Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi untuk Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri Margolelo T2 942012048 BAB II

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan

2.1.1 Strategi

Suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan diperlukan suatu strategi. Menurut Chandler (dalam Rangkuti, 2006: 3) Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Sanjaya (2006:126) berpendapat bahwa strategi adalah metode yang digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Berdasarkan teori para pakar di atas dapat dipahami bahwa strategi adalah metode yang digunakan oleh sebuah organisasi untuk mendapatkan keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam menentukan strategi sangat perlu merumuskan sebuah tujuan organisasi yang jelas dan harus mengetahui faktor-faktor yang mendukung keberhasilan dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Sebuah organisasi berharap dapat menggunakan strategi secara tepat sehingga tujuannya dapat tercapai, yaitu meningkatkan mutu organisasinya. Salah satu indikator yang menunjukkan suatu organisasi bermutu dapat dilihat dari kinerjanya.


(2)

Moeheriono (2009:60) mengatakan bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui strategi suatu organisasi. Muhaimin (2011) berpendapat bahwa strategi merupakan kebijakan-kebijakan penting dari sekolah yang penting untuk diambil agar dapat digunakan sebagai patokan dalam pembuatan program. Sekolah merupakan salah satu organisasi yang harus mempunyai strategi untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu sekolah. Strategi ini akan dicapai dalam jangka panjang (20 tahun) dan menengah (5 tahun), hal ini akan menjadi acuan rencana jangka pendek (1 tahun). Dari kedua pendapat ini dapat dipahami bahwa keberhasilan strategi yang diterapkan di sekolah dapat dilihat dari kinerja dari kinerja sekolahan tersebut.

Berdasarkan pendapatpara pakar di atas dapat dikatakan bahwa dalam konteks pendidikan, strategi adalah kebijakan-kebijakan yang penting dari sekolah untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan dan mengembangkan mutu sekolah. Strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah draf yang disampaikan ke forum sekolah dan tidak perlu sampai keputusan. Perumusan tujuan yang jelas dan faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilan dalam mencapai tujuan perlu dipertimbangkan dalam menyusun sebuah strategi. Strategi yang tepat akan mengantarkan sekolah


(3)

pada keberhasilan dalam mencapai tujuannya. Untuk mendapatkan strategi yang tepat, sekolah memerlukan mengetahui informasi tentang faktor-faktor di sekolah yang dapat mendukung keberhasilan dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, sekolah perlu menganalisis faktor-faktor tersebut. Dengan melakukan analisis ini, diharapkan dapat memberikan informasi yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam menyusun suatu strategi.

2.1.2 Mutu Pendidikan

Secara umum mutu adalah gambaran kemampuan barang atau jasa memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Menurut Crosby (dalam Nasution, 2005) mutu adalah sesuai dengan yang diisyaratkan atau yang distandarkan. Sedangkan Koswara (dalam Amtu, 2011) mengatakan bahwa mutu adalah kondisi yang terkait dengan kepuasan pelanggan terhadap barang atau jasa yang diberikan oleh produsen. Pengertian mutu menurut Sallis (2006: 22) adalah konsep yang absolut sekaligus relatif. Mutu dalam konsep absolut memiliki pengertian bahwa mutu merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Dalam konsep relatif mutu merupakan sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan kebutuhan pelanggan (quality in perception). Danim (2007: 53) mengatakan, mutu mengandung makna derajat keunggulan sesuatu produk atau hasil kerja, baik


(4)

berupa barang atau jasa. Berdasarkan pendapat diatas mutu adalah kemampuan suatu produk atau hasil kerja yang berupa barang atau jasa dalam memuaskan dan melebihi kebutuhan yang diharapkan oleh pelanggan.

Dalam bidang pendidikan, mutu meliputi input, proses dan output yang ada dalam dunia pendidikan (Sukmadinata, 2006). Input pendidikan yang dimaksud adalah semua yang dibutuhkan untuk berjalannya suatu proses. Sedangkan proses adalah proses pengambilan sebuah keputusan, proses dalam belajar mengajar, pengelolaan organisasi proses pengelolaan program, dan proses monitoring dan evaluasi, dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar merupakan paling penting dibandingkan dengan proses - proses lainnya. Output pendidikan yaitu capaian sebuah proses pendidikan. Output sekolah bermutu tinggi apabila prestasi siswanya tinggi dalam prestasi akademik yang berupa nilai ulangan umum, Ujian Sekolah, lomba akademik; dan prestasi non-akademik, seperti Pramuka. Sementara Sagala (2010) menjelaskan mutu adalah gambaran secara utuh tentang jasa pelayanan pendidikan secara internal maupun eksternal yang menunjukkan kemampuannya memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Menurut Chapmans (dalam Amtu, 2011), mutu pendidikan meliputi: 1)

context: kualitas pendidikan secara jelas boleh mengacu pada input (jumlah guru, banyaknya pelatihan guru, banyaknya buku teks); 2) process:


(5)

kualitas pendidikan boleh mengacu pada jumlah waktu pembelajaran langsung dan peningkatan belajar aktif; 3) output: kualitas pendidikan boleh mengacu pada skor tes dan jumlah rata-rata lulusan yang tinggi; dan 4) outcome: kualitas pendidikan boleh mengacu pada kinerja atau pencapaian target dan tujuan spesifik. Sedangkan Leba (2013), berpendapat terdapat empat pandangan yang berkembang untuk memaknai tentang mutu pendidikan empat, yaitu: (1) Mutu Pendidikan dipandang berdasarkan kemampuan peserta didik setelah mempelajari suatu materi pelajaran. Hal ini dibuktikan dengan nilai raport atau nilai Ujian Sekolah. (2) Mutu pendidikan dipandang dari produktivitas keluarannya, yakni pekerjaan yang diperoleh, tingkat gaji dan status. (3) Mutu Pendidikan dipandang berdasarkan kriteris sosial yang lebih luas, misalnya pandai dalam berpidato, terampil memimpin organisasi, pandai berdiplomasi. (4) Mutu pendidikan ditinjau dari komponen pendidikan ditinjau dari komponen pendidikan yang bermutu seperti keadaan guru (jumlah dan kualifikasi pendidikan guru). Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam mengelola komponen – komponen yang ada di sekolah sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki pencapaian prestasi belajar yang tinggi.


(6)

2.1.3 Peningkatan Mutu Pendidikan

Djauzak (dalam Nuraniyah, 2012) mengatakan peningkatan mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang ada di sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku. Menurut Zamroni (2007) peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu perlu diperhatikan dua aspek, yaitu aspek kualitas dan aspek proses mencapai hasil tersebut. Dari pendapat - pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa peningkatan mutu pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan oleh sekolah dengan melibatkan komponen-komponen yang ada untuk meningkatkan kualitas hasil sesuai dengan tujuan sekolah, yaitu prestasi belajar siswa yang tinggi.

2.2 Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Mulyasa (2009) menyatakan, Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pemberian kewenangan yang luas kepada sekolah agar sekolah dapat lebih leluasa dalam mengelola sumber daya dan sumber dana sesuai kebutuhannya. Sedangkan menurut Hasbullah (2006), MBS merupakan model pengelolaan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan


(7)

keputusan. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa MBS adalah pemberian kewenangan yang luas kepada sekolah untuk mengelola komponen yang ada dan mengambil keputusan demi tercapainya tujuan sekolah. Namun dalam melaksanakan kewenangannya, sekolah juga harus memperhatikan skala prioritas kebutuhan dari sekolah tersebut.

2.2.1 Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Rohiat (2008) berpendapat bahwa tujuan MBS adalah meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggung jawab yang lebih besar (otonomi) untuk mengelola potensi sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya (uang, peralatan dan waktu). Sedangkan Slamet (dalam Widiasmara, 2007) mengungkapkan bahwa tujuan MBS adalah untuk usaha pemberdayaan sekolah, melalui pengelolaan sumber daya manusia yang dan sumber lainnya ada di sekolah dengan pemberian kewenangan, fleksibilitas untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh sekolah.

Mulyasa (2009:25) berpendapat tujuan MBS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu, tehnologi yang dinyatakan dalam GBHN. MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, peningkatan mutu, dan


(8)

pemerataan pendidikan

.

Dari pendapat-oendapat tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan MBS adalah meningkatkan konerja sekolah melalui pemberian kewenangan dalam mengelola komponen yang ada di sekolah sehingga mutu pendidikan meningkat.

2.2.2 Prinsip – prinsip Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Mulyasa (2009) menyatakan dalam dalam penerapan MBS untuk mengelola sebuah sekolah diharapkan sesuai pada empat prinsip yaitu: Prinsip ekuifinalitas, prinsip desentralisasi, prinsip pengelolaan mandiri dan prinsip inisiatif manusia. Prinsip ekuifinitas menekankan bahwa sekolah dapat fleksibel dalam memilih strategi untuk mencapai tujuan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah. Sedangkan prinsip desentralisasi menekankan bahwa sekolah harus mampu mengadopsi dan mengadaptasi pengaruh sekelilingnya atau eksternal. Prinsip sistem pengelolaan mandiri menekankan bahwa sekolah diberi hak otonom untuk mengatur dirinya yaitu dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk mengelola secara mandiri kebijakan yang telah ditetapkan. Prinsip inisiatif manusia menekankan bahwa Sekolah dalam mengelola tenaga pendidik dan kependidikan dengan yang cara manusiawi dan memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini dapat dipahami bahwa


(9)

dalam pengelolaan sekolah diharapkan mengacu empat prinsip ini. Sehingga dalam penerapan MBS ini dapat mencapai keberhasilan yaitu peningkatan mutu pendidikan.

2.2.3 Komponen – komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Rohiat (2010:21) mengemukakan terdapat tujuh komponen manajemen sekolah, komponen-komponen tersebut meliputi: Manajemen Kurikulum; Manajemen Program Pembelajaran atau Pengajaran; Manajemen Tenaga Kependidikan; Manajemen Kesiswaan; Manajemen Keuangan; Manajemen Sarana Prasarana; Manajemen Hubungan Masyarakat. Sedangkan Mulyasa (2009) menambahkan satu lagi komponen yang menjadi komponen manajemen sekolah, yaitu manajemen layanan khusus yang terdiri dari manajemen kesehatan, perpustakaan dan keamanan sekolah.

Rusman (2009) mengungkapkan bahwa manajemen kurikulum ialah sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehenshif, sistemik untuk mencapai tujuan kurikulum. Otonomi yang diberikan pada lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengelola kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan atau sekolah tidak mengabaikan kebijakan nasional yang telah


(10)

ditetapkan.Hal ini dapat dikatakan bahwa sekolah diberi kewenangan untuk mengelola kurikulum sesuai dengan visi misi sekolah, namun tetap mengacu pada standar nasional pendidikan.

Setiap sekolah diberi kewenangan untuk mengembangkan program pembelajaran atau pengajaran sendiri. Ketika menyusun program ini perlu diperhatikan kebutuhan siswa dan lingkungan sekitarnya. Dalam kaitannya dengan hal ini, terdapat beberapa langkah yang dilaksanakan. Menurut Mulyasa (2009:41), empat langkah tersebut yaitu: menilai kesesuaian program dengan yang dibutuhkan siswa, meningkatkan dalam membuat rencana program, pelaksanaan program, serta mengevaluasi program. Ketenagaan dalam sekolah yang dimaksud adalah posisi guru sebagai pendidik dang memiliki tugas sampiran. Pengelolaan dan pembagian tugas yang jelas antara ketenagaan yang satu dengan yang lainnya akan menunjang kelancaran dari pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Menurut Mulyasa (2009:42) manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup: perencanaan pegawai, pengadaan pegawai, pembinaan dan pengembangan pegawai, promosi dan mutasi, pemberhentian pegawai, kompensasi, penilaian pegawai. Kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah mempunyai peran penting dalam mengelola tenaga kependidikan. Karena selain bertanggung jawab dalam mencapai tujuan sekolah, juga bertanggung jawab dengan nasib


(11)

guru dan pegawai di bawah naungannya. Dengan kata lain, kepala sekolah mempunyai kewajiban mendukung pengelolaan ketenagaan pendidikan yaitu guru untuk mengembangkan kualitasnya demi kelancaran pelaksanaan MBS di sekolahnya. Salah satu wadah untuk mengembangkan kualitas tenaga pendidik/guru adalah melalui Kelompok Kerja Guru (KKG).

Menurut Dirjen Dikdasmen (dalam Martiningsih, 2008 ) Kelompok kerja guru (KKG) adalah salah satu wadah pembinaan profesional bagi para guru yang tergabung dalam organisasi gugus sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Sedangkan Depdikbud (dalam Purnanda, 2013) menyatakan bahwa Kelompok kerja Guru (KKG) adalah sebagai sistem pembinaan profesional guru SD dalam mengemban misi yang sesuai dengan tujuan yaitu: Meningkatkan kemampuan dan kualitas guru, memberikan informasi baru dalam bidang pendidikan, pemecahan masalah yang dihadapi guru, membina kerjasama dan keakraban dalam meningkatkan prestasi dan kinerja guru dalam mengelola proses belajar mengajar. Berdasarkan teori di atas dapat dipahami bahwa KKG adalah suatu wadah pembinaan profesional bagi guru SD dalam meningkatkan kualitas guru dan memecahkan permasalahan dalam bidang pendidikan.

Mulyasa (2009:46) menyatakan bahwa manajemen kesiswaan adalah sebuah pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan siswa, mulai


(12)

masuk sekolah sampai dengan keluarnya. Manajemen ini bukan hanya berbentuk pencatatan data peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yaitu membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan siswa melalui proses belajar mengajar. Dalam penataan dan pengaturan kegiatan hendaknya memperhatikan kondisi siswa. Hal ini bisa dipahami bahwa pengelolaan kesiswaan bukan hanya hanya membuat dokumen tentang siswa tersebut. Namun lebih dari itu, pengelolaan ini juga mencakup pada faktor yang mendukung siswa dalam proses belajarnya.

Sekolah membutuhkan dana keuangan untuk membiayai kegiatannya. Keuangan ini bisa didapat dari beberapa sumber. Mulyasa (2009:48) berpendapat bahwa sumber keuangan sekolah dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: pemerintah, orang tua atau peserta didik, dan masyarakat. Pengelolaan manajemen keuangan sekolah, dilakukan dengan rasa tanggungjawab pihak sekolah agar penggunaannya dapat maksimal dan sesuai sasaran serta tidak ada penyelewengan kepentingan. Pengelolaan keuangan yang baik, dapat berdampak tidak ada penyalahgunaan keuangan di sekolah, sehingga keuangan dapat tepat sasaran digunakan untuk kebutuhan sekolah dalam hal peningkatan proses belajar mengajar siswa di sekolah. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengelolaan keuangan harus memperhatikan skala prioritas dan kebutuhan sekolah, dan dalam


(13)

implementasinya tidak menyalahi aturan hukum yang ada.

Sarana dan prasarana merupakan pendukung penting pendidikan. Mulyasa (2009:49)

menyatakan bahwa sarana pendidikan adalah semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti, laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, alat peraga, serta meja kursi. Sedangkan prasarana pendidikan adalah peralatan yang secara tidak langsung mendukung kegiatan belajar, seperti halaman, taman sekolah, kebun, tetapi jika dapat secara langsung dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk laboratorium alam dalam pembelajaran IPA, halaman sekolah sebagai lapangan olahraga, komponen tersebut merupakan sarana pendidikan. Rugaiyah (2011:63) berpendapat, manajemen sarana dan prasarana merupakan semua kegiatan sekolah dalam mengelola sarana dan prasarana untuk lancarnya proses pembelajaran. Sedangkan, Asmani (2009:15) menyatakan manajemen sarana dan prasarana merupakan manajemen yang meliputi ketersediaan sarana dan prasarana serta guru dalam memanfaatkan sumber belajar dan menata ruangan pendidikan yang dimiliki. Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa pengelolaan sarana dan prasarana adalah suatu kegiatan dalam mengelola sarana dan prasarana yang meliputi kelengkapan sumber belajar dan


(14)

pemanfaatan sumber belajar serta penataan ruangan yang ada sehingga kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik. Manajemen sarana dan prasarana yang dikelola dengan baik dapat menghasilkan lingkungan belajar yang menyenangkan untuk proses pembelajaran. Selain itu diharapkan tersedianya alat-alat peraga atau fasilitas belajar lainnya yang memadai secara jumlah, kualitas dan kesesuaian yang dibutuhkan dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh guru dan siswa untuk kepentingan proses pembelajaran. Oleh sebab itu, sekolah perlu membuat daftar prioritas keperluan pengadaan sarana dan prasarana.

Mulyasa (2009:50) mengemukakan manajemen sarana dan prasarana pendidikan mempunyai tugas mengelola sarana dan prasarana sekolah agar dapat memberikan kontribusi dalam kegiatan pendidikan. Dalam mengelola sarana dan prasarana mencakup kegiatan dalam merencanaan, mengadakan sarpras, mengawasi menginventarisasi dan penghapusan serta penataan). Menurut Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah RI No 6 Tahun 2006, Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Hal ini bisa dikatakan bahwa sekolah harus merumuskan kebutuhan perlengkapan


(15)

sekolah untuk kegiatan pembelajaran siswa dan kegiatan sekolah lainnya. Kegiatan ini dilakukan berkesinambungan dan dilakukan setiap awal tahun pelajaran baru.

Pengadaan sarana prasarana di sekolah dapat dilakukan dengan membeli atau hibah dari pihak lain. Pengadaan ini dapat berbentuk pengadaan buku, alat peraga, dan bangunan yang mendukung kegiatan sekolah. Dalam proses pelaksanaan pengadaan ini harus memperhatikan kebutuhan sekolah.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 21 Peraturan Pemerintah RI No 6 Tahun 2006 Iventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan barang milik negara/daerah. Sekolah wajib melakukan Iventarisasi barang yang ada di sekolah. Melalui pendataan ini akan diketahui kondisi sarana dan prasarana yang terdapat di sekolah.

Menurut Pasal 1 ayat 7 Peraturan Pemerintah RI No 6 Tahun 2006, penggunaan adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan. Hal ini bisa dipahami bahwa Penggunaan sarana prasarana di sekolah adalah untuk kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah. Sehingga penggunaan sarana prasarana di luar itu sudah menyalahi ketentuan. Pihak yang boleh menggunakan sarana prasarana sekolah


(16)

adalah kepala sekolah, guru, siswa dan pihak yang mendukung dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah.

Manajemen hubungan masyarakat perlu diperhatikan dalam pengelolaan sekolah. Hal ini disebabkan hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan jembatan dalam mendidik perkembangan siswa. Menurut Mulyasa (2009: 50) tujuan dari mengadakan hubungan sekolah dengan masyarakat adalah: 1)Meningkatkan mutu kualitas pembelajaran dan pertumbuhan anak; 2) Memperkuat tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; 3) Memberi motivasi kepada masyarakat untuk selalu berhubungan dengan sekolah. Hal ini bisa dipahami bahwa dengan terjalinnya hubungan yang baik dari pihak sekolah dan masyarakat, maka kedua belah pihak ini akan mengetahui informasi tentang pendidikan untuk peningkatan mutu pendidikan. Sehingga kedua belah pihak memiliki kontribusi dalam kemajuan pendidikan.

Mulyasa (2009: 52) menyatakan bahwa manajemen layanan khusus mencakup manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah. Perpustakaan ditata dengan baik dan mempunyai fasilitas yang lengkap akan membantu siswa dalam proses belajar mengajar. Selain itu juga dapat membantu guru dalam mengajar karena memiliki [engetahuan yang luas. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia yang seutuhnya, yaitu


(17)

mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan kualitas jasmani dan rohani siswa maka di sekolah mengadakan pendirian tempat untuk beribadah dan mengadakan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Kegiatan ini bertujuan supaya warga sekolah merasakan damai dan nyaman dalam mengikuti proses belajar dan mengajar. Hal ini bisa dikatakan bahwa layanan khusus di sekolah perlu diadakan. Karena dengan adanya layanan khusus ini, mendukung pada proses pembelajaran. Sehingga dengan adanya dukungan ini proses pembelajaran akan mencapai kemajuan.

2.3 Evaluasi Prestasi Belajar Siswa

2.3.1 Evaluasi

Menurut Bruner (dalam Sagala, 2012), proses belajar dapat dibedakan pada tiga fase yaitu: 1) Informasi, dalam tiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang dapat menambah pengetahuan yang telah dimiliki, memperhalus dan memperdalamnya, ataupun bertentangan dengan apa yang telah diketahui; 2) transformasi, informasi yang telah diterima harus dinalisis, diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak, atau konseptual ke dalam bentuk yang lebih luas dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan; 3) evaluasi, kemudian dinilai hingga manakah pengetahuan yang diperoleh dan ditranformasikan itu dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.


(18)

Evaluasi dalam proses belajar ini merupakan salah satu tahapan penting untuk meraih tujuan belajar. Pada tahap ini diketahui kemampuan siswa, ketepatan metode mengajar yang digunakan, dan keberhasilan siswa dalam meraih tujuan pembelajaran. Sehingga sekolah dapat mengambil keputusan secara tepat mengenai tahapan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik berdasarkan data yang diperoleh dari evaluasi. Tyler (dalam Arikunto, 2009) mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk dapat menentukan sejauh mana pendidikan dilakukan, dalam hal apa saja pendidikan dilakukan, dan bagaimana tujuan pendidikan tersebut sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Sedangkan menurut Gibson dan Mitchel (dalam Uman, 2007:91) berpendapat bahwa proses evaluasi adalah untuk mencoba menyesuaikan data objektif dari awal hingga akhir pelaksanaan program sebagai dasar penilaian terhadap pendapat di tujuan program. Berdasarkan teori di atas maka dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan atau suatu proses menentukan nilai dari proses pembelajaran dalam pendidikan, sehingga dapat diketahui hasilnya. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui suatu program berhasil atau tidak dalam mencapai tujuannya.


(19)

2.3.2 Prestasi Belajar Siswa

Dalam konteks pendidikan formal, menurut Purwanto (2006) prestasi belajar adalah suatu hasil yang diperoleh oleh sesorang dalam usaha belajar yang dinyatakan dalam raport. Sedangkan Tirtonegoro (2006:43) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan penilaian aktivitas belajar siswa yang dinyatakan dalam bentuk huruf, simbol, angka, maupun kalimat yang dapat menggambarkan hasil yang sudah dapat dicapai siswa dalam proses pembelajaran. Semiawan (dalam Tarmidi, 2005) menyatakan bahwa prestasi belajar terkait data otentik yang diperoleh dari tes hasil belajar. Arikunto (2006:276) menyebutkan bahwa prestasi harus mencerminkan tingkatan-tingkatan siswa sejauh mana telah dapat mencapai tujuan yang ditetapkan setiap bidang studi. Simbol yang digunakan untuk menyatakan nilai, baik huruf maupun angka, hendaknya merupakan gambaran tentang prestasi saja. Menurut Syah (2008:141), Prestasi Belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai hasil yang telah ditargetkan dalam sebuah program. Berdasarkan pengertian ini, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan seseorang dalam mempelajari materi pelajaran yang sudah diprogramkan dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Prestasi belajar dapat diketahui setelah diadakan evaluasi pada program pembelajaran. Hasil dari evaluasi tersebut dapat memperlihatkan tinggi atau rendahnya prestasi


(20)

belajar siswa. Jadi evaluasi prestasi belajar siswa adalah suatu kegiatan mengukur nilai keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran yang telah diterimanya. Dalam jenjang sekolah dasar evaluasi dapat berbentuk Ulangan Formatif, Ujian Tengah Semester, Ujian Kenaikan Kelas, dan Ujian Sekolah.

2.3.3 Ujian Sekolah

Ujian Sekolah (US) merupakan kegiatan dalam mengukur pencapaian kompetensi siswa yang dilakukan oleh sekolah untuk memperoleh pengakuan atas hasil prestasi belajar dan merupakan sebuah syarat kelulusan dari suatu jenjang pendidikan (Kemendiknas, 2007). Sebagai tanda kelulusan suatu jenjang pendidikan, siswa diberikan surat tanda lulus dan ijazah. Surat tanda lulus adalah surat pernyataan untuk siswa yang dinyatakan lulus dalam mengikuti ujian sekolah dan memuat daftar nilai hasil ujian seluruh mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan ijazah adalah surat pernyataan resmi dan sah yang diberikan kepada siswa sebagai tanda telah menyelesaikan pendidikan pada suatu jenjang pendidikan. Tujuan diadakan Ujian Sekolah (US) adalah untuk menilai kompetensi yang diperoleh lulusan secara nasional padamateri yang diujikan, yaitu mata pelajaran ilmu penegetahuan dan teknologi yang sudah ditentukan (Kemendiknas, 2005). Fungsi Ujian Sekolah sebagai alat pengendali kualitas sebuah pendidikan, pendorong peningkatan mutu


(21)

pendidikan, dan bahan dalam menentukan kelulusan siswa. Dengan demikian fungsi ujian sekolah dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas dan tingkat pencapaian atau keberhasilan suatu program pengajaran di sebuah sekolah. Menurut Kasir (2014) Hasil Ujian Sekolah juga akan digunakan sebagai tolok ukur untuk dapat menempuh ke jenjang berikutnya, yakni Sekolah Menengah Pertama (SMP). Nilai US akan digunakan untuk diterima masuk sekolah. Sehingga hanya siswa yang memperoleh nilai US yang tinggi yang dapat diterima di sekolah favorit sedangkan siswa yang mendapatkan nilai rendah tidak dapat diterima masuk ke sekolah favorit tersebut. Udiutomo (2013) mengatakan bahwa ada beberapa alasan yang mendukung tetap dilangsungkannya Ujian Sekolah di akhir masa sekolah. Alasannya dalah sebagai berikut: 1) Evaluasi adalah dimensi penting dalam manajemen, tidak terkecuali di bidang pendidikan, yaitu digunakan untuk mewujudkan perbaikan yang berkesinambungan; 2) Inti pesoalan adalah Ujian sebagai syarat kelulysan, bukan keberadaan Ujian itu sendiri; 3) Keberadaan ujian sebagai bentuk evaluasi banyak mendorong sikap positif; 4) Salah satu fungsi Ujian Sekolah adalah pemetaan kualitas pendidikan di Indonesia dan fungsi ini perlu dipertahankan; 5) Ujian sekolah adalah salah satu proyek pemerintah yang berorientasi output, dan hal ini perlu dipresiasi; 6) Kualitas identik dengan standar dan Ujian Sekolah mencoba untuk


(22)

menghadirkan standar tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ujian sekolah merupakan suatu kegiatan penilaian akhir bagi siswa untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar pada jenjang pendidikan tertentu. Selain itu, hasil dari ujian sekolah digunakan sebagai pertimbangan seorang siswa diterima di jenjang berikutnya. Apabila seorang siswa memiliki nilai ujian sekolah yang baik maka siswa tersebut dapat diterima di sekolah yang diinginkannya. Hasil dari Ujian sekolah dapat sebagai tolok ukur mutu pendidikan di suatu sekolah. Selain itu, pada dasarnya esensi dari ujian sekolah adalah untuk melihat kondisi mutu pendidikan di suatu sekolah dan diharapkan terjadi pemerataan kualitas di sekolah-sekolah yang berada di Indonesia dengan memberikan standar kriteria nilai kelulusan yang sama di seluruh Indonesia. Berdasarkan esensi ujian sekolah tersebut, ujian sekolah bukan suatu program yang salah, bahkan dengan adanya ujian sekolah menjadi acuan yang tepat bagi pemerintah untuk mengetahui kondisi mutu pendidikan di Indonesia. Bagaimana kualitas pendidikan di sekolah tertentu, bagian apa yang harus ditingkatkan atau yang harus diperbaiki dan bagaimana mengatasi kesenjangan pendidikan di kota dan desa atau daerah terisolir. Harapan dari hal ini adalah pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia dapat diwujudkan.Dapat disadari bahwa Ujian Sekolah bukan merupakan satu - satunya


(23)

parameter mutu pendidikan, karena produk suatu pendidikan berkualitas juga ditentukan juga oleh proses pendidikan yang berkualitas. Namun harus jujur diakuii, bahwa betapa sulitnya menemukan instrumen evaluasi yang paling tepat untuk melakukan penilaian secara nasional apabila ditinjau pada perbedaan potensi sumber daya manusia, ketersediaan sarana prasarana, kemajemukan kultur kebudayaan, biaya, waktu, geografis, kualitas, efektivitas, efisiensi dan varians lainnya yang terkait dengan penyelenggaran Ujian Sekolah. Sampai saat ini tampaknya Ujian Sekolah adalah satu - satunya alat yang digunakan oleh pemerintah untuk melakukan pemetaan kualitas pendidikan secara nasional.

Terdapat perubahan nama ujian dalam pendidikan di Indonesia dari tahun 1965 sampai dengan tahun 2014. Perubahan ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Perubahan Nama Ujian

Jenis Ujian Masa Tahun

Ujian Negara 1965-1971 Ujian sekolah 1972-1979 Evaluasi Tahap Akhir 1980-2002 Ujian AkhirNasional 20032004

Ujian Nasional 2005-2012 Ujian Sekolah/Madrasah 2013-sekarang Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ujian_Nasional

Perubahan nama yang disertai dengan perubahan ketentuan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan formulasi ujian sekolah yang


(24)

tepat. Selain itu, menjawab dari tuntutan masyarakat tentang ujian sekolah yang lebih baik. Walaupun terdapat perubahan nama, Ujian Sekolah tetap dilaksanakan oleh sebagai kebijakan tentang pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan dan tidak mengubah fungsinya, yaitu sebagai alat pemetaan kualitas pendidikan secara nasional.

Irianto (2011) berpendapat ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh siswa dalam mengikuti Ujian Sekolah, yaitu: Pertama, keputusan lulus tidaknya seorang siswa akan ditentukan oleh hasil ujian sekolah. Kedua, siswa sebaiknya dalam menghadapi ujian mempunyai sikap yang tenang dan proposional. Ketiga, proaktif siswa sendirilah yang menentukan keberhasilan dalam menghadapi ujian. Keempat, dibutuhkan perencanaan belajar dalam menghadapi ujian.

Kelima, seringnya berlatih memecahkan soal-soal dapat membantu dalam menghadapi ujian.

Keenam belajar kelompok merupakan cara yang dapat ditempuh karena dengan berkelompok dapat saling berbagi dengan teman yang lain dalam memecahkan soal dan saling menguatkan motivasi belajar dan prestasi. Ketujuh, terdapat siswa yang hanya sekedar hadir saja di kelas, tidak mengoptimalisasikan untuk meraih hasil prestasi terbaiknya. Kedelapan, keyakinan bahwa jika lulus maka orang tua akan senang dan bangga.

Kesembilan, keberhasilan merupakan usaha dan kerja keras yang mendapat pertolongan dari


(25)

Tuhan. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang menyebabkan keberhasilan dalam menghadapi ujian sekolah adalah siswa itu sendiri. Apabila seorang siswa dapat mempersiapkan dirinya dengan baik dalam menghadapi ujian sekolah, maka hasil yang akan diperoleh juga baik.

2.3.4 Faktor-faktor yang Mendukung Prestasi Belajar Siswa

Syah (2008:132-139) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mendukung prestasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Faktor Internal (faktor yang ada dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. 2) Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan yang ada di sekitar siswa. 3) Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni strategi dan metode yang digunakan siswa ysng merupsksn upaya belajar siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Menurut Purwanto (2006:112), faktor - faktor yang menyebabkan prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua factor: 1) Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang disebut faktor individual, yang termasuk faktor individual antara lain: faktor kecerdasan, motivasi, kematangan/pertumbuhan, , latihan, dan faktor pribadi. 2) Faktor di luar individu yang disebut faktor sosial, yang termasuk faktor sosial adalah keluarga, guru dan metode


(26)

mengajarnya, alat peraga, lingkungan belajar dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi s. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa faktor- faktor yang dapat menyebabkan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu: 1) Faktor internal, yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa itu sendiri yang dapat berupa kemandirian belajar, motivasi, bakat, minat belajar, kebiasaan belajar, kepandaian, kesehatan, sikap, dan faktor pribadi lainnya. 2) Faktor eksternal, yaitu faktor di luar diri siswa itu sendiri. Faktor ini dapat berupa sarana dan prasarana, lingkungan belajar siswa, metode pembelajaran, guru, media pembelajaran, sumber belajar dan lain - lainnya. Pada faktor internal, minat belajar siswa mempunyai peran yang sangat penting. Karena dengan memiliki minat belajar, seorang siswa akan tumbuh motivasi belajarnya, sehingga kemandirian belajarnya akan muncul pada dirinya.

Menurut Belly (2006:4), Minat adalah suatu keinginan yang muncul setelah melihat, mengamati dan membandingkan serta mempertimbangkan dengan kebutuhannya. Sedangkan belajar Menurut Slavin (dalam Anni, 2014) merupakan proses kemampuan yang berasal dari pengalaman. Dari teori tersebut dapat dijelaskan bahwa minat belajar adalah keinginan untuk memperoleh kemampuan setelah melalui rangkaian tahapan pengalaman melihat, mengamati, dan membandingkan. Minat belajar pada diri siswa


(27)

perlu ditumbuhkan. Karena dengan adanya minat belajar, seorang siswa dapat tumbuh motivasi, kemandirian belajar, kebiasaan belajar dan perubahan sikap yang mendukung ke arah prestasi belajar yang lebih baik.

Menurut Mujiman (2007:1), kemandirian belajar adalah sifat serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh keinginan untuk menguasai sesuatu kemampuan yang telah dimiliki. Ahmadi (2004) menyatakan kemandirian belajar adalah belajar mandiri, tidak menggantungkan diri pada orang lain. Sedangkan Tirtaraharja (2005) berpendapat kemandirian belajar adalah aktivitas yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan disertai rasa tanggung jawab dari diri pembelajar. Menurut teori tersebut, dapat dipahami bahwa kemandirian belajar adalah kegiatan belajar siswa yang didorong atas kemauan sendiri untuk dapat menguasai kompetensi yang sedang dipelajari. Semakin kuat kemauan belajar seorang siswa maka hasil prestasi belajarnya akan maksimal.

Sartain (dalam Purwanto, 2006:28) berpendapat bahwa lingkungan meliputi semua kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dalam cara-cara tertentu menyebabkan tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Dalyono (2005:129) lingkungan itu mencakup segala material dan stimulus di dalam dan di luar individu baik yang bersifat fisiologis, psikologis,


(28)

maupun bersifat sosio-kultural. Patty (dalam Baharuddin, 2007:68) menyatakan bahwa lingkungan merupakan sesuatu yang mengelilingi individu di dalam hidupnya, baik dalam bentuk lingkungan fisik seperti orang tua, rumah, kawan bermain, dan masyarakat sekitar maupun dalam bentuk lingkungan psikologis seperti perasaan-perasaan yang dialami, cita-cita, persoalan-persoalan yang dihadapi dan sebagainya. Berdasarkan dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan belajar adalah Semua yang ada di sekitar siswa yang menyebabkan keberhasilan siswa dalam menguasai kompetensi yang sedang dipelajari. Lingkungan belajar yang kondusif akan membuat suasana belajar yang menyenangkan dan harapana dari ini adalah pencapaian hasil prestasi belajar juga akan maksimal.

2.4 Diagram

Fishbone

Menurut Tague (2005:247) diagram

Fishbone dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa. Diagram ini bentuknya menyerupai kerangka tulang ikan yang bagian - bagiannya meliputi kepala, sirip, dan duri. Diagram fishbone ini dapat digunakan pada tahap mengidentifikasi suatu permasalahan dan menentukan akar penyebab dari permasalahan tersebut.

Penyebab umum dari permasalahan dikelompokkan ke dalam kategori masalah utama


(29)

untuk mengidentifikasi akar permasalahannya. Menurut Heizer (2006) untuk membuat diagram

fishbone dapat menggunakan kategori sebagai berikut: (a) Manusia: siapa saja yang memiliki keterlibatan dalam proses. (b) Metode: proses dan persyaratan yang harus dilakukan, seperti aturan dan kebijakan. (c) Peralatan/sarana prasarana yang diperlukan untuk menyelesaikan proses. (d) Material : segala sesuatu yang digunakan untuk hasil akhir. Dalam penelitian ini kategori manusia / sumber daya manusia adalah guru dan siswa. Karena dalam proses pembelajaran yang terlibat adalah guru dan siswa. Kategori metode meliputi bagaimana metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar digunakan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan kepada siswa. Kategori sarana prasarana meliputi kondisi sekolah, pemanfaatan perpustakaan, ketersediaan dan pemanfaatan alat peraga untuk membantu proses pembelajaran. Kategori material adalah sumber belajar yang merupakan materi pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Menurut Scarvada (2004), Konsep dari diagram fishbone adalah permasalahan utama diletakkan pada bagian kanan, yaitu kepala ikan dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. Diagram Fishbone dibawah ini:


(30)

Gambar 2.1 Diagram Fishbone

Sumber: http://www.leankaizen.co.uk/fishbone-diagram-i-ishikawa-diagram.html

Diagram Fishbone digunakan untuk mengidentifikasi penyebab suatu masalah (Tague, 2005:247). Apabila masalah dan akar penyebab masalah sudah diketahui maka tindakan akan lebih mudah dilakukan. Dalam penyusunan diagram Fishbone, sesi brainstorming digunakan untuk mengetahui sebab, akibat dan menganalisis masalah tersebut. Masalah akan dibagi menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup sumber daya manusia, material, mesin/ tools/ sarana prasarana, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai penyebab yang akan dijelaskan melalui sesi brainstorming.

cause2

Cause1

Cause4


(31)

2.5. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang membahas strategi untuk peningkatan hasil ujian sekolah masih relatif sedikit. Salah satu penelitian tentang tentang meningkatkan tentang hasil ujian pernah dilakukan oleh Prihatini (2010). Hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus ini, menemukan bahwa upaya yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan hasil ujian untuk di bidang akademik adalah melakukan pendalaman materi untuk semua mata pelajaran yang di ujian-kan, pengadaan try out, dan intensive kelas. Selain itu terdapat pula penelitian Khasbullah (2010) tentang upaya meningkatkan kelulusan siswa pada Ujian Nasional. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kelulusan antara lain, mengadakan jam tambahan (les), mengadakan Try Out, memperdayakan guru membuat soal-soal prediksi, download soal dari Internet, evaluasi soal-soal ujian sebelumnya, mengadakan Try Out dari MGMP, bekerjasama dengan orangtua, mengadakan asrama, Istighasah dan motivasi. Penelitian selanjutnya terkait dengan strategi meningkatkan hasil ujian Nasional ditulis oleh Purnamasari (2013) melalui pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan strategi meningkatkan hasil ujian adalah dengan mengoptimalisasikan pelaksanaan implementasi strategi-strategi yang telah sekolah canangkan,


(32)

optimalisasi tersebut harus didukung semua pihak baik kepala sekolah dan jajarannya, para guru, siswa dan wali murid serta pihak-pihak lain yang mendukung.

1.6.

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini diawali dengan adanya harapan tentang pendidikan yang bermutu. Sebagai mengukur mutu pendidikan oleh pemerintah diadakan Ujian Sekolah. Setelah diadakan Ujian Sekolah selama 4 tahun berturut-turut ternyata SD Negeri Margolelo mengalami penurunan hasil Ujian Sekolah. Maka dilakukanlah konfirmasi keberadaan masalah menurunnya hasil Ujian Sekolah di SD Negeri Margolelo. Pada tahap ini dikumpulkan data sekunder yang diperoleh dari observasi lapangan peneliti.

Tahap selanjutnya menganalisis faktor penyebab menurunnya mutu sekolah di SD Negeri Margolelo. Pada tahap ini dilakukan diskusi kelompok terfokus atau Focus Group discussion

(FGD) yang dilakukan bersama pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan komite. FGD akan menggunakan alat analisa fishbone diagram

berdasarkan kerangka pikir 4 M (man, machine, methode dan material).

Tahap selanjutnya penentuan penyebab menurunnya mutu sekolah di SD Negeri Margolelo. Pada tahap akhir penelitian ini dilakukan kajian pustaka terkait masalah menurunnya mutu


(33)

sekolah di SD Negeri Margolelo dan temuan penelitian untuk menghasilkan strategi untuk pemecahan masalah menurunnya mutu sekolah di SD Negeri Margolelo. Draft strategi yang dihasilkan kemudian ditawarkan kepada pihak sekolah. Pihak sekolah yaitu kepala sekolah, guru dan pengawas sekolah memberikan masukan dan saran untuk memperbaiki strategi tersebut. Selain itu juga terdapat masukan dari pakar. Tahap terakhir dari penelitian ini adalah penyusunan strategi untuk peningkatan mutu sekolah di SD Negeri Margolelo berdasarkan analisis Fishbone disertai masukan dari teman sejawat dan pakar.


(34)

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

SD Negeri Margolelo mengalami masalah menurunnya hasil Ujian Sekolah

Analisis faktor-faktor Penyebab masalah menurunnya hasil Ujian

SD Negeri Margolelo

Penentuan penyebab menurunnya hasil Ujian SD NegeriMargolelo

Strategi untuk peningkatan hasil Ujian SD Negeri Margolelo

Analisis

Fishbone 4 M

Mutu Pendidikan


(1)

untuk mengidentifikasi akar permasalahannya. Menurut Heizer (2006) untuk membuat diagram

fishbone dapat menggunakan kategori sebagai berikut: (a) Manusia: siapa saja yang memiliki keterlibatan dalam proses. (b) Metode: proses dan persyaratan yang harus dilakukan, seperti aturan dan kebijakan. (c) Peralatan/sarana prasarana yang diperlukan untuk menyelesaikan proses. (d) Material : segala sesuatu yang digunakan untuk hasil akhir. Dalam penelitian ini kategori manusia / sumber daya manusia adalah guru dan siswa. Karena dalam proses pembelajaran yang terlibat adalah guru dan siswa. Kategori metode meliputi bagaimana metode pembelajaran dalam proses belajar mengajar digunakan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan kepada siswa. Kategori sarana prasarana meliputi kondisi sekolah, pemanfaatan perpustakaan, ketersediaan dan pemanfaatan alat peraga untuk membantu proses pembelajaran. Kategori material adalah sumber belajar yang merupakan materi pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Menurut Scarvada (2004), Konsep dari diagram fishbone adalah permasalahan utama diletakkan pada bagian kanan, yaitu kepala ikan dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(2)

Gambar 2.1 Diagram Fishbone

Sumber: http://www.leankaizen.co.uk/fishbone-diagram-i-ishikawa-diagram.html

Diagram Fishbone digunakan untuk mengidentifikasi penyebab suatu masalah (Tague, 2005:247). Apabila masalah dan akar penyebab masalah sudah diketahui maka tindakan akan lebih mudah dilakukan. Dalam penyusunan diagram Fishbone, sesi brainstorming digunakan untuk mengetahui sebab, akibat dan menganalisis masalah tersebut. Masalah akan dibagi menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup sumber daya manusia, material, mesin/ tools/ sarana prasarana, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai penyebab yang akan dijelaskan melalui sesi brainstorming.

cause2 Cause1

Cause4 Cause3


(3)

2.5. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang membahas strategi untuk peningkatan hasil ujian sekolah masih relatif sedikit. Salah satu penelitian tentang tentang meningkatkan tentang hasil ujian pernah dilakukan oleh Prihatini (2010). Hasil penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus ini, menemukan bahwa upaya yang dilakukan sekolah dalam meningkatkan hasil ujian untuk di bidang akademik adalah melakukan pendalaman materi untuk semua mata pelajaran yang di ujian-kan, pengadaan try out, dan intensive kelas. Selain itu terdapat pula penelitian Khasbullah (2010) tentang upaya meningkatkan kelulusan siswa pada Ujian Nasional. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kelulusan antara lain, mengadakan jam tambahan (les), mengadakan Try Out, memperdayakan guru membuat soal-soal prediksi, download soal dari Internet, evaluasi soal-soal ujian sebelumnya, mengadakan Try Out dari MGMP, bekerjasama dengan orangtua, mengadakan asrama, Istighasah dan motivasi. Penelitian selanjutnya terkait dengan strategi meningkatkan hasil ujian Nasional ditulis oleh Purnamasari (2013) melalui pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan strategi meningkatkan hasil ujian adalah dengan mengoptimalisasikan pelaksanaan implementasi


(4)

optimalisasi tersebut harus didukung semua pihak baik kepala sekolah dan jajarannya, para guru, siswa dan wali murid serta pihak-pihak lain yang mendukung.

1.6.

Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini diawali dengan adanya harapan tentang pendidikan yang bermutu. Sebagai mengukur mutu pendidikan oleh pemerintah diadakan Ujian Sekolah. Setelah diadakan Ujian Sekolah selama 4 tahun berturut-turut ternyata SD Negeri Margolelo mengalami penurunan hasil Ujian Sekolah. Maka dilakukanlah konfirmasi keberadaan masalah menurunnya hasil Ujian Sekolah di SD Negeri Margolelo. Pada tahap ini dikumpulkan data sekunder yang diperoleh dari observasi lapangan peneliti.

Tahap selanjutnya menganalisis faktor penyebab menurunnya mutu sekolah di SD Negeri Margolelo. Pada tahap ini dilakukan diskusi kelompok terfokus atau Focus Group discussion

(FGD) yang dilakukan bersama pengawas sekolah, kepala sekolah, guru dan komite. FGD akan menggunakan alat analisa fishbone diagram

berdasarkan kerangka pikir 4 M (man, machine, methode dan material).

Tahap selanjutnya penentuan penyebab menurunnya mutu sekolah di SD Negeri Margolelo. Pada tahap akhir penelitian ini dilakukan kajian pustaka terkait masalah menurunnya mutu


(5)

sekolah di SD Negeri Margolelo dan temuan penelitian untuk menghasilkan strategi untuk pemecahan masalah menurunnya mutu sekolah di SD Negeri Margolelo. Draft strategi yang dihasilkan kemudian ditawarkan kepada pihak sekolah. Pihak sekolah yaitu kepala sekolah, guru dan pengawas sekolah memberikan masukan dan saran untuk memperbaiki strategi tersebut. Selain itu juga terdapat masukan dari pakar. Tahap terakhir dari penelitian ini adalah penyusunan strategi untuk peningkatan mutu sekolah di SD Negeri Margolelo berdasarkan analisis Fishbone disertai masukan dari teman sejawat dan pakar.


(6)

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

SD Negeri Margolelo mengalami masalah menurunnya hasil Ujian Sekolah

Analisis faktor-faktor Penyebab masalah menurunnya hasil Ujian

SD Negeri Margolelo

Penentuan penyebab menurunnya

hasil Ujian SD NegeriMargolelo

Strategi untuk peningkatan hasil Ujian SD Negeri Margolelo

Analisis

Fishbone 4 M

Mutu Pendidikan


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi untuk Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri Margolelo T2 942012048 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi untuk Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri Margolelo T2 942012048 BAB IV

1 2 49

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi untuk Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri Margolelo T2 942012048 BAB V

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi untuk Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri Margolelo

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi untuk Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Fishbone di SD Negeri Margolelo

0 0 54

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Swot di SMP Negeri 1 Bawen Kabupaten Semarang T2 942012049 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Sekolah Berdasarkan Analisis Swot di SMP Negeri 1 Bawen Kabupaten Semarang T2 942012049 BAB II

0 0 21

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu dan Citra (Image) Sekolah T2 BAB II

0 0 15

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu Sekolah Di SMP Muhammadiyah 5 Wonosegoro Boyolali T2 BAB II

1 3 20

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Kinerja Komite Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di SMA Negeri 3 Demak T2 BAB II

0 0 32