DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT: KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS,

MUNAJAT DA LAM TA REKA T NA QSYA BANDIA H BA BUSSA LA M LA NGKA T: KAJIAN TERHADAP FUNGSI, M AKNA TEKS, DAN STRUKTUR M ELODI TESIS

Oleh: W IW IN SYA HPUTRA NA SUTION NIM : 107037004

PROGRAM STUDI M AGISTER (S2) PENCIPTA AN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITA S SUMATERA UTARA M EDAN 2012

MUNAJAT DA LAM TA REKA T NA QSYA BANDIA H BA BUSSA LA M LA NGKA T: KAJIAN TERHADAP FUNGSI, M AKNA TEKS, DAN STRUKTUR M ELODI TESIS

Oleh: W IW IN SYA HPUTRA NA SUTION NIM : 107037004

PROGRAM STUDI

M AGISTER (S2) PENCIPTA AN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITA S SUMATERA UTARA M EDAN 2012

MUNAJAT DA LAM TA REKA T NA QSYA BANDIA H BA BUSSA LA M LA NGKA T: KAJIAN TERHADAP FUNGSI, M AKNA TEKS, DAN STRUKTUR M ELODI TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M .Sn.) dalam Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh W IW IN SYAHPUTRA NA SUTIO N

NIM : 107037004

PROGRA M STUDI M AGISTER (S2) PENCIPTAA N DA N PENGKA JIA N SENI FAKULTA S ILM U BUDA YA UNIV ERSITA S SUM A TERA UTA RA M EDA N 2012

Judul Tesis : MUNAJAT DALAM TAREKAT NAQSYABANDIAH

BABUSSALAM LANGKAT: KAJIAN TERHADAP FUNGSI, MAKNA TEKS, DAN STRUKTUR MELODI

Nama

: Wiwin Syahputra Nasution

Nomor Pokok

Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Dr. Muhizar Muchtar, M.S. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP. 195411171980031002

NIP. 196512211991031001

Ketua Anggota

Program Studi Magister (S-2) Fakultas Ilmu Budaya Penciptaan dan Pengkajian Seni

Dekan,

Ketua,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 196212211997031001

NIP 195110131976031001

Tanggal lulus:

Telah diuji pada Tanggal: 10 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A.

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.

Anggota I : Dr. Muhizar Muchtar, M.S.

Anggota II : Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. (...……………………)

Anggota III : Dr Phil. Zainul Fuad, M.A

ABSTRACT

This study focused on the analysis of form, function and meaning Munajat as ideology and the media in keeping the congregation Naqsyabandiah lineage in the village of Padang Tualang Besilam Langkat District, North Sumatra Province. The study was conducted to provide a thorough understanding of the role of the congregation chanting Munajat Naqsyabandiah used as a sign of the entry of Fajr prayers, Maqhrib and Friday prayers. As the creator and the civilizing traditions of chanting Munajat reading this is the first master teacher who is also the founder of the Order of Naqsyabandiah in the village of Sheikh Abdul Wahab Babussalam Rokan Khalidy Naqsyabandy .

The approach used in this study is an interdisciplinary approach to qualitative research methods to describe and transcribe humming Munajat conducted research location. Some of the theories used in support of this research include functionalism theory, ethnomusicology theory, the theory of semiotics, the theory Tringulasi, Theory of Weighted Scale (weight scales), atqakum theory, the theory takmilah. Data collected through library, research, observation, interview and documentation.

Once the analysis is done, it was found that the congregation Naqsyabandiah Munajat in its important role as a tool to maintain cultural continuity and the reinforcement of the integrity of the congregation Naqsyabandiah Babussalam. Munajat also has a function as a means of education, manners and keep the congregation Naqsyabandiah pedigree.

Analysis of the meaning of the text with semiotic theory approach has been found that in addition to poetry Munajat text associated with the concepts of the concept of the sign, it also has elements of traditional Malay elements like prose poems, rhymes, seloka, or couplets. When viewed from the meaning of the Munajat activity is as a manifestation of devotion to God.

Munajat has 44 (forty four) stanza poem in its presentation using Malay ornamentation such as patah lagu, cengkok, and gerenek. Maqom used in this Munajat is Shika maqom use pattern. Munajat contained in this order priority to serving text (logogenik) is the primary means of communication is verbal.

In practice, Munajat always begins with a beating over the past ten to fifteen minutes by hitting the inside of the nakus section and ends with beating out the total number of prayers to be implemented. Further readings will be held on Munajat's tallest tower at madrasah Babussalam until it was time to worship azan prayers.

Keywords: Munajat, The essence of Tauhid, Tarekat, Lineage, function, meaning and music analysis.

INTISARI

Penelitian ini fokus pada analisis bentuk, fungsi dan makna Munajat sebagai media dalam menjaga ideologi dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah di desa Besilam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatra Utara. Kajian ini dilakukan untuk memberikan pemahaman menyeluruh tentang peranan senandung Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah yang digunakan sebagai tanda akan masuknya waktu salat Subuh, Maqhrib dan salat Jumat. Adapun yang menjadi pencipta dan yang membudayakan tradisi pembacaan senandung munajat ini adalah tuan guru pertama yang juga merupakan pendiri Tarekat Naqsyabandiah di kampung Babussalam yaitu Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy..

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan interdisiplin dengan metode penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan dan mentranskripsikan senandung munajat yang dilakukan dilokasi penelitian. Beberapa teori yang digunakan dalam mendukung penelitian ini diantaranya teori fungsionalisme, teori etnomusikologi, teori semiotika, teori Tringulasi, Teori Weighted Scale (bobot tangga nada), teori atqakum, teori takmilah. Data data dikumpulkan melalui, studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.

Setelah analisis dilakukan, ditemukan hasil bahwa Munajat dalam Tarekat Naqsyabandiah memiliki peranan yang penting sebagai alat untuk menjaga kontinuitas budaya dan sebagai penguat integritas tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Munajat juga memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan, menjaga adab serta silsilah tarekat Naqsyabandiah.

Analisis terhadap makna teks dengan pendekatan teori semiotika ditemukan bahwa syair teks munajat disamping berhubungan dengan konsep konsep tanda, juga memiliki unsur unsur puisi melayu tradisional seperti prosa, pantun, seloka, atau gurindam. Apabila ditinjau dari makna aktifitasnya maka munajat adalah sebagai salah satu wujud ketaqwaan kepada Allah.

Munajat Memiliki 44 (empat puluh empat) bait syair yang dalam penyajiannya menggunakan Ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. Maqom yang digunakan dalam munajat ini menggunakan pola maqom Shika. Munajat yang terdapat dalam tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) yang artinya komunikasi utama adalah secara verbal.

Dalam pelaksanaannya, munajat selalu diawali dengan pemukulan nakus selama sepuluh sampai lima belas menit dengan memukul bagian dalam dari nakus tersebut dan diakhiri dengan pemukulan dibagian sisi luar nakus sebanyak jumlah rakaat salat yang akan dilaksanakan. Selanjutnya pembacaan munajat akan dilaksanakan diatas menara tertinggi di madrasah Babussalam sampai akan tiba waktu azan untuk ibadah salat.

Kata kunci : Munajat, Hakikat Tauhid, Tarekat,Silsilah, Fungsi, makna dan analisis musik.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana huwataala, serta selawat beriring salam kepada junjungan muslimin Rasulullah Sallallahu Alaihi wassalam. Berkat rahmat, nur dan hidayahnya maka penelitian ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc. (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telah memberi fasilitas pembelajaran sehingga penulis dapat menuntut ilmu di Universitas Sumatera Utara dengan baik.

2. Bapak Drs. Irwansyah, M.A., selaku Ketua Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister

(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Muhizar Muchtar, M.S., selaku Pembimbing Ketua yang telah memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian, dan kontribusi mengenai substansi materi penelitian ini dari sejak awal pelaksanaan penelitian, termasuk tatacara penulisan ilmiah.

5. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., selaku Pembimbing Anggota yang telah memberikan koreksi, kontribusi pemikiran serta arahan terhadap hasil penelitian ini.

6. Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai admistrasi Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendukung kelancaran administrasi.

7. Seluruh dosen yang telah menyumbangkan pengetahuannya saat perkuliahan di Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

8. Teman-teman seangkatan yang telah memberi dorongan moral sehingga penulis tetap semangat dan termotivasi dalam pelaksanaan penelitian.

9. Bapak Akhyar Murni, Khalifah Selamat, Almarhum tuan guru Khalifah Ali Mas’ud, Yumi Hendri Nasution, Abdul Rahman Syah, selaku informan dan narasumber yang telah banyak memberi informasi tentang senandung munajat Tarekat Naqsyabandiah di Kampung Babussalam, kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat.

10. Ayah Syahril Husri Nasution, Mamak Nurlela Napitupulu serta adik adik tercinta Eva Irvani Nasution, SE., dan Silva Winovia Nasution, SE., yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

11. Istri Elfida, S.Pd., dan anak-anak saya tercinta Fachru Razi Syafwan Nasution, Fiola Syifa Azura Nasution, Fivian Zivana Auryn Nasution dan sibungsu Fachri Gathfan Rivano Nasution sebagai motivasi dan yang telah mendoakan penulis selama penelitian.

12. Teman teman alumni UNIMED angkatan 95 dan para dosennya yang telah banyak memberikan masukan yang berarti untuk penulis selama ini.

13. Terutama buat almarhum abangda Drs. Ben M. Pasaribu, MMA., yang atas dorongan serta rekomendasinya, akhirnya saya dapat melanjutkan studi ke Pasca Sarjana USU. Semoga engkau damai dan tenteram berada disisiNya.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kelemahan dan kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini, baik berkenan dengan bentuk maupun isinya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran, kritik dan koreksi guna perbaikan.

Medan, September, 2012 Penulis,

Wiwin Syahputra Nasution

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Wiwin Syahputra Nasution

NIP

Tempat Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 24 April 1977 Agama

: Islam

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan : 1. Guru Sekolah Menengah Kejuruan Negri Tanjung Pura,

Langkat

2. Terapis pengobatan pada klinik Syifa dalam bidang

Akupunktur dan Hypnoteraphy

Pendidikan : 1. Sarjana Pendidikan Seni Musik (S.Pd.) dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan (UNIMED) Jurusan Sendratasik, Lulus

tahun

2. Akupunkturis (AKP) dari Lembaga Pendidikan Akupunktur (YAPEPTRI) Jakarta, Lulus tahun

(Mch) dari Yayasan Hypnoteraphy Indonesia (YHI) Medan, Lulus

Pada tahun akademi 2010/2011 diterima menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatra Utara.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan,

Wiwin Syahputra Nasution NIM. 107037004

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Penggunaan Nada dan Jumlahnya ........................................ 285 Tabel 5.2

Penggunaan Not dan Jumlahnya ........................................... 288 Tabel 5.3

Bentuk Melodi dan Variasinya ............................................. 290 Tabel 5.4

Pemakaian Nada dan Jumlahnya .......................................... 295 Tabel 5.5

Nama Interval dan Jumlah Pemakaiannya ............................ 297

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Bermula dari kawasan Saudi Arabia, yaitu pada dua kota utama yaitu Kota Mekah tempat Rasul Muhammad dilahirkan dan Madinah sebagai pusat perkembangan awal Islam. Di Kota Madinah inilah terjalinnya integrasi sosioreligius antara kaum muhajirin (pendatang) dan anshor (penduduk Madinah). Mereka dipersatukan Rasul Muhammad berdasarkan konsep persaudaraan. Proses migrasi Nabi Muhammad dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah ini menjadi dasar dari sistem kalender Hijriah Islam. Akhirnya Islam berkembang keseluruh Jazirah Arab, Persia, Asia Selatan, China, Eropa Barat dan Timur, Nusantara (Asia Tenggara), dan kini ke seluruh penjuru dunia. Islam adalah agama yang paling

pesat perkembangan jumlah pengikutnya dalam beberapa abad terakhir ini. 1

1 Di dunia ini, manusia ada yang beragama dan ada juga yang tidak beragama, namun sebahagian besar adalah beragama. Secara kuantitas, masyarakat yang tidak beragama berada pada

peringkat ketiga dengan jumlah persentase 16 persen dari keseluruhan penduduk dunia. Yang menarik adalah setengah dari kelompok ini, percaya kepada Tuhan namun tidak mengikuti agama tertentu. Agama Yahudi yang jumlah pemeluknya memiliki persentase 0,22 % dari jumlah penduduk dunia berada pada peringkat terakhir dalam daftar agama-agama resmi dunia. Walaupun di Dunia Barat gereja-gereja yang tinggi menjulang banyak dibangun untuk menyebarluaskan ajaran-ajaran Kristiani, namun saat ini perkembangan agama Islamlah yang mengalami kemajuan pesat dan perselisihan serta perbedaan yang ada di tengah umat Islam pun semakin berkurang dibanding dengan agama-agama lain. Dengan mengingat segala permasalahan ekonomi dan berbagai problem lainnya yang terjadi pada negara-negara Islam, agama ini mampu berada pada peringkat kedua dalam daftar agama dengan jumlah penganut terbanyak. Berdasarkan laporan situs Baztab di Iran, hasil surveinya memperlihatkan agama Kristen menguasai 33 persen masyarakat dunia namun mereka mengalami perpecahan yang lebih besar dan lebih prinsipil dibanding agama- agama lainnya. Agama Kristen sekarang terpecah menjadi berbagai macam aliran yang berbeda- beda seperti Katolik, Protestan, Ortodoks Timur, Anglikan, Evangelis, Pantekosta, dan lain sebagainya. Islam yang dipeluk oleh sekitar 21 persen dari penduduk dunia termasuk Suni, Syiah dan beberapa mazhab lainnya menempati agama kedua dengan penganut terbanyak setelah agama

Kebesaran Islam bukan hanya terlihat dari jumlah pengikutnya namun Islam juga memiliki banyak aliran yang berbeda dalam menafsirkan dan mengamalkan perintah dalam Al-Qur’an dan Hadits. Yang paling jelas ada dua aliran dalam Islam yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah atau lazim disebut kelompok Suni dan Syiah atau Syi’i. Di dalam masyarakat muslim Suni sendiri terdapat empat mazhab besar berdasarkan imam yang mereka ikuti, yaitu:Maliki, Hanafi, Hanbali, dan Syafi’i. Demikian pula di dalam masyarakat muslim Syiah terdapat berbagai aliran lagi.

Islam adalah agama samawiyah 2 yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Inti ajarannya adalah percaya kepada Allah Yang Ahad, yang diucapkan

dan dibenarkan dalam hati yaitu Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah Utusan(Rasul) Allah (La ilaha ilallah Muhammadarrasulullah). Di dalam Islam juga dikenali dua rukun utama agama ini, yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Rukun Islam adalah syariat dalam bentuk lima aktivitas, yaitu: (a)

Kristen. Orang-orang yang tidak beragama berada pada peringkat ketiga dengan persentase 16 persen dari jumlah penduduk dunia, termasuk di antaranya mereka yang tidak percaya kepada Tuhan, orang-orang sekuler, dan yang menyembunyikan keyakinannya. Yang menarik adalah setengah dari mereka ternyata percaya kepada Tuhan walaupun tidak meyakini agama mana pun. Agama Hindu berada pada peringkat keempat dengan jumlah pengikut sebanyak 14 persen dari jumlah penduduk dunia. Diikuti agama Buddha, agama tradisional Cina dan kepercayaan- kepercayaan tradisional masyarakat Afrika yang masing-masing memiliki jumlah persentase sebanyak 6 persen. Agama Sikh dengan 0,36 persen komunitasnya menempati peringkat berikutnya dan Yahudi ternyata menempati peringkat paling akhir dari daftar agama-agama dunia menurut jumlah pengikutnya. [icc-jakarta.com]

2 Istilah samawiyah ini berasal dari konsep Islam, yang mengandungi makna sebagai agama yang berdasar kepada wahyu yang diturunkan Tuhan melaluii-nabi. Istilah ini juga merujuk kepada

agama Islam, Kristen, dan Yahudi. Secara harfiah samawiyah artinya adalah langit. Konteks makna kata ini adalah agama wahyu yang diturunkan dari langit, yaitu dari Allah. Di sisi lain ada pula istilah agama ardhiyah yaitu agama-agama yang muncul, tumbuh, dan berkembang di dunia ini. Faktor budaya dan peradaban manusia menjadi faktor utama tumbuhnya agama-agama ardhiyah ini.

mengucap dua kalimah syahadat, (b) melaksanakan salat, (c) melaksanakan puasa; (d) menunaikan zakat; dan (e) melakukan ibadah haji bagi yang mampu. 3 Selanjutnya dikenal pula rukun iman yaitu berupa keyakinan, yang terdiri dari: (a) iman kepada Allah, yaitu patuh dan taat kepada ajaran dan hukum-hukum Allah; (b) iman kepada malaikat-malaikat Allah, artinya mengetahui dan percaya akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta; (c) iman kepada kitab-kitab Allah, berupa melaksanakan ajaran kitab-kitab Allah hanif. Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur'an, yang memuat tiga kitab Allah sebelumnya, yaitu kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil; (d) iman kepada Rasul- rasul Allah, yaitu mencontoh perjuangan para Nabi dan Rasul dalam menyebarkan dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran, (e) iman kepada hari kiamat, yaitu faham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan, dan (f) iman kepada qada dan qadar. Paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan Allah pada alam semesta.

Di lain sisi rukun iman berikut ini adalah menurut aliran Islam Syiah (dikenal sebagai ushulluddin yaitu prinsip-prinsip keimanan) terdiri dari: (1) At- tauhid yaitu keesaan Allah, (2) Al-adhalah yaitu keadilan Allah, (3) An-nubuwah yaitu kenabian, (4) Al-imamah yaitu kepemimpinan pasca Nabi Muhammad SAW., dan (5) Al-ma'ad. Aktivitas Islam secara umum dapat terlihat dari pengamalan 5 (lima) rukun Islam yang wajib dilaksanakan sebagai bentuk rasa

3 Dalam dunia sufi (tarekat) aktivitas-aktivtas ini disebut dengan syariat. Namun secara umum, sufi apapun alirannya di dalam Islam, selalu menekankan bahwa ibadah tidak cukup hanya

dengan mengerjakan syariat saja, namun harus lebih dalam dan bermakna dari sekedar aktivitas itu, yaitu dalam tingkatan tarekat, hakikat, dan makrifat. Peringkat pelaksanaan ibadah ini yang didasari oleh zikir adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.

patuh kepada Allah dengan mencontoh segala amal perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Dalam mencontoh segala amalan yang dilakukan oleh Rasul tidak hanya terbatas oleh bentuk pelaksanaannya secara lahiriah saja namun bentuk amalan itu juga harus disertai dengan mencontoh rasa batiniahnya Rasul. Hal inilah yang banyak menjadi perbincangan diberbagai aliran di dalam Islam tentang bagaimana melakukan pendekatan tentang maksud dari tiap-tiap ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena Al-Qur’an tidak hanya dapat dimaknai dengan arti tersurat saja namun lebih jauh dari pada itu Al-Qur’an memiliki makna tersirat yang lebih mendalam. Sebagai contoh dalam kitab suci Al-Qur’an mengatakan bahwa orang-orang yang beruntung adalah orang yang bertawakal dan khusuk dalam salatnya. Oleh karena itu berbagai aliran Tarekat dalam Islam mencoba mendekatkan faham tentang rasa khusuk dan tawakal ini dalam aktivitas peribadatannya.

Pengertian Tarekat 4 sebagaimana yang berkembang di kalangan ulama ahli tasawuf adalah “jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabiit tabiin, dan

4 Penulisan tarekat ini adalah transliterasi dari kata dalam bahasa Arab, yaitu

Kata ini kadangkala dalam teks-teks berbahasa Indonesia atau Melayu yang ditulis dengan huruf Latin atau Romawi menjadi thoriqot, thoriqat, thariqot, tharikat, tariqat, dan tarekat itu sendiri. Dalam tesis ini penulis memilih tarekat seperti yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka Jakarta 1980. Untuk selanjutnya walaupun ini istilah dalam bahasa Arab penulis tidak menulisnya huruf miring (italic) dalam tesis ini karena pada bab ini dan seterusnya akan banyak mengulang kata tarekat, jadi cukup ditampilkan sekali saja. Begitu juga dengan penulisan kata munajat, yang ditulis huruf miring pada awal tampilanhnya saja.

secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara bersambung dan berantai hingga pada masa sekarang ini.” (Imron Abu Amar, 1980:1).

Sebuah contoh diketahui umum di dalam Islam bahwa di dalam Al- Qur’an hanya dapat dijumpai adanya ketentuan kewajiban salat, tetapi tidak ada satu ayat pun yang memberikan perincian tentang rakaat salat tersebut. Misalnya salat Zuhur 4 rakaat, Ashar 4 rakaat, Maghrib 3 rakaat, Isya 4 rakaat, dan Subuh 2 rakaat. Demikian juga terhadap syarat dan rukunnya salat-salat wajib tersebut. Rasulullah sebagai orang yang pertama yang memberikan contoh-contoh dan cara-cara salat tersebut melalui perbuatan yang dipertunjukkan dan ditiru oleh para shahabatnya terus dienkulturasikan kepada umat Islam lainnya dan dikekalkan hingga sekarang ini melalui ajaran dan petunjuk yang diberikan oleh para guru, syeikh, dan ulama.

Ini tidaklah ditafsirkan bahwa Al-Qur’an sebagai sumber pokok hukum Islam tidak lengkap, sunnah Rasul dan ilmu fiqih yang disusun para ulama tidak sempurna, tetapi sebenarnya masih banyak penjelasan yang dibutuhkan umat agar pelaksanaan peraturan dan ketentuan Allah dan Rasulullah dapat dikerjakan secara teratur, bukan menurut penerimaan atau penangkapan akal bagi orang yang hanya mampu membaca, menghayati, dan memahami yang pada akhirnya orang ini akan mengerjakan syariat Islam sesuai dengan kemauan hawa nafsunya sendiri. Demikian landasan berpikir kaum Tarekat dalam Islam.

Selain itu, Tarekat adalah termasuk ke dalam ilmu mukasyafah, yang dapat memancarkan cahaya ke dalam hati para penganutnya. Sehingga dengan cahaya itu terbukalah segala sesuatu yang terdapat di balik rahasia ucapan-ucapan

Nabi Muhammad. Demikian pula halnya terhadap sesuatu yang ada di balik rahasia Allah.

Adapun tujuan mengamalkan Tarekat sebagaimana yang lazim dikerjakan oleh para jemaahnya, ada beberapa hal. Di antaranya adalah: (a) mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat tercela dan diisi sifat terpuji, (b) selalu mewujudkan rasa ingat kepada Allah melalui amalan wirid dan zikir diikuti tafakur yang terus menerus dikerjakan, (c) timbul rasa takut kepada Allah sehingga menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang menyebabkan lupa kepada Allah, (d) akan dapat mencapai tingkat alam makrifat, sehingga dapat mengetahui segala rahasia di balik tabir cahaya Allah dan Rasul- Nya secara jelas, (e) dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini (Imron Abu Amar, 1980:12-13).

Adapun landasan pengamalan Tarekat dalam Islam adalah mengutip Surah Al-Jin ayat ke-16, seperti berikut ini.

Artinya: Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak)

Ayat ini oleh para ulama ahli Tarekat dijadikan pegangan hukum dasar melaksanakan amalan-amalan yang diajarkan. Meskipun masih ada sebahagian orang yang menentang dijadikannya ayat ini sebagai dasar hukum Tarekat.

Kemudian dari sisi materi pokok amalan Tarekat yang berupa wirid zikrullah (berzikir), sesuai firman Allah dalam Qur’an sebagai berikut.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah; zikir yang sebanyak-banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya waktu pagi dan petang (Q.S. Al-Ahzab: 41-42)

Memperhatikan ayat di atas, maka dengan jelas Allah telah memerintahkan kepada semua orang yang beriman untuk tetap senantiasa berzikir dengan menyebut asma Allah. Kegiatan ini dilakukan sepanjang waktu, siang atau malam, pagi atau petang.

Aliran Tarekat mendekatkan faham tersebut dengan melakukan berbagai cara, mulai dengan melakukan tarian untuk merasakan gerakan jiwa, merasakan ketentraman hati tatkala berzikir dan mengikhlaskan harta pada saat sedekah. Semua ini dilatih agar dapat mencapai tingkat kepasrahan kepada Yang Maha Pengasih. Walaupun sedikit kontroversial tetapi inilah jalan yang ditempuh oleh para sufi agar dapat lebih ikhlas, sabar dan bersyukur akan nikmat yang diberikan Allah SWT.

Di dalam konteks Dunia Islam, terdapat berbagai aliran Tarekat. Di antaranya adalah Jabariyah, Samaniyah, Mauwaliyah (Mevlevi), Naqsyabandiah, dan lain-lainnya. Inti ajarannya adalah sama secara umum, yakni mendekatkan diri kepada Allah melalui zikir. Namun terdapat variasi-variasi dalam tata cara pengamalannya.

Aliran Tarekat Naqsyabandiah adalah Tarekat dengan jalan melakukan amalan dengan mengasingkan diri (berkhalwat) dari keramaian dan melakukan zikir sampai ribuan kali setiap harinya. Mengasingkan diri ini dilakukan mencontoh aktifitas yang dilakukan Rasul ketika menerima wahyu dari Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril di gua Hira. Berdasarkan sejarah inilah para penganut Tarekat Naqsyabandiah melakukan zikir di suatu tempat yang dinamakan dengan suluk. Tarekat Naqsyabandiah ini salah satu yang terkenal di Nusantara dan Dunia Islam adalah Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat, Sumatera Utara, Indonesia.

Pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam ini, ada amalan-amalan berupa zikir yang disebut suluk tadi, haul yaitu memperingati hari wafatnya Tuan guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy, salat berjamaah, tausyiyah (ceramah tau siraman rohani) agama oleh para ulama Tarekat ini, azan untuk memulakan salat, penggunana nakus (kentongan) sebelum masuknya azan.

Yang menarik secara religius adalah bahwa di dalam Tarekat Naqsyabandiah Babussalam ini terdapat aktivitas munajat. Secara etimologis munajat artinya adalah doa atau permohonan doa, merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari ritual ibadah oleh agama dan kepercayaan manapun. Melalui perantaraan doa, setiap individu meminta kepada yang kuasa tentang segala hal yang diinginkannya. Oleh karena meminta adalah suatu proses mengharapkan akan sesuatu maka di dalam memanjatkan doa setiap individu, kelompok maupun suatu agama tertentu memiliki aturan, persepsi, dan syarat yang dianggap wajib dilakukan agar doa tersebut terkabulkan. Demikian pula halnya pada aliran sufistik

Tarekat Naqsyabandiah yang memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikan doanya. Pelaksanaan munajat pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam sedikit berbeda dengan pelaksanaan munajat pada umat Islam secara umum. Biasanya pada masyarakat Islam umum, munajat tidak dilakukan dengan bersenandung dan isi dari munajat secara langsung merupakan permohonan kepada Allah. Namun pada Tarekat Naqsyabandiah Babussalam selain munajat tersebut disenandungkan juga permohonan kepada Allah melalui perantaraan guru dan syekh yang dianggap suci dan keramat.

Sudah menjadi kebiasaan sejak Desa Babussalam dibangun, apabila kira- kira setengah jam lagi waktu Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at masuk, bilal 5

mengumandangkan munajat di atas menara Madrasah besar dengan suara yang merdu dan lantang. Demikian pula menjelang Isya pada bulan Ramadhan, Munajat ini terdiri dari 44 (empat puluh empat) bait yang pada dasarnya mengandung puji-pujian kepada Allah, doa mohon ampun dan kelapangan hidup dunia akhirat dengan berkat Syekh-Syekh Tarekat Naqsyabandiah serta Wali-Wali Allah yang keramat dan Saleh.

Syair-syair munajat diciptakan oleh tuan guru pertama yaitu Syekh 4 Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy semasa hidupnya. Pembacaan

5 Bila l adalah petugas keagamaan Islam yang mengumandangkan azan baik di dalam mesjid atau di atas menara (minaret), sebagai indeks atau tanda akan masuknya sholat wajib atau

sunat lainnya seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Istilah bilal ini adalah merujuk kepada nama pengumandang azan Islam yang pertama kali yaitu Bilal bin Rabba. Istilah bilal juga disinonimkan dengan istilah muazin, yang maknanya adalah pengumandang azan (pertanda akan sholat). Umat Islam dalam membuat tanda akan segera masuk ibadah sholat ini adalah melalui azan. sedanagkan umat Kristiani tanda masuknya ibadah melalui bunyi lonceng gereja. Kemudian umat Yahudi memberi tanda masuknya ibadah di synagog melalui tiupan terompet.

munajat ini dimulai sejak masa kampung Babussalam pertama kali didirikan yaitu pada tanggal 15 Syawal 1300 H dimana Syekh Abdul Wahab dengan keluarga serta murid-muridnya yang berjumlah 130 (seratus tiga puluh) orang Hijrah dengan menggunakan 13 (tiga belas) perahu ke daerah tersebut.

Di Tarekat Naqsyabandiah Babussalam, istilah munajat mengacu kepada

2 (dua) pengertian yaitu munajat sebagai senandung yang dibacakan setiap hari diatas menara madrasah menunggu waktu salat tiba yang dilakukan bergantian oleh 3 (tiga) sampai 4 (empat) orang dan yang kedua munajat yang dibacakan sebelum ritual zikir di dalam suluk dimulai.

Keunikan yang ada dalam pembacaan munajat ini menjadikan munajat menjadi salah satu ciri khas dari Tarekat Naqsyabandiah Babussalam. Pembacaan munajat ini tetap dilakukan bukan saja di Babussalam namun di Masjid dan surau- surau yang jamaahnya menganut faham Tarekat ini akan mengumandangkan munajat untuk menunggu waktu salat subuh, Maghrib dan salat Jum’at tiba.

Budaya pembacaan munajat ini bagi masyarakat Naqsyabandiah menjadi penting karena disamping sebagai wujud kepatuhan murid kepada sang guru yang menganjurkannya juga munajat merupakan perwujudan tradisi kepercayaan yang telah dibangun oleh ajaran Tarekat ini ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lampau yang disebut dengan rabhithah dan wasilah.

Pembacaan senandung munajat telah dilakukan berulang kali pada setiap harinya di madrasah Babussalam, namun sejauh pengamatan penulis belum ada suatu panduan tentang peraturan dalam pembacaan senandung munajat ini bila ditinjau dari aspek melodinya.

Anggapan sementara penulis munajat sangat berhubungan erat dengan tradisi budaya seni dan sastra. Hal ini dapat terlihat dari modus melodi yang digunakan tatkala menyenandungkannya maupun dari unsur sastra dalam penggunaan kata dalam syairnya. Didalam menyenandungkannya Munajat menggunakan aspek musikal Melayu yang dipengaruhi oleh unsur tekhnik vokal Arabian seperti modus atau maqam rast, sika, nahwa, dan hijaz. Demikian pula bila ditilik dari penggunaan kata dan sastranya yang digunakan tidak terlepas dari pengaruh budaya sastra Melayu dan unsur filosofi Tarekat Naqsyabandiah.

Keberadaan munajat dalam kelompok Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat ini menarik dilihat dari berbagai fenomenanya. (a) Munajat adalah doa yang disenandungkan dan diciptakan oleh Tuan Syekh Abdul Wahab Rokan, yang menguasai dua aliran Tarekat yaitu Naqsyabandiah dan Samaniyah sekali gus, namun yang dikembangkannya di Babussalam Langkat adalah Tarekat Naqsyabandiah. (b) Munajat di dalam kelompok Tarekat ini disajikan dengan menggunakan bahasa Melayu, artinya munajat ini dibumikan dengan cara Melayu, bukan cara Arab atau Gujarat. (c) Munajat yang dikumandangkan menjelang azan pada Salat Maghrib, Subuh, dan Jum’at, menggunakan ornamentasi melodi Melayu dan tangga nada (maqam yang khas Timur Tengah) dan ornamentasi melayu yaitu patah lagu, cengkok, dan gerenek. (d) Bahwa munajat yang terdapat

dalam Tarekat ini mengutamakan sajian teks (logogenik) 6 artinya komunikasi

6 Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara

verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukkan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukkan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang

Dengan keberadaanya yang seperti itu, maka munajat ini menarik untuk dikaji dari sisi ilmu seni budaya dan ilmu agama Islam. Dalam hal ini, penulis menggunakan ilmu etnomusikologi dan agama Islam khususnya tentang Tarekat yang disebut dengan ilmu tasawuf. Untuk itu perlu diulas sekilas tentang apa itu etnomusikologi dan ilmu-ilmu dalam agama Islam yang mengkaji Tarekat.

Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu, merupakan fusi atau gabungan dari dua induk ilmu yaitu etnologi (antropologi) dan musikologi. Penggabungan ini sendiri telah menimbulkan dampak yang kompleks dalam perkembangan etnomusikologi. Jika kemudian ia berfusi lagi dengan ilmu lain, katakanlah arkeologi, maka akan terjadi sesuatu perkembangan yang menarik.

digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Adakalanya bersifat rahasia seperti pada mantea. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik . Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang dapat ditelusuri melalui pikiran mereka (lihat Malm, 1977).

Dalam konteks etnomusikologi, bidang musikologi selalu dipergunakan dalam mendeskripsikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai bagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music

sound (Merriam 1964:3-4). 7

Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang

7 Buku ini menjadi “bacaan wajib dan mendasar” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme,

sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “buku wajib” dalam disiplin etnomusikologi seluruh dunia.

terpisah, yaitu musikologi dan etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya-- seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah

Berbagai definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Dalam edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi , 1995, yang disunting oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 (empat puluh dua) definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh

Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976. 8

8 R. Supanggah, 1995. Etnomusikologi. Surakarta: Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar

etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan

Dari 42 (empat puluh dua) definisi tentang etnomusikologi dapat diketahui bahwa etnomusikologi adalah fusi dari dua disiplin utama yaitu musikologi dan antropologi, pendekatannya cenderung multi disiplin dan interdisiplin. Etnomusikologi masuk ke dalam bidang ilmu humaniora dan sosial sekaligus, merupakan kajian musik dalam kebudayaan, dan tujuan akhirnya mengkaji manusia yang melakukan musik sedemikian rupa itu. Walau awalnya mengkaji budaya musik non-Barat, namun sekarang ini semua jenis musik menjadi kajiannya namun jangan lepas dari konteks budaya. Dengan demikian, masalah definisi dan lingkup kajian etnomusikologi sendiri akan terus berkembang dan terus diwacanakan tanpa berhenti.

Mengapa penulis mengambil disiplin ilmu ini dalam mengkaji keberadaan munajat di kelompok Tarekat Naqsyabandiah dengan menggunakan disiplin etnomusikologi adalah dilandasi oleh beberapa hal. (a) Sebagai sebuah aktivitas keagamaan munajat Tarekat ini mengandung unsur-unsur musikal melodi (yang kemudian dapat lagi dirinci menjadi tangga nada, bentuk melodi, frase melodi, motif melodi, densitas, frekuensi, dan lainnya) yang merupakan wilayah kajian etnomusikologi. (b) Demikian pula munajat ini mengandung unsur syair yang juga merupakan wilayah kajian etnomusikologi yang sering disebut dengan kajian tekstual. Unsur-unsur syair ini meliputi bait, baris, rima atau persajakan bunyi, jumlah kata per baris, makna denotasi dan konotasi, dan hal-hal sejenisnya. (c) Munajat juga diciptakan oleh Syekh Abdul Wahab Rokan, yaitu

buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.

dalam konteks budaya Melayu. Jadi munajat ini sangat menarik untuk distudi yakni pertunjukan dalam konteks budayanya sebagaimana yang biasa dilakukan di dalam disiplin etnomusikologi.

Namun demikian, untuk mengkaji munajat dalam konteks dunia Tarekat atau sufisme, maka dalam tesis ini penulis menggunakan ilmu-ilmu dan pendekatan tasawuf yang lazim digunakan dalam mengkaji keberadaan Tarekat di dalam Dunia Islam. Untuk itu perlu dijelaskan apa itu ilmu tasawuf.

Tasawuf (tasawwuf) atau sufisme (bahasa Arab: فﻮﺼﺗ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlak, membangun lahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Suni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8. Sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.

Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata sufi. Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari suf, bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik muslim. Namun tidak semua sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari sufi adalah safa, yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada sufisme pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.

Kelompok lain dalam Islam menyarankan bahwa etimologi dari sufi berasal dari ashab al-suffa ("sahabat beranda") atau ahl al-suffa ("orang-orang beranda"), yang mana adalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.

Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasawuf sangatlah membingungkan. Sebagian pendapat mengatakan bahwa faham tasawuf merupakan faham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah. Orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non-Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam kehidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut faham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme, atau paham tasawuf. Sementara itu, orang yang penganut paham tersebut disebut orang sufi.

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda" (suffa),