksidasi selama seratus tahun lebih. KMnO4 merupakan pereaksi yang mudah diperoleh, tidak mahal, dan tidak memerlukan indikator, kecuali jika digunakan larutan-larutan yang sangat encer.

Reaksi adisi alkena oleh oksidator KMnO4 akan menghasilkan alkohol mekanisme reaksi oksidasi etena menggunakan oksidator KMnO4.

Gambar 9. Reaksi adisi alkena oleh KMnO4 Oksigen dari agen pengoksidasi


(26)

10

Pada suasana asam maka ion manganat (VII) akan direduksi menjadi ion mangan( II)

Gambar 10. Reaksi reduksi ion manganat(VII) pada suasana asam Pada suasana basa maka ion manganat(VII) pertama-tama direduksi menjadi ion-ion manganat(VI) yang berwarna hijau sesuai persamaan berikut:

Gambar 11. Reaksi reduksi ion manganat(VII) pada suasana basa Reaksi selanjutnya, ion manganat(VI) direduksi menjadi padatan mangan(IV) oksida yang berwarna coklat gelap (manganoksida).

Gambar 12. Reaksi reduksi ion manganat(VI) 5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi adalah suatu metode analisis yang mana suatu campuran dipisahkan menjadi komponen-komponen menurut daya tarik relatif terhadap fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi merupakan salah satu cara pemisahan kimia yang paling populer dan paling banyak digunakan. Hal tersebut dikarenakan sistem ini banyak memberikan keuntungan, yaitu peralatan yang diperlukan sederhana, murah, waktu analisis yang singkat, daya pisah yang cukup tinggi, dan sampel yang digunakan sangat sedikit (Brawn, 1982:104).

Larutan hijau tua


(27)

11

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fasa diam dengan adanya pelarut (fasa gerak) (Khopkar, 2008: 164). Kromatografi lapis tipis memiliki dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam pada KLT berupa lapisan tipis (tebal 0,1-2 mm) yang terdiri atas bahan padat yang dilapiskan pada permukaan penyangga datar yang biasanya terbuat dari kaca, tetapi dapat pula terbuat dari polimer atau logam. Lapisan melekat pada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya kalsium sulfat atau amilum (pati). Fungsi lapisan tersebut adalah permukaan padat yang menyerap (cair-padat) dan juga dipakai sebagai penyangga zat cair. Fase diam yang digunakan dalam KLT adalah serbuk silika gel, alumina, tanah diatome, aluminium oksida, selulosa, dan lain-lain yang mempunyai butiran sangat kecil yaitu 0,063 – 0,125 nm dilapiskan pada kaca, lembaran aluminium atau plastik dengan ketebalan tertentu (200-1500 nm) (Sastrohamidjojo, 1991: 30).

Fase gerak adalah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut, fase gerak bergerak dalam fase diam. Pemilihan eluen (fasa gerak) yang tepat merupakan langkah yang sangat penting untuk keberhasilan

analisis dengan KLT. Pertimbangannya dapat menggunakan prinsip “like

disolve like“. Pemilihan eluen sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin, hal ini untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut. Jika komponen-komponen yang mempunyai sifat polar yang tinggi (terutama air) dalam campuran akan merubah sistem menjadi sistem partisi. Campuran yang baik memberikan fasa-fasa bergerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang, tetapi sebaiknya dicegah sejauh mungkin mencampur lebih dari dua komponen terutama karena campuran yang lebih kompleks cepat mengalami perubahan-perubahan fasa-fasa terhadap perubahan-perubahan suhu (Sastrohamidjojo, 1991 : 28-36).

Sistem kerja dari kromatografi lapis tipis yakni, larutan cuplikan ditotolkan dengan pipet mikro atau injektor pada jarak 1-2 cm dari batas plat.


(28)

12

Setelah pelarut dari noda menguap, plat siap untuk dikembangkan dengan fasa gerak yang sesuai hingga jarak eluen/fasa gerak dari batas plat mencapai 7-10 cm. Proses pengembangan dikerjakan dalam wadah tertutup (chamber) yang diisi eluen yang sesuai dengan sampel. Chamber tersebut dijenuhi dengan uap eluen agar dihasilkan pemisahan yang baik dan dapat ulang (reproducible). Teknik pengembangan dapat dari bawah ke atas (ascending), dari atas ke bawah (descending) atau mendatar. Jangan sampai terlalu lama mencelupkan plat dalam bejana bila permukaan pelarut telah mencapai garis akhir, karena oleh pengaruh difusi dan penguapan dapat menyebabkan pemancaran dari noda-noda yang terpisah. Langkah berikutnya adalah mengeringkan sisa eluen dalam lapisan tipis dengan didiamkan pada suhu kamar beberapa saat. Noda pada lapisan tipis dapat diamati langsung untuk noda tampak. Jika noda tidak tampak dapat dilihat dengan lampu UV pada panjang gelombang pendek (254 nm) atau pada panjang gelombang (366 nm) (Sastrohamidjojo, 1991: 28-36).

Setelah noda dikembangkan dan divisualisasikan, identitas noda dinyatakan dengan harga Rf (Retardation Factor) yang didefinisikan sebagai rasio jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen terhadap titik awal. Secara sistematis dapat ditulis:

Rf = l/h

Dimana,

l = jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan

h = jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen

Harga Rf berkisar antara 0-0,999. Harga Rf tiap-tiap senyawa adalah karakteristik, sehingga untuk keperluan kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan harga Rf suatu senyawa murni dengan harga Rf standar. Berikut ini adalah faktor-faktor yang memperngaruhi gerakan noda dalam KLT yang juga mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1991: 35-36), yaitu:


(29)

13

b. Sifat adsorben dan derajat aktifitasnya. Perbedaan adsorben memberikan perbedaan besar terhadap harga Rf.

c. Tebal dan kerataan lapisan adsorben.

d. Pelarut fasa gerak (dan tingkat kemurniannya).

e. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan. f. Teknik percobaan.

g. Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan jumlah cuplikan yang berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor.

h. Suhu untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan-penguapan atau perubahan-perubahan fasa.

Alat yang digunakan untuk mengetahui harga Rf secara langsung adalah TLC Scanner. Alat ini akan memberikan data Rf dan luas area yang member data tentang presentase kemurnian senyawa yang dipisahkan.

6. Spektroskopi Infra Merah

Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared), yaitu metode spektroskopi infra merah modern yang dilengkapi dengan Teknik Transformasi Fourier untuk deteksi dan analisis hasil spektrumnya. Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi absorbsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi infra merah oleh molekul suatu materi. Absorbsi infra merah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi infra merah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipol selama bervibrasi (Chatwal, 1985).

Spektrofotometri infra merah adalah hal yang sangat penting dalam kimia modern, terutama dalam bidang kimia organik. Spektrofotometri infra merah merupakan alat rutin dalam penemuan gugus fungsional, pengenalan


(30)

14

senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti CH, O-H, C=N, dan C=N, menyebabkan pita absorpsi infra-merah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke yang lain tergantung pada substituen yang lain (Day dan Underwood,1990).

Pancaran infra merah pada umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Bagi kimiawan organik, sebagian besar kegunaannya terbatas di antara 4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5 – 15,0 µm). Akhir-akhir ini muncul perhatian pada daerah infra-merah dekat, 14.290 – 4000 cm-1 (0,7 – 2,5 µm) dan daerah infra-merah jauh, 700 – 200 cm-1 (14,3 – 50 µm) (Silverstein, dkk., 1986). Karakteristik serapan infra merah dari beberapa gugus fungsional dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik serapan infra merah dari beberapa gugus fungsional Gugus Fungsional Posisi Pita (cm-1) Intensitas Absorpsi Alkana, gugus alkil

C-H 2850-2960 Sedang sampai kuat

Alkena =C-H C=C 3020-3100 1650-1670 Medium Medium Alkohol O-H C-O 3400-3640 1050-1150 Kuat, Lebar Kuat Aromatis 3030 1600, 1500 Medium Kuat Asam karboksilat


(31)

15 7. Spektroskopi Massa

Spektrometri massa adalah salah satu aplikasi dari alat analisis yang menyajikan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang atom atau komposisi molekular dari senyawa organik ataupun anorganik. Spektrometer massa pertama kali digunakan oleh Thompson pada tahun 1912 dan Aston tahun 1919. Spektrometer massa menghasilkan data berupa muatan partikel yang terdiri dari fragmentasi ionik dari molekul awal, dan urutan-urutannya berdasarkan perbandingan massanya (Silverstein, et al., 1981).

GC-MS merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit (Fowlis, 1998).

Gas kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas (Fowlis, 1998).

Keuntungan utama yang diperoleh dari spektrometri massa ini sebagai teknik analisis adalah sensitivitas yang tinggi dibandingkan teknik analisis lain dan spesifikasi dalam mengidentifikasi senyawa yang tidak diketahui (Silverstein, et al., 1991).

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Wisnu Pambudi (2009) mensintesis senyawa 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3-buten-2-on dan uji potensinya sebagai tabir surya dengan katalis asam. Pada sintesis tersebut tidak diperoleh senyawa target dengan menggunakan katalis asam.

Penelitian oleh Anton Cahyono (2012) telah berhasil mensintesis senyawa vanilaseton atau 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3-buten-2-on dan studi


(32)

16

efensiensinya dengan katalis bifungsional NaOH/ZrO2-montmorillonit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan katalis bifungsional memberikan persen hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis tunggal NaOH.

C. Kerangka Berfikir

Benzaldehida dan turunannya merupakan senyawa karbonil yang kelimpahannya cukup tinggi tapi manfaatnya masih sangat terbatas. Oleh karena itu untuk mendayagunakan senyawa ini perlu diteliti lebih lanjut tentang penggunaannya untuk sintesis senyawa supaya menghasilkan senyawa baru yang bermanfaat sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari benzaldehida, misalnya senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on yang termasuk senyawa turunan benzalaseton yang mempunyai cicin benzen dan beberapa gugus fungsi yaitu karbonil(C=O), metoksi(OCH3), dan hidroksi (OH).

Senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on dibuat dari reaksi oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton menggunakan katalis basa kuat (NaOH) dalam pelarut etanol dan akuades. Langkah pertama adalah mensintesis senyawa vanilaseton dengan reaksi kondensasi aldol silang. Dimana pada reaksi tersebut, aseton membentuk ion enolat dengan basa kuat yang bertindak sebagai nukleofil untuk menyerang gugus karbonil pada vanilin sehingga menghasilkan senyawa vanilaseton. Kemudian senyawa tersebut diberi KMnO4/H2O agar terjadi reaksi oksidasi sehingga menghasilkan senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on. Hasil reaksi tersebut kemudian diidentifikasi dan dikarakterisasi menggunakan KLT, TLC scanner, spektroskopi IR, dan GC-MS.


(33)

17 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah karakteristik senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on dapat dihasilkan melalui reaksi oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat Penelitian

a. Alat-alat gelas laboratorium kimia (gelas ukur, gelas kimia, pengaduk gelas, erlenmeyer, pipet ukur, pipet tetes, gelas arloji).

b. Magnetic Stirrer

c. Satu set penyaring Buchner

d. Plat KLT silika gel 60 GF254 (Merck) e. Chamber

f. Melting point apparatus

g. TLC Scanner (CAMAG)

h. Spektrometer Infra Merah (Shimadzu FTIR 8300/8700) i. Spektrometer GC-MS.

2. Bahan-bahan Penelitian a. Vanilin

b. Aseton (p.a. merck) c. Etanol (p.a. merck) d. NaOH 50%


(34)

18 f. KMnO4 30%

C. Prosedur Penelitian

1. Sistesis Senyawa Vanilaseton dengan katalis NaOH

a. NaOH sebanyak 0,156 gram dilarutkan dalam akuades 0,3ml dengan diaduk menggunakan magnetic stirrer dalam gelas beker.

b. Aseton sebanyak 0,145 gram (0,0025 mol) dimasukkan ke dalam gelas beker tersebut dan pengadukan dilakukan selama 30 menit.

c. Vanilin sebanyak 0,383 gram (0,0025 mol) ditambahkan sedikit demi sedikit dan pengadukan dilakukan selama 3 jam.

d. Larutan yang terbentuk kemudian ditambahkan akuades sebanyak 10 ml dan kemudian ditambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan berwarna kuning.

e. Endapan yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner.

f. Endapan yang diperoleh dikeringkan kemudian ditimbang dan dilakukan KLT dengan dibandingkan dengan senyawa asal (vanilin).

g. Hasil KLT kemudian dilakukan TLC scanner untuk mengetahui kadar dan menghitung persen hasil.

h. Senyawa hasil sintesis dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi IR.

2. Reaksi Oksidasi Hasil Sintesis Vanilaseton dengan KMnO4/H2O

a. Ke dalam beker glass 50 mL dimasukkan 2 mL akuades, 2 mL aseton dan 2 mL etanol 95%, kemudian dibiarkan selama 2 menit.

b. Ke dalam campuran tersebut dimasukkan 4 sampai 5 tetes larutan KMnO4 30% sambil dilakukan pengadukan.

c. Setelah itu ke dalam campuran tersebut dimasukkan 2 sampel, maka warna ungu dari KMnO4 akan hilang. Kemudian disaring menggunakan kertas saring dan diambil lapisan organiknya.


(35)

19

d. Lapisan organik ditambah Na2SO4 anhidrat untuk mengikat molekul air. Kemudian disaring dan larutan dianalisis menggunakan FTIR dan GC-MS.

D. Teknik Analisis Data 1. Data Kuantitatif

Menghitung rendemen berdasarkan reaksi kondensasi aldol silang antara vanilin dan aseton dengan katalis NaOH disajikan pada Gambar 13.

HO

C

OCH3

C H3C CH3

O NaOH(aq) aseton O H HO OCH3 CH3 O vanilin vanilaseton +

Gambar 13. Reaksi pembentukan senyawa vanilaseton

Maka satu mol pereaksi menghasilkan satu mol produk. Rendemen hasil senyawa sintesis:

Randemen = X % Kemurnian data TLC scanner

2. Data Kualitatif

Senyawa hasil sintesis yaitu vanilaseton ditentukan titik leburnya dan analisis kemurniannya menggunakan TLC scanner, sedangkan karakterisasi 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on yang dihasilkan melalui reaksi oksidasi terhadap senyawa vanilaseton dilakukan menggunakan spektroskopi infra merah dan kromatografi gas-spektroskopi massa.

Berat teoritis Berat hasil sintesis


(36)

20 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Sintesis vanilaseton

a. Hasil sintesis senyawa vanilaseton

Sintesis senyawa vanilaseton didapatkan dari reaksi kondensasi aldol antara vanilin dan aseton dengan katalis NaOH 50%. Hasil yang diperoleh dari sintesis vanilaseton disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Data pengamatan hasil sintesis senyawa vanilaseton Parameter Hasil 1 Hasil 2 Hasil 2 Berat hasil sintesis 0,354 gram 0,325 gram 0,359 gram

Rendemen 73,75% 67,71% 74,80%

Warna Kuning Kuning Kuning

Bentuk Serbuk Serbuk Serbuk

Titik leleh hasil sintesis >140°C >140°C >140°C Senyawa hasil sintesis disajikan pada Gambar 14.


(37)

21

b. Kromatogram senyawa hasil sintesis vanilaseton

Identifikasi dengan menggunakan kromatografi lapis tipis telah dilakukan dengan menggunakan eluen berupa kloroform dan etil asetat dengan perbandingan 9:1. Etil asetat merupakan senyawa yang lebih polar daripada kloroform (Murov, 2016). Gambar 15 berikut menunjukkan perbandingan noda senyawa hasil sintesis vanilaseton pada percobaan 1 dengan senyawa vanilin sebagai bahan baku pada plat KLT yang disajikan di bawah lampu UV.

A V

Gambar 15. Hasil KLT senyawa hasil sintesis vanilaseton Keterangan:

A = Percobaan 1 V = Vanilin

Berdasarkan hasil KLT di atas, senyawa A berupa vanilaseton dan senyawa V berupa vanilin dapat diketahui bahwa kedua senyawa hanya menghasilkan bercak noda tunggal dan tidak berekor. Hal tersebut menandakan bahwa di dalam kedua senyawa sudah tidak terdapat zat-zat pengotor. Selain itu harga Rf vanilaseton dan vanilin berturut-turut sebesar 0,8 dan 0,74. Hasil identifikasi dengan plat KLT kemudian di scan untuk mengetahui tingkat kemurnian senyawa hasil sintesis. Hasil TLC Scanner


(38)

22

Gambar 16. Hasil TLC Scanner senyawa hasil sintesis vanilaseton (Etil asetat : kloroform 9:1)

Gambar 17. Hasil TLC Scanner senyawa vanilin (Etil asetat : kloroform 9:1) Hasil TLC Scanner menunjukkan senyawa hasil sintesis dan vanilin hanya terdapat satu puncak memiliki kemurnian sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam senyawa hasil sintesis benar-benar sudah bebas dari zat pengotor.

Selain menggunakan eluen di atas, dilakukan pula uji KLT menggunakan variasi eluen yaitu kloroform:heksana dengan perbandingan 1:1 pada hasil sintesis 1 dan 2 untuk memastikan senyawa sudah benar-benar murni. Hasil KLT disajikan pada Gambar 18.


(39)

23 V A B

Gambar 18. Hasil KLT senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan 2&3 Keterangan:

V = Vanilin A = Percobaan 2 B = Percobaan 3

Gambar 19. Hasil TLC Scanner senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan 2 (kloroform: heksana 1:1)


(40)

24

Gambar 20. Hasil TLC Scanner senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan 3 (kloroform: heksana 1:1)

Gambar 21. Hasil TLC Scanner senyawa vanilin 2 (kloroform: heksana 1:1) c. Spektrum IR senyawa hasil sintesis vanilaseton

Senyawa vanilaseton yang didapatkan dari hasil sintesis percobaan 1 dapat diidentifikasi strukturnya menggunakan spektroskopi infra merah (spektroskopi IR). Metode ini digunakan untuk mengetahui daerah serapan gugus-gugus fungsi yang ada pada senyawa hasil sintesis. Daerah serapan tersebut dapat disajikan pada Gambar 21 berikut ini:


(41)

25

Gambar 22. Spektrum IR senyawa hasil sintesis vanilaseton dengan metode pelet KBr

Berdasarkan spektrum IR tersebut, senyawa hasil sintesis vanilaseton memiliki beberapa gugus fungsi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Daerah serapan gugus fungsi pada senyawa hasil sintesis Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

3444,29 -OH

2085,32 CH2

1637,82 C=O

Selain senyawa hasil sintesis vanilaseton, senyawa bahan dasar (vanilin) juga dianalisis mengunakan spektroskopi IR. Hal tersebut dilakukan guna membandingkan serapan-serapan gugus fungsi yang ada dalam senyawa


(42)

26

hasil sintesis dengan bahan dasar. Gambar 22 berikut ini merupakan spektrum IR vanilin.


(43)

27

Berdasarkan spektrum IR tersebut, senyawa bahan dasar yaitu vanilin memiliki beberapa gugus fungsi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Daerah serapan gugus fungsi vanilin Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

2746,4 dan 2862,2 -OH

2085,32 CH aldehid

1666,4 C=O (keton, aldehid)

2. Reaksi oksidasi senyawa vanilaseton a. Hasil oksidasi senyawa vanilaseton

Reaksi oksidasi vanilaseton dapat dihasilkan senyawa 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on. Senyawa hasil oksidasi disajikan pada Gambar 23.

Gambar 24. Senyawa hasil oksidasi vanilaseton b. Spektrum IR senyawa hasil oksidasi vanilaseton

Gugus fungsi pada senyawa hasil oksidasi dapat diidentifikasi dengan melihat spektrum IR yang disajikan pada Gambar 24.


(44)

28

Gambar 25. Spektrum IR senyawa hasil oksidasi vanilaseton dengan metode pelet KBr


(45)

29

Berdasarkan spektrum IR tersebut, senyawa hasil oksidasi memiliki beberapa gugus fungsi seperti yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 6. Daerah serapan gugus fungsi pada senyawa hasil oksidasi vanilaseton Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

3475,66 -OH

1633,25 C=O

c. Spektrum GC-MS senyawa hasil oksidasi vanilaseton

Kemurnian dan fragmentasi senyawa hasil oksidasi dapat diketahui menggunakan GC-MS. Berdasarkan kromatogram GC yang disajikan pada Gambar 25, senyawa hasil oksidasi vanilaseton memiliki satu puncak dengan waktu retensi 11,208 menit.


(46)

30

Sedangkan fragmentasi senyawa hasil oksidasi ditunjukkan oleh spektrum massa seperti disajikan pada Gambar 26.

Gambar 27. Spektrum massa senyawa hasil oksidasi vanilaseton B. Pembahasan

1. Sintesis vanilaseton

a. Hasil sintesis senyawa vanilaseton

Senyawa vanilaseton disintesis melalui reaksi kondensasi aldol antara vanilin dan aseton dengan perbandingan mol 1:1. Katalis yang digunakan adalah basa kuat NaOH, sedangkan pelarut yang digunakan adalah akuades. Rendemen senyawa hasil sintesis sebesar 73,75% (Lampiran 1) dan titik leleh >140°C. Menurut Cahyono (2012), titik leleh vanilaseton yaitu 135-145°C. Hal tersebut menandakan bahwa senyawa hasil yang disintesis sudah berbeda dengan bahan baku awal yaitu vanilin yang memiliki titik leleh sebesar 88-90°C (sciencelab.com).

Pada reaksi ini terjadi kondensasi aldol yang disebabkan karena adanya salah satu bahan awal yang memiliki hidrogen alfa (Hα) dikedua sisi karbonil dari senyawa aseton. Kondensasi aldol dapat terjadi karena adanya reaksi antara aldehida atau keton yang sama yang memiliki hidrogen α menggunakan katalis basa. Basa yang digunakan yakni basa kuat yaitu NaOH. Reaksi dimulai dengan pembentukan karbanion dengan mereaksikan aseton dengan


(47)

31

NaOH. Reaksi ini berjalan sangat cepat dan reversibel. Reaksi pembentukan karbanion ini terdapat pada Gambar 27.

Struktur resonansi ion enolat Gambar 28. Pembentukan karbanion

Umumnya, atom hidrogen yang terikat pada atom karbon sangat stabil dan sangat sukar diputuskan. Lain halnya dengan atom hidrogen yang berada pada atom karbon di samping gugus karbonil atau yang biasa disebut hidrogen

alfa (Hα) pada senyawa aseton. Hidrogen alfa dari aseton dalam reaksi ini mudah lepas karena karbon karbonil dari aseton membawa muatan positif. Elektron-elektron ikatan atom karbon yang mengikat Hα tertarik ke arah atom

karbonil menjauhi Hα yang mengakibatkan Hα terikat lebih lemah sehingga akan lebih mudah melepaskannya sebagai suatu proton seperti disajikan pada Gambar 28.

C

H3C O

C H

Gambar 29. Atom Hα aseton yang dilemahkan

Aseton yang sudah terionisasi menjadi enolat nantinya bertindak sebagai nukleofil. Ion enolat tersebut dapat bereaksi dengan gugus karbonil dari vanilin untuk memberikan ion alkoksida. Nukleofil lebih memilih menyerang gugus karbonil karena atom karbon tersebut bermuatan positif.

Tertariknya elektron π dari gugus karbonil pada senyawa vanilin ke arah atom oksigen menyebabkan atom oksigen memiliki muatan negatif. Terjadinya


(48)

32

reaksi antara kedua senyawa tersebut menyebabkan reaksi adisi pada gugus karbonil tersebut. Reaksinya seperti disajikan pada Gambar 29.

Gambar 30. Pembentukan ion alkoksida

Ion alkoksida yang sudah terbentuk mengalami protonasi yaitu dengan menarik sebuah proton pada air yang mengakibatkan transfer proton dari molekul air menghasilkan β-hidroksi keton.

Gambar 31. Pembentukan senyawa β-hidroksi keton

Senyawa β-hidroksi keton yang terbentuk dalam reaksi kondensasi aldol ini sangat mudah mengalami dehidrasi karena ikatan rangkap dalam produk berkonjugasi dengan gugus karbonil sehingga menghasilkan senyawa vanilaseton atau nama lainnya adalah 4-(4’-hidroksi-3’ -metoksifenil)-3-buten-2-on. Dehidrasi disebabkan karena ikatan rangkap distabilkan oleh konjugasi


(49)

33

tidak hanya dengan gugus karbonil tetapi juga dengan cincin aromatik. Reaksi dehidrasi disajikan pada Gambar 31.

Gambar 32. Reaksi dehidrasi b. Kromatogram senyawa hasil sintesis vanilaseton

Penentuan kemurnian senyawa hasil sintesis dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan TLC (Thin Layer Chromatography) Scanner. Campuran eluen yang digunakan dalam KLT adalah kloroform dan etil asetat dengan perbandingan 9:1. Vanilin Hasil dari KLT menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Rf antara bahan dasar (vanilin) dengan senyawa hasil sintesis (vanilaseton), sehingga dapat diperkirakan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa baru yang berbeda dengan bahan dasar. Harga Rf vanilin dan vanilaseton berturut-turut sebesar 0,74 dan 0,8.

Hasil uji kemurnian menggunakan TLC Scanner menunjukkan kemurnian sebesar 100%. Hal tersebut menandakan bahwa sudah tidak ada zat pengotor pada senyawa hasil sintesis.

Selain menggunakan eluen di atas, dilakukan pula uji KLT menggunakan variasi eluen yaitu kloroform:heksana dengan perbandingan 1:1 pada hasil sintesis 1 dan 2 untuk memastikan senyawa sudah benar-benar murni.

Berdasarkan hasil TLC Scanner dapat diketahui bahwa senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan 2 dan 3 serta vanilin berturut-turut memiliki Rf


(50)

34

sebesar 0,61 dan 0,55 serta 0,31. Selian itu, hasil TLC Scanner menunjukkan senyawa hasil sintesis vanilaseton percobaan 2 dan 3 serta vanilin berturut-turut memiliki kemurnian sebesar 80%, 60,22%, dan 53,85%. Diperkirakan masih terdapat pengotor dan atau sisa bahan dalam senyawa hasil sintesis, namun dalam jumlah yang sedikit.

c. Spektrum IR senyawa hasil sintesis vanilaseton

Identifikasi struktur senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton dilakukan secara spektroskopi infra merah. Tujuan dari identifikasi ini yaitu untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada di dalam senyawa hasil sintesis, selain itu untuk mengetahui apakah reaksi sudah berlangsung atau belum dengan cara membandingkan spektrum IR bahan dasar (vanilin) dengan spektrum senyawa hasil sintesis. Data serapan gugus fungsional pada vanilin dan senyawa hasil sintesis tersaji dalam Tabel 6.

Tabel 7. Serapan gugus fungsional senyawa hasil sintesis dan vanilin dengan spektroskopi IR

Gugus Fungsional Bilangan Gelombang (cm

-1) Senyawa hasil sintesis Vanilin

1637,82 1656,83

aldehida - 2746,4 dan 2862,2

-OH fenolik 3444,29 3255,95

Berdasarkan data Tabel 6. dapat diketahui bahwa senyawa hasil sintesis sudah tidak mengandung gugus aldehida jika dibandingkan dengan spektrum IR vanilin. Namun, hal tersebut tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa senyawa hasil sintesis sudah berupa vanilaseton. Selain itu, spektrum IR senyawa hasil sintesis tidak menyajikan serapan gugus C=C aromatik yang seharusnya muncul karena senyawa vanilaseton memiliki


(51)

35

gugus benzena. Menurut Sastrohamidjojo (1991), gugus C=C aromatik akan memiliki serapan medium tinggi kuat pada daerah 1650 sampai 1450 cm-1. Serapan gugus C=C aromatik yang tidak terlihat tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

1. Jumlah sampel terlalu sedikit pada saat analisis IR. 2. Pelet KBr yang digunakan terlalu pekat.

3. Terbentuk senyawa lain yang tidak memiliki gugus aromatik. 4. Senyawa masih berupa bahan dasar.

5. Reaksi oksidasi senyawa vanilaseton a. Hasil oksidasi senyawa vanilaseton

HO

OCH3

C CH3 O CH CH _ Mn O O O O HO OCH3

C CH3 O CH CH _ Mn O O O O HO OCH3

C CH3 O CH CH _ Mn O O O O

H - OH HO

OCH3

C CH3 O

CH CH

_

OH

OH +2 MnO2 + 2 OH

3 4

3


(52)

36

b. Spektrum IR senyawa hasil oksidasi vanilaseton

Hasil Spektrum IR senyawa hasil oksidasi menunjukkan adanya serapan sedang pada daerah 1633,25 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus karbonil (C=O). Gugus karbonil ini memiliki serapan yang kuat karena gugus karbonil ini bersifat sangat polar sehingga stretching pada ikatan gugus karbonil akan menghasilkan momen dipol yang relatif besar. Serapan lebar dan kuat pada daerah 3475,66 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH untuk fenol.

Serupa dengan spektrum IR senyawa hasil sintesis, spektrum IR senyawa hasil oksidasi juga tidak menyajikan serapan gugus C=C aromatik yang seharusnya dimiliki oleh senyawa 4-(4ꞌ-hidroksi-3ꞌ -metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on. Hal tersebut menandakan bahwa reaksi oksidasi menghasilkan senyawa yang persis sama dengan senyawa hasil sintesis.

c. Spektrum GC-MS senyawa hasil oksidasi vanilaseton

Pada kromatogram GC senyawa hasil oksidasi vanilaseton yang diidentifikasi menggunakan GC-MS menunjukkan adanya satu puncak. Selain itu, pada spektrum MS tidak ada puncak dengan m/z 226 yang merupakan kelimpahan masa dari 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on sehingga dapat diketahui bahwa senyawa hasil oksidasi vanilaseton belum terbentuk.

Puncak-puncak yang terbentuk pada spektrum MS menunjukkan senyawa yang sama dengan bahan awal. Senyawa yang ditunjukkan pada spektrum MS yaitu vanilin yang memiliki kelimpahan masa sebesar 152 pada waktu retensi 11,367 menit dengan kelimpahan 40,33%. Gambar 33. menunjukkan kemungkinan fragmentasi senyawa vanilin.


(53)

37

Gambar 34. Fragmentasi senyawa vanilin

Berdasarkan data analisis di atas, dapat diketahui bahwa sintesis senyawa 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on belum berhasil. Apabila senyawa vanilaseton belum terbentuk, hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa bahan dasar yaitu vanilin belum mengalami perubahan. Vanilin merupakan senyawa fenol turunan benzena yang memiliki gugus fungsi metoksi pada posisi orto dan gugus aldehid pada posisi para. Menurut Sedyasthi (2002), keberadaan gugus metoksi dapat menimbulkan efek resonansi sehingga kerapatan elektron pada C karbonil pada gugus aldehida semakin tinggi. Oleh sebab itu serangan karbanion aseton sebagai nukleofil terhadap atom C karbonil menjadi lebih sukar.


(54)

38 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Senyawa 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3,4-dihidroksibutan-2-on tidak dapat dihasilkan melalui reaksi oksidasi terhadap senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton.

2. Karakteristik dan sifat fisik senyawa hasil reaksi oksidasi senyawa hasil sintesis antara vanilin dan aseton berupa larutan berwarna kuning bening yang mengandung gugus fungsi OH dan ikatan C-O.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan penulis untuk penelitian selanjutnya adalah: 1. Menentukan suhu dan waktu optimum untuk sintesis agar reaksi dapat

berjalan dengan sempurna.

2. Di dalam penelitian selanjutnya diperlukan penggunaan katalis selain NaOH atau dapat berupa katalis gas yang dapat merubah senyawa bahan dasar yang bersifat stabil.


(55)

39

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Material Safety Data Sheet Vanilin MSDS. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927641. Diunduh pada 12 April 2017 pukul 04.49 WIB.

Ahmad, Hiskia. 2001. Elektrokimia dan Kinetika Kimia. Bandung: PT. Citra Aditya Abadi.

Apriyansah. (2010). Sintesis dan Karakterisasi Senyawa 3-hidroksibenzalaseton melalui Reaksi Kondensasi Aldol Silang. Skripsi.Yogyakarta: FMIPA UNY. Brawn, Robert D. (1982). Introduction to Chemical Analysis. New York: Mc

Graw-Hill, Inc.

Brown, W., Christopher, S.F., Brent, L.,I., Eric, V.A. (2012). Organic Chemistry 6thEd. USA: Brooks/Cole,Cengage Learning, p.744,748-749.

Bruice, Paula. (2007). Organic Chemistry. United States of American : Pearson Education, inc.

Cahyono, Anton. (2012). Reaksi Kondensasi Aldol Silang Antara Vanilin Dan Aseton Dengan Katalis Bifungsional Naoh/Zro2-Montmorillonit. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Chatwal, G. (1985). Spectroscopy Atomic and Molecule. Bombay: Himalaya Publishing House.

Day A. and Underwood, A. L. (1990). Analisis Kimia KUantitatif Edisi Kelima.

Jakarta: Erlangga.

Fowlis, Ian. (1998). Gas Chromatography Analytical Chemistry by Open Learning.

Chichester: John Wiley & Sons Ltd.

Handayani, Sri., Arianingrum, Retno. & Haryadi, Winarto. (2013). Aktivitas Antioksidan dan Antikanker Turunan Benzalaseton. Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 18, Nomor 1, April 2013.


(56)

40

Nugroho, Agung Endro. (2006). Penetapan Aktivitas Antioksidan Dehidrozingeron Melalui Penangkapan Radikal Hidroksi dengan Metode Deoksiribosa.

Yogyakarta: Majalah Farmasi Indonesia.

McMurry, J. (2008). Organic Chemistry 7th Ed. USA: Thomson Learning Inc. USA p 877-884.

Murov, Steven. (2016). Chemistry Webercises Directory.

http://murov.info/webercises.htm. Diunduh pada 11 April 2017 pukul 07.27 WIB.

Khopkar, S. M. (2008). Konsep Kimia Dasar Analitik. (Alih bahasa: A. Saptorahardjo). Jakarta: UI Press.

Priefert, H., Rabenhors, J., & Stienbuchel A. (2001). Biotechnological Production of Vanillin. Appl Microbiol Biotechnol. 56 (3-4). Hlm 296-314.

Sastrohamidjojo, H. (1991). Sperktroskopi Edisi 2. Yogyakarta: Liberty.

Sedyasthi, T. Q. (2002). Pengaruh Gugus Metoksi Pada Reaksi Kondensasi Aldol Vetatraldehida dan Anisaldehida Menggunakan Aseton. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UGM.

Suhartati, Tati. (2004). Sintesa Beberapa Senyawa Turunan Asam Benzoat. Bandung: Perpustakaan Digital ITB.

Silverstein, R. M., G. Clayton Bassler, Terence C. Morrill. (1991). Spectrometric Identification of Organic Compounds. Fifth edition. Singapore: John Wiley & Sons, Inc.

Suzana, Melanny Ika .S, Khoalis Amalia N., Juni Ekowati, Marcellino Rudyanto, Hadi Poerwono, Tutuk Budiati. (2013). Pengaruh Gugus Metoksi Posisi Orto (O) dan Para (P) pada Benzaldehida terhadap Sintesis Turunan Khalkon dengan Metode Kondensasi Aldol. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, Vol.2 No.1 Juni 2013.

Underwood, A. L. (1983). Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Wade, L. G. (2006). Organic Chemistry. Sixth edition. New Jersey: Perason Education International.


(57)

41

Walton, N. J., Mayer, & Narbad, A. (2003). Vanillin. Phytochemistry. Vol. 63 Hlm. 505-515.

Wisnu Pambudi. (2009). Sintesis Senyawa 4-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-3-buten-2-on dengan Kondensasi Aldol dan Uji Potensinya sebagai Tabir Surya. Skripsi.


(58)

42 Lampiran 1

Perhitungan Jumlah Bahan

Mula-mula 0,0025 mol 0,0025 mol

Bereaksi 0,0025 mol 0,0025 mol 0,0025 mol

Sisa - - 0,0025 mol

1. Vanilin

Massa vanilin = mol vanilin x Mr vanilin = 0,0025 mol x 152,15 = 0,383 gram

2. Aseton

Massa aseton = mol aseton x Mr aseton = 0,0025 mol x 58


(59)

43 Lampiran 2 Prosedur Kerja

A. Sintesis dehidrozingeron

NaOH 0,156 g Aseton 0,145 g

Beker Glass

Vanilin 0,383 g

Larutanhasilsin tesis

Endapan

Ditentukansifatfisik

TLC Scanner

Karakterisasidenganspektrosko piIrdan GC-MS

Distirer 3 jam

DitambahHCl


(60)

44 B. Reaksi Oksidasi Senyawa Dehidrozingeron

Beker Glass 50 mL

2 mL akuades 2 mL aseton 2 mL etanol 95%

Didiamkan selama 2 menit

Campuran homogen 4 sampai 5 tetes KMnO4 Dilakukan pengocokan

Larutan berwarna ungu

2 sampel

Disaring dan diambil lapisan organiknya

Warna ungu akan menghilang

Lapisan organik ditambah Na2SO4 anhidrat untuk mengikat molekul air

disaring


(61)

45 Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian

Proses sintesis vanilin Hasil sintesis vanilin

Hasil penyaringan vanilaseton Hasil oksidasi vanilaseton


(62)

46 Lampiran 4

Perhitungan Nilai Rf Kromatografi Lapis Tipis

Secara sistemis perhitungan Rf menggunakan rumus:

�� =

dengan, l = Jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan (cm)

h = Jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen (cm)

Berdasarkan rumus perhitungan nilai Rf, didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Rf D (Senyawa dehidrozingeron)

Rf D = cm

cm

= 0,8 2. Rf V (Vanilin)

Rf D = ,7 cm

cm


(63)

47 Lampiran 5 Data Hasil TLC Scanner

A. Senyawa vanilaseton (etil asetat:kloroform 9:1)


(64)

48

C.Senyawa vanilaseton percobaan 2 (kloroform:heksana 1:1)

D.Senyawa vanilaseton percobaan 3 (kloroform:heksana 1:1)


(65)

49 Lampiran 6 Data Hasil FTIR


(66)

50 B. Senyawa Hasil Oksidasi


(67)

51 Lampiran 7

Data Hasil GC-MS Senyawa Hasil Oksidasi


(68)

(1)

47 Lampiran 5 Data Hasil TLC Scanner

A. Senyawa vanilaseton (etil asetat:kloroform 9:1)


(2)

48

C.Senyawa vanilaseton percobaan 2 (kloroform:heksana 1:1)

D.Senyawa vanilaseton percobaan 3 (kloroform:heksana 1:1)


(3)

49 Lampiran 6 Data Hasil FTIR


(4)

50 B. Senyawa Hasil Oksidasi


(5)

51 Lampiran 7

Data Hasil GC-MS Senyawa Hasil Oksidasi


(6)