Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontra produktif pada perawat
i
PERAWAT
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Novitha Ekajaya
NIM : 099114119
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
iv
mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai
sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari
depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11)”
Pemenang mengatakan
“itu sulit tapi mungkin”
You never really know yourself until you
see yourself under pressure
(5)
v
Tuhan Yesus Kristus
Bapak, Mama, & Adikku Tercinta
Serta
Semua pihak yang sudah membantu mendorongku
hingga karya ini selesai
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia
memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat
menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir
(Pengkhotbah 3:11)
(6)
(7)
vii
PERAWAT
Novitha Ekajaya
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat. Subjek pada penelitian ini adalah perawat yang bekerja di rumah sakit Abepura dengan masa kerja minimal 1 tahun. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 50 dipilih dengan menggunakan metode nonprobabilty sampling atau nonrandom sampling subjek. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Penelitian ini menggunakan dua skala Likert yaitu skala gaya kepemimpinan transformasional dan skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif. Reliabilitas skala gaya kepemimpinan transormasional adalah 0,940 dan reliabiltas skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif adalah 0,935 Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Spearman dan diperoleh nilai r sebesar 0,125 artinya terdapat hubungan positif antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat.
Kata kunci : Gaya Kepemimpinan Transformasional, Perilaku Kerja Kontraproduktif, Perawat
(8)
viii
AND THE TENDENCY OF COUNTERPRODUCTIVE WORK BEHAVIOR ON NURSES
Novitha Ekajaya Abstract
This research aim to understand the relationship between the transformational leadership style on nurses. The subjects in this research are nurses who are working in Abepura Hospital with at least one year working time. The numbers of the subject are 50 subjects which choosen by using nonprobabilty sampling or nonrandom sampling method . The hypothesis in this research is there any negative relation between transformational leadership style scale and the tendency of counterproductive work behavior scale. This research used two Likert scales which are transformational leadership style scale and the tendency of counterproductive work behavior scale. The reliability of transformational leadership style scale is 0,940 and the reliability of tendency of counterproductive work behavior scale is 0,935. Data in this research analyzed by using Spearman correlation technique and had a result of r = 0,125. It means there is a positive relation between the transformational leadership style and the tendency of counterproductive work behavior. Keywords : Transformational Leadership Style, Tendency of Counterproductive Work Behavior, Nurse
(9)
(10)
x
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena penyertaan dan tuntunanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya yang berjudul
“Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku
kerja kontraproduktif pada perawat”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dukungan dan bantuan banyak pihak. Maka dari pada itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. T.Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi. Terimakasih atas bantuannya dalam kelancaran proses pembuatan skripsi ini. 2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku kepala program studi. Terimakasih atas
bantuannya dalam kelancaran proses pembuatan skripsi ini.
3. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas bantuan bapak dalam mendampingi dan membimbing saya, khususnya dalam masalah akademik.
(11)
xi menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Yohanis Pasa, Mama Ludia Pasulu, adik Yupie Faming Jaya yang senantiasa memberikan nasehat, dukungan dan semangatnya kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Kalian adalah motivasiku dalam menyelesaikan skripsi ini. Love you all.
6. Om, tante, kakak sepupu dan seluruh keluarga yang selalu memberikan semangat dan nasehatnya agar skripsi ini selesai.
7. Tiga ponakan kecilku Raina, Geraldine, dan Hanesa. Terima kasih atas keceriaan kalian yang selalu menjadi semangat buat Onty dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terimakasih karena telah membimbing saya dan membagikan ilmunya. 9. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi, Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi’,
Mas Muji, dan Mas Donny. Terima kasih atas pelayanannya.
10.Bapak Agung Santoso, S.Psi. Terima kasih telah membantu saya ketika saya mengalami kesulitan dalam mengerjakan analisis data. Bantuan bapak sungguh berarti buat saya.
(12)
xii selama saya mengerjakan skripsi ini.
12.“LC WELL” ka Ocha, ka Rya, Astrid, Fanbo, Elti, Sisil, Dewi, Shune, Mika. Terima kasih atas bantuan, dukungan, kebersamaan dan semangatnya selama ini. Terima kasih juga karena kalian tetap hadir dalam masa-masa sulit saya sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi ini. Senang sekali bisa mengenal kalian semua. Saranghaeyo
13.ASAF Lovers, ada Mas Nomo, Mbak Iin, Mama Mela, Pak Polly, Kezia, Hana, Sisil, Yoha, Audri, Igar, Fanny, Elti. Terima kasih untuk kebersamaannya dalam tim ASAF. Saya merasa terberkati dan belajar banyak hal selama bergabung dalam tim ASAF. Terima kasih untuk dukungan semangatnya selama saya mengerjakan skripsi ini.
14.Teman-teman kelas C 09. Terima kasih untuk semua kenangan yang ada. Bahagia bisa bergabung dalam kelas C dan senang rasanya bisa mengenal kalian semua. Gommawo
15.Teman-teman kost Wisma Surya. Sista Dhinie, Nadia Dongsaeng, Tyas, Dita, Yuditha, Yoana, Uli, Reri, Via, Vero, Monic, Fanny, Veni, Asti, Yaya, Yovica, Yulian, Keket. Terima kasih untuk canda tawanya, nasehat, serta semangatnya selama saya menyelesaikan skripsi ini.
(13)
xiii bareng di tahun 2014. Hahaha.
17.Togar dan Yoha. Terima kasih karena sudah menjadi sahabat saya dan mau
menjadi “tempat sampah” selama saya mengerjakan skripsi ini. Kiranya
persahabatan yang sudah terjalin ini tetap ada untuk selamanya. Ayookkk semangaattt
18.Terima kasih kepada Hani yang telah membantu saya mengerjakan skripsi ini khususnya bab IV. Maaf sudah merepotkan dan terima kasih banyak atas bantuannya.
19.Terima kasih kepada Benny atas nasehat, omelan, kebersamaan, dan semangatnya selama saya mengerjakan skripsi ini. Terima kasih juga karena mau mencurahkan tenaga dan waktunya untuk menemani saya mengambil data. Doaku selalu menyertaimu. Jadi dokter yang hebat dan besar ya 20.Semua orang-orang yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima semua masukkan yang membangun demi perbaikan
(14)
xiv
Yogyakarta, 13 Oktober 2014 Penulis,
(15)
xv
Halaman
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN MOTTO...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi
ABSTRAK...vii
ABSTRACT ...viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...ix
KATA PENGANTAR...x
DAFTAR ISI...xv
DAFTAR TABEL...xx
DAFTAR GAMBAR...xxi
DAFTAR LAMPIRAN...xxii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 11
C. Tujuan Penelitian... 11
(16)
xvi
A. Gaya Kepemimpinan Transformasional ...14
1. Definisi Gaya Kepemimpinan... 14
2. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional…... 15
3. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional... 16
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional... 17
5. Pengukuran Kepemimpinan Transformasional...19
6. Komponen Kepemimpinan Transformasional...21
7. Dampak Dari Kepemimpinan Transformasional...22
B. Perilaku kerja Kontra Produktif ...25
1. Definisi Perilaku Kerja Kontra Produktif ...25
2. Dimensi Perilaku Kerja Kontra Produktif...26
3. Kategori Perilaku Kerja Kontra Produktif...28
4. Faktor Penyebab Perilaku Kerja Kontra Produktif...30
C. Perawat...34
1. Definisi Perawat...34
2. Tugas, Fungsi, dan Peran Perawat...35
(17)
xvii
dan Kecenderungan Perilaku Kerja Kontra Produktif...42
E. Kerangka Penelitian...46
F. Hipotesis...47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian...48
B. Identifikasi Variabel penelitian...48
C.Definisi operasional...49
1. Gaya Kepemimpinan Transformasional...49
2. Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif...50
D. Subjek Penelitian...52
E. Metode dan Alat Pengambilan Data...53
F. Validitas dan Reliabilitas...62
1. Validitas...62
2. Seleksi Aitem...62
3. Reliabilitas...67
G. Metode Analisis Data...68
(18)
xviii
2. Uji Hipotesis...69
BAB IV PEMBAHASAN A. Rumah Sakit Umum Daerah Abepura...70
1. Sejarah...70
2. Visi dan Misi...71
B. Pelaksanaan Penelitian...72
1. Izin Penelitian...72
2. Pelaksanaan Penelitian...73
C. Deskripsi subjek...73
D. Deskripsi Data Penelitian...75
E. Analisis Data Penelitian...76
1. Uji Asumsi...76
a. Uji Normalitas...76
b. Uji Linearitas...78
2. Uji Hipotesis...81
(19)
xix
B. Saran...91
1. Bagi Perawat Rumah Sakit Abepura...91
2. Bagi Rumah Sakit Abepura...91
3. Bagi Peneliti Selanjutnya...92
DAFTAR PUSTAKA...93
(20)
xx
Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional
(sebelum uji coba)... 57
Tabel 2 Komponen dan Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif (sebelum uji coba)... 61
Tabel 3 Komponen dan Distribusi Aitem Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional (setelah uji coba)...65
Tabel 4 Komponen dan Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif (setelah uji coba)...66
Table 5 Deskripi Subjek...74
Table 6 Deskripsi Data Penelitian...75
Table 7 Hasil Uji Normalitas...78
Table 8 Hasil Uji Linearitas...79
Table 9 Nilai Korelasi dan Tingkat Hubungan...82
(21)
xxi
Bagan 1 Kerangka Berpikir...46
(22)
xxii
Lampiran 1 Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif
(sebelum tryout)...108
Lampiran 2 Skala Gaya Kepemimpinan Transformasional dan
Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif
(setelah Tryout)...145
Lampiran 3 Skor Tryout skala Gaya Kepemimpinan
Transformasional...160
Lampiran 4 Reliabilitas skala Gaya Kepemimpinan
Transformasional...167
Lampiran 5 Skor Tryout skala Kecenderungan
(23)
xxiii
Kontraproduktif...176
Lampiran 7 Skor skala Gaya Kepemimpinan Transformasional...179
Lampiran 8 Skor skala Kecenderungan Perilaku Kerja
Kontraproduktif...182
Lampiran 9 Reliabilitas skala Gaya Kepemimpinan
Transformasional...185
Lampiran 10 Reliabilitas skala Kecenderungan Perilaku Kerja
Kontraproduktif...189
Lampiran 11 Surat Keterangan Penelitian...193
(24)
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Saat ini Rumah Sakit sudah menjadi kebutuhan yang cukup penting bagi masyarakat. Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 659/MENKES/PER/VIII/2009, rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Revalicha, 2013). Rumah sakit sangat diharapkan dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Salah satu tenaga medis yang berperan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat adalah perawat.
Menurut Menteri Kesehatan jumlah perawat pada tahun 2013 adalah
220.575 dan mayoritas adalah perempuan
(http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2251). Perawat merupakan tenaga medis yang bekerja di rumah sakit. Perawat adalah salah satu tenaga kerja yang bekerja 24 jam (Revalicha, 2013).
(25)
da masyarakat. Namun sampai saat ini masih saja ada keluhan dari masyarakat tentang buruknya pelayanan yang diberikan oleh perawat. Misalnya keluhan tentang perawat yang bersikap galak kepada pasien (http://www.suarapembaruan.com/home/menkes-ada-dua-masalah-keperawatan-saat-ini/31959).
Perawat tidak hanya dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan (Revalicha, 2013), namun perawat juga dituntut untuk lebih professional. Seorang perawat juga dituntut untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya. Perawat dituntut untuk mampu bersikap sopan, loyal serta ramah (Koesmono, 2007).
Menurut wawancara awal peneliti dengan salah satu perawat yang bekerja di Rumah Sakit Daerah Jayapura, sampai saat ini masih ditemui perawat yang datang terlambat ketika bekerja (Komunikasi pribadi, 20 April 2014 ). Hal yang sama juga terjadi di rumah sakit Betesdha Serukam Kalimantan Barat bahwa sampai saat ini masih sering dijumpai perawat yang datang terlambat ketika bekerja dan masih ditemui perawat yang galak
(Komunikasi pribadi, 15 Mei 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Neila (2012) di RSUP. Dr. M. Djamil Padang, menemukan masi
(26)
h ada perawat yang tidak peduli terhadap keluhan pasien dan keluarga (http://ugm.ac.id/id/berita/8489karir.perawat.pengaruhi.mutu.pelayanan.keperaw atan). Selain itu, masih banyak ditemui juga perawat yang mempunyai kemampuan komunikasi yang buruk sehingga perawat tidak memiliki empati kepada pasien (http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2012/11/04/dokter-dan-perawat-galak-siapa-mau-505673.html).
Kasus-kasus di atas merupakan contoh dari perilaku kerja kontraproduktif. Perilaku kerja kontraproduktif atau counterproductive work behavior merupakan topik atau isu penting yang muncul di dunia industri dan psikologi industri (Dalal, 2005; Vardi & Weits, 2004, dalam Bowling & Eschleman, 2010). Hal ini menjadi perhatian besar karena perilaku kerja kontraproduktif merupakan perilaku yang dapat merugikan karyawan dan organisasi (Fox, Spector, & Miles, 2001).
Menurut Gruys dan Sakett (dalam Aftab dan Javeed, 2012) perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh anggota organisasi yang bertentangan dengan kepentingan organisasi. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Gruys dan Sakett, Thomas (2012) mendefinisikan perilaku kerja kontraproduktif sebagai perilaku yang terjadi di dalam organisasi yang bertujuan untuk merugikan karyawan, organisasi, atau stakeholder.
(27)
Perilaku kerja kontraproduktif tidak dapat diterima di dalam organisasi karena bersifat merugikan. Beberapa perilaku kerja kontraproduktif yang biasa terjadi dalam organisasi ialah datang terlambat, absen tanpa alasan yang jelas, mengambil waktu istirahat yang berlebihan, mencuri, malas, tidak disiplin, korupsi, sabotase, menyebarkan gossip, dan pelecehan seksual di tempat kerja (Thomas, 2012).
Murray (2009) menemukan salah satu perilaku kerja kontraproduktif yang terjadi di Rumah Sakit, yaitu perilaku bullying. Bullying yang terjadi diantara perawat biasanya dilakukan oleh senior. Beberapa perilaku bullying
yang biasa dilakukan oleh senior kepada perawat adalah berteriak kepada perawat dihadapan orang lain untuk membuat perawat terlihat buruk, usaha yang dilakukan oleh perawat untuk mempelajari prosedur baru tidak pernah dihargai oleh senior, pelaku bullying akan terus menyiksa dan merusak pekerjaan yang dilakukan oleh korban.
Dampak dari perilaku bullying yang diterima oleh perawat adalah perasaan depresi, cemas,perasaan terisolasi, sakit kepala, mengalami gangguan makan, dan lain-lain. Selain itu, menurut Murray (2009) perilaku bullying juga dapat berdampak pada organisasi seperti meningkatnya absensi diantara perawat,
(28)
menurunnya kepuasan kerja, menurunnya produktivitas, kecelakaan kerja meningkat, serta dapat menimbulkan kerugian finansial pada organisasi.
Menurut Thomas (2012) penyebab perilaku kerja kontraproduktif dapat dibagi kedalam penyebab internal dan eksternal. Penyebab internal dari perilaku kerja kontraproduktif ialah kepribadian atau karakter individu (personality). Kepribadian ini difokuskan pada ciri-ciri kepribadian lima besar yaitu kestabilan emosi (emotional stability), ekstrovert (extraversion), keterbukaan kepada pengalaman baru (openness to experience), keramahan (agreeableness), dan ketelitian (conscientiousness). Penyebab eksternal yaitu pekerjaan meliputi tuntutan kerja, tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, rasa kurang memiliki pengendalian, hubungan antar manusia yang buruk, kurang pengakuan dan peningkatan jenjang karir, rasa kurang aman dalam bekerja (Hardjana, 1994).
Beberapa hasil penelitian juga mendapati bahwa perilaku kerja kontraproduktif dapat menjadi penyebab seseorang mengalami stres kerja (Bowling & Eschleman, 2010; Aftab & Javeed, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Aftab dan Javeed (2012) menemukan bahwa stres kerja dapat mengarahkan karyawan menuju perilaku kerja kontraproduktif. Beberapa perilaku kerja kontraproduktif yang muncul pada penelitian ini yaitu datang terlambat tanpa
(29)
meminta ijin, tinggal di rumah untuk menjauhi pekerjaan, dan secara sengaja melakukan kesalahan dalam pekerjaan. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Salami (2010) bahwa stres kerja dapat menyebabkan perilaku kerja kontraproduktif.
Stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut The Health and Safety Executive (dalam Blaugh, Kenyon, dan Lekhi 2007) stres kerja dapat dipengaruhi oleh tuntutan, kontrol, hubungan, perubahan, aturan, dan dukungan. Sedangkan menurut Robbins (1993) penyebab stres kerja dapat dibagi kedalam tiga kategori yaitu faktor lingkungan (ketidaktentuan ekonomi, dan ketidaktentuan politik) , faktor individu (isu-isu keluarga, masalah ekonomi, dan kepribadian), dan faktor organisasi (tuntutan kerja, tuntutan peran, tuntutan interpersonal, struktur organisasi, kepemimpinan dalam organisasi).
Salah satu penyebab stres kerja yang berasal dari faktor organisasi adalah gaya kepemimpinan (Robbins, 1993). Kepemimpinan sendiri merupakan hal utama yang berkontribusi pada kesejahteraan organisasi dan bangsa. Kepemimpinan diartikan sebagai sebuah proses dari pengaruh sosial dimana seseorang dapat meminta bantuan dan dukungan dari orang lain dalam menyelesaikan tugasnya (Suresh dan Rajini, 2013). Porter dan O’Grady (dalam
(30)
Frankel, 2009) mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses
multifaceted yang mengidentifikasi tujuan atau target, memotivasi orang lain untuk bertindak, dan memberikan dukungan dan motivasi untuk mencapai tujuan. Menurut Ancok (2012) gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam sebuah organisasi sangat menentukan seberapa banyak inovasi yang dapat dihasilkan dalam organisasi yang bertujuan untuk kesejahteraan organisasi tersebut.
Menurut Govier (2009) gaya kepemimpinan sangat penting dalam dunia kesehatan. Hal ini karena lingkungan kesehatan secara terus menerus beradaptasi dengan tren dan kebijakan, sehingga perawat harus bisa memimpin, mengatur dan memberikan perawatan di lingkungan yang semakin menantang dan berubah-ubah. Selain itu, para perawat juga diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan efisiensi dalam organisasi. Hal ini dapat membuat perawat merasa tertekan hingga akhirnya dapat meningkatkan stres dan menurunkan kinerja. Hal ini juga berpotensi membahayakan pelayanan kepada pasien. Perawat dapat melakukan kesalahan-kesalahan medis ketika bekerja.
Menurut Warrick (1981) terdapat empat gaya kepemimpinan dasar dalam sebuah organisasi yaitu gaya kepemimpinan autocratic, democratic, Laissez Faire, dan Human Relations Leader . Beberapa literatur menyebutkan gaya-gaya
(31)
kepemimpinan seperti gaya kepemimpinan birokrasi (bureaucratic leadership), gaya kepemimpinan karismatik (charismatic leadership), gaya kepemimpinan yang berorientasi pada orang (people-oriented leadership) atau gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan (relations-oriented leadership), gaya kepemimpinan hamba (servant leadership), gaya kepemimpinan berorientasi pada tugas (task-oriented leadership), gaya kepemimpinan transaksional (transactional leadership), gaya kepemimpinan transformasional (transformational leadership). Masing-masing gaya kepemimpinan mempunyai dampak kinerja yang berbeda-beda, beberapa gaya kepemimpinan membantu organisasi berkembang dan mencapai sukses, namun beberapa diantaranya dapat menghambat organisasi (Maria, 2012).
Dari beberapa gaya kepemimpinan di atas, gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan pada lingkungan kesehatan. Hal ini karena komponen kunci dari gaya kepemimpinan transformasional adalah mempengaruhi dan menginspirasi orang lain (Govier, 2009). Hal ini senada dengan Oliver (2006) yang menyampaikan bahwa seorang pemimpin di dunia kesehatan harus mampu untuk mengajar, menginspirasi, meningkatkan performasi, memimpin dan mengembangkan pelayanan, serta mendukung organisasi.
(32)
Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai sebuah proses transformasi/perubahan perilaku organisasi, budaya dan individu, dan secara bersamaan pemimpin juga mengubah dirinya sendiri (Suresh dan Rajini, 2013). Pemimpin transformasional adalah seseorang yang menstimulasi dan menginspirasi pengikutnya untuk mencapai hasil yang luar biasa. Pemimpin transformasional berfokus pada kebutuhan pengikutnya; mereka mampu untuk meningkatkan dan menginspirasi pengikutnya untuk mengeluarkan usaha yang besar untuk mencapai tujuan kelompok (Robbins dan Coulter, dalam James dan Ogbonna, 2013).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alimo-Metcalfe dan Alban-Metcalfe (dalam Govier, 2009) pada The National Health Service (NHS) menemukan bahwa budaya kepemimpinan transformasional secara signifikan dapat meningkatkan motivasi, kepuasan, komitmen, dan produktivitas diantara para pekerja. Selain itu, kepemimpinan transformasional juga dapat mengurangi stress dan kelelahan emosi. Hasil penelitian ini senada dengan yang diungkapkan oleh Bass dan Riggio (dalam Govier, 2009) bahwa gaya kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan kepuasan kerja, motivasi, dan performansi serta dapat mengurangi tingkat stres dan burn out.
(33)
Menurut Given (2008) gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada Organization Citizenship Behavior (OCB), budaya organisasi, visi organisasi, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, dan motivasi. Penelitian yang dilakukan oleh Gillet, Fouquereau, Bonnaud-Antignac, Mokounkolo, dan Colombat (2013) mendapati bahwa pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional dapat membantu menjaga kualitas kehidupan kerja perawat yang pada akhirnya dapat meningkatkan keterlibatan perawat dalam pekerjaannya. Hal ini menguntungkan perawat dan organisasi.
Meskipun sebagian besar penelitian mendapati bahwa gaya kepemimpinan transformasional membawa pengaruh yang positif pada karyawan namun gaya kepemimpinan transformasional juga memiliki kemungkinan membawa dampak yang negatif bagi para pengikutnya atau organisasi. Menurut Harrison (dalam, Yukl, 1999) tingkat emosional para pengikut di tempat kerja dapat diubah ke tingkat yang lebih tinggi dari waktu ke waktu sehingga para pengikut mengalami burn out karena stres yang berkepanjangan. Pemimpin juga bisa mengeksploitasi pengikut tanpa disadari. Porter dan Bigley (dalam Yukl, 1999) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional juga memiliki dampak merugikan bagi organisasi. Jika anggota organisasi dipengaruhi oleh pemimpin-pemimpin yang berbeda visi, hasilnya akan meningkatkan ambiguitas
(34)
peran dan konflik peran. Selain itu adanya persaingan diantara subunit dapat mengakibatkan penurunan keefektifan organisasi. Burn out, ambiguitas peran, dan konflik peran merupakan salah satu penyebab dari stres kerja yang dialami karyawan (Robbins, 1993). Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, stres kerja yang dialami oleh karyawan dapat mendorong karyawan tersebut untuk melakukan perilaku kontraproduktif atau perilaku yang merugikan organisasi (Aftab dan Javeed, 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat .
(35)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada perkembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi industri dan psikologi kepemimpinan mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kontra produktif yang terjadi pada perawat.
2. Manfaat Praktis 1. Bagi subjek
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi subjek dalam memahami gaya kepemimpinan dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang dapat terjadi pada diri subjek.
2. Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk membantu rumah sakit dalam memahami gaya kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan diantara perawat dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif yang terjadi pada perawat.
(36)
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan transformasional dan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat
(37)
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gaya Kepemimpinan Transformasional
1. Definisi Gaya Kepemimpinan
Riggio (2008) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk membimbing atau menuntun kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Maria (2012) secara singkat kepemimpinan diartikan sebagai seni untuk memotivasi sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang sama. Sedangkan gaya kepemimpinan merupakan cara-cara khusus dalam melakukan kepemimpinan.
Menurut Lussier dan Achua (dalam Bosiok, Sad, dan Serbia, 2013) gaya kepemimpinan adalah kombinasi dari sifat, kemampuan, dan perilaku yang pemimpin gunakan ketika pemimpin berinteraksi dengan bawahan. Lewin (dalam Bosiok, Sad, dan Serbia, 2013) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara dimana pemimpin mempengaruhi dan merangsang kegiatan dari anggota kelompok.
(38)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah sebuah cara yang dipakai oleh pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional pertama kali diperkenalkan oleh Burns pada tahun 1978 kemudian dikembangkan lagi oleh Bass (1985, 1998). Gaya kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses transformasi/perubahan perilaku organisasi, budaya dan individu, dan secara bersamaan pemimpin juga mengubah dirinya sendiri (Suresh dan Rajini, 2013).
Menurut Riggio (2008) gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpinnya menginspirasi para pengikut melalui visi dan pengembangan budaya organisasi yang merangsang kinerja. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional adalah sebuah gaya kepemimpinan yang menginspirasi dan memotivasi pengikutnya.
(39)
3. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional
Menurut beberapa sumber, dibawah ini merupakan ciri-ciri dari kepemimpinan transformasional :
a. Gaya kepemimpinan transformational berfokus pada kemampuan pemimpin untuk membagikan nilai-nilai dan visi untuk masa depan di dalam kelompok kerjanya (Riggio, 2008).
b. Menurut Northouse (dalam Aamodt, 2010) kepemimpinan transformasional berfokus untuk mengubah tujuan, nilai-nilai, etika, standar, dan kinerja dari orang lain.
c. Kepemimpinan transformasional meningkatkan motivasi, semangat, dan kinerja dari pengikutnya melalui berbagai mekanisme (James dan Ogbonna, 2013).
d. Menurut Ancok (2012) kepemimpinan transformasional mampu mendorong anggota untuk mengembangkan aspirasi, mampu mengembangkan pemimpin-pemimpin baru di lingkungan kerjanya, serta mampu menciptakan lingkungan kerja yang apresiatif.
e. Pemimpin transformasional adalah seseorang yang mendorong dan menginspirasi pengikutnya untuk mencapai hasil yang luar biasa (Robbins dan Coulter, dalam James dan Ogbonna, 2013). Spector
(40)
(2007) mengatakan bahwa pemimpin transformasional adalah seseorang yang memimpin dengan menginspirasi orang lain untuk mengadopsi tinggi tujuan dan berusaha untuk mencapainya. Menurut Bryman (dalam Aamodt, 2010) seorang pemimpin transformasional penuh keyakinan, memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, dan memiliki sikap yang kuat atas apa yang mereka percayai, dan ide-ide yang benar.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional ciri-ciri berfokus pada nilai, visi dan tujuan, meningkatkan motivasi, dan mendorong serta mengembangkan aspirasi pengikutnya.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan Transformasional
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional, yaitu :
a. Perkembangan Moral dan Kepribadian
Menurut Kuhnert dan Lewis (dalam Bass, 1999) kedewasaan moral pada kepemimpinan transformasional sangat diperlukan. Standar moral yang diterapkan orang tua, pengalaman kepemimpinan di sekolah, dan
(41)
pengalaman aktivitas ekstrakulikuler diperkirakan dapat membuat seseorang mempunyai kecenderungan untuk menjadi pemimpin transformasional (Avolio, dalam Bass, 1999).
b. Pelatihan dan Pendidikan
Dalam hal ini para pemimpin transformasional akan dilatih untuk meningkatkan perilaku mereka tentang kepemimpinan. Pelatih akan membantu untuk membuat perencanaan bagaimana meningkatkan perilaku dan bagaimana mengubah rintangan yang dirasakan. Kemudian, para pemimpin akan dikembalikan ke tempat kerjanya semula untuk melanjutkan rencana mereka.
c. Budaya Organisasi
Perilaku dari pemimpin ditingkat atas menjadi simbol bagi budaya organisasi yang baru. Pemimpin yang peduli tentang pembaharuan organisasional akan berusaha untuk menumbuhkan budaya organisasi yang kondusif dan ramah bagi kreativitas, pemecahan masalah, pengambilan resiko, dan eksperimentasi (Bass, 1999).
d. Perbedaan Jenis Kelamin
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa wanita cenderung untuk menjadi lebih transformasi dibandingkan dengan laki-laki. Namun
(42)
sebagian besar penelitian di organisasi memperlihatkan bahwa yang mendominasi adalah laki-laki (Bass, 1999).
e. Keragaman
Del Castillo (dalam Bass 1999) menyatakan bahwa pemimpin transformasional akan sangat baik jika bisa menghargai dan beradaptasi dengan perbedaan yang ada di antara pengikutnya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional ada lima yaitu perkembangan moral dan kepribadian, pelatihan dan pendidikan, budaya organisasi, perbedaan jenis kelamin, dan keragaman.
5. Pengukuran Kepemimpinan Transformasional
Bass (dalam Popper, Mayseless, dan Castelnovo, 2000) mengukur kepemimpinan transformasional melalui pengembangan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ). Ada tiga hal yang mempengaruhi kepemimpinan transformasional pada versi pertama MLQ yaitu karisma, pertimbangan individu, dan rangsangan intelektual. Pada perkembangan selanjutnya komponen karisma dibagi menjadi dua bagian yaitu pengaruh ideal dan inspirasi yang memotivasi. Kemudian MLQ mengalami
(43)
perkembangan lagi sehingga terbentuklah empat komponen dari kepemimpinan transformasional, yaitu pengaruh ideal yaitu mempertimbangkan kebutuhan orang lain sebelum kebutuhan pribadi , menghindari penggunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi, menunjukkan standar moral yang tinggi, dan mengatur tujuan bagi para pengikut mereka.
Kedua, inspirasi yang memotivasi yaitu mengacu pada cara-cara pemimpin transformasional memotivasi dan mengilhami orang-orang di sekitar mereka, sebagian besar dengan memberikan makna dan tantangan. Secara khusus, mereka melakukannya dengan menampilkan semangat dan optimisme, dengan melibatkan para pengikut membayangkan masa depan negara, dengan mengkomunikasikan harapan yang tinggi, dan dengan menunjukkan komitmen terhadap tujuan bersama.
Ketiga, pertimbangan individu yaitu usaha pemimpin yang konsisten untuk memperlakukan setiap individu sebagai orang yang spesial dan bertindak sebagai seorang pelatih dan mentor yang terus-menerus mencoba untuk mengembangkan potensi pengikutnya. Keempat, rangsangan intelektual yaitu usaha pemimpin dalam merangsang pengikutnya untuk lebih inovatif dan kreatif.
(44)
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dapat diukur dengan menggunakan
Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) dan meliputi emapat hal yaitu pengaruh ideal, inspirasi yang memotivasi, pertimbangan individu, dan rangsangan intelektual.
6. Komponen Kepemimpinan Transformasional
Warrilow (dalam James dan Ogbonna, 2013) dan Riggio (2008) membagi komponen gaya kepemimpinan transformasional kedalam empat komponen yang dikenal juga dengan sebutan four I, yaitu:
a. Karisma atau pengaruh ideal : Merujuk pada pemimpin transformasional yang menjadi model bagi pengikutnya. Pemimpin transformasional memegang nilai-nilai dan kepercayaan mereka sehingga pengikutnya sangat menghargai pemimpin transformasional.
b. Inspirasi yang memotivasi : pemimpin transformasional mampu untuk meningkatkan gairah dan menginspirasi pengikutnya dengan cara membagikan visi untuk masa depan dan hasil yang bermakna.
c. Rangsangan Intelektual: pemimpin merangsang rasa ingin tahu dan inovasi serta kreativitas dari pengikutnya.
(45)
d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari individu. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki transformasional mempunyai empat komponen atau yang biasa disebut Four I yaitu Karisma atau pengaruh ideal, Inspirasi yang memotivasi, rangsangan intelektual, dan Perhatian individu atau pertimbangan individu.
7. Dampak dari Kepemimpinan Transformasional
Menurut Givens (2008), kepemimpinan transformasional dapat berdampak pada oraganisasi dan kepribadian. Givens secara khusus membahas pengaruh dari kepemimpinan transformasional pada organisasi. Kepemimpinan transformasional memberikan dampak pada organizational citizenship behavior (OCB). Penelitian memperlihatkan bahwa OCB memiliki dampak yang positif pada kinerja karyawan dan memberikan keuntungan pada organisasi. Selain itu, kepemimpinan transformasional juga berpengaruh pada budaya organisasi. Hal ini dapat terlihat pada karyawan
(46)
yang bekerja di organisasi. Pemimpin transformasional akan membantu bawahannya untuk mencapai misi organisasi dan akhirnya meningkatkan komitmen organisasi pada bawahan. Pemimpin transformasional juga berpengaruh pada budaya organisasi melalui produktifitas organisasi. Produktivitas pada organisasi akan meningkat. Kemudian, kepemimpinan transformasional juga memberikan pengaruh yang positif pada visi organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Nguni, Sleegers, dan Denessen (dalam Givens, 2008) mendapatkan hasil bahwa pemimpin transformasional memberikan dampak pada organisasi seperti organizational citizenship behavior, komitmen organisasi, kepuasan kerja, usaha, dan kinerja.
Selain berdampak pada organisasi, kepemimpinan transformasional juga berdampak pada hasil personal. Hasil panelitian memperlihatkan bahwa kepemimpinan transformasional memberikan pengaruh positif pada kekuatan, kepuasan kerja, komitmen, kepercayaan, keyakinan diri, dan motivasi pada bawahan (Givens, 2008).
Yukl (1999) menambahkan bahwa kepemimpinan transformasional dapat menghasilkan efek atau dampak yang negatif bagi pengikut dan organisasi. Menurut Harrison (dalam, Yukl, 1999) tingkat emosional para pengikut di tempat kerja dapat diubah ke tingkat yang lebih tinggi dari waktu ke waktu
(47)
sehingga para pengikut mengalami burn out karena stres yang berkepanjangan. Pemimpin juga bisa mengeksploitasi pengikut tanpa disadari. Porter dan Bigley (dalam Yukl, 1999) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional juga memiliki dampak merugikan bagi organisasi. Jika anggota organisasi dipengaruhi oleh pemimpin-pemimpin yang berbeda visi, hasilnya akan meningkatkan ambiguitas peran dan konflik peran. Selain itu adanya perasaingan diantara subunit dapat mengakibatkan penurunan keefektifan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional dapat memberikan dampak positif pada organisasi dan individu seperti OCB, budaya organisasi, komitmen organisasi, kepuasan kerja, keprcayaan, dan motivasi. Selain berdampak positif, gaya kepemimpinan transformasinal juga membawa dampak negative pada karyawan dan organisasi yaitu karyawan dapat mengalami stres dan keefektifan organisasi menurun.
(48)
B. Perilaku Kerja Kontraproduktif
1. Definisi Perilaku kerja kontraproduktif
Perilaku kerja kontraproduktif adalah sebuah perilaku yang mempunyai dampak merusak atau merugikan bagi sebuah organisasi dan anggotanya (Neuman & Baron, 1998; Fox & Spector, 1999, dalam Spector, Fox & Miles, 2001 ). Menurut Sackett (dalam Firdousiya & Jayan, 2013) perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang sengaja dilakukan oleh anggota organisasi dimana perilaku tersebut jika dilihat oleh organisasi adalah sebuah perilaku yang bertentangan dengan kepentingan organisasi.
Robbinson dan Bennet (dalam Kelloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010 ) mendefinisikan perilaku kerja kontraproduktif sebagai salah satu perilaku menyimpang yang dilakukan secara sukarela di tempat kerja dengan melanggar semua norma-norma organisasi, sehingga mengancam kesejahteraan organisasi dan anggota organisasi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh karyawan yang sifatnya merugikan organisasi maupun anggota organisasi.
(49)
2. Dimensi Perilaku Kerja Kontraproduktif
Hollinger, Hollinger dan Clark, Robbinson dan Bennett (dalam Kelloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyebut perilaku kerja kontraproduktif sebagai perilaku menyimpang dan membaginya dalam dua dimensi. Dimensi yang pertama melihat perilaku menyimpang dari tingkat keparahannya (minor-mayor). Beberapa perilaku menyimpang seperti berbicara antar karyawan pada saat jam kerja termasuk dalam kategori penyimpangan perilaku minor. Sedangkan perilaku penyerangan fisik dikategorikan sebagai penyimpangan perilaku yang parah atau mayor. Dimensi yang kedua melihat perilaku menyimpang dari sifat target, misalnya perilaku yang dapat membahayakan individu (interpersonal deviance) atau kesejahteraan organisasi (organizational deviance).
Berdasarkan hal tersebut maka Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001) membagi perilaku kerja kontraproduktif kedalam empat dimensi, yaitu:
a. Penyimpangan Property (Property Deviance)
Pada penyimpangan properti, yang menjadi target adalah organisasi. Individu mencuri atau memakai barang-barang milik perusahaan untuk kepentingan pribadi menurut Robbinson dan Banett (dalam
(50)
keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) masuk kedalam perilaku penyimpangan property.
b. Penyimpangan Produksi (Production Deviance)
Robbins dan Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya, datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat. Dan target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisasi.
c. Agresi Individu (Personal Agression)
Yang menjadi target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non verbal dan agresi verbal.
d. Penyimpangan Politik (Politic Deviance)
Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah interpersonal. Tindakan memilih kasih antar karyawan, bergosip, dan menyalahkan atau menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya menurut Robbinson dan Banett masuk kedalam perilaku penyimpangan politik.
(51)
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dimensi dari perilaku kerja kontraproduktif adalah peyimpangan property (Property deviance), penyimpangan produksi (production deviance), agresi individu (personal agression), dan penyimpangan politik (politic deviance).
3. Kategori Perilaku kerja kontraproduktif
Gruys (dalam Anderson, Ones, Sinangil, dan Viswesvaran, 2001) mengemukakan 11 kategori dari perilaku kerja kontraproduktif. 11 kategori perilaku kerja kontraproduktif ini merupakan gambaran dari perilaku yang masuk kedalam perilaku kerja kontraproduktif :
a. Pencurian dan perilaku yang terkait (theft and related behavior) yaitu pencurian uang tunai atau barang milik perusahaan/organisasi, memberikan pelayanan atau barang tanpa seijin organisasi/perusahaan, dan penyalahgunaan diskon karyawan.
b. Merusak barang (Destruction of property) yaitu merusak atau menghancurkan barang-barang milik perusahaan/organisasi serta sabotase produk dari organisasi/perusahaan.
(52)
c. Menyalahgunakan informasi (misuse of information) yaitu mengungkapkan atau menyebarkan rahasia organisasi/perusahaan serta memalsukan informasi mengenai organisasi/perusahaan.
d. Menyalahgunakan waktu dan sumber daya (misuse of time and resources) yaitu membuang-buang waktu, memalsukan jam kerja, dan melakukan pekerjaan pribadi diwaktu bekerja.
e. Perilaku tidak aman yang membahayakan organisasi/perusahaan (unsafe behavior) seperti gagal mengikuti atau gagal mempelajari prosedur yang benar.
f. Tingkat kehadiran yang rendah (poor attendance) seperti absen atau datang terlambat tanpa alasan yang jelas serta menyalahgunakan ijin sakit.
g. Rendahnya kualitas kerja (poor quality work) seperti dengan sengaja bekerja secara lambat atau melakukan suatu pekerjaan dengan tidak rapi.
h. Penggunaan alkohol (alcohol use) seperti meminum alkohol pada saat bekerja atau datang ke kantor dalam keadaan mabuk akibat penggunaan alkohol.
(53)
i. Penggunaan obat-obat terlarang (drug use) seperti memiliki, menggunakan, dan menjual obat-obatan di tempat kerja.
j. Berbicara kasar (inappropriate verbal actions) seperti berdebat dengan pelanggan atau secara lisan melecehkan teman kerja.
k. Kekerasan fisik (Inappropriate physical actions) seperti menyerang sesama teman kerja dan melakukan pelecehan seksual kepada sesama pekerja.
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan perilaku kerja yang masuk dalam kategori perilaku kerja kontraproduktif, yaitu pencurian dan perilaku yang terkait, merusak barang, menyalahgunakan informasi, menyalahgunakan waktu dan sumber daya, perilaku tidak aman yang membahayakan organisasi/perusahaan, tingkat kehadiran yang rendah, rendahnya kualitas kerja, penggunaan alkohol, penggunaan obat-obat terlarang, berbicara kasar, kekerasan fisik.
4. Faktor Penyebab Perilaku kerja kontraproduktif
Menurut Thomas (2012) faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang melakukan perilaku kerja kontraproduktif, ialah :
(54)
a. Kepribadian (personality)
Kepribadian merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab seseorang melakukan perilaku kerja kontraproduktif. Penelitian yang dilakukan selama ini berfokus pada big five personality yaitu
extraversion (keinginan seseorang untuk terlibat dalam interaksi sosial), openness to experience(kemampuan individu untuk menerima ide baru dan pengalaman baru), agreebleness(kemampuan individu untuk bersama dengan orang lain), conscientiousness (kemampuan individu untuk melatih kontrol diri, perencanaan, dan pengaturan),
emotional stability (salah satu kemampuan individu untuk mengatur suasana hati).
b. Stresor dari organisasi (organisational stresors)
I.1 Kontrak psikologis (psychological contract)
Kontrak psikologis ini mengarahkan karyawan kepada sebuah kepercayaan apa yang bisa karyawan berikan kepada perusahaan/organisasi dan apa yang karyawan bisa terima dari perusahaan/organisasi. Kontrak ini lebih sering diartikan secara implisit daripada eksplisit. Kontrak ini seringkali tidak dipahami
(55)
sepenuhnya oleh kedua belah pihak dan jika seorang karyawan percaya bahwa organisasi telah melakukan pelanggaran maka akan menimbulkan perasaan negatif pada organisasi/perusahaan sehingga mendorong karyawan untuk melakukan perilaku kerja kontraproduktif.
I.2 Pemberian hadiah (reward allocation)
Apabila karyawan melihat bahwa organisasi/perusahaan tidak adil dalam memberikan hadiah maka karyawan akan lebih terdorong untuk melakukan perilaku kerja kontraproduktif.
I.3 Kepemimpinan (leadership)
Kepemimpinan otoritatif merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perilaku kerja kontraproduktif. Jika manager dan sepervisor tidak menaati kode etik atau aturan-aturan dalam perusahaan/organisasi dan banyak melakukan pelecehan kepada karyawan maka konsekuensinya adalah munculnya perilaku kerja kontraproduktif di kalangan karyawan.
I.4 Lingkungan kerja (work environment)
Lingkungan kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan perilaku kerja kontraproduktif. Lingkungan kerja yang negatif
(56)
mengakibatkan karyawan merasa stres, sakit, dan konsekuensinya adalah karyawan meninggalkan perusahaan/organisasi.
I.5 Stres Kerja
Beberapa hasil penelitian mendapati bahwa stres kerja dapat menjadi salah satu penyebab dari perilaku kerja kontraproduktif (Bowling & Eschleman, 2010; Aftab & Javeed, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Aftad dan Javeed (2012) mendapati bahwa stres kerja dapat mendorong seseorang untuk melakukan perilaku kerja kontraproduktif. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Salami (2010). Penelitian ini mendapati bahwa stres kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku kerja kontraproduktif. Karyawan yang mempunyai pengalaman negatif di tempat kerja seperti konflik interpersonal, masalah kepemimpinan, kelebihan beban kerja, dan ketidakadilan dalam organisasi dapat mendorong karyawan untuk melakukan perilaku kontra produktif. Selain itu, perilaku kerja kontraproduktif dapat dihasilkan oleh kejadian-kejadian stres atau emosi negatif (Fox & Spector, 1999; Glomb, 2002, dalam Firdousiya & Jayan, 2013).
(57)
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kontra produktif dapat disebabkan oleh kepribadian (personality), stressor yang berasal dari organisasi (kontrak psikologis, pemberian hadiah, kepemimpinan, lingkungan kerja), dan stress kerja.
C. Perawat
1. Definisi Perawat
Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik perawat, definisi perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Revalicha, 2013). Menurut College of Nurses of Ontario (2011), perawat adalah sebuah profesi yang difokuskan pada hubungan kolaboratif atau kerjasama untuk mempromosikan hasil yang terbaik bagi klien. Hubungannya dapat terjadi baik secara interprofessional
dengan melibatkan berbagai professional kesehatan yang bekerjasama untuk memberikan perawatan yang berkualitas maupun secara intraprofessional
(58)
dengan melibatkan beberapa anggota dengan profesi yang sama untuk memberikan perawatan yang berkualitas.
Ellis dan Harley (dalam Pratopo, 2001, dalam Almasitoh, 2011) mendefinisikan perawat sebagai orang yang merawat, memelihara, dan menjaga orang yang sakit. Sementara Gunarsa (dalam Almasitoh, 2011) mengartikan perawat sebagai individu yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit yang dilaksanakan sendiri atau di bawah pengawasan supervise dokter atau penyelia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perawat ialah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan bertugas untuk merawat serta memelihara orang yang sakit di rumah sakit.
2. Tugas, Fungsi, dan Peran Perawat
Menurut Yulmawati, Manjas, dan Bachtiar (2011) tugas utama yang dimiliki oleh perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, baik untuk kesembuhan ataupun pemulihan status fisik dan mental pasien. Perawat juga bertugas memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan dan keamanan pasien, seperti menata tempat tidur. Selain itu, seorang
(59)
perawat juga mempunyai tugas-tugas administratif seperti mendokumentasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan.
Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003) menjabarkan peran, tugas, serta fungsi dari perawat. Dalam manajemen keperawatan seorang perawat mempunyai peran sebagai berikut:
a. Pelaksana Pelayanan Keperawatan
Perawat mempunyau tanggung jawab untuk memberikan pelayanan dari yang bersifat sederhana hingga kompleks.
b. Pengelola dalam bidang pelayanan keperawatan
Tenaga keperawatan secara fungsional mengelola pelayanan keperawatan termasuk perlengkapan, peralatan, dan lingkungan. Selain itu, perawat juga membimbing tenaga kesehatan yang berpendidikan lebih rendah dan bertanggung jawab dalam hal administrasi.
c. Pendidik pelayanan keperawatan
Tenaga Keperawatan bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu keperawatan dasar bagi tenaga kesehatan lainnya dan tenaga anggota keluarga.
(60)
Menurut Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003) tenaga keperawatan juga diharapkan dapat melaksanakan fungsi (khususnya pada pasien yang dirawat) sebagai berikut :
a. Menentukan kebutuhan kesehatan pasien dan mendorong pasien untuk berperan serta di dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya. b. Memberikan penyuluhan kesehatan mengenai kebersihan perorangan,
kesehatan lingkungan, kesehatan mental, gizi, kesehatan ibu dan anak, pencegahan penyakit dan kecelakaan.
c. Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang meliputi perawatan darurat, serta bekerjasama dengan dokter dalam program pengobatan.
d. Melaksanakan rujukan terhadap kasus-kasus yang tidak dapat ditanggulangi dan menerima rujukan dari organisasi kesehatan lainnya.
e. Melaksanakan pencatatan asuhan keperawatan.
Menurut Organization of Nursing (dalam manajemen keperawatan, 2003) seorang perawat bertugas untuk memelihara kebersihan dan kerapihan di dalam ruangan; menerima pasien baru; melaksanakan asuhan keperawatan dengan menggunakan metode proses keperawatan; mempersiapkan pasien
(61)
keluar; membimbing dan mengawasi pekarya kesehatan dan pekarya rumah tangga; mengatur tugas jaga; mengelola peralatan medis dan keperawatan, bahan habis pakai dan obat; mengelola administrasi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan perawatan, kenyamanan, dan keamanan kepada pasien dan peran sebagai pelaksana, pengelola, dan pendidik dibidang pelayanan kesehatan. Selain itu, perawat juga melaksanakan fungsinya untuk merawat dan memenuhi kebutuhan pasien selama masa perawatan.
3. Tuntutan Bagi Seorang Perawat
Menurut Revalicha (2013) seorang perawat dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, seorang perawat dituntut untuk lebih professional. Selain itu seorang perawat juga dituntut untuk memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya dalam usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.
Perawat juga dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang ramah, sopan, serta terampil sehingga dapat mengurangi keluhan pasien. Loyalitas
(62)
dalam diri perawat sangat diperlukan misalnya melakukan tugas lainnya apabila dibutuhkan oleh rumah sakit (Koesmono, 2007).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat dituntut untuk dapat meningkatkan dan memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat
4. Penelitian Tentang Perawat
The Institute of Medicine (IOM) (dalam Olds dan Clarke, dalam Bae, 2012) merekomendasikan kepada perawat untuk tidak bekerja lebih dari 12 jam perhari dan tidak lebih dari 60 jam perminggu. Olds dan Clarke menemukan bahwa perawat yang bekerja lebih dari 40 jam perminggu berhubungan dengan kesalahan-kesalahan medis. Menurut Trinkoff (dalam Bae, 2012 ) jam kerja yang panjang pada perawat juga berhubungan dengan kematian pasien
Penelitian yang dilakukan oleh Trinkoff (dalam Berry & Curry, 2012) menemukan bahwa jadwal kerja perawat berpengaruh pada hasil pasien. Peluang kematian pasien pneumonia di rumah sakit naik menjadi 31% ketika perawat melaporkan jadwal kerja dengan jam kerja yang panjang dan 24% terjadi ketika waktu istirahat diantara pergantian jadwal (shift) sedikit. Untuk
(63)
pasien dengan penyakit jantung akut, peluang kematian naik hingga 33% ketika perawat bekerja dengan jam kerja yang panjang dan peluang kematian pada pasien dengan penyakit gagal jantung naik hingga 39% ketika perawat bekerja dalam keadaan sakit
Penelitian yang dilakukan oleh Schwartz, Spencer, Wilson, dan Wood (2011) mendapati bahwa kepuasan kerja diantara perawat memiliki hubungan yang kuat dengan gaya kepemimpinan transformasional. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Bass dan Avolio (dalam Scwartz et all, 2011) memperlihatkan bahwa komitmen pada organisasi di antara perawat meningkat ketika pemimpin mereka menggunakan gaya kepemimpinan transformasional. Casida dan Pinto-Zipp (dalam Scwartz et all, 2011) menemukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berhubungan positif dengan budaya organisasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Poghosyan, Clarke, dan Finlayson (dalam Berry & Curry, 2012) pada 55.000 perawat di enam Negara, menemukan hubungan yang sangat tinggi antara burnout dengan rendahnya kualitas pelayanan dan persepsi perawat tentang lingkungan kerjanya. Masalah
(64)
lainnya yaitu, turnover. Turnover yang terjadi diantara perawat berhubungan signifikan dengan sistem kesehatan dan kepuasan kerja perawat.
Perawat juga sering merasa kelelahan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Canadian Nurses Association (CNA) dan Registered Nurses Association of Ontario (RNAO) menemukan bahwa kelelahan yang dirasakan oleh perawat mempunyai pengaruh negatif dalam keterlibatan perawat, pengambilan keputusan, kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah, dan semua aspek-aspek keamanan pasien. Selain itu, setiap minggu ditemukan perawat yang tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Absensi yang terjadi diantara perawat berkaitan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan lingkungan kerja (Davey, Cummings, Newburn-Cook & Lo, 2009, dalam Berry & Curry, 2012).
D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Transformasional
dan Perilaku Kontraproduktif pada Perawat
Perawat adalah salah satu tenaga medis yang bekerja di rumah sakit. Perawat bertugas untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sebagai salah satu tenaga medis yang memberikan pelayanan kepada
(65)
masyarakat, perawat dituntut untuk dapat bersikap professional, ramah, sopan, loyal, serta dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya (Revalicha, 2013).
Di antara semua tenaga medis, perawat merupakan pekerja yang rentan terkena stres. Hal ini disebabkan karena perawat mempunyai tuntutan yang sangat banyak (Revalicha, 2013). Selain itu adanya konflik dengan dokter, diskriminasi, beban kerja yang tinggi, menghadapi pasien, kematian pasien dan keluarga pasien juga dapat menyebabkan perawat mengalami stres (Perancis, Lenton, Walters, & Eyles, dalam Mark & Smith, 2011, dalam Revalicha, 2013).
Dalam dunia kesehatan, gaya kepemimpinan sangat penting karena lingkungan kesehatan secara terus menerus mengalami perubahan. Menurut Govier (2009), gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan pada lingkungan kesehatan karena seorang pemimpin di lingkungan kesehatan harus mampu untuk mengajar, menginspirasi, meningkatkan performasi, memimpin dan mengembangkan pelayanan, serta mendukung organisasi (Oliver, 2006). Hal ini sama dengan ciri utama dari kepemimpinan transformasional yaitu mempengaruhi dan menginspirasi.
(66)
Gaya kepemimpinan adalah sebuah cara yang dipakai oleh pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi. Ada beberapa macam gaya kepemimpinan yang dipakai, salah satunya adalah gaya kepemimpinan transformasional. Gaya kepemimpinan transformasional sendiri diartikan sebagai sebuah proses perubahan yang terjadi dalam sebuah organisasi yang dapat meningkatkan motivasi diantara pengikutnya.
Gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh seorang pemimpin mempunyai empat kriteria yaitu karisma atau pengaruh ideal dimana pemimpin menjadi model/teladan bagi bawahannya, inspirasi yang memotivasi dimana pemimpin mampu untuk memotivasi bawahannya, rangsangan intelektual dimana pemimpin merangsang kreativitas dari pegikutnya dan perhatian individu dimana pemimpin lebih memperhatikan dan menghargai bawahannya (Warrilow, dalam James & Ogbonna, 2013, dan Riggio, 2008).
Gaya kepemimpinan transformasional mempunyai efek atau dampak positif bagi pengikutnya. Hal ini disebabkan karena pemimpin transformasional akan membuat bawahannya merasa yakin, menghormati, dihargai dan setia kepada pemimpinnya dan mereka akan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang kemampuan mereka (Yukl, 1999). Hal ini sejalan
(67)
dengan penelitian yang dilakukan oleh Givens (2008) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional secara signifikan berpengaruh positif terhadap OCB, budaya organisasi, dan visi organisasi Selain itu, menurut Schwartz, Spencer, Wilson, dan Wood (2011) kepemimpinan transformasional juga berhubungan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan budaya organisasi.
Namun, gaya kepemimpinan transformasional juga dapat memberikan efek negatif bagi pengikutnya. Karena pada dasarnya gaya kepemimpinan transformasional merupakan sebuah gaya kepemimpinan yang berusaha untuk merubah perilaku, budaya dan individu di dalam organisasi (Suresh dan Renini, 2013).
Perubahan yang terjadi akan membuat perawat merasa cemas dan tidak senang sehingga pada akhirnya perawat mengalami stres kerja (Salami, 2010). Stres kerja yang dialami perawat dapat mendorong dan mengarahkannya kepada perilaku kontra produktif (Bowling & Eschleman, 2010; Aftab & Javeed, 2012). Beberapa perilaku kontra produktif yang dapat terjadi antara lain datang terlambat, absen tanpa alasan yang jelas, mencuri, malas, tidak disiplin, sabotase, menyebarkan gosip (Thomas, 2012). Menurut
(68)
Yukl (1999) gaya kepemimpinan transformasional juga dapat memberikan dampak negatif seperti burn out dan menurunnya keefektifan organisasi.
(69)
E. Kerangka Penelitian (Bagan 1)
Positif Negatif
Perawat
Berpengaruh positif pada Komitmen kepuasan kerja, OCB, budaya organisasi, motivasi
Gaya Kepemimpinan transformasional
Dipersepsi / Dampak
Muncul CWB seperti datang
terlambat, malas, tidak disiplin, burn out, keefektifan organisasi menurun CWB Tidak muncul
Perawat merasa stress
(70)
F. Hipotesis
Ada hubungan negatif antara gaya kepemimpinan transformasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat
(71)
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menekankan pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan menggunakan metoda statistika (Azwar, 2013). Menurut Noor (2012) penelitian kuantitatif merupakan metode untuk menguji teori-teori dengan cara meneliti hubungan antar variabel.
Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2013).
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Terdapat dua variabel pada penelitian ini, yaitu :
(72)
2. Variabel Dependen (Terikat) : Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif
C. Definisi Operasional
1. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional adalah persepsi bawahan dalam melihat gaya pemimpin dalam memimpin dengan cara meningkatkan motivasi serta semangat bawahannya. Gaya kepemimpinan dapat diukur dengan menggunakan skala gaya kepemimpinan transformasional. Semakin tinggi skor total gaya kepemimpinan transformasional berarti semakin baik/positif dampak dari gaya kepemimpinan transformasional. Skala kepemimpinan transformasional didasarkan pada 4 komponen, yaitu:
a. Karisma atau pengaruh ideal : Merujuk pada pemimpin transformasional yang menjadi model bagi pengikutnya. Pemimpin transformasional memegang nilai-nilai dan kepercayaan mereka sehingga pengikutnya sangat menghargai pemimpin transformasional b. Inspirasi yang memotivasi : pemimpin transformasional mampu untuk meningkatkan gairah dan menginspirasi pengikutnya dengan cara membagikan visi untuk masa depan dan hasil yang bermakna.
(73)
c. Rangsangan intelektual : pemimpin merangsang rasa ingin tahu dan inovasi serta kreativitas dari pengikutnya.
d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari individu.
2. Kecenderungan Perilaku Kerja Kontraproduktif
Kecenderungan Perilaku kerja kontraproduktif adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja oleh karyawan kepada organisasi atau amggota organisasi yang sifatnya merugikan. Kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif dapat diukur dengan menggunakan skala kecenderungan perilaku kontraproduktif. Semakin tinggi skor total pada kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif berarti semakin tinggi kecenderungan perilaku kontraproduktif yang ada di dalam organisasi tersebut.
Skala ini terdiri dari beberapa dimensi, yaitu :
(74)
Pada penyimpangan properti, yang menjadi target adalah organisasi. Individu mencuri atau memakai barang-barang milik perusahaan untuk kepentingan pribadi menurut Robbinson dan Banett (dalam keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) masuk kedalam perilaku penyimpangan property.
f. Dimensi Penyimpangan Produksi (Production Deviance)
Robbins dan Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya, datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat. Dan target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisasi.
g. Dimensi Agresi Individu (Personal Agression)
Yang menjadi target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non verbal dan agresi verbal.
h. Dimensi Penyimpangan Politik (Politic Deviance)
Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah interpersonal. Tindakan memilih kasih antar karyawan,
(75)
bergosip, dan menyalahkan atau menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya menurut Robbinson dan Banett masuk kedalam perilaku penyimpangan politik.
D. Subjek Penelitian
Populasi adalah elemen/anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau keseluruhan dari objek penelitian (Noor, 2011). Menurut Effendi dan Tukiran (2012) populasi ialah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua perawat yang bekerja di rumah sakit.
Menurut Noor (2012) sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Sedangkan pengambilan sampel (sampling) adalah proses memilih sejumlah elemen secukupnya dari populasi, sehingga penelitian terhadap sampel dan pemahaman tentang sikap atau karakteristiknya akan membuat kita dapat menggeneralisasikan sifat atau karateristik tersebut pada elemen populasi. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah perawat yang bekerja pada rumah sakit.
Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah
(76)
yang diambil dari populasi dipilih secara sengaja menurut pertimbangan tertentu sehingga setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007). Salah satu teknik pada
nonprobabilty sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling atau sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2006). Menurut Narbuko dan Achmadi (2010) teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan ada dalam populasi yang hendak diteliti. Purposive sampling dipilih oleh peneliti karena peneliti telah lebih dahulu menentukan ciri-ciri atau karakteristik dari sampel penelitian, yaitu perawat yang bertugas di ruang rawat inap dan minimal telah bekerja selama 1 tahun sebagai perawat serta tidak berstatus sebagai mahasiswa keperawatan yang sedang magang.
E. Metode dan Alat Pengambilan Data
Menurut Noor (2012) teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjwab rumusan masalah penelitian. Data dapat dikumpulkan dengan menggunakan beberapa teknik yaitu wawancara (interview), angket (questionnair), pengamatan (Observation), Studi
(77)
Dokumentasi, dan Focus Grup Discussion (FGD). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan angket (questionnair) karena
queationnair lebih fleksibel dan mudah digunakan (Azwar, 2009).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan 2 skala yaitu skala gaya kepemimpinan transformasional dan skala kecenderungan perilaku kontraproduktif. Pada masing-masing skala terdapat 6 pilihan jawaban yaitu STS (Sangat tidak setuju), ATS (Agak Tidak Setuju), TS (tidak setuju), AS (Agak Setuju), S (setuju), dan SS (sangat setuju).
1. Skala gaya kepemimpinan transformasional
Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data gaya kepemimpinan transformasional adalah skala Likert. Skala ini terdiri dari empat komponen berdasarkan teori Bass (dalam Popper, Mayseless, dan Castelnovo, 2000). Empat komponen tersebut yaitu :
a. Karisma atau pengaruh ideal : Merujuk pada pemimpin transformasional yang menjadi model bagi pengikutnya. Pemimpin transformasional memegang nilai-nilai dan kepercayaan mereka sehingga pengikutnya sangat menghargai pemimpin transformasional
(78)
b. Inspirasi yang memotivasi : pemimpin transformasional mampu untuk meningkatkan gairah dan menginspirasi pengikutnya dengan cara membagikan visi untuk masa depan dan hasil yang bermakna.
c. Rangsangan intelektual : pemimpin merangsang rasa ingin tahu dan inovasi serta kreativitas dari pengikutnya.
d. Perhatian individu atau pertimbangan individu : melibatkan perhatian pribadi pemimpin untuk mengetahui perasaan, kebutuhan, dan kekhawatiran pengikutnya. Pemimpin bertindak sebagai mentor atau pelatih dan menghargai dan mengapresiasi setiap kontribusi dari individu.
Pada skala ini terdapat 48 butir soal yang terbagi atas pertanyaan
favorable dan unfavorable. Setiap pertanyaan akan mendapat skor 1 sampai 6. Untuk pertanyaan favorable jawaban pada kategori SS akan mendapat skor 6, S akan mendapat skor 5, AS akan mendapat skor 4, ATS akan mendapat skor 3, TS akan mendapat skor 2, dan STS akan mendapat skor 1.
Pada pertanyaan favorable skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek mempunyai tanggapan yang positif/baik terhadap gaya
(79)
kepemimpinan transformasional sedangkan skor rendah mengindikasikan bahwa subjek cenderung mempunyai tanggapan yang negatif/buruk terhadap gaya kepemimpinan transformasional.
Untuk pertanyaan unfavorable SS akan mendapat skor 1, S akan mendapat skor 2, AS akan mendapat skor 3, ATS akan mendapat skor 4, TS akan mendapat skor 5, dan STS akan mendapat skor 6. Pada pertanyaan unfavorable skor tinggi mengindikasikan bahwa subjek mempunyai tanggapan yang cenderung negatif/buruk terhadap gaya kepemimpinan transformasional sedangkan skor rendah mengindikasikan bahwa subjek mempunyai tanggapan yang positif/baik terhadap gaya kepemimpinan transformasional
(80)
Tabel 1
Komponen dan Distribusi aitem gaya kepemimpinan
transformasional sebelum uji coba
Variabel Aspek Aitem
F avorable Aitem Unfavorable Jumlah Karisma atau pengaruh ideal
43, 24, 6, 16 ,1, 11 9, 40,23, 12, 34, 29 12 Gaya Kepemimpinan Transformasional Inspirasi yang memotivasi
19, 4, 33, 5, 10, 48 26, 39, 46, 44, 13, 28
12
Rangsangan intelektual
41, 2, 25, 7, 3, 47 42, 15, 17, 38, 8, 37 12 Perhatian individu atau pertimbangan individu.
36, 32, 27, 21, 45, 31
22, 14, 35, 20, 30, 18
12
Jumlah 24 24 48
(100 %)
2. Skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif
Jenis skala yang digunakan dalam pengumpulan data kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif adalah skala Likert.
(81)
Skala ini terdiri dari empat dimensi berdasarkan teori Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001). Empat dimensi tersebut yaitu :
a. Penyimpangan Property (Property Deviance)
Pada penyimpangan properti, yang menjadi target adalah organisasi. Individu mencuri atau memakai barang-barang milik perusahaan untuk kepentingan pribadi menurut Robbinson dan Banett (dalam keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) masuk kedalam perilaku penyimpangan property.
b. Penyimpangan Produksi (Production Deviance)
Robbins dan Banett (dalam Keloway, Francis, Prosser, & Cameron, 2010) menyatakan bahwa perilaku yang termasuk dalam penyimpangan produksi misalnya, datang terlambat atau mengambil terlalu banyak waktu untuk beristirahat. Dan target dari perilaku penyimpangan produksi ialah organisasi.
c. Agresi Individu (Personal Agression)
Yang menjadi target dalam agresi individu adalah individunya atau rekan kerja. Perilaku agresi individu seperti pelecehan seksual, agresi non verbal dan agresi verbal.
(82)
d. Penyimpangan Politik (Politic Deviance)
Menurut Robbinson dan Banett (dalam Anderson, Ones, Sinangil, & Viswesvaran, 2001) yang menjadi target dari penyimpangan politik adalah interpersonal. Tindakan memilih kasih antar karyawan, bergosip, dan menyalahkan atau menuduh seseorang atas suatu perbuatan yang tidak dilakukannya menurut Robbinson dan Banett masuk kedalam perilaku penyimpangan politik.
Pada skala ini terdapat 48 butir soal yang terbagi atas pertanyaan
favorable dan unfavorable. Setiap pertanyaan akan mendapat skor 1 sampai 6. Untuk pertanyaan favorable jawaban pada kategori SS akan mendapat skor 6, S akan mendapat skor 5, AS akan mendapat skor 4, ATS akan mendapat skor 3, TS akan mendapat skor 2, dan STS akan mendapat skor 1. Pada pertanyaan favorable skor tinggi mengindikasikan bahwa kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif tinggi . Sedangkan skor rendah mengindikasikan bahwa kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif rendah.
Untuk pertanyaan unfavorable SS akan mendapat skor 1, S akan mendapat skor 2, AS akan mendapat skor 3, ATS akan mendapat skor 4, TS akan mendapat skor 5, dan STS akan mendapat skor 6. Pada
(83)
pertanyaan unfavorable skor tinggi mengindikasikan bahwa kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif rendah. Sedangkan skor rendah mengindikasikan bahwa kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif tinggi.
(84)
Tabel 2
Komponen dan Distribusi aitem kecenderungan perilaku kerja
kontraproduktif sebelum uji coba
Variabel Aspek Aitem
F avorable Aitem Unfavorable Jumlah Penyimpangan properti
11, 6, 26, 10, 36, 20
12, 28, 38, 35, 31, 43 12 Kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif Penyimpangan produksi
5, 7, 39, 30, 47, 14
21, 23, 33, 22, 3, 15
12
Agresi individu 17,6, 24, 8, 44, 29 37, 41, 48, 46, 2, 34
12
Penyimpangan politik
45, 27, 4, 19, 40, 1
32, 9, 42, 25, 18, 13
12
Jumlah 24 24 48
(100 %)
(85)
F. Validitas dan Realibilitas
1. Validitas
Menurut Azwar (2011) validitas mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dikatakan valid jika alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya dan memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan menggunakan validitas isi. Untuk mengetahui apakah skala yang dibuat oleh peneliti valid maka peneliti meminta bantuan ahli (professional judgment). Professional judgment dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing skripsi.
2. Seleksi aitem
Seleksi aitem berfungsi untuk melihat aitem mana yang mempunyai skor tinggi dan aitem mana yang mempunyai skor rendah. Seleksi aitem dapat dilakukan dengan melihat daya diskriminasi atau daya beda aitem. Daya diskriminasi aitem mempunyai fungsi untuk membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2009).
(86)
Besarnya koefisien korelasi aitem-total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan tanda positif atau negatif. Jika daya diskriminasi aitemnya baik maka koefisien korelasinya akan semakin mendekati 1,00. Namun jika daya diskriminasi aitem tidak baik maka koefisien korelasinya akan mendekati angka 0 (Azwar, 2009).
Pemilihan aitem berdasar korelasi aitem total, biasanya digunakan
batasan rix ≥0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal
0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Sedangkan aitem yang mempunyai daya beda kurang dari 0,30 dianggap mempunyai daya diskriminasi yang rendah. Jika jumlah aitem yang lolos masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan maka kita dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit batasan kriteria 0,30 menjadi 0,25 sehingga jumlah aitem yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 2009).
Penelitian ini menggunakan nilai rix 0,30 dan taraf signifikasi 0,05. Hal ini menandakan bahwa aitem yang digunakan mempunyai korelasi
aitem-total ≥ 0,30. Pengujian ini menggunakan SPSS 21 for windows.
Pada skala gaya kepemimpinan transformasional, terdapat 48 aitem, 24 aitem favorable dan 24 aitem unfavorable. Aitem yang memiliki rix ≥ 0,30 dianggap sebagai aitem baik sedangkan aitem yang mempunyai rix ≤ 0,30
(87)
dianggap sebagai aitem yang kurang baik sehingga akan digugurkan. Hasil dari pengujian skala gaya kepemimpinan transformasional menunjukkan
bahwa 27 aitem memiliki nilai rix ≥ 0,30, sedangkan 21 aitem yang mempunyai nilai rix ≤ 0,30 adalah 2, 9, 14, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 33,
(88)
Tabel 3
Komponen dan distribusi aitem skala gaya kepemimpinan
transformasional setelah uji coba
Variabel Aspek Aitem
F avorable Aitem Unfavorable Jumlah Karisma atau pengaruh ideal
1, 6, 11, 16, 43 12, 40 7
Gaya Kepemimpinan Transformasional
Inspirasi yang memotivasi
19, 10, 5, 4 44, 13 6
Rangsangan intelektual
3, 7, 41 8, 15, 17 6
Perhatian individu atau pertimbangan individu.
21, 31, 32, 36 18, 20, 30, 35 8
Jumlah 16 11 27
(100 %)
Pada skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif terdapat 48 aitem, 24 aitem favorable dan 24 aitem unfavorable. Berdasarkan pengujian data skala terdapat 24 aitem yang nilai rix ≥ 0,30 sedangkan 24 aitem
(89)
memiliki nilai rix ≤ 0,30 yaitu aitem 1, 4, 5, 6,7,8 10, 11, 14, 16, 19, 20, 24, 26, 27, 29, 30, 32, 36, 39, 40, 44, 45, 47.
Tabel 4
Komponen dan Distribusi aitem kecenderungan perilaku kerja
kontraproduktif setelah uji coba
Variabel Aspek Aitem
F avorable Aitem Unfavorable Jumlah Penyimpangan properti
- 12, 28, 31, 35,
38, 43 6 Kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif Penyimpangan produksi
- 3, 15, 21, 22,
23, 33
6
Agresi individu 17 2, 34, 37, 41, 46, 48
7
Penyimpangan politik
- 9, 13, 18, 25,
42
5
Jumlah 1 23 24
(100 %)
(90)
3. Reliabilitias
Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (Azwar, 2011). Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx) yang angkanya berada dari rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0 berarti semakin rendah reliabilitasnya.
Pada penelitian ini reliabilitas diukur dengan menggunakan alpha cronbach. Hal ini dikarenakan skala hanya dikenakan sekali saja pada sekelompok responden (single-trial administration) (Azwar, 2009).
Skala gaya kepemimpinan transformasional diuji dengan menggunakan teknik alpha cronbach dan didapat hasil (r) = 0,906 , dan setelah seleksi aitem didapat (r) = 0,940. Nilai alpha cronbach setelah seleksi menjadi lebih besar karena ada 21 aitem kurang baik yang digugurkan sehingga menaikkan nilai koefisien alpha cronbach.
(91)
Pada skala kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif diperoleh (r) = 0,906 , setelah seleksi aitem diperoleh (r) = 0,935. Nilai alpha cronbach
setelah seleksi menjadi lebih besar karena ada 24 aitem kurang baik yang digugurkan sehingga menaikkan nilai koefisien alpha cronbach.
G. Metode Analisis Data
Pada penelitian ini peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara gaya kepemimpinan transfromasional dengan kecenderungan perilaku kerja kontraproduktif pada perawat. Sebelumnya, peneliti akan menguji normalitas dan linearitas dengan menggunakan SPSS 21 for windows.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian peneliti menggunakan teknik Kolmogrov - Smirnov Test. Peneliti menggunakan program SPSS 21 for windows.
(92)
2. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan compare means
dan scatter plot untuk uji linearitas. Peneliti menggunakan program SPSS 21
for windows.
3. Uji Hipotesis
Pengujian dalam hipotesis ini menggunakan teknik korelasi Spearman untuk ujihipotesis.
(1)
192
VAR00023 43.54 98.172 .369 .820 VAR00024 43.82 99.171 .327 .822
(2)
193
LAMPIRAN 11
SURAT KETERANGAN PENELITIAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
(4)
195
LAMPIRAN 13
SURAT PENELITIAN DI RUMAH SAKIT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
(6)
197
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI