Hubungan antara gaya hidup Brand Minded dengan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja.

(1)

REMAJA

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impuslif produk fashion pada remaja. Semakin tinggi gaya hidup brand minded pada remaja, maka semakin tinggi pula kecenderungan para remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang impulsif terhadap produk-produk fashion, dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan subjek sejumlah 120 orang (60 perempuan dan 60 laki-laki). Instrumen penelitian ini menggunakan 2 skala, yaitu Skala Gaya Hidup Brand Minded yang terdiri dari 23 item (α = 0,915, rentang rix= 0,346 – 0,727), dan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion yang terdiri dari 22 item (α = 0,919, rentang rix= 0,309 – 0,772). Hasil analisis menggunakan Spearman’s Rho, karena data yang diperoleh tidak berdistribusi secara normal. Hasil Uji Spearman’s Rho menunjukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion (r = 0,669, p = 0,000).

Kata kunci: gaya hidup brand minded, kecenderungan pembelian impulsif produk fashion, remaja.


(2)

ADOLESCENTS

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRACT

This study aimed to examine the relationship between the brand minded lifestyle and the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. The hypothesis in this study was there is a positive and significant correlation between brand minded lifestyle with the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. More higher brand minded lifestyle, the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents will be more higher too, and vice versa. The research participants were 120 subjects (60 girls and 60 boys). The research instrument applied two scales, namely Brand Minded Lifestyle scale consist of 23 items (α = 0.915, range of rix= 0,346 – 0,727) and The Impulsive Buying Tendency of Fashion Products scale consist of 22 items (α = 0.919, range of rix= 0,309 –0,772). This research used Spearman’s Rho for the correlate analysis, because data from this study have an un-normal distribution. The results of the analysis of the Spearman’s Rho, showed that there was a positive and significant correlation between lifestyle brand minded and impulsive buying of fashion products (r = 0.669, p = 0.000).


(3)

i

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION

PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Pradnya Dirga Paramita Taviono 119114176

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku”

(Filipi 4 : 13)

“I’m Nothing Without You, God. And With You, I Can Do Anything”

(Edward Chen)

“What is not started, will neve get finished”

(Johann Wolfgang VG)

“If “Plan A” didn’t work. The alphabet has 25 more letters! Stay cool ”

(unknown)

“When you want something, all the universe conspires in helpping you to achieve it”

(Paulo Coelho)

“You have to get up every morning and tell yourself, I CAN DO THIS!”

(unknown)

“Tidak ada manusia yang bodoh karena telat wisuda, tidak ada yang ingin mempermalukan oranag tuanya hanya karena belum lulus, semua orang punya prosesnya masing-masing. Begitu juga aku, kamu dan kita” (anonim)


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan Skripsi ini kepada semua orang yang telah turut membantu saya dalam bentuk doa, semangat, motivasi dan apapun. Serta saya juga

mengucapkan terimakasih kepada:

Termakasih Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai senantiasa dalam proses penyusunan skripsi ini.

Terimaksih kepada orang tua, adik serta Jinggo dan seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung, memberi semangat dan mendoakan kelancaran proses

penyusunan skripsi ini.

Terimakasih kepada dosen pembimbing saya yang senantiasa membimbing dan menyediakan waktu dan tenaganya untuk menghantarkan saya dari awal hingga

selesai menyusun skripsi ini.

Terimaksih kepada sahabat-sahabat SMA saya, terkhusus Rohaye yang tidak pernah lelah mendukung, memberi semangat dan mendoakan saya untuk dapat

cepat menyelesaikan skripsi ini.

Terimaksih kepada sahabat-sahabat saya di Jogja, terkhusus Clarissa dan Yunika yang selalu mendukung, tidak lelah membantu saya dalam hal apapun, memberi

semangat dan juga yang telah mendoakan kelancaran skripsi ini.

Terimaksih kepada teman-teman kost Putri Intan terkhusus Elyn, Nella dan Natry serta kepada teman-teman Padepokan Mbak Etta 2011, yang turut mendukung,

membatu dan mendoakan saya. Semangat untuk kalian yang masih berjuang menyelesaikan skripsi. Sukses untuk kita semua.

Dan,

Terimakasih kepada semua teman-teman dan siapapun yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terimakasih untuk dukungan dan doa-doanya agar saya selalu diberikan kelenacaran dan kemudahan dalam menyusun skripsi ini.


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 April 2016 Penulis


(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPUSLIF PRODUK FASHION

PADA REMAJA

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impuslif produk fashion pada remaja. Semakin tinggi gaya hidup brand minded pada remaja, maka semakin tinggi pula kecenderungan para remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang impulsif terhadap produk-produk fashion, dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan subjek sejumlah 120 orang (60 perempuan dan 60 laki-laki). Instrumen penelitian ini menggunakan 2 skala, yaitu Skala Gaya Hidup Brand Minded yang terdiri dari 23 item (α = 0,915, rentang rix= 0,346 – 0,727), dan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion yang terdiri dari 22 item (α = 0,919, rentang rix= 0,309 – 0,772). Hasil analisis menggunakan Spearman’s Rho, karena data yang diperoleh tidak berdistribusi secara normal. Hasil Uji Spearman’s Rho menunjukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dengan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion (r = 0,669, p = 0,000).

Kata kunci: gaya hidup brand minded, kecenderungan pembelian impulsif produk fashion, remaja.


(10)

viii

THE RELATION BETWEEN BRAND MINDED LIFESTYLE AND THE IMPULSIVE BUYING TENDENCY OF FASHION PRODUCTS

IN ADOLESCENTS

Pradnya Dirga Paramita Taviono

ABSTRACT

This study aimed to examine the relationship between the brand minded lifestyle and the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. The hypothesis in this study was there is a positive and significant correlation between brand minded lifestyle with the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents. More higher brand minded lifestyle, the impulsive buying tendency of fashion products in adolescents will be more higher too, and vice versa. The research participants were 120 subjects (60 girls and 60 boys). The research instrument applied two scales, namely Brand Minded Lifestyle scale consist of 23 items (α = 0.915, range of rix= 0,346 – 0,727) and The Impulsive Buying Tendency of Fashion Products scale consist of 22 items (α = 0.919, range of rix= 0,309 – 0,772). This research used Spearman‟s Rho for the correlate analysis, because data from this study have an un-normal distribution. The results of the analysis of the Spearman‟s Rho, showed that there was a positive and significant correlation between lifestyle brand minded and impulsive buying of fashion products (r = 0.669, p = 0.000).

Key words: the brand minded lifestyle, impulsive buying of fashion products, adolescents.


(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma : Nama : Pradnya Dirga Paramita Taviono

Nomor Mahasiswa : 119114176

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, karya ilmiah yang berjudul : HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION

PADA REMAJA

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau di media lain untuk kepentingan akadems tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 21 April 2016 Yang menyatakan,


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan pendampingan selama proses pengerjaan skripsi ini. Penulis memohon maaf apabila terdapat hal-hal yang tidak berkenan. Pada proses penulisan skripsi ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Tarsius Priyo Widiyamto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Dosen pembimbing akademik saya, Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. 4. Dosen pembimbing skripsi saya, Ibu P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi, M.A. 5. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

memberikan ilmu selama saya menempuh bangku kuliah.

6. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas keramahannya dan bantuannya selama saya menempuh bangku kuliah.

7. Seluruh subjek penelitian saya yang sudah mau direpotkan dan mendoakan keberhasilan saya.

Peneliti menyadari kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa, sehingga peneliti sangat terbuka dengan kritik dan saran dari siapapun. Mohon maaf apabila ada salah kata. Sekian.


(13)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xi

DAFTAR TABEL...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB 1 PENDAHULUAN...1

A. LATAR BELAKANG...1

B. RUMUSAN MASALAH...7

C. TUJUAN PENELITIAN...7

D. MANFAAT PENELITIAN...8

1. Manfaat Teoritis...8

2. Manfaat Praktis...8

BAB II LANDASAN TEORI...9

A. PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION PADA REMAJA...9

1. Pembelian Impulsif...9

2. Aspek Pembelian Impulsif...11


(14)

xii

b. Aspek Afektif...12

3. Faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif ...13

a. Faktor Internal...13

b. Faktor Eksternal...14

4. Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja...15

B. GAYA HIDUP BRAND MINDED...16

1. Pengertian Gaya Hidup Brand Minded...16

2. AIO dalam Gaya Hidup...18

3. Dampak Gaya Hidup Brand Minded...19

C. REMAJA...20

1. Kategori Tahapan Usia Masa Remaja...21

2. Karakteristik Remaja...23

D. DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION PADA REMAJA...25

E. SKEMA HUBUNGAN GAYA HIDUP BRAND MINDED DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PRODUK FASHION PADA REMAJA...28

F. HIPOTESIS...29

BAB III METODE PENELITIAN...30

A. JENIS PENELITIAN...30

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ...30

C. DEFINISI OPERASIONAL...31

1. Gaya Hidup Brand Minded...31

2. Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion...31

D. SUBJEK PENELTIAN...32

E. METODE PENGUMPULAN DATA...33

1. Skala Gaya Hidup Brand Minded ...33

2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion...35

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ...36

1. Validitas...36

2. Seleksi Items...37

3. Reliabilitas...39

G. METODE ANALISIS DATA...41

1. Uji Asumsi...41

a. Uji Normalitas ...41

b. Uji Linearitas...41


(15)

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...44

A. PELAKSANAAN PENELITIAN...44

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN...44

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN...45

D. HASIL PENELITIAN...47

1. Uji Asumsi...47

a. Uji Normalitas ...47

b. Uji Linearitas...48

2. Uji Hipotesis...49

E. ANALISIS TAMBAHAN...50

1. Uji Perbedaan Jenis Kelamin...50

2. Uji Perbedaan Usia...52

F. PEMBAHASAN...55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...58

A. KESIMPULAN...58

B. SARAN...58

1. Bagi Remaja...58


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded sebelum seleksi item....34

Tabel 2. Skor item-item favorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded...34

Tabel 3. Skor item-item unfavorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded...34

Tabel 4. Sebaran Item Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi item...35

Tabel 5. Skor item-item favorable pada Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi item...35

Tabel 6. Skor item-item unfavorable pada Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi item...36

Tabel 7. Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded setelah seleksi item...38

Tabel 8. Sebaran Item Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion setelah seleksi item...39

Tabel 9. Deskripsi identitas subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin...45

Tabel 10. Deskripsi identitas subjek penelitian berdasarkan usia tahapan masa remaja...45

Tabel 11. Data Teoritis dan Empiris...46

Tabel 12. Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Gaya Hidup Brand Minded...46

Tabel 13. Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Pembelian Impulsif Produk Fashion...47

Tabel 14. Hasil Analisis Kolmograv-Smirnov Test...48

Tabel 15. Hasil Uji Linearitas...48

Tabel 16. Hasil Uji Korelasi...49

Tabel 17. Hasil Uji Perbedaan Pembelian Impulsif Produk Fashion Berdasarkan Jenis Kelamin...51

Tabel 18. Hasil Uji Perbedaan Gaya Hidup Brand Minded Berdasarkan Jenis Kelamin...52


(17)

xv

Tabel 19. Hasil Uji Perbedaan Pembelian Impulsif Produk Fashion Berdasarkan Usia Tahapan Masa Remaja...53 Tabel 20. Hasil Uji Perbedaan Gaya Hidup Brand Minded Berdasarkan Usia Tahapan Masa Remaja...54


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Skala Try Out 1...67

Lampiran Skala Try Out 2...73

Lampiran Tabel Seleksi Item...78

Lampiran Skala Penelitian...82

Lampiran Tabel Uji Beda...90


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan berbelanja yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dan semakin mengarah ke pembelian yang impulsif. Riset dari The Nielsen Company pada tahun 2011 (diakses pada 23 Mei 2015 melalui www.tempo.com), mengungkapkan bahwa data dari tahun 2003 hingga 2011 menunjukkan masyarakat Indonesia berkembang menjadi semakin impulsif. Pada bulan Juni 2013, Nielsen kembali melaporkan hasil survei bahwa konsumen Indonesia meningkat semakin impulsif dalam berbelanja dibandingkan tahun sebelumnya (diakses pada 22 Juni 2015 melalui www.nielsen.com).

Rook (1987) mengungkapkan bahwa pembelian impulsif merupakan perilaku pembelian yang terjadi akibat adanya dorongan untuk membeli secara tiba-tiba dan lebih melibatkan konflik emosional. Hirschman dan Stern (dalam Sumarwan, 2011) juga menjelaskan bahwa adanya dorongan emosional terhadap suatu produk tertentulah yang menyebabkan terjadinya perilaku pembelian secara spontan dan tidak terefleksi. Perilaku pembelian seperti itulah yang disebut sebagai pembelian impulsif (Sumarwan, 2011).

Pelaku pembelian impulsif bisa siapa saja, tidak terkecuali bagi kalangan remaja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ditmar,


(20)

Beatti dan Friese (1995) menunjukkan bahwa remaja sebagai konsumen pun semakin impulsif. Usia 11 – 21 tahun memang memiliki kecenderungan pembelian yang lebih impulsif (Lin & Lin, 2005; Semuel, 2007; Paramita, 2015). Penelitian lain yang dilakukan oleh Wood (1998) juga menunjukkan hasil bahwa pembelian impulsifakan meningkat secara sangat signifikan mulai pada usia 18 tahun dan akan menurun setelah usia 39 tahun.

Pembelian impuslif juga membawa dampak bagi kehidupan pribadi remaja. Kebiasaan membeli secara impulsif akan menyebabkan adanya perasaan bersalah yang cukup mengganggu. Perasaan bersalah ini timbul begitu saja setelah melakukan pembelian secara impulsif tersebut (Verplanken & Herabadi, 2001). Selain itu, dampak yang cukup merugikan adalah dari sisi keuangan. Terlebih bagi remaja yang sebagian besar belum memiliki penghasilan atau pendapatan sendiri, dan juga sebagaian besar remaja belum mampu mengelola keuangan dengan baik. Maka, kebiasaan membeli sesuatu tanpa perencanaan tentu akan mengakibatkan membengkaknya anggaran atau pengeluaran (Fitri, 2006).

Masa remaja memiliki karakteristik khusus, yaitu sebagai masa perkembangan transisi (Papalia, 2008). Remaja akan mengalami banyak perubahan, baik secara biologis, kognitif maupun sosial (Santrock, 2003). Maka wajar jika cenderung lebih labil, karena masih mencari jati diri atau identitas diri (Santrock, 2003). Di masa ini, seseorang juga mulai belajar bergaul dengan kelompok sesuai dengan jenis kelaminnya, sehingga


(21)

biasanya akan lebih mudah terpengaruh oleh lingkungannya (Sumanto, 2014). Karakteristik dasar tersebutlah yang membuat remaja lebih cepat dan mudah untuk melakukan pembelian impulsif (Anastasia, Rasimin & Nuryati, 2008).

Pembelian impulsif dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor internal maupun eksternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah gaya hidup. Penelitian dari Bashir, Zeeshan dan Sabbar (2013) mengungkapkan bahwa gaya hidup membawa pengaruh yang signifikan dalam munculnya kecenderungan pembelian impulsif pada masyarakat di Pakistan. Bashar dan Saraswat (2014), juga menunjukan hasil penelitiannya bahwa gaya hidup berpengaruh pada munculnya pembelian impulsif pada konsumen di India. Santy dan Adhipratama (2013), mengungkapkan bahwa gaya hidup memberikan pengaruh yang paling besar terhadap adanya pembelian impulsif di Surf Inc Bandung.

Gaya hidup sebagai salah satu faktor dari penyebab pembelian impulsif dapat didefinisikan sebagai nilai yang akan mempengaruhi seseorang dalam hal kebutuhan, keinginan dan perilaku, tidak terkecuali perilaku pembelian (Hawkins & Mothersbaugh, 2007). Gaya hidup juga dapat diartikan sebagai apa yang dibeli, bagaimana digunakan dan apa yang dipikirkan tentang produk tersebut (Munandar, 2001). Blackwell, et al (1994), secara singkat menjelaskan gaya hidup sebagai pola yang digunakan orang untuk hidup dan apapun yang dilakukan untuk menghabiskan waktu serta uang.


(22)

Gaya hidup tidak dapat dipisahkan dari pengaruh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan zaman dan kemajuan teknologi akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Bagi remaja perkembangan zaman dan kemajuan teknologi merupakan sesuatu yang menarik, sehingga mereka akan selalu berusaha mengikutinya. Hal ini secara sadar ataupun tidak akan mempengaruhi gaya hidup mereka sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari cara mereka menghabiskan uang dan waktunya. Sebagai contoh, remaja masa kini lebih sering menjelajahi tempat nongkrong, cafe ataupun restoran tertentu yang terbilang baru dan bergengsi (diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.antaranews.com). Adanya kemajuan teknologi juga membuat para remaja lebih memanfaatkan internet untuk dapat up to date dalam mengikuti perkembangan apapun (diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.id.techinasia.com). Bagi remaja dengan membeli dan menggunakan barang-barang bermerek (branded) terkenal ataupun eksklusif merupakan salah satu bentuk upaya untuk menunjukkan bahwa mereka turut mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi (Susianto, 1993). Upaya remaja untuk membeli dan menggunakan barang-barang bermerek (branded) terkenal ataupun eksklusif inilah yang akhirnya mendorong munculnya gaya hidup brand minded. Menurut McNeal (2007), brand minded sendiri merupakan bentuk pola pikir terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek (brand) terkenal


(23)

atau eksklusif. Dengan demikian maka gaya hidup brand minded dapat diartikan sebagai pola gaya hidup yang mengutamakan merek (brand).

Melihat fenomena gaya hidup brand minded para remaja saat ini serta berdasarkan hasil penelitian dari Elfina (2010), diketahui bahwa kebanyakan remaja terlebih di kota-kota besar, menunjukkan gaya hidup brand minded yang sangat kuat dalam hal pembelian dan penggunaan produk-produk fashion. Berdasarkan penelitian sebelumnya dari Anastasia, et al (2008), hal tersebut dapat terjadi karena bagi remaja, fashion merupakan salah satu elemen penting dalam mendukung penampilan dan dapat membantu untuk mempresentasikan dirinya dengan baik, sehingga dapat diterima dalam kelompok yang dikehendakinya. Remaja masa kini juga akan merasa bangga ketika mengikuti trend fashion, sehingga mereka akan berlomba menggunakan produk-produk fashion terbaru (diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.rancahpost.co.id).

Penelitian yang dilakukan oleh Pranoto dan Mahardayani (2010) menunjukkan hasil bahwa remaja memiliki kecenderungan yang cukup besar untuk membeli dan menggunakan barang-barang bermerek (branded), terlebih pada produk fashion. Sari (2013) dalam penelitiannya menemukan hasil bahwa salah satu alasaan seseorang membeli dan menggunakan barang-barang bermerek (branded) adalah mencari kepuasan diri. Sedangkan, Sutojo (1988) mengungkapkan secara lebih jelas bahwa remaja memang akan cenderung membeli dan menggunakan barang-barang bermerek (branded) yang terkenal, eksklusif, mahal


(24)

ataupun bergengsi. Hal ini dikarenakan remaja memandang merek (brand) dapat memberikan kepuasan tersendiri sebagai suatu bagian dari gaya hidup.

Gaya hidup brand minded memiliki dampak bagi kehidupan seseorang, tak terkecuali remaja. Berdasarkan penelitian dari Anggraini (2012), individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi akan lebih mengikuti perkembangan produk fashion. Seperti, setiap bulannya membeli produk fashion terbaru dengan merek (brand) tertentu yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Untuk mendapatkan produk-produk fashion terbaru dan bermerek (branded) tersebut, individu ini akan dengan mudahnya membuang uang dan menjadi boros hanya untuk membeli sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan. Ketika telah berhasil mendapatkan produk fashion yang diinginkan tersebut, individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi ini akan merasakan adanya kepuasan tersendiri (Anggraini, 2012).

Melihat hasil penelitian dari Anggraini (2012) tersebut, individu dengan gaya hidup brand minded yang tinggi akan selalu berusaha untuk membeli produk fashion bermerek (branded). Orientasi pada merek (brand) ini dapat mendorong individu untuk membeli suatu barang yang ia sukai secara spontan, tanpa mempertimbangkan manfaatnya, sehingga ia dengan mudahnya menjadi boros. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan gaya hidup brand minded tinggi, membeli


(25)

tidak lagi berdasarkan kebutuhan, tetapi semua itu dilakukan untuk mencari kepuasaan semata.

Tanpa disadari, individu dengan gaya hidup brand minded tinggi, memiliki perilaku pembelian yang lebih mengarah kepada pembelian impulsif. Untuk membuktikan apakah gaya hidup brand minded memiliki hubungan yang signifikan dengan pembelian impulsif, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan mengangkat judul, “Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded dan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran dari latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah :

Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja.


(26)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) pada bidang perilaku konsumen (Consumer Behavior). Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi empiris ataupun sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang perilaku konsumen, terkhusus pembelian impulsif dan gaya hidup brand minded.

2. Manfaat Praktis

Bagi subjek penelitian, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan refleksi bagi kalangan remaja tentang gaya hidup brand minded dan perilaku pembelian impulsif mereka.


(27)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja 1. Pembelian Impulsif

Pada era 1970-an, para peneliti mulai mencari tahu mengenai pembelian impulsif. Rock dan Hoch (dalam Parakh, Bindal & Saldanha, 2016), mengungkapkan bahwa pembelian impulsif dapat terjadi bergantung pada dorongan emosional yang dialami oleh setiap individu. Pembelian impulsif memang berkaitan erat dengan adanya dorongan untuk membeli secara tiba-tiba dan lebih melibatkan konflik emosional daripada pemikiran rasional (Rook, 1987; Niu & Wang, 2009; Sharma, Sharma & Mittal, 2012).

Menurut Goldenson (dalam Rook, 1987), dorongan yang melibatkan konflik emosional ini dapat disebut juga sebagai dorongan psikologis atau psychological impulse. Dorongan psikologis (psychological impulse) adalah suatu kekuatan, terkadang berupa desakan yang susah ditahan dan munculnya secara tiba-tiba untuk langsung melakukan sesuatu tanpa pertimbangan sebelumnya (Rook, 1987). Wolman (dalam Rook, 1987) juga menjelaskan bahwa dorongan psikologis (psychological impulse) terjadi tanpa perencanaan secara sadar. Goldenson (dalam Rook, 1987) juga menambahkan


(28)

bahwa dorongan yang kuat memiliki kemungkinan untuk sulit dilawan, karena manusia memiliki kecenderungan untuk sulit mencegah pengalaman-pengalaman yang dianggapnya menyenangkan. Dorongan psikologis (psychological impulse) ini sangat berperan dalam terjadinya perilaku pembelian impulsif (Rook, 1987).

Pembelian impulsif sendiri dapat didefinisikan sebagai perilaku pembelian yang tidak terstruktur dan instan (Piron, 1991). Pembelian ini lebih mengacu pada aktivitas pembelian yang sebenarnya tidak diharapkan, terjadi secara spontan dan tidak reflektif, diiringi dengan munculnya keinginan yang mendadak untuk membeli suatu produk tertentu (Gasiorowska, 2011). Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya melibatkan unsur pikiran dan tidak melalui pertimbangan yang matang (Rook & Fisher, 1995; Mowen & Minor, 2002; Ghani, 2010). Pembelian impulsif terjadi tanpa adanya perencanaan sebelumnya (Rook & Fisher, 1995; Hausman, 2000; Lin & Chen, 2012), dikarenakan adanya dorongan emosional terhadap suatu produk tertentu yang dianggap menarik untuk dibeli (Ekeng, Lifu & Asinya, 2012; Sharma, et al, 2012).

Individu dengan kecenderungan impulsif yang tinggi akan lebih mungkin untuk memiliki daftar belanja yang lebih “terbuka”, serta lebih mudah dan cepat menerima ide pembelian baru secara tiba‐tiba (Sumarwan, 2011). Individu dengan kecenderungan impulsif memiliki beberapa ciri-ciri khusus, yaitu membeli secara tidak terencana, susah


(29)

mengontrol keinginanya untuk tidak membeli, dan adanya dorongan emosional untuk segera membeli sesuatu yang diinginkan tersebut (Verplanknen & Sato, 2011). Rook (dalam Blackwell, Miniard & Engel, 1995) juga menegaskan bahwa pembelian impulsif memiliki beberapa karakteristik, yaitu spontanitas, kekuatan impulse dan intensitas tinggi, dapat merangsang kegembiraan serta cenderung tidak mempedulikan konsekuensinya yang terjadi.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan pembelian impulsif merupakan bentuk perilaku pembelian secara spontan dan tiba-tiba dikarenakan adanya dorongan psikologis (psychological impulse) yang tidak disadari dan lebih menekankan pada konflik emosional.

2. Aspek Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif terbentuk dari dua aspek dasar yang berkaitan dengan kurangnya melibatkan unsur-unsur kognitif dan berkaiatan erat dorongan emosional. Kedua aspek tersebut adalah aspek kognitif dan aspek afektif.

a. Aspek kognitif

Aspek kognitif mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pemikiran yang matang dan juga rasional. Pada pembelian impulsif, aspek kognitif yang dimaksudkan dalam pembelian impulsif mengarah pada kurangnya unsur pertimbangan dan unsur


(30)

perencanaan dalam pembelian yang dilakukan. Dalam hal ini ketika melakukan pembelian, pembayaran yang dilakukan mungkin tidak direncanakan atau dipertimbangkan sebelumnya dengan matang untuk berbagai macam alasan (Verplanken & Herabadi, 2001; Sharma, et al, 2012).

b. Aspek afektif

Aspek afektif dalam pembelian impulsif mencakup dorongan emosional yang meliputi perasaan senang dan gembira setelah melakukan pembelian tanpa perencanaan sebelumnya. Selanjutnya juga akan muncul secara tiba-tiba perasaan atau hasrat untuk melakukan pembelian berdasarkan keinginan hati, yang sifatnya berulang-ulang atau kompulsif, tidak terkontrol, kepuasan, kecewa, serta penyesalan karena telah membelanjakan uang hanya untuk memenuhi keinginannya (Verplanken & Herabadi, 2001; Sharma, et al, 2012).

Dapat disimpulkan bahwa pembelian impulsif dapat terbentuk melalui kurangnya melibatkan unsur-unsur yang berhubungan dengan aspek kognitf serta adanya aspek afektif yang lebih mengarah pada dorongan emosional yang meliputi munculnya perasaan senang, gembira, kepuasan bahkan kecewa dan penyesalan karena telah membelanjakan uang hanya untuk memenuhi keinginannya.


(31)

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif dapat terjadi juga dipengaruhi secara khusus oleh beberapa faktor yang dapat dibedakan menjadi faktor internal dan juga faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Menurut Verplanken, Herabdi dan Knippenberg (2009), faktor internal dari pembelian impulsif secara khusus yang paling mempengaruhi adalah variabel personal, yang meliputi usia dan jenis kelamin. Berdasarkan perbedaan usia, remaja dengan usia 11 – 21 memang akan lebih cenderung impulsif (Paramita, 2015; Lin & Lin, 2005; Semuel, 2007; Sharma, et al, 2012). Kecenderungan pembelian impulsif ini akan meningkat secara sangat signifikan mulai pada usia 18 tahun (Wood, 1998).

Berdasarkan jenis kelamin, beberapa peneliti mengatakan bahwa ada perbedaan jenis kelamin terhadap kecenderungan pembelian impulsif pada remaja, namun ada peneliti lain yang juga mengatakan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan. Menurut Lin dan Chuang (2005), jenis kelamin dapat menjadi pengaruh munculnya kecenderungan pembelian impulsif dan kecenderungan pembelian impulsif antara perempuan dan laki-laki berbeda. Menurut Utami dan Sumaryono (2008), remaja perempuan lebih cenderung melakukan pembelian secara impulsif daripada remaja laki-laki. Namun, menurut Anastasia, et al, (2008), tidak ditemukan


(32)

adanya perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan dalam pembelian impuslif terhadap produk fashion. Menurut Sharma, et al (2012) dan Ekeng, et al (2012), remaja laki-laki justru lebih impulsif daripada remaja perempuan.

b. Faktor Eksternal

Menurut Kacen dan Lee (2002), secara eksternal kecenderungan pembelian impulsif juga dipengaruhi oleh budaya seperti apa yang melekat pada individu itu sendiri. Menurut Sharma, et al (2012), pendidikan yang dimiliki seseorang juga akan mempengaruhi tingkat kecenderungan pembelian impulsif nya sendiri. Menurut Verplanken, et al (2009), faktor eksternal yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif adalah adanya variabel lingkungan personal, yang meliputi bagaimana tampilan dan penawaran yang diberikan oleh suatu produk tertentu. Menurut Paramita (2015), keluarga juga dapat mempengaruhi munculnya kecenderungan pembelian impulsif. Pola komunikasi serta pola asuh tertentu dalam sebuah keluarga dapat mendorong munculnya kecenderungan untuk membeli secara impulsif. Secara eksternal pembelian impulsif juga dipengaruhi oleh gaya hidup, yaitu pola yang digunakan seseorang untuk hidup dan menghabiskan waktu serta uangnya (Bashir, et al, 2013; Bashar & Saraswat, 2014; Santy & Adhipratama, 2013).


(33)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor internal yang mempengaruhi pembelian impulsif adalah variabel personal, yang meliputi segala urusan yang menyangkut kepribadian, seperti usia dan jenis kelamin. Sedangkan, faktor eksternal meliputi budaya, pendidikan, lingkungan personal, keluarga dan gaya hidup.

4. Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

Fashion berasal dari istilah bahasa asing yang artinya adalah “busana” atau “pakaian” (Wollen, 2003). Menurut KBBI (diakses pada 15 September 2015, melalui www.kbbi.web.id), pakaian (fashion) merupakan kata benda yang berarti suatu barang yang dapat dipakai atau digunakan oleh manusia, seperti baju, celana, dan barang-barang lainnya yang dapat menunjang penampilan. Jusuf (2001) juga menjelaskan bahwa pakaian (fashion) dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi tingkatan sosial, ekonomi dan juga martabat seseorang. Dengan demikian maka produk fashion dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang dipergunakan dan dikonsumsi oleh manusia, berupa aneka barang seperti, baju, celana, sepatu, tas dan lain sebagainya sebagai sarana penunjang penampilan.

Berdasarkan penelitian dari Ditmar, et al (1995) mengungkapkan hasil bahwa remaja sebagai pelaku konsumen semakin cenderung impulsif, terutama dalam hal pembelian produk fashion. Astari dan Widagda (2014) juga mengatakan bahwa kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada jenis kelamin perempuan lebih tinggi


(34)

daripada laki-laki. Jika melihat fenomena yang terjadi saat ini remaja laki-laki juga mulai menyukai kegiatan belanja. Pada tahun 2011, berdasarkan sensus nasional sex ratio diperoleh hasil bahwa konsumen laki-laki justru lebih impulsif daripada perempuan (diakses pada 27 Februari 2016 melalui www.asmarie.blogdetik.com). Laki-laki sebagai pelaku konsumen juga mulai menunjukkan kecenderungan pembelian impuslif terhadap produk fashion yang cukup tinggi. Penelitian dari Anastasia, et al, (2008) menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan antara remaja laki-laki dan perempuan dalam pembelian impuslif terhadap produk fashion.

B. Gaya Hidup Brand Minded

1. Pengertian Gaya Hidup Brand Minded

Blackwell, et al (1994) mengungkapkan bahwa gaya hidup merupakan pola yang digunakan seseorang untuk hidup. Definisi tersebut sejalan dengan definisi dari Kotler (2005), yang mengatakan bahwa gaya hidup merupakan pola hidup seseorang yang dapat dilihat dari aktivitas, minat serta opininya dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sumarwan (2011) juga menambahkan bahwa gaya hidup yang merupakan pola hidup sehari-hari ini juga dapat menggambarkan “keseluruhan kepribadian” dari orang itu sendiri. Oleh karena itu, dengan mengetahui gaya hidup seseorang, maka dapat diketahui pula keberadaan kelas sosial serta kepribadian orang tersebut (Sumarwan, 2011).


(35)

Selain itu, gaya hidup juga memiliki arti apapun yang dilakukan seseorang untuk menghabiskan waktu serta uang yang dimilikinya (Blackwell, et al, 1994). Hawkins dan Mothersbaugh (2007), menjelaskan secara lebih rinci bahwa gaya hidup adalah nilai yang akan mempengaruhi seseorang dalam berbagai hal, seperti dalam hal kebutuhan, keinginan, perilaku, tidak terkecuali dalam perilaku pembelian. Bahkan apa yang dibeli seseorang, bagaimana orang tersebut menggunakan barang yang dibelinya dan apa yang dipikirkan mengenai barang tersebut sebelum dan seseudah melakukan pembelian merupakan bagian dari definisi gaya hidup (Munandar, 2001). Sebagai contoh, orang yang dalam perilaku pembeliannya, memiliki orientasi yang kuat pada barang dan produk-produk bermerek (branded), maka ia akan selalu berusaha untuk membeli barang atau produk bermerek (branded) tersebut. Dengan demikian, orang tersebut dapat dikatakan memiliki gaya hidup brand minded.

Pengertian dari merek (brand) menurut American Marketing Association (AMA), adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau juga kombinasi dari kelima komponen tersebut yang digunakan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dan juga digunakan untuk membedakan produk atau jasa tersebut dari para pesaingnya (dalam Fadli, 2010). UU no.15 tahun 2001 tentang merek (brand) mengungkapkan definisi merek (brand) sebagai gambar, nama, kata, huruf ataupun angka, susunan warna dan semua kombinasi dari


(36)

unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dalam bentuk barang ataupun jasa (diakses pada 14 September, melalui www.hukumonline.com). Pengertian dari brand minded sendiri adalah bentuk pola pikir terhadap objek-objek komersil yang cenderung berorientasi pada merek (brand) terkenal atau eksklusif (McNeal, 2007).

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa gaya hidup brand minded adalah pola gaya hidup seseorang yang dapat dilihat dari aktivitas, minat serta opininya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam perilaku pembeliannya yang selalu berorientasi pada merek (brand) atau dengan kata lain perilaku pembelian yang selalu mengutamakan merek (brand).

2. AIO dalam Gaya Hidup

AIO lekat dengan pengukuran gaya hidup. Hal ini dikarenakan AIO terbilang efektif untuk mengukur gaya hidup secara khusus, secara operasional dan efektif digunakan untuk pengukuran skala besar atau secara kuantitatif (Blackwell, et al, 1994; Sumarwan, 2011; Sathish & Rajamohan, 2012). AIO sendiri merupakan istilah yang menjelaskan mengenai 3 aspek yang membentuk gaya hidup itu sendiri. 3 aspek tersebut yaitu:

a. Activitties (aktivitas), meliputi apa yang dilakukan, apa yang dibeli dan bagaimana seseorang menghabiskan waktu serta uangnya.


(37)

b. Interest (minat), meliputi preferensi dan prioritas seseorang dalam memilih produk yang akan dibeli.

c. Opinion (Opini), meliputi pandangan dan perasaan seseorang terhadap produk-produk yang ada di kehidupannya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa AIO adalah istilah yang digunakan untuk mengukur gaya hidup berdasarkan 3 aspek, yaitu aktivitas, minat dan opini. Dalam penelitian ini, AIO juga akan digunakan sebagai landasan pengukuran pada variabel gaya hidup brand minded.

3. Dampak Gaya Hidup Brand Minded

Anggraini (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan hasil bahwa gaya hidup brand minded yang tinggi akan membawa beberapa dampak yang cukup merugikan, yaitu :

a. Individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi akan lebih mengikuti perkembangan produk fashion. Seperti, setiap bulannya membeli produk fashion terbaru dengan merek (brand) tertentu yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan.

b. Dalam hal keuangan, individu dengan gaya hidup brand minded yang tinggi cenderung lebih boros dan akan lebih mudah mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan produk-produk fashion terbaru dan bermerek (branded) yang diinginkannya.


(38)

c. Ketika telah mendapatkan produk fashion yang diinginkan, individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi ini akan merasakan kepuasan tersendiri. Namun, jika belum atau tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, maka akan timbul perasaan tertekan dan membuat individu tersebut menjadi rendah diri.

Dapat disimpulkan bahwa individu dengan gaya hidup brand minded yang tinggi akan selalu berusaha untuk membeli produk fashion bermerek (branded). Orientasi pada merek (brand) ini dapat mendorong individu untuk membeli suatu barang yang ia sukai secara spontan, tanpa mempertimbangkan manfaatnya, sehingga ia dengan mudahnya menjadi boros. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan gaya hidup brand minded tinggi, membeli tidak lagi berdasarkan kebutuhan, tetapi semua itu dilakukan untuk mencari kepuasaan semata. Tanpa disadari, individu tersebut akan memiliki perilaku pembelian yang mengarah kepada pembelian impulsif.

C. Remaja

Masa remaja adalah tahapan masa perkembangan yang dimulai setelah seorang individu menyelesaikan tahap perkembangan masa kanak-kanak akhir (Santrock, 2003). Dengan kata lain, seseorang dapat dikatakan sebagai remaja jika ia telah memiliki usia lebih dari sepuluh tahun hingga mencapai usia dua puluhan tahun (Santrock, 2003).


(39)

1. Kategori Tahapan Usia Masa Remaja

Menurut Kanopka (dalam Yusuf, 2004), masa remaja sendiri dibagi menjadi 3 kategori, berdasarkan usia. Pengkategoriannya sebagai berikut:

a. Early adolescense (12 – 14 tahun) :

Pada masa ini, menurut Yusuf (dalam Sumanto, 2014) akan terjadi periode peralihan dari masa perkembangan kanak-kanak akhir menuju remaja awal. Periode remaja awal (early adolescense) ini biasanya terjadi ketika seseorang masuk ke tingkat pendidikan sekolah menengah pertama (SMP). Individu pada masa remaja awal akan memiliki pola pikir ego-centris, yaitu pola pikir yang masih menggangap orang lain disekitarnya seperti dirinya dalam segala hal. Seperti hal yang dipikirkan, dirasakan, disenangi dan dalam hal-hal lainnya (Sumanto, 2014).

Selain itu, akan mulai muncul minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang jauh lebih konkret. Individu akan memiliki rasa ingin tahu yang besar serta diikuti dengan keinginan untuk belajar sesuatu yang baru dan juga lebih suka dan sering untuk mengelompokkan diri dengan teman sebaya (Sumanto, 2014).

b. Middle adolescense (15 – 18 tahun) :

Periode remaja madya atau pertengahan (middle adolescense) ini biasanya terjadi ketika seseorang masuk ke tingkat pendidikan sekolah menengah (SMA). Individu pada masa ini mulai memiliki


(40)

dorongan untuk hidup yang lebih kuat, mulai muncul kebutuhan untuk memiliki sosok teman yang dapat memahami dan menolongnya, serta mulai mencari sesuatu yang dipandang lebih bernilai, pantas dijunjung, dipuja dan diperjuangkan (Sumanto, 2014).

c. Late adolescense (19 – 22 tahun)

Periode remaja akhir (late adolescense) ini biasanya terjadi ketika seseorang akan segera mengakhiri sekolah menengahnya dan persiapan masuk ke perguruan tinggi (Yusuf dalam Sumanto, 2014). Pada periode ini, seorang remaja akan mulai mempersiapkan diri untuk memasuki tahapan masa perkembangan dewasa awal. Individu pada periode ini, sudah mulai mantap menentukan pendirian hidupnya (Sumanto, 2014).

Selain itu, menurut Sumanto (2014) pada periode ini seseorang remaja akan lebih memperhatikan dan mempelajari penampilan fisiknya. Remaja juga akan lebih membangun sikap yang sehat mengenai dirinya sendiri sebagai makhluk yang bertumbuh. Kemudian, mulai belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya, mulai mengembangkan peran sosialnya sebagai pria atau wanita secara jelas dan tepat serta lebih tertarik untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang dimilikinya. Individu pada periode ini juga akan berusaha untuk mencapai kebebasan pribadi, mengembangkan sikap terhadap


(41)

kelompok-kelompok sosial, mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan nilai-nilai kehidupan dan mulai memilih serta mempersiapkan karirnya.

2. Karakteristik Remaja

Remaja sebagai tahapan masa perkembangan memiliki beberapa karakteristik. Namun, menurut hasil penelitian dari Anastasia, et al, (2008), hanya ada dua karakteristik dasar yang membuat remaja lebih cepat dan lebih mudah untuk melakukan pembelian impulsif. Kedua karakteristik tersebut antara lain:

a. Remaja lebih cenderung labil atau belum memiliki pendirian yang kuat.

Hal ini dikarenakan, masa remaja merupakan masa perkembangan transisi (Papalia, 2008). Sebagai masa perkembangan transisi, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan dalam kehidupannya. Perubahan tersebut mencakup perubahan secara biologis, kognitif dan juga sosial (Santrock, 2003).

Selain itu, Santrock (2003) juga mengungkapkan bahwa masa remaja memiliki tugas perkembangan untuk mencari jati diri atau identitas diri. Erikson dalam teori psikososialnya, juga menjelaskan bahwa masa remaja akan mengalami tahapan perkembangan pencarian identitas diri serta kebingungan pencarian identitas diri.


(42)

Teori ini lebih dikenal dengan istilah “identitas vs kebingungan identitas” (Sumanto, 2014).

Perubahan yang dialami dan proses pencarian identitas atau jati diri inilah yang secara tidak langsung akan membuat seseorang dalam tahapan masa perkembangan ini akan menjadi lebih labil (Anastasia AF, et al, 2008).

b. Remaja lebih mudah terpengaruh oleh orang lain dan lingkungan sekitarnya.

Masa remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang secara tidak langsung membuat seorang remaja menjadi lebih mudah terpengaruh oleh orang lain dan lingkungan dimana ia berada. Tugas perkembangan tersebut, antara lain: adanya tugas perkembangan untuk mulai mencapai kebebesan emosi dan berusaha menujukkan perilaku yang dapat diterima oleh masyrakat sekitarnya (Soesilowindradini, 2006).

Selain itu, pada masa ini seorang remaja akan mulai belajar bergaul dengan kelompok yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Hal ini juga menyebabkan para remaja lebih mudah terpengaruh oleh lingkungannya (Sumanto, 2014). Soesilowindradini (2006) juga menambahkan bahwa pada masa remaja, seseorang akan mulai mengadakan hubungan-hubungan baru dengan teman-teman sebaya baik yang berjenis kelamin sama maupun berbeda.


(43)

D. Dinamika Hubungan Antara Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

Gaya hidup adalah sebagaimana seseorang menjalani kehidupan sehari-harinya, yang dapat dilihat dari aktivitas, minat serta opini (Kotler, 2005). Gaya hidup juga berasal dari nilai-nilai dasar individu yang mendasari perilaku konsumen yang dapat pula merefleksikan suatu trend dan juga gaya berpakaian dari orang itu sendiri (Brandon & Forney, 2002). Gaya hidup remaja masa kini semakin memperhatikan trend terbaru yang sedang berlangsung dilingkungan sekitarnya (diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.id.techinasia.com), terlebih pada trend fashion. Remaja akan merasa bangga jika telah mengikuti trend fashion terbaru, sehingga mereka akan berlomba menggunakan produk-produk fashion terbaru (diakses pada 29 Juli 2015 melalui www.rancahpost.co.id).

Pranoto dan Mahardayani (2010) juga mengatakan bahwa remaja memiliki kecenderungan cukup besar untuk membeli dan menggunakan barang-barang bermerek (branded), terlebih pada produk fashion. Remaja gemar membeli produk-produk fashion yang bermerek (branded), terkenal, eksklusif, bergengsi serta mahal. Hal ini dikarenakan bagi remaja, fashion merupakan salah satu elemen penting dalam mendukung penampilan dan dapat membantu untuk mempresentasikan dirinya dengan baik, sehingga dapat diterima dalam kelompok yang dikehendakinya (Anastasia AF, et al, 2008). Selain itu, alasan lainnya adalah untuk


(44)

mencari kepuasan diri sebagai suatu bagian dari gaya hidup (Sutojo, 1988). Pola gaya hidup seseorang yang dalam perilaku pembeliannya selalu mengutamakan merek (brand) inilah yang disebut sebagai gaya hidup brand minded.

Menurut penelitian dari Anggraini (2012), gaya hidup brand minded memiliki dampak terhadap perilaku konsumsi manusia, termasuk pada munculnya kecenderungan pembelian impulsif. Hal ini dikarenakan, individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi akan lebih mengikuti perkembangan produk fashion. Kemudian dalam hal keuangan, individu dengan gaya hidup brand minded yang tinggi cenderung lebih boros dan akan lebih mudah mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan produk-produk fashion terbaru dan bermerek (branded) yang diinginkannya. Selain itu, ketika telah berhasil mendapatkan produk fashion yang diinginkan, individu dengan kecenderungan gaya hidup brand minded yang tinggi ini akan merasakan adanya kepuasan tersendiri. Namun, jika belum atau tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, maka akan timbul perasaan tertekan dan membuat individu tersebut menjadi rendah diri.

Melihat dampak dari gaya hidup brand minded tersebut, maka dapat dikatakan bahwa individu dengan gaya hidup brand minded yang tinggi akan selalu berusaha untuk membeli produk fashion bermerek (branded). Orientasi pada merek (brand) ini nantinya yang akan mendorong individu untuk membeli suatu barang yang ia sukai secara


(45)

spontan, tanpa mempertimbangkan manfaatnya, sehingga ia dengan mudahnya menjadi boros. Ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan gaya hidup brand minded tinggi, membeli tidak lagi berdasarkan kebutuhan, tetapi hanya untuk mencari kepuasaan semata. Tanpa disadari, individu dengan gaya hidup brand minded tinggi, akan memiliki perilaku pembelian yang lebih mengarah kepada pembelian impulsif. Hal ini dapat terjadi karena pembelian impulsif sendiri terjadi akibat adanya dorongan untuk membeli secara tiba-tiba dan juga spontan (Rook, 1987; Rook & Fisher, 1995).


(46)

E. Skema Hubungan Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

BAGAN 1

Skema Hubungan Gaya Hidup Brand Minded Dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada Remaja

Gaya Hidup Brand Minded

Tinggi Rendah

- Lebih mengikuti perkembangan fashion terbaru yang bermerek (branded).

- Lebih boros dan lebih mudah mengeluarkan uang untuk

membeli produk fashion branded. - Merasa senang, jika mendapatkan

produk fashion branded sesuai dengan yang diinginkan dan akan merasa tertekan dan rendah diri, jika tidak mendapatkan produk fashion

- Tidak terlalu mengikuti

perkembangan fashion terbaru yang bermerek (branded). - Tidak boros dalam pembelian

produk fashion branded dan lebih dapat mengontrol pengeluaran uangnya.

- Jika tidak mendapatkan produk fashion branded yang diinginkan, tidak akan merasa tertekan dan tidak menjadi rendah diri.

Kecenderungan Pembelian Impulsif Tinggi Kecenderungan Pembelian Impulsif Rendah


(47)

F. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif dan signifikan antara gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impuslif produk fashion pada remaja. Semakin tinggi gaya hidup brand minded pada remaja, maka semakin tinggi pula kecenderungan para remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang impuslif terhadap produk-produk fashion. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah gaya hidup brand minded pada remaja, maka semakin rendah pula kecenderungan para remaja tersebut untuk melakukan pembelian yang impuslif terhadap produk-produk fashion.


(48)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif korelasional. Menurut Azwar (2004), penelitian kuantitatif adalah salah satu metode penelitian yang dalam analisisnya lebih menekankan pada data numerikal atau angka. Data numerikal atau angka tersebut berasal dari pengukuran dengan skala terhadap variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini dan akan diolah menggunakan metode statistik. Sedangkan, penelitian korelasional sendiri merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hubungan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009).

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:

1. Variabel bebas (independent) : Gaya hidup brand minded

2. Variabel tergantung (dependent) : Kecenderungan pembelian impulsif produk fashion pada remaja


(49)

C. Definisi Operasional

1. Gaya Hidup Brand Minded

Gaya hidup brand minded dapat didefinisikan sebagai pola gaya hidup remaja yang dapat dilihat dari aktivitas, minat serta opininya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam perilaku pembeliannya yang selalu berorientasi pada merek (brand) atau selalu mengutamakan merek (brand).

Gaya hidup brand minded dalam penelitian ini akan diukur dengan Skala Gaya Hidup Brand Minded yang disusun oleh peneliti berdasarkan 3 aspek yang disebut AIO, yaitu Activites (aspek aktivitas), Interest (aspek minat) dan Opinion (aspek opini). Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi pula tingkat gaya hidup brand minded yang dimiliki subjek. Sebaliknya, jika semakin rendah skor total yang diperoleh, maka semakin rendah pula tingkat gaya hidup brand minded yang dimiliki subjek.

2. Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion

Pembelian impulsif produk fashion merupakan bentuk perilaku pembelian remaja terhadap aneka produk fashion, secara spontan dan tiba-tiba dikarenakan adanya dorongan psikologis (psychological impulse) yang tidak disadari dan lebih menekankan pada konflik emosional. Penelitian ini menggunakan kedua aspek dari pembelian impulsif, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif.


(50)

Kecenderungan pembelian impulsif dalam penelitian ini akan diukur dengan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion yang akan disusun oleh peneliti berdasarkan aspek kognitif serta aspek afektif. Semakin tinggi skor total yang diperoleh, maka semakin tinggi pula kecenderungan pembelian impulsif yang dimiliki subjek. Namun, jika semakin rendah skor total yang diperoleh, maka semakin rendah pula kecenderungan pembelian impulsif yang dimiliki subjek.

D. Subjek Penelitian

Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 12 hingga 22 tahun. Penelitian ini menggunakan jenis sampling Non Probability Sampling, yaitu jenis pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dijadikan sampel (Sugiyono, 2013). Teknik yang digunakan adalah Incidental Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel tidak secara acak (Sugiyono, 2013), atau dengan kata lain Incidental Sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan sistem „kebetulan‟, jadi siapa saja yang ditemui peneliti dan termasuk dalam kriteria subjek penelitian dapat dijadikan sebagai subjek (Nasution, 2011).


(51)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah proses yang dilakukan dalam suatu penelitian, untuk mengumpulkan data primer dan sekunder (Siregar, 2013). Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah penyebaran skala. Penyebaran skala merupakan metode yang berbentuk laporan diri sendiri berisi daftar kumpulan pernyataan yang harus dijawab oleh individu sebagai subjek penelitian (Azwar, 2009).

Jenis skala yang digunakan adalah skala tertutup, yaitu skala yang memuat pernyataan-pernyataan dan subjek tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas (Siregar, 2013). Sedangkan, model skala yang digunakan adalah model skala likert (summated rating).

Pada penskalaan model likert, kuantifikasi dilakukan berdasarkan hasil perhitungan respon kesetujuan atau ketidaksetujuan dari subjek (Kasmadi & Sunariah, 2013). Dengan kata lain, dalam model likert pernyataan yang akan disusun oleh peneliti memiliki kategori positif serta negatif. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Gaya Hidup Brand Minded dan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion.

1. Skala Gaya Hidup Brand Minded

Pada skala gaya hidup brand minded, peneliti menyusun 24 item pernyataan, yang terdiri dari 8 item pernyataan yang disusun berdasarkan aspek aktivitas, 8 item selanjutnya disusun berdasarkan aspek minat dan 8 item lagi disusun berdasarkan aspek opini


(52)

(Blackwell, et al, 1994). Setiap item yang disusun tersebut terbagi atas pernyataan favorable serta unfavorable.

Tabel. 1.

Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded sebelum seleksi item

Aspek Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable

Aktivitas 2, 3, 14, 20 5, 8, 10, 11 8 33,3% Minat 4, 7, 16, 21 6, 9, 13, 23 8 33,3% Opini 12, 15, 19, 22 1, 17, 18, 24 8 33,3%

Total 12 12 24 100%

Pada penelitian ini, subjek akan diminta untuk memilih salah satu dari 4 alternatif pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S) dan Sangat Sesuai (SS). Pemberian skor dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel. 2.

Skor item-item favorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded

Respon Subjek

Skor Subjek

SS 4

S 3

TS 2

STS 1

Tabel. 3.

Skor item-item unfavorable pada Skala Gaya Hidup Brand Minded

Respon Subjek

Skor Subjek

SS 1

S 2

TS 3


(53)

2. Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion Pada skala kecenderungan pembelian impulsif produk fashion peneliti menyusun 24 item pernyataan, yang terdiri dari 12 item pernyataan yang disusun berdasarkan aspek kognitif dan 12 item pernyataan yang disusun berdasarkan aspek afektif (Verplanken & Herabadi, 2001). Setiap item yang disusun tersebut terbagi atas pernyataan favorable serta unfavorable.

Tabel. 4.

Sebaran Item Skala Pembelian Impulsif Produk Fashion sebelum seleksi

item

Aspek Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable Kognitf 7, 12, 14,

15, 20, 24

1, 3, 4, 11, 21, 22

12 50%

Afektif 2, 6, 9, 10, 13, 16

5, 8, 17, 18, 19, 23

12 50%

Total 12 12 24 100%

Pada skala ini, subjek akan diminta untuk memilih salah satu dari 4 alternatif pilihan jawaban, yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S) dan Sangat Sesuai (SS). Pemberian skor dalam penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel. 5.

Skor item-item favorable pada Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion

Respon Subjek

Skor Subjek

SS 4

S 3

TS 2

STS 1


(54)

Skor item-item unfavorable pada Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion

Respon Subjek

Skor Subjek

SS 1

S 2

TS 3

STS 4

F. Validitas Dan Reliabilitas 1. Validitas

Suatu alat ukur dinyatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat ukur tersebut mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan penelitian. Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat „kesahihan‟ suatu instrumen (Kasmadi & Sunariah, 2013). Oleh karena itu, dalam suatu penelitian validitas tes sangat diperlukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan alat ukur tersebut dapat mengukur variabel-variabel yang hendak diteliti.

Penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity), yaitu salah satu jenis validitas yang diperoleh dari hasil analisis rasional terhadap isi tes dan juga berdasarkan penelitian oleh ahli (expert judgement) yang bersifat subjektif (Azwar, 2010), dan telah dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi. Penilaian ini dilakukan untuk melihat kesesuaian antara item-item dalam instrumen tes dengan beberapa


(55)

aspek yang hendak diungkap dan juga kesesuaiannya dengan blue print.

2. Seleksi Items

Seleksi items adalah bagian yang penting dalam suatu penelitian, karena kualitas dari suatu skala psikologi sangat ditentukan oleh kualitas item-itemnya sendiri. Pada penelitian ini, seleksi item dilakukan setelah melakukan uji validitas dengan menggunakan validitas isi (content validity) oleh dosen pembimbing skripsi sebagai expert judgement, dan setelah dilakukannya uji coba skala (try out) kepada 60 orang remaja yang berusia 12 hingga 22 tahun (34 perempuan dan 26 laki-laki).

Menurut Azwar (2010), seleksi item digunakan untuk mengetahui item mana yang memiliki daya beda dan item mana yang tidak memiliki daya beda. Seleksi item dapat dilakukan dengan cara melihat daya diskriminasi dari setiap item yang ada. Daya diskriminasi ini diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor item total, yang disebut koefisien korelasi item total (rix). rix bergerak mulai dari 0 sampai dengan 1,00 baik positif ataupun negatif. Jika skor yang diperoleh semakin mendekati 1,00, maka item tersebut memiliki daya diskriminasi yang terbilang tinggi. Sebaliknya, jika skor mendekati 0 ataupun memiliki tanda negatif, maka item tersebut dapat dikatakan memiliki daya diskriminasi yang rendah atau bahkan tidak memiliki daya diskriminasi item.


(56)

Pemilihan item berdasarkan korelasi dari item total memiliki batasan rix≥ 0,3. Dengan demikian, jika item mencapi rix minimal 0,3, maka item tersebut memiliki daya beda yang tinggi. Sebaliknya, jika item mencapi rix < 0,3, maka item tersebut memiliki daya beda yang rendah. Pada penelitian ini, pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 for windows pada Skala Gaya Hidup Brand Minded dan juga Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Produk Fashion.

Pada Skala Gaya Hidup Brand Minded yang terdiri dari 24 item, diperoleh hasil bahwa hanya terdapat 1 item yang memiliki nilai rix < 0,3, sehingga item tersebut dinyatakan gugur. Jadi, jumlah item yang lolos melewati uji seleksi item adalah 23 item.

Tabel. 7.

Sebaran Item Skala Gaya Hidup Brand Minded setelah seleksi item

Aspek Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable

Aktivitas 2, 3, 14, 20 5, 8, 10, 11 7 30,4% Minat 4, 7, 16, 21 6, 9, 13, 23 8 34,7% Opini 12, 15, 19, 22 1, 17, 18, 24 8 34,7%

Total 12 11 23 100%

Keterangan: Angka yang dicetak tebal adalah item yang gugur dalam penelitian.

Sedangkan, pada Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Produk Fashion, terdiri dari 24 item dan diperoleh hasil bahwa terdapat 2 item yang gugur, karena memiliki nilai rix < 0,3. Dengan demikian dan jumlah item pada Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Produk Fashion adalah 22 item.


(57)

Tabel. 8.

Sebaran Item Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk

Fashion setelah seleksi item

Aspek Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable Kognitf 7, 12, 14,

15, 20, 24

1, 3, 4, 11, 21, 22

12 54,5% Afektif 2, 6, 9, 10,

13, 16

5, 8, 17, 18, 19, 23

10 45,4%

Total 10 12 22 100%

Keterangan: Angka yang dicetak tebal adalah item yang gugur dalam penelitian.

Pada Skala Gaya Hidup Brand Minded dan Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Produk Fashion tidak dilakukan penyetaraan jumlah item setelah lolos pada proses seleksi item. Hal ini dikarenakan item yang gugur dari kedua skala tidak berasal dari satu aspek yang sama. Dengan kata lain, item yang gugur tersebut tidak berdampak pada aspek-aspek yang digunakan dalam pengukuran dari kedua skala Selain itu, jika penyetaraan jumlah item dilakukan justru akan membuat nilai koefisien alpha cronbach (α) dari kedua skala turun. Berdasarkan pertimbangan berikut, maka dalam penelitian ini penyetaraan jumlah item tidak dilakukan.

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana tingkat kepercayaan suatu instrumen (Kasmadi & Sunariah, 2013). Azwar (2009), juga mengatakan bahwa reliabilitas mengacu pada keterpercayaan hasil ukur dan kecermatan pengukuran.


(58)

Reliabilitas tes penting dilakukan, karena jika pengukuran tidak reliabel, maka skor yang dihasilkan juga tidak dapat dipercaya.

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu pendekatan yang bertujuan untuk melihat konsistensi antara item ataupun konsistensi antara bagian dalam tes (Azwar, 2010). Pada penelitian ini, reliabilitas konsistensi internal dicari dengan menggunakan alpha cronbach (α) melalui program SPSS 16 for windows.

Koefisien reliabilitas bergerak mulai dari angka 0 sampai dengan 1,00 (Azwar, 2009). Jika skor yang diperoleh semakin mendekati angka 1,00, maka skala tersebut dapat dikatakan memiliki koefisien reliabilitas yang baik. Sebaliknya, jika skor mendekati 0, maka maka skala tersebut dapat dikatakan memiliki koefisien reliabilitas yang kurang baik.

Berdasarkan hasil yang diperoleh setelah dilakukannya seleksi item, maka Skala Gaya Hidup Brand Minded dalam penelitian ini memiliki koefisien alpha cronbach (α) sebesar 0,915. Hal ini menunjukkan bahwa Skala Gaya Hidup Brand Minded memiliki koefisien reliabilitas yang baik (Azwar, 2009) atau sangat reliabel (Sarwono, 2006). Sedangkan, Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Produk Fashion memiliki koefisien alpha cronbach (α) sebesar 0,919. Hal ini menunjukkan bahwa Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Produk Fashion juga memiliki koefisien


(59)

reliabilitas yang baik (Azwar, 2009) ataupun sangat reliabel (Sarwono, 2006).

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah penyebaran data dalam penelitian yang dilakukan terdistribusi dengan normal atau tidak (Kasmadi & Sunariah, 2013). Jika nilai p ≥ 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi yang tidak berbeda dari data normal. Dengan kata lain, data yang diuji memiliki distribusi normal. Sebaliknya, jika nilai p < 0,05, maka data yang diuji memiliki distribusi yang berbeda dari data normal. Dengan kata lain, data yang diuji memiliki distribusi yang tidak normal (Santoso, 2010).

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat bagaimana kekuatan hubungan antara dua variabel, yaitu antara variabel bebas dan variabel tergantung. Selain itu, juga untuk melihat hubungan antara variabel yang akan dianalisis, apakah mengikuti garis lurus atau tidak mengikuti garis lurus. Peningkatan kuantitas pada suatu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan kuantitas variabel lainnya. Sedangkan, penurunan kuantitas pada suatu


(60)

variabel, juga akan diikuti secara linear oleh penurunan kuantitas variabel lainnya.

Jika nilai p ≥ 0,05, maka terdapat hubungan yang tidak linear, sehingga hubungan antara kedua variabel dapat dikatakan lemah. Sebaliknya, jika nilai p < 0,05, maka terdapat hubungan yang linear, sehingga hubungan antara kedua variabel dapat dikatakan kuat (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hipotesis awal dalam penelitian ini dapat diterima berdasarkan data yang telah terkumpul. Dengan kata lain, uji hipotesis dilakukan bukan untuk menguji kebenaran hipotesis awal, melainkan untuk menguji dapat diterima atau ditolaknya hipotesis awal tersebut (Gulӧ, 2002). Analisis penelitian ini akan menggunakan metode analisis data Product Moment Pearson, jika data yang diperoleh berdistribusi normal. Namun, jika data yang diperoleh tidak berdistribusi secara normal, maka metode analisis data yang digunakan adalah Spearman’s rho. Metode analisis tersebut digunakan sebagai uji korelasi untuk menentukan hubungan anatar variabel bebas dan variabel tergantung (Sarwono, 2006).

Besarnya nilai korelasi (r) adalah -1 hingga +1. Apabila nilai r adalah -1, maka dapat dikatakan hubungan antara kedua variabel negatif, artinya terjadi hubungan yang bertolak belakang antara


(61)

variabel bebas dan variabel tergantung, jika variabel bebas naik, maka variabel tergantung akan turun. Sebaliknya, apabila nilai r adalah +1, maka dapat dikatakan hubungan antara kedua variabel positif, artinya terjadi hubungan yang searah antara variabel bebas dan variabel tergantung, jika variabel bebas naik, maka variabel tergantung juga akan naik (Siregar, 2013).

Taraf nilai signifikan (p) berkisar 5% atau 0,05. Jika nilai p < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung. Sebaliknya, jika nilai p ≥ 0,05, maka H0 diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tergantung (Siregar, 2013).


(62)

44 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara offline maupun online. Penelitian secara offline mulai dilaksanakan pada tanggal 15 Desember 2015 hingga 20 Desember 2015 disekitar Yogyakarta dan tanggal 21 Desember 2015 hingga 18 Januari 2016 disekitar Surakarta (Solo). Sedangkan, penelitian secara online dimulai pada tanggal 17 Desember 2015 hingga 3 Januari 2016, peneliti menggunakan google forms untuk menyebarkan skala dan mengumpulkan data.

Pengumpulan data melalui penyeberan skala secara online terbilang lebih efisien terlebih dalam hal waktu daripada penyebaran skala secara offline. Namun, secara online justru banyak yang dinyatakan gugur atau tidak dapat dijadikan subjek dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan, banyak subjek yang tidak selesai mengisi pernyataan-pernyataan dari skala yang diberikan, sehingga banyak data yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk pengukuran analisis selanjutnya.

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja berjenis kelamin perempuan dan laki-laki yang berusia 12 sampai 22 tahun. Jumlah subjek secara keseluruhan adalah 120 orang, yang dikelompokkan berdasarkan


(63)

jenis kelamin dan usia tahapan masa remaja, yaitu masa remaja awal, pertengahan dan akhir.

Tabel. 9.

Deskripsi identitas subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Perempuan 60

Laki-laki 60

TOTAL 120

Tabel. 10.

Deskripsi identitas subjek penelitian berdasarkan usia tahapan masa remaja

Tahapan Masa Remaja Rentang Usia Jumlah

Remaja Awal 12 – 14 Tahun 40

Remaja Pertengahan 15 – 18 Tahun 40 Masa Remaja Akhir 19 – 22 Tahun 40

TOTAL 120

C. Deskripsi Data Penelitian

Peneliti melakukan perbandingan antara mean teoritis dan mean empiris dari data yang telah diperoleh. Jika mean teoritis lebih kecil dari mean empiris, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dari penelitian ini memiliki gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif terhadap produk fashion yang tinggi. Namun, jika mean teoritis lebih besar dari mean empiris, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dari penelitian ini memiliki gaya hidup brand minded dan kecenderungan pembelian impulsif terhadap produk fashion yang rendah.

Mean teoritis diperoleh dari perhitungan secara manual, sedangkan mean empiris diperoleh dari perhitungan menggunakan program SPSS 16 for windows.


(64)

Tabel. 11.

Data Teoritis dan Empiris

Variabel N p SD Mean Teoritis Mean Empiris

Min. Maks. Mean Min. Maks. Mean Gaya Hidup

Brand Minded

120 0,000 10.9 23 92 57,5 29 81 50,6

Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion

120 0,000 10.7 22 88 55 29 78 47,6

Tabel. 12.

Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Gaya Hidup Brand Minded One-Sample Test

Tabel 12 menunjukkan bahwa variabel gaya hidup brand minded memiliki nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara mean teoritis dan mean empiris. Variabel gaya hidup brand minded memiliki mean teoritis sebesar 57,5 dan mean empiris sebesar 50,6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai mean teoritis lebih besar nilai mean empiris, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki gaya hidup brand minded yang terbilang rendah.

Test Value = 57.5 T df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper


(65)

Tabel. 13.

Uji Beda Mean Teoritis dan Mean Empiris Kecenderungan Pembelian Impulsif Proudk Fashion

One-Sample Test

Test Value = 55

T Df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

-7.483 119 .000 -7.333 -9.27 -5.39

Tabel 13 menunjukkan bahwa variabel kecenderungan pembelian impulsif produk fashion memiliki nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan antara mean teoritis dan mean empiris. Variabel kecenderungan pembelian impulsif produk fashion memiliki mean teoritis sebesar 55 dan mean empiris sebesar 47,6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai mean teoritis lebih besar nilai mean empiris, maka dapat disimpulkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif produk fashion yang terbilang rendah.

D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas melalui Sample Kolmogorov-Smirnov Test yang diperoleh dari perhitungan menggunakan program SPSS 16 for windows.


(66)

Tabel. 14.

Hasil Analisis Kolmograv-Smirnov Test

Variabel Statistik Df Sig. Keterangan

Gaya Hidup Brand Minded

0,105 120 0,003 Data Tidak Normal Kecenderungan

Pembelian Impulsif Produk Fashion

0,111 120 0,001 Data Tidak Normal

Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai p pada variabel gaya hidup brand minded sebesar 0,003 dan variabel kecenderungan pembelian impulsif produk fashion sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa, kedua variabel memiliki nilai p < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data pada kedua variabel memiliki distribusi yang tidak normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16 for windows, dan diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel. 15.

Hasil Uji Linearitas

F Sig.

Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion * Gaya Hidup Brand Minded

(Combined) 6.097 .000

Linearity 194.096 .000

Deviation from Linearity

1.621 .034

Berdasarkan tabel 15, diperoleh nilai signifikansi pada linearity sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa, nilai signifikansi pada linearity lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel gaya hidup brand minded dan


(1)

sukai, saya akan langsung membelinya

15.

Saya akan membeli sesuatu, jika saya benar-benar

tahu apa manfaatnya

16.

Saya sering membeli barang-barang penunjang

fashion, diluar perencanaan sebelumnya

17.

Saya tidak merasa menyesal dengan barang-barang

produk fashion yang telah saya beli

18.

Ketika berbelanja produk fashion, saya sering

membeli melebihi apa yang saya rencanakan

19.

Ketika membeli suatu produk fashion, saya akan

mempertimbangkan dengan matang sebelum saya

memutuskan untuk membelinya

20.

Ketika berbelanja produk fashion, saya terbiasa

membuat daftar barang-barang yang akan saya beli

21.

Saya sering membeli produk fashion, seperti tas,

sepatu, pakaian, dan lainnya tanpa

mempertimbangkan manfaatnya

22.

Saya merasa butuh perjuangan untuk tidak

membeli produk fashion yang menarik perhatian

saya


(2)

E.

Lampiran Tabel Uji Beda

a.

Tabel Uji Beda Mean Empirik dan Mean Teoritik Gaya Hidup Brand

Minded

b.

Tabel Uji Beda Mean Empirik dan Mean Teoritik Kecenderungan

Pembelian Impulsif Produk Fashion

One-Sample Test

Test Value = 57.5

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

-6.839 119 .000 -6.858 -8.84 -4.87

One-Sample Test

Test Value = 55

t df Sig. (2-tailed) Mean

Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper


(3)

F.

Lampiran Tabel Uji Normalitas

a.

Tabel Uji Normalitas

Tests of Normality

Gaya Hidup

Brand Minded

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

.105 120 .003 .958 120 .001

Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk

Fashion

.111 120 .001 .952 120 .000

a. Lilliefors Significance Correction

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean

Square

F Sig.


(4)

b.

T

a

b

e

l

U

ji Linearitas

G.

Lampiran Tabel Uji Hipotesis

a.

Tabel Uji Hipotesis Gaya Hidup Brand Minded dengan

Kecenderungan Pembelian Impulsif Produk Fashion

Correlations

GHBM IB

Spearman's rho GHBM Correlation Coefficient 1.000 .669**

Sig. (1-tailed) . .000

N 120 120

IB Correlation Coefficient .669** 1.000

Sig. (1-tailed) .000 .

N 120 120

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

H.

Lampiran Tabel Analisis Tambahan

Pembelian

Impulsif Produk

Fashion * Gaya

Hidup Brand

Minded

Groups Linearity 7870.076 1 7870.076 194.096 .000

Deviation from Linearity

2760.992 42 65.738 1.621 .034

Within Groups 3081.599 76 40.547


(5)

a.

Tabel Analisis Tambahan Kecenderungan Pembelian Impulsif

Produk Fashion

Berdasarkan Perbedaan Jenis Kelamin

Ranks

Gender N Mean Rank Sum of Ranks

Cewek 60 66.29 3977.50

Cowok 60 54.71 3282.50

Total 120

b.

Tabel Analisis Tambahan Gaya Hidup Brand Minded Berdasarkan

Perbedaan Jenis Kelamin

Ranks

Gender N Mean Rank Sum of Ranks

Cewek 60 62.44 3746.50

Cowok 60 58.56 3513.50

Total 120

c.

Tabel Analisis Tambahan Kecenderungan Pembelian Impulsif

Produk Fashion Berdasarkan Perbedaan Usia

Test Statisticsa

Mann-Whitney U 1.452E3

Wilcoxon W 3.282E3

Z -1.826

Asymp. Sig. (2-tailed) .068

a. Grouping Variable: Gender

Test Statisticsa

Mann-Whitney U 1.684E3

Wilcoxon W 3.514E3

Z -.612

Asymp. Sig. (2-tailed) .541

Test Statisticsa,b

Chi-Square 7.260

df 2


(6)

d.

Tabel Analisis Tambahan Gaya Hidup Brand Minded Berdasarkan

Perbedaan Usia

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Usia_Remaja Ranks

Usia_Remaja N Mean Rank

Remaja_awal 40 50.68

Remaja_tengah 40 71.51

Remaja_akhir 40 59.31

Total 120

Ranks

Usia_Remaja N Mean Rank

Remaja Awal 40 50.14

Remaja Tengah 40 69.58

Remaja Akhir 40 61.79

Total 120

Test Statisticsa,b

Chi-Square 6.336

df 2

Asymp. Sig. .042

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Usia_Remaja