Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Teknik Pengambilan Keputusan Pada Guru Smp Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang T2 942012077 BAB II

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Teori Manajemen Konflik Pendidikan

2.1.1 Pengertian Manajemen Konflik Pendidikan

Wirawan (2010: 129) mengemukakan bahwa manajemen konflik sebagai proses pihak yang terlibat konflik dengan menyusun strategi konflik dan mene-rapkannya untuk mengendalikan konflik agar meng-hasilkan resolusi yang diinginkan.

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarah pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar, dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah infor-masi yang akurat tentang situasi konflik. Komunikasi yang efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Menurut Ross (Sutabri, 2010: 13) bahwa:

Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin meng-hasilan suatu akhir berupa penyelesaian konflik


(2)

dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat atau agresif.

Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manaje-men konflik manaje-menunjukkan pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsir-an terhadap konflik.

Menurut Husaini (2006: 361) dalam dunia pendidikan, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menyelesaikan konflik yang terjadi di lemba-ganya. Manajemen konflik pendidikan dapat diartikan sebagai suatu langkah yang diambil oleh pemimpin untuk menghindari konflik yang terjadi sehingga tujuan pendidikan dapat terwujud secara optimal.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik pendi-dikan adalah serangkaian upaya penanganan konflik yang terjadi di dunia pendidikan. Penyelesaian konflik dalam dunia pendidikan ini melibatkan elemen pendi-dikan sehingga dibutuhkan sebuah strategi dalam upaya penyelesaian konflik tersebut.

Manajemen konflik pendidikan mengupayakan terciptanya suasana kondusif dalam dunia kerja. Dengan adanya manajemen konflik maka konflik akan dihadapi dan diselesaikan sehingga menghasilkan pemecahan masalah.


(3)

Manajemen konflik pendidikan berorientasi pada penyelesaian persoalan yang dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat, dan pihak yang terlibat tidak merasa kecewa akibat dirugikan. Manajemen konflik pendidikan sangat dibutuhkan. Hal ini dikare-nakan tugas sebagai pendidik adalah sangat berat.

Konflik yang tidak terselesaikan akan menim-bulkan suatu persoalan baru. Pendidik yang profesi-onal diharapkan dapat memiliki kemampuan dalam manajemen konflik sehingga akan maksimal dalam mendidik siswa.

2.1.2 Ciri-ciri Konflik

Menurut Wijono (2003: 37) ciri-ciri konflik ada-lah:

(1) setidak-tidaknya ada dua pihak secara perse-orangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan; (2) paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan; (3) munculnya interaksi yang seringkali ditandai dengan gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan ber-bagai macam kebutuhan fisik: sandang, pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjang-an tertentu: mobil, rumah, bonus atau pemenuhtunjangan-tunjang-an kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktuali-sasi diri; (4) munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut; (5) munculnya


(4)

ketidakseim-bangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Ciri-ciri konflik yaitu adanya pihak yang saling bertentangan, nilai atau norma berlawanan, tindakan saling berhadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut, dan adanya ketidakseimbangan.

2.1.3 Jenis-jenis Konflik dalam Pendidikan

Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel (Winardi, 2004: 68) mengemukakan bahwa ada lima jenis konflik yaitu: konflik intrapersonal, konflik inter-personal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi. Jenis-jenis konflik ini juga terjadi dalam dunia pendidikan.

a. Konflik Intrapersonal, adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekali-gus. Ada tiga macam bentuk konflik intraper-sonal yaitu: (1) Konflik pendekatan-pendekat-an, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik: (2) Konflik pendekatan-penghindaran,

contoh-nya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan; (3) Konflik penghin-daran-penghindaran, contohnya orang yang di-hadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus;

b. Konflik Interpersonal, adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena per-tentangan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain;


(5)

c. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok. Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan oleh kelompok kerja mereka;

d. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama. Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja-manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok;

e. Konflik antara organisasi. Dalam pendidikan konflik semacam ini dapat terjadi seperti konflik antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.

Selain jenis konflik di atas juga dikenal jenis-jenis konflik lainnya (Widoyoko, 2012: 3), yaitu:

(1) Dari segi pihak yang terlibat dalam konflik: Konflik individu dengan individu, Konflik individu dengan kelompok, Konflik kelompok dengan ke-lompok; (2) Dari segi dampak yang ditimbulkan: konflik fungsional dan konflik infungsional. Konflik fungsional apabila dampaknya dapat mem-beri manfaat atau keuntungan bagi organisasi, sebaliknya disebut infungsional apabila dampak-nya justru merugikan organisasi.

Pada latar persekolahan, konflik yang sering timbul adalah konflik hubungan antar pribadi, seba-gaimana dikemukakan oleh Campell, R.F. et al

(Wahyudi, 2011: 34), “the most common and visible type of conflict in schools as well as other organizations is interpersonal conflict”. Konflik antar individu di

sekolah melibatkan siswa, guru, kepala sekolah dan orang tua. Konflik dapat terjadi karena di pihak yang bekerja sama saling mempunyai ketergantungan dan mempunyai pandangan yang berbeda. Konflik antara


(6)

guru dengan siswa berkenaan penegakan disiplin oleh guru, proses belajar yang kurang memuaskan siswa, atau guru kurang perhatian terhadap siswa. Konflik antara guru dengan kepala sekolah menyangkut masalah pembagian tugas yang tidak merata, sistem ganjaran tidak berdasarkan prestasi kerja. Perbedaan pendapat antara orang tua dengan guru sering terjadi karena orang tua terlalu banyak mencampuri kuri-kulum sekolah, orang tua memandang guru tidak mampu meningkatkan prestasi belajar anak.

Penulis menyimpulkan bahwa jenis-jenis konflik dalam pendidikan adalah konflik intrapersonal, inter-personal, antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok, dan konflik antar organisasi.

2.1.4 Dampak Konflik

Gibson (dalam Wahyudi, 2011: 28) mengemuka-kan bahwa konflik mempunyai dampak positif dan negatif.

Dampak negatif dari konflik interpersonal pada tahap awal menyebabkan stres dan mempenga-ruhi psikologis dan perilaku orang yang menga-lami. Pada tahap berikutnya, mempengaruhi pres-tasi secara keseluruhan.

Sedangkan dampak positif konflik:

(1) dapat menimbulkan perubahan secara kons-truktif; (2) segala daya dan motivasi tertuju pada pencapaian tujuan; (3) merangsang inovasi, me-ningkatkan keeratan kelompok; (4) menggantikan tujuan yang tidak relevan; (5) manajemen konflik menguntungkan organisasi; (6) hubungan antar pribadi dan antar kelompok mendorong ke arah


(7)

peningkatan kesehatan organisasi; (7) konflik dapat mengurangi ketegangan dalam bekerja.

Wijono (2003: 2-3) mengemukakan bahwa konflik dapat berdampak positif dan negatif yaitu sebagai berikut:

a. Dampak positif konflik meliputi: (1) meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja; (2) meningkatnya hubungan kerja-sama yang produktif; (3) meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam or-ganisasi; (4) semakin berkurangnya tekanan dan intrik yang dapat membuat stres bahkan produk-tivitas kerja semakin meningkat; (5) banyaknya pegawai yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor;

b. Dampak negatif konflik, meliputi: (1) meningkat-kan jumlah absensi pegawai dan seringnya pega-wai tidak bekerja pada waktu jam-jam kerja berlangsung; (2) banyak pegawai mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasa-kan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab; (3) banyak pegawai yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaan-nya dan muncul perasaan-perasaan kurang aman dan nyaman; (4) seringnya pegawai melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan; (5) meningkatnya kecende-rungan pegawai yang keluar masuk dan ini disebut labor turn over.

Sementara itu Stevenin (Sutabri, 2010: 131-132) menjelaskan bahwa konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu konflik harus


(8)

mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang pemim-pin akan terjebak pada hal-hal seperti:

(a) kehilangan pegawai yang berharga dan memiliki keahlian teknis; (b) menahan atau mengubah infor-masi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi; (c) keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk me-musatkan perhatian pada orangnya bukan pada masalahnya; (d) kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi

se-bagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”; (e) sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung; (f) menurun-kan moral, semangat dan motivasi kerja; (g) ma-salah yang berkaitan dengan stres.

Konflik mempunyai dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dengan demikian kemam-puan manajemen konflik menjadi prasyarat penting dalam dunia pendidikan karena akan berpengaruh terhadap kelangsungan sekolah.

2.1.5 Tahap-tahap Manajemen Konflik

Menurut Stevenin (Sutabri, 2010: 134-135), ter-dapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:

(a) pengenalan yaitu kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada); (b) diagnosis inilah langkah yang terpenting. Meto-de yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,


(9)

mengapa, dimana dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah uta-ma dan bukan pada hal-hal sepele; (c) menyepa-kati suatu solusi merupakan kumpulan masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik; (d) pelaksanaan bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biar-kan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilih-an dpilih-an arah kelompok; (e)evaluasi sebagai penyele-saian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelum-nya dan cobalah lagi.

Stevenin (Sutabri, 2010: 139-141) juga mema-parkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:

(a) jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masya-rakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewe-nang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaliknya; (b) jangan terlalu ter-pisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga; (c) jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (2003: 42-125) cara mengatasi konflik yaitu:

a. mengatasi konflik dalam diri individu (Intra-individual Conflict) dengan tujuh cara yaitu: (1) menciptakan kontak dan membina


(10)

hubung-an, (2) menumbuhan rasa percaya dan pene-rimaan, (3) menumbuhkan kemampuan/keku-atan diri sendiri, (4) menentukan tujuan, (5) mencari beberapa alternatif, (6) memilih alternatif, dan (7) merencanakan pelaksanaan jalan keluar;

b. mengatasi konflik antar pribadi (Interpersonal Conflict): (1) kalah-kalah (Lose-lose). Berorienta-si pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah; (2) menangkanlah (Win-Lose). Me-nekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan; (3) menang-menang (Win-win). Penyelesaian yang dipandang manu-siawi, karena menggunakan segala pengetahu-an, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi;

c. mengatasi konflik organisasi (Organizational Conflict): (1) pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dengan munculnya konflik karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, pemimpin cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas; (2) pendekatan intervensi otoritatif dalam konflik lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict) yang biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik; (3) pendekat-an sistem (System Approach) dengpendekat-an model pendekatan perundingan yang menekankan pada masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (System Approach) adalah mengkoordinasikan masalah konflik yang muncul; (4) reorganisasi struktural (Structural Reorganization) dengan merubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna melu-ruskan perbedaan, kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak.


(11)

Dari berbagai pendapat para ahli, penulis menyimpulkan tahap-tahap dasar manajemen konflik terdiri dari pengenalan, diagnosis, menyepakati suatu solusi, pelaksanaan dan evaluasi. Adanya tahap-tahap dasar dalam manajemen konflik ini bertujuan agar konflik dapat tertangani dengan baik sehingga tidak semakin meluas dan merugikan banyak pihak. Dalam pelaksanaan manajemen konflik sangat dibutuhkan membina hubungan sehingga dapat mencari, memilih dan merencanakan pelaksanaan jalan keluar dari konflik.

2.2

Teknik Pengambilan Keputusan

2.2.1 Pengertian Pengambilan Keputusan

Morgan dan Cerullo (Meyka, 2013: 2) mendefi-nisikan keputusan sebagai sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih sementara yang lain dikesampingkan.

Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Proses tersebut untuk menemu-kan dan menyelesaimenemu-kan masalah organisasi. Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah diselesaikan, kepu-tusan harus dibuat (Brinckloe dalam Meyka, 2013: 3). Dengan kata lain, keputusan mempercepat diambilnya tindakan, mendorong lahirnya gerakan dan perubah-an (Hill dalam Meyka, 2013: 3).


(12)

Menurut Inbar (Meyka, 2013: 4) pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua pengertian yaitu: (1) penetapan tujuan yang merupakan terjemah-an cita-cita dterjemah-an aspirasi; (2) pencapaiterjemah-an tujuterjemah-an mela-lui implementasinya. Sedangkan Siagian (Meyka, 2013: 4) menjelaskan ringkasnya keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan dan ini semua berintikan pada hubungan kemanusiaan. Untuk suksesnya pengambilan keputusan itu maka sepuluh hukum hubungan kemanusiaan hendaknya menjadi acuan dari setiap pengambilan keputusan.

Dari berbagai pendapat para ahli maka penulis menyimpulkan bahwa pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat kepu-tusan. Tahapan tersebut bisa saja meliputi identifikasi masalah utama, menyusun alternatif yang akan dipilih dan sampai pada pengambilan keputusan yang ter-baik.

2.2.2 Proses Pengambilan Keputusan

Ada dua pandangan dalam pencapaian proses mencapai suatu keputusan organisasi menurut Brinckloe (Rubbiana, 2013: 2) yaitu:

(a) optimasi dimana seorang eksekutif yang penuh keyakinan berusaha menyusun alternatif-alternatif,


(13)

memperhitungkan untung rugi dari setiap alternatif itu terhadap tujuan organisasi. Sesudah itu mem-perkirakan kemungkinan timbulnya bermacam-macam kejadian ke depan, mempertimbangkan dampak dari kejadian-kejadian itu terhadap alter-natif-alternatif yang telah dirumuskan dan kemu-dian menyusun urut-urutannya secara sistematis sesuai dengan prioritas lalu dibuat keputusan. Keputusan yang dibuat dianggap optimal karena setidak-nya telah memperhitungkan semua faktor yang berkaitan dengan keputusan tersebut; (b) satisficing dimana seorang eksekutif cukup me-nempuh suatu penyelesaian yang lebih memuas-kan daripada mengejar penyelesaian yang terbaik. Model satisficing berkembang karena adanya peng-akuan terhadap rasionalitas terbatas (bounded rationality). Rasionalitas terbatas adalah batas-batas pemikiran yang memaksa orang membatas-batasi pandangan mereka atas masalah dan situasi. Pemikiran itu terbatas karena pikiran manusia tidak mengolah dan memiliki kemampuan untuk memisahkan infor-masi yang tertumpuk.

Menurut Frank Harison (Rubbiana, 2013: 2), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rasionali-tas terbarasionali-tas antara lain informasi yang datang dari luar sering sangat kompetitif atau informasi itu tidak sempurna, kendala waktu dan biaya, serta keterba-tasan seseorang mengambil keputusan yang rasional untuk mengerti dan memahami masalah dan infor-masi, terutama informasi dan teknologi.

Selanjutnya Meyka (2013: 4) mengemukakan proses pengambilan keputusan sebagai berikut:

(a) pendekatan yang interdisipliner ialah proses pengambilan keputusan tidak bisa dilihat sebagai suatu tindakan tunggal dan tidak sebagai suatu tindakan yang seragam yang berlaku untuk semua keadaan serta dapat digunakan oleh pengambil


(14)

keputusan yang berbeda dengan tingkat efektivitas yang sama; (b) proses yang sistematis merupakan suatu proses logis yang melibatkan pengambilan langkah-langkah secara berturut atau sekuensial dengan merinci proses tersebut menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (pendekatan atomik); (c) proses berdasarkan informasi, pengambilan ke-putusan tanpa informasi berarti menghilangkan kesempatan belajar secara adaptif; (d) memper-hitungkan faktor-faktor ketidakpastian, betapa pun telitinya perkiraan keadaan, dalamnya kajian terha-dap berbagai alternatif, tetap tidak ada jaminan bebas dari resiko ketidakpastian; (e) diarahkan pada tindakan nyata sehingga mengambil suatu tindakan harus dapat ditentukan secara pasti, kapan pemecahan berakhir dan proses pengam-bilan keputusan dimulai.

Penulis menyimpulkan bahwa proses pengam-bilan keputusan dilakukan melalui pendekatan yang interdisipliner, proses yang sistematis berdasarkan informasi, memperhitungkan faktor ketidakpastian, dan diarahkan pada tindakan nyata. Dalam proses mencapai suatu keputusan harus mempertimbangkan berbagai hal yang terkait dengan persoalan yang sedang dihadapi. Hal yang tidak kalah penting adalah informasi yang diperoleh juga harus akurat sehingga menghasilkan ketepatan dalam pengambilan keputus-an.

2.2.3 Aspek-aspek Pengambilan Keputusan

Brinckloe (Rubbiana, 2013: 3) menjelaskan ada empat aspek dalam pengambilan keputusan yaitu:

(a) keputusan otomatis (outomatic decisions), kepu-tusan yang dibuat dengan sangat sederhana, meski sederhana informasi tetap diperlukan; (b)


(15)

keputus-an berdasar informasi ykeputus-ang diharapkkeputus-an (Expected information decision), tingkat informasi mulai sedi-kit kompleks artinya informasi yang ada sudah memberi aba-aba untuk mengambil keputusan. Tetapi keputusan belum segera diambil karena informasi tersebut perlu dipelajari; (c) keputusan berdasar berbagai pertimbangan (factor weighting decisions), informasi-informasi yang telah dikum-pulkan dianalisis, lalu dipertimbangkan dan diper-hitungkan sebelum keputusan diambil; (d) kepu-tusan berdasar ketidakpastian ganda (Dual uncertainty decisions), dalam setiap informasi yang ada masih diharapkan terdapat ketidakpastian arti-nya semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan semakin tinggi ketidak-pastian itu.

Aspek dalam pengambilan keputusan terdiri dari keputusan otomatis, keputusan berdasar informasi yang diharapkan, keputusan berdasar berbagai per-timbangan dan keputusan berdasar ketidakpastian ganda.

2.2.4 Klasifikasi Pengambilan Keputusan

Menurut Rubbiana (2013: 4) klasifikasi pengam-bilan keputusan terbagi menjadi:

a. Keputusan terprogram yaitu tindakan menja-tuhkan pilihan yang berlangsung berulang kali, dan diambil secara rutin dalam organisasi. Biasanya menyangkut pemecahan masalah-masalah yang sifatnya teknis serta tidak me-merlukan pengarahan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi. Pengambilan keputusan ter-program akan berlangsung dengan efektif apa-bila empat kriteria dasar dipenuhi: (1) Tersedia waktu dan dana yang memadai untuk pengum-pulan dan analisis data; (2) Tersedia data yang bersifat kuantitatif; (3) Kondisi lingkungan yang


(16)

relatif stabil, yang didalamnya tidak dapat tekanan yang kuat untuk secara cepat melaku-kan penyesuaian-penyesuaian tertentu terha-dap kondisi yang selalu berubah; (4) Tersedia tenaga trampil untuk merumuskan permasa-lahan secara tepat, termasuk tuntutan operasi-onal yang harus dipenuhi

b. Keputusan yang tidak terprogram biasanya di-ambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dialami sebelumnya, tidak bersifat repetitif (berulang-ulang), tidak terstruktur, dan sukar mengenali bentuk, hakikat dan dampaknya. Sebagai aki-bat keadaan demikian, para ahli belum mampu menyajikan teknik pemecahan yang sudah ter-bukti efektif di masa lalu, baik karena sifatnya yang baru itu maupun karena sukar untuk mendefinisikan hakikatnya secara tepat. Kepu-tusan yang tidak Terprogram tidak menyangkut hal-hal yang sifatnya operasional, akan tetapi menyangkut kebijaksanaan organisasi dengan dampak yang strategis bagi eksistensi organi-sasi.

Dari segi struktur keputusan tertinggi adalah yang berhubungan dengan cita-cita, tujuan, menyusul keputusan strategik, lalu keputusan taktis, dan yang paling bawah adalah keputusan operasional. Keputus-an tertinggi hKeputus-anya dibuat satu atau dua kali, makin ke bawah tingkat keputusan makin tinggi frekuensi pembuatannya.

2.2.5 Kategori Pengambilan Keputusan

Ditinjau dari sudut perolehan informasi dan cara memproses informasi, menurut Nutt (Brigida, 2013: 1), pengambilan keputusan dibagi menjadi empat kategori:


(17)

(a) keputusan representasi, pengambilan keputus-an menghadapi informasi ykeputus-ang cukup bkeputus-anyak dkeputus-an mengetahui dengan tepat bagaimana memanipu-lasikan data tersebut. Keputusan ini banyak menggunakan model-model matematik seperti operation research, cost-benefit analysis dan simu-lasi; (b) keputusan empiris, suatu keputusan yang sedikit informasi tetapi memiliki cara yang jelas untuk memproses informasi pada saat informasi itu diperoleh; (c) keputusan informasi, suatu situ-asi yang banyak informsitu-asi tetapi meliputi kontro-versi tentang bagaimana memproses informasi tersebut; (d) keputusan eksplorasi, suatu situasi yang sedikit informasi dan tidak ada kata sepakat tentang cara yang hendak dianut untuk memulai mencari informasi.

Pengambilan keputusan dibagi menjadi keputus-an representasi, keputuskeputus-an empiris, keputuskeputus-an infor-masi dan keputusan eksplorasi.

2.2.6 Teknik Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan meliputi antara lain hal-hal yang berhubungan dengan pengumpulan fakta. Teknik pengambilan keputusan dalam klasifi-kasi ada dua yaitu teknik tradisional dan teknik modern. Teknik pengambilan keputusan juga sering dibagi dalam teknik pengambilan keputusan mate-matik atau kuantitatif (Robbins dalam Brigida, 2013: 2), dan teknik pengambilan keputusan non-matematik atau kualitatif (Moody dalam Brigida, 2013: 2). Teknik matematik biasa diberi nama multivariate analysis

(analisis variabel ganda atau analisis berdimensi ganda). Teknik non-matematik, yang lebih sering


(18)

digu-nakan untuk keputusan strategik antara lain sumbang saran, consensus, Delphi, fish bowling, interaksi di-daktik, tawar-menawar kolektif.

Teknik pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan teknik tradisional, modern, kuantitatif dan kualitatif. Dalam teknik pengambilan keputusan hal terpenting adalah keakuratan pengumpulan data dan fakta serta informasi. Hal tersebut mempengaruhi kualitas dari keputusan yang akan diambil. Pengam-bilan keputusan yang tidak berdasarkan hasil analisis yang tepat dapat menghasilkan keputusan yang tidak tepat pula.

2.3

Pelatihan Manajemen Konflik

Pelatihan manajemen konflik merupakan proses penyusunan rencana untuk memanajemeni konflik karena jika konflik tidak dikendalikan maka akan ber-kembang menjadi konflik destruktif sehingga individu hanya akan memfokuskan perhatian, tenaga dan pikiran, bukan mengembangkan potensi diri dalam menyelesaikan konflik. Pelatihan manajemen konflik sangat dibutuhkan karena berpengaruh terhadap kete-patan pengambilan keputusan, hal ini dikarenakan setiap kelompok dalam satu organisasi dimana di dalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lain-nya, maka memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,


(19)

tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan yang berujung pada konflik. Keadaan ter-sebut akan mempengaruhi individu dalam melaksana-kan kegiatannya secara langsung, dan dapat menu-runkan produktivitas kerja secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.

Dalam suatu organisasi (institusi maupun lokal pemerintah), kecenderungan terjadinya konflik dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan, perubahan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu. Melalui pelatihan manajemen konflik membantu individu dalam memahami faktor-faktor apa saja yang menye-babkan timbulnya konflik, baik konflik di dalam indi-vidu maupun konflik antar perorangan, konflik di dalam kelompok maupun konflik antar kelompok.

Pemahaman faktor-faktor tersebut akan lebih memudahkan tugasnya dalam hal menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dan menyalurkannya ke arah perkembangan yang positif. Layaknya suatu organisasi, dunia pendidikan juga tidak lepas dari konflik. Konflik pendidikan dapat terjadi disebabkan adanya pertentangan maupun kesenjangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, baik itu guru, kepala sekolah maupun lainnya. Oleh karena itu


(20)

diperlukan strategi manajemen yang tepat agar konflik dapat ditanggulangi sehingga tepat dalam pengambil-an keputuspengambil-an sehingga tercipta lingkungpengambil-an kerja ypengambil-ang nyaman dan kondusif.

Pendekatan dalam pelatihan manajemen konflik berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi demi tercapainya penyelesaian suatu persoalan yang terjadi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) se-bagai pihak ketiga, yang diperlukan adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

Dalam pelatihan manajemen konflik langkah-langkah yang diambil individu dalam rangka menga-rahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin/tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin/tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif dan bermufakat. Pelatihan manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.

Tujuan adanya pelatihan manajemen konflik pendidikan antara lain sebagai berikut: (1) konflik bisa


(21)

jadi merupakan sumber energi dan kreativitas yang positif apabila dikelola dengan baik; (2) membantu setiap individu untuk saling memahami tentang perbe-daan pekerjaan dan tanggung jawab mereka; (3) mem-berikan saluran baru untuk komunikasi; (4) menum-buhkan semangat baru pada individu; (5) memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi; (6) menghasil-kan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.

Pelatihan manajemen konflik mencegah terjadi-nya konflik yang mengarah pada kondisi destruktif yang mana hal ini dapat berdampak pada penurunan efektivitas kerja dalam organisasi baik secara pero-rangan maupun kelompok. Biasanya tiap kelompok berupaya melakukan aksi berupa penolakan, resis-tensi terhadap perubahan, apatis, acuh tak acuh, bahkan mungkin muncul luapan emosi destruktif, berupa demonstrasi.

Materi dalam modul pelatihan manajemen konflik tidak menguraikan topik-topik secara spesifik untuk kasus tertentu tetapi lebih mengarah pada refleksi pengalaman yang dilengkapi penjelasan teoritis dan praktis yang lebih menonjolkan kebermanfaatan dan keterpaduan dengan situasi yang dihadapi oleh para pendidik yang telibat dalam penyelesaian konflik. dalam modul pelatihan manajemen konflik ini terdiri dari empat pokok bahasan yaitu: (1) memahami konflik, (2) identifikasi dan analisis konflik, (3)


(22)

meru-muskan program dan strategi mengelola konflik, (4) mengelola konflik.

2.4

Penelitian Relevan

Penelitian Ashela Troth (2011) yang meneliti hubungan Emotional Intelligence (EI), konflik dan kom-pleksitas tugas dengan pengambilan keputusan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EI, konflik dan kom-pleksitas tugas secara tidak langsung mempengaruhi pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan memiliki efek pada hubungan antara EI, konflik dan kemudian pada kompleksitas yang melekat dalam tugas yang dikerjakan. Kompleksitas tugas mengubah tuntutan yang melekat pada diri dan kemampuan mereka untuk mengelola konflik dan emosi sehingga mampu membuat keputusan efektif. Persamaan pene-litian ini dengan penepene-litian penulis adalah sama-sama meneliti tentang manajemen konflik dengan pengam-bilan keputusan, namun penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu ditambah kecerdasan emosional sehingga diduga ada pengaruh antara manajemen konflik dengan pengambilan keputusan.

Penelitian Alireza Pooya (2013), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecer-dasan emosional, strategi manajemen konflik dan pengambilan keputusan. Instrumen penelitian adalah kuesioner 55 item yang didistribusikan kepada 90 karyawan Golestan perusahaan gas di Iran. Sebanyak


(23)

82 dikembalikan tetapi hanya 79 orang yang dapat digunakan. Oleh karena itu, tingkat respons dalam penelitian ini adalah 91%. Sementara Validitas disetu-jui berdasarkan hasil analisis faktor kesesuaian dan keandalan dengan Alpha Cronbach yang lebih dari 0,7 itu. Untuk menguji hipotesis menggunakan analisis korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional, strategi manajemen konflik pemecahan masalah dengan pengambilan keputusan. Dalam pene-litian ini selain membahas bagaimana hubungan stra-tegi manajemen konflik dengan pengambilan keputus-an juga membahas tentkeputus-ang kecerdaskeputus-an emosional dengan pengambilan keputusan. Berdasarkan hal tersebut diduga ada pengaruh manajemen konflik terhadap pengambilan keputusan.

Penelitian Mohammad (2013), penelitian ini ber-tujuan untuk menguji hubungan antara pengambilan keputusan dengan manajemen konflik di SMA Kristen Pirngadi Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala pengambilan kepu-tusan dan skala manajemen konflik. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 95 responden di SMA Kristen Pirngadi Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan memiliki hubungan yang signifikan dengan manajemen konflik dengan arah hubungan yang positif yang dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,021 dengan nilai koefisien


(24)

sebesar 0,229. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan namun yang menjadi perbedaan variabel terikat dalam penelitian ini adalah manajemen konflik, sedangkan dalam pene-litian penulis variabel terikatnya pengambilan kepu-tusan.

Penelitian Dede Daud (2010) dengan sampel ber-jumlah 275 dari 881 populasi dengan karakteristik mahasiswa angkatan 2010 di Fakultas Ilmu Pendi-dikan Universitas Negeri Surabaya. Teknik pengam-bilan sampel dengan proportioned random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel mana-jemen konflik dan kecerdasan emosi secara bersa-ma-sama berpengaruh terhadap pengambilan kepu-tusan. Nilai R Square sebesar 0,073 yang menunjuk-kan besar kontribusi manajemen konflik dan kecer-dasan emosi dalam mempengaruhi pengambilan keputusan adalah sebesar 0,073. Artinya, sebesar 7,3% pengambilan keputusan dipengaruhi oleh mana-jemen konflik dan kecerdasan emosi, sisanya sebe-sar 93,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diukur oleh peneliti. Penelitian ini dan penelitian yang penulis lakukan mempunyai kesamaan yaitu meneliti tentang pengaruh manajemen konflik terha-dap pengambilan keputusan, namun dalam penelitian ini meneliti juga tentang pengaruh kecerdasan emosional.

Penelitian Heri Hasan tahun 2012, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh hasil sebagai berikut:


(25)

(1) Terdapat pengaruh antara sistem manajemen konflik dengan pengambilan keputusan kepala sekolah; (2) Terdapat Pengaruh antara kecerdasan emosional dengan pengambilan keputusan kepala sekolah; (3) Terdapat pengaruh antara sistem manajemen konflik dan kecerdasan emosional secara bersama-sama dengan pengambilan kepu-tusan kepala sekolah.

Manajemen konflik memberi pengaruh terhadap peng-ambilan keputusan dengan arah positif, yang berarti semakin tinggi tingkat manajemen konflik maka semakin tinggi pula tingkat pengambilan keputusan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penu-lis lakukan adalah: responden penelitian ini adalah kepala sekolah sedangkan responden dalam penelitian penulis adalah guru.

Berdasarkan penelitian di atas ditemukan bahwa terdapat pengaruh manajemen konflik terhadap teknik pengambilan keputusan. Hal ini berarti mana-jemen konflik memegang peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan. Manajemen konflik berpenga-ruh terhadap ketepatan pengambilan keputusan, sehingga sangat penting bagi individu untuk mempu-nyai kemampuan mengelola konflik dengan baik.

Dalam memanage konflik setiap individu mem-punyai cara tersendiri, meskipun demikian muaranya tetap satu yaitu terselesaikannya persoalan yang sedang dihadapi. Pentingnya manajemen konflik dalam setiap pengambilan keputusan menjadikan indi-vidu berusaha untuk bisa menguasainya. Hal ini tidak


(26)

mudah karena banyak juga yang mengalami hambatan dan kendala.

Penelitian tentang pengaruh manajemen konflik terhadap teknik pengambilan keputusan adalah sangat diperlukan. Sehingga perlu diadakan pula pelatihan untuk mengelola konflik agar individu khususnya para pendidik mampu menyelesaikan setiap persoalannya dengan baik.

2.5

Kerangka Pikir

Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu tidak pernah lepas dari konflik. Keberhasilan individu dalam mengatasi konflik dapat dilihat dari keteram-pilan individu dalam ketepatan pengambilan keputus-an. Keputusan yang diambil tidak semata-mata untuk kepentingan diri sendiri, namun keputusan yang diambil dapat dipertanggung jawabkan.

Setiap pengambilan keputusan bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif sebagai wujud dari manajemen konflik pada individu. Manajemen konflik membawa konsekuensi dan sejumlah alternatif yang berbeda satu sama lain mengingat perbedaan dari konsekuensi yang akan ditimbulkannya. Pilihan yang dijatuhkan pada alternatif itu harus dapat mem-berikan kebahagiaan atau kepuasan karena merupa-kan salah satu aspek paling penting dalam keputusan. Dengan demikian dapat dikatakan manajemen konflik


(27)

berpengaruh terhadap keterampilan pengambilan ke-putusan.

Pelatihan manajemen konflik mengupayakan kedua belah pihak menyadari bahwa konflik yang terjadi merupakan masalah bersama untuk dicari penyelesaian secara memuaskan. Pemecahan masalah sebagai usaha untuk mendapatkan penyelesaian se-cara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak. Reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Masing-masing pihak mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyele-saian perselisihan sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan tepat.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini penulis menduga bahwa manajemen konflik mempunyai pengaruh dalam pengambilan keputusan sehingga sangat dibutuhkan sebuah modul pelatihan manajemen konflik yang akan membantu para pendidik dalam mengelola konflik

Manajemen Konflik (X)

Pengambilan Keputusan (Y)

Pelatihan Manajemen Konflik


(28)

yang dihadapi, dan pada akhirnya menghasilkan kete-patan dalam setiap pengambilan keputusan.

Dengan adanya modul pelatihan manajemen konflik maka para pendidik dapat belajar mengupa-yakan untuk ditemukannya alternatif pemecahan masalah antar pihak yang terlibat konflik sehingga konflik menjadi teratasi dengan menimbulkan dampak semua pihak yang terlibat tidak merasa terabaikan dan keputusan yang diambil dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat konflik.

2.6

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat pengaruh antara manajemen konflik ter-hadap teknik pengambilan keputusan pada guru SMP Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang; b. Modul pelatihan manajemen konflik efektif

dipergu-nakan dalam rangka ketepatan pengambilan ke-putusan.


(1)

82 dikembalikan tetapi hanya 79 orang yang dapat digunakan. Oleh karena itu, tingkat respons dalam penelitian ini adalah 91%. Sementara Validitas disetu-jui berdasarkan hasil analisis faktor kesesuaian dan keandalan dengan Alpha Cronbach yang lebih dari 0,7 itu. Untuk menguji hipotesis menggunakan analisis korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional, strategi manajemen konflik pemecahan masalah dengan pengambilan keputusan. Dalam pene-litian ini selain membahas bagaimana hubungan stra-tegi manajemen konflik dengan pengambilan keputus-an juga membahas tentkeputus-ang kecerdaskeputus-an emosional dengan pengambilan keputusan. Berdasarkan hal tersebut diduga ada pengaruh manajemen konflik terhadap pengambilan keputusan.

Penelitian Mohammad (2013), penelitian ini ber-tujuan untuk menguji hubungan antara pengambilan keputusan dengan manajemen konflik di SMA Kristen Pirngadi Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala pengambilan kepu-tusan dan skala manajemen konflik. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 95 responden di SMA Kristen Pirngadi Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengambilan keputusan memiliki hubungan yang signifikan dengan manajemen konflik dengan arah hubungan yang positif yang dapat dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,021 dengan nilai koefisien


(2)

sebesar 0,229. Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan namun yang menjadi perbedaan variabel terikat dalam penelitian ini adalah manajemen konflik, sedangkan dalam pene-litian penulis variabel terikatnya pengambilan kepu-tusan.

Penelitian Dede Daud (2010) dengan sampel ber-jumlah 275 dari 881 populasi dengan karakteristik mahasiswa angkatan 2010 di Fakultas Ilmu Pendi-dikan Universitas Negeri Surabaya. Teknik pengam-bilan sampel dengan proportioned random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel mana-jemen konflik dan kecerdasan emosi secara bersa-ma-sama berpengaruh terhadap pengambilan kepu-tusan. Nilai R Square sebesar 0,073 yang menunjuk-kan besar kontribusi manajemen konflik dan kecer-dasan emosi dalam mempengaruhi pengambilan keputusan adalah sebesar 0,073. Artinya, sebesar 7,3% pengambilan keputusan dipengaruhi oleh mana-jemen konflik dan kecerdasan emosi, sisanya sebe-sar 93,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diukur oleh peneliti. Penelitian ini dan penelitian yang penulis lakukan mempunyai kesamaan yaitu meneliti tentang pengaruh manajemen konflik terha-dap pengambilan keputusan, namun dalam penelitian ini meneliti juga tentang pengaruh kecerdasan emosional.


(3)

(1) Terdapat pengaruh antara sistem manajemen konflik dengan pengambilan keputusan kepala sekolah; (2) Terdapat Pengaruh antara kecerdasan emosional dengan pengambilan keputusan kepala sekolah; (3) Terdapat pengaruh antara sistem manajemen konflik dan kecerdasan emosional secara bersama-sama dengan pengambilan kepu-tusan kepala sekolah.

Manajemen konflik memberi pengaruh terhadap peng-ambilan keputusan dengan arah positif, yang berarti semakin tinggi tingkat manajemen konflik maka semakin tinggi pula tingkat pengambilan keputusan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penu-lis lakukan adalah: responden penelitian ini adalah kepala sekolah sedangkan responden dalam penelitian penulis adalah guru.

Berdasarkan penelitian di atas ditemukan bahwa terdapat pengaruh manajemen konflik terhadap teknik pengambilan keputusan. Hal ini berarti mana-jemen konflik memegang peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan. Manajemen konflik berpenga-ruh terhadap ketepatan pengambilan keputusan, sehingga sangat penting bagi individu untuk mempu-nyai kemampuan mengelola konflik dengan baik.

Dalam memanage konflik setiap individu mem-punyai cara tersendiri, meskipun demikian muaranya tetap satu yaitu terselesaikannya persoalan yang sedang dihadapi. Pentingnya manajemen konflik dalam setiap pengambilan keputusan menjadikan indi-vidu berusaha untuk bisa menguasainya. Hal ini tidak


(4)

mudah karena banyak juga yang mengalami hambatan dan kendala.

Penelitian tentang pengaruh manajemen konflik terhadap teknik pengambilan keputusan adalah sangat diperlukan. Sehingga perlu diadakan pula pelatihan untuk mengelola konflik agar individu khususnya para pendidik mampu menyelesaikan setiap persoalannya dengan baik.

2.5

Kerangka Pikir

Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu tidak pernah lepas dari konflik. Keberhasilan individu dalam mengatasi konflik dapat dilihat dari keteram-pilan individu dalam ketepatan pengambilan keputus-an. Keputusan yang diambil tidak semata-mata untuk kepentingan diri sendiri, namun keputusan yang diambil dapat dipertanggung jawabkan.

Setiap pengambilan keputusan bertolak dari beberapa kemungkinan atau alternatif sebagai wujud dari manajemen konflik pada individu. Manajemen konflik membawa konsekuensi dan sejumlah alternatif yang berbeda satu sama lain mengingat perbedaan dari konsekuensi yang akan ditimbulkannya. Pilihan yang dijatuhkan pada alternatif itu harus dapat mem-berikan kebahagiaan atau kepuasan karena merupa-kan salah satu aspek paling penting dalam keputusan. Dengan demikian dapat dikatakan manajemen konflik


(5)

berpengaruh terhadap keterampilan pengambilan ke-putusan.

Pelatihan manajemen konflik mengupayakan kedua belah pihak menyadari bahwa konflik yang terjadi merupakan masalah bersama untuk dicari penyelesaian secara memuaskan. Pemecahan masalah sebagai usaha untuk mendapatkan penyelesaian se-cara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak. Reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Masing-masing pihak mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyele-saian perselisihan sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan tepat.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini penulis menduga bahwa manajemen konflik mempunyai pengaruh dalam pengambilan keputusan sehingga sangat dibutuhkan sebuah modul pelatihan manajemen konflik yang akan membantu para pendidik dalam mengelola konflik

Manajemen Konflik (X)

Pengambilan Keputusan (Y)

Pelatihan Manajemen Konflik


(6)

yang dihadapi, dan pada akhirnya menghasilkan kete-patan dalam setiap pengambilan keputusan.

Dengan adanya modul pelatihan manajemen konflik maka para pendidik dapat belajar mengupa-yakan untuk ditemukannya alternatif pemecahan masalah antar pihak yang terlibat konflik sehingga konflik menjadi teratasi dengan menimbulkan dampak semua pihak yang terlibat tidak merasa terabaikan dan keputusan yang diambil dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat konflik.

2.6

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat pengaruh antara manajemen konflik ter-hadap teknik pengambilan keputusan pada guru SMP Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang; b. Modul pelatihan manajemen konflik efektif

dipergu-nakan dalam rangka ketepatan pengambilan ke-putusan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Sarana Prasarana Pembelajaran Pendidikan Jasmani Pada Mi Negeri Ambarawa T2 942012081 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Mutu Terpadu (MMT) SD Negeri Peterongan Semarang T2 942012065 Bab II

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Teknik Pengambilan Keputusan Pada Guru Smp Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang T2 942012077 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Teknik Pengambilan Keputusan Pada Guru Smp Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang T2 942012077 BAB IV

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Teknik Pengambilan Keputusan Pada Guru Smp Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang T2 942012077 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Teknik Pengambilan Keputusan Pada Guru Smp Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Manajemen Konflik Terhadap Teknik Pengambilan Keputusan Pada Guru Smp Negeri 4 Ambarawa Kabupaten Semarang

0 0 39

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Supervisi Klinis Kepala Sekolah Untuk Meningkatkan Kinerja Mengajar Guru Di SMP Negeri 2 Pringapusabupaten Semarang T2 BAB II

0 0 18

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Guru SMP Negeri 9 Ambon T2 BAB II

0 0 21

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Supervisi Akademik Di SMP Negeri ebonagung Kabupaten Demak T2 BAB II

0 1 24