DOMINASI MILITER AMERIKA DALAM VIDEO GAM

SKRIPSI

Diajukan Guna Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mempe mperoleh Gelar Sa Sarjana Strata (S1) Peminatan Komunikasi Massa Massa Pada Jurusan Il n Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilm Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang

Oleh : BAGUS WIMONO PUTRA NIM :105120204111011

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI JU FAKULTA LTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLI OLITIK UNIV IVERSITAS BRAWIJAYA MALANG NG 2014

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI DOMINASI MILITER AMERIKA DALAM VIDEO GAME

(Konstruksi Realitas dalam Game Delta Force: Black Hawk Down) Oleh : Bagus Wimono Putra NIM. 105120204111011

Telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam ujian Sarjana pada tanggal 20 Juni 2014

Tim Penguji Skripsi

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Anang Sujoko, D.COMM. Dewanto Putra Fajar, S.Sos., M.Si. NIP. 19700624 200501 1 006

NIP. 85081811110414

Anggota Penguji I Anggota Penguji II

Dyan Rahmiati, S.Sos., M.Si. Widya Pujarama, S.I.Kom., M.Communication. NIP. 19770307 200812 2 001

NIP.

Malang, Juli 2014

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Prof. Dr. Ir. Darsono Wisadirana, M.S. NIP. 19561227 198312 1 001

ABSTRAK

DOMINASI MILITER AMERIKA DALAM VIDEO GAME (KONSTRUKSI REALITAS DALAM GAME DELTA FORCE: BLACK HAWK DOWN). 2014. Bagus Wimono Putra, Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya. Pembimbing: Anang Sujoko dan Dewanto Putra Fajar.

Penelitian ini mendiskusikan bentuk-bentuk konstruksi dalam sebuah video game yang mengarah pada praktek dominasi militer Amerika. Delta Force: Black Hawk Down merupakan game buatan Amerika yang tidak lepas dari praktek-praktek penerapan ideologi. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bentuk-bentuk konstruksi yang mengarah pada wacana dominasi militer Amerika. Analisis wacana kritis perspektif Teun A. Van Dijk merupakan metode yang digunakan untuk menjawab proses terbentuknya wacana dominasi militer Amerika.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat praktek-praktek propaganda yang dilakukan dalam game, mengarahkan pada sebuah tindakan yang dilakukan oleh Amerika demi mendapat kekuasaan tersebut. Militer Amerika dengan industrialisasi militer terus melakukan praktek dominasi akses media untuk menciptakan pesan yang disebar diseluruh dunia mengenai militer Amerika dalam berperang. Kecanggihan alat berperang, sumber daya manusia yang diatas rata-rata, dominasi militer Amerika atas organisasi dunia dan musuh berkulit hitam terus-menerus digambarkan dan menciptakan sebuah wacana. Sehingga dominasi militer Amerika dalam sebuah video game tidak lepas dari sebuah praktek konstruksi realitas yang digunakan untuk menekan kaum-kaum tertentu, yang mengarah pada identitas musuh dalam game.

Analisis secara konteks sosial memberikan sebuah pandangan bahwa untuk memperbaiki nama baik militer Amerika maka negara Amerika memunculkan beberapa media sebagai bentuk klarifikasi terhadap yang sedang terjadi pada saat peristiwa Black Hawk Down tersebut. Media lain tersebut adalah novel karya Mark Bowden, kemudian film berjudul Black Hawk Down dan game berjudul Delta Force: Black Hawk Down. Jika Delta Force: Black Hawk Down telah mengalami proses konstruksi pesan maka terdapat realitas yang diubah untuk membentuk sebuah wacana. Ternyata praktek konstruksi dalam sebuah video game mampu dilakukan karena militer Amerika memiliki akses besar dalam pembuatan sebuah media. Hal ini merupakan bentuk dari dominasi Amerika melalui industrialisasi militer. Praktek ini dilakukan tidak hanya dalam game namun juga terdapat dalam berbagai film. Aktivitas industrialisasi militer ini mengarahkan pada praktek dominasi dalam media dan intertextualitas yang dilakukan untuk membentuk sebuah ideologi yang menghegemoni.

Kata Kunci: New Media, Video Game, Militer Amerika, Industrialisasi Militer, Delta Force: Black Hawk Down, Dominasi

ABSTRACT

AMERICAN MILITARY DOMINATION ON VIDEO GAME (REALITY CONSTRUCTION IN GAME DELTA FORCE: BLACK HAWK DOWN). 2014. Bagus Wimono Putra, Department of Communication, Faculty of Social and Political Sciences, Brawijaya University. Supervisor: Anang Sujoko dan Dewanto Putra Fajar.

This study discusses the forms of construction in a video game that led to the practice of American military dominance. Delta Force: Black Hawk down an American-made game that can not be separated from ideology implementation practices. The goal of this research is to find any forms of construction that led to military domination discourses. The perspective of Teun A. Van Dijk about Critical discourse analisys is selected to be method to get the answer for how the process of discourse about American military.

The result of analysis shows that there are practice of propaganda on the game, this practice directing to the American action to gain a discursivity. American military with the “Military-Industrialization” keep on doing domination practice on media access for creating a whole world message about how American military work on war. Sophistication of fighting tool, human resources in the above of average, American military domination above world organization and black race enemy, these are have showed off and create a discourse practice. So that, domination of American military in video game cannot be separated from reality construction practice that used to suppress certain people, that led to enemy identity.

Incident of Black Hawk Down is a real event that experienced by American military. Incident that symbolized with the shoot down of American helicopter by Somalian soldier. After this incident, appear many of news that told this incident was a failure of American military in the war. Analysis of social context give a perspective that for recover the reputation of American military, the America show many of media as a form of clarification about the event of Black Hawk Down. That other media are novel by Mark Bowden, then movie with title Black Hawk Down and game with title Delta Force: Black Hawk Down. If Delta Force: Black Hawk Down have experienced message construction process so there are reality that have been modified to make a discourse. It turns out that construction process in video game is able to do because American military have a great access to produce a media. This is the form of American domination trough military industrialization. This practice is not only do in media video game but also in many of movie. The activity of Military Industrialization led to domination practice in media and intertextuality to make ideological hegemony.

Keywords: New Media, Video Game, American Military, Military Industrialization, Delta Force: Black Hawk Down, Domination

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan nikmat kesehatan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul “DOMINASI MILITER AMERIKA DALAM VIDEO GAME (Konstruksi Realitas Dalam Game Delta Force: Black Hawk Down )”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyelamatkan kita dari kegelapan menuju jalan Islam yang penuh cahaya kebahagiaan.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Allah SWT atas curahan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya hingga penulis bisa menyelesaikan studi ini

2. Rosulullah saw. selaku junjungan kami umat Islam, semoga kami bisa mendapatkan syafaatmu kelak di akhirat

3. Kepada kedua orang tua, Bapak Dwi dan Ibu Lusy, terimakasih atas keikhlasan dalam merawatku hingga dewasa ini. Serta kepada adikku Bagas Wimono, jangan nakal-nakal ya, ingat kamu bukan anak kecil lagi.

4. Kepada dosen pembimbing skripsi, Bapak Anang Sujoko dan Bapak Dewanto Putra Fajar, terimakasih atas arahan, nasihat, bimbingan, dan diskusinya selama ini.

5. Kepada seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama penulis belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang.

6. Kepada Durrotun Nafisah, seseorang yang mau diajak berbagi suka duka menjadi satu kebersamaan. Semoga Allah memudahkan jalan kita kedepannya, Aamiin..

7. Kepada teman-teman kuliah, Dika, Danis, Indra, Abdud, Berry, Boy, Aryo, Ayik, Reza, Bayu, Okta, Rendi, Dio, Elanda, Satria, Finky, Ivan, Tommy, Welga, Ridwan, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu- persatu, penulis mengucapkan terimakasih atas dukungan, doa, dan bantuan dari teman-teman dan segala pihak yang belum disebutkan, hingga terselesaikannya penelitian ini.

Malang, 8 Juli 2014

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi komunikasi, internet, telah memanjakan manusia dengan cara menyajikan beberapa media massa dalam satu media yaitu konvergensi media. Media-media konvensional seperti media cetak dan media elektronik menjadi satu jenis yang baru yaitu new media. Manovich (2001) menjelaskan bahwa teks yang ada di media cetak, suara dan gambar bergerak yang ada media elektronik TV dalam distribusi dan eksebisinya ketika menggunakan komputer (internet) merupakan sebuah media baru. Pendapat Manovich tersebut terfokus pada kehadiran komputer yang merupakan pemicu lahirnya media baru. Komputer merupakan sebuah alat yang mampu memampatkan seluruh bentuk media konvensional sehingga terkesan komplit bagi khalayak ketika mengkonsumsi informasi dari new media. Menurut Manovich (2001) beberapa hal yang termasuk dari media baru ini adalah internet, website, computer games, CD & DVD roms ,dan virtual reality.

Seperti yang diungkapkan oleh Hjorth (2011) dalam buku Game and gaming: Introduction of new media yakni,

In the transformation of the global games industry, the possibilities of games as asite for artistic and independent (indie) experimentation and exploration have blossomed.As gaming has become increasingly mainstream, it has at the same Timefostered innovative forms of new media practice that merge media arts and Gamesart. This can

be witnessed in the mounting divergence and contestation around Watconstitutes ‘digital art’, both within and outside of the games industry.

Mulyana (2008) mengatakan bahwa media merupakan alat atau wahana yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesannya, demikian juga halnya dengan computer games. Sebagai salah satu bentuk new media, computer games juga menghantarkan pesan-pesan dalam bentuk yang interaktif. Pesan- pesan yang disampaikan ini juga mengarahkan pada pernyataan McLuhan (1967) bahwa sebuah media terlepas dari konten yang mereka sampaikan sudah merupakan pesan itu sendiri. Pesan yang ditangkap merupakan wujud persepsi individu yang dipicu oleh bagaimana media itu dilihat dari fungsinya.

Sebelum computer games terdapat istilah video game, video game merupakan sebuah permainan yang dimediasi oleh layar atau screenplay dengan bantuan alat tambahan yaitu konsol game . Video game pada awal perkembangannya yaitu pada tahun 1957 (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012,

h. 378) merupakan alat permainan dengan menggunakan alat elektronik yang dapat berinterkasi dengan pengguna dan disajikan dalam berbagai format tampilan (Sudrajat & Pawito, 2011, h. 7). Beberapa contoh konsol game yang dimaksud adalah Playstation, Xbox, dan Nintendo Wii, Personal Computer (PC) juga termasuk dalam contoh teknologi yang digunakan untuk bermain game namun tidak diklasifikasikan sebagai konsol game karena tujuan utama dari PC tidak dikhususkan untuk bermain saja. Maka perbedaan computer games dan video game hanya terletak dari media yang digunakan untuk mengkonsumsinya.

Merujuk pada pembahasan video game sebagai salah satu teknologi dalam new media , maka ideologi dapat dimasukkan dalam pesan-pesan yang ada dalam Merujuk pada pembahasan video game sebagai salah satu teknologi dalam new media , maka ideologi dapat dimasukkan dalam pesan-pesan yang ada dalam

Beberapa game memiliki sisi narasi, seperti yang diungkapkan oleh Straubhaar, LaRose, & Davenpo (2012) bahwa computer game yang memiliki sisi narasi maka computer game tersebut dapat dikategorikan sebagai interaktif film yang disebut “cyberdrama”. Dikatakan interaktif film maka bermain game hampir sama dengan menonton film, namun konsumen terlibat langsung dalam jalan ceritanya. Ketika bermain computer games konsumen dihadapkan dengan sebuah tampilan dan avatar. Tampilan di sini meliputi setting dan plot, sedangkan avatar merupakan tubuh digital yang pemain kendalikan untuk bermain game tersebut. Video game memiliki peraturan-peraturan sebagai dasar gameplay yang dalam pembuatannya telah dikonstruksi oleh pembuat game yang merupakan aspek penting dalam game (Dovey & Kennedy, 2006, h. 26). Peraturan-peraturan ini yang harus dipahami oleh pemain agar mampu bermain dengan baik dan menyelesaikan game. Seiring dengan pemahaman pemain terhadap game, pemain pada saat itu juga berperan sebagai tokoh utama dalam sebuah cerita yang interaktif.

Beberapa sifat dalam kajian new media adalah immersi, pengguna yang interaktif, simulasi, partisipan, ubiquitous (Dovey & Kennedy, 2006, h. 3). Dalam bermain video game pemain akan menjadi pengguna yang bersifat immersif atau larut dalam cerita dan berinterkasi dengan dunia dalam game. Pernyataan ini mengarahkan bahwa video game merupakan sebuah new media sesuai dengan ciri-ciri new media dan cara pemain mengkonsumsi video game.

Hingga sekarang video game telah berkembang menjadi sebuah industri besar dan penjualan game yang menjangkau hampir seluruh dunia (Gallagher, 2012, h. i). Menurut Turow (2010) industri video game telah meraup keuntungan hingga 13 milyar pada tahun 2006, dan pada tahun 2009 game Call of Duty telah mendapatkan hasil penjualan yang sama dengan Iron Man 2 (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012, h. 9). Distribusi game kebanyakan melalui CD atau DVD dan sekarang terdapat situs resmi pemesanan dan pembelian game melalui store.steampowered.com 1 .

Video game yang merupakan sebuah media pada dasarnya tidak terlepas dari pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal ataupun non-verbal yang mewakili gagasan, perasaan, nilai atau maksud dari pembicara (Mulyana, 2008, h. 70). Pernyataan ini mengarahkan bahwa dalam penggunaan video game, pemain telah mendapatkan seperangkat nilai dan maksud dari pembuat game tersebut. Tujuan dari sebuah pesan salah satunya adalah untuk mempengaruhi (Mulyana, 2008, h. 69), maka kemungkinan Video game yang merupakan sebuah media pada dasarnya tidak terlepas dari pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal ataupun non-verbal yang mewakili gagasan, perasaan, nilai atau maksud dari pembicara (Mulyana, 2008, h. 70). Pernyataan ini mengarahkan bahwa dalam penggunaan video game, pemain telah mendapatkan seperangkat nilai dan maksud dari pembuat game tersebut. Tujuan dari sebuah pesan salah satunya adalah untuk mempengaruhi (Mulyana, 2008, h. 69), maka kemungkinan

Media memiliki peran serta dalam penanaman pola pikir tertentu, hal ini sesuai dengan pernyataan Horkheimer dan Adorno dalam Stoddart (2007) bahwa media merupakan sarana dalam menyampaikan sebuah ideologi. Media juga tidak terlepas dari kontruksi sosial, Carey (2009) mengatakan bahwa realita yang disampaikan tidak serta merta diberikan, namun realita itu dikontruksi dan dimodifikasi. Kegiatan media dalam menginformasikan secara terus menerus menciptakan sebuah sistem pemikiran terhadap khalayak dan ini disebut wacana (Stoddart, 2007, h. 203). Van Dijk mengatakan bahwa tidak ada wacana yang netral atau steril dari ideologi pembuat dalam hal ini pembuat game (Kuntoro, 2008, h. 45). Hal ini membuktikan bahwa terdapat golongan tertentu yang memanfaatkan media sebagai sarana propaganda.

Fenomena globalisasi menjadi pendukung kegiatan bahwa computer game adalah sebagai new media yang digunakan oleh pembuat untuk menanamkan sebuah ideologi. Rantanen (2005) mengatakan bahwa globalisasi menyebabkan ruang dan waktu seakan-akan menjadi tidak terbatas, hal ini menjadikan momen tepat untuk memudahkan dalam penyebaran pemahaman. Bukti dari turut sertanya proses globalisasi ini adalah bahwa para gamer Indonesia dapat menikmati game- game yang berasal dari Amerika. Dalam globalisasi tentu terdapat jalinan komunikasi yang menyebabkan penyampaian informasi budaya yang diusung oleh pembuat untuk disampaikan kepada khalayak termasuk ideologi dari pembuat.

Proses penyampaian informasi budaya ini diwakilkan oleh simbol-simbol yang ada pada pesan dalam computer game.

Fokus dalam penelitian ini adalah computer game sebagai new media, memiliki sebuah ideologi di dalamnya yang ditujukan untuk ditanamkan pada pemain. Video game memiliki beberapa jenis genre, yang menarik adalah terdapat salah satu genre game yang bernama FPS (First Person Shooter). Nama genre ini menjelaskan bahwa sudut pandang penglihatan avatar adalah sama dengan apa yang pemain lihat. FPS ini memiliki ciri khas yaitu user interface yang disuguhkan hanya berupa ujung pistol atau senjata yang digunakan oleh avatar. Sehingga pada jenis genre ini diasumsikan bahwa ideologi yang disampaikan pada pemain seakan-akan telah melekat dan menjadi bagian dari avatar yang pada saat itu pula merupakan pemain.

Tema besar dari game ber-genre FPS ini kebanyakan adalah perang antar negara, sebut saja perang Vietnam, perang dunia ke 2, perang di Timur Tengah, dan perang saudara di Somalia. Beberapa tema besar yang disebutkan sebelumnya selalu memiliki sudut pandang bahwa negara Amerika khususnya militer Amerika merupakan tokoh pahlawan. Dikatakan demikian dikarenakan pemain harus mengendalikan avatar tentara Amerika di sepanjang game sehingga pemain seakan-akan adalah tentara Amerika. Ideologi yang tersirat di sini adalah bahwa militer Amerika merupakan pahlawan dunia.

Kecenderungan yang terjadi adalah dalam beberapa game musuh tentara Amerika memiliki identitas nyata. Contohnya seperti dalam game Medal of

Honor: Warfighter (2012), tokoh antagonis dalam game bernama Abu Sayyaf dan kenyataannya tokoh ini merupakan tokoh Islam terkemuka di Asia Tenggara, dan

dianggap sebagai local Islamic terrorist group oleh situs 2 www.military.com .

Jauh sebelum game Medal of Honor: Warfighter (2012) rilis terdapat sebuah game yang berdasarkan kisah nyata, yaitu Delta Force: Black Hawk Down (2002) dan dalam game ini tokoh pahlawan diperankan oleh tentara Amerika. Rentang waktu antara game Black Hawk Down dengan Warfighter adalah selama

10 tahun, dalam jangka 10 tahun ini game-game sejenis yang beredar memiliki tema yang sama. Asumsi yang muncul adalah terdapat usaha dari negara Amerika untuk mempropagandakan ke seluruh dunia melalui game-game bergenre FPS tentang kekuatan militer Amerika yang dapat menaklukan segala peperangan. Game dengan tokoh tentara Amerika yang berlaku sebagai pahlawan diterpakan terhadap konsumen. Merujuk pada negara Indonesia, anak-anak bangsa sebagai konsumen game akan memiliki potensi terhadap tergerusnya sikap dan mental patriotisme karena menganggap pahlawan mereka adalah negara Amerika.

Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana wujud kontruksi media terhadap tentara Amerika yang disampaikan pada game Delta Force: Black Hawk Down (DF: BHD). Alasan pemilihannya karena game ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang dikenal Battle of Mogadishu. Kisah ini menceritakan tentang misi perdamaian yang dilakukan oleh Amerika dan PBB di negara Somalia ketika terjadi perang saudara. Dalam game tentara Amerika digambarkan sebagai tentara

2 www.military.com merupakan sebuah situs resmi militer Amerika Serikat, situs yang digunakan 2 www.military.com merupakan sebuah situs resmi militer Amerika Serikat, situs yang digunakan

Sesuai dengan judulnya maka pemain bertindak sebagai satuan khusus Delta Force , berdasarkan informasi yang diperoleh dari situs www.military.com , Delta Force merupakan satuan khusus milik Amerika yang bergerak di bidang counter-terrorism , dan ditujukan untuk misi-misi besar dalam menangkap tokoh- tokoh teroris ternama yang disingkat menjadi High Valuable Unit (HVU).

Game ini dirilis pada tahun 2002 dan dapat dimainkan melalui Sony PlayStation 2 dan Windows (PC). Berkisah tentang terjadinya perang saudara yang terjadi di Somalia pada tahun 1992. Tokoh Somalia yang berpengaruh pada peristiwa ini adalah Mohammed Farra Aidid, seorang pemimpin militer Somalia yang menggulingkan presiden Somalia sebelumnya sehingga terjadi perang saudara, bahkan menantang PBB atas kekuasaannya di Somalia. Tokoh Aidid inilah yang menyebabkan PBB turun tangan dalam sebuah operasi yang bernama Operation Restore Hope . Negara Amerika dalam peristiwa ini ikut andil namun tidak tergabung dalam tentara PBB.

Computer game yang merupakan salah satu teknologi new media memberikan kesempatan bagi negara Amerika untuk mengkontruksi bentuk superioritas kekuatan militernya. Fenomena globalisasi sangat mendukung penyampaian ideologi ini. Usaha Amerika ini akan dibuktikan melalui penelitian analisis wacana kritis terhadap game Delta Force: Black Hawk Down, sehingga Computer game yang merupakan salah satu teknologi new media memberikan kesempatan bagi negara Amerika untuk mengkontruksi bentuk superioritas kekuatan militernya. Fenomena globalisasi sangat mendukung penyampaian ideologi ini. Usaha Amerika ini akan dibuktikan melalui penelitian analisis wacana kritis terhadap game Delta Force: Black Hawk Down, sehingga

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana bentuk-bentuk kontruksi dalam new media yang dilakukan oleh pembuat game mengenai superioritas militer Amerika yang digambarkan game Delta Force Black Hawk Down ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui konstruksi-konstruksi yang berujung pada image superioritas militer Amerika terhadap peristiwa Black Hawk Down yang diceritakan kembali melaui video game. Bagaimana game Delta Force: Black Hawk Down sebagai wujud kontruksi media yang mengatakan bahwa satuan khusus militer Amerika Delta Force memiliki superioritas.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca maupun peneliti selanjutnya mengenai kajian komunikasi khususnya wacana yang terdapat pada video game sebagai wujud media propaganda.

1.4.2 Manfaat Sosial

Dari hasil penelitian ini diharapkan peneliti mampu merubah pandangan jika video game tidak lepas dari modifikasi-modifikasi pesan yang akan mempengaruhi konsumen video game.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Video Game sebagai New Media

Video game pertama kali muncul pada tahun 1957 dan cara penggunaannya bersamaan dengan menggunakan televisi tabung CRT. Pong adalah video game pertama yang termasuk dalam industri game (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012, h. 378). Berbicara mengenai video game sebagai wujud industri maka telah terjadi keberagaman dari segi jenis produk, berbagai jenis produksi, distribusi, dan konsumsi. Perkembangan video game sebagai sebuah industri atau lahan bisnis terus berkembang hingga sekarang pada tahun 2014. Sebagai contoh hadirnya PS4 dan XBOX ONE di pasaran Indonesia saat ini sebagai konsol game generasi ke-8.

Karakter penggunaan dari sebuah video game sama dengan cara mengkonsumsi sebuah film yaitu dengan menonton, sehingga video game merupakan sebuah media audio visual. Bahkan dari beberapa contoh game merupakan adaptasi dari sebuah film ataupun sebaliknya hadirnya film yang diadaptasi dari sebuah game. Beberapa contoh seperti Avatar The Game dan Tomb Raider Lara Croft , sehingga dapat dikatakan jika video game merupakan interaktif film atau cyberdrama. Cyberdrama ini mengedepankan aktivitas dan interaktivitas pemain dalam sebuah narasi film (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012, h. 394).

Interaktifitas yang ditekankan pada aktivitas bermain game didukung oleh fitur online. Fitur online yaitu fitur yang mampu menyatukan beberapa pemain Interaktifitas yang ditekankan pada aktivitas bermain game didukung oleh fitur online. Fitur online yaitu fitur yang mampu menyatukan beberapa pemain

Konvergensi media menghasilkan sebuah istilah yang baru yaitu new media . Konvergensi merupakan kemampuan dari berbagai media yang berbeda untuk melakukan transaksi data dan mampu berinteraksi satu sama lain dengan mudah karena bentuk digitalisasi dari isi media tersebut (Turow, 2009, h. 548). Pemampatan ini meliputi seluruh jenis media konvensional yaitu media cetak dan media elektronik audio dan video menjadi satu buah media saja dalam pemanfaatanya. Beberapa sifat dalam kajian new media adalah immersi, pengguna yang interaktif, simulasi, partisipan, dan ubiquitous (Dovey & Kennedy, 2006, h. 3). Hal-hal yang termasuk dari media baru ini adalah internet, website, computer games, CD & DVD roms, dan virtual reality (Manovich, 2010, h. 43). Beberapa hal yang disebutkan ini memberikan asumsi bahwa new media selalu dimediasi oleh komputer, termasuk computer games. Sisi cerita dari sebuah video game telah memberikan cara baru bagi khalayak dalam mengkonsumsi sebuah narasi dengan unsur interaktifitas, sehingga video game menjadi media baru dalam mengkonsumsi sebuah cerita layaknya film.

Sifat-sifat dari new media yang terdapat pada sebuah video game adalah interaktivitas (Dovey & Kennedy, 2006, h. 6), pemain mampu memberikan Sifat-sifat dari new media yang terdapat pada sebuah video game adalah interaktivitas (Dovey & Kennedy, 2006, h. 6), pemain mampu memberikan

Dalam video game Delta Force: Black Hawk Down, interaktifitas pemain ditunjukkan dengan cara memenuhi setiap misi yang diberikan. Setiap misi memiliki obyek sasaran dan tujuan yang berbeda, sehingga pemain harus memperhatikan bagaimana bentuk-bentuk perintah yang ada guna menyelesaikan setiap misi. Contohnya seperti perintah untuk tidak menembak tokoh rakyat Somalia, maka pemain memang harus tidak menembak, jika pemain menembak rakyat Somalia maka permainan akan berhenti. Hal ini menunjukkan bahwa seakan-akan pemain berinteraksi dengan perintah dan pesan yang disampaikan dalam game, dan pemain harus bertindak sesuai apa yang diperintahkan dalam game .

Sisi immersion sebuah new media ditunjukkan dalam game ini ketika pemain telah paham dan larut terhadap pesan-pesan dalam sebuah game maka pemain seakan benar-benar terlibat dalam alur yang telah dikontruksi. Pada saat bermain dan masuk dalam dunia pada sebuah video game, identitas pemain akan berubah menjadi sama dengan identitas yang diusung oleh avatar dalam game tersebut.

2.2 Video Game dalam Perkembangan Teknologi Komunikasi

Perkembangan teknologi komunikasi meliputi empat era menurut Everett M Roger (1986) era yang terakhir adalah era media interaktif. Salah satu media interaktif ini adalah new media. Teknologi komunikasi yang termasuk dari new media adalah computer game yang merupakan salah satu platform dari video game (Manovich, 2010, h. 43). Video game berasal dari kata video dan game, sehingga yang ditawarkan oleh permainan ini adalah sebuah visualisasi dari permainan. Video game menggunakan televisi atau layar yang serupa untuk memainkannya (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012, h. 378). Video game merupakan bentuk komputerisasi dari permainan konvensional pada awalnya, terlihat dari bentuk-bentuk game pada awal perkembangannya di tahun 1970. Salah satu game yang dianggap hit sebagai produk perindustrian game pada tahun 1970 yaitu PONG (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012, h. 378). Cara bermain PONG seperti bermain tenis atau bola ping pong, terdapat dua kubu pemain yang dibedakan menjadi wilayah kiri dan kanan.

Video game merupakan sebuah produk dari kegiatan perindustrian, mengarahkan pada kegiatan produksi, distribusi, dan eksebisi (Turow, 2009, h. 568). Turow (2009) berpendapat bahwa video game telah menjadi sebuah lahan bisnis yang menjanjikan. Bisnis video game dijelaskan oleh Turrow (2009) mengarah pada dua aspek teknologi yaitu hardware dan software, hardware memiliki pengertian sebagai alat yang digunakan untuk memainkan video game tersebut, software memiliki pengertian bentuk dan jenis video game yang akan dikonsumsi.

Berbagai perkembangan pada video games dari sisi hardware dan software meliputi berapa aspek antara lain grafis, gameplay, sound, genre, dan sisi narasi (Lebowitz & Klug, 2011, h. 5). Grafis berperan dalam penyajian visual game tersebut, grafis meningkat seiring dengan engine yang digunakan dalam mendesain visual atau tampang dari game tersebut. Game engine adalah software yang digunakan dalam membangun dan mendesain internal game seperti dunia dalam game, interaksi-interaksi yang dirasakan pemain, dan tekstur kerangka wujud dalam game (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012, h. 385).

Secara mendalam game engine merupakan alat utama yang digunakan untuk mendesain sebuah game. Peraturan-peraturan sebagai dasar gameplay yang dalam pembuatannya telah dikonstruksi oleh pembuat yang merupakan aspek penting dalam game (Dovey & Kennedy, 2006, h. 26). Logika yang terdapat di dunia nyata akan dikonversi ke dalam logika dalam game hingga sedemikian rupa, contohnya seperti bunyi pistol yang ditembakkan ke arah monster kemudian jatuh, meledak, dan mengeluarkan bonus-bonus dan besaran damage. Beberapa game engine yang terkenal sekarang antara lain adalah Crytek, Unreal, dan Cry.

Selain dari mesin developing game, perkembangan video game juga ditandai dari generasi-generasi konsol game disamping edisi video game yang dirilis untuk PC. Generasi pertama diwakili oleh PONG yang sebelumnya disebutkan, generasi kedua adalah Atari 2600, generasi ketiga adalah NES, generasi ke-4 adalah Super NES, generasi ke 5 adalah PlayStation, generasi ke 6 adalah PlayStation 2 dan XBOX, sedang generasi ke-7 adalah PlayStation 3 dan XBOX 360, generasi ke-8 yaitu generasi saat ini adalah PlayStation 4 dan XBOX

ONE. Generasi-generasi ini muncul sesuai dengan ukuran kedalaman gambar dan grafis dalam satuan bit yang berkembang dari generasi ke-3 dengan 8 bit kemudian 16, 32, 64, hingga sekarang 128 bit (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012, h. 385).

Video game memiliki genre, genre adalah ciri khas atau bentuk format konten yang khusus dalam sebuah media (Straubhaar, Larose, & Davenpo, 2012,

h. 393). Pembagian genre ini berdasarkan dari cara permainan dilakukan. Beberapa genre yang paling umum adalah action-adventure, sports, arcade, dan FPS. Action-adventure merupakan genre mengenai petualangan, tokoh utama diperlihatkan sosoknya dan dihadapkan dengan berbagai rintangan untuk mencapai tujuan dalam game, contoh dari game genre ini adalah Devil May Cry (2013) dan The Amazing Spiderman (2012). Genre sports merupakan game simulasi dari olah raga pada kenyataannya, game sport populer antara lain sepak bola dan balap mobil, contohnya seperti PES 2014 (2014) dan GRID 2 (2013). Genre berikutnya adalah arcade, genre ini merupakan genre tertua, dikatakan demikian karena PONG sebagai video game pertama memiliki genre ini, arcade sendiri merupakan jenis game yang tidak memiliki spesialisasi. FPS merupakan genre yang bertema perang, karena sudut pandang pada genre jenis ini terbilang unik, tokoh utama hanya diperlihatkan persenjataannya saja, contoh game ini seperti Call of Duty (2010) dan Medal of Honor (2012).

Kemudian perkembangan video game juga terletak pada sisi narasi atau cerita (Lebowitz & Klug, 2011, h. 5), di sinilah letak pesan-pesan dan makna itu muncul. Kemunculan sisi narasi ini ditandai dengan adanya genre RPG atau Role

Playing Game yaitu Final Fantasy VII (Lebowitz & Klug, 2011, h. 24). Final Fantasy VII sukses meraup untung karena merupakan game RPG pertama yang memkombinasikan cerita dengan grafis yang baik pada saat masanya. Final Fantasy VII mendapat perhatian khusus bahkan hingga sekarang karena dari sejarahnya game yang dirilis pada tahun 1997 pada konsol PlayStation ini dirilis pada platform PC dan dirilis kembali dengan grafis yang sedikit meningkat dan fitur online pada tahun 2010.

Berbagai peningkatan dan perkembangan teknologi komunikasi pada video game sangat berpengaruh pada dunia sosial karena terbukti dibalik video game ini pasti terdapat industri yang menyokong. Perkembangan industri video game dapat dikatakan mencapai tingkat yang mendunia (Gallagher, 2012, h. i), terbukti hingga kini masyarakat di berbagai belahan dunia mampu menikmati game-game dari negeri seberang. Pengaruh perkembangan teknologi ini adalah interaktifitas pemain dalam menjalani sebuah cerita yang diberikan oleh beberapa game yang memiliki sisi narasi, dan pemain akan menangkap pesan-pesan dari narasi tersebut.

Delta Force: Black Hawk Down merupakan game yang dibuat oleh publisher yang bernama Novalogic. Novalogic sebagai sebuah industri pengembang dan pembuat video game mengenai peperangan dengan genre FPS (First Person Shooter), dan memiliki lisensi resmi dari sebuah organisasi satuan khusus Delta Force. Black Hawk Down dijual massal oleh Novalogic pada tahun 2002 untuk platform PlayStation 2 dan PC. Kedalaman gambar 128 bit pada tahun 2002 dimiliki oleh konsol generasi ke-6, seperti yang dilansir dari situs

Xbitlabs.com 3 untuk engine dalam membuat game ini menggunakan engine buatan Novalogic itu sendiri yaitu Novalogic Comanche 4 yang merupakan

perkembangan dari game engine Novalogic sebelumnya, memiliki tingkat kejernihan dari segi gambar dan suara yang baik.

2.3 Video Game sebagai Komunikasi Berbasis Komputer

Penggunaan video game menggunakan mesin yang disebut konsol game, konsol game memiliki karakterisitik yang sama dengan CPU pada computer, namun penggunaannya hanya sebatas pada bermain game daripada komputer yang multitasking (Turow, 2009, h. 568). Sebelumnya telah dijelaskan bahwa video game merupakan salah satu bentuk media yang menyampaikan sebuah pesan, sementara itu video game menggunakan perantara komputer maka jalinan komunikasi yang terjadi disini sesuai dengan teori computer mediated communication (CMC).

CMC merupakan sebuah teori mengenai bagaimana seseorang dapat menjalin komunikasi dengan seseorang lain tanpa melakukan komunikasi tatap muka langsung melainkan menggunakan perangkat komputer, dasarnya menggunakan komputer dan sebuah jaringan. Menurut Walther (1996) terdapat tiga jenis fokus dalam CMC, yang pertama adalah impersonal, interpersonal, dan hyperpersonal. Perbedaan yang mendasar dari tiga jenis fokus ini adalah maksud dan tujuan pesan yang ingin disampaikan. Impersonal memiliki maksud bagaimana seseorang dalam dunia virtual ketika berkomunikasi dengan CMC merupakan sebuah teori mengenai bagaimana seseorang dapat menjalin komunikasi dengan seseorang lain tanpa melakukan komunikasi tatap muka langsung melainkan menggunakan perangkat komputer, dasarnya menggunakan komputer dan sebuah jaringan. Menurut Walther (1996) terdapat tiga jenis fokus dalam CMC, yang pertama adalah impersonal, interpersonal, dan hyperpersonal. Perbedaan yang mendasar dari tiga jenis fokus ini adalah maksud dan tujuan pesan yang ingin disampaikan. Impersonal memiliki maksud bagaimana seseorang dalam dunia virtual ketika berkomunikasi dengan

Interpersonal milik CMC merupakan sebuah kegiatan dimana seorang individu atau kelompok berusaha dalam membuat image dan kesan dalam setiap kegiatan komunikasi yang termediasi melalui komputer. Hyperpersonal adalah kombinasi diantara keduanya dan tidak sebatas pada komunikasi dalam IM (Instant Messaging), hyperpersonal menekankan bahwa setiap pesan yang diproduksi dalam media merupakan pesan yang dikirim secara strategis dan terkonstruksi dengan baik untuk mendapatkan tujuan tertentu. Pesan-pesan yang disampaikan disini tidak berhenti pada komunikasi antar individu namun juga komunikasi antar kelompok yang diwakilkan dalam sebuah industri.

Asumsi yang muncul adalah video game merupakan hyperpersonal, karena video game disusun dan dibentuk sedemikian rupa, video game sarat akan kontruksi pesan dan pemain sebagai komunikan seakan memiliki derajat yang lebih rendah, maksudnya adalah pemain adalah penerima pesan yang pasif sekaligus aktif. Pasif memiliki maksud bahwa pemain tidak akan pernah merubah jalan cerita dari video game tersebut, sedangkan aktif adalah pemain dituntut untuk selalu memberikan feedback terhadap video game untuk dapat menerima pesan yang dimaksudkan. Penekanan ini kembali menunjukkan bahwa media video game tidak lepas dari konstruksi pesan dan tujuannya adalah memberikan image yang sesuai hingga pemain terbawa dalam realita yang semu.

2.4 Video Game sebagai Media Pemroduksi Pesan

Video game memiliki peraturan-peraturan sebagai dasar gameplay yang dalam pembuatannya telah dikonstruksi oleh pembuat yang merupakan aspek penting dalam game (Dovey & Kennedy, 2006, h. 26). Peraturan-peraturan ini yang harus dipahami oleh pemain agar mampu bermain dengan baik dan menyelesaikan game. Seiring dengan pemahaman pemain terhadap game, pemain pada saat itu juga berperan sebagai tokoh utama dalam sebuah cerita yang interaktif.

Video game sebagai new media mampu memberikan cerita yang interaktif, layaknya sebuah film namun dengan kemampuan interaktifitas, sehingga pesan dalam video game sama halnya dengan pesan dalam sebuah film. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal ataupun non-verbal yang mewakili gagasan, perasaan, nilai atau maksud dari pembicara (Mulyana, 2008, h. 70). Dalam sebuah video game bergenre First Person Shooter, pesan-pesan umum yang tersirat adalah pemain sebagai pahlawan yang memburu orang jahat untuk menjaga perdamaian (Turow, 2009, h. 573).

Sisi cerita dalam game merupakan salah satu aspek yang berkembang dalam sebuah video game. Perkembangan ini dilihat dari bagaimana sebuah cerita itu dikemas, secara konvensional terdapat pada buku, novel, dan film, sedangkan dalam video game, interaktifitas merupakan hal yang baru (Lebowitz & Klug, 2011, h. 5). Narasi yang dikemas dalam video game memiliki pesan, pesan dalam video game telah dibuktikan dalam beberapa penelitian mengenai pengaruh Sisi cerita dalam game merupakan salah satu aspek yang berkembang dalam sebuah video game. Perkembangan ini dilihat dari bagaimana sebuah cerita itu dikemas, secara konvensional terdapat pada buku, novel, dan film, sedangkan dalam video game, interaktifitas merupakan hal yang baru (Lebowitz & Klug, 2011, h. 5). Narasi yang dikemas dalam video game memiliki pesan, pesan dalam video game telah dibuktikan dalam beberapa penelitian mengenai pengaruh

Pesan dalam game Delta Force: Black Hawk Down ditunjukkan dalam peraturan-peraturan yang terdapat dalam setiap misinya, setiap satu stage dalam sebuah misi memiliki sebuah tujuan dan pemain diarahkan dengan narasi-narasi seperti intro stage yang berupa briefing dan sub-sub misi dalam setiap stage. Posisi dan tindakan pemain dalam menyelesaikan sebuah misi akan membentuk sebuah cerita yang berada dalam gameplay yang telah diatur. Pesan akan tersampaikan dengan efektif dikarenakan interaktifitas pemain yang intens, feedback yang diberikan pemain terjadi pada saat yang hampir bersamaan dengan pesan yang diberikan dalam game.

2.5 Ideologi Avatar dan Identitas Pemain sebagai Bentuk Hegemoni dalam Video Game Delta Force: Black Hawk Down

Istilah ideologi berawal dari dugaan teori Marxist yang mengatakan bahwa terdapat proses memunculkan ide yang dominan dalam masyarakat yang digunakan untuk bidang ekonomi (Stoddart, 2008, h. 192). Ideologi pada saat ini memunculkan istilah-istilah ekonomi seperti ekonomi sosialis dan kapitalis. Salah satu bentuk ideologi kapitalis adalah tumbuhnya industri-industri global yang menguasai perekonomian dunia, seperti yang diungkapkan oleh Horkeimer dan Adomo dalam Stoddart (2008) bahwa terdapat “budaya industri” yang

pembentukannya menggunakan media seperti radio, TV, dan koran. Terlepas dari pengaruh ekonomi, maka ideologi menurut Giddens merupakan kapasitas dari aktor sosial yang memiliki pengaruh besar untuk membuat kepentingan pribadi menjadi kepentingan universal (Hack-Polaski, 1999, h. 38). Pengertian ini merubah pandangan tentang ideologi terbatas pada bidang ekonomi, yang menjadi poin adalah bagaimana kepentingan dan pola pikir dari seorang individu atau kelompok mampu menjadi rujukan dan tindakan dari kelompok-kelompok yang lain. Ketika ideologi dikatakan mampu ditanamkan pada masyarakat dengan skala besar, maka dengan tidak langsung keuntungan juga didapatkan oleh masyarakat kecil tertentu.

Dalam sebuah video game ideologi tersirat pada bagaimana gameplay itu ditunjukkan, karena bentuk gameplay yang disampaikan membawa ciri khas pada sebuah video game. Delta Force: Black Hawk Down merupakan jenis game yang bertemakan perang dan didasari oleh sebuah kisah nyata, avatar yang digunakan pemain memiliki identitas sebagai tentara Amerika, dimana gameplay tersebut akan mengarahkan pemain terhadap sudut pandang tentara Amerika yang sedang terlibat perang. Cara penyelesaian pemain terhadap setiap sub-sub misi yang ada mengantarkan pemain terhadap ideologi yang digunakan tentara Amerika untuk menyelesaikan perang tersebut. Identitas pemain akan berubah menjadi identitas seorang tentara Amerika, secara tidak sadar hal ini merupakan sebuah kegiatan hegemoni dalam sebuah media. Sesuai dengan teori hegemoni bahwa terdapat penekanan ideologi palsu terhadap kondisi sebenarnya (Littlejohn & Foss, 2010,

h. 433).

Hegemoni merupakan istilah dimana usaha untuk menguasai dari sebuah kelompok terhadap kelompok lain. Kajian ini berangkat dari pengertian ideologi yang intinya ingin masyarakat lain paham dengan bagaimana salah satu individu yang berpengaruh inginkan. Setelah ideologi salah satu individu atau kelompok inginkan ini tertanam pada masyarakat luas, maka tindakan selanjutnya adalah menguasai masyarakat tersebut.

Istilah hegemoni ditemukan oleh Antonio Gramsci ketika fenomena ideologi dirasa terlalu luas dan abstrak mengenai implementasinya pada masyrakat sosial. Stoddart (2008) berpendapat bahwa teori ideologi dari kedua mahzab yaitu Marxist dan Frankfurt School hanya menyimpulkan jika ideologi merupakan sebuah proses pengaruh dan integrasi antara kelompok kalangan atas dan kelompok kalangan bawah. Pemikiran mengenai ideologi ini akan terlalu abstrak jika dilihat dari bentuk-bentuk interaksi masyarakat secara individual atau kelompok kecil (Stoddart, 2008, h. 200).

Teori hegemoni Gramsci mengarahkan pada tindakan sehari-hari masyarakat sosial yang lambat laun akan menggambarkan bagaimana sebuah ideologi itu berlaku pada masyarakat yang lebih luas. Pemikiran Gramsci diceritakan oleh Stoddart (2008) bermuara pada dua buah tindakan yang bersinggungan dan bahkan berjalan secara bersamaan yaitu antara pemaksaan dan meyakinkan. Contoh dari proses ini adalah ketika sebuah negara memaksa masyarakatnya untuk selalu larut dalam pola kehidupan yang kapitalis, akan tetapi disaat itu pula norma dan peraturan yang dibuat untuk menunjukkan sebuah nilai tatanan masyarakat kemungkinan juga merupakan bentuk eksploitasi sistem guna

menunjang hadirnya sebuah ideologi (Stoddart, 2008, h. 201). Dalam penelitian ini berarti pesan dalam video game tersebut mencoba untuk menguasai pola pikir pemain. Video game bertindak sebagai sebuah media yang menjembatani antara pihak publisher sebagai kelompok yang ingin mengusai secara ideologis dan pemain sebagai pihak masyarakat. Kegiatan menguasai ini tidak dalam wujud pemaksaan namun bersifat persuasif, tidak disadari media berperan besar atas kegiatan ini (Littlejohn & Foss, 2010, h 433). Merujuk pada kata persuasif maka proses hegemoni ini disajikan dalam bentuk yang sangat menarik, serta tidak ada kata menguasai secara otoriter. Sedangkan kata ‘tidak disadari’ memberikan pengertian jika implementasi dari praktek hegemoni tidak dapat dilakukan secara terang-terangan dan tersembunyi dibalik makna-makna. Sarana yang digunakan dalam penekanan ideologi ini dikatakan menggunakan media, media mengarahkan pada bagaimana kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi media sangatlah besar, sehingga media dikatakan berperan besar dalam praktek hegemoni.

Teori ini berkembang menjadi proses penanaman sebuah pengetahuan umum oleh institusi sosial seperti sekolah, keluarga, dan media, sehingga penanamannya sangat halus dan tidak lepas dari modifikasi sistem yang dilakukan oleh kelas yang lebih dominan terhadap kelas yang lebih kecil tingkat dominasinya (Stoddart, 2008, h. 220). Teori ini juga berlaku pada sebuah video game , video game merupakan sebuah produk dari kaum kapitalis (merupakan sebuah bentuk industri), yang mana industri video game berada dibawah peraturan-peraturan yang dibawahi oleh negara. Video game hadir di masyarakat Teori ini berkembang menjadi proses penanaman sebuah pengetahuan umum oleh institusi sosial seperti sekolah, keluarga, dan media, sehingga penanamannya sangat halus dan tidak lepas dari modifikasi sistem yang dilakukan oleh kelas yang lebih dominan terhadap kelas yang lebih kecil tingkat dominasinya (Stoddart, 2008, h. 220). Teori ini juga berlaku pada sebuah video game , video game merupakan sebuah produk dari kaum kapitalis (merupakan sebuah bentuk industri), yang mana industri video game berada dibawah peraturan-peraturan yang dibawahi oleh negara. Video game hadir di masyarakat

Common sense ini dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian mengarahkan pada pengertian hegemoni menurut Althusser. Althusser (2006) melanjutkan pemikiran Gramsci dengan berpendapat bahwa hegemoni merupakan permainan silang yang menggabungkan antara kekuasaan dan kepentingan di bidang ekonomi dan politik. Secara praktek proses dominasi ini dilakukan dengan dua cara yaitu represif ancaman dan represif idealis. Represif ancaman dilakukan oleh aparatur negara untuk melakukan tindakan hegemoni secara memaksa, sedangkan represif idealis dilakukan dengan cara mempengaruhi. Kedua hal yang dikemukakan Althusser ini dilakukan demi terwujudnya sebuah sistem kehidupan yang mengarahkan pada tindakan mendominasi.

Secara utuh pemikiran hegemoni ini jika implementasikan pada Delta Force: Black Hawk Down maka pemain akan bertindak sebagai sebuah aparatur tentara Amerika yang secara paksa akan mendominasi negara Somalia dengan cara perang (memaksa), secara idealis adalah sebagai pemain yang hanya tersimulasi memainkan kegiatan ini sebagai common sense.

2.6 Video Game sebagai Media Komunikasi Propaganda

Propaganda menurut Encyclopedia Internasional merupakan suatu jenis komunikasi yang berusaha untuk mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa mengindahkan tentang nilai benar atau tidaknya pesan yang disampaikan (Nurudin, 2008, h. 9). Inti dari istilah propaganda adalah mempengaruhi, kegiatan mempengaruhi tersebut disampaikan melaui tindakan-tindakan komunikasi dan dapat dilakukan melalui media apapun, tidak terlepas video game yang telah dibahas sebelumnya.