Perbedaan tingkat employability antara siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota dan desa

(1)

PERBEDAAN TINGKAT EMPLOYABILITY

ANTARA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) DI KOTA DAN DESA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Francisca Rahmadita Dewi

139114086

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

SKRIPSI

PERBEDAAN

TINGKAT

EMPLOYABILI TY

ANTARA SISWA SNKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

DI

KOTA DAN DESA

Disusun oleh:

Francisca Rahmadita Dewi

l.{IM: 139114086

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing,

ranggal:

2g

i[t-

2017


(3)

SKRIPSI

PERBEDAAI\I

TINGKAT EMPLOYABILI TT

Ar[TAnA

SrSWA

SEKOLATT MENENGATT

KEJI]RUAN (SMI()

DI KOTA

DAN DESA

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Francisca Rahmadita Dewi

NIM:139114086

Panitia Penguji

Penguji

l:

Paul Penguji 2: Minta

Yogyakarta

2E

JUL 201f Faku{as Psikologi

*]tl 1tl;lltlt tll,

k:,,*rUy*

111


(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Hanya orang hebat yang terdorong dan

berusaha sekuat tenaga untuk membuat orang

berkata “Ya” saat mereka ingin berkata

“Tidak”.

(NN)

Every accomplishment starts with the decision to try.

Pikiran merupakan permulaan segala

pekerjaan dan pertimbangan mesti

mendahului setiap perbuatan.

(Sirakh 37:16)

“Cita-cita yang tinggi memang bukan kunci kesuksesan, tapi rahasia dari orang sukses adalah memiliki cita-cita yang tinggi.”

(Susi Pudjiastuti)

Life stops when you stop dreaming.

Hope ends when you stop believing.


(5)

v

Karya ini kupersembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu

mendengarkan doaku di setiap malam

Keluargaku, Bapak, Mama, Mbak Tiva yang tak henti-hentinya

memberikan doa dan dukungan

Pacar, sahabat, dan teman-teman yang sudah menyemangati

dan mendukungku

Serta seluruh pihak yang sudah mendukung pembuatan skripsi

ini


(6)

(7)

vii

PERBEDAAN TINGKAT EMPLOYABILITY

ANTARA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

DI KOTA DAN DESA

Francisca Rahmadita Dewi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat employability antara siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota dan desa. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat employability yang signifikan antara siswa SMK di kota dan desa. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 211 siswa yang terdiri dari 112 siswa SMK di desa dan 99 siswa SMK di kota. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala employability dalam bentuk skala likert yang dikembangkan oleh peneliti. Reliabilitas skala penelitian ini menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,864. Teknik analisis data menggunakan uji Mann Whitney U Test. Hasil penelitian diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,410 (p > 0,05) yang artinya tidak ada perbedaan tingkat employability yang signifikan antara siswa SMK di kota dan desa.


(8)

viii

THE DIFFERENCE IN EMPLOYABILITY LEVEL

BETWEEN VOCATIONAL HIGH SCHOOL STUDENTS

IN CITY AND COUNTRYSIDE

Francisca Rahmadita Dewi

ABSTRACT

This research aims to find out the differences in employability level between the students of vocational high schools in the city and countryside.The hypothesis of this research is there are significant differences in employability level between the students of vocational high schools in the city and countryside. The participants of this research are 211 students. They are comprised of 112 vocational high school students in the countryside and 99 vocational high school students in the city. The data gathering instrument is employability scale for likert-type scale which is modified by the researcher. The reliability scale of this research uses Cronbach's Alpha reliability coefficient (α = 0.864). The data analysis technique uses Mann Whitney U Test. The result shows a significant number as 0.410 (p > 0.05) which means there is no significant difference in employability level between the students of vocational high schools in the city and countryside.


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai sehingga pembuatan skripsi ini dapat selesai. Salah satu tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S.Psi). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini dapat selesai karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terimakasih juga kesempatan untuk pengalaman luar biasa mendampingi sebagai asisten DPA Pak Priyo untuk PPKMB 2015.

2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma dan juga sebagai dosen pembimbing skripsi yang sudah mendampingi dan memberikan saran dalam pembuatan skripsi ini.

3. Bapak T.M. Raditya Hernawa, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu membantu dalam pengisian KRS dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan studi.

4. Seluruh Karyawan di Fakultas Psikologi, khususnya bagian sekretariat yang sudah menyempatkan untuk membuat surat penelitian skripsi ini dan bagian laboratorium yang sudah menjadi tempat curhatan penulis.


(11)

xi

5. Segenap kepala sekolah, karyawan, guru, dan siswa di SMK N 2 Yogyakarta, SMK N 6 Yogyakarta, SMK Marsudi Luhur, SMK Tamansiswa Jetis, SMK N 1 Saptosari, SMK N 1 Purwosari, SMK Muhammadiyah Semin, dan SMK Teruna Jaya 1 Gunungkidul.

6. Keluargaku, bapak dan mama, serta Mbak Tiva yang sudah menunggu penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi, terima kasih dukungannya tercinta.

7. Yohanes Aditya Kalasansius yang tidak berhenti untuk menyemangati dan mendengarkan semua curhatan penulis.

8. Teman-teman yang membantu penulis untuk mencari tempat SMK dan menemani penulis dalam mengambil data penelitian terima kasih Eco, Asti, Ninda, Vera, Hans, Yesi, Dhani, Sefa, dan Monik.

9. Teman-teman Staff PMB dan Promosi USD 2016 yang sudah mendukung satu sama lain.

10.Teman-temanku, Yesi, Dhani, Paskal, Mbakdia, Clak, Ko Edwin, Lia, Leviana, Bebing, Praba, Gabby, Sefa, Rani, SS, Hans, Anet, Vio, Tom, Doni dan semua Psikologi A 2013 yang sudah kompak dan solid 4 tahun ini.

11.Teman-teman prapatan Munggi dan Semanu, terima kasih Eco, Asti, Retha, dan Dian.

12.Mbah Nginang karo Ngilo, terima kasih semangatnya Mbah Monik, Mbah Nata, Mbah Niken, Mbah Widha, Mbah Riya, dan Mbah Vera.


(12)

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I: PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

1. Manfaat Teoritis... 8

2. Manfaat Praktis... 8

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA... 9


(14)

xiii

1. Definisi Employability... 9

2. Dimensi Employability... 12

3. Faktor yang Mempengaruhi Employability... 18

B. SMK di Desa dan di Kota... 20

1. Desa... 20

2. Kota... 22

3. Siswa SMK... 24

C. Dinamika Perbedaan Employability antara Siswa SMK di Kota dan Desa... 26

D. Kerangka Berpikir... 31

E. Hipotesis Penelitian... 31

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN... 32

A. Jenis Penelitian... 32

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 32

C. Definisi Operasional... 33

1. Employability... 33

2. Siswa SMK di Kota dan Desa... 33

D. Subjek Penelitian... 34

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data... 35

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 37

1. Validitas Alat Ukur... 37

2. Reliabilitas Item... 38


(15)

xiv

G. Prosedur Pengambilan Data... 40

H. Analisis Data... 40

1. Uji Asumsi... 40

a. Uji Normalitas... 40

b. Uji Homogenitas... 41

2. Uji Hipotesis... 41

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 43

A. Pelaksanaan Penelitian... 43

B. Deskripsi Subjek Penelitian... 44

C. Deskripsi Data Penelitian... 47

D. Hasil Penelitian... 48

1. Uji Asumsi... 48

a. Uji Normalitas... 48

b. Uji Homogenitas... 49

2. Uji Hipotesis... 50

3. Hasil Tambahan... 51

E. Pembahasan... 52

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN... 57

A. Kesimpulan... 57

B. Saran... 57

1. Bagi Siswa SMK... 58

2. Bagi Guru SMK... 58


(16)

xv

DAFTAR PUSTAKA... 59 LAMPIRAN... 66


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Skala Likert Employability... 36

Tabel 2. Blueprint Skala Employability... 36

Tabel 3. Sebaran Item Skala Employability Sebelum Uji Coba... 37

Tabel 4. Sebaran Item Skala Employability Setelah Uji Coba... 39

Tabel 5. Jadwal Pengambilan Data di SMK... 43

Tabel 6. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Asal Sekolah... 44

Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 45

Tabel 8. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas... 45

Tabel 9. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... 45

Tabel 10. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Sekolah... 46

Tabel 11. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan... 46

Tabel 12. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Rencana Setelah Lulus SMK... 46

Tabel 13. Deskripsi Data Penelitian... 47

Tabel 14. Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov... 49

Tabel 15. Uji Homogenitas Levene’s Test... 49

Tabel 16. Hasil Uji Non-parametric Mann Whitney U Test... 50

Tabel 17. Uji Perbedaan Negeri dan Swasta serta Laki-Laki dan Perempuan... 51


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian... 67

Lampiran 2. Reliabilitas Item Skala Employability... 76

Lampiran 3. Deskriptif Data Penelitian... 79

Lampiran 4. Hasil Uji Beda Mean (t-test)... 80

Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas... 81

Lampiran 6. Hasil Uji Homogenitas... 81

Lampiran 7. Hasil Uji Non-parametric Mann Whitney U Test... 81

Lampiran 8. Hasil Tambahan... 82


(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepala BPS Jawa Timur, Sairi Hasbullah mengatakan bahwa tingkat pengangguran lulusan SD, SMP, SMA, Diploma, dan Universitas lebih sedikit daripada lulusan SMK (news.liputan6.com, diakses pada 18 September 2016). Dari data BPS, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada penduduk Indonesia didominasi oleh lulusan SMK sebesar 9,05% pada tahun 2015 (bisnis.liputan6.com, diakses pada 16 September, 2016). Pada tahun 2016, TPT SMK justru naik menjadi 9,84% (bisnis.liputan6.com, diakses pada 5 Februari 2017). TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja (bps.go.id, diakses pada 16 September 2016).

Ketua DPRD Jawa Timur, Abdul Halim Iskandar menyatakan bahwa lulusan SMK masih memilih jenis pekerjaan sesuai dengan jurusannya dibandingkan lulusan SD yang lebih memilih jenis pekerjaan apapun (beritajatim.com, diakses pada 16 September 2016). Hal tersebut membuat para lulusan SMK menjadi kurang fleksibel dalam mencari pekerjaan. Menurut Kasubdit Statistik Ketenagakerjaan BPS Wachyu Winarsih mengatakan bahwa lulusan SMK dapat berwirausaha dengan cara mengimplementasikan ilmu yang telah didapatkan ketika belajar di sekolah (bisnis.liputan6.com, diakses pada 5 Februari 2017). Wachyu


(20)

Winarsih menambahkan bahwa lulusan SMK belum siap untuk berwirausaha dan lebih memilih bekerja di suatu industri.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir 2015 mulai diterapkan di berbagai negara ASEAN (news.liputan6.com, diakses pada 16 September, 2016). Seluruh negara ASEAN membuka secara bebas delapan sektor jasa antar negara ASEAN, seperti tenaga kesehatan, perawat, arsitektur, tenaga ahli, akunting, tenaga survei, dan pariwisata. Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana menyatakan bahwa siswa SMK perlu memiliki semangat yang besar untuk meningkatkan keterampilan dan memacu diri untuk lebih handal menghadapi dunia kerja dalam persaingan MEA (news.okezone.com, diakses pada 16 September, 2016).

Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa tenaga pengajar di SMK banyak yang bukan berasal dari guru praktik melainkan banyak berasal dari guru normatif seperti guru matematika, biologi, dan sebagainya (nasional.kompas.com, diakses pada 5 Februari 2017). Hal tersebut kurang sesuai dengan karakter pendidikan SMK yang berorientasi pada pekerjaan. Model penyelenggaran pendidikan kejuruan salah satunya adalah membuat semua hal di tempat kerja dapat diajarkan di SMK dan semua sumber belajar juga tersedia di SMK (kemdikbud.go.id, diakses pada 5 Februari 2017).

Penelitian menemukan bahwa banyak negara di dunia yang menghadapi kekurangan kemampuan employability dari para pekerja (Iyer & Dave, 2015). Banyak perusahaan saat ini mencari pekerja yang


(21)

berkualitas dari segi akademis, kemampuan berpikir kreatif, memecahkan masalah, kemampuan beradaptasi, serta kemampuan memberikan alasan dalam suatu pekerjaan (Shafie & Nayan, 2010). Survei yang dilakukan oleh situs pencari kerja Jobstreet.com menyatakan bahwa perusahaan masih kesulitan dalam mendapatkan calon karyawan yang memenuhi kualifikasi perusahaan (jobstreet.com, diakses pada 27 Februari 2017).

Persaingan para siswa SMK untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat karena perusahaan juga semakin selektif dalam memilih calon tenaga kerjanya (bisnis.liputan6.com, diakses pada 5 Februari 2017). Siswa SMK memiliki tingkat pengangguran terbuka yang paling tinggi karena kurang mengimplementasikan ilmu yang sudah didapatkan (liputan6.com, diakses pada 25 Juli 2017). Disisi lain, siswa yang mengimplementasikan ilmunya memiliki pembelajaran yang efektif sehingga berpengaruh pada tingkat employability siswa SMK (Sunardi, Purnomo, & Sutadji, 2016). Pendidikan juga merupakan dasar terbentuknya employability (Iyer & Dave, 2015). Employability yang tinggi dapat membantu meningkatkan kesempatan seseorang dalam memperoleh pekerjaan (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004).

Employability merupakan kemampuan untuk memperoleh

pekerjaan dan mempertahankan pekerjaan (Hillage & Pollard, 1998; Rothwell & Arnold, 2007). Employability mempersiapkan seseorang untuk sukses dalam mendapatkan pekerjaan (Rasul, Rauf, Mansor, & Puvanasvaran, 2012). Employability yang tinggi dapat membantu


(22)

meningkatkan kesempatan seseorang dalam memperoleh pekerjaan (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Employability dapat meningkat ketika memiliki kemampuan berkomunikasi (Tymon, 2013; Machi, Carrion, Yepes, & Pellicer, 2013; Paadi, 2014; Shafie & Nayan, 2010; Wilton, 2014), kemampuan untuk bekerjasama dan memberikan alasan (Rasul, Rauf, & Mansor, 2013; Shafie & Nayan, 2010), kemampuan memecahkan masalah (Finch, Hamilton, Baldwin, & Zehner, 2013; Shafie & Nayan, 2010; Wilton, 2014), kemampuan berpikir kreatif dan inovatif (Shafie & Nayan, 2010; Rasul, Rauf, & Mansor, 2013; Wickramasinghe & Perera, 2010), kemampuan dalam belajar (Wickramasinghe & Perera, 2010; Wilton, 2014), dan kemampuan menggunakan suatu teknologi (Mansour & Dean, 2016; Hinchliffe & Jolly, 2011).

Seseorang yang memiliki employability dan kompetensi dalam hal kemampuan teknis merupakan aset berharga dari perusahaan (Rasul, Rauf, Mansor, & Puvanasvaran, 2012) seperti kemampuan dalam menggunakan teknologi komputer untuk melihat kompetensi employability dari karyawan (Wilton, 2014). Bunn dan Stewart, 1998 (dalam Rasul, Rauf, Mansor, & Puvanasvaran, 2012) melaporkan bahwa kemampuan dalam menggunakan teknologi sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dasar seseorang dalam bekerja. Para pekerja diharapkan untuk dapat mengaplikasikan teknologi karena perusahaan menggunakan teknologi terbaru (Rasul, Rauf, Mansor, & Puvanasvaran, 2012).


(23)

Pendidikan merupakan salah satu faktor employability (Iyer & Dave, 2015; McQuaid & Lindsay, 2005). Menurut Harvey, 2003 (dalam Pitan, 2016) institusi pendidikan akan membantu dalam mempersiapkan siswa untuk bertransisi dari mencari pekerjaan sampai mendapatkan pekerjaan. Kompetensi yang dimiliki oleh pekerja juga diperoleh melalui sekolah formal dan pendidikan kejuruan (Almeida, 2007; McQuaid & Lindsay, 2005). Salah satu pendidikan kejuruan di Indonesia adalah SMK. Para siswa diberikan keterampilan untuk memasuki pasar tenaga kerja (Raybould & Sheedy, 2005). Selain itu, siswa dapat diajak untuk melihat dunia pekerjaan secara nyata melalui kunjungan industri, pengalaman alumni, dan lain-lain untuk meningkatkan employability (Mason, Williams, & Cranmer, 2009).

Faktor lain yang mempengaruhi employability adalah external factor (McQuaid & Lindsay, 2005). External factor berhubungan dengan lokasi tempat tinggal (Lindsay, McCracken, & McQuaid, 2003). Hasil penelitian Lindsay, McCracken, dan McQuaid (2003) menunjukkan bahwa ada kesenjangan employability assets dalam hal kurangnya keterampilan, kualifikasi akademik, dan pengalaman bekerja. Ketidakmampuan untuk melakukan pekerjaan (skills gap) di daerah pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan (Owen, Li, & Green, 2013). Data menunjukkan bahwa daerah pedesaan memiliki lebih sedikit pelamar kerja sesuai dengan keterampilan, pengalaman, dan kualifikasi yang dibutuhkan daripada di daerah perkotaan (Owen, Li, & Green, 2013).


(24)

Hasil penelitian Lindsay, McCracken, dan McQuaid (2003) menyatakan bahwa employability yang rendah di desa terkait dengan masalah akses jaringan internet. Hal tersebut membuat lemahnya pelayanan infrastruktur dan kurangnya akses informasi mengenai lowongan pekerjaan. Oleh karena itu, pencarian kerja lebih sulit dilakukan di desa karena letak geografis membuat jaringan internet dan personal contact kurang mudah diakses (Lindsay, McCracken, & McQuaid, 2003).

Lindsay, McCracken, dan McQuaid (2003) serta Owen, Li, dan Green (2013) masih menyatakan bahwa employability di daerah pedesaan lebih rendah daripada perkotaan. Penelitian tersebut menyatakan bahwa perkembangan yang ada di desa masih sedikit. Namun, perkembangan di pedesaan saat ini sudah semakin berkembang walaupun belum merata ke seluruh daerah pedesaan di Indonesia (Jenni, 2016). Menurut Yulir (2014) dan Iskandar (2013), meskipun di desa sudah mengalami perkembangan tetapi karakteristik pedesaan dan perkotaan tetap memiliki perbedaan. Salah satu perbedaannya yaitu perkotaan lebih memiliki perkembangan industri yang pesat daripada pedesaan sehingga persaingan dalam mendapatkan pekerjaan lebih tinggi di perkotaan (Yulir, 2014). Untuk melihat perbedaan tingkat employability di kota dan desa perlu memilih SMK yang memiliki akreditasi sama agar memiliki sistem penilaian sekolah yang setara (Pratiwi, 2013) sehingga hanya berfokus pada lokasi SMK.


(25)

Employability dipengaruhi langsung oleh interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya, misalnya dukungan sosial, dukungan jaringan internet, dan dukungan finansial (Insa, Gonzalez, & Inesta, 2016; McQuaid & Lindsay, 2005). Fasilitas sarana dan prasarana dalam pendidikan di daerah pedesaan dilaporkan masih sangat minim (tribunnews.com, diakses pada 9 Februari 2017). Sumber belajar dan teknologi yang memadai didapatkan pada sekolah yang berada di kota daripada di desa (Fan & Chen, 1999). Salah satu sumber dari tersedianya pekerja dilihat dari dunia pendidikan adalah kualitas dari sarana dan prasarana pengajaran serta cara pengajaran (McQuaid & Lindsay, 2005). Semakin baik dan lengkap sarana dan prasarana pada sebuah sekolah maka akan mendorong efektivitas proses transfusi ilmu bagi para siswa (jurnalasia.com, diakses pada 9 Februari 2017).

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berasumsi bahwa lokasi dan pendidikan berpengaruh pada tingkat employability. Selain itu, karakter dari institusi juga dapat berpengaruh pada employability (Mason, Williams, & Cranmer, 2009). Siswa SMK dipilih menjadi subjek penelitian karena tingginya tingkat pengangguran SMK dan subjek tersebut masih jarang diteliti padahal pendidikan merupakan dasar dari terbentuknya employability (Iyer & Dave, 2015). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan tingkat employability antara siswa SMK di kota dan desa.


(26)

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan tingkat employability antara siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota dan desa?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan tingkat employability antara siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di kota dan desa.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan secara efektif dalam bidang Psikologi Industri Organisasi dan Psikologi Pendidikan terkait dengan konsep employability.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa SMK

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang baru mengenai tingkat employability siswa SMK yang terletak di desa dan di kota serta memberikan pemahaman mengenai employability dalam mempersiapkan dirinya memasuki dunia kerja.

b. Bagi Guru SMK

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada guru mengenai pentingnya employability sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas pembelajaran di SMK.


(27)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Employability

1. Definisi Employability

Istilah employability diperkenalkan pertama kali oleh Beveridge pada tahun 1909 dan berkembang di Amerika Serikat dengan mengandung arti ketersediaan pekerja secara fisik (De Grip, Van Loo, & Sanders, 2004). Employability mulai digunakan untuk penelitian pada tahun 1990an (Thijssen, Heijden, & Rocco, 2008). Setelah itu, employability digunakan dalam berbagai konteks dan sudah muncul dalam berbagai literatur sebagai pusat perhatian dalam media internasional (Hillage & Pollard, 1998; De Grip, Van Loo, & Sanders, 2004; McQuaid & Lindsay, 2005). Employability dipelajari dari berbagai disiplin seperti akademik, bisnis, manajemen, human resource management (HRD), psikologi, sains, dan karir (Thijssen, Heijden, & Rocco, 2008).

Istilah Employability pertama kali digunakan oleh Beveridge, 1909 (dalam De Grip, Van Loo, & Sanders, 2004) untuk membedakan orang-orang yang dapat dipekerjakan. Employability kemudian berkembang sebagai kemampuan untuk mencari pekerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan untuk cepat dalam melakukan perubahan (De Grip, Van Loo, & Sanders, 2004). Employability


(28)

tersebut berkembang dengan mengkombinasikan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan situasi pasar tenaga kerja dalam bekerja.

Setelah employability berkembang, banyak peneliti yang mengemukakan definisi masing-masing. Secara sederhana, employability dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mencari dan mempertahankan suatu pekerjaan yang diinginkan (Hillage & Pollard, 1998; Glover, Law, & Youngman, 2002; Rothwell & Arnold, 2005). Yorke (2004) mengemukakan bahwa employability merupakan suatu kemampuan, pemahaman, dan sifat personal yang dapat membuat calon pekerja memperoleh suatu pekerjaan dan sukses dengan pilihan pekerjaannya. Employability juga dikemukakan sebagai kemampuan yang berhubungan dengan karir untuk secara adaptif meningkatkan kognisi, afeksi, dan perilaku serta mencocokkan antara bidang ilmu yang didalami dan bidang kerja yang akan digeluti (Coetzee, 2012).

Banyak penelitian memfokuskan employability pada karakteristik individu (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004; Rothwell & Arnold, 2005; Mansour & Dean, 2016) seperti pengetahuan, sikap dalam bekerja, dan cara calon pekerja untuk melihat peluang pekerjaan. Employability mendorong pekerja untuk dapat secara adapatif mengelola kognisi, perilaku, dan afeksinya untuk memperoleh pekerjaan (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Selain itu, employability merupakan kemampuan individu yang dikelola secara


(29)

efektif dalam hal pengetahuan, sikap (Hillage & Pollard, 1998), kemampuan untuk belajar (Bagshaw, 1996) dan kemampuan untuk menyesuaikan potensi diri dalam pasar tenaga kerja.

Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004) mendefinisikan employability dengan berfokus pada diri seseorang. Hal tersebut dapat membantu seseorang untuk secara efektif beradaptasi dengan perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan. Pengertian mengenai employability oleh Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004) secara lebih rinci, yakni suatu kemampuan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan kognisi untuk menyesuaikan diri dalam mempertinggi tingkat hubungan antara diri dan pekerjaan. Employability bagi para lulusan tidak hanya digunakan untuk memperoleh pekerjaan, tetapi juga dapat membuat kontribusi yang produktif dan objektif dalam hal kemampuan, motivasi, dan keputusan untuk membuka suatu usaha (Mason, Williams, & Cranmer, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa employability adalah kemampuan untuk mencari, mendapatkan, dan mempertahankan pekerjaan melalui pengetahuan, sikap, dan kognisi dengan menyesuaikan diri terhadap tuntutan lingkungan untuk melihat kesempatan kerja sehingga dapat sukses dalam pilihan pekerjaannya.


(30)

2. Dimensi Employability

Ada tiga dimensi dari employability yang dikembangkan oleh Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004) melalui karakteristik yang terdapat dalam masing-masing individu, yaitu career identity, personal adaptability, dan social and human capital. Ketiga dimensi ini jika digabungkan akan memberikan nilai bagi employability (Fugate & Kinicki, 2008). Dimensi yang dikembangkan oleh Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004) digunakan sebagai landasan hipotesis penelitian lain (McArdle, Waters, & Briscoe, 2007).

a. Career Identity

Career identity merupakan suatu gambaran diri mengenai tujuan, harapan, ketakutan, sifat kepribadian, nilai, kepercayaan, norma, dan gaya interaksi (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Career identity digunakan untuk mengetahui definisi diri masing-masing dalam konteks kerja. Seseorang yang memiliki career identity percaya bahwa mereka dapat mencapai karir yang diinginkan (Lysova, Richardson, Khapova, & Jansen, 2015) Kognisi dan afeksi dari career identity membuat masing-masing individu memiliki perbedaan seperti dalam hal pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan sifat. Career identity juga berperan sebagai pedoman pekerja untuk memotivasi dirinya dalam meningkatkan employability serta memberikan dasar kognisi dan afeksi yang kuat pada employability (Fugate, Kinicki, & Ashforth,


(31)

2004). Career identity dalam employability juga memberikan pengaruh yang kuat pada pencarian kerja (McArdle, Waters, Briscoe, & Hall, 2007).

Berzonsky, 1990 (dalam Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004) mengatakan bahwa career identity juga mencerminkan gaya identitas seseorang. Seseorang dengan gaya identitas “information orientation” cenderung mencari informasi untuk pekerjaan yang sedang dikerjakan. Seseorang dengan gaya identitas “normative orientation” cenderung menyesuaikan diri dengan harapan orang lain. Sedangkan seseorang dengan gaya identitas “avoidant orientation” cenderung menjauhi cerminan dirinya. Oleh karena itu, gaya identitas “information orientation” merupakan gaya identitas yang dapat meningkatkan kemampuan dan menyadari identifikasi peluang karir dalam employability.

b. Personal Adaptability

Pekerja yang dapat beradaptasi memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Personal adaptability merupakan kemampuan untuk bekerja secara efektif dengan berbagai perubahan situasi dan bermacam-macam manusia atau organisasi (Zhu, Wolff, Hall, Heras, Gutierrez, & Kram, 2013). Personal adaptability berfokus pada perbedaan individu untuk menghadapi suatu tantangan dalam berbagai situasi (Chan, 2000; Fugate,


(32)

Kinicki, & Ashforth, 2004; Koller, 2016). Menurut Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004), pekerja yang memiliki tingkat employability yang tinggi memiliki lima komponen personal adaptability, yaitu:

1) Optimisme

Optimisme merupakan suatu ekspektasi yang positif mengenai kejadian di masa depan dan menunjukkan kepercayaan pada kemampuan seseorang untuk menangani tantangan secara objektif dan afektif (Peterson, 2000; Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Selain itu, rasa optimis juga mendorong dalam mencapai hasil dan tujuan (Green, Medlin, & Whitten; 2004) serta berpengaruh pada performansi individu (Medlin & Green, 2009). Oleh karena itu, optimisme mendukung untuk aktif dan adaptif dalam mencapai perkembangan employability (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004).

2) Kecenderungan untuk belajar

Kecenderungan untuk belajar merupakan dasar kemampuan untuk beradaptasi. Pekerja yang memiliki sifat proaktif dalam bekerja cenderung memiliki employability yang tinggi dalam mempelajari lingkungannya sehingga dapat mempermudah mereka dalam melihat kesempatan kerja (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Kecenderugan untuk belajar digunakan untuk


(33)

melihat perubahan dalam diri dan perubahan dalam konteks lingkungan pekerjaan (Gustavsson, 2012).

3) Keterbukaan

Pekerja yang memiliki keterbukaan cenderung untuk lebih fleksibel ketika dihadapkan dengan situasi yang tidak menentu dan merasa nyaman dalam situasi yang tidak biasa (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Orang yang terbuka mudah untuk menerima tantangan dan mudah untuk menerima teknologi baru. Orang yang memiliki keterbukaan adalah orang yang memiliki ketertarikan terhadap seseuatu yang baru (Zopiatis & Constanti, 2012). Oleh karena itu, orang yang terbuka terhadap pengalaman baru dan terhadap perubahan dapat menyesuaikan diri dan lebih memiliki employability.

4) Internal Locus of Control

Rotter, 1966 (dalam Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004) mengemukakan bahwa orang dengan internal locus of control mempercayai bahwa mereka dapat mempengaruhi peristiwa di sekitarnya daripada orang yang memiliki external locus of control yang percaya bahwa kejadian di sekitarnya dipengaruhi oleh kontrol di luar dirinya. Jika semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin seseorang tersebut memiliki internal locus of control (Chen & Silverthorne, 2008). Internal locus of control membuat seseorang memiliki


(34)

tingkat stress kerja yang lebih rendah, kepuasan dan performansi kerja semakin meningkat (Chen & Silverthorne, 2008). Seseorang dengan internal locus of control dalam bekerja dapat lebih beradaptasi karena memilki perencanaan dalam situasi yang tidak menentu serta lebih proaktif (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004).

5) Generalized self-efficacy (GSE)

GSE mendukung personal adaptability. Ashford dan Taylor, 1990 (dalam Fugate, Kinicki, & Ashforth 2004) menyatakan bahwa self efficacy merupakan kondisi internal yang penting dibutuhkan untuk secara efektif menyesuaikan diri dengan keadaan. GSE menunjukkan persepsi dan pertimbangan seseorang mengenai kemampuannya untuk melakukan berbagai hal dalam berbagai situasi (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Seseorang yang memiliki GSE tinggi akan memiliki tujuan performansi kerja yang tinggi juga (Fort, Jacquet, & Leroy, 2011). GSE sangat penting dalam dimensi personal adaptability serta memfasilitasi dalam hal identifikasi dan wujud nyata kesempatan karir (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004).

c. Social and Human Capital

Social capital berkontribusi terhadap keterbukaan sosial dan elemen interpersonal pada employability. Selain itu,


(35)

employability memberi informasi serta pengaruh dari suatu relasi (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Social capital dipengaruhi oleh besar jaringan dan kekuatan jaringan yang dimiliki (Seibert, Kraimer, & Crant, 2001; Higgins & Kram, 2001). Besar jaringan yakni kemampuan pekerja untuk menentukan besar informasi dan pengaruh yang dimiliki dalam menyadari kesempatan kerja. Kekuatan jaringan digunakan untuk menentukan besar timbal balik dan solidaritas individu dengan orang lain sehingga pekerja akan merasa berharga. Keuntungan dari social capital dan pengaruhnya pada employability terlihat dalam perilaku seseorang yang mencari kerja. Seseorang yang dapat mengembangkan social capital dengan baik sering menggunakan pencarian kerja melalui relasi informal (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004).

Kemampuan pekerja untuk menyadari kesempatan dalam pasar pekerjaan dipengaruhi oleh human capital masing-masing. Human capital mengarah pada kumpulan faktor yang mempengaruhi kemajuan karir seseorang, seperti umur, pendidikan, performansi, pengalaman, training, kemampuan kognitif, emotional inteligence, dan sebagainya (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004; McArdle, Waters, Briscoe, & Hall, 2007). Krichmeyer, 1998 (dalam Fugate, Kinicki & Ashforth, 2004) mengemukakan bahwa pendidikan dan pengalaman merupakan faktor terkuat dalam human capital sebagai prediktor karir.


(36)

Kemauan untuk belajar mengembangkan human capital dalam membangun employability (McArdle, Waters, Briscoe, & Hall, 2007). Secara lebih singkat, human capital mengarah pada kemampuan individual untuk memenuhi harapan dari performansi dalam pekerjaannya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Employability

McQuaid dan Lindsay (2005) meneliti berbagai teori employability sehingga menemukan tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi employability:

a. Individual factor

Banyak penelitian yang sudah mengemukakan mengenai berbagai macam faktor individu yang dapat berpengaruh pada employability (Mansour & Dean, 2016; Rasul, Rauf, Mansor & Puvanasvaran, 2012; Hillage & Pollard, 1998; Shafie & Nayan, 2010; Wilton, 2014; Machi, Carrion, Yepes, & Pellicer, 2013; Mason, Williams, & Cranmer, 2009; Juhdi, Pa’Wan, Othman, & Moksin, 2010). Salah satu faktor individu adalah karakteristik demografik, seperti umur, jenis kelamin, ras, dan pendidikan dapat berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk mendapatkan pekerjaan (McQuaid & Lindsay, 2005). Pendidikan berpengaruh kuat terhadap employability (Juhdi, Pa’Wan, Othman, & Moksin, 2010). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin


(37)

tinggi pula tingkat employability yang dimiliki (Juhdi, Pa’Wan, Othman, & Moksin, 2010).

b. Personal circumstances

Keadaan personal (personal circumstances) termasuk dalam ranah sosial ekonomi kontekstual faktor (McQuaid & Lindsay, 2005). Hillage dan Pollard (1998) juga menyebutkan bahwa keadaan personal menjadi faktor dari employability. Dukungan dari keluarga untuk mencari pekerjaan dapat meingkatkan employability seseorang dalam melihat kesempatan karirnya (McQuaid & Lindsay, 2005). McQuaid dan Lindsay (2005) juga menyebutkan bahwa budaya kerja dalam memberikan dukungan terhadap rekan kerja dapat berpengaruh pada sikap seseorang untuk meningkatkan employability. Keadaan personal yang lain, seperti status sudah berumah tangga, tanggung jawab untuk merawat keluarga, dan ketidakmampuan dalam bekerja dapat berpengaruh juga dalam pencarian peluang pekerjaan (Hillage & Pollard, 1998).

c. External factors

Lokasi menjadi salah satu faktor dari employability, seperti persoalan lokasi area terpencil atau area pusat dan kompetisi untuk mendapat pekerjaan (McQuaid & Lindsay, 2005). Hal tersebut juga berpengaruh terhadap lowongan pekerjaan dan proses rekrutmen. Di pedesaan, lowongan pekerjaan lebih sulit terisi daripada di


(38)

daerah perkotaan (Owen, Li, & Green, 2013). Hal tersebut dikarenakan akses transportasi yang sulit di pedesaan (McQuaid & Lindsay, 2005). Employability seseorang yang berada di desa lebih rendah daripada di kota karena kurangnya keterampilan, pengalaman bekerja, dan kualifikasi akademik (Lindsay McCracken, & McQuaid, 2003).

B. SMK di Desa dan di Kota 1. Desa

Di Indonesia, penjelasan mengenai desa telah dijabarkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014, bahwa:

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Selain itu, Bintarto juga mengungkapkan bahwa desa adalah hasil perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiologis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lainnya (Yulir, 2014).


(39)

Desa memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Durkheim, 1964 (dalam Kennedy, Beckley, McFarlane, & Nadeau, 2009) desa memiliki kepadatan penduduk yang rendah, homogen, adanya sistem kepercayaan, kolektivis, dan gaya hidup agrikultural. Desa memiliki jumlah penduduk kurang dari 10.000 orang dan secara geografik jauh dari area perkotaan (Kennedy, Beckley, McFarlane, & Nadeau, 2009). Tingkat pendidikan dan pendapatan di desa tergolong rendah (Saphores, Nixon, Ogunseitan, & Shapiro, 2006). Secara lebih lengkap, ciri-ciri masyarakat pedesaan dijabarkan sebagai berikut (Yulir, 2014):

a. Kehidupan masyarakat erat dengan alam. Lingkungan pedesaan memiliki alam yang bebas dan tidak terlalu tercemar polusi.

b. Struktur perekonomian bersifat agraris. Mayoritas pekerjaan di dalam masyarakat pedesaan adalah bertani. Kondisi tersebut membuat penduduk desa usia produktif tidak bekerja sehingga pengangguran lebih banyak terjadi di pedesaan. Di perkotaan, pekerjaan lebih bervariasi dan sesuai dengan keahlian masing-masing sehingga kemungkinan mendapatkan pekerjaan lebih besar.

c. Hubungan antar masyarakat desa berdasarkan ikatan kekeluargaan.

d. Norma agama dan hukum adat masih kuat sehingga mobilitas penduduk rendah.


(40)

e. Masyarakat pedesaan cenderung melakukan kegiatan secara bersama-sama. Hal tersebut merupakan cara agar diterima di dalam masyarakat.

f. Corak kehidupan pedesaan masih homogen karena berada dalam kekeluargaan yang sama.

2. Kota

Kota adalah suatu ruang yang berisikan pemukiman dan dihuni oleh sejumlah besar manusia dan manusia tersebut memiliki aktivitas yang terkonsentrasi pada area atau ruang tertentu di kota tersebut, misalnya terkait dengan fungsi ekonomi, fungsi bekerja, fungsi kesehatan, dan sebagainya (Iskandar, 2013). Menurut Durkheim, 1964 (dalam Kennedy, Beckley, McFarlane, & Nadeau, 2009) kota memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan tidak saling bergantung satu sama lain dalam melaksanakan pekerjaan. Jumlah penduduk di kota lebih dari 10.000 orang dan memiliki tingkat pendidikan serta pendapatan yang tinggi (Kennedy, Beckley, McFarlane, & Nadeau, 2009; Saphores, Nixon, Ogunseitan, & Shapiro, 2006). Masyarakat kota cenderung untuk melakukan kegiatan dengan sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Secara fisik, kota memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Yulir, 2014):

a. Terdapat tempat untuk pasar dan pertokoan. b. Terdapat tempat untuk parkir.


(41)

c. Terdapat tempat untuk rekreasi dan olahraga

Karakteristik masyarakat perkotaan dijabarkan oleh Iskandar (2013) sebagai berikut:

a. Heterogen

Kota memiliki daya tarik yang cukup besar sehingga penduduk cenderung berpindah ke daerah kota dan mengakibatkan kota memiliki keanekaragaman budaya. Hal tersebut mengakibatkan perubahan budaya asli yang ada di kota sehingga sering kali budaya gotong royong hilang.

b. Fungsi ekonomi semakin kompleks

Fungsi ekonomi membuat kota memiliki aktivitas interaksi antara penjual dan pembeli dan interaksi antara desa dan kota. Semua aktivitas transaksi memiliki tempat sendiri, seperti pasar, toko besar atau kecil, dan warung. Transaksi yang dilakukan bukan hanya sekedar dalam bidang pertanian, tetapi juga dalam bidang industri dan jasa.

c. Perkembangan industri

Kota akan mengolah barang baku dari desa untuk membuat sebuah barang. Industri dapat menimbulkan pencemaran udara sehingga lokasi industri ditempatkan paling pinggir kota (batas kota). Jalan untuk menuju industri dibuat semakin baik karena di sekitar industri juga didirikan rumah bagi pekerjanya. Hal tersebut berdampak munculnya aktivitas ekonomi di pinggir kota


(42)

sehingga seluruh bagian kota menjadi ramai. Yulir (2014) menambahkan bahwa kota disebut sebagai pusat perdagangan dan pusat industri. Hal itu disebabkan aksesibilitas yang lebih tinggi dan kota memiliki potensi untuk pengembangan transportasi darat dan laut.

d. Gaya hidup penghuni kota besar

Banyak kebutuhan penghuni kota yang harus terpenuhi, seperti kebutuhan fisiologis (makan dan minum), kebutuhan rasa aman, kebutuhan berteman, hingga kebutuhan untuk dihargai. Hal tersebut membuat penghuni kota menjaga penampilan dirinya. Toko-toko kecil hingga pusat perbelanjaan (mal) semakin pesat perkembangannya. Oleh karena itu, gaya hidup penghuni kota semakin berkembang.

3. Siswa SMK

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa “jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan”. Salah satu jenis pendidikan adalah pendidikan kejuruan. Menurut Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2008 pasal 1 ayat 21 menyatakan bahwa:

“Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang


(43)

menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.”

SMK memiliki banyak bidang keahlian sesuai minat masing-masing individu. Program keahlian tersebut juga berdasarkan dengan kebutuhan dalam pasar tenaga kerja. Kurikulum SMK juga dibuat untuk mempersiapkan siswanya dalam menghadapi dunia kerja. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1990, pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional.

Dalam kurikulum SMK Dikmenjur, 2008 (dalam Sirsa et al., 2014), tujuan pendidikan SMK adalah menciptakan siswa atau lulusan agar mampu:

a. Memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesional b. Mampu memilih karier, mampu berkompetensi dan

mengembangkan diri

c. Menjadi tenaga kerja tingkat menengah untuk mengisi kebutuhan dunia usaha/ dunia industri saat ini dan masa yang akan datang d. Menjadi tenaga kerja yang produktif, adaptif dan kreatif.

Siswa SMK biasanya berumur 15-19 tahun. Dikmenjur, 2008 (dalam Sirsa et al, 2014) menyebutkan bahwa dalam kurikulum SMK,


(44)

terdapat praktik kerja yang lebih banyak daripada pendidikan lanjutan yang lainnya. Praktek kerja tersebut tentunya mengunakan peralatan teknologi. Perkembangan teknologi lebih pesat di perkotaan daripada di pedesaan (Iskandar, 2013).

Berdasarkan karakteristik pedesaan, perkotaan, dan SMK, peneliti mengemukakan definisi siswa SMK di desa dan siswa SMK di kota. Siswa SMK di desa merupakan seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk bekerja dengan cara menempuh pendidikan kejuruan di sekolah formal yang terletak di lingkungan yang homogen, kolektif, gaya hidup agrikultural, dan industri belum berkembang pesat. Siswa SMK di kota adalah seseorang yang menempuh pendidikan kejuruan di sekolah formal yang terletak di lingkungan yang heterogen, memiliki fungsi ekonomi yang aktif, industri yang berkembang pesat, dan gaya hidup yang tinggi untuk berpartisipasi aktif dalam mempersiapkan diri dalam pekerjaan setelah lulus.

C. Dinamika Perbedaan Tingkat Employability antara Siswa SMK di Kota dan Desa

McQuaid dan Lindsay (2005) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi employability. Lokasi (Lindsay, McCracken, & McQuaid, 2003; McQuaid & Lindsay, 2005) dan pendidikan (McQuaid & Lindsay, 2005; Juhdi, Pa’Wan, Othman, & Moksin, 2010; Iyer & Dave, 2015) adalah faktor yang mempengaruhi employability. Pendidikan di Indonesia


(45)

memiliki berbagai macam jenis, salah satunya adalah pendidikan kejuruan yaitu SMK. SMK bertujuan untuk mempersiapkan siswa dalam dunia pekerjaan dan dapat melihat peluang karir (Sirsa, Dantes, & Sunu, 2014). Selain itu, pendidikan SMK bertujuan menciptakan lulusan yang mampu menjadi tenaga kerja yang produktif, adaptif, dan kreatif (Sirsa, Dantes, & Sunu, 2014). Dalam employability, individu perlu memiliki pengalaman yang cukup dalam pendidikannya dengan fasilitas yang memadai agar dapat bersaing dalam dunia kerja (Juhdi, Pa’Wan, Othman, & Moksin, 2010).

SMK tersebar di berbagai lokasi baik di perkotaan maupun pedesaan (kemdikbud.go.id, diakses pada 16 Juni 2017). Seseorang yang bertempat tinggal di desa memiliki kekurangan kemampuan, pengalaman bekerja, dan kualifikasi akademik dalam employability (Lindsay, McCracken, & McQuaid, 2003). Perkembangan infrastruktur dan akses informasi yang belum memadai merupakan faktor yang membuat rendahnya employability di daerah pedesaan (Lindsay, McCracken, & McQuaid, 2003). Saat ini, fasilitas sarana dan prasarana pendidikan maupun pembangunan sudah berkembang di berbagai lokasi seperti pedesaan tetapi sumber daya manusia dalam mengelola fasilitas tersebut masih terbatas (Mayowan, 2016).

Employability antara siswa SMK di kota dan desa dapat dilihat melalui kombinasi dari tiga dimensi, yaitu career identity, personal adaptability, dan social and human capital (Fugate, Kinicki, & Ashforth,


(46)

2004). Seseorang memiliki identitasnya masing-masing dalam dimensi career identity,. Career identity merupakan gambaran diri seperti tujuan, nilai, kepercayaan, sikap, harapan, dan sebagainya untuk mendefinisikan dirinya di tempat kerja (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004; McArdle, Waters, & Briscoe, 2007). Sesuai dengan karakteristik desa, siswa yang bersekolah di SMK desa cenderung menyesuaikan diri dengan harapan orang lain untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama (Iskandar, 2013). Siswa yang berada di kota cenderung untuk melakukan pekerjaannya tanpa bergantung dengan orang lain. Hal tersebut menggambarkan bahwa siswa SMK di kota cenderung memiliki career identity dalam bekerja sehingga memiliki employability yang lebih tinggi daripada siswa SMK di desa.

Personal adaptability merupakan dimensi employability yang sering diaplikasikan untuk beradaptasi dalam menyesuaikan suatu lingkungan. Penyesuaian diri dan harga diri siswa yang berasal dari kota akan lebih tinggi daripada yang berasal dari desa (Acahrya & Deshmukh, 2012; Venkateshaiah, 2013). Seseorang yang memiliki employability yang tinggi dapat digunakan untuk memprediksi keaktifan dalam penyesuaian diri pada pekerjaan (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Seseorang yang memiliki tingkat employability tinggi akan percaya bahwa mereka dapat mengidentifikasi alternatif karir lainnya dan melihat kesempatan adanya peluang karir secara lebih luas (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004).


(47)

Siswa di daerah perkotaan memiliki keanekaragaman budaya (Iskandar, 2013) sehingga tingkat penyesuaian diri siswa di kota lebih tinggi daripada di desa. Keterbukaan terhadap pengalaman baru berada di dalam budaya yang beraneka ragam akan meningkatkan employability (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Selain itu, orang dengan employabiliy yang tinggi percaya bahwa ia dapat mempengaruhi segala sesuatu di sekitarnya dan yakin dengan kemampuan dirinya (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Karena padatnya penduduk, siswa yang berada di kota cenderung melakukan pekerjaan sendiri sesuai dengan kemampuannya (Kennedy, Beckley, McFarlane, & Nadeau, 2009). Oleh karena itu, siswa kota memiliki personal adaptability yang tinggi dalam dimensi employability.

Dalam dimensi social capital, pencarian kerja lebih mudah dilakukan melalui relasi orang lain (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004). Siswa di desa mengalami kesulitan dalam mendapatkan lowongan pekerjaan karena letak geografis dan personal contact lebih sulit didapatkan (Lindsay, McCracken, & McQuaid, 2003). Kurangnya bantuan dalam belajar di rumah dan tingkat pendidikan masyarakat desa yang mayoritas rendah (Tayyaba, 2012) membuat human capital kurang berfungsi dalam prediktor karir (Fugate, Kinicki & Ashforth, 2004). Human capital berfungsi kuat ketika memiliki pengalaman yang banyak dan pendidikan yang lebih tinggi (Fugate, Kinicki, & Ashforth, 2004; Juhdi, Pa'Wan, Othman, & Moksin, 2010). Mayoritas pekerjaan di desa


(48)

adalah bertani sedangkan di kota lebih bervariasi sehingga pengalaman dalam bekerja lebih banyak didapatkan di daerah kota (Yulir, 2014).

Employability dimediasi langsung oleh interaksi manusia dengan

lingkungan sekitarnya, misalnya dukungan sosial dan akses menuju sumber daya seperti dukungan jaringan internet, dukungan finansial, dan lain-lain (Insa, Gonzalez, & Inesta, 2016; McQuaid & Lindsay, 2005). Para siswa di perkotaan sudah terbiasa dengan perkembangan industri yang sangat pesat (Iskandar, 2013). Hal tersebut dapat membuat para siswa sebagai calon pekerja mampu menguasai sistem dan teknologi serta dapat mengaplikasikannya dalam pekerjaan (Rasul, Rauf, Mansor, & Puvanasvaran, 2012).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa employability siswa SMK di desa dan di kota memiliki perbedaan. Siswa SMK di kota cenderung memiliki employability yang tinggi daripada siswa SMK di desa. Hal tersebut dapat dilihat dari career identity yang jelas, memiliki kemampuan personal adaptability, dan memiliki social capital and human capital.


(49)

D. Kerangka Berpikir

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diujikan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat employability yang signifikan antara siswa SMK di kota dan desa. Tingkat employability siswa SMK di kota lebih tinggi daripada siswa SMK di desa...

SMK

KOTA DESA

a. Tingkat pendidikan tinggi b. Individual

c. Penyesuaian diri tinggi d. Harga diri tinggi e. Heterogen

f. Lowongan pekerjaan sering didapat melalui relasi informal

g. Pekerjaan bervariasi

h. Industri dan teknologi berkembang pesat

a. Tingkat pendidikan rendah

b. Kolektif

c. Penyesuaian diri rendah d. Harga diri rendah e. Homogen

f. Lowongan pekerjaan sulit karena keterbatasan akses

g. Mayoritas pertanian

h. Industri dan teknologi masih berkembang

Employability tinggi Employability rendah

Career identity jelas, personal adaptability tinggi, memiliki social and human capital.

Career identity belum jelas, personal adaptability rendah, kurang memiliki social and human capital.


(50)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang datanya dinyatakan dalam angka dan dianalisis dengan teknik statistik (Sangadji & Sopiah, 2010). Penelitian ini merupakan penelitian komparatif yang sifatnya membandingkan variabel satu dengan lainnya (Sangadji & Sopiah, 2010). Data dalam bentuk angka yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan teknik analisis data komparasi. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur perbedaan tingkat employabiilty antara siswa SMK di kota dan desa sehingga jenis penelitian yang tepat digunakan adalah penelitian kuantitatif komparatif.

B. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi kemunculan dari variabel terikat (Kerlinger, 2006). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah siswa SMK, terbagi menjadi:

a. Siswa SMK di kota


(51)

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi dan yang mengikuti perubahan atau variasi dari variabel bebas (Kerlinger, 2006). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat employability.

C. Definisi Operasional

1. Employability

Employability adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa SMK yang digunakan untuk secara aktif mengidentifikasi, mencari, mendapatkan, dan mempertahankan pekerjaan yang diinginkan serta menarik calon perusahaan untuk melihat dirinya siap dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam bekerja.

Employability pada siswa SMK di desa dan di kota diukur menggunakan skala employability. Semakin tinggi skor siswa pada skala employability maka semakin tinggi pula tingkat employbility yang dimiliki oleh siswa SMK tersebut. Sebaliknya, jika skor siswa pada skala employability rendah maka tingkat employability yang dimiliki siswa tersebut juga rendah.

2. Siswa SMK di kota dan desa

Siswa SMK adalah orang yang belajar di jenjang sekolah menengah dan berfokus pada pendidikan kejuruan tertentu serta pendidikan ditempuh rata-rata selama 3 tahun. Siswa SMK dalam


(52)

penelitian ini dibagi menjadi dua berdasarkan ciri-ciri demografisnya, yaitu siswa SMK di kota dan siswa SMK di desa. Siswa SMK di kota merupakan siswa yang berdomisili di kota dan mendapatkan pendidikan kejuruan dengan letak sekolah berada di kota sesuai dengan ciri-ciri demografis kota. Siswa SMK di desa merupakan siswa yang berdomisili di desa dan mendapatkan pendidikan kejuruan dengan letak sekolah berada di desa sesuai dengan ciri-ciri demografis desa.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan adalah siswa SMK yang belum mengikuti praktek kerja lapangan (PKL) atau semacamnya. Siswa SMK diharapkan sudah memiliki banyak materi mengenai kompetensi yang digunakan dalam bidang kerjanya. Dalam penelitian ini tidak menggunakan siswa PKL karena dapat meningkatkan rasa percaya diri dan sikap profesional siswa untuk memasuki dunia kerja (Syahroni, 2014).

SMK dipilih melalui observasi daerah sekolah untuk mengetahui sekolah yang letaknya berada di desa dan di kota. SMK yang dipilih berada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Peneliti memilih SMK yang terletak di Kota Yogyakarta dan di Kabupaten Gunungkidul. SMK yang dipilih memiliki akreditasi yang sama, masing-masing berstatus swasta dan negeri. Akreditasi yang sama pada SMK yang menjadi subjek penelitian dapat diartikan memiliki kebijakan, prosedur,


(53)

fasilitas, kegiatan pembelajaran, dan manajemen sistem yang sama (Pratiwi, 2013) sehingga penelitian ini hanya membedakan daerah kota dan desa.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian dan tergantung dari beberapa faktor seperti jenis data dan ciri responden (Gulo, 2010). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara menyebarkan skala penelitian kepada subjek yang sudah ditentukan. Skala penelitian yang digunakan adalah skala employability. Skala tersebut disusun dengan model skala Likert. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap individu terhadap objek psikologis atau tentang kepemilikan individu atas atribut psikologis (Supratiknya, Pengukuran psikologis, 2014).

Skala employability dalam penelitian ini disusun dengan cara memberikan 4 respon jawaban pada suatu pernyataan. Respon jawaban tersebut adalah Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), Sangat Sesuai (SS). Peneliti menggunakan 4 respon jawaban untuk menghindari jawaban netral dari subjek (Supratiknya, 2014). Isi dari pernyataan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu favorable dan unfavorable (Supratiknya, 2014). Pernyataan favorable adalah pernyataan yang jika diiyakan maka menunjukkan sikap positif terhadap objek terkait. Sebaliknya, pernyataan unfavorable merupakan pernyataan yang jika


(54)

diiyakan maka menunjukkan sikap negatif terhadap objek terkait. Berikut ini pemberian skor pada skala employability:

Tabel 1

Skor Skala Likert Employability

Respon Pernyataan Favorable Unfavorable

Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

Tidak Sesuai (TS) 2 3

Sesuai (S) 3 2

Sangat Sesuai (SS) 4 1

Skala employability yang digunakan dalam penelitian ini disusun dari konstruk employability dari Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004). Employability tersebut terdiri dari tiga dimensi, yaitu career identity, personal adaptability, social and human capital. Berikut ini blueprint skala employability.

Tabel 2

Blueprint skala employability

No Dimensi Employability Jumlah

item %

1. Career Identity 16 37,2%

2. Personal Adaptability 19 44,2%

3. Social and Human Capital 8 18,6%

Total: 43 100%

Contoh item skala employability pada dimensi career identity adalah “Saya sudah memiliki cita-cita untuk bekerja di suatu tempat”. Contoh item pada dimensi personal adaptability yaitu “Saya mudah bekerja dengan orang-orang baru”. Contoh item pada dimensi social and


(55)

human capital adalah “Saya merasa tidak percaya diri untuk bekerja dengan umur yang masih muda”. Berikut ini sebaran item skala employaibility sebelum dilakukan uji coba.

Tabel 3

Sebaran item skala employability sebelum uji coba

No Dimensi

Employability Favorable Unfavorable

Jumlah

item %

1. Career Identity 1,2,3,4,5,6,7

,8

9,10,11,12,13

,14,15,16 16 37,2%

2. Personal

Adaptability

17,18,21,22, 25,26,29,30,

32,33

19,20,23,24,2

7,28,31,34,35 19 44,2% 3.

Social and Human

Capital

36,37,40,41 38,39,42,43 8 18,6%

Total: 22 21 43 100%

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas diperlukan untuk melihat bukti-bukti empiris atau teoritis untuk mendukung interpretasi dari skor tes yang sesuai dengan tujuan penggunaan tes (Supratiknya, 2014). Validitas memiliki beberapa jenis, antara lain validitas isi, validitas terkait proses respon yang diberikan subjek, criterion related validation, internal validation, dan validitas konsekuensi (Supratiknya, 2014; Kerlinger, 2006). Peneliti memilih untuk menggunakan validitas isi karena ingin mengetahui kesesuaian antara isi tes dan konstruk yang diukur dengan analisis logis yang sesuai dengan teori. Analisis logis dapat dilakukan oleh


(56)

orang yang berkompeten di bidangnya atau yang disebut expert judgement (Supratiknya, 2014). Peneliti menggunakan analisis logis dari dosen pembimbing skripsi untuk dapat mengukur validitas isi

2. Reliabilitas Item

Peneliti melakukan uji coba untuk melihat item yang memenuhi syarat untuk menjadi alat ukur. Reliabilitas item dalam penelitian dapat dilihat melalui komputasi statistik Corrected item-total correlation. Korelasi item total digunakan untuk menunjukkan item-item yang paling baik mengukur konstruk yang sedang diukur. Menurut Supratiknya (2014), item yang memiliki reliabilitas yang baik adalah item yang memiliki skor rix ≥ 0,30. Jika banyak item yang tidak lolos

seleksi maka peneliti dapat menurunkan kriteria penilaian menjadi skor rix≥ 0,25 (Azwar, 2009). Rentang yang didapatkan bekisar antara 0,00

– 1,00. Semakin skor rix item yang diperoleh mendekati angka 1,00

maka item tersebut dapat dikatakan reliabel. Sebaliknya, jika skor rix

item yang diperoleh mendekati angka 0,00 maka item tersebut dikatakan kurang reliabel.

Subjek yang digunakan untuk uji coba sebanyak 101 siswa yang berasal dari sekolah negeri dan swasta masing-masing terletak di desa dan kota. Peneliti mengugurkan item yang memiliki rix ≤ 0,3 sehingga

mendapatkan jumlah item sebanyak 28 buah. Item yang gugur antara lain item 1, 2, 6, 9, 12, 22, 24, 25, 29, 30, 31, 36, 39, 40, 41. Setelah


(57)

dilakukan pengguguran item, peneliti memeriksa kembali koefisien korelasi 28 item dan mendapatkan item 7 dan item 33 memiliki rix

kurang dari 0,3 sehingga peneliti juga menggugurkan item tersebut. Jumlah item yang digunakan dalam pengujian hipotesis setelah dilakukan penguguran sejumlah 26 buah.

Tabel 4

Sebaran item skala employability setelah uji coba

No Dimensi

Employability Favorable Unfavorable

Jumlah

item %

1. Career Identity 3,4,5,8 10,11,13,14,15

,16 10 38,46%

2. Personal

Adaptability

17,18,21,26, 32

19,20,23,27,28

,34,35 12 46,15% 3.

Social and Human

Capital

37 38,42,43 4 15,38%

Total: 10 16 26 100%

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur adalah ketepatan alat ukur mengukur yang seharusnya diukur (Kerlinger, 2006). Reliabilitas alat ukur yang digunakan adalah koefisien alpha cronbach. Setelah dilakukan seleksi item dengan cara meloloskan item yang memiliki rit di atas 0,30 maka reliabilitas alat ukur dihitung dengan pengoperasian SPSS alpha cronbach. Rentang skor yang diperoleh berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00.

Koefisien reliabilitas skala menggunakan alpha cronbach sebelum dilakukan pengguguran item sebesar 0,861. Setelah terpilih 26 item


(58)

menghasilkan koefisien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0,864. Skor reliabilitas alpha cronbach di atas 0,70 yang diperoleh setelah adanya seleksi item menunjukkan bahwa alat ukur yang dibuat memiliki reliabilitas yang tinggi (Supratiknya, 2014). Reliabel berarti alat ukur dapat mengukur sesuai dengan konstruk yang diukur.

G. Prosedur Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan sesuai jadwal yang telah ditetapkan sekolah. Peneliti membagikan informed consent untuk diisi sendiri oleh siswa. Setelah mendapatkan persetujuan penelitian dari siswa, peneliti dapat memberikan skala employability kepada siswa SMK. Peneliti kemudian menjelaskan cara pengisian skala employability kepada siswa. Peneliti mendampingi siswa dalam proses pengisian agar semua pernyataan sudah terisi.

H. Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kolmogorov smirnov IBM SPSS 21 Statistic dengan sampel besar. Sampel besar untuk uji kolmogorov smirnov yaitu memiliki sampel lebih dari 30 (Nazir, 2005). Uji komlogorov smirnov digunakan untuk menguji hipotesis bahwa tidak ada perbedaan


(59)

antara dua buah distribusi pada dua sampel yang independen (Nazir, 2005). Data memiliki sebaran normal dengan level significance > 0,05 (Nazir, 2005).

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas diperlukan dalam penelitian komparasi untuk menguji varian dari setiap sampel relatif sama atau tidak. Data penelitian dikatakan homogen jika p dari nilai F lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Uji homogenitas yang digunakan adalah Levene’s test IBM SPSS 21 Statistic. Uji Levene’s test menggunakan nilai mean sample untuk melihat ketidaknormalan data.

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis menggunakan metode statistik analisis komparasional. Analisis komparasional merupakan metode analisis data statistik yang melihat hubungan antara variabel satu dengan yang lainnya menggunakan alat analisis berupa uji beda, uji anova, anakova, chi kuadrat, dan sebagainya (Sangadji & Sopiah, 2010). Dalam penelitian ini, analisis komparasional yang digunakan adalah uji beda yaitu menggunakan independent sample t-test untuk membandingkan dua kelompok yang tidak saling mempengaruhi (Suparno, 2011). Selain itu, metode statistik independent sample t-test membandingkan dua kelompok tersebut dengan melihat mean dari sampel, standar


(60)

deviasi sampel, dan besarnya sampel (Suparno, 2011; Santoso, 2013). Jika sebaran data tidak normal, maka penghitungan uji beda independent sample t-test dilakukan dengan penghitungan


(61)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai dengan tanggal yang tertera dalam surat perijinan yaitu antara tanggal 11 April 2017 – 31 Mei 2017. Peneliti memilih 4 sekolah negeri di area kota dan 4 sekolah swasta di area desa dengan Akreditasi A sesuai dalam Badan Akreditasi Nasional Sekolah Menengah (BAN-SM). Tanggal untuk pengambilan data dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5

Jadwal pengambilan data di SMK

NO NAMA SEKOLAH TANGGAL

1. SMK N 2 Yogyakarta 29 April 2017 2. SMK N 6 Yogyakarta 20 April 2017 3. SMK N 1 Saptosari 18 April 2017 4. SMK N 1 Purwosari 18 April 2017 5. SMK Tamansiswa Jetis 20 April 2017 6. SMK Marsudi Luhur Yogyakarta 15 Mei 2017 7. SMK Muhammadiyah Semin 03 Mei 2017 8. SMK Teruna Jaya 1 Gunungkidul 12 Mei 2017

Peneliti membagikan skala penelitian sesuai dengan jumlah siswa di kelas. Semua skala yang sudah diisi dikumpulkan langsung kepada peneliti sehingga dapat diteliti kembali semua jawaban agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan. Proses pengisian skala berlangsung kurang lebih 20 menit di setiap kelas. Jumlah skala terisi secara keseluruhan adalah 211 buah...


(62)

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa SMK yang belum mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan semacamnya. Para siswa bersekolah di SMK daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Daerah perkotaan yang dipilih adalah Kota Yogyakarta dan daerah pedesaan yang dipilih adalah Kabupaten Gunungkidul. Berikut ini tabel mengenai sebaran sekolah di daerah perkotaan dan daerah pedesaan.

Tabel 6

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan asal sekolah

NO NAMA SEKOLAH AREA JUMLAH

1. SMK N 2 Yogyakarta Kota Yogyakarta 29 2. SMK N 6 Yogyakarta Kota Yogyakarta 28 3. SMK N 1 Saptosari Kabupaten

Gunungkidul

33 4. SMK N 1 Purwosari Kabupaten

Gunungkidul

26 5. SMK Tamansiswa Jetis Kota Yogyakarta 20 6. SMK Marsudi Luhur Kota Yogyakarta 22 7. SMK Muhammadiyah Semin Kabupaten

Gunungkidul

24

8. SMK Teruna Jaya 1

Gunungkidul

Kabupaten Gunungkidul

29

Total 211

Jumlah siswa sebanyak 211 orang yang berusia antara 15 – 19 tahun. Siswa berasal dari kelas X dan XI sesuai ijin dari sekolah.


(63)

Tabel 7

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan usia

UMUR KOTA DESA JUMLAH

15 12 23 35

16 61 76 137

17 16 13 29

18 8 0 8

19 2 0 2

TOTAL 99 112 211

Tabel 8

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan kelas

KELAS KOTA DESA JUMLAH

X 79 112 191

XI 20 0 20

TOTAL 99 112 211

Peneliti membedakan subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Berikut tabel untuk deskripsi berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 9

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

JENIS KELAMIN KOTA DESA JUMLAH

LAKI-LAKI 56 18 74

PEREMPUAN 43 94 137

TOTAL 99 112 211

SMK yang dipilih berasal dari sekolah berstatus negeri dan sekolah berstatus swasta. Berikut ini tabel deskripsi subjek penelitian berdasarkan status sekolah.


(64)

Tabel 10

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan status sekolah

STATUS KOTA DESA JUMLAH

NEGERI 57 59 116

SWASTA 42 53 95

TOTAL 99 112 211

Peneliti juga mengumpulkan data subjek penelitian mengenai jurusan yang diambil. Terdapat 7 jurusan dan dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 11

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan jurusan

NO JURUSAN JUMLAH

1. AUDIO VIDEO 29

2. TATA BUSANA/BUSANA BUTIK 80

3. PERHOTELAN 26

4. TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN 20

5. TEKNIK KENDARAAN RINGAN 22

6. AKUNTANSI 24

7. ADMINISTRASI PERKANTORAN 10

TOTAL 211

Rencana setelah lulus dari SMK yang paling banyak dituju adalah bekerja. Berikut ini data rencana setelah lulus SMK.

Tabel 12

Deskripsi subjek penelitian berdasarkan rencana setelah lulus SMK RENCANA

SETELAH LULUS KOTA DESA JUMLAH

KERJA 55 82 137

KULIAH 31 19 50

KERJA DAN KULIAH 11 11 22

LAIN-LAIN 2 0 2


(65)

C. Deskripsi Data Penelitian

Peneliti menggunakan deskripsi data penelitian untuk meilhat gambaran subjek dalam menjawab. Peneliti mendeskripsikan data penelitian dengan menghitung mean, median, skor tertinggi, skor terendah, dan standar deviasi berdasarkan analisis statistik IBM SPSS 21. Peneliti membandingkan mean empiris dan mean teoritis pada variabel employability untuk mengetahui subjek dalam penelitian ini cenderung memiliki skor tinggi atau tidak. kemudian, dilakukan uji t untuk melihat perbedaan yang diperoleh menunjukkan nilai signifikansi atau tidak. berikut ini tabel hasil deskripsi data.

Tabel 13

Deskripsi data penelitian

N Skor minimum

Skor Maksimum

Mean Empirik

Mean Teoritik

Std. Deviation

DESA 112 52 96 73,63 65 8,447

KOTA 99 54 101 73,87 65 7,075

Siswa yang bersekolah di desa memiliki skor minimum sebesar 52 dan skor maksimum sebesar 96. Mean empirik dari siswa yang bersekolah di desa sebesar 73,63. Nilai mean teoritik sebesar 65. Nilai mean empirik siswa yang bersekolah di desa lebih besar dari nilai mean teoritik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat employability siswa yang bersekolah di desa cenderung tinggi. Uji t yang dilakukan menunjukkan bahwa mean empirik dan mean teoritis berbeda secara signifikan (p = 0,000 ≤ 0,05). Hasil uji t dapat dilihat pada lampiran.


(66)

Siswa yang bersekolah di kota memiliki skor minimum 54 dan skor maksimum 101. Siswa yang bersekolah di kota memiliki mean empirik sebesar 73,87. Nilai mean teoritik sebesar 65. Nilai mean empirik siswa yang bersekolah di kota lebih besar dari nilai mean teoritik. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat employability siswa di kota cenderung tinggi. Berdasarkan hasil uji t (p = 0,000 ≤ 0,05), tingkat employability siswa yang bersekolah di kota cenderung berbeda secara signifikan. Dapat disimpulkan bahwa tingkat employability siswa yang bersekolah di desa dan di kota cenderung tinggi dan siginifikan. Hasil uji t dapat dilihat pada lampiran.

D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

Uji asumsi digunakan untuk mengetahui uji hipotesis yang akan digunakan dalam analisis.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk melihat sebaran data terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan uji kolmogorov smnirnov karena jumlah subjek lebih dari 30 (Nazir, 2005). Data dikatakan terdistribusi normal jika p > 0,05. Berikut tabel hasil uji normalitas kolmogorov smirnov.


(67)

Tabel 14

Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov Area

Sekolah

Kolmogorov-Smirnova

Statistik Df Sig.

Desa 0,113 112 0,01

Kota 0,103 99 0,12

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari siswa yang bersekolah di desa sebesar 0,01 (p < 0,05) dan siswa yang bersekolah di kota sebesar 0,12 (p > 0,05). Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa data siswa di desa tidak terdistribusi normal dan siswa di kota terdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas diperlukan untuk menguji varian dari setiap sampel relatif sama atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan adalah Levene’s test karena dianggap lebih peka terhadap ketidaknormalan data. Jika nilai p > 0,05 maka data dikatakan memiliki varian yang sama atau homogen. Berikut data uji Levene’s test.

Tabel 15

Uji homogenitas Levene’s test Levene

statistic df1 df2 Sig.

Based on mean


(68)

Nilai signifikansi dari Levene’s test sebesar 0,085 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data berasal dari varian yang sama atau homogen.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan menggunakan uji Non-parametric Mann Whitney U Test karena data tidak terdistribusi normal. Jika nilai signifikansi (2-tailed) lebih dari 0,05 maka tidak ada perbedaan tingkat employability antara siswa SMK di kota dan di desa. Jika sebaliknya nilai siginifikansi (2-tailed) kurang dari 0,05 maka ada perbedaan tingkat employability antara siswa SMK di kota dan di desa. Berikut tabel hasil uji Non-parametric Mann Whitney U Test.

Tabel 16

Hasil uji Non-parametric Mann Whitney U Test Nilai

Mann Whitney U 5180,000

Z -0,824

Asymp. Sig. (2-tailed) 0,410 Exact Sig. (2-tailed) 0,411 Exact Sig. (1-tailed) 0,206

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0,410 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat employability yang signifikan antara siswa SMK di kota dan desa.


(69)

3. Hasil Tambahan

Dari data yang diperoleh, peneliti dapat melihat perbedaan tingkat employability antara siswa SMK negeri dan swasta serta antara siswa laki-laki dan perempuan. Berikut ini hasil olah uji normalitas, uji homogenitas, dan uji Mann Whitney U Test.

Tabel 17

Uji perbedaan negeri dan swasta serta laki-laki dan perempuan Mean Uji

Normalitas Kolmogorov Smirnov Uji Homogenitas Levene’s Test Uji Mann Whitney U Status Sekolah

Negeri 74,91 p = 0,000

p = 0,367 p = 0,005 Swasta 72,33 p = 0,191

Jenis Kelamin

Laki-laki 73,66 p = 0,051

p = 0,541 p = 0,709 Perempuan 73,79 p = 0.002

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari siswa yang bersekolah di negeri sebesar 0,000 (p < 0,05) dan siswa yang berjenis kelamin perempuan memiliki nilai signifikansi sebesar 0,002 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebaran data tidak terdistribusi secara normal. Uji normalitas pada data siswa yang bersekolah di swasta sebesar 0,191 (p ≥ 0,05) dan siswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai signifikansi sebesar 0,051 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan sebaran data memiliki distribusi yang normal.

Uji homogenitas kemudian dilakukan untuk melihat data memiliki varian yang sama atau tidak. Setelah dilakukan uji Levene’s test, nilai signifikansi berdasarkan status sekolah sebesar 0,367 (p > 0,05) dan


(70)

berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,541 (p > 0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa data berasal dari varian yang sama atau homogen.

Uji normalitas menunjukkan bahwa sebaran data untuk siswa yang bersekolah di negeri dan siswa perempuan tidak terdistribusi secara normal, maka untuk melihat perbedaan dilakukan dengan pengujian menggunakan uji Non-parametric Mann Whitney U Test. Hasil menunjukkan bahwa nilai signifikansi (2-tailed) berdasarkan status sekolah sebesar 0,005 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan status sekolah ada perbedaan tingkat employability yang signifikan antara siswa SMK di negeri dan swasta dengan nilai mean dari SMK negeri (74,91) lebih tinggi daripada SMK swasta (72,33). Berdasarkan jenis kelamin, nilai signifikansi (2-tailed) sebesar 0,709 (p > 0,05). Hasil berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat employability yang signifikan antara siswa SMK laki-laki dan perempuan dengan nilai mean laki-laki (73,65) lebih rendah daripada perempuan (73,79).

E. Pembahasan

Mean empirik tingkat employability siswa SMK di desa sebesar 73,63 dan siswa SMK di kota sebesar 73,87. Jika dibandingkan dengan nilai mean teoritis yaitu sebesar 65, maka nilai mean empirik lebih besar dari nilai mean teoritis. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat


(71)

employability pada siswa SMK di kota dan di desa cenderung tinggi. Data tingkat employability yang diperoleh kemudian diolah dengan uji perbedaan antara siswa SMK di kota dan desa. Hasil analisis uji Non-parametric Mann Whitney U Test menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,410 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat employability antara siswa SMK di kota dan desa.

Sesuai dengan teori, peneliti sudah memilih SMK di desa yang secara geografis jauh dari daerah perkotaan (Kennedy, Beckley, McFarlane, & Nadeau, 2009). Peneliti juga sudah memilih siswa yang bersekolah di SMK yang secara geografis terletak di tengah perkotaan. Selain itu, mata pencaharian penduduk di desa lebih banyak bertani daripada di kota (Kennedy, Beckley, McFarlane, & Nadeau, 2009). Menurut data kependudukan.jogjaprov.go.id jumlah penduduk di desa yang bekerja di sektor pertanian sebanyak 235.948 orang dibandingkan dengan penduduk kota yang hanya berkisar 41 orang. Namun, letak desa dan kota tidak dapat membedakan tingkat employability siswa SMK.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Lindsay, McCracken, dan McQuaid (2003) yang menemukan bahwa calon pencari kerja di desa memiliki kesenjangan kemampuan dan pengalaman dalam bekerja sehingga tingkat employability menjadi berkurang. Salah satu guru SMK yang berada di desa mengatakan bahwa sekolah juga sudah menyediakan pameran lowongan pekerjaan dan memiliki kerjasama serta sudah dipercaya oleh perusahaan ternama sehingga para siswa sudah


(72)

dipersiapkan sejak dini untuk memasuki dunia pekerjaan (Komunikasi Pribadi, 18 April 2017). Hal tersebut menyebabkan akses pencarian informasi mengenai dunia pekerjaan menjadi lebih mudah. Selain itu, guru SMK yang berada di kota juga mengatakan bahwa perusahaan banyak mencari siswa SMK yang berada di desa sehingga sekolah di desa dan kota tetap berusaha meningkatkan mutu sekolah masing-masing (Komunikasi Pribadi, 22 April 2017).

Hasil penelitian sebelumnya mengatakan bahwa penyesuaian diri dan harga diri siswa yang berasal dari kota lebih tinggi daripada dari desa (Acahrya & Deshmukh, 2012; Venkateshaiah, 2013). Namun, sekolah merupakan kebutuhan primer untuk tempat bersosialisasi di luar rumah sehingga penyesuaian diri atau adaptasi personal juga dapat dikembangkan oleh semua siswa yang bersekolah (Ludden, 2012). Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor tidak adanya perbedaan tingkat employability antara siswa SMK di kota dan desa. Selain itu, siswa SMK juga memiliki tingkat employability yang tinggi karena telah mengembangkan kemampuan penyesuaian diri mereka.

Pencarian kerja berhubungan dengan reputasi dari suatu organisasi. Reputasi merupakan tingkat penghargaan dari suatu organisasi yang dipegang oleh para pemangku kepentingan (Deephouse & Carter, 2005). Reputasi akademik merupakan hal yang penting dan daya tarik dari suatu perusahaan serta akademisi (Finch, Hamilton, Baldwin, & Zehner, 2013). Reputasi akademik dari para siswa didapatkan melalui sekolah


(73)

masing-masing. Chevalier dan Conlon, 2003 (dalam Finch, Hamilton, Baldwin, & Zehner, 2013) menyatakan bahwa reputasi akademik dari suatu sekolah atau kategori sekolah dapat meningkatkan employability dari para lulusan suatu institusi. Reputasi akademik dapat mempengaruhi employability dari para lulusan dilihat dari level institusi berserta rangking dari institusi tersebut (Finch, Hamilton, Baldwin, & Zehner, 2013).

Finch et al., (2013) menyatakan karakteristik institusi, seperti reputasi institusi berpengaruh terhadap employability. Reputasi dapat dilihat melalui akreditasi sekolah. SMK yang dipilih sudah terakreditasi A dan beberapa SMK sudah memiliki sertifikat berstandar internasional yaitu ISO. Kurikulum pembelajaran berjalan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kriteria evaluasi pendidikan memiliki kesetaraan yang sama antara SMK yang berada di kota dan desa. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan tingkat employability antara siswa SMK di kota dan desa.

Hasil penelitian tambahan menemukan bahwa SMK yang berstatus negeri dan swasta memiliki perbedaan dalam employability. Siswa SMK negeri memiliki tingkat employability yang lebih tinggi daripada siswa SMK swasta. Deraney dan Abdelsalam (2012) menemukan bahwa siswa yang berasal dari sekolah negeri lebih cepat dalam belajar sehingga dapat memprediksi kesuksesan akademik siswanya. Figlio dan Stone (2012) mengemukakan bahwa biaya di sekolah swasta lebih mahal daripada negeri sehingga sekolah negeri lebih banyak dicari oleh calon siswa.


(74)

Semakin tinggi performansi sekolah maka kompetisi yang dimiliki oleh sekolah tersebut juga tinggi (Harrison & Rouse, 2014).

Dari segi pengajaran di sekolah, Garg dan Rastogi (2006) meneliti mengenai perbedaan guru di sekolah negeri dan swasta. Guru di sekolah negeri lebih memiliki sifat profesional dalam bekerja, sedikit absen, menggunakan kemampuan yang dimiliki pada kegiatan sekolah, dan mendampingi para siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar di luar waktu pelajaran (Garg & Rastogi, 2006). Oleh karena itu, guru di sekolah negeri lebih meningkatkan siswanya dalam pencapaian akademik (Cheng, 2004).

Dari hasil penelitian yang didapatkan, tingkat employability siswa SMK kurang dipengaruhi oleh lokasi desa dan kota. Tingkat employability siswa SMK lebih dipengaruhi oleh karateristik guru, siswa, dan kompetisi sekolah. Hal tersebut dapat dilihat melalui hasil tingkat employability siswa SMK negeri berbeda secara signifikan dengan siswa SMK swasta.


(75)

57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat employability yang signifikan antara siswa SMK di kota dan desa dengan nilai signifikansi 0,410 (p > 0,05). Nilai mean empirik siswa SMK di kota sebesar 73,87 dan siswa SMK di desa sebesar 73,63. Nilai mean empirik tersebut lebih besar dari nilai mean teoritis yaitu 65. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa SMK di kota dan desa memiliki tingkat employability yang tinggi. Dari hasil uji beda mean (t-test) antara mean empirik dan mean teoritis juga menunjukkan bahwa nilai mean keduanya berbeda secara signifikan (p = 0,000 < 0,05). Jika dilihat dari hasil analisis tambahan, siswa SMK negeri dan swasta memiliki perbedaan tingkat employability yang signifikan (p = 0,005 > 0,05). Hasil menunjukkan bahwa siswa SMK negeri (µ: 74,91) memiliki tingkat employability yang lebih tinggi dari siswa SMK swasta (µ: 72,33).

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapatkan, peneliti memberikan saran yang dapat berguna bagi subjek penelitian dan bagi peneliti selanjutnya. Saran yang diberikan peneliti antara lain:


(76)

1. Bagi Siswa SMK

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat employability siswa SMK di kota dan desa tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal tersebut terlihat dari hasil tingkat employability siswa SMK di kota dan desa yang cenderung tinggi. Para siswa disarankan untuk mempertahankan tingkat employability mereka agar dapat terus bersaing di dunia kerja dengan orang-orang dari berbagai latar belakang.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Berikut ini beberapa saran bagi peneliti selanjutnya:

a. Peneliti menemukan bahwa ada perbedaan tingkat employability yang signifiikan antara siswa SMK negeri dan swasta. Nilai signifikansi yang diperoleh melalui uji Non-parametric Mann Whitney U Test menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,005 (p < 0,05). Penelitian selanjutnya dapat meneliti lebih jauh mengenai tingkat employability bagi instansi negeri dan swasta.

b. Penelitian selanjutnya dapat meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat employability yang relevan dengan situasi saat ini.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)