ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT INVESTASI PADA BANK UMUM DI JAWA TIMUR.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

ABSTRAKSI...xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1

1.2. Perumusan Masalah...4

1.3. Tujuan Penelitian...…...5

1.4. Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu...7

2.2. Landasan Teori...12

2.2.1. Investasi...….12

2.2.1.1. Devinisi Investasi.…...12

2.1.1.2. Teori Mengenai Investasi.…...15


(2)

2.1.1.4. Pengertian .…...18

2.1.1.5. Kebijakan Perkreditan...21

2.1.1.6. Penilaian Kredit...23

2.1.1.7. Jenis-Jenis kredit.…...23

2.2.2. Kredit Investasi...28

2.2.2.1. Pengertian Kredit Investasi...28

2.2.2.2. Tujuan Kredit Investasi...29

2.2.3. Bank..……...32

2.2.3.1. Pengertian Bank...32

2.2.3.2. Jenis-Jenis Bank...33

2.2.3.3. Pengertian Bank Umum...34

2.2.3.4. Usaha-Usaha Bank Umum...35

2.2.3.5. Bank Umum Berdasarkan Kepemilikan...36

2.2.4. Tingkat Inflasi...39

2.2.4.1. Pengertian Inflasi...39

2.2.4.2. Jenis-Jenis Inflasi ...40

2.2.4.3. Dampak Inflasi...43

2.2.4.4. Teori-Teori Inflasi...44

2.2.4.5. Cara Mengatasi Inflasi...46

2.2.4.6. Hubungan Tingkat Inflasi Dengan Kredit Investasi...49


(3)

2.2.5.1. Sumber Dana Bank...50

2.2.5.2. Hubungan Jumlah Dana Bank Dengan Kredit Investasi...53

2.2.6. Tingkat Suku Bunga...53

2.2.6.1. Pengertian Suku Bunga...53

2.2.6.2. Pengertian Suku Bunga Menurut Kaum Klasik...54

2.2.6.3. Tingkat Suku Bunga Menurut Teori Keynes...54

2.2.6.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Suku Bunga...55

2.2.6.5. Hubungan Tingkat Suku Bunga Dengan Kredit Investasi...60

2.2.7. Pendapatan Perkapita...61

2.2.7.1. Pengertian Pendapatan Perkapita...61

2.2.7.2. Hubungan Pendapatan Perkapita Dengan Kredit Investasi...64

2.2.8. Jumlah Industri...65

2.2.8.1. Pengertian Industri...65

2.2.8.2. Klasifikasi Industri...…...65

2.2.8.3. Hubungan Jumlah Industri Dengan Kredit Investasi...69


(4)

2.4. Hipotesis...74

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel...75

3.2. Teknik Penentuan Data...77

3.3. Jenis dan Sumber Data...77

3.3.1. Jenis Data...77

3.3.2. Sumber Data...77

3.4. Teknik Pengumpulan Data...77

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis...78

3.5.1. Teknik Analisis...78

3.5.2. Uji Hipotesis...80

3.6. Uji Asumsi Klasik...84

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian…………...90

4.1.1. Letak Geografis Dan Topografis Provinsi Jawa Timur...94

4.1.2. Keadaan Umum Provinsi Jawa Timur...91

4.1.3. Keadaan Alam Provinsi Jawa Timur...92

4.1.4. Keadaan Penduduk Provinsi Jawa Timur….…...94

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian...96


(5)

4.2.2. Perkembangan Tingkat Inflasi ………....…...97

4.2.3. Perkembangan Jumlah Dana Bank...99

4.2.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit ……..…...101

4.2.5. Perkembangan Pendapatan Perkapita...…...102

4.2.6. Perkembangan Jumlah Industri...………...…...104

4.3. Analisis Dan Uji Hipotesis………....…...106

4.3.1. Pengujian Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Sesuai Dengan Asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimate)…………..………...106

4.3.2. Analisis Hasil Perhitungan Koefisien Regresi Linier Berganda…..…...112

4.3.3. Uji Hipotesis Secara Simultan ………..….……...117

4.3.4. Uji Hipotesis Secara Parsial ………...……...…...119

4.3.5. Pembahasan...129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan...133

5.2. Saran...136 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(6)

Halaman Gambar 1 : Kurva Demand Pull Inflation...41 Gambar 2 : Kurva Cost Push Inflation...42 Gambar 3 : Kerangka Pikir Analisis Beberapa Faktor Yang

Mempengaruhi Kredit Investasi Pada Bank Umum

Di Jawa Timur...73 Gambar 4 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan

Hipotesis Secara Simultan...82 Gambar 5 : Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis

Secara parsial...83 Gambar 6 : Kurva Durbin-Watson...86 Gambar 7 : Kurva Statistik Durbin-Watson Kredit Investasi...109 Gambar 8 : Distribusi Kriteria Penerimaan / Penolakan Hipotesis

Secara Simultan atau Keseluruhan...118 Gambar 9 : Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor

Tingkat Inflasi (X1) Terhadap Kredit Investasi

(Y)...120

Gambar 10 : Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor

Jumlah Dana Bank (X2) Terhadap Kredit Investasi (Y)... 122

Gambar 11 :

i (Y)...124 Gambar 12 :

Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Tingkat Suku Bunga Kredit (X3) Terhadap Kredit Investas

Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Pendapatan Perkapita (X4) Terhadap Kredit Investasi


(7)

Gambar 13 : Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Jumlah


(8)

DAFTAR TABEL

...87 Tabel 2 :

...96 Tabel 3 :

...98 Tabel 4 :

...99

...101 bel 6

...103 Tabel 7 :

...110

Rank Spearman Korelasi...111 Halaman

Tabel 1 : Tabel Autokorelasi Durbin-Watson... Perkembangan Kredit Investasi Di Jawa Timur

Tahun 1994 – 2008... Perkembangan Perkembangan Tingkat Inflasi Di Jawa Timur Tahun 1994 – 2008...

Perkembangan Jumlah Dana Bank Di Jawa Timur

Tahun 1994 – 2008... Tabel 5 : Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit Di Jawa Timur

Tahun 1994 – 2008... Ta : Perkembangan Pendapatan Perkapita Di Jawa Timur Tahun 1994 – 2008...

Perkembangan Jumlah Industri Di Jawa Timur

Tahun 1994 - 2008...105 Tabel 8 : TabelDurbin-Watson Pada Model Summary...108 Tabel 9 : Tabel Uji Multikolinearitas...


(9)

Tabel 11 : Hasil Analisis Variabel Tingkat Inflasi (X

3),

....… ………...…..117 abel 11 :

3),

Terhadap Kredit Investasi (Y)...119

1),

Jumlah Dana Bank (X2), Tingkat Suku Bunga Kredit (X

Pendapatan Perkapita (X4), Dan Jumlah Industri (X5)

Terhadap Kredit Investasi (Y)...113 Tabel 12 : Tabel Analisis Varian (ANOVA)………

T Hasil Analisis Variabel Tingkat Inflasi (X1),

Jumlah Dana Bank (X2), Tingkat Suku Bunga Kredit (X


(10)

DAFTAR L MPIRAN

ampiran 1 : Data Input Provinsi Jawa Timur ampiran 2

Variables Entered / Removed, Model Summary, dan ANOVA) Lampiran 3 : Regresi Linier Berganda (Coefficients, Collinearity

Diagnostics)

Lampiran 4 : Berganda (Residuals Statistics, onparametric Correlations)

ampiran 5 : Tabel Pengujian Nilai F ampiran 6 : Tabel Pengujian Nilai t

ampiran 7 : Tabel Pengujian Nilai Durban-Watson A

L

L : Hasil Analisis Regresi Linier Berganda (Descriptive Statistics,

Hasil Analisis

Hasil Analisis Regresi Linier N

L L L


(11)

ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KREDIT

INVESTASI PADA DI JAWA TIMUR

ebijakan moneter

unakan alat bantu kompu

dap Permintaan Kredit Investasi Di Jawa Timur (Y). Dari ke empat variabel tersebut yang mempunyai pengaruh paling dominan terhadap variabel Permintaan Kredit Investasi Di Jawa Timur (Y) adalah variabel Jumlah

: Kredit Investasi Di Jawa Timur (Y), Tingkat Inflasi (X1), Jumlah

Dana Bank (X2), Tingkat Suku Bunga Kredit (X3), Pendapatan

Perkapita (X4), dan Jumlah Industri (X5).

BANK UMUM Oleh : Atik Sulistyana

ABSTRAKSI

Kebijakan moneter yang dilaksanakan melalui perbankan yang terorganisir seperti Bank Sentral, Bank Umum, dan lain-lain bisa digunakan untuk menggairahkan pembentukan dana masyarakat untuk membiayai kegiatan ekonomi sesuai dengan kualitas dan tahap-tahap pembangunan. K

dimaksud untuk mendorong pembentukan dana masyarakat, kemudian menyalurkan kembali dana tersebut melalui perbankan dalam bentuk penyediaan uang dan kredit atau sering diistilahkan alokasi dana ke dalam investasi.

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) cabang Kota Surabaya dan Kantor Bank Indonesia (BI) cabang Kota Surabaya yang diambil selama kurun waktu 15 tahun mulai dari tahun 1994-2008. Untuk analisis data mengg

ter dengan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji F dan uji t statistik.

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis secara simultan variabel bebas, yaitu Tingkat Inflasi (X1), Jumlah Dana Bank (X2), Tingkat Suku Bunga

Kredit (X3), Pendapatan Perkapita (X4), dan Jumlah Industri (X5) berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat, yaitu Permintaan Kredit Investasi Di Jawa Timur (Y). Sedangkan pengujian secara parsial variabel Tingkat Inflasi (X1) tidak

berpengaruh secara nyata terhadap Permintaan Kredit Investasi Di Jawa Timur (Y). Variabel Jumlah Dana Bank (X2) berpengaruh secara nyata terhadap Kredit

Investasi Di Jawa Timur (Y). Variabel Tingkat Suku Bunga Kredit (X3) tidak

berpengaruh secara nyata terhadap Kredit Investasi Di Jawa Timur (Y). Variabel Pendapatan Perkapita (X4) tidak berpengaruh secara nyata terhadap Kredit

Investasi Di Jawa Timur (Y). Variabel Jumlah Industri (X5) tidak berpengaruh

secara nyata terha Dana Bank (X2).


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Guna untuk menarik minat para investor menanamkan modal di Indonesia, berbagai kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah yang dituangkan dalam beberapa paket kebijaksanan yang memperlonggar ketentuan – ketentuan dalam menyederhanakan prosedur penanaman modal yang telah ditetapkan pemerintah guna menciptakan iklim penanaman modal yang lebih baik sehingga dapat diharapkan merangsang niat penanaman modal. Disamping itu diharapkan pula penanaman modal asing menjadi salah satu tumpuan untuk meningkatkan perekonomian. Disamping itu keberadaan tingkat kurs juga harus diperhatikan, karena dalam mengekspor ataupun mengimpor barang – barang, baik dengan bahan baku dan sebagainya dalam memenuhi kebutuhan suatu pertumbuhan ekonomi sangat penting. Hal ini berkaitan dengan tingkat keuntungan suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya atau menanamkan modalnya. Karena bila terjadi depresiasi nilai mata uang rupiah terhadap dolar, maka akan menyebabkan harga – harga produk dalam negeri melonjak dan semakin mahal. Dalam hal ini yang diperhatikan adalah harga bahan baku produksi yang akan berdampak

pada nilai ekspor barang dan jasa suatu sektor ekonomi. (Anonim, 2003 : 107)


(13)

Selain bertumpu pada pembiayaan, pemerintah juga berusaha untuk menarik pembiayaan eksternal, salah satu alternatifnya berupa pananaman modal asing (PMA) dan utang luar negeri sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan. Karena terbatasnya dana, pemerintah perlu menempuh kebijaksanana yang memberi kesempatan luas kepada sektor swasta, baik domestik maupan asing. ( Rosydi, 2005 : 110)

Pemerintah juga meningkatkan pembangunan serta kebijaksanaan guna mendorong sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam memperkuat tumbuhnya perencanaan ekonomi, seperti kebijaksanaan tingkat suku bunga, pembangunan sarana dan prasarana serta memberi fasilitas – fasilitas yang tujuannya untuk merangsang para investor dalam negeri maupun luar negeri agar mau menanamkan modalnya di Indonesia, karena investasi merupakan penggerak dalam perekonomian suatu negara. Banyaknya investasi yang direalisasikan suatu negara atau daerah akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi negara. (Samuelson, 2000:180)

Tujuan Negara Indonesia adalah memberi kemakmuran sebesar-besarnya pada masyarakat dengan meningkatkan Produk Domestic Regional Bruto (PDRB) ditinjau dari harga konstanta tri wulan pertama tahun 2002 adalah Rp 15,63 Trillyun sedangkan Produk Domestic Regional Bruto ( PDRB ) atas dasar harga konstanta 2001 mencapai Rp 15,88 Trillyun. Dilihat dari jenisnya, investasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu Domestic Investment dan Foreign Investment. Domestic Investment artinya investasi


(14)

PMDN ). Investasi yang berasal dari dalam Negeri dapat dihimpun melalui sumber tabungan masyarakat, pajak, dan tabungan pemerintah sedangkan investasi yang berasal dari luar Negeri dapat berupa pinjaman dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia. (Rosyidi, 2000 : 150)

Disamping itu keberadaan inflasi perlu ditekankan pada suatu negara berkembang lantaran adanya ketidak seimbangan antara permintaan dan penawaran barang-barang domestik, menyusul permulaan program investasi negara dalam jumlah besar. Namun dengan munculnya bahan makanan dan barang konsumsi penting ke dalam negeri, modal asing dapat membantu meminimumkan tekanan inflasi tersebut. Dengan demikian pemasukan modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi (M.L Jhingan, 2002: 482).

Pengalaman membangun pada masa lalu dan timbulnya krisis yang berkepanjangan dapat digunakan sebagai pelajaran bahwa disamping keberhasilan mencapai tujuan pembangunan ekonomi tersebut tidak kalah pentingnya. Untuk membangun perekonomian yang kuat, sehat, dan berkeadilan, pembangunan ekonomi harus dilaksanakan berdasarkan aturan main yang jelas, etika dan moral yang baik serta nilai-nilai yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta persamaan derajat, hak, dan kewajiban warga Negara serta termasuk persamaan gender. Bagi Indonesia tujuan yang ingin dicapai secara umum dirumuskan dalam Garis Besar Haluan Negara yang kita kenal dengan Trilogi Pembangunan. Sering kali usaha untuk mencapai yang satu terpaksa mengorbankan tujuan yang lain.


(15)

Dimana untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru diperlukan investasi dalam jumlah besar, akan tetapi investasi yang besar dapat menimbulkan kenaikan suku bunga. ( Rahardja, 2000 : 44)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendorong investasi baik yang berasal dari dalam Negeri maupun dari luar Negeri antara lain melalui Penanaman Modal Asing ( PMA ), sangat dibutuhkan perhatian pemerintah menyangkut pandangan melalui faktor ekonomi (menciptakan peluang pasar yang mendukung investasi) dan faktor non ekonomi (Resiko). (Radianto, 2000 : 10)

Oleh karenanya pertumbuhan penanaman modal di Surabaya sangat membutuhkan perhatian khusus oleh pemerintah melalui kebijakan – kebijakan pemerintah daerah, yang gunanya untuk meningkatkan atau menarik para investor untuk meneanamkan modal nya di Surabaya. guna bertujuan untuk menjadikan perekonomian Surabaya menjadi lebih baik untuk kedepannya.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka perlu diadakan penelitian tentang pengaruh kurs valuta asing, inflasi, tingkat suku bunga, IHSG terhadap investasi swasta (Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri) di Surabaya. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian ini adalah begitu pesatnya pertumbuhan ekonomi Surabaya dalam segi investasi swasta PMA dan PMDN oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini


(16)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, perumusan masalah yang akan dibahas adalah :

a) Apakah tingkat suku bunga, kurs valuta asing, inflasi, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempengaruhi investasi swasta PMA dan PMDN di Jawa Timur ?

b) Manakah dari ke empat variabel bebas tersebut yang mempunyai

pengaruh dominan terhadap investasi swasta (PMA) dan (PMDN) di Jawa Timur ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui kurs valuta asing, Inflasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), dan tingkat suku bunga, dalam mempengaruhi investasi swasta (PMA) dan (PMDN) di Jawa Timur.

b) Untuk mengetahui variabel bebas mana yang paling dominan pengaruhnya terhadap investasi swasta (PMA) dan (PMDN) di Jawa Timur.

1.4 Manfaat Penelitian


(17)

a) Bagi penulis sebagai pengalaman serta tambahan pengetahuan serta wawasan dalam bidang investasi khususnya investasi swasta (PMA) dan (PMDN) di Jawa Timur.

b) Sebagai masukan serta informasi pada pemerintah dalam penetapan serta pelaksanaan kebijakan peningkatan investasi swasta (PMA) dan (PMDN) di Jawa Timur.

c) Sebagai acuan bagi mahasiswa dan koleksi perpustakaan yang dapat digunakan untuk membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan penelitian dalam bidang investasi swasta (PMA) dan (PMDN) di Jawa Timur.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan masukan serta pengkajian dalam penelitian ini dilakukan oleh :

1. Dinda Putri Maharani ( 2005:66 ) dengan judul “Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi Invest asing (PMA & PMDN) di Indonesia “ bahwa dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil pengujian secara simultan menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara variabel IHSG (X1), tingkat inflasi (X2), PDB (X3), berpengaruh nyata terhadap invest di

Indonesia (Y), didapat Fhitung sebesar 3,976 > Ftabel sebesar 3,95 dari uji

parsial didapat hasil thitung sebesar 0,026 < ttabel sebesar 2,201, sehingga

variabel IHSG (X1) tidak berpengaruh secara nyata terhadap investasi di

Indonesia (Y). Hal ini disebabkan karena IHSG tidak diperuntukkan dalam penentuan besar kecilnya nilai investasi di Indonesia tapi IHSG merupakan alat untuk mengetahui animo saham di BES. Sedangkan untuk tingkat inflasi (X2) berpengaruh secara nyata terhadap invest (Y) didapat

hasil thitung sebesar –2,215 < -ttabel sebesar 2,201, secara parsial PDB (X3)

berpengaruh secara nyata terhadap investasi di Indonesia (Y) didapat hasil thitung sebesar 2,775 > ttabel sebesar 2,201.


(19)

2. Yanu Raditia Kusuma (2005 : 76) dengan judul “Beberapa faktor yang mempengaruhi investasi (PMDN) di Jawa Timur”, dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil bahwa variabel PDRB, kurs USD terhadap rupiah dan inflasi secara simultan berpengaruh terhadap investasi (PMDN) di Jawa Timur. Pernyataan ini didasarkan pada nilai Fhitung = 7,422 > dari

Ftabel = 3,587 dengan besarnya pengaruh yang dijelaskan oleh R2 = 0,669,

yakni bahwa seluruh variabel dalam penelitian berpengaruh secara bersama-sama terhadap investasi (PMDN) sebesar 66,90 %, sedangkan sisanya sebesar 33,10 % dijelaskan oleh variabel lain diluar penelitian. Dari pengujian hipotesis dengan uji t (parsial) di peroleh hasil bahwa variabel PDRB (thitung = - 3,914 > ttabel = -2,201) dan kurs ISD terhadap

rupiah (thitung = -4,372 > ttabel = - 2,201) berpengaruh terhadap investasi

(PMDN) di Jawa Timur, sedangkan variabel tingkat inflasi (thitung = 0,497  ttabel = 2,201) tidak berpengaruh terhadap investasi (PMDN) di Jawa

Timur. Dari hasil penelitian dapat terlihat bahwa gejolak perubahan kurs maupun tingkat inflasi tidak menurunkan minat investor dalam berinvestasi di Jawa Timur, sehingga kegiatan investasi (PMDN) di Jawa Timur tidak terlepas dari peran aktif Pemerintah Daerah di Jawa Timur dalam mendorong kemajuan iklim investasi.

3. Dian Melisa Kusumaningtyas (2005:154) dengan judul “Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur” bahwa dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu secara simultan menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara variabel bebas


(20)

Produk Domestik Regional Bruto (X1), Tingkat Suku Bunga (X2), Tingkat

Inflasi (X3), dan kurs valuta asing (X4) terhadap variabel terikat investasi

Swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur (Y). Hal ini diketahui dari uji –F yaitu diperoleh F hitung = 5,445 > Ftabel = 3,11, sedangkan secara parsial,

variabel Produk Domestik Regional bruto (X1) berpengaruh secara nyata

terhadap investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur (Y) dengan menggunakan uji –t dimana t hitung = 3,100 > t tabel = 2,145, variabel tingkat

suku bunga (X2) tidak berpengaruh nyata terhadap investasi swasta (PMA

& PMDN) di Jawa Timur (Y) dimana t hitung = -1,075 < t tabel = 2,145 hal

tersebut dikarenakan adanya harapan keadaan perekonomian dimasa datang akan lebih baik disamping itu keputusan untuk berinvestasi juga dipengaruhi oleh perubahan dan perkembangan teknologi dan pendapatan nasional. Tingkat Inflasi (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap investasi

swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur (Y) dengan menggunakan uji –t dimana t hitung = 0,857 <t tabel = 2,145. Hal tersebut dikarenakan adanya

motif spekulasi untuk mencari keuntungan, investor berinvestasi tidak begitu memperhatikan kenaikan harga karena tidak semua harga-harga naik. Keputusan investasi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi saja, dan kurs valuta asing (X4) berpengaruh nyata terhadap

investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur (Y) dimana hasil t hitung =

-2,783 < -t tabel = -2,145.

4. Siti Mastija (2005 : 90) dengan judul “Analisis faktor yang mempengaruhi invest di Jawa Timur” dapat ditarik kesimpulan dari hasil


(21)

penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel PDRB, inflasi, tingkat suku bunga, dan ekspor total berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur yaitu dengan uji F dimana Fhitung = 83,628 > Ftabel 3,48.

Secara parsial menunjukkan bahwa variabel PDRB berpengaruh nyata terhadap invest di Jawa Timur dengan thitung 2, 484 > ttabel 2,228, hal ini

dikarenakan apabila PDRB mengalami kenaikan akan memberikan rangsangan pada investor, karena permintaan produk meningkat sehingga keuntungan meningkat. Variabel inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap investasi di Jawa Timur dengan thitung 1,527 < ttabel 2,228, karena walaupun

terjadi inflasi pengusaha tetap membutuhkan modal untuk menambah produksinya disebabkan keuntungan besar. Variabel tingkat suku bunga kredit tidak berpengaruh nyata terhadap invest di Jawa Timur dengan thitung

1,758 < ttabel 2,228, hal ini disebabkan walaupun tingkat suku bunga kredit

naik tidak mempengaruhi kemampuan untuk berinvestasi karena tetap membutuhkan dana untuk berproduksi disebabkan permintaan produksi besar sehingga keuntungan akan besar. Variabel total ekspor berpengaruh nyata terhadap invest di Jawa Timur dengan thitung 2,521 > ttabel 2,228, hal

ini disebabkan jika ekspor mengalami kenaikan secara tidak langsung akan meningkatkan devisa suatu negara. Kondisi demikian akan mendorong beberapa investor untuk berinvestasi.

5. Wildan wirawanda (2005) tantang “ Analisis Faktor – faktor yang Mempengaruhi penanaman Modal Asing Persektor Ekonomi Di Indonesia” Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh


(22)

secara simultan antara variabel bebas Suku Bunga Internasional (X1), Kurs

Valas (X2), dan Neraca Pedagangan (X3), dan terhadap variabel terikatnya

PMA persektor ekonomi (Y) diperoleh F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap PMA persektor ekonomi di Indonesia.

6. Novia (2005) tentang “Analisa Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia” dapat ditarik kesimpulan bahwa dari hasil pengujian secara simultan diperoleh nilai Fhitung > Ftabel

yaitu 4,560 > 3,59 yang berarti ada pengaruh nyata antara variabel bebas dengan variabel terikat. Secara parsial, untuk Produk Domestik Bruto (PDB) nilai thitung sebesar 3,624 > ttabel sebesar 2,201. Untuk Kurs Dollar

AS nilai thitung sebesar -2,728 < -ttabel sebesar -2,201. Untuk Inflasi nilai

thitung sebesar -0,221 > -ttabel sebesar -2,201. Hal ini menunjukkan bahwa

Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh nyata terhadap Penanaman Modal Asing (PMA). Kurs Dollar AS berpengaruh nyata terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) dan Kurs Dollar AS berhubungan negatif terhadap Penanaman Modal Asing (PMA). Inflasi tidak berpengaruh nyata terhadap Penanaman Modal Asing.

7. Budiarti (2004) tentang “Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa Timur”. Hasil penelitian ii diperoleh angka penentu kecocokan model R2 sebesar 0,715. hal ini berarti variabel-variabel bebas yang menjelaskan variabel-variabel terikat adalah sebesar 71,5% dan


(23)

28,5% dijelaskan variabel lain. Hasil penelitian dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa secara individu hanya variabel tingkat suku bunga kredit investasi dan jumlah tenaga kerja yang diserap di sektor industri yang berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman Modal Asing. Sedangkan pada uji F menunjukkan variabel PDRB, tingkat suku bunga kredit investasi dan jumlah tenaga kerja yang diserap di sektor industri secara bersama-sama berpengaruh secara nyata terhadap Penanaman Modal Asing.

2.1.1 Perbedaan dengan peneliti terdahulu

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada subjek yang diteliti dengan kata lain penelitian yang lain hanya meneliti dengan skup propinsi dan nasional, sedangkan penelitian ini hanya menerangkan dengan skup kota surabaya. Dengan demikian kita bisa mengetahui seperti apa faktor – faktor yang mempengaruhi PMA dan PMDN di kota Surabaya.

2.2. Landasan Teori 2.2.1 Investasi

2.2.1.1 Definisi Investasi

Pengertian investasi menurut Nopirin (2000 : 134) investasi adalah perubahan capital stock, maka teori tentang investasi haruslah dimulai dengan konsep jumlah (Stock) capital yang diinginkan (Desiret Capital Stock).


(24)

Kata investasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Investment”, apabila dalam bahasa Indonesia investasi adalah “penanaman modal” investasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena ini sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang di dalam memperlancar proses produksi. Menurut pendapat Prof. Robinson yang dikutip oleh Suherman Rosyidi dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teori Ekonomi mengatakan bahwa investasi itu penambahan barang-barang modal baru, sedangkan membeli selembar kertas saham bukanlah investasi (Rosyidi, 2001: 158).

Jadi dapat disimpulkan bahwa investasi adalah merupakan suatu pengeluaran untuk pembelian barang-barang modal dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi. Tercapainya kapasitas produksi yang sudah ditargetkan mengakibatkan jumlah pekerjaan akan meningkat. Adanya tingkat produksi yang tinggi dapat menghasilkan surplus yang tinggi pula, sehingga dapat terhimpun dana yang lebih besar untuk investasi yang dibutuhkan. Dalam prakteknya, usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan satu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (atau penanaman modal atau pembentukan modal) meliputi pengeluaran atau pembelanjaan berikut :

a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yatu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnyauntuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.


(25)

b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.

c. Pertambahan nilai barang-barang stock yang belum terjual, bahan mentah dan bahan yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno, 2002 : 107)

Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Financial assets dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang dan lainnya. Atau dilakukan di pasar modal misalnya berupa saham, obligasi, iuran, opsi dan lainnya.

2. Real assets diwujudkan dalam bentuk pembelian asset produktif, penelitian pabrik, pembukuan pertambangan, pembukuan perkebunan dan lainnya.(Halim, 2003 : 2).

Pengertian investasi dari kedua pendapat tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa investasi atau penanam modal itu merupakan penanam modal atau pengguna uang bagi peningkatan kapasitas sistem produksi atau peningkatan asset dengan harapan modal yang ditanamkan akan memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya di masa mendatang.


(26)

2.2.1.2 Teori Mengenai Investasi

Masalah investasi baik penentuan jumlah maupun kesempatan untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal Efficiency of Investment (MEI) yaitu bahwa investasi itu akan dijalankan oleh seseorang pengusaha bilamana MEI masih lebih tinggi dari pada tingkat bunga (interest). Secara garis besar, MEI ini digambarkan sebagai suatu schedule yang menurun. Schedule ini menggambarkan jumlah investasi yang terlaksana pada setiap tingkat bunga.

Gambar 1 : Marginal Efficiency of Investment Tingkat Pengembalian

Sumber : Sukirno Sadono, 2002, Pengantar Ekonomi Makro, hal. 107

Sumbu tegak menunjukkan tingkat pengembalian modal dan sumbu datar menunjukkan jumlah investasi yang akan dilakukan. Pada kurva Marginal Efficiency of Investment (MEI) ditunjukkan tiga buah titik : A, B dan C menggambarkan bahwa tingkat pengembalian modal


(27)

adalah R0 dan investasi adalah I0. Ini berarti titik A menggambarkan

bahwa dalam perekonomian terdapat kegiatan investasi yang akan menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak R0 atau lebih tinggi,

dan untuk mewujudkan investasi tersebut modal yang diperlukan adalah sebanyak I0. Titik B dan C juga memberikan gambaran yang sama. Titik

B menggambarkan wujudnya kesempatan untuk menginvestasi dengan tingkat pengembalian modal R1 atau lebih, dan mod al yang diperlukan

adalah I1. Dan titik C menggambarkan, untuk mewujudkan usaha yang

menghasilkan tingkat modal sebanyak atau lebih, diperlukan modal sebanyak I2.

2.2.1.3 Macam – Macam Investasi

Investasi menurut macamnya dibagi menjadi delapan macam yang terkelompok menjadi empat kelompok, sehingga masing-masing berisi dua. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa suatu produk barang investasi mungkin sekali memiliki atau menempati lebih dari satu macam. Di bawah ini uraian pembagian macam-macam investasi :

1. Autonamous Investment dan Induced Investment

Autonomous Investment (Investasi Otonom) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, misalnya :teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha, dan sebagainya. Induced Investment (Investasi Terimbas) adalah investasi yang


(28)

dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Tingkat pendapatan mempengaruhi tingkat investasi terimbas dalam hubungan searah atau positif.

Gambar 2. Fungsi Investasi Otonom dan Investasi Terimbas

0 Pendapatan 0 Pendapatan

Investasi

(Y) Investasi

I

Sumber : Rosyidi, Suherman, 2006, Pengantar Teori Ekonomi , Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 170.

2. Publik Investment dan Private Investment

Public Investment adalah investasi yang digunakan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat satu, tingkat dua, kecamatan, maupun desa. Sedangkan Private Investment adalah kebalikannya yaitu investasi yang dilakukan oleh swasta.

3. Domestic Investment dan Foreign Investment

Domestic Investment adalah penanaman modal dalam negeri sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing. Sebuah Negara yang memiliki banyak sekali factor produksi alam ( Natural Resources ) dan sumber daya manusia namun tidak memiliki cukup modal ( Capital )


(29)

sebagai factor produksi sumber-sumber di dalam Negeri yang belum termanfaatkan sepenuhnya bias digali sehingga tidak mubazir.

4. Groos Investment dan Net Investment

Gross Investment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika, dengan kata lain bahwa seluruh investasi yang dilakukan di suatu Negara atau di daerah pada periode tertentu. Sedangkan Net Investment adalah selisih antara Investasi Bruto dengan penyusutan. ( Rosyidi, 2006 : 168 – 173 )

2.2.1.4. Pengertian PMA dan PMDN 1. Penanaman Modal Asing (PMA)

Adalah investasi yang dilakukan oleh investor luar negeri dalam penanaman modal asing ini resiko dari kegagalan Invest ditanggung oleh investor luar negeri.

2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Adalah investasi yang dilakukan oleh investor dalam negeri. PMDN ini banyak dilakukan oleh pemerintah dengan motivasi untuk kesejahteraan rakyat banyak.

2.2.1.5. Hal yang menarik investasi swasta di jawa timur.

Suatu masalah klasik yang selalu menimpa pemerintah daerah ( Pemda ) di Jawa Timur saat ini adalah bagaimana meningkatkan investasi di daerahnya


(30)

sebesar mungkin. Mereka menempuh berbagai cara supaya investor tertarik menanamkan modalnya.

Hal-hal yang menarik investasi swasta di Jawa Timur antara lain:

1. Sarana dan Infrastruktur di Lokasi

Dengan adanya sarana infrastruktur di lokasi investasi seperti pemberian akses jalan dapat menarik investasi untuk menginvestasikan dananya di Jawa Timur karena dengan adanya akses jalan ini dapat mempermudah investor untuk melakukan usahanya.

2. Jumlah Penduduk

Investor berpikir dengan jumlah penduduk di Jatim yang tinggi akan berpengaruh terhadap kegiatan investasi karena semakin tinggi jumlah penduduk akan mempengaruhi permintaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh investor.

3. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja di Jatim besar sehingga dengan tingginya jumlah tenaga kerja otomatis berpengaruh terhadap permintaan tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja yang tinggi akan berpengaruh terhadap rendahnya upah yang diberikan.

4. Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu daya tarik investor untuk berinvestasi di suatu daerah. Apabila di suatu


(31)

daerah penduduknya berkecukupan otomatis investor tertarik untuk menginvestasikan lahannya di Jatim.

2.2.1.6. Jenis-Jenis Investasi A. Investasi Pemerintah

Investasi yang dilakukan pemerintah biasanya mendorong timbulnya investasi baru dan sektor swasta (PMA dan PMDN). Dan investasi pemerintah biasanya selalu diikuti dengan masalah Crowding out biasanya menunjukkan efek kebijaksanaan fiskal terhadap kegiatan ekonomi. Apabila penambahan pengeluaran (investasi pemerintah), apakah itu dibiayai dengan penarikan pajak ataupun dengan penarikan obligasi, tidak dapat mendorong kegiatan ekonomi atau efeknya terhadap kegiatan ekonomi nol, maka dikatakan bahwa telah terjadi crowding out pengeluaran investasi swasta oleh investasi pemerintah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa multiplier pengeluaran adalah kira-kira nol. Kira-kira nol, berarti bahwa setiap Rp. 1,00 atau kurang lebih dari Rp 1,00.

Crowding out yang sempurna apabila Rp. 1,00 pengeluaran pemerintah mengganti Rp 1,00 pengeluaran investasi swasta. Tidak sempurna apabila penggantian atau penurunan investasi swasta melebihi Rp 1,00. (Nopirin, 2001 : 89).


(32)

1. Peran Alokatif

Pemerintah mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi produksi. Contohnya barang atau jasa sosial seperti jalan umum, jembatan, pertahanan dan keamanan negeri. Barang-barang ini tidak menarik bagi swasta atau masyarakat karena tidak bisa dijual, dinikmati dan dimiliki secara pribadi.

2. Peran Distribusi

Peran pemerintah dalam mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil ekonomi secara wajar dan adil. Contoh pemerintah berusaha untuk mencegah adanya monopoli dalam penyediaan dan distribusi barang kebutuhan pokok, sehingga hanya dinikmati sekelompok orang sehingga menimbulkan kecemburuan sosial.

3. Peran Stabilisatif

Peranan pemerintah dalam memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya jika berada dalam keadaan disequilibrium. Contohnya ketika terjadi inflasi, resesi, serbuan barang impor.

4. Peran Dinamisasi

Peranan pemerintah dalam menggerakkan proses pertumbuhan ekonomi agar lebih cepat tumbuh, berkembang dan maju. Contoh nya perintis kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu. Seperti


(33)

penerbangan pesawat ke jalur baru yang masih kering, atau pemekaran kota dengan memindahkan pusat kegiatan pemerintah ke lokasi baru, serta dalam bentuk mempercepat pertumbuhan dibidang bisnis tertentu (mengalokasikan anggaran yang lebih besar ke bidang bersangkutan). (Dumairy, 2005 : 158-161).

B. Investasi Swasta

Investasi swasta baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika pembangunan modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi dan marak lesunya pembangunan. Karena itu setiap negara berusaha menciptakan iklim yang lebih meningkatkan investasi. Sasaran yang ditujukan bukan hanya masyarakat atau swasta dalam negeri tetapi juga luar negeri.

Penanaman modal asing hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung, dan yang dipergunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.

Yang dimaksud modal asing adalah :

1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.


(34)

2. Alat-alat perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing, bahan-bahan yang dimasukkan ke Indonesia. Selama alat-alat tersebut tidak dibiayai oleh devisa Indonesia.

3. Bagian dari hasil perusahaan diperkenankan transfer, tetapi tidak transfer seluruhnya dan dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.

Yang dimaksud modal dalam negeri adalah :

Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang berdomisili di Indonesia atau tidak yang disediakan guna menjalankan suatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh undang-undang tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah penggunaan dari kekayaan tersebut di atas baik secara langsung maupun tidak untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.

Selain Undang-Undang di atas tadi, pemerintah juga men ciptakan keterbukaan iklim investasi melalui paket kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. Hal ini juga untuk menghadapi era persaingan bebas tahun 2020 nanti. (Dumairy, 2000 : 149).

2.2.1.7. Jenis-Jenis Investasi Menurut Rosyidi (2006 : 161-164) 1. Autonomous Investasi dan Induced Investment


(35)

Autonomous Investment (investasi otonomi) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapat, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan-perubahan faktor-faktor di luar pendapatan. Faktor-faktor ini adalah teknologi, kebijaksanaan pemerintah harapan para pengusaha dan sebagainya. Sedangkan induced investment sangat dipengaruhi oleh pendapatan.

2. Public Investment dan Private Investment

Public Investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah). Sedangkan private investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Di dalam private investment, unsur-unsur seperti keuntungan yang diperoleh, masa depan penjualan dan sebagainya merupakan peranan yang sangat penting dalam menentukan volume investasi. Sementara dalam penentuan volume investasi, pertimbangan itu lebih diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.

3. Domestic Investment dan Foreign Investment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam atau faktor tenaga manusia namun tidak memiliki faktor produksi modal (capital) yang cukup untuk mengelola sumber-sumber yang dimiliki maka


(36)

mengundang modal asing agar sumber-sumber yang ada termanfaatkan.

4. Gross Investment dan Net Investment

Gross investment adalah total seluruh investasi yang dilakukan atau yang dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan demikian investasi bruto dapat bernilai positif ataupun nol (yaitu ada atau tidak ada investasi sama sekali) tetapi tidak akan bernilai negatif. Sedangkan net investment adalah investasi yang telah dihitung jumlahnya berdasarkan tiap sektor investasi.

2.2.1.8. Faktor-Faktor yang Menentukan Investasi

Apabila seorang pemilik modal atau para pengusaha menggunakan uangnya membeli barang-barang modal, maka pembelanjaan itu dinamakan investasi. Akan tetapi berhasil tidaknya pemilik modaldalam menjalankan usahanya dalam kenyataan akan dipengaruhi oleh beberapa factor yang dapat menentukan, yaitu :

a. Perubahan Fungsi Produksi

Perubahan fungsi produksi dapat terjadi karena perubahan teknologi. Perubahan teknologi akan mempengaruhi permintaan investasi. Jika teknologi tersebut mengubah komposisi barang-barang capital yang diinginkan memproduksi output tersebut.


(37)

Perubahan harga relative menyangkut perubahan upah relative atau bentuk-bentuk lain pemberian upah untuk berbagai macam tenaga kerja, perubahan harga relatif, misalnya listrik atau gas. Perubahan harga riil rasio-rasio lain untuk barang-barang dan jasa saat ini dengan harga yang diharapkan dimasa depan.

c. Peranan Tingkat Bunga

Dengan mengetahui arah perubahan tingkat bunga, dampak yang lebih besar pada kategori investasi dengan menyangkut kekayaan ( Asset ) tahan lama dapat diharapkan. Perubahan tingkat bunga terhadap investasi persediaan mungkin lebih kecil jika dibandingkan dengan dampak terhadap investasi pada peralatan pabrik. Dengan diketahuinya perubahan tingkat suku bunga jangka pendek, akan stabil dan relevan terhadap investasi tetapnya.

d. Resiko

Sebagaimana diketahui para pembuat keputusan tidak hanya memperlihatkan harapan matematika dari hasil yang harapkan tetapi juga masalah maksimalisasi beberapa fungsi utilitas sehingga dalam komponen biaya pasti terkandung unsure resiko. Dengan demikian permintaan investasi mungkin dapat dirancang melalui aktifitas pemerintah. Di dalam suatu sistim ekonomi sebagian besar pemerintah, investasi dilakukan oleh pihak swasta dengan motivasi bisnis ( mencari keuntungan ) pemerintah dapat melakukan berbagai tindakan untuk


(38)

e. Tingkat Keuntungan Investasi yang Diharapkan

Ramalan mengenai keuntungan masa depan akan memberikan gambaran kepada para pengusaha mengenai jenis-jenis investasi yang kelihatannya mempunyai prospek yang baik dan dapat dilaksanakan, dengan besarnya investasi yang harus dilakukan untuk mewujudkan tambahan barang-barang modal yang diperlukan.

f. Perubahan dan Perkembangan Teknologi

Kegiatan para pengusaha untuk menggunakan teknologi yang baru dikembangkan di dalam kegiatan produksi atau usaha-usaha lain dinamakan inovasi. Makin banyak perkembangan teknologi yang di buat, makin banyak pula kegiatan pembaharuan yang akan dilakukan oleh pengusaha. Semakin tinggi tingkat inovasi yang akan dicapai.

g. Tingkat Pendapatan Nasional dan Perundang-undangan

Tingkat Pendapatan Nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat, dan selanjutnya pendapatan masyarakat tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi, dengan kata lain apabila Pendapatan Nasional bertambah tinggi, maka investasi akan bertambah tinggi pula. (Sukirno, 2002 : 109)


(39)

2.2.1.9. Kegiatan Investasi 1. Investasi Baru

Yaitu investasi dengan membuat sistem baru (produksi baru)

2. Peremajaan

Yaitu mengganti barang kapasitas lama dengan yang baru, namun kapasitas produksinya sama dengan yang lama.

3. Rasionalisasi

Yaitu mengganti barang kapasitas lama dengan yang baru, namun kapasitas produksinya sama dengan yang lama.

4. Perluasan

Kapasitas lebih besar namun barang produksinya sama

5. Modernisasi

Ada 2 macam yaitu peralatan baru hasil produksi juga baru dan peralatan lama hasil produksi baru. (Sukirno, 2002 : 118).

2.2.2 Kurs Valuta Asing (Dollar Amerika Terhadap Rupiah) 2.2.2.1. Pengertian Kurs Valuta Asing

Kurs Valuta asing yaitu harga mata uang Negara asing dalam satuan mata uang domestic.(Samuelson dan Nordhaus, 2000 : 450). Valuta asing atau foreign exchange atau foreign currency diartikan sebagai mata uang


(40)

asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral (Hady, 2001: 15).

Kurs valuta asing adalah nilai tukar mata uang suatu Negara terhadap mata uang dari Negara tertentu yang telah ditetapkan berdasarkan faktor-faktor ekonomi seperti cadangan devisa posisi neraca perdagangan suatu Negara dengan Negara lainnya. Nilai tukar mata uang internasional atau kurs valuta asing merupakan nilai atau harga tukar suatu mata uang dengan mata uang Negara lainnya yang ditetapkan atau terjadi dalam hubungan lalu lintas perdagangan dan moneter antar negara.

Kurs valuta asing dalam periode waktu tertentu dapat saja tetap nilainya, dalam arti tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu dalam periode tersebut, akan tetapi pada umumnya kurs mata uang mengalami fluktuasi bahkan ada kalanya mengalami goncangan atau gejolak yang besar (Boediono, 2003).

Pasar valuta asing adalah organisasi (pasar) yang didalamnya terdapat individu-individu, perusahaan-perusahaan dan bank-bank yang melakukan penjualan dan pembelian mata uang asing atau devisa. Sedangkan fungsi pasar valuta asing adalah untuk mentransfer daya beli untuk menyediakan kredit bagi perdagangan luar negeri dan untuk memberi fasilitas-fasilitas bagi pembatasan resiko (hedging) valuta asing.


(41)

2.2.2.2 Pengertian Tentang Nilai Valuta dan Pasar Valuta Asing

Nilai tukar nominal merupakan konsep moneter sebagai pengukur perbedaan harga dari mata uang yang berbeda. Timbulnya perbedaan tingkat kurs dengan beberapa hal :

a. Perbedaan antara kurs beli dan kurs jual oleh para perdagangan, valuta asing atau bank.

Kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta asing atau bank membeli valuta asing. Kurs jual apabila mereka menjual. Selisih tersebut merupakan keuntungan bagi para pedagang

b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam kurun pembayaran.

c. Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal (Bonafit) kursnya lebih tinggi daripada yang belum terkenal. (Nopirin, 2001: 1)

Pasar valuta asing atau pasar mata uang asing adalah organisasi (pasar) yang di dalamnya terdapat individu-individu, perusahaan-perusahaan dan bank-bank yang melakukan pembelian dan penjualan mata uang asing atau devisa. (Solvatore, 2003 : 97).


(42)

Lokasi pasar valuta asing terdapat London, Zurich, Paris dan New York sebagai pencipta pasar (market maker) untuk perdagangan valuta asing. Fungsi utama dari pasar valuta asing :

a. Transfer dan atau daya beli suatu negara dan mata uang terhadap yang lain.

b. Memberikan kredit jangka pendek untuk membiayai perdagangan.

c. Fasilitas untuk menghindari resiko pertukaran atau hedging. (Sukirno ,2003 : 110)

Berdasarkan perbedaan derajat konvertibilitas daripada mata uang dalam lalu lintas pembayaran internasional bisa dibedakan :

a. Hard Currencies, atau mata uang kuat atau keras yaitu mata uang yang memiliki sifat acceptability yang tinggi. Pada umumnya mata uang semacam ini dengan sendirinya juga mempunyai convertibility yang tinggi. Contohnya ialah : US Dollar, Canada, Swiss, Franch.

b. Kalau Hard Currencies sangat disukai masyarakat dunia pada umumnya dipakai oleh kebanyakan negara sebagai cadangan internasional, soft currencies sangat sedikit atau bahkan mungkin tidak ada peminatnya. (Boediono, 2003 : l7).

2.2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Nilai Tukar Mata Uang


(43)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai mata uang antara mata uang satu dengan mata uang lainnya atau Negara lain:

1. Tingkat Inflasi

Inflasi adalah suatu keadaan dimana senantiasa terjadi peningkatan harga-harga secara umum, atau suatu keadaan dimana senantiasa terjadi penurunan nilai mata uang, karena semakin meningkatnya jumlah uang yang beredar di masyarakat.

2. Tingkat Bunga

Apabila tingkat bunga dalam negeri lebih tinggi dari tingkat bunga luar negeri akan mengakibatkan aktiva dalam negeri lebih menarik bagi penanam modal baik dari dalam maupun luar negeri, sehingga akan menyebabkan terjadinya pemasukan modal yang cenderung menimbulkan apresiasi dalam nilai tukar mata uang dalam negeri. 3. Tingkat Pendapatan

Bila pendapatan riil masyarakat dalam negeri meningkat, maka permintaan akan barang-barang impor akan meningkat, yang berarti peningkatan permintaan valuta asing. Hal ini akan mengakibatkan nilai tukar mata uang asing mengalami peningkatan, dan mata uang dalam negeri akan mengalami depresiasi.

4. Faktor Spekulasi

Spekulasi adalah kegiatan membeli atau menjual mata uang asing dengan tujuan memperoleh keuntungan dari penurunan atau peningkatan dalam nilai tukar mata uang dalam negeri.


(44)

5. Keadaan Politik dan Ekonomi Moneter

Keadaan politik dan ekonomi moneter suatu negara yang stabil cenderung mengakibatkan lebih kuat nilai mata uang Negara tersebut (Nopirin, 1998: 174).

2.2.2.4 Sistem Kurs Valas. 1. Sistem Kurs Tetap

Kurs tetap bukan merupakan kurs yang secara permanen abadi dan tetap, tetapi kurs lebih merupakan sistemnya yang diperkenalkan untuk berfluktuasi dalam batas sempit yang mengelilingi nilai prioritas dimana keduanya tetap berdiri dan kekal.

Karakteristik dalam sistem kurs tetap adalah :

a. Stabilitas kurs jangka panjang dengan perubahan nilai paritas yang jarang

b. Penyesuaian ketidakseimbangan neraca pembayaran temporer melalui perubahan cadangan internasional, tingkat bunga dan pendapatan serta harga terhadap ketidakseimbangan fundamental melalui perubahan nilai paritas.

c. Kurs yang stabil dipertahankan melalui intervensi pemerintah, dalam batas yang sempit dan terdefinisi dengan jelas. (Jamli, 1999:191)


(45)

Karakteristik dalam kurs mengambang yaitu kurs berfluktuasi dengan bebas sebagai reaksi perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Sistem kurs mengambang tercipta tahun 1973. sistem kurs ini merupakan sistem kurs yang paling sederhana dan sesuai dengan modal persaingan kompetitif, dimana terdapat campur tangan pemerintah untuk mendukung kurs sehingga kurs bebas bereaksi terhadap perubahan kondisi pasar dan juga faktor-faktor yang mendasari permintaan kurs mengambang akan lebih berfluktuasi daripada sistem kurs tetap. (Suparmoko, 2000:370)

3. Sistem Kurs Mengambang Terkendali

Sistem kurs mengambang terkendali (Managed Floating system) adalah suatu sistem dimana penguasaan moneter campur tangan dalam pasar mata uang asing untuk memerlukan fluktuasi jangka pendek atau tanpa mempengaruhi arah jangka panjang dalam nilai tukar.

2.2.2.5 Teori Purchasing Power Parity (PP)

Teori ini dikemukakan oleh ahli ekonomi dari Swedia, yang bernama Gustav Cassel. Dasar teorinya bahwa, perbandingan nilai suatu mata uang lain ditentukan oleh daya beli uang tersebut (terhadap barang dan jasa) di masing-masing negara. Pada dasarnya ada dua versi teori purchasing power parity, yakni interpretasi absolut dan relatif.

Menurut interpretasi absolut purchasing power parity, perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang lain (kurs tetap)


(46)

ditentukan oleh tingkat harga (the law of one price). Apabila terjadi perubahan harga yang berbeda di kedua negara, maka kurs tersebut haruslah mengalami perubahan pula. Kurs (power parity) yang didasarkan pada perubahan inilah yang sering disebut kurs PP dalam arti relatif (Nopirin, 1998:157).

2.2.2.6. Penawaran dan Permintaan Valuta Asing

Pada dasarnya model penawaran dan permintaan valuta asing sama dengan penawaran dan permintaan komoditi kedua-duanya akan menghasilkan keseimbangan, tetapi disini keseimbangan valuta asing sekaligus menggambarkan kurs atau exchange rate. Jadi kurs atau keseimbangan adalah kurs dimana jumlah valuta asing yang ditawarkan sama dengan yang diminta. Tertariknya investor untuk menanamkan modalnya diluar negeri, sehingga memperbanyak pelarian modal keluar negeri, akibatnya semakin melemahnya mata uang negara tersebut yang berarti pula akan cenderung terjadi depresiasi nilai mata uang yang bersangkutan. (Kamaludin, 2000 : 105).

2.2.2.7. Jenis-Jenis Transaksi Valas

Ada 3 macam jenis transaksi yang dapat dilakukan yaitu: 1. Transaksi Spot (Spot Transaction)

Dalam transaksi spot biasanya penyerahan valas ditetapkan 2 hari kerja berikutnya. Ada 3 cara penyerahan dalam transaksi spot sebagai berikut:


(47)

Dimana penyerahan dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) dilakukannya transaksi.

b. Value tomorrow

Penyerahan dilakukan pada hari kerja berikutnya atau disebut one day settlement.

c. Value spot

Penyerahan dilakukan 2 hari kerja setelah transaksi. 2. Transaksi Tunggak (Forward Transaction)

Penyerahan yang dilakukan beberapa hari mendatang, baik secara mingguan atau bulanan.

3. Transaksi Barter (Swap Transaction)

Transaksi nilai tukar untuk menghilangkan resiko nilai tukar. (Kasmir, 2002: 237).

2.2.3. Inflasi

2.2.3.1. Pengertian Inflasi

Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan ditemukan hampir di semua Negara, dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering kambuh dan harus berupaya untuk dikendalikan. Inflasi dimaksudkan keadaan dimana senantiasa terjadi peningkatan harga-harga pada umumnya, atau suatu keadaan dimana terjadinya turunnya nilai uang. Kemudian menurut Boediono yang dimaksud dengan inflasi itu adalah


(48)

“Kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus-menerus”. (Boediono, 2001: 97).

Laju inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi yang penting untuk nilai keadaan perekonomian pada suatu periode waktu tertentu dan menilai pertumbuhan ekonomi selama suatu jangka waktu tertentu. Bila sebagian besar harga diukur oleh pemerintah, maka harga-harga yang disubsidi pemerintah dan ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik adalah harga-harga resmi pemerintah tapi mungkin dalam realita ada kecenderungan harga terus naik. Inflasi yang ditutupi akan sering muncul jika pemerintah terus-menerus mensubsidi harga-harga tertentu, misalnya harga BBM (Bahan Bakar Minyak).

Suatu kenaikan dalam tingkat harga atau perubahan positif dimana indeks harga konsumen semakin besar, tetapi perubahan itu tidak berlangsung terus, maka dapat dikatakan sebagai perubahan tingkat harga. Akan tetapi apabila perubahan itu berlangsung terus, maka dikatakan sebagai inflasi. Kenaikan tingkat harga yang kontinyu ini bisa terjadi pada saat-saat lebaran, natal atau hari-hari raya yang lain. Kenaikan harga seperti ini tidak dianggap sebagai suatu masalah ekonomi. Inflasi yang merupakan suatu gejala dari harga-harga disebabkan oleh berbagai hal seperti telah dikatakan tadi bahwa harga merupakan benturan antara kekuatan supply dan kekuatan demand. Adanya perubahan harga karena adanya gangguan terhadap keseimbangan yang lama sehingga kedua kekuatan tersebut berinteraksi mencari suatu keseimbangan baru.

Inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang dan jasa secara terus-menerus pada suatu periode tertentu. (Nopirin, 2000 : 25).


(49)

Beberapa pengertian yang patut digaris bawahi dalam definisi inflasi tersebut adalah mencakup tiga aspek yaitu :

1. Adanya kecenderungan (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu naik dubandingkan dengan sebelumnya.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus-menerus (sustained), yang berarti peningkatan harga tersebut bukan hanya terjadi pada suatu waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.

3. Mencakup pengertian tingkat harga umum (general level prices), yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja. (Anonim, 2000 : 11).

2.2.3.2. Jenis Inflasi

Inflasi dapat digolongkan dalam beberapa macam penggolongan antara lain (Boediono, 2001: 156-168).

a. Penggolongan Inflasi menurut parah tidaknya inflasi : 1. Inflasi Ringan

Adalah laju inflasi di bawah 10% setahun. 2. Inflasi Sedang

Adalah laju inflasi antara 10%-30% setahun. 3. Inflasi Berat


(50)

Adalah laju inflasi antara 30%-100% setahun. 4. Hiperinflasi

Adalah laju inflasi diatas 100% setahun. b. Penggolongan inflasi menurut asal dari inflasi :

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)

Adalah inflasi yang timbul karena adanya deficit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen yang gagal dan sebagainya.

2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau kenaikan harga langganan berdagang, kenaikan harga yang kita impor mengakibatkan adanya kenaikan indeks biaya hidup, karena sebagian dari barang-barang yang tercakup didalamnya berasal dari impor, selain itu juga secara tidak langsung akan menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi atas bahan mentahnya yang harus diimpor.

c. Penggolongan inflasi menurut mekanisme timbulnya inflasi : 1. Inflasi Permintaan (Demand Pull Inflation)

Adalah inflasi yang timbul karena banyaknya permintaan akan barang-barang konsumsi oleh masyarakat.Karena permintaan masyarakat (Agregat Demand)

bertambah, maka kurva agregat demand bergeser dari D1 ke D2 akibatnya


(51)

Gambar 3. Demand Pull Inflation

Sumber: Boediono, 2000, Moneter Sinopsis Pengantar Ekonomi No. 5 Edisi ke 3, BPFE-UGM Yogyakarta hal : 163.

Peningkatan pendapatan agregat menyebabkan permintaan meningkat. Perubahan ini ditunjukkan oleh pergeseran ke kanan kurva permintaan dari D1 ke

D2. Pasar bergerak ke perpotongan baru dari penawaran dan permintaan. Harga

equilibrium meningkat dari P1 ke P2 dan jumlah equilibrium barang meningkat

dari Q1 ke Q2.

2. Inflasi Penawaran (Cost Push Inflation)

Adalah inflasi yang terjadi karena biaya produksi (Cost Inflation). Gambar 4. Cost Push Inflation

Sumber : Boediono, 2000, moneter syinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.5 edisi ke 3, BPFE-UGM Yogyakarta hal 160.

H  H 

Q1  Q2 

Output   0 

H2

H3

S1

S2

Q4 Q3

Output  D


(52)

Peningkatan harga bahan menurunkan penawaran harga barang. Hal itu menyebabkan penjualan barang kurang menguntungkan sehingga memilih memproduksi lebih sedikit barang. Perubahan ini ditunjukkan oleh pergeseran ke kiri kurva penawaran dari S1 ke S2. Pasar bergerak ke perpotongan baru dari

penawaran dan permintaan. Harga equilibrium meningkat dari P1 ke P2 dan

jumlah equilibrium menurun dari Q1 ke Q2.

2.2.3.3. Pengendalian Inflasi

Jika perekonomian mengalami inflasi yang cukup tinggi, jika pasar keuangan efisien, maka pasar akan memasukkan inflasi yang diharapkan ke dalam tingkat keuntungan yang disyaratkan. Beberapa langka yang dapat dilakukan dalam melakukan pengendalian inflasi yang terjadi adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh inflasi atau dis-inflasi harus dimasukkan ke dalam aliran kas, karena tingkat keuntungan yang disyaratkan biasanya sudah memasukkan inflasi yang diharapkan.

2. Jika inflasi tidak homogen di dalam suatu perekonomian akan lebih baik jika menggunakan tingkat inflasi per sektor perekonomian.

3. Perubahan harga yang tidak dikarenakan inflasi, missal karena perubahan permintan dan penawaran yang akan mempengaruhi aliran kas sebaiknya juga dimasukkan ke dalam analisis.

Seperti dikemukakan diatas bahwa kontrol Bank Indonesia atas inflasi sangat terbatas, karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, Bank Indonesia selalu melakukan assessment terhadap perkembangan


(53)

perekonomian, khususnya terhadap kemungkinan tekanan inflasi. Selanjutnya respon kebijakan moneter didasarkan kepada hasil assessment tersebut. Perlu disampaikan pula bahwa pengendalian inflasi tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan moneter, melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya seperti kebijakan fiskal dan kebijakan di sektor riil.

Untuk itulah koordinasi dan kerjasama antar lembaga lintas sektoral sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini. Sasaran akhir kebijakan moneter BI di masa depan pada dasarnya lebih diarahkan untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir ini sejalan pula dengan kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank sentral di dunia, dimana banyak bank sentral yang beralih untuk lebih memfokuskan diri pada upaya pengendalian inflasi. Alasan yang mendasari perubahan tersebut adalah:

1. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi, kebijakan moneter tidak dapat mempengaruhi variable riil, seperti pertumbuhan output ataupun tingkat pengangguran.

2. Pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya sasaran makroekonomi lainnya, seperti pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh (full employment) dan penyediaan lapangan kerja yang seluas- luasnya. 3. Yang terpenting, penetapan tingkat inflasi rendah sebagai tujuan akhir

kebijakan moneter akan menjadi nominal anchor berbagai kegiatan ekonomi.


(54)

Strategi yang digunakan oleh BI dalam mencapai sasaran inflasi yang rendah adalah:

- Mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter.

- Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter.

- Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.

- Memformulasikan respon kebijakan moneter.

Dapat ditambahkan bahwa laju inflasi yang diperoleh dari indeks harga konsumen (IHK) sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti (core atau underlying inflation) sebagai sasaran operasional.

2.2.3.4. Pengaruh Inflasi Terhadap Investasi

Inflasi sebagai suatu gejala ekonomi dapat mempengaruhi hal-hal seperti distribusi pendapatan, alokasi produksi dan produksi nasional, ketika pengaruh tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengaruh terhadap pendapatan (equity effect).

Sifat dari equity effect tidak merata, ada yang dirugikan dan ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Golongan yang dirugikan adalah mereka yang memperoleh pendapatan tetap per tahunnya, yang memupuk kekayaan dalam bentuk uang kas dan meminjamkan uang dengan bunga yang lebih rendah dari inflasi yang terjadi. Sedangkan golongan yang diuntungkan adalah yang memperoleh pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi yang terjadi


(55)

2. Pengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi (efficiency effect). Keadaan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan terhadap

berbagai barang yang dapat mengakibatkan perubahan dalam produksi berbagai barang-barang tertentu, sehingga adanya inflasi maka permintaan akan barang-barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lainnya yang pada kelanjutannya akan mendorong kenaikan produksi barang-barang tersebut dengan akibat akan mempengaruhi pola alokasi dari faktor-faktor produksi yang sudah ada dan menjadi tidak efisiensi lagi.

3. Pengaruh inflasi produksi nasional (output effect).

Inflasi dapat mengakibatkan kenaikan produksi, sebab dengan timbulnya inflasi mengakibatkan kenaikan harga barang lebih besar dari tingkat upah, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan akan naik yang dapat mengakibatkan kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi dapat mengakibatkan sebaliknya. Yang dimaksud dengan inflasi itu adalah “Kecenderungan dari

harga-harga untuk naik secara umum dan secara terus-menerus”. (Boediono, 1999: 97). Dengan menurunnya tingkat inflasi disuatu Negara maka kegiatan daya beli masyarakatnya akan mengalami peningkatan karena selalu diiringi dengan turunnya harga-harga barang dan jasa di dalam Negeri sehingga membuat investor swasta tertarik untuk menanamkan modalnya. (Budiono, 2001 : 155).


(56)

2.2.4.Tingkat Suku Bunga

2.2.4.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga

Pengertian dasar tingkat suku bunga adalah perbandingan atau nilai tukar antara jumlah barang yang dapat dipakai sekarang dengan yang dapat dipakai kemudian hari. Suku bunga adalah harga yang harus dibayar bank peminjam lainnya atas pemanfaatan uang selama jangka panjang waktu pinjaman (misalnya 1 tahun) ada bunga yang bersifat tetap dan ada pula yang bersifat variabel. Ada bunga yang aman karena berasal dari obligasi yang terjamin (seperti obligasi pemerintah) dan ada pula bunga dari obligasi “Rongsokan” yang berasal dari perusahaan yang hampir bangkrut (Samuelson dan Nordhaus, 2002: 332)

Suku bunga adalah harga dari penggunaan dana yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable fund). (Boediono, 2000: 76). Tingkat bunga adalah biaya peminjam (atau pendapatan dari perkreditan) yang dinyatakan dalam persentase tahunan. Tingkat bunga memainkan peran penting bagi kalangan rumah tangga dalam membuat keputusan mengenai pembelian barang-barang tahan lama, dan berpengaruh terhadap pembangunan fasilitas produksi dan bangunan komersil baru. (Puspopranoto, 2002: 120).

2.2.4.2. Unsur-unsur Tingkat Suku Bunga

Suku bunga sangatlah tergantung pada jenis pinjaman atau pemberi pinjaman yang didasarkan pada:


(57)

a. Syarat atau jatuh tempo

Surat-surat berharga jangka pendek biasanya mempunyai periode sampai dengan satu tahun. Sedangkan surat-surat berharga berjangka panjang umumnya memberikan suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan jangka pendek, karena masyarakat ingin mengorbankan lebih cepat dana-dana mereka hanya jika mereka dapat meningkatkan hasilnya.

b. Resiko

Adalah pinjaman yang pada hakikatnya tidak memiliki resiko, sementara lainnya sangat bersifat spekulatif.

c. Likuiditas

Aset juga dapat dibeda-bedakan atas dasar besar kecilnya biaya dan kecepatan pemanfaatan oleh pemiliknya.

d. Biaya-biaya administrasi

Waktu serta ketelitian yang diperlukan untuk administrasi berbagai pinjaman sangatlah berbeda. Beberapa pinjaman ada yang memerlukan pemeriksaan secara periodik, bahkan ada yang mengharuskan jaminan atas dibayar secara tepat waktu (Krugman, 2003: 198-199).

2.2.4.3. Keseimbangan Tingkat Suku Bunga

Pada dasarnya suku bunga terbentuk oleh keseimbangan pasar uang, yakni: Ms = Md (Krugman, 2003: 90). Penurunan penawaran uang (Ms)


(58)

mengakibatkan kelebihan permintaan uang (Md) pada tingkat bunga. Selain itu, kenaikan penawaran uang pada suatu negara mengakibatkan mata uangnya mengalami depresiasi dalam pasar valuta asing, sedangkan penurunan penawaran uang akan mendorong mata uangnya mengalami apresiasi (Krugman, 2003: 103).

Adapun alasan peneliti menggunakan tingkat suku bunga internasional adalah tingkat suku bunga internasional digunakan untuk mengidentifikasikan penggunaan ukuran tingkat bunga dan hubungannya dengan harga sekuritas. Bunga pinjaman pada hakekatnya merupakan harga atas pengorbanan ekonomis kreditor atas jasa-jasa sejumlah dana yang dipinjamkan kepada debitur dengan kata lain bahwa bunga merupakan pencerminan oppurtunity cost bagi kreditor yang oleh karena itu merupakan suatu hal wajar jika menerima imbal jasa dari debitur. Oleh karena hal tersebut tingkat suku bunga merupakan faktor yang dapat dijadikan kriteria dalam mempertimbangkan investasi dimana biasanya pemodal menginginkan return investment secepatnya, tingkat hasil dan keuntungan yang diharapkan.

2.2.4.4. Macam-macam Suku Bunga Internasional Suku bunga Internasional dibagi 2 antara lain:

1. LIBOR (London Interbank Offer Rate)

Basic Interest Eurodollars Loans biasanya dikaitkan dengan London Interbank Offer rate (LIBOR), yaitu rate atau tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di London yang dijadikan patokan atau dasar yang untuk menentukan tingkat bunga pinjaman, pada pasar uang Internasional. Biasanya


(59)

jika pinjaman untuk perusahaan atau bank dari Negara dunia ketiga akan dikenakan tingkat bunga yang lebih tinggi. Misalnya LIBOR 1% atau 1,5% tergantung dari tingkat resiko dan jangka waktu pinjamnya.

2. SIBOR (Singapore Interbank Offer Rate)

Untuk wilayah Asia dikenal juga SIBOR (Singapore Interbank Offer Rate), yaitu tingkat bunga pinjaman yang berlaku antar bank di Singapore (Hady, 2001: 39).

2.2.4.5. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Investasi

Pengertian dasar tingkat suku bunga menurut (Nopirin, 1992: 182), adalah perbandingan atau nilai tukar antara jumlah barang yang dapat dipakai sekarang dengan yang dapat dipakai kemudian hari. Jika tingkat suku bunga internasional mengalami penurunan maka akan mengakibatkan meningkatnya minat investor asing sehingga berdampak pada kenaikan investasi (PMA & PMDN). Sunariyah, (2003:99).

2.2.5. IHSG

2.2.5.1. Pengertian Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG )

Indeks Harga Saham Gabungan merupakan seluruh saham yang menggambarkan suatu rangkaian informasi histories mengenai pergerakan saham gabungan seluruh saham, sampai pada tanggal tertentu.(Nopirin,2000:108)


(60)

penutupan di bursa pada hari tersebut. Indeks tersebut disajikan untuk periode tertentu, Dalam hal ini mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukur kinerja suatu saham gabungan di bursa efek. Harga saham merupakan pencerminan fenomena ekonomi bahkan sosial politik sebagai berikut, surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan go public, harga saham ditentukan oleh perkembangan perusahaan penerbit. Jika perusahaan penerbit mampu menghasilkan keuntungan yang tinggi, perusahaan tersebut dapat menyisihkan bagian keuntungan itu sebagai deviden dengan jumlah tinggi pula. Pemberian deviden yang tinggi akan menarik masyarakat untuk membeli saham tersebut, akibatnya permintaan akan saham meningkat dan mendapatkan capital gain. Dengan demikian harga saham akan meningkat pula, kenaikan harga saham ini dicerminkan dalam indeks harga saham. Indeks Harga Saham Gabungan pada dasarnya harga saham individu akan tetapi harus menjumlahkan seluruh harga saham yang ada (listing). Keuntungan perusahaan menjadi faktor yang sangat penting ditentukan oleh faktor lain seperti upah buruh secara umum, budaya masyarakat dan keadaan politik pada waktu tertentu. Semuanya itu akan berpengaruh pada harga saham, yang dicerminkan oleh harga saham.

Indeks Harga Saham Gabungan seluruh saham adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek. Maksud dari gabungan seluruh saham ini adalah kinerja saham yang dimaksudkan dalam perhitungan seluruh saham yang tercatat di bursa tersebut. Indeks Saham Gabungan menjadi gambaran umum dikarenakan Indeks Harga Saham Gabungan merupakan ringkasan dari dampak simultan dan parsial atas


(61)

berbagai macam faktor yang berpengaruh, terutama fenomena ekonomi. Dewasa ini Indeks Harga Saham dijadikan statistik atas kondisi pasar terakhir (Sunariyah, 2003: 126).

Untuk mengetahui secara umum sebab indeks harga saham merupakan ringkasan dari dampak simultan dam kompleks atas berbagai macam faktor yang berpengaruh terutama fenomena-fenomena ekonomi. (Widoatmodjo, 1996: 89). Rumus menghitung IHSG yaitu:

IHSG = 100%

0

x H Ht

(Widoatmodjo, 1996: 194)

Dimana:

Ht = total harga semua saham pada waktu yang berlaku H0 = total harga semua saham pada waktu dasar

2.2.5.1.1. Penentuan Harga Saham

Penentuan harga saham selalu menjadi pembahasan yang penting di dalam ilmu ekonomi lebih-lebih harga saham. Harga dari suatu pernyataan dalam perusahaan sebagai barang abstrak, tentu sulit diukur secara tepat. Tinggi rendahnya harga saham lebih mendekati sebagai (penilaian sesaat) yang dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain:

1. Faktor fundamental meliputi manajemen, keuntungan dan prospek perusahaan.

2. Faktor teknikal meliputi psikologis penjualan atau pembeli, kemampuan analisa efek, penawaran dan permintaan pasar.


(62)

2.2.5.2. Pengaruh IHSG Terhadap Investasi

Indeks Harga Saham Gabungan seluruh saham adalah suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham yang tercatat di suatu bursa efek. Maksud dari gabungan seluruh saham ini adalah kinerja saham yang dimaksudkan dalam perhitungan seluruh saham yang tercatat di bursa tersebut. (Sunariyah, 2003: 126).

IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) merupakan catatan terhadap perubahan-perubahan pergerakan harga saham sejak pertama kali beredar sampai pada saat tertentu. Informasi yang disajikan secara akurat dan terstruktur agar investor dapat memanfaatkanya dalam strategi investasi baik (PMA dan PMDN). Sunariyah, (2003:139).

2.3. Kerangka Pikir.

Investasi merupakan unsur yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja ekonomi suatu negara. Dengan investasi yang dialokasikan secara optimal akan dapat meningkatkan nilai tambah yakni berupa peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain ketepatan dan alokasi yang optimal tersebut maka mekanisme investasi akan mewujudkan nilai tambah juga tergantung pada beberapa kondisi ekonomi yang ada di suatu negara.

Diketahui kondisi tersebut berupa faktor-faktor yang dapat meningkatkan kinerja investasi. Faktor tersebut adalah inflasi, kurs valuta asing, tingkat suku bunga dan indeks harga saham gabungan terhadap rupiah. Intensitas dan dinamika faktor-faktor tersebut bisa menjadi kekuatan, namun juga bisa menjadi


(63)

distorsi dalam mengalokasikan investasi pada suatu perekonomian.

Dengan menurunnya tingkat inflasi disuatu Negara maka kegiatan daya beli masyarakatnya akan mengalami peningkatan karena selalu diiringi dengan turunnya harga-harga barang dan jasa di dalam Negeri sehingga membuat investor swasta tertarik untuk menanamkan modalnya. (Budiono, 2001 : 155).

Jika tingkat suku bunga mengalami penurunan maka akan mengakibatkan meningkatnya minat investor asing sehingga berdampak pada kenaikan investasi (PMA & PMDN). Sunariyah, (2003:99).

Begitu pula dengan tingkat IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) jika mengalami penurunan maka akan mengakibatkan investor membeli saham atau melakukan investasi. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) merupakan catatan terhadap perubahan-perubahan pergerakan harga saham sejak pertama kali beredar sampai pada saat tertentu. Informasi yang disajikan secara akurat dan terstruktur agar investor dapat memanfaatkanya Merasa yakin atau percaya untuk berinvestasi pada suatu perusahaan, dalam hal ini perusahaan yang ada di Indonesia akan mengalami peningkatan dalam bidang investasi. (Sunariyah, 2003:125).

Dan dengan menurunnya kurs valas maka akan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, hal ini akan dapat menarik para investor untuk berinvestasi, sehingga dapat menigkatkan perekonomian di kota surabaya khususnya pada pennaman modal. (Tandelilin, 2001:212)


(64)

Gambar. 5. Kerangka Pikir

2.4. Hipotesis

2.4 Hipotesis

Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disusun suatu hipotesis sebagai berikut:

a. Diduga kurs valas, Inflasi, Suku Bunga dan IHSG berpengaruh terhadap investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur.

b. Diduga kurs valas yang paling berpengaruh terhadap investasi swasta (PMA & PMDN) di Jawa Timur.

Kurs Valuta Asing  (X1) 

Inflasi  (X2)

Suku Bunga   (X3)

IHSG  (X4)

Daya beli bahan  baku  

Tingkat konsumsi  masyarakat 

Keputusan  melakukan  investasi

Ketertarikan  investor untuk 

berinvestasi 

Investasi PMA  

(Y1) 

Investasi PMDN  


(65)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan konsep yang akan dioperasionalkan ke dalam penelitian baik berdasarkan teori yang ada ataupun pengertian empiris. Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Investasi Swasta PMA (Y1)

Merupakan kegiatan investasi yang direncanakan dan dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta luar negeri yang dinyatakan dalam US$. 2. Investasi Swasta PMDN (Y2) merupakan kegiatan investasi yang

direncanakan dan dilaksanakan sepenuhnya dalam negeri di Indonesia dengan tujuan untuk mendapatkan kemanfaatan dan fasilitas dari pemerintah dan pengukurannya dinyatakan dalam satuan juta Rp (Rp Juta).

3. Kurs Valuta Asing (X1)

Nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara tertentu. Yang pengukurannya dengan membandingkan nilai (harga) antara mata uang Amerika Serikat terhadap mata uang Indonesia yang dinyatakan dalam bentuk rupiah. Nilai tukar U$ (Dollar AS) terhadap satuan rupiah (Rp)


(66)

4. Inflasi (X2)

Merupakan kenaikan harga umum barang-barang secara terus menerus selama periode tertentu yang dinyatakan dalam prosentase (%).

5. Suku Bunga (X3)

Merupakan tingkat bunga transaksi yang menjadi patokan dalam menentukan tingkat bunga pinjaman dengan tujuan untuk memudahkan para pelaku bisnis di dalam perkembangan dana investasi, yang dinyatakan dalam prosentase (%)

6. Indeks Harga Saham Gabungan (X4)

Suatu rangkaian informasi histories mengenai pergerakan harga saham gabungan, sampai tanggal tertentu. Indeks Harga Saham Gabungan mencerminkan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukur kinerja suatu saham gabungan di bursa efek, pengukuran dinyatakan dalam point.

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Teknik penentuan sampel yang digunakan penulis dalam ini adalah Time Series yaitu data berkala yang diambil waktu lima belas tahun yaitu tahun 1995 sampai dengan 2009.

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data


(67)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini, atau data yang dipublikasikan dan bisa diambil dari instansi yang bersangkutan.

3.3.2 Sumber Data

Data yang di pergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi yang terkait, diantaranya adalah:

a. Kantor Badan pusat statistic propinsi Jawa Timur (BPS)

Tingkat inflasi, tingkat suku bunga, serta investasi (PMA & PMDN). Untuk data saham Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

b. Badan Penanaman Modal (BPM) di Jawa Timur.

3.3.3.Pengumpulan Data

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode :  Studi Kepustakaan (Library Research)

Data ini diperoleh dengan cara membaca buku, jurnal-jurnal, literature-literatur dan makalah yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

3.4. Teknik Analisa dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik analisis.

Dalam penulisan skripsi ini pembahasannya menggunakan model linier berganda. Data diolah dengan menggunakan statistic dalam bentuk persamaan untuk menentukan pada hubungan antara variabel dependent dengan variabel independen, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:


(1)

yang semakin meningkat dan berkembang yang berarti kemauan investor untuk menanamkan modalnya semakin meningkat.

Inflasi tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Penanaman Modal Asing. Hal ini disebabkan karena biaya produksi yang harganya relatif lebih tinggi maka kegiatan daya beli masyarakat akan mengalami penurunan karena selalu diiringi dengan kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri sehingga membuat investor mengurungkan niatnya untuk menanamkan modalnya.

Suku Bunga tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Penanaman Modal Asing. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi Suku Bunga secara otomatis suku bunga BI rate akan semakin tinggi sehingga banyak pengusaha atau investor akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan modal dari kredit maka akan mengakibatkan menurunya minat investor asing sehingga berdampak pada penurunan Investasi.


(2)

96

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Kurs Valas (X1), Inflasi (X2), Suku Bunga (X3) dan Indeks Harga Saham Gabungan (X4) berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Investasi sektor Industri, dan Pedagangan (Y) diperoleh F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri (Y) .

2. Dengan melihat hasil uji signifikasi Variabel Independen terhadap Penanaman Modal Asing maka dapat diketahui bahwa Variabel Kurs Valas merupakan Variabel yang paling dominan untuk Penanaman Modal Asing dan yang berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing hal ini disebabkan karena dalam peningkatan Penanaman Modal Asing membutuhkan pertumbuhan kurs yang stabil dan menguat terhadap US Dollar hal ini dikarenakan dalam meningkatan berbagai sector tersebut banyak membutuhkan dana yang cukup besar sehingga dengan stabilnya kurs valas akan mampu meningkatkan Penanaman Modal Asing yang masuk sehingga penyerapan kesempatan kerja atau membuka lapangan usaha baru agar terus bertambah atau dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.


(3)

3. Dengan melihat hasil uji signifikasi Variabel Independen terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri maka dapat diketahui bahwa Variabel Indeks Harga Saham Gabungan merupakan Variabel yang paling dominan untuk Penanaman Modal Dalam Negeri dan yang berpengaruh terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri hal ini disebabkan karena meningkatnya Indeks Harga Saham Gabungan akan meningkatkan kemampuan perusahan yang go publik di bursa saham untuk meningkatkan pembelian, perbelanjaan dan pertambahan stok barang – barang yang belum terjual, sehingga mencerminkan aktivitas ekonomi yang semakin meningkat dan berkembang yang berarti kemauan investor untuk menanamkan modalnya semakin meningkat.

4. Inflasi tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Penanaman Modal Asing. Hal ini disebabkan karena biaya produksi yang harganya relatif lebih tinggi maka kegiatan daya beli masyarakat akan mengalami penurunan karena selalu diiringi dengan kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri sehingga membuat investor mengurungkan niatnya untuk menanamkan modalnya.

5. Suku Bunga tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Penanaman Modal Asing. Hal ini disebabkan karena dengan semakin tinggi Suku Bunga secara otomatis suku bunga BI rate akan semakin tinggi sehingga banyak pengusaha atau investor akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan modal dari kredit maka akan mengakibatkan menurunya minat investor asing sehingga berdampak pada penurunan Investasi.


(4)

98

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

1. Pemerintah membuat kebijakaan moneter agar menjaga perkembangan ekonomi makro tetap stabil agar banyak investor yang masuk untuk menanamkan modalnya.

2. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dapat memberikan peraturan atau kebijakaan agar tidak mempersulit perizinan dan menetapkan Tingkat Suku Bunga agar lebih banyak lagi Investor maupun pengusaha untuk menanamkan modalnya dan memperoleh modal dengan mudah.


(5)

Anonim, 2003, “Memahami UUD 1945, P4, GBHN 1993-1998”, Penerbit Indah, Surabaya

Anonim, 2007. Surabaya Dalam Angka, Badan Pusat Statistik kota Surabaya.

Boediono. 2003. “Ekonomi Moneter”, Edisi Ketiga, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Boediono. 2000. “moneter syinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.5”, Edisi Ketiga, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Boediono, 2001. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.

Dornbusch, Rudiger, dan Fischer, Stanley, 1991, “Makro Ekonomi” , Edisi Keempat, terjemahan J. Mulyadi, Erlangga, Jakarta.

Dumairy, 2005, “Perekonomian Indonesia”, Erlangga, Jakarta.

Hady, Hamdy, 2001. “Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional”, Penerbit Oleh Anggota IKAPI.

Nopirin, 2001. “Ekonomi Internasional”, Edisi Ketiga, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Nopirin, 2004. Ekonomi Moneter, Edisi Pertama, Cetakan Ketujuh, Buku

Kesatu, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.

Rosyidi, Suherman, 2001. Pengantar Teori Ekonomi, Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rosyidi, Suherman, 2006. “Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan kepada Teori

Ekonomi Mikro & Makro”, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakrta.


(6)

Samuelson, Paul. A, dan Nordhaus, William, 2003. Mikro Ekonomi, Edisi

Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Sukirno, Sadono, 2003. “Makroekonomi Teori Pengantar”, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sukirno. Sadono, 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi, Edisi Kedua, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.