TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP PENGU

TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL

TERHADAP PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN

FRANSCIESCA YOFIE OLEH PENYIDIK SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRESTABES BANDUNG

SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Kepolisian

Oleh:

DIKI RINAL ADP NOMOR MAHASISWA : 8229 SEKOLAH TINGGI ILMU KEPOLISIAN - PTIK SEMARANG

2014

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

DIKI RINAL ADP

Nomor Mahasiswa :

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga lain.

Jika dikemudian hari ternyata pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia diberikan sanksi akademis sesuai ketentuan yang berlaku.

Semarang, Maret 2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan proses penulisan skripsi yang berjudul “TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP

PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN FRANSCIESCA YOFIE OLEH

PENYIDIK SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRESTABES BANDUNG ”. Penulisan skripsi ini merupakan wujud dari hasil proses rangkaian kegiatan pembelajaran yang dijalani peneliti selama menempuh pendidikan sekaligus dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Ilmu Kepolisian pada Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-PTIK.

Peneliti sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang ada pada peneliti. Untuk itu, peneliti sangat menghargai dan mengharapkan adanya koreksi, kritik dan saran yang bermanfaat dari para pembaca guna kesempurnaan skripsi ini.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang dengan tulus ikhlas diberikan kepada peneliti. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada :

1. Allah SWT, atas semua karunia dan hidayah-Mu, tidak akan terwujud kecuali atas kehendak-Mu.

2. Bapak Inspektur Jenderal Polisi Prof. Dr. Iza Fadri SIK, SH, MH selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian beserta seluruh staf, yang telah membimbing, mengasuh, dan memberikan bekal pengetahuan kepada peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Bapak Inspektur Jenderal Polisi Drs. Eko Hadi Sutedjo, Msi., selaku Gubernur Akademi Kepolisian yang telah membimbing, mengasuh, dan memberikan bekal pengetahuan kepada peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

4. Bapak Komisaris Besar Polisi Widyarso Herry Wibowo, MH., selaku Kakorbintarsis Akademi Kepolisian yang telah membimbing, dan mengasuh peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Komisaris Besar Polisi Drs.Mashudi, selaku Kepala Kepolisian Resort Kota Besar Bandung beserta seluruh anggota Polres dan staf yang telah berpartisipasi dan mendukung peneliti dalam hal pencarian data yang berkaitan dalam pembuatan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf STIK – PTIK maupun Akademi Kepolisian, atas ilmu, wawasan dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti.

8. Bapak Ajun Komisaris Besar Polisi Widiatmoko, SIK., selaku mantan Kepala Detasemen 45, yang senantiasa memberikan inspirasi suri tauladan kepada peneliti.

9. Bapak Ajun Komisaris Besar Polisi Tri Wahyudi, SIK., Msi., selaku Kepala Detasemen Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 62 beserta seluruh pengasuh yang telah membimbing peneliti dalam menempuh pendidikan di STIK-PTIK.

10. Ajun Komisaris Besar Polisi Trunoyudo Wisnu Andiko, SIK., Selaku mantan Kasat Reserse Polrestabes Bandung yang telah memberikan masukan untuk skripsi ini.

11. Komisaris Polisi Tatit Mudji Widodo, SH. MSI., Selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan petunjuk yang terbaik dalam proses pembuatan skripsi dari awal hingga akhir.

12. Seluruh Staff dan anggota Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung yang turut berkontribusi dalam pelaksanaan penelitian ini.

13. Ajun Komisaris Polisi Sigit Yulianto M.Psi, dan Ajun Komisaris Polisi Liberty Adi S. M.Psi., yang telah membukakan cakrawala peneliti mengenai dunia Psikologi.

14. Yang Terhormat kedua Orang tuaku tercinta, Bapak H. Zainal Abidin dan Ibu Hj. Zarniwati Thaher, Saudara-saudaraku kakak Briptu. Ariza Eroel WS, adik Jevana Iffioni TUP, seluruh keluarga besar dan Niken Lupitasari yang selalu memberikan dukungan, do’a dan semangat kepada peneliti hingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

15. Rekan – rekan Mahasiswa Angkatan 62 Den 45-BLB, anak-anak lorong lantai paling atas Dormitory Paramartha, anak genteng, Rendy Dipil, serta yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu namanya.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikan secara tulus ikhlas kepada peneliti dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat pula bagi orang lain.

Semarang, Maret 2013

Peneliti

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto : Jujur, Disiplin , Bertanggung Jawab, dan Jangan Pernah Mengeluh

dalam menjalani segala KetentuanNya, karena sesungguhnya dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan

Persembahan :

Dengan segala ketulusan hati, kupersembahkan karya tulis ini kepada Seluruh anggota keluargaku tercinta, Guru-guruku yang telah menanamkan ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan Insyallah akhiratku, serta Institusi yang telah membesarkanku Kepolisian Negara Republik Indonesia.

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kecamatan di Kota Bandung................................................. 47 Tabel 2 :

Jumlah Penduduk di Kota Bandung...................................... 49 Tabel 3 :

Polsek di Kota Bandung.................................... ................... 51 Tabel 4 :

Susunan Personil Satuan Reskrim Polrestabes Bandung ........................................................... 56

Tabel 5 : Data Tindak Pidana Yang di Tangani Sat Reskrim Polrestabes Bandung dan Jajaran Tahun 2013.................... 57

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan Kerangka Berpikir ....................................................... 33 Gambar 2 : Peta Wilayah Hukum Polrestabes Bandung ......................... 46 Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Polrestabes Bandung ................ 50 Gambar 4 : Bagan Struktur Organisasi satuan Resrse Kriminal

Polrestabes Bandung............................................................. 52

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Kontrol Bimbingan Skripsi Lampiran 2 : Surat Penghadapan Ke Tempat Penelitian Lampiran 3 : Surat Perintah Pengambilan Data Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian di Polrestabes Bandung Lampiran 5 : Surat Permohonan Ubah Judul Lampiran 6 : Berita Acara Ubah Judul Lampiran 7 : Pedoman Wawancara Lampiran 8 : Dokumentasi Penelitian Lampiran 9 : Riwayat Hidup Penulis

ABSTRAK

Judul Skripsi : Tinjauan Psikologi Sosial Terhadap Pengungkapan Kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie oleh Penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung

Nama Mahasiswa : Diki Rinal ADP No.Mahasiswa : 8229

Isi Abstrak :

Latar belakang permasalahan penelitian ini adalah adanya opini masyarakat yang menunjukkan keraguan pada hasil pengungkapan kasus

pembunuhan sadis terhadap korban bernama Fransciesca Yofie yang terjadi di Bandung pada 5 Agustus 2013 oleh pihak kepolisian. Sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang bahwa dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, fungsi,dan wewenang di bidang penyidikan tindak pidana secara profesional, transparan, dan akuntabel guna terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan rasa keadilan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami proses pengungkapan kasus pidana pembunuhan Fransciesca Yofie tersebut dengan menggunakan konsep Peyidikan, teori peran dan teori Efektifitas Penegakan Hukum sebagai pisau analisis. Tinjauan psikologi sosial opini masyarakat terhadap hasil proses pengungkapan, menggunakan teori belajar Gestalt, Agenda Setting, dan Persepsi.

Penulisan dilakukan dengan pendekatan kualitaif menggunakan metode penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilaksanakan dengan cara wawancara, dan telaah dokumen. Teknis analisis data yang dilakukan meliputi kegiatan reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pelaksanaan proses pengungkapan kasus pidana yang menewaskan korban bernama Fransciesca Yofie tersebut telah dilaksanakan secara maksimal oleh pihak Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung dengan menerapkan Scientific Crime Inverstigation (SCI). Tahapan penyidikan dan penyelidikan telah dilaksanakan

sesuai dengan KUHAP, KUHP, serta Perkap No.14 Tahun 2012, sehingga memenuhi asas legalitas, profesional, proporsional, transparan, akuntabel, efektif dan efisien. Perspektif masyarakat terkait kasus Fransciesca Yofie dipengaruhi oleh pemberitaan yang diterima melalui media kemudian dihubungkan dengan proses logika akhirnya membentuk sebuah persepsi

negatif yang berupa stereotip masyarakat terhadap hasil penyidikan. Demi terwujudnya perbaikan bagi Institusi Polri kedepan, maka peneliti menuliskan beberapa saran yaitu : (1) Polri perlu membuat aturan secara rinci mengenai pelaksanaan pemberian keterangan resmi kepada publik, (2) Perlu dilakukan peningkatan pengawasan internal kepada setiap personil Polri agar

tidak melanggar kode etik dan disiplin, (3) Perlu dilakukan upaya peningkatan citra Polri di masyarakat dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan positif, dan (4) Polri perlu menggalang media massa agar terjadi hubungan kerja sama yang baik dalam menyampaikan pesan-pesan dan informasi kepada masyarakat. Kata kunci : Psikologi sosial, Pembunuhan, Konsep Penyidikan, Teori Peran,

Teori faktor Efektifitas Penegakan Hukum, Teori belajar Gestalt, Teori Agenda Setting, Teori Persepsi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Beberapa macam hukum yang dimiliki Indonesia dalam upaya mengatur setiap perilaku kejahatan atau tindak pidana diantaranya adalah KUHP (Kitab Undang- Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana). Penegakan hukum dalam proses penyelesaian tindak pidana dilaksanakan berdasarkan ketentuan KUHAP.

Di Indonesia, penyelesaian perkara pidana dilakukan dalam suatu sistem peradilan pidana. Peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga permasyarakatan (Reksodiputro, dalam Atmasasmita, 2010). Proses penegakan hukum idealnya dilaksanakan secara konsisten, adil, terbuka, dan tepat waktu, sehingga tercipta keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.

Menurut Prof. Dr. Awaloedin Djamin M.P.A, (seperti dikutip Mubarok, 2013 : 3) sebagai aparat pemerintah maka Polri adalah bagian dari sistem administrasi negara, sedangkan sebagai alat penegak hukum Polri merupakan Menurut Prof. Dr. Awaloedin Djamin M.P.A, (seperti dikutip Mubarok, 2013 : 3) sebagai aparat pemerintah maka Polri adalah bagian dari sistem administrasi negara, sedangkan sebagai alat penegak hukum Polri merupakan

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 13 menyebutkan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan tugas Polri tersebut dilaksanakan melalui fungsi-fungsi teknis yang ada sesuai dengan hukum dan aturan sistem peradilan pidana.

Fungsi teknis Reserse adalah pelaksana tugas penyidikan tindak pidana oleh Polri. Pasal 1 ayat (2) KUHAP meny ebutkan bahwa “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Pelaksanaan proses penyidikan oleh kepolisian harus sudah meninggalkan cara konvensional yang mana hanya mengandalkan pengakuan tersangka atau saksi.

Di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, kepolisian harus sudah menerapkan penyidikan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, yaitu dengan cara Scientific Crime Investigation (SCI). SCI adalah proses penyidikan yang dalam sistem pembuktiannya memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau memanfaatkan fungsi forensi k guna mengungkap suatu kejahatan maupun tindak pidana secara ilmiah.

Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat kepolisian masih banyak menuai kritik dan protes dari masyarakat yang menjadi objek hukum itu Penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat kepolisian masih banyak menuai kritik dan protes dari masyarakat yang menjadi objek hukum itu

” tingkat penyiksaan dalam proses penyelidikan dan penyidikan masih tinggi. Berdasarkan riset LBH, di Jakarta saja penyiksaan masih terjadi secara sistematis dan terus menerus. Pada 2005 ditemukan 81,1 % tersangka mengalami penyiksaan saat diperiksa di tingkat kepolisian. Angka ini bertambah pada 2008, yaitu 83,65 % tersangka mengaku

mengalami penyiksaan. Yang lebih mengejutkan lagi, 77% penyiksaan dilakukan untuk memperoleh pengakuan dan mendapatkan informasi. Padahal pengakuan hanya salah satu dari lima alat bukti yang dapat digunakan oleh aparat kepolisian. ” (Detik News, 30 Juni 2011, URL).

Ketidakpuasan serta ketidakpercayaan masyarakat atas kinerja Polri menyebabkan buruknya citra aparatur kepolisian di mata masyarakat. Menurut Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari ketika dihubungi Metrotvnews :

"Tantangan terbesar Kapolri terpilih Komjen Pol Sutarman adalah membangun citra baru Polri di mata masyarakat. Hampir di semua survei atau jajak pendapat citra Polri itu terendah. Polri menjadi institusi yang paling tidak dipercaya oleh masyarakat." (MetrotvNews, 18 Oktober 2013, URL).

Reformasi birokrasi Polri berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014, salah satu tujuannya adalah menciptakan dan membangun aparatur Polri yang bersih, profesional, bertanggung jawab , dan berintegritas tinggi, produktif, serta mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, integritas tinggi tentang perilaku dan pola pikir serta budaya kerja Reformasi birokrasi Polri berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014, salah satu tujuannya adalah menciptakan dan membangun aparatur Polri yang bersih, profesional, bertanggung jawab , dan berintegritas tinggi, produktif, serta mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat, integritas tinggi tentang perilaku dan pola pikir serta budaya kerja

“Suhardi Alius selaku Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri berjanji akan memperkuat kompetensi dan integritas penyidik. Ia akan menindak tegas polisi yang mempermainkan penanganan kasus. Tindakan tegas ini diambil untuk memperbaiki citra Bareskrim yang berantakan. Karena 80 persen citra buruk polisi itu disumbangkan oleh Bareskrim .” (MedanBisnis, 7 desember 2013, URL).

Setiap tindak pidana atau kejahatan memiliki karakteristik yang berbeda dalam setiap proses penanganannya. Pada dasarnya tindak pidana pembunuhan dengan cara yang sadis sudah banyak terjadi dan proses penegakan hukumnya berjalan lancar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Seperti halnya kasus pembunuhan sadis di Lembaga Permasyarakatan (LP) Cebongan, Yogyakarta yang melibatkan beberapa aparatur Tentara Nasional Indonesia (TNI) anggota Kopassus. Penyidikan terhadap kasus Cebongan tersebut dilakukan oleh tim Investigasi TNI. Proses penyidikan oleh Tim Penyidik TNI dilakukan dengan sangat tertutup . Tidak ada pemberitahuan khusus kepada publik mengenai perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan.

"...perwakilan masyarakat Nusa tenggara Timur (NTT) dan Forum Advokat Pengawal Konstitusi (Faksi) menyesalkan sikap Danpuspom TNI menolak memberikan penjelasan... .tanpa ada penjelasan, Puspom TNI menolak bertemu.” (Tribun News, 16 Mei 2013, URL)

Namun tidak ada opini yang berlebihan beredar di masyarakat terhadap perilaku penyidik TNI tersebut. Sebagian masyarakat bahkan ada yang memberikan apresiasi kepada para tersangka pembunuhan di LP Cebongan, terkait dengan pernyataan yang bersifat opini dari pihak TNI dihadapan media publik mengenai perilaku yang dilakukan beberapa anggotanya.

"...sikap sejumlah purnawirawan TNI berpangkat jendral justru memberikan opini menyesatkan bahwasannya tindakan 11 prajurit TNI

tersangka pelaku pembunuhan cebongan sebagai tindakan kesatria dan karsa karena berhasil mebunuh preman demi membela korps TNI." (Tribun News, 16 Mei 2013, URL)

Tidak demikian halnya dengan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie yang terjadi pada bulan suci Ramadhan, 5 Agustus 2013 di Bandung, Jawa Barat. Kasus terbunuhnya Fransciesca Yofie cukup mengagetkan masyarakat mengingat terjadinya pembunuhan itu tergolong sadis dengan diseret sepeda motor dan korban dibacok tiga kali, di waktu orang berbuka puasa, 5 hari menjelang Hari Raya Idul Fitri. Korban pembunuhan tersebut adalah sosok yang secara fisik dianggap cantik dan merupakan seorang manajer di sebuah perusahaan jasa keuangan.

Berbagai informasi yang beredar di media menunjukan ketidakpuasan terhadap proses penyidikan dan hasil yang disampaikan oleh pihak kepolisian. Sorotan dalam kasus tersebut adalah, pelaku secara tidak sengaja atau telah terencana ingin melakukan pembunuhan terhadap korban, dan ada atau tidaknya kaitan kehadiran pihak lain dalam kasus tersebut terkait dengan adanya hubungan khusus antara seorang anggota Polda Jawa Barat dengan korban. Beberapa kejanggalan muncul setelah tersangka pembunuhan menyerahkan diri dan memberikan keterangan tentang kronologi kejadian kepada pihak kepolisian.

“Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, menjelaskan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dalam kasus pembunuhan Sisca Yofie. Pertama, disebutkan bahwa rambut korban masuk ke gir motor sehingga terseret. Fakta ini sangat tidak masuk akal karena konstruksi sepeda motor tidak memungkinkan untuk itu. Kedua, disebutkan bahwa korban dibacok saat terseret motor, padahal di wajah

korban terdapat dua luka bacok tepatnya di bagian wajah kanan dan kiri. Bentuk lukanya lebar di atas dan mengecil kebawah yang menunjukan bahwa korban dibacok terlebih dahulu sebelum di seret. Ketiga, dari CCTV terlihat korban hanya terkulai diam saat diseret yang menunjukan bahwa setelah dibacok, korban dalam keadaan sekarat

langsung diseret. Keempat, data, foto-foto, dan perteman di dua facebook korban mendadak hilang . ” (Tribun News, 14 Agustus 2013, URL)

Para ahli dari berbagai bidang ilmu juga turut memberikan opini berdasarkan analisa sesuai keilmuannya. Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Mulyana W Kusumah mengatakan, kasus Sisca tidak semata-mata perampokan. Kemungkinan ada motif lain di balik tewasnya Branch Manager PT Verena Multi Finance tersebut (Detik News, 13 Agustus 2013, URL).

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel berpendapat bahwa tidak bisa diabaikan indikasi balas dendam dalam kasus pembunuhan sadis terhadap Fransciesca Yofie.(Tribun News, 7 Agustus 2013, URL).

Opini masyarakat tersebut memberikan gambaran mengenai tingkat kepercayaan serta respon masyarakat berkaitan dengan tugas kepolisian. Kasus tersebut tentunya menjadi tugas yang cukup berat bagi kepolisian, terutama penyidik Reserse Kriminal Umum Polrestabes Bandung guna memenuhi tuntutan masyarakat untuk mengungkap kasus pembunuhan Fransciesca Yofie dengan seadil-adilnya. Hal ini merupakan tantangan khusus bagi Polri untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat dan menghilangkan persepsi negatif tentang kepolisian.

“Anggota Komisi III DPR RI, Didi Irawadi Syamsuddin pun menilai kasus pembunuhan sadis tersebut sebagai pertaruhan besar citra “Anggota Komisi III DPR RI, Didi Irawadi Syamsuddin pun menilai kasus pembunuhan sadis tersebut sebagai pertaruhan besar citra

Terkait dengan adanya spekulasi yang muncul di tengah-tengah masyarakat mengenai pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik kepolisian khususnya penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Polrestabes Bandung. Fokus penelitian yang dilakukan adalah proses pengungkapan oleh penyidik Polrestabes Bandung sebagai dasar untuk tinjauan psikologi sosial terhadap opini masyarakat yang menunjukan keraguan pada pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie tersebut.

Psikologi sosial adalah ilmu yang secara khusus mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan lingkungan sosial. Psikologi sosial berisi kumpulan informasi dan teorinya sudah teruji melalui metode penelitian baku yang ketat sehingga memiliki kemampuan deskripsi, prediksi, serta intervensi yang tajam dan terukur (Sarwono dan Meinarno, 2009:17). Menurut Baron dan Byrne (2006) psikologi sosial adalah bidang ilmu yang mencari pemahaman tentang asal mula dan penyebab terjadinya pikiran serta perilaku individu dalam situasi-situasi sosial (Sarwono dan Meinarno, 2009:12). Peneliti melakukan tinjauan psikologi sosial terhadap masyarakat guna menganalisa asal mula serta proses munculnya opini yang mengarah pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung.

Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, selanjutnya peneliti menarik kesimpulan mengenai proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie dan penyebab timbulnya berbagai opini dalam masyarakat terhadap Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan, selanjutnya peneliti menarik kesimpulan mengenai proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie dan penyebab timbulnya berbagai opini dalam masyarakat terhadap

Dengan pertimbangan tersebut, maka judul penelitiaan skripsi yang akan dibuat oleh peneliti adalah “TINJAUAN PSIKOLOGI SOSIAL TERHADAP

PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN FRANSCIESCA YOFIE OLEH PENYIDIK SATUAN RESERSE KRIMINAL POLRESTABES BANDUNG ”.

1.2 Perumusan Permasalahan

Dengan dasar latar belakang di atas, permasa lahan yang diangkat oleh peneliti adalah “Bagaimana tinjauan psikologi sosial terhadap pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung? ”. Dari permasalahan tersebut maka ditetapkan batasan persoalan:

a. Bagaimana

kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung ?

proses

pengungkapan

b. Bagaimana opini masyarakat terhadap pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung ditinjau dari segi psikologi sosial ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mendeskripsikan dan memahami proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung.

b. Untuk memahami opini masyarakat terhadap proses pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung serta memahami proses terbentuknya opini tersebut ditinjau dari segi psikologi sosial.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tentang tinjauan psikologi sosial terhadap pengungkapan kasus pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung ini terbagi atas manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu :

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemahaman mengenai proses penyidikan terhadap pengungkapan suatu tindak pidana serta analisa psikologi sosial terhadap opini masyarakat mengenai kinerja kepolisian.

2. Dapat memberi kontribusi dalam proses pendidikan di Perguruan Tinggi, serta menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya .

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti, skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan berpikir secara sistematis dan logis dalam menganalisa permasalahan dan menghubungkannya dengan peran Polri sebagai penegak hukum.

2. Sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti pendidikan di STIK-PTIK domisili Akpol, khususnya terhadap proses penyelenggaraan suatu penelitian yang pada akhirnya dijadikan sebuah tulisan karya ilmiah untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kepolisian.

3. Bagi organisasi Polri, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi penyidik Polri untuk meningkatkan kemampuan dalam menangani suatu kasus pidana dan melakukan langkah-langkah yang tepat selama proses penyidikan berlangsung.

1.5 Sistematika Penulisan

Berdasarkan Keputusan Ketua STIK Nomor: KEP/65/IX/2012, penulisan skripsi ini disusun dengan suatu sistematika penulisan yang terdiri dari 6 (enam) bab sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang

bermaterikan uraian latar belakang permasalahan, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Bab II dalam penulisan ini merupakan bagian mengenai tinjauan literatur yang akan BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Bab II dalam penulisan ini merupakan bagian mengenai tinjauan literatur yang akan

BAB III : PELAKSANAAN PENELITIAN. Bab III dalam penulisan skripsi ini membahas tentang pendekatan dan metode penelitian, sumber informasi, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam pelaksanaan pembuatan skripsi ini.

BAB IV : TEMUAN PENELITIAN. Bab IV dalam penulisan skripsi ini merupakan bagian mengenai hasil penelitian yang menyajikan data-data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan, dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yang telah ditentukan sebelumnya.

BAB V : PEMBAHASAN. Pada Bab V dalam penulisan skripsi ini berisi tentang hasil analisa data atau informasi yang diperoleh dengan merujuk pada teori-teori dan konsep-konsep serta kerangka pemikiran yang dijadikan dasar dalam penulisan skripsi ini.

BAB VI : PENUTUP. Berisikan tentang kesimpulan sebagai suatu rangkuman dari hasil penelitian yang telah dibahas dan dianalisa sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh, serta selanjutnya dibuat suatu saran sebagai rekomendasi dari hasil penulisan ke arah yang diharapkan.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1.6 Kepustakaan Penelitian

Penelitian adalah rangkaian kegiatan yang sistematik yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan terencana dalam mengkaji, mempelajari, atau menyelidiki suatu permasalahan untuk memperoleh pengetahuan teoretik, yang dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan atau digunakan untuk pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi (Muhammad dan Djaali, 2005:1).

Kepustakaan penelitian menjadi salah satu bagian dari sistematika penulisan skripsi STIK-PTIK yang terdapat dalam BAB II Tinjauan Kepustakaan. Kepustakaan penelitian merupakan karya ilmiah berupa skripsi, tesis, atau disertasi yang dibuat oleh peneliti atau ilmuan terdahulu yang kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penulisan skripsi ini. Tujuannya adalah memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang adanya penelitian lain dengan tema yang sama, namun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan, sudut pandang penelitian, penerapan teori sebagai pisau analisis, maupun lokasi penelitiannya. Kepustakaan penelitian dapat menunjukan bahwa skripsi ini adalah benar-benar hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, bukan hasil penjiplakan/plagiat dari penelitian orang lain.

Kepustakaan penelitian pertama yang digunakan oleh penulis adalah penelitian dalam bentuk skripsi dari Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Romeyan Ricardo Siahaan (2008) yang berjudul “Persepsi Masyarakat Dalam Pelayanan Pembuatan SIM C (Surat Izin Mengemudi C ) : Studi pada kantor Sat Lantas Polresta Tebing Tinggi”.

Penulisan skripsi Romeyan (2008) tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya hambatan dalam penyelenggaraan pelayanan pembuatan SIM di Indonesia. Beragamnya kasus penyimpangan aktivitas pelayanan pembuatan SIM di berbagai daerah menunjukan bahwa penyimpangan pembuatan SIM dalam tubuh kepolisian sudah sangat kronis dan sistematis. Disisi lain masyarakat pada umumnya tidak mengetahui informasi sesungguhnya berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pembuatan SIM. Penyebab ketidaktahuan masyarakat adalah karena memang tidak tahu ketentuan pembuatan SIM, atau masyarakat mengetahui tetapi tidak berdaya, tidak memiliki keberanian untuk mempertayakan. Fatalnya ketidaktahuan ini dimanfaatkan oleh pihak kepolisian sebagai pemegang otoritas dalam pelayanan pembuatan SIM untuk berkecenderungan memaksimalkan keuntungan.

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi Romeyan adalah mengenai bagaimana persepsi masyarakat dalam pelayanan pembuatan SIM C yang dilakukan polisi Sat Lantas Polresta Tebing Tinggi. Berdasarkan penelitian Romeyan, diperoleh jawaban bahwa kantor Sat Lantas dengan benar mengawasi pelaksanaan dan pemberian sebuah SIM C baru dari awal pendaftaran sampai dengan diperolehnya SIM C oleh masyarakat karena bermanfaat bagi masyarakat 79% responden berpersepsi demikian. Masyarakat yang mengurus SIM C p un dari tahun-ketahun meningkat. 97% Permasalahan yang diangkat dalam skripsi Romeyan adalah mengenai bagaimana persepsi masyarakat dalam pelayanan pembuatan SIM C yang dilakukan polisi Sat Lantas Polresta Tebing Tinggi. Berdasarkan penelitian Romeyan, diperoleh jawaban bahwa kantor Sat Lantas dengan benar mengawasi pelaksanaan dan pemberian sebuah SIM C baru dari awal pendaftaran sampai dengan diperolehnya SIM C oleh masyarakat karena bermanfaat bagi masyarakat 79% responden berpersepsi demikian. Masyarakat yang mengurus SIM C p un dari tahun-ketahun meningkat. 97%

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Romeyan dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama membahas tentang persepsi masyarakat terhadap kinerja kepolisian. Perbedaannya Romeyan fokus kepada pelayanan pembuatan SIM C oleh Sat Lantas Polresta Tebing Tinggi sedangkan penulis fokus kepada pengungkapan kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Sat Reskrim Polrestabes Bandung. Se lain itu, perbedaan lainnya terletak pada metodologi penelitian, dimana pendekatan penelitian Romeyan adalah kuantitatif dengan metode deskriptif, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus, dimana dalam penelitian ini penulis lebih menganalisis mengenai penyebab timbulnya persepsi masyarakat ditinjau dari segi psikologi sosial.

Penelitian kedua yang menjadi kepustakaan penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian dalam bentuk skripsi dari Adi Kurniawan (2013), Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya

Palembang dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Kinerja Polisi Dalam Menjaga Ketertiban dan Keamanan (Studi Pada Masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung )”.

Latar belakang penelitian Adi (2013) adalah Masalah Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) merupakan suatu kebutuhan yang senantiasa diharapkan masyarakat dalam melaksanakan aktifitas sehari -hari. Kabupaten Way Kanan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang Latar belakang penelitian Adi (2013) adalah Masalah Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) merupakan suatu kebutuhan yang senantiasa diharapkan masyarakat dalam melaksanakan aktifitas sehari -hari. Kabupaten Way Kanan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang

Sebagai suatu institusi yang diberi wewenang atau kekuasaan melaksanakan hukum (penegak hukum), polisi telah dikonstruksikan secara normatif bertindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Masalahnya sekarang, ketika hukum itu ditegakan oleh aparat kepolisian dimasyarakat, timbul problem-problem sosial yang pada intinya menunjuk pada pertarungan kepentingan antara kedua kelompok sosial itu.

Prilaku dari aparat kepolisian secara individual maupun secara institusional dalam pelaksanaan tugas -tuganya ditengah masyarakat dirasakan banyak menyimpang dan tidak sesuai dengan ketentuan aturan yang ada. Hal ini dirasakan masyarakat sebagai suatu pertentangan atau konflik yang sulit dicarikan jalan keluarnya, karena apapun tindakan yang dilakukan oleh polisi ditengah masyarakat selalu ada alasan pembenarannya. Ini dimungkinkan karena polisi mempunyai kekuasaan yang besar sehingga mampu melakukan segala tindakan ilegal dan berlindung dibalik tugas-tuganya yang legal.

Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan permasalahan yang di angkat oleh Adi dalam penelitiannya adalah mengenai Bagaimana persepsi masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung terhadap kinerja polisi dalam menjaga kamtibmas dan faktor yang membentuk persepsi masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan terhadap kinerja polisi dalam menjaga ketertiban dan keamanan.

Dari hasil penelitian Adi tersebut di dapatkan kesimpulan bahwa polisi yang bertugas menjaga ketertiban dan keamanan direspon kurang baik

(negatif) oleh masyarakat Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan provinsi Lampung. Meskipun ada masyarakat menilai polisi sebagai mitra masyarakat, namun masyarakat mempersepsi kinerja polisi lamban, mengecewakan, materialistis dan diskriminatif.

Faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat adalah faktor fungsional dan struktural diantaranya faktor kebutuhan, dimana ketertiban dan keamanan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi seperti halnya kebutuhan fisik. Kemudian pengalaman masa lalu, dimana berdasarkan pengalaman masyarakat polisi lamban dalam menanggapi laporan atau pengaduan masyarakat sehingga masyarakat kurang mempercayai polisi. Lingkungan,bahwa lingkungan yang ada banyak polisi yang ti nggal jadi realitas sehari-hari polisi diketahui. Selanjutnya stimuli dan efek syaraf, dimana stimuli yang dilanjutkan ke syaraf tentang kinerja polisi dalam menjaga ketertiban dan keamanan kurang baik.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Adi dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah sama-sama menganalisa mengenai persepsi masyarakat terhadap kepolisian. Perbedaannya, Adi membahas tentang kinerja kepolisian dalam kamtibmas di Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan provinsi Lamp ung sedangkan penulis meneliti tentang kepercayaan masyarakat terhadap pengungkapan kasus Pembunuhan Fransciesca Yofie oleh penyidik Sat Reskrim Polrestabes Bandung di tinjau dari sudut pandang psikologi sosial.

2.2 Kepustakaan Konseptual

Kepustakaan konseptual merupakan dasar pedoman dalam suatu penelitian, agar penelitian dapat dilakukan sesuai dengan arah dan batas yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori dan konsep yang terkait dengan permasalahan yang diteliti.

2.2.1 Teori Penelitian ini menggunakan beberapa teori untuk menganalisa hasil temuan pada penelitian sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2.2.1.1 Teori Gestalt Menurut aliran psikologi Gestalt, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur atau merupakan suatu sistem, bukan hanya terdiri atas sejumlah bagian atau unsur yang satu sama lain terpisah,yang tidak mempunyai hubungan fungsional. Manusia adalah individu yang merupakan berbentuk jasmani-rohani. Interaksi manusia terhadap dunia luar bergantung pada cara ia menerima stimulus dari dunia luardan bagaimana serta apa motif- motif yang ada padanya. Manusia bebas memilih cara bagaimana ia berinteraksi; stimulus yang mana yang diterimanya dan mana ya ng ditolaknya (Sobur, 2003:232).

Teori Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori Gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil.Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer, and Wolfgang Köhler.

Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. (Wikipedia, 26 September 2013, URL)

Empat hukum Gestalt, yaitu:

1. Hukum keterdekatan: Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.

2. Hukum ketertutupan: Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri.

3. Hukum kesamaan: Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita persepsikan sebagai suatu kelompok atau suatu totalitas.

4. Hukum kontinuitas: Orang akan cenderung mengasumsikan pola kontinuitas pada obyek-obyek yang ada. (Wikipedia, 26 September 2013, URL)

2.2.1.2 Teori Prasangka Prasangka adalah sikap yang negatif terhadap kelompok tertentu atau seseorang, semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok tersebut. (Baron & Byrne, 1994:209). Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Prasangka berarti penilaian terhadap suatu kelompok atau individu yang terutama didasarkan pada kelompok individu tersebut. Di dalam prasangka terdapat penilaian pendahuluan (prejudgment), dimana pengamat menilai orang lain lain berdasarkan kategori sosial mereka dan tidak berdasarkan informasi atau fakta tentang individu tersebut. (Sears, Freedman, & Peplau, 1994:146)

Prasangka adalah sebuah sikap yang biasanya bersifat negatif yang ditujukan bagi anggota beberapa kelompok yang didasarkan pada keanggotaan orang tersebut pada sebuah kelompok dan bukan oleh karakteristik tertentu yang dimilikinya seperti kepribadian, masa lalu, dan lain sebagainya. (Sarwono & Meinarno, 2009:226)

Menurut Baron & Byrne (seperti dikutip Sarwono & Meinarno, 2009:227) prasangka berasal dari beberapa teori:

a. Teori belajar sosial Teori ini menjelaskan bahwa prasangka berkembang karena individu mempelajarinya. Individu mengamati perilaku orang disekitarnya yang memiliki prasangka tertentu terhadap orang lain, setelah itu ia mempelajari ciri - ciri perilaku tersebut dan menerapkannya. Selain itu, prasangka juga dapat dipelajari melalui pengalaman yang bersifat vicarious.

b. Kategori sosial Teori ini menjelaskan bahwa prasangka merupakan wujud perilaku yang membeda-bedakan antara mana orang yang menjadi bagian dari kelompoknya (in-group) dan mana orang yang menjadi anggota kelompok lain (out-group).

c. Stereotip Teori ini menjelaskan bahwa stereotip merupakan komponen kunci dari prasangka yang merupakan sifat khas yang seakan-akan menempel pada suatu kelompok. Stereotip merupakan kerangka kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang kelompok sosial tertentu dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota kelompok tertentu tersebut. Psikologi kognitif menjelaskan bahwa stereotip timbul karena manusia membentuk skema dalam c. Stereotip Teori ini menjelaskan bahwa stereotip merupakan komponen kunci dari prasangka yang merupakan sifat khas yang seakan-akan menempel pada suatu kelompok. Stereotip merupakan kerangka kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang kelompok sosial tertentu dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota kelompok tertentu tersebut. Psikologi kognitif menjelaskan bahwa stereotip timbul karena manusia membentuk skema dalam

2.2.1.3 Teori Pembentukan Opini : Agenda Setting Teori Agenda-setting merupakan pemikiran yang menyatakan bahwa media tidak mengatakan apa yang orang pikirkan, tetapi apa yang harus dipikirkan. (Barans & Davis, 2010:346)

Agenda-setting pertama kali diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.

Menurut McCombs & Shaw (1972) (dalam Baran & Davis, 2010:347) pembaca belajar tidak hanya mengenai isu tertentu, tetapi seberapa penting untuk terikat pada isu tersebut berdasarkan jumlah informasi yang ada di berita atau media massa. Media massa menentukan isu mana yang penting dan mana yang tidak, dan disini media massa mengatur agenda dari berita tersebut. McCombs berpendapat bahwa agenda-setting bekerja pada dua level – level objek dan level atribut. Media mengatur agenda publik pada level atribut tentang bagaimana memikirkan sesuatu, sementara level objek mengatur agenda publik tentang apa yang seharusnya dipikirkan. McCombs juga memperluas teori agenda-setting ini dengan menghubungkannya dengan teori media lain yaitu framing. Teori framing merupakan pernyataan bahwa orang- Menurut McCombs & Shaw (1972) (dalam Baran & Davis, 2010:347) pembaca belajar tidak hanya mengenai isu tertentu, tetapi seberapa penting untuk terikat pada isu tersebut berdasarkan jumlah informasi yang ada di berita atau media massa. Media massa menentukan isu mana yang penting dan mana yang tidak, dan disini media massa mengatur agenda dari berita tersebut. McCombs berpendapat bahwa agenda-setting bekerja pada dua level – level objek dan level atribut. Media mengatur agenda publik pada level atribut tentang bagaimana memikirkan sesuatu, sementara level objek mengatur agenda publik tentang apa yang seharusnya dipikirkan. McCombs juga memperluas teori agenda-setting ini dengan menghubungkannya dengan teori media lain yaitu framing. Teori framing merupakan pernyataan bahwa orang-

Faktor-faktor yang mempengaruhi agenda-setting disebut faktor kondisional, yang dapat dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:

a. Dari perspektif agenda media adalah framing, priming, frekuensi dan intensitas pemberitaan/penayangan, dan kredibilitas media di kalangan audiens.

b. Dari perspektif agenda publik adalah faktor perbedaan individual, faktor perbedaan media, faktor perbedaan isu, faktor perbedaan salience, dan faktor perbedaan kultural.

Pada perbedaan individual, pengaruh agenda-setting akan meningkat pada diri individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang disajikan oleh media massa. Bukti-bukti empirik menunjukan bahwa perhatian individu terhadap isi media dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, luas pengalaman, kepentingan, perbedaan ciri demografis, dan sosiologis. Efek agenda setting akan meningkat pada individu-individu yang memberikan perhatian lebih terhadap isu-isu yang dikaji, sedangkan intensitas perhatian sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan derajat kepentingannya. (Haryanto, 2003)

Beberapa media tertentu memberikan tekanan dan porsi yang berbeda dalam menyiarkan berita. Tekanan dan porsi yang berbeda berpengaruh terhadap aseptibilitas agenda media di kalangan audiens. Ini berarti bahwa media yang lebih diterima oleh audiens akan mempunyai efek agenda-setting yang lebih besar.

Perbedaan isu, dilihat dari isinya dapat berupa pengungkapan masalah yang sedang dihadapi oleh individu, kelompok, atau masyarakat. Isu juga bisa berupa usulan solusi untuk memecahkan masalah. Masing-masing jenis isu mempunyai efek yang berbeda dalam proses agenda-setting. Sedangkan dilihat dari jenisnya, isu bisa dibedakan sebagai berikut:

a. Obtrusive issues adalah isu-isu yang berkaitan langsung dengan pengetahuan dan pengalaman individu atau khalayak. Artinya, bahwa pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh khalayak tentang isu yang bersangkuatan bukan berasal dari media, akan tetapi sudah dimiliki sebelumnya. Sebaliknya, unobstrusive issues adalah isu-isu yang tidak berkaitan langsung dengan pengetahuan atau pengalaman audiens. Bukti empirik menunjukan bahwa efek agenda-setting lebih besar ditemukan pada individu-individu yang mempunyai keterlibatan langsung dengan isu yang disiarkan.

b. Selective issues adalah isu-isu yang dipilih secara khusus, dengan alasan tertentu kemudian diukur pengaruhnya pada khalayak tertentu. Pemilihan isu dapat dilakuakan dengan melakukan analisa terhadap isi media massa, kemudian memilih sejumlah diantaranya yang dianggap lebih menonjol dibandingkan yang lain, atau dengan cara mengambil topik-topik yang sedang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat.

c. Remote issues adalah isu-isu yang berada di luar individu, kelompok, atau masyarakat, baik secara geografis, psikologis, maupun politis. Beberapa temuan menyebutkan bahwa remote issues mempunyai efek agenda-setting lebih besar. (Haryanto, 2003)

Perbedaan salience, yaitu pemilihan isu berdasarkan perbedaan nilai kepentingan, dilihat dari sisi khalayak; apakah isu yang dipilih untuk menjangkau kepentingan sosial (komunitas yang lebih luas), kepentingan interpersonal (keluarga teman bergaul, tempat kerja, dsb.) ataukah kepentingan individu. Masing-masing pilihan, tentu saja, akan menimbulkan efek agenda- setting yang berbeda.

Perbedaan kultural, setiap kelompok masyarakat akan menanggapi dan merespon isu yang sama secara berbeda, yang secara otomatis akan mempengaruhi efek agenda-setting yang ditimbulkan. Teori norma budaya yang dikembangkan Haryanto (2003) menyebutkan bahwa pesan-pesan komunikasi yang disampaikan oleh media massa bisa menimbulkan kesan- kesan tertentu, yang oleh individu disesuaikan dengan norma-norma budaya yang berlaku pada masyarakat dimana individu itu tinggal.

Menurut teori agenda-setting, media massa memiliki kegiatan menyusun, memunculkan isu, dan menempatkan isu tersebut dengan tujuan untuk mempengaruhi apa yang dianggap penting oleh khalayak. Dengan kata lain, media massa merupakan isi dari segala jawaban atas pertanyaan- pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Hal ini sesuai dengan teori agenda-setting, bahwa setiap peristiwa atau isu diberi bobot tertentu dalam penyajiannya

permasalahan dan mengesampingkan yang lainnya. (Rakhmat, 2001)

dengan

menonjolkan

suatu

2.2.1.4 Teori Peran Biddle & Thomas (1966) (dalam Sarwono, 2013:216) menyebutkan bahwa orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai berikut :

a. Aktor (actor, pelaku), yaitu orang yang berperilaku menuruti suatu peran tertentu.

b. Target (sasaran) atau orang lain (other) , yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor dan perilakunya.