TANGIS BERU SI JAHE DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT: KONTINUITAS DAN PERUBAHAN PENYAJIAN, KAJIAN TEKSTUAL DAN MUSIKAL

SKRIPSI SARJANA OL H NAMA

: ERNI JUITA BANJARNAHOR NIM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

ERNI JUITA BANJARNAHOR NIM : 100707021

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul “Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas Dan Perubahan Penyajian, Kajian Tekstual Dan Musikal”

Tangis beru si jahe merupakan nyanyian ratapan seorang gadis yang akan dipinang dan dinyanyikan menjelang pernikahannya. Nyanyian ini berisikan tenta ng ungkapan kesedihan karena harus berpisah dengan anggota keluarganya denga n tujuan agar anggota keluarga yang mendengarkan merasa iba dan terharu kemud ian mereka akan memberikannasihat-nasihat dan bantuan berupa materi kepada si gadis yang akan menikah tersebut. Nyanyian ini pada umumnya disajikan dengan gaya repetitif dengan mengutamakan teks daripada melodi(strofic-logogenic).

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang kontinuitas dan perubahan yang terjadi dalam penyajian tangis beru si jahe , hal-hal yang melatar belakangi terjadinya perubahan serta kajian tekstual dan musikal tangis beru si jahe. Nyanyian ini mengalami perubahan penyajian menjelang tahun 60-an (sesuai hasil wawancara dengan Tamma Br. Bancin, Pandapotan Solin, Sorti Br. Tinambunan) pada masa sekarang nyanyian ini sudah sering dipertunjukkan bahkan sesuai hasil wawancara penulis nyanyian ini sudah sering difestivalkan.

Untuk memperoleh data atau informasi tentang nyanyian ini, maka penulis melakukan wawancara langsung dengan informan yang mengetahui tentang nyanyian ini dan mengadakan kuisioner kepada beberapa masyarakat Pakpak yang ada disekitar lokasi penelitian untuk mengetahui bagaimana analisis pemikiran mereka tentang adanya perubahan yang terjadi dalam penyajian nyanyian ini.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan kekuatan dan pengetahuan serta penyertaan kepada penulis sehingga saat ini tulisan ini dapat terselesaikan.

Skripsi ini berjudul “Tangis Beru Si Jahe Di Desa Sukaramai,

Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas Dan Perubahan,

Kajian Tekstual Dan Musikal.” Skripsi ini merupakan syarat dalam memperoleh gelar sarjana (S.Sn) di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tulisan ini. oleh sebab itu, sebelumnya penulis memohon maaf kepada pembaca dan harapannya dapat dimaklumi.

Dalam menyelesaikan tulisan ini, banyak pihak yang telah memberi bantuan serta dukungan kepada penulis baik dalam bentuk doa, semangat serta materi supaya proses penyelesaian tulisan ini dan hal-hal yang dibutuhkan penulis dapat terpenuhi. Maka daripada itu, penulis dalam kesempatan ini menghaturkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

Teramat khusus penulis ucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta yaitu P.Banjarnahor dan A.Hutasoit atas motivasi, cinta, kasih sayang, kesabaran, pengorbanan, didikan serta doa yang tiada henti mereka panjatkan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan penulis selama proses Teramat khusus penulis ucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta yaitu P.Banjarnahor dan A.Hutasoit atas motivasi, cinta, kasih sayang, kesabaran, pengorbanan, didikan serta doa yang tiada henti mereka panjatkan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan penulis selama proses

Kepada keluarga besar yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu diantaranya Oppung Andi dan Oppung Henri, Namboru Lamsan dan Amang boru serta keluarga. Namboru dan Amang Boru Purba beserta keluarga. Trimakasih buat dukungan dan doa yang kalian panjatkan untuk penulis.

Terima kasih yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum, selaku pembimbing I yang telah membimbing penulis dan memberikan arahan, saran-saran serta ilmu kepada penulis hingga tulisan ini dapat selesai. Terima kasih kepada Bapak, semoga Tuhan memberkati. Serta kepada Ibu Dra. Arifninetrirosa, SST. Selaku pembimbing II penulis yang sudah banyak memberi dukungan dan arahan kepada penulis selama menyelesaikan tulisan ini. Semoga Tuhan memberkati Ibu.

Kepada Bapak/Ibu dosen yang ada di Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama penulis duduk dibangku perkuliahan. Terima kasih Bapak, terima kasih Ibu semoga Tuhan memberkati dan menyertai selalu. Serta kepada Staf/pegawai yang ada di departemen

Etnomusikologi yang sudah membantu penulis dalam proses administrasi hingga tulisan ini selesai dengan baik.

Kepada Ibu Tamma br. Bancin yang sudah banyak memberi masukan kepada penulis. kepada Bapak Pandapotan Solin dan Ibu Marseti Munthe yang selalu memberi dukungan selama penelitian selalu menyediakan tempat penginapan bagi penulis selama penelitian. Kepada Ibu Sekdes Sukaramai yang membantu dalam hal rekonstruksi ulang serta membantu menerjemahkan nyanyian tersebut kedalam bahasa indonesia, Bang Mardi Boang Manalu yang membantu penulis selama penelitian, Ibu Merti Tumangger yang banyak meberi masukan dan arahan, Ibu Sorti Tinambunan, Tulang Hotman, Bapak Mansehat Manik, Bapak Era Banurea, Namboru dan Amang Boru Epron dan masih banyak lagi yang belum penulis sebutkan terima kasih banyak buat informasi, semangat, dan bantuan kalian selama penelitian berlangsung. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian dan semakin diberkati.

Kepada sahabat seperjuangan stambuk 2010 yang penulis sayangi: Chandra, Tribudi, Miduk, AM Surung, Yosua, Anna, Friska, Gohanna, Jenni, Ruth, Pretty, Frita, Upay, Maharani, Debora, Tita, Ayu, Selly, Deby, Kezia, Yoseni, Nandes, Mery, Indra, Denata, Samuel, Supriadi, Tumpak, Bobby, Jasrel, Luhut, Lido, Hosea, Rendy, Benny, Fery, jakry, Fajri, Syafwan, Woyo, Rony, Yusuf, Rano, ai, Fendri, dan yang belum penulis sebutkan. Terima kasih buat kasih sayang, perhatian, dorongan, semangat, pertolongan dan motivasi teman- teman sekalian. Banyak hal yang tidak bisa penulis lupakan dari teman-teman selama proses perkuliahan. Kiranya kita tetap saling mendukung antara satu sama lain dan persaudaraan diantara kita tidak akan luntur. Teramat khusus buat Miduk

Melinda Nadeak yang selalu menemani penulis baik setiap penelitian bahkan dalam proses pengerjaan tulisan ini, yang selalu memotivasi, membantu dan menyemangati penulis, serta selalu ada saat penulis dalam kesusahan (trimakasih sedalam-dalamnya Mel semoga Tuhan memberkatimu). Kepada Anna Purba yang sudah memberi semangat dan motivasi dan masukan kepada penulis trimakasih dan semoga Tuhan memberkati. Buat Chandra Marbun yang sudah menjadi sahabat sekaligus menjadi saudara bagi penulis, terimakasih buat masukan dan semangat yang diberikan mulai awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Kepada abang dan kakak alumni yang banyak memberikan dukungan kepada penulis. Khususnya kepada Bang Monang Butar-Butar S.Sn yang banyak memberi masukan dan motivasi, Bang Tomi Butar-Butar S.Sn yang sudah memberi masukan dan bantuan kepada saya.

Tak lupa juga penulis ucapkan banyak terimakasih kepada Bang Roberto Manik, S.Kom. atas dukungan, motivasi dan bantuan dalam pengeditan skripsi ini, Bang Michael Yones Sibarani, S.Kom. atas bantuan dalam pengeditan. Teramat spesial terimakasih kepada Bang Dussel SPB, S.Sn. buat dukungan, motivasi, masukan, bantuan baik moril maupun materil dan arahan-arahan yang selalu abang berikan selama ini semoga Tuhan memberkati. kepada sahabat penulis, Erika Banurea yang selalu mendukung, memberi masukan dan dorongan sehingga penulis tetap semangat mengerjakan skripsi ini. Kepada Grace Wandahana Napitu (terima kasih buat ejekannya selama ini yang menjadi penyemangat bagi penulis).

Kepada seluruh keluarga besar UKM PSM USU yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis selama masuk dalam Kepada seluruh keluarga besar UKM PSM USU yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis selama masuk dalam

Kepada junior Etnomusikologi yang penulis kasihi khusus kepada Mario Yosua Sinaga yang sudah membantu penulis dalam hal pentranskripsian, kepada Deby Hutabarat dan Lisken Angkat yang sudah banyak memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

Kepada orang yang penulis sayangi, Tribudi Syahputra Purba terimakasih buat motivasi dan dukungan selama ini. semoga Tuhan memberkati dan melindungi dimanapun berada dan sukses kedepannya.

Akhirnya penulis berharap penuh tulisan ini menjadi salah satu bahan pembelajaran yang baru bagi setiap pembaca dan dapat berguna dan menambah wawasan serta informasi bagi semua kalangan. Terutama bagi kalangan masyarakat Pakpak.

Medan, Oktober 2014 Hormat saya,

Erni Juita Banjarnahor

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Genderang Sisibah ..................................................................... 32 Gambar 2

: Tamma Br.Bancin Penyaji tangis beru si jahe .......................... 44 Gambar 3

:Mencontohkan salah satu gerakan dembas (tarian Pakpak) ....... 45 Gambar 4

: Juara harapan tahun 2012 Festival Tangis Beru Si Jahe (br.Solin dan br. Munthe) ............................................................. 48

Gambar 5 :Rekonstruksi ................................................................................ 49 Gambar 6

: Foto hasil rekonstruksi Nasi Putih ............................................. 50 Gambar 7

: Foto rekonstruksi Manuk tasak/ayam yang sudah dimasak ....... 51 Gambar 8

: Foto rekonstruksiBaka berisi sirih ............................................. 52 Gambar 9

: Foto rekonstruksi Tikar/belagen ................................................ 52 Gambar 10 : Foto rekonstruksi Keseluruhan Perlengkapan ............................ 53

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah Interval............................................................................ 87

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari pastinya berdasar kepada kebudayaan. Budaya yang dimiliki akan menjadi ciri utama kelompok- kelompok individu yang menggunakannya. Kebudayaan tersebut hadir sebagai salah satu bentuk untuk meregenerasikan kepada keturunan yang baru. Kebudayaan sebagaimana halnya mengatur tentang siklus perjalanan hidup manusia mulai dari lahir, masa kanak-kanak, masa remaja, dewasa, tua, sampai meninggal dunia. Demikian halnya dengan yang terjadi dalam kebudayaan Pakpak.

Setiap etnis yang ada di Sumatera Utara, baik dari kelompok etnis Batak maupun etnis lainnya pastinya memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri dan setiap kebudayaan tersebut tidak dapat dibandingkan mana yang lebih baik. Demikian juga halnya dengan etnis Pakpak, masyarakat Pakpak memiliki kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun oleh leluhurnya, baik secara lisan maupun tulisan. Kesenian pada masyarakat Pakpak diantaranya terdiri atas seni rupa, seni tari, seni ukir dan seni musik. Dalam tulisan ini, penulis lebih terfokus untuk mengkaji tentang aspek

musiknya. 1

Seni musik dalam masyarakat Pakpak dibagi kedalam tiga kategori: vokal, instrumen yang terdiri atas dan gabungan antara vokal dengan instrumen. Dalam hal ini penulis tertarik mengkaji tentang salah satu vokal Pakpak.

Masyarakat Pakpak memiliki alat musik yang dapat dimainkan secara ensambel maupun secara solo. Masyarakat Pakpak membagi alat musiknya secara folk taxonomies yang berdasar pada bentuk penyajian yang masih dibagi dalam dua kelompok yaitu: Gotchi dan Oning-oning.dan cara memainkan yang terdiri atas Sipaluun, Sisempulen, dan Sipiltiken.

Sedangkan untuk semua jenis musik vokal masyarakat Pakpak memberi nama ende-ende. Kemudian untuk membedakan jenis nyanyian yang satu dengan yang lain, dibelakang kata ende-ende tersebut dicantumkan nama nyanyian yang dimaksudkan. Misalnya; ende-ende merkemenjen yaitu nyanyian mengambil kemenyan; ende-ende memuro yaitu nyanyian pada saat menjaga padi dan tanaman-tanaman diladang. Selain nyanyian tersebut ada juga yang disebut ende- ende tangis milangi yang mana disebut juga sebagai tangis-tangis yang merupakan kategori nyanyian ratapan(lamenta) yang disajikan dengan gaya menangis yang terdiri atas Tangis beru si jahe, Tangis anak melumang yaitu nyanyian ratap seorang anak ketika terkenang pada salah satu atau kedua orang tuanya yang sudah meningal, dan tangisi mate yaitu nyanyian ratapan kaum wanita ketika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia. Selain itu ada juga yang disebut dengan ende-ende mendedah yaitu sejenis nyanyian lullaby yang dipakai oleh sipendedah(pengasuh) baik pria ataupun wanita, yang terdiri atas orih-orih yaitu nyanyian untuk menidurkan anak dimana sianak digendong dan sambi dinina bobokan dengan nyanyian yang liriknya berisi tentang nasehat,

harapan, cita-cita, ataupun curahan kasih sayang terhadap si anak tersebut. Berikutnya ada juga disebut oah-oah(kodeng-kodeng) yang merupakan jenis nyanyian dimana teksturnya sama dengan orih-orih. Yang membedakan adalah cara dalam menina bobokan si anak. Oah-oah disajikan dengan mengayunkan si anak pada ayunan yang digantungkan pada sebatang kayu dirumahmaupun digubuk. Ada juga yang disebut dengan cido-cido yaitu nyanyian untuk mengajak si anak bermain. Selanjutnya ada yang disebut dengan Nangan yaitu nyanyian yang disajikan pada waktu mersukut-sukuten (dongeng atau ceritera rakyat). Dan yang terakhir ada yang disebut dengan ende-ende merdembas merupakan bentuk nyanyian permainan dikalangan anak-anak usia sekolah yang dipertunjukkan pada malam hari di halaman rumah saat terang bulan purnama. Mereka menari berbentuk lingkaran, membuat lompatan-lompatan kecil secara bersama-sama berpegangan tangan, sambil melantunkan lagu-lagu secara koor (chorus) maupun

nyanyian solo yang disambut koor(solo chorus). 2 Dalam hal ini penulis lebih terfokus untuk mengkaji tentang nyanyian

Tangis Beru Si Jahe. Tangis beru si jahe merupakan nyanyian ratapan seorang gadis yang akan dipinang dan dinyanyikan menjelang pernikahannya. Nyanyian ini berisi tentang ungkapan kesedihan karena harus berpisah dengan anggota keluarganya dengan tujuan agar anggota keluarga yang mendengarkan merasa iba dan terharu kemudian mereka akan memberikan nasihat-nasihat dan bantuan berupa materi

kepada si gadis yang akan menikah tersebut. Secara tekstual nyanyian ini banyak menggunakan bahasa-bahasa simbolis yang mengandung makna-makna tertentu,

2 Drs.Torang Naiborhu, M.Hum. “Music Pakpak Dairi-Sumatera Utara” dalam 2 Drs.Torang Naiborhu, M.Hum. “Music Pakpak Dairi-Sumatera Utara” dalam

melodi cenderung diulang-ulang 3 . Namun dalam perkembangannya beberapa tahun belakangan ini tangis beru si jahe bukan lagi disajikan untuk upacara adat

namun menjadi salah satu bentuk hiburan dan telah difestivalkan. Tangis beru si jahe hanya dinyanyikan oleh perempuan. Tangis beru si jahe disajikan dan ditujukan kepada orangtua beru si jahe, kerabat terdekat dengan cara mendatangi rumah mereka masing-masing. Selain itu, orang-orang yang didatangi oleh beru si jahe tersebut akan memberi dia makan(nakan pengindo tangis ) dimana tinggi rendahnya status sosial adat beru si jahe tersebut ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah kepala ayam yang nantinya akan dibawa menuju tempat mertuanya. Semakin banyak kepala ayam yang diterima oleh beru si jahe, maka akan semakin tinggi pula status sosial adatnya dihadapan

keluarga suaminya 4 . Pada umumnya teks dari tangis beru si jahe berisikan tentang kiasan dan

perumpamaan. Yang dinyanyikan pada umumnya kebalikan dari kenyataan karena si gadis merasa bahwa seolah-olah orang tuanya sudah tidak perduli bahkan mencampakkan dia. Selain itu dia nantinya tidak bisa merasakan kebahagiaan seperti apa yang dirasakan selama ini di lingkungan keluarganya.

3 Tesis Strata-2 Drs. Torang Naiborhu, M.Hum 4 Skripsi sarjana Monang Butar-Butar tentang Analisis tekstual dan musikologi tangis

Mengapa harus menangis? Hal tersebut dikarenakan si beru jahe merasa takut jika nantinya dikeluarganya yang baru dia tidak akan merasakan kebahagiaan seperti yang selama ini diterima dilingkungan keluarganya. Dia khawatir jika nantinya dia akan dijadikan budak dan dianggap hanya untuk alat penyambung keturunan keluarga suaminya.

Pada saat sekarang, nyanyian ini telah mengalami perubahan konsep penyajian. Sampai tahun 1960-an tangis beru si jahe masih disajikan untuk upacara adat. Berbeda halnya dengan masa sekarang, sesuai dengan perkembangan zaman dan faktor pendukung lainnya, nyanyian tersebut sudah menjadi suatu bentuk hiburan dan telah dipertunjukkan didepan khalayak umum. Namun urutan penyajian nyanyian tetap sama dengan yang sebenarnya. Ungkapan perasaan yang dinyanyikan si gadis berbeda-beda kepada setiap anggota keluarga yang disebutkan diatas. Dengan kata lain isi teks nyanyian nya berbeda kepada setiap orang yang ditujukan namun melodinya tetap sama.

Dari uraian latar belakang masalah tersebut, Maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, serta menuliskannya kedalam sebuah tulisan ilmiah yang dibe

ri judul : ” Tangis Beru Si jahe Di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat: Kontinuitas Dan Perubahan Penyajian , Kajian

Tekstual Dan Musikal”

1.2 Pokok Permasalahan

1. Hal-hal apa sajakah yang melatar belakangi terjadinya perubahan tangis beru si jahe ?

2. Perubahan apa saja yang terjadi dari nyanyian tersebut?

3. Bagaimana kajian tekstual dan musikal tangis beru si jahe?

1.3. Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui hal-hal yang melatar belakangi terjadinya perubahan penyajian nyanyian tangis beru si jahe

2) Untuk mengetahui perubahan apa saja yang terjadi dari nyanyian tangis beru si jahe

3) Untuk mengetahui kajian tekstual dan musikal tangis beru sijahe

1.4 Manfaat Penelitian

1) Menjadi salah satu sarana dalam memperluas ilmu pengetahuan tentang tangis beru si jahe dari kesenian masyarakat Pakpak

2) Menjadi salah satu bahan dokumentasi tambahan tentang informasi tangis beru si jahe

3) Sebagai suatu perwujudan tentang ilmu yang telah diperoleh penulis selama menjalani perkuliahan di Departemen Etnomusikologi

1.5 Konsep

Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit(Kamus besar bahasa indonesia, Balai Pustaka, 1991:431). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1988, kata ‘kontinuitas’ memiliki arti kelanjutan, kelangsungan dan kesinambungan. Pada penjelasan ini berkaitan dengan masih adanya hal-hal yang masih tetap eksis dipertahankan dan berkelanjutan sampai saat ini.

Kata ‘perubahan’ memiliki arti situasi dan keadaan yang berubah serta peralihan dan pertukaran. Dalam hal ini terjadi perubahan penyajian tangis beru si jahe menjadi sebuah sarana hiburan/dipertunjukkan kepada khalayak umum.

‘Penyajian’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id) merupakan proses, cara, perbuatan menyajikan Sedangkan ‘nyanyian’ merupakan bagian dari seni musik, dimana secara umum seni musik dibagi kedalam tiga bagian: 1) musik vokal, 2) musik instrumental, dan 3) gabungan dari musik vokal dan instrumental.

Beru adalah anak gadis, sedangkan si jahe adalah yang akan dinikahkan (i pejahekan ) Beru sijahe merupakan sebutan kepada seorang gadis yang akan berpisah dengan keluarganya disebabkan perkawinan.

Tangis beru si jahe merupakan nyanyian ratapan seorang gadis yang akan dipinang dan dinyanyikan menjelang pernikahannya. Nyanyian ini berisikan tentang ungkapan kesedihan karena harus berpisah dengan anggota keluarganya dengan tujuan agar anggota keluarga yang mendengarkan merasa iba dan terharu kemudian mereka akan memberikan nasihat-nasihat dan bantuan berupa materi kepada si gadis yang akan menikah tersebut. Dengan demikian tulisan ini bertujuan untuk memperoleh hasil dari kelanjutan dan perubahan yang terjadi dari penyajian tangis beru si jahe.

Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna. Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang Tekstual merupakan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Teks atau syair dari nyanyian tersebut akan menghasilkan suatu makna. Makna tersebut adalah suatu yang tersirat dibalik bentuk dan aspek isi dari suatu kata atau teks yang kemudian terbagi menjadi dua bagian, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang

1.6 Kerangka Teori

Menurut Soekanto, perubahan terjadi karena usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri sesuai kebutuhan situasi dan kondisi yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat (Soekanto 1992;21). Suatu kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan selalu berubah dengan kemajuan zaman sebab kebudayaan bukanlah sesuatu hal yang lahir hanya sekali (Ihromi 1987:32). Demikian halnya dengan nyanyian tangis beru si jahe yang mengalami perubahan penyajian sesuai dengan kemajuan zaman.

Herskovits dalam Merriam mengemukakan bahwa perubahan dan kelanjutan merupakan suatu tema yang digunakan untuk memahami sifat stabil dan dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan.

Perubahan-perubahan dari penyajian tangis beru si jahe tersebut terjadi karena berbagai hal yang berasal dari dalam masyarakat maupun dari luar. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perubahan adalah sebuah konsep yang mencakup perubahan dari berbagai unsur kebudayaan, termasuk perubahan sikap pandangan masyarakat di berbagai tingkat kehidupan. Kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan seperti, pengetahuan, ekonomi, teknologi, atau geografi, merupakan faktor-faktor Perubahan-perubahan dari penyajian tangis beru si jahe tersebut terjadi karena berbagai hal yang berasal dari dalam masyarakat maupun dari luar. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan perubahan adalah sebuah konsep yang mencakup perubahan dari berbagai unsur kebudayaan, termasuk perubahan sikap pandangan masyarakat di berbagai tingkat kehidupan. Kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan seperti, pengetahuan, ekonomi, teknologi, atau geografi, merupakan faktor-faktor

Alan P. Merriam dalam bukunya yang berjudul’The Anthropology of Music’(1964:16), mengatakan bahwa:

“the ultimate interest of man himself, and music is part of what he does and part and part of what he studies about himself”. Yang artinya bahwa perhatian manusia yang utama/pokok adalah manusia

itu sendiri, dan musik yang termasuk didalamnya merupakan bagian yang dikerjakannya sebagai dirinya sendiri.

Merriam juga mengatakan bahwa dalam aspek musikal terdapat dua unsur pokok yang dominan---maksudnya nyanyian---yaitu teks lagu dan melodinya. Berkaitan dengan studi teks nyanyian, isi dari teks nyanyian tersebut adalah hal

yang penting lainnya untuk dipelajari (Echols dan Shadily, 1986:369). 5 William P.Malm dalam bukunya yang berjudul’Music Cultures Of The

Pasific, The Near, and Asia’ (1977:9) juga mengatakan bahwa: “in vocal music, another important characteristik is the relation of music to text, the style is’Syllabic’, if one Syllable is used with many notes, the style is’Melismatic’”. Yang berarti bahwa “dalam musik vokal, hal lain yang paling

penting adalah karakteristik hubungan antara musik dan teks, yang disebut “Sillabik”, jika satu Sillabik digunakan dengan banyak nada, itu disebut ‘Melismatik’”.

5 Skripsi Sarjana Monang Butar-Butar tentang Kajian Tekstual dan Musikologis Tangis

Dalam pembahasan tangis beru si jahe budaya Pakpak yang berada di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat ini, penulis menggunakan teori fungsionalisme. Dalam disiplin ilmu etnomusikologi, Merriam dalam bukunya (1964: 7-18) menyatakan bahwa dalam studi Etnomusikologi, maka para ahlinya tidak bisa terlepas dari konteks kebudayaan secara keseluruhan. Untuk memahami fungsi musik dalam tangis beru sijahe, penulis mengacu kepada pendapat Alan P. Merriam dalam bukunya “The Anthropology of Music“(1964: 209-226) yang menyatakan tentang penggunaan musik yang meliputi perihal pemakaian musik dan konteks pemakainya atau bagaimana musik itu digunakan. Berkenaan dalam hal penggunaan yang dikemukakan oleh Alan P.Merriam (1964: 217-218) menyatakan perihal penggunaan musik sebagai berikut: (1) penggunaan musik dengan kebudayaan material, (2) penggunaan musik dengan kelembagaan sosial, (3) penggunaan musik dengan manusia dan alam, (4) penggunaan musik dengan nilai-nilai estetika, (5) penggunaan musik dengan bahasa.

Untuk menemukan jawaban dari fungsi musik dalam tangis beru sijahe, Merriam menyebutkan ada sepuluh fungsi musik dalam Ilmu Etnomusikologi yakni: 1) fungsi pengungkapan emosional, 2) fungsi pengungkapan estetika, 3) fungsi hiburan, 4) fungsi komunikasi, 5) fungsi perlambangan, 6) fungsi reaksi jasmani, 7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, 8) fungsi pengesahan lembaga sosial, 9) fungsi kesinambungan kebudayaan, 10) fungsi pengintegrasian masyarakat.

Dalam mengkaji strukstur dan makna tekstual tangis beru sijahe, penulis menggunakan teori semiotika. Dimana teori ini digunakan untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang Dalam mengkaji strukstur dan makna tekstual tangis beru sijahe, penulis menggunakan teori semiotika. Dimana teori ini digunakan untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang

Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: 1) representatum, 2) pengamat (interpretant), 3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitung- kan peranan seniman, pelaku, dan penonton sebagai pengamat dari lambang- lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan lambang-lambang kedalam tiga kategori: pertama simbol, kedua indeks dan yang terakhir simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut sebagai ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api disebut dengan indeks. Apabila lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Semiotika atau semiologi adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Defenisi yang sama dikemukakan pula oleh seorang pendiri teori semiotika, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand De Sausurre. Menurut beliau semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.” Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh pleh filosof Inggris pada abad ke-

17 yaitu John Locke, gagasan semiotika sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika munculnya karya-karya Saussure dan karya-karya seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce.

Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia menumpukkan perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefenisikan tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu sumbangannya yang besar bagi semiotika adalah pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: 1) ikon, yang disejajarkan dengan ikonnya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan; 2) indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan 3) simbol, yang berkaitan referennya dengan cara penemuan (seperti dengan kata-kata atau signal grafik). Ketiga aspek tanda ini penulis pergunakan untuk mengkaji teks tangis

beru sijahe 6 . Semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan

dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Semiotika dan teori komunikasi adalah dua hal yang sangat mirip sehingga sering disebut sebagai semiotika komunikasi. Komunikasi terjadi dengan perantaraan tanda-tanda dengan mengemukakan sesuatu (representamen) berdasarkan makna

denotatum, 7 designatum atau makna yang ditunjuknya. Dalam melakukan analisis semiotika, pembahasannya antara lain mencakup pada hal-hal yang berkaitan

6 Skripsi sarjana Marliana Manik 6 Skripsi sarjana Marliana Manik

kode-kode musik (musical codes); kode rahasia; sistim objek; dan lain-lain. 8 Dalam pengerjaan tulisan, penulis lebih berpedoman pada teori yang

dikemukakan oleh William P.Malm (1977:3) yang dikenal dengan teori weighted scale. Dimana dikatakan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan dalam pendeskripsian melodi, adalah: tangga nada (scale), nada dasar (pitch center), wilayah nada (range), jumlah nada (frequency of note), jumlah interval, pola kadensa, formula melodi (melody formula), dan kontur (contour).

Untuk mengungkap perubahan yang terjadi dari nyanyian tangis beru sijahe, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Alan P Merriam (1964:303) yang dikemukakan dalam tulisannya tentang Music and Culture is Dynamic dalam buku The anthropology of Music yang mengatakan “culture change begins with the processes of innovation. Type of innovation is variation, invention, tentation, dan culture borrowing ”.

Menurut Carol R. Ember (1987 : 32), suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Walaupun pada kenyataan perubahan itu bukan atas gangguan yang datangnya dari luar, suatu kebudayaan pasti akan mengalami perubahan. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat.

Alan P. Merriam mengemukakan bahwa perubahan berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga bisa berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal meurpakan perubahan yang Alan P. Merriam mengemukakan bahwa perubahan berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga bisa berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal meurpakan perubahan yang

1.7 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005).

Untuk memperoleh data secara sistematis, maka penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekwensi atau Untuk memperoleh data secara sistematis, maka penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekwensi atau

Dalam hal ini, penulis melakukan rekonstruksi ulang terhadap penyajian nyanyian ini. Selain itu, penulis juga melakukan rekonstruksi ulang terhadap contoh festival tangis beru si jahe yang pernah dilaksanakan. Penulis melakukan rekonstruksi ulang di rumah Bapak Pandapotan Solin (Lembaga Pelatihan Musik Pakpak) yang berlokasi di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Tujuan penulis merekonstruksi kembali karena jadwal untuk festival ini tidak menentu namun lebih seringnya dilaksanakan satu kali dalam dua tahun.

Menurut Whitney (1960) metode deskriptif analitis merupakan metode pengumpulan fakta melalui interpretasi yang tepat. Dengan tujuan untuk mempelajari permasalahan yang timbul dalam masyarakat dalam situasi tertentu, termasuk didalamnya hubungan masyarakat, kegiatan, sikap, opini, serta proses yang tengah berlangsung dan pengaruhnya terhadap fenomena tertentu dalam masyarakat. Selain itu menurut Soegiyono(2009) metode deskriptif analitis bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.

1.7.1 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung keseluruhan data yang disertakan penulis, maka penulis juga terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung tulisan. Mulai dari menelaah berbagai buku seperti: Theory and

Method In Ethnomusicology, The Anthropology of Music, Music Culture of Pasific, the Near East and Asia, Masyarakat Kesenian Di Indonesia , dan juga membuka situs-situs internet yang berhubungan dengan data penelitian, mengumpulkan beberapa referensi, buku dan skripsi-skripsi terdahulu yang berhubungan dengan topik penelitian. Data diperoleh melalui literatur berupa catatan dan informasi lain yang berkaitan dengan penulisan

Studi pustaka diperlukan untuk melengkapi teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian penulis sehingga dapat menambah data yang kongkrit terhadap kebenaran penelitian.

Nyanyian tangis beru si jahe pada awalnya sudah pernah dikaji oleh alumni Etnomusikologi. Salah satunya oleh Monang Butar-Butar pada tahun 1992. Beliau mengkaji tekstual dan musikologis dari tangis beru si jahe. Namun beliau belum menyebutkan bahwa dalam penelitiannya telah terjadi perubahan penyajian dari nyanyian ini. Maka oleh sebab itu, penulis memutuskan untuk meneliti serta menuliskan tentang bagaimana proses perubahan dan kelanjutan dari penyajian nyanyian tangis beru si jahe dan hal-hal yang melatar belakangi terjadinya perubahan dalam nyanyian tangis beru sijahe pada masa sekarang.

1.7.2. Observasi

Teknik pengumpulan data dengan observasi merupakan metode yang dipakai dengan menggunakan pengamatan dan pengindraan untuk menghimpun data penelitian. Menurut Bungin(2007:115) metode observasi merupakan kerja pancaindera mata dengan dibantu pancaindera lainnya.

Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai tulisan ini maka penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yang telah penulis ketahui sebelumnya yang berlokasi di desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat.

1.7.3. Wawancara

Salah satu teknik wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara berfokus (focus interview) yaitu membuat pertanyaan yang berpusat terhadap pokok permasalahan. Selain itu penulis juga melakukan wawancara bebas (free interview) yaitu membuat pertanyaan yang tidak hanya terfokus pada pokok permasalahan saja tetapi pertanyaan berkembang terhadap pokok permasalahan lainnya namun tidak menyimpang dari pokok permasalahan (koentjaraningrat, 1985:139). Dalam hal ini penulis tidak hanya berpatokan terhadap hal-hal yang akan diteliti, namun penulis juga melakukan wawancara bebas untuk mengetahui bagaimana kehidupan informan sehari-hari.

1.7.4 Kerja Laboratorium

Seluruh data yang penulis peroleh berasal dari berbagai sumber yaitu dari hasil pengamatan langsung di lapangan. Hasil wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium. Selain itu penulis juga akan mentranskripsikan nyanyian tersebut sebagai sesuatu yang baru.

Setelah penulis melakukan kerja laboratorium, penulis membuatnya menjadi sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penulisan sebuah karya ilmiah. Maka dengan demikian, tulisan ini diharapkan memiliki Setelah penulis melakukan kerja laboratorium, penulis membuatnya menjadi sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penulisan sebuah karya ilmiah. Maka dengan demikian, tulisan ini diharapkan memiliki

1.8 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai tulisan ini maka penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yang telah penulis ketahui sebelumnya yang berlokasi di desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat. Alasan penulis memilih lokasi ini dikarenakan masih banyak yang mengalami peristiwa ini dan di Sukarami sudah berkali-kali dilakukan festival Tangis Beru Si Jahe. Bahkan masih banyak di daerah ini tinggal seniman-seniman yang mengetahui tentang budaya Pakpak.

BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT PAKPAK DI DESA SUKARAMAI, KECAMATAN KERAJAAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT

2.1 Wilayah Budaya Etnik Pakpak

Etnis Pakpak adalah salah satu suku pribumi di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, yang terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

1. Kabupaten Dairi ibukota Sidikalang yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 184 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Keppas dan Pegagan.

2. Kabupaten Aceh Singkil ibukotana Singkil yang terdiri dari 15 Kecamatan dan 148 Desa. Kelurahannya meliputi seluruh daerah Suak Singkil Boang.

3. Kabupaten Pakpak Bharat ibukotanya Salak yang terdiri dari 8 kecamatan dan 59 Desa. Kelurahannya meliputi Suak Simsim dan sebagian daerah Keppas.

4. Kotamadya subbul sallam ibukotanya Salak yang terdiri dari 5 kecamatan dan (64) Desa/Kelurahan yang merupakan pemekaran dari Aceh Singkil dan masih termasuk Suak Singkil Boang.

5. Kabupaten tapanuli tengah ibukotanya Pandan yang terdiri dari 6 kecamatan dari daerah (wilayah) Kabupaten Tapanuli Tengah adalah hak ulayat Tanah Pakpak Suak Kelasen) yang terdiri dari Kecamatan Barus, Barus Utara,

Sosar Godang, Andam Dewi, Manduamas dan Sirandorung dan 56 Desa/Kelurahan.

6. Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotany Dolok Sanggul yang terdiri dari 3 Kecamatan, yaitu Kecamatan Pakkat, Parlilitan, dan Kecamatan Tara Bintang dan masih termasuk kedalam Suak Kelasen. Luas wilayah yang menjadi wilayah persebaran masyarakat Pakpak keseluruhan adalah 8.331,12 km2 yang terdiri dari 52 Kecamatan dan 471 Desa/Kelurahan.

2.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang penulis ambil berlokasi di Desa Sukaramai, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Pakpak Bharat dimana daerah ini merupakan salah satu daerah atau wilayah bermukimnya suku Pakpak yang disebut dengan Suak Simsim dan sebagian daerah keppas. Luas Wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah 121.830 Ha. (1.218,30 Km2), terletak di wilayah pantai barat Sumatera Utara yaitu pada 2.000 – 3.000 Lintang Utara dan 96.000 – 98.000 Bujur Timur dengan ketinggian berkisar antara 250 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Kabupaten pakpak Bharat terbentuk dari dari hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi. Secara administratif Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari

52 Desa dalam 8 (delapan) Kecamatan Kabupaten Pakpak Bharat adalah :

1) Kecamatan Salak, 2) Sitellu Tarli Urang Jehe, 3) Pangindar, 4) Sitellu Tali Urang Julu, 5) Pargeteng-geteng Sengkut, 6) Kerajaan, 7) Tinada, dan

8) Siempat Rube.

Adapun batas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat adalah sebagai berikut:

 Sebelah timur berbatasan dengan : Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi dan Harian Kabupaten Samosir.  Sebelah barat berbatasan dengan : Kabupaten Aceh Singkil Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.  Sebelah utara berbatasan dengan : Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Lae Parira, Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.  Sebalah selatan berbatasan dengan : Kecamatan Tara Bintang Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kecamatan Manduamas Kabupaten Tapanuli Tengah.

Adapun batas-batas wilayah dari desa sukaramai adalah :

 Sebelah timur berbatasan dengan : Desa Kuta Saga.  Sebelah barat berbatasan dengan : Desa Surung Mersada.  Sebelah selatan berbatasan dengan : Desa Pardomuan.  Sebelah utara berbatasan dengan : Desa Kuta Meriah.

2.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat Pakpak khusunya yang berada di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat sangat beragam, disesuaikan dengan keahlian pribadi yang dimiliki oleh seseorang, dan tidak terbatas pada satu bidang saja. Banyak warga Pakpak yang bekerja sebagai pedagang, petani, PNS (pegawai negeri sipil), guru, pegawai swasta, dan lain-lain. Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, bahwa pekerjaan yang paling banyak digeluti masyarakat Pakpak Mata pencaharian masyarakat Pakpak khusunya yang berada di wilayah Kabupaten Pakpak Bharat sangat beragam, disesuaikan dengan keahlian pribadi yang dimiliki oleh seseorang, dan tidak terbatas pada satu bidang saja. Banyak warga Pakpak yang bekerja sebagai pedagang, petani, PNS (pegawai negeri sipil), guru, pegawai swasta, dan lain-lain. Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, bahwa pekerjaan yang paling banyak digeluti masyarakat Pakpak

2.4 Sistem Kepercayaan dan Religi

Sebelum agama Islam dan Kristen masuk ke wilayah Pakpak, masyarakat setempat menganut kepercayaan yang disebut persilihi atau perbegu. Persilihi atau perbegu ini ialah suatu kepercayaan yang meyakini bahwa alam ini berada dibawah kuasa pengaruh roh-roh gaib atau dengan adanya Dewa-Dewa maupun roh-roh nenek moyang yang dikultuskan (lihat, Naiborhu, 1988 : 22-26).

2.4.1 Kepercayaan Terhadap Dewa-Dewa

Sebelum agama masuk ke lingkungan masyarakat Pakpak,masyarakat mempercayai kekuatan alam gaib dan percaya bahwa alam adalah sumber kehidupan. Masyarakat pakpak percaya terhadap Debata Guru/Batara Guru yang dikatakan dalam bahasa Pakpak Sitempa/Sinembe nasa si lot yang artinya maha pencipta segala sesuatu yang ada di bumi ini yang diklasifikasikan atau diistilahkan sebagai berikut:

Debata Guru/ Batara Guru menjadikan wakilnya untuk menjaga dan melindungi, yaitu :

1) Beraspati Tanoh. Diberi simbol dengan menggambar cecak yang berfungsi melindungi segala

tumbuh-tumbuhan. Jadi, jika seorang orang tua menebang pohon bambu, kayu atau tumbuhan lainnya, maka ia harus meminta izin kepada Beraspati Tanoh.

2) Tunggung Ni Kuta Tunggung Ni Kuta diyakini memiliki peranan untuk menjaga dan melindungi

kampung atau desa serta manusia sebagai penghuninya. Oleh karena hal tersebut, maka tunggung ni kuta memberikan kepada manusia beberapa benda yaitu sebagai berikut :

a. Lapihen, terbuat dari kulit kayu yang didalamnya terdapat tulisan-tulisan yang berbentuk mantra atapun ramuan obat-obatan serta ramalan-ramalan.

b. naring, wadah yang berisi ramuan sebagai pelindung kampung. Apabila satu kampung akan mendapat ancaman, maka naring akan memberikan pertanda berupa suara gemuruh ataupun siulan.

c. Pengulu balang, sejenis patung yang terbuat dari batu yang memiliki fungsi untuk memberikan sinyal atau tanda berupa gemuruh sebagai pertanda gangguan, bala, musuh, atau penyakit bagi masyarakat suatu desa.

d. Sibiangsa, yaitu wadah berbentuk guci yang diisi ramuan yang ditanam di dalam tanah yang bertugas mengusir penjahat yang datang.

e. Sembahen Ni Ladang, yaitu roh halus dan penguasa alam sekitarnya yang diyakini dapat menggangu kehidupan dan sekaligus dapat melindungi kehidupan manusia apabila diberi sesajen.

f. Tali Solang, yaitu tali yang disimpul di ujungnya, mempunyai kepala ular yang digunakan untuk menjerat musuh.

g. Tongket Balekat, yaitu terbuat dari kayu dan hati ular yang berukuran lebih kurang satu meter yang diukir dengan ukiran Pakpak dan dipergunakan untuk menerangi jalan.

h. Kahal-kahal, yaitu menyerupai telapak kaki manusia untuk melawan musuh.

i. Mbarla, yaitu roh yang berfungsi untuk menjaga ikan di laut, sungai dan danau.

j. Sineang Naga Lae, yaitu roh yang menguasai laut, danau dan air.

2.4.2 Kepercayaan Terhadap Roh-Roh

Kepercayaan terhadap roh-roh, yang meliputi :

a. Sumangan, yaitu tendi (roh) orang yang sudah meniggal mempunyai kekuatan yang menentukan wujud dan hidup seseorang yang dikenang.

b. Hiang, yaitu kekuatan gaib yang dibagikan kepada saudara secara turun temurun.

c. Begu Mate Mi Lae atau disebut juga dengan begu Sinambela, yaitu roh orang yang sudah meninggal diakibatkan karena hanyut di sungai.

d. Begu Laus, yaitu sejenis roh yang menyakiti orang yang datang dari tempat lain serta dapat membuat orang menjadi sakit secara tiba-tiba. Kepercayaan- kepercayaan diatas sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Pakpak khususnya yang berada di wilayah Kecamatan kerajaan sejak masuknya agama di daerah tersebut.

Masyarakat Pakpak di daerah ini sebagian besar sudah memeluk agama yang tetap, yaitu agama yang sudah diakuai oleh pemerintah. Sebagian besar masyarakat yang ada di daerah ini beragama Islam, Kristen dan sebagian kecil beragama Katolik.

2.5 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Pakpak sejak dahulu kala sudah ada ikatan yang mengatur tata krama dan sopan santun dalam kehidupan sehari-hari dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri. Sistem tersebut selalu ada dan diterapkan dalam upacara-upacara adat termasuk juga dalam upacara kematian (kerja njahat). Sistem tersebut yaitu:

2.5.1 Sulang Silima

Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kulakula , dengan sebeltek siampun-ampun/anak yang paling kecil, serta anak Sulang silima adalah lima kelompok kekerabatan yang terdiri dari kulakula , dengan sebeltek siampun-ampun/anak yang paling kecil, serta anak

a. kula-kula

kula-kula merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam sistem kekerabatan pada masyarakat Pakpak. kula-kula adalah kelompok/pihak pemberi istri dalam sistem kekerabatan masyarakat Pakpak dan merupakan kelompok yang sangat dihormati dan dianggap sebagai pemberi berkat oleh masyarakat. Dengan demikian, kula-kula juga disebut dengan istilah Debata Ni Idah (Tuhan yang dilihat). Oleh karena itu, pihak kula-kula ini haruslah dihormati. Sikap menentang kula-kula sangat tidak dianjurkan dalam kebudayaan Pakpak. Dalam acara-acara adat, kelompok kula-kula diwajibkan untuk hadir, termasuk juga dalam adat kematian dan mendapat peran yang penting.

b. Dengan sebeltek/Senina