Korelasi body mass index terhadap HbA1c pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(1)

KORELASI BODY MASS INDEX TERHADAP HbA1c PADA STAF PRIA DEWASA SEHAT DI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Scolastika Christifide Permatasari 118114023

INTISARI

Antropometri merupakan pengukuran pada berbagai macam dimensi tubuh dan komponen tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Salah satu pengukuran antropometri adalah pengukuran body mass index yang dapat menjadi salah satu dasar untuk mengetahui tingkat obesitas dari seseorang. Obesitas merupakan kondisi di mana terjadinya akumulasi lemak secara berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi insulin yang kemudian mengakibatkan terjadinya penyakit diabetes melitus. Adanya risiko penyakit diabetes melitus dapat ditentukan dengan pengukuran kadar HbA1C. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya korelasi antara body mass index (BMI) terhadap HbA1C pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random purposive sampling. Jumlah responden yaitu sebanyak 66 staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini adalah BMI dan HbA1c. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk, uji komparatif dengan uji Mann-Whitney, dan uji korelasi menggunakan analisis Pearson dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif tidak bermakna dengan kekuatan lemah antara body mass index terhadap HbA1c (r=0,202; p=0,113) pada staf pria dewasa sehat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kata kunci : body mass index, HbA1C, diabetes melitus tipe 2


(2)

ABSTRACT

Anthropometry is the measurement of the various dimensions and parts of the body from various age and nutrient levels. One of the anthropometric measurement is the measurement of body mass index that can determine the level of a person’s obesity. Obesity is a condition where the excessive fat accumulation can harm our health. Obesity can cause a decrease in insulin production which leads to diabetes mellitus. The risk of diabetes mellitus can be determined by measuring the levels of HbA1c. The purpose of this study is to determine the correlation between body mass index (BMI) on HbA1c in healthy adult male staff at Sanata Dharma University in Yogyakarta.

This research includes observational analytic cross-sectional design. Sampling was done by a non-random purposive sampling. The total number of respondents was 66 healthy adult male staff of Sanata Dharma University in Yogyakarta. The measurements done were BMI and HbA1c. The research data were analyzed using the Kolmogorov-Smirnov and Shapiro-Wilk normality test, Mann-Whitney comparative test, and Pearson correlation test with confidence interval 95%.

The result of this study showed a weak nonsignificant positive correlation between body mass index on HbA1c (r=0,202; p=0,113) in healthy adult male staff at Sanata Dharma University in Yogyakarta.


(3)

KORELASI BODY MASS INDEX TERHADAP HbA1c PADA STAF PRIA DEWASA SEHAT DI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Scolastika Christifide Permatasari 118114023

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

KORELASI BODY MASS INDEX TERHADAP HbA1c PADA STAF PRIA DEWASA SEHAT DI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Scolastika Christifide Permatasari 118114023

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2015


(5)

(6)


(7)

(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan, pendampingan, dan anugerah-Nya yang melimpah dan tanpa batas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c pada Staf Pria Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan dan dorongan motivasi dari berbagai pihak. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak atas bantuan yang telah diberikan baik waktu maupun tenaga, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. dr. Fenty, M. Kes., Sp. PK, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, memberi dukungan, dan masukan selama proses pengerjaan skripsi.

2. Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt dan Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi.

3. Universitas Sanata Dharma, Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

4. Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Betesdha Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam analisis darah untuk kepentingan penelitian.


(11)

5. Staf pria Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah bersedia untuk terlibat dalam penelitian sebagai responden.

6. Seluruh dosen Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan.

7. Kedua orangtuaku dan adik-adikku yang tak pernah berhenti memberikan cinta, kasih sayang, dukungan, dan motivasi kepadaku hingga saat ini.

8. Gregorius Satrio Kuncoro yang selalu sabar memberi dukungan, semangat dan motivasi kepadaku.

9. PSM Cantus Firmus yang telah memberikan pelajaran dan pengalaman yang sangat berharga.

10. Teman-teman FSM A 2011, FKK A 2011, dan semua angkatan 2011 yang telah bersama-sama berbagi suka dan duka di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

11. Teman-teman seperjuanganku dalam mengerjakan skripsi Bona, Sary, Vento, Bagas, Asri, Ocha, Avist, Deta, Vita, Lala, Lisa, Deby, dan Shinta.

12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(12)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat memberikan sumbangsih untuk ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 24 Agustus 2015

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 7

B. Tujuan Penelitian ... 8

1. Tujuan Umum ... 8


(14)

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 9

A. Antropometri ... 9

1. Body Mass Index ... 9

B. Obesitas Sentral ... 10

C. Resistensi Insulin ... 11

D. Diabetes Melitus... 12

E. HbA1c... 13

F. Landasan Teori ... 14

G. Hipotesis ... 16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17

B. Variabel Penelitian ... 17

C. Definisi Operasional ... 18

D. Responden Penelitian ... 18

E. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 20

G. Teknik Pengambilan Sampel ... 22

H. Instrumen Penelitian ... 23

I. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Observasi Awal ... 23

2. Permohonan Izin dan Kerjasama ... 23

3. Pembuatan Informed Consent dan Leaflet ... 24

4. Pencarian Responden ... 25


(15)

5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 26

6. Pengukuran Parameter Antropometri dan Pengambilan Darah ... 26

7. Pembagian Hasil Pemeriksaan ... 27

J. Analisis Data ... 27

K. Kesulitan Penelitian ... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Profil Karakteristik Responden ... 30

1. Umur ... 31

2. BMI ... 32

3. HbA1c ... 33

B. Perbandingan Rerata HbA1c terhadap Body Mass Index ≥ 25 kg/m2 dan Body Mass Index < 25 kg/m2 ... 35

C. Korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c ... 37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. Kesimpulan ... 40

B. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN ... 46


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kategori Body Mass Index ... 10

Tabel II. Kategori Nilai HbA1c ... 14

Tabel III. Panduan Interpretasi Uji Statistik ... 28

Tabel IV. Profil Karakteristik Responden ... 30

Tabel V. Perbandingan rerata HbA1c pada kelompok body mass index ≥ 25 kg/m2 dan body mass index < 25 kg/m2 ... 36

Tabel VI. Korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c ... 37


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Pencarian Responden Penelitian ... 19

Gambar 2. Grafik Distribusi Umur Responden ... 31

Gambar 3. Grafik Distribusi BMI Responden ... 33

Gambar 4. Grafik Distribusi HbA1c Responden ... 34


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Etichal Clearance ... 47

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ... 48

Lampiran 3. Surat Izin Peminjaman Tempat Penelitian ... 49

Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Laboratotium Responden ... 50

Lampiran 5. Leaflet Tampak Depan ... 51

Lampiran 6. Leaflet Tampak Belakang ... 51

Lampiran 7. Informed Consent ... 52

Lampiran 8. Pedoman Wawancara ... 53

Lampiran 9. Form Pengukuran Antropometri ... 54

Lampiran 10. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 55

Lampiran 11. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia Responden ... 56

Lampiran 12. Deskriptif dan Uji Normalitas BMI Responden ... 57

Lampiran 13. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c Responden ... 58

Lampiran 14. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c pada Kelompok BMI ≥ 25 kg/m2 dan < 25 kg/m2 ... 59

Lampiran 15. Uji Komparatif antara HbA1c pada Kelompok BMI ≥ 25 kg/m2 dan < 25 kg/m2 ... 60

Lampiran 16. Uji Korelasi Spearman antara BMI dan HbA1c ...60


(19)

INTISARI

Antropometri merupakan pengukuran pada berbagai macam dimensi tubuh dan komponen tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Salah satu pengukuran antropometri adalah pengukuran body mass index yang dapat menjadi salah satu dasar untuk mengetahui tingkat obesitas dari seseorang. Obesitas merupakan kondisi di mana terjadinya akumulasi lemak secara berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Obesitas dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi insulin yang kemudian mengakibatkan terjadinya penyakit diabetes melitus. Adanya risiko penyakit diabetes melitus dapat ditentukan dengan pengukuran kadar HbA1C. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui adanya korelasi antara body mass index (BMI) terhadap HbA1C pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara non-random purposive sampling. Jumlah responden yaitu sebanyak 66 staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini adalah BMI dan HbA1c. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk, uji komparatif dengan uji Mann-Whitney, dan uji korelasi menggunakan analisis Pearson dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi positif tidak bermakna dengan kekuatan lemah antara body mass index terhadap HbA1c (r=0,202; p=0,113) pada staf pria dewasa sehat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kata kunci : body mass index, HbA1C, diabetes melitus tipe 2


(20)

ABSTRACT

Anthropometry is the measurement of the various dimensions and parts of the body from various age and nutrient levels. One of the anthropometric measurement is the measurement of body mass index that can determine the level of a person’s obesity. Obesity is a condition where the excessive fat accumulation can harm our health. Obesity can cause a decrease in insulin production which leads to diabetes mellitus. The risk of diabetes mellitus can be determined by measuring the levels of HbA1c. The purpose of this study is to determine the correlation between body mass index (BMI) on HbA1c in healthy adult male staff at Sanata Dharma University in Yogyakarta.

This research includes observational analytic cross-sectional design. Sampling was done by a non-random purposive sampling. The total number of respondents was 66 healthy adult male staff of Sanata Dharma University in Yogyakarta. The measurements done were BMI and HbA1c. The research data were analyzed using the Kolmogorov-Smirnov and Shapiro-Wilk normality test, Mann-Whitney comparative test, and Pearson correlation test with confidence interval 95%.

The result of this study showed a weak nonsignificant positive correlation between body mass index on HbA1c (r=0,202; p=0,113) in healthy adult male staff at Sanata Dharma University in Yogyakarta.

Keywords : body mass index, HbA1c, diabetes mellitus type 2


(21)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi pada penderita. Diabetes melitus terjadi karena kurangnya produksi insulin atau tidak efektifnya insulin yang diproduksi yang kemudian dapat merusak banyak sistem terutama pembuluh darah dan saraf (WHO, 2014). Diabetes melitus telah menjadi masalah kesehatan yang terjadi pada semua umur. Berdasarkan data statistik tahun 2011 dari American Diabetes Association bahwa sekitar 25,8 juta orang di Amerika menderita diabetes dengan prevalensi pada pria berumur 20 tahun ke atas sebesar 11,8% dan pada wanita berumur 20 tahun ke atas sebesar 10,8%. Berdasarkan penelitian lain di Spanyol menghasilkan data bahwa prevalensi diabetes pada pria dewasa lebih tinggi daripada wanita dewasa dengan p<0,001.

Menurut International Diabetes Federation, lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun terkena diabetes dengan Indonesia menempati urutan ketujuh sebagai negara dengan prevalensi diabetes tertinggi. Departemen Kesehatan Indonesia juga memperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Departemen Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI (2013) prevalensi diabetes terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 1,5% dengan prevalensi tertinggi terdapat di DI Yogyakarta yakni sebesar 2,6%. Prevalensi diabetes terdiagnosis dokter tertinggi terdapat pada


(22)

kelompok umur 55-64 tahun sebesar 4,8%, pada data tersebut diketahui bahwa seiring bertambahnya usia risiko terjadinya diabetes semakin tinggi.

Berdasarkan data-data dari beberapa penelitian dapat diperkirakan prevalensi diabetes akan terus meningkat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa diabetes terjadi seiring dengan peningkatan body mass index (BMI). Kelebihan berat badan (overweight) dengan nilai BMI 25-30 atau obesitas dengan nilai BMI lebih dari 30 dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, tekanan darah, stroke, diabetes, arthritis, beberapa jenis kanker, dan gangguan pernapasan (Hiza, Pratt, Mardis, dan Anand, 2000).

Antropometri didefinisikan sebagai pengukuran pada berbagai macam dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan gizi. Pengukuran antropometri dilakukan untuk mengetahui adanya kelebihan glukosa dalam tubuh yang dapat menjadi risiko penyebab diabetes. Pengukuran antropometri meliputi berat badan, tinggi badan, BMI, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit (NHANES, 2004). Pengukuran antropometri yang sesuai untuk mengetahui tingkat obesitas seseorang adalah pengukuran BMI.

Pada orang yang obesitas, kemungkinan terjadinya resistensi insulin lebih tinggi karena terdapat peningkatan produksi asam lemak bebas yang terakumulasi di jaringan sehingga menyebabkan tubuh lebih banyak menggunakan asam lemak bebas tersebut sebagai sumber energi. Oleh karena tubuh lebih banyak menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi, maka glukosa dalam tubuh yang seharusnya digunakan sebagai sumber energi menjadi tidak terpakai


(23)

dan mengalami akumulasi di dalam tubuh. Hal ini kemudian mengakibatkan terjadinya resistensi insulin dan meningkatkan kadar HbA1c dalam darah (Sulistyoningrum, 2010).

Diabetes melitus dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap HbA1c yang menunjukkan rata-rata kadar gula selama 6 sampai 12 minggu. HbA1c digunakan sebagai kontrol gula darah dalam monitoring pengobatan diabetes. Tes HbA1c ini didasarkan pada ikatan glukosa dengan hemoglobin di mana hemoglobin merupakan suatu protein dalam sel darah merah dengan siklus hidup yaitu selama 3 bulan (WHO, 2011).

Responden penelitian ini adalah pria dewasa dengan rentang umur 40-50 tahun yang termasuk dalam kategori middle-adulthood (40-60 tahun), menurut Santrock (2004). Middle-adulthood merupakan periode transisi antara usia dewasa dini dan usia lanjut di mana pada periode ini mulai terjadi penurunan keterampilan fisik dan fungsi organ (Papalia, Olds, and Feldman, 2008).

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian korelasi body mass index terhadap HbA1c perlu dilakukan untuk mengetahui adanya korelasi positif bermakna antara body mass index (BMI) terhadap HbA1c pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi upaya pencegahan dan deteksi dini terhadap risiko munculnya penyakit diabetes melitus tipe 2.


(24)

1. Perumusan Masalah

Apakah terdapat korelasi positif yang bermakna antara body mass index (BMI) terhadap HbA1c pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta?

2. Keaslian Penelitian

a. “Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979 Medan” (Sarah dan Tjipta, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik consecutive sampling yang bertujuan untuk mengetahui hubungan Indeks Massa Tubuh dengan tekanan darah. Responden berjumlah 70 orang anak SD Negeri 064979 Medan yang memenuhi kriteria sampel. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai IMT seorang anak akan disertai dengan adanya peningkatan tekanan sistolik dengan r=0,323 dan p=0,006, dan tekanan diastolik dengan r=0,246 dan p=0,04. Ditemukan adanya hubungan antara IMT dengan tekanan darah yang bermakna dengan p<0,05, namun sifatnya sangat lemah karena nilai r<0,4.

b. “Korelasi Body Mass Index (BMI) dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar Trigliserida pada Staff Wanita Universitas Sanata Dharma” (Poerwowidjojo, 2011). Penelitian ini dilakukan menggunakan teknik non-random sampling dengan jenis purposive sampling. Jumlah responden sebanyak 57 orang staff wanita di Universitas Sanata Dharma dengan rentang usia 30-50 tahun. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dan uji korelasi Spearman dengan taraf


(25)

kepercayaan sebesar 95%. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terdapat korelasi positif bermakna antara BMI terhadap kadar trigliserida (r=0,444; p=0,001) dan korelasi positif bermakna dengan kekuatan lemah untuk korelasi abdominal skinfold thickness (r=0,375; p =0,004).

c. “Korelasi Body Mass Index (BMI) dan Abdominal Skinfold Thickness Terhadap Glukosa Darah Puasa” (Pika, 2011). Pada penelitian ini hasil yang didapatkan yaitu tidak terdapat korelasi yang bermakna antara BMI dan AST dengan kadar glukosa puasa. Nilai p untuk korelasi antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa sebesar 0,141 dan nilai p untuk korelasi antara AST dengan kadar glukosa darah puasa sebesar 0,077. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah pada penelitian tersebut parameter yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa dan pengukuran antropometri yang digunakan adalah BMI dan abdominal skinfold thickness serta penelitian tersebut dilakukan pada staf wanita Universitas Sanata Dharma berumur 30-50 tahun yang berjumlah 57 orang. d. “Waist Circumference, Body Mass Index, and Other Measures of Adiposity in Predicting Cardiovascular Disease Risk Factor among Peruvian Adults” (Knowles, 2011). Penelitian ini dilakukan di Peru pada 952 responden wanita dewasa dan 566 responden pria dewasa. Hasil yang didapatkan yaitu adanya korelasi positif antara BMI terhadap kadar trigliserida dengan p<0,001. Koefisien korelasi pada responden pria sebesar 0,462 dan pada responden wanita sebesar 0,437.


(26)

e. “Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Levels among some Nigerian Undergraduates” (Onyesom, Oweh, Etumah, and Josiah, 2013). Penelitian ini dilakukan pada 253 mahasiswa Nigeria. Hasil yang ditemukan yaitu terdapat korelasi positif yang lemah antara BMI dan kadar glukosa darah pada subyek pria (r=0,43; n=151; p ≤ 0,05), sedangkan pada subyek wanita menunjukkan korelasi positif signifikan (r=0,53; n=102; p ≤ 0,05).

f. “Pengaruh dan Hubungan antara Body Mass Index dengan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post-Prandial” (Stephanie, 2007). Penelitian ini dilakukan pada 50 responden wanita dengan menggunakan metode observasional analitik dengan rancangan pengambilan sampel secara cross-sectional. Hasil yang didapatkan yaitu kadar glukosa darah puasa pada kelompok wanita yang mengalami obesitas berbeda tidak signifikan dengan kelompok wanita yang tidak mengalami obesitas (p=0,089), terdapat hubungan linier yang lemah antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,042).

g. “Hubungan Obesitas dengan Kadar HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moelek Provinsi Lampung” (Putri dan Larasati, 2013). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik accidental sampling dengan jumlah responden 46 orang dan analisis data dilakukan dengan uji Fisher. Hasil yang didapatkan yaitu tidak terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar HbA1c (p(2 arah) = 1,000 dan p(1 arah) = 0,579).


(27)

h. “Diabetes melitus difined by hemoglobin A1c value: Risk characterization among Japanese subjects in the JPHC Diabetes Study” (Kato, Takahashi, Matsushita, Mizoue, Inoue, Kadowaki, et al., 2011). Penelitian ini dilakukan pada 9223 responden di Jepang dengan follow up selama 5 tahun. Pada responden wanita dengan nilai body mass index ≥ 25 kg/m2 lebih berisiko menderita diabetes melitus 2,64 kali dibandingkan responden wanita dengan nilai body mass index < 25 kg/m2 berdasarkan hasil tes HbA1c.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai body mass index yang berkaitan dengan obesitas dan memberikan gambaran adanya korelasi antara body mass index dengan pengukuran HbA1c pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan dari staf pria di Universitas Sanata Dharma, menambah wawasan para peneliti lain dalam bidang kesehatan mengenai hubungan antara body mass index terhadap HbA1c, serta dapat dijadikan masukan bagi masyarakat umum untuk melakukan pola hidup sehat sebagai sarana untuk meningkatkan pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular.


(28)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara body mass index (BMI) terhadap HbA1c pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :

a. Mengukur body mass index staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Mengukur HbA1c staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(29)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Antropometri

Antropometri berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu “anthropo” yang berarti manusia dan “metron” yang berarti pengukuran. Antropometri merupakan suatu metode pengukuran tubuh yang meliputi dimensi tulang, otot, dan jaringan adiposa. Pengukuran jaringan adiposa sangat penting karena dapat menggambarkan peningkatan risiko terjadinya hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, batu empedu, arthritis, kanker, dan penyakit lainnya. Antropometri meliputi pengukuran tubuh manusia yaitu berat badan, tinggi badan, lingkar (kepala, pinggang, tungkai), panjang tungkai, lebar (bahu, pergelangan tangan), dan ketebalan lipatan kulit (Preedy, 2012; NHANES, 2004).

Pengukuran dimensi tubuh dengan menggunakan metode antropometri dapat digunakan untuk mengetahui adanya faktor risiko dari penyakit diabetes, cardiovascular disease (CVD), kanker, dan masalah kesehatan lainnya (Hoffman, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Onyesom, et al., (2013), terdapat korelasi yang positif antara body mass index dan kadar glukosa darah.

1. Body Mass Index

Body mass index (BMI) merupakan rasio perbandingan antara berat badan dan tinggi badan seseorang. Nilai BMI normal yaitu berkisar antara 18,5-24,9 kg/m2. BMI biasanya dikaitkan dengan body fat (lemak tubuh). Nilai BMI tinggi biasanya berarti nilai body fat juga tinggi. Peningkatan nilai BMI ataupun body fat dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit. Kelebihan berat badan


(30)

(overweight) dengan nilai BMI 25-30 atau obesitas dengan nilai BMI lebih dari 30 dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, tekanan darah, stroke, diabetes, arthritis, beberapa jenis kanker, dan gangguan pernapasan (Hiza et al., 2000).

������������� = ���������� (��)

����������� (�²)

Risiko terjadinya penyakit jantung koroner, stroke iskemik, dan diabetes melitus tipe 2 searah dengan meningkatnya body mass index. Peningkatan body mass index juga dapat memicu risiko terjadinya kanker payudara, kanker usus, kanker prostat, kanker endometrium, kanker ginjal, dan kanker kantong kemih. Rata-rata body mass index untuk mencapai kesehatan yang optimum yaitu dalam rentang 21-23 kg/m2 pada populasi orang dewasa, namun nilai normal body mass index yang harus dijaga oleh setiap individu adalah dalam rentang nilai 18,5-24,9 kg/m2 (World Health Organization, 2015).

Tabel I. Kategori Body Mass Index (Hiza et al., 2000)

BMI (kg/m2) Kategori

< 18,5 Underweight

18,5-24,9 Normal weight

25-29,9 Overweight

≥ 30 Obese

B. Obesitas Sentral

Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terjadi akumulasi lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas sentral merupakan salah satu jenis obesitas dengan penimbunan lemak di bagian abdominal tubuh. Obesitas sentral berperan besar dalam perkembangan penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes, dan penyakit yang lainnya menjadi lebih cepat. Lima jenis faktor risiko


(31)

obesitas yaitu jenis kelamin, pendapatan, usia, pengetahuan, dan body mass index (BMI). Obesitas juga dapat terjadi ketika jumlah kalori yang masuk lebih banyak daripada jumlah kalori yang dikeluarkan. Ketidakseimbangan energi yang masuk dengan yang digunakan ini kemudian menyebabkan penambahan berat badan dan obesitas (Hidayatulloh, Nurhanasah, Irawan, Firdaus, Isnaini, Anggraeni dkk, 2011).

Obesitas berpengaruh terhadap sensitivitas insulin yaitu dengan cara menurunkan produksi adiponektin dan adipokin di mana adiponektin berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas reseptor terhadap insulin sehingga jika produksi keduanya menurun maka insulin menjadi kurang sensitif untuk berikatan dengan reseptor insulin akibatnya efek insulin menjadi lemah. Pengaruh lainnya yaitu pada kondisi obesitas terjadinya peningkatan jumlah jaringan lemak yang berfungsi menghasilkan hormon resistin yang dapat mengganggu kerja insulin sehingga menyebabkan resistensi insulin. Selain itu pada kondisi obesitas terjadinya peningkatan produksi asam-asam lemak bebas yang lambat laun dapat menumpuk pada otot sehingga menyebabkan terganggunya kerja insulin (Sherwood, 2011).

C. Resistensi Insulin

Resistensi insulin dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan insulin untuk diproduksi pada konsentrasi yang efektif sehingga tidak dapat memenuhi aktivitas biologis yang diharapkan. Pada resistensi insulin, sel-sel hati tidak dapat merespon insulin dengan baik dan menyebabkan glukosa di aliran darah sulit


(32)

untuk diabsorpsi sehingga dibutuhkan insulin dalam jumlah yang lebih besar untuk mengikat glukosa (Yki-Järvinen, 2011).

Konsentrasi insulin yang tinggi dapat mengakibatkan reseptor insulin melakukan pengaturan sendiri (self regulation) yaitu dengan cara menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hiperinsulinemia juga dapat mengakibatkan desentisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor yaitu penurunan aktivasi kinasi reseptor, translikasi glucose transpoter, dan aktivasi glycogen synthase. Pada resistensi insulin terjadi peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik). Pada tahap ini, sel β pankreas mengalami adaptasi diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif, dan pada akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin (Dipiro, 2008).

D. Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena faktor genetik yang terjadi karena kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau tidak efektifnya insulin yang diproduksi. Kurangnya produksi insulin pada peningkatan kadar glukosa dalam darah dapat merusak banyak sistem terutama pembuluh darah dan syaraf. Risiko diabetes meningkat dengan adanya kelebihan berat badan atau obesitas. Diabetes melitus dibagi dalam dua kategori yaitu diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena adanya defisiensi absolut insulin akibat kerusakan sel β pankreas. Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kurangnya kemampuan jaringan perifer merespon insulin (resistensi


(33)

insulin) dan terjadinya disfungsi sel β sehingga mengakibatkan kurangnya sekresi insulin (WHO, 2014).

Menurut American Diabetes Association (2010), kriteria diagnosis diabetes dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan

sebagai tidak ada asupan kalori sekurangnya selama 8 jam.

b. Uji toleransi glukosa oral (OGTT) yang abnormal jika glukosa > 200 mg/dL 2 jam setelah pemberian karbohidrat standar.

c. Glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL dengan gejala dan tanda klasik. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukan, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. International Diabetes Federation (2013) memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM. Sebesar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50 juta orang yang menderita DM di Asia Tenggara dengan umur berkisar antara 40-59 tahun.

E. HbA1c

Pengukuran HbA1c atau pengukuran hemoglobin terglikasi merupakan jenis pengukuran yang penting digunakan untuk diabetes. HbA1c menunjukkan rata-rata kadar gula darah selama 6 sampai 12 minggu dan digunakan sebagai kontrol gula darah sebagai monitoring pengobatan diabetes. Pada orang yang diabetes, gula darah yang menumpuk akan bergabung dan terglikasi bersama


(34)

dengan hemoglobin. Oleh karena itu, jumlah rata-rata gula darah dapat ditentukan dengan mengukur kadar hemoglobin A1C. Jika kadar glukosa darah tinggi maka nilai HbA1c juga tinggi (American Diabetes Association, 2014).

Berdasarkan American Diabetes Association (2014), nilai normal HbA1c yaitu < 5,7%, nilai HbA1c 5,7%-6,4% menunjukkan adanya peningkatan risiko diabetes (prediabetes), dan nilai 6,5% ke atas menunjukkan adanya diabetes. Semakin tinggi hemoglobin A1C, maka semakin tinggi pula pengembangan komplikasi penyakit yang berkaitan dengan diabetes.

Tabel II. Kategori Nilai HbA1c (American Diabetes Association, 2014)

Kategori Nilai HbA1c (%)

Normal < 5,7

Prediabetes 5,7-6,4

Diabetes ≥ 6,5

F. Landasan Teori

Antropometri merupakan jenis pengukuran dimensi tubuh dengan parameter berat badan, tinggi badan, BMI, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit. Jenis pengukuran antropometri ini banyak digunakan karena metodenya yang sederhana dan murah. Salah satu jenis pengukuran antropometri yaitu pengukuran body mass index (BMI) (NHANES, 2004).

Pengukuran BMI digunakan sebagai parameter nilai body fat yang kemudian dapat menunjukkan adanya peningkatan berat badan yang mengindikasikan kelebihan berat badan atau obesitas. Kelebihan berat badan ditandai dengan nilai BMI ≥ 25 kg/m2. Pada orang obesitas terjadi penurunan


(35)

produksi adiponektin dan adipokin yang mengakibatkan penurunan sensitivitas dari reseptor insulin selain itu juga terjadi peningkatan hormon resisten yang dapat mengganggu kerja insulin dan menyebabkan resistensi insulin. Peningkatan produksi asam-asam lemak bebas juga terjadi pada orang yang mengalami obesitas, asam-asam lemak bebas ini kemudian dapat menumpuk pada otot dan mengganggu kerja insulin (Hiza et al., 2000; Sherwood, 2011).

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena faktor genetik karena kurangnya produksi insulin oleh pankreas atau tidak efektifnya insulin yang diproduksi. Pada penderita diabetes melitus tipe 2, terjadi resistensi insulin yaitu kurangnya kemampuan jaringan perifer untuk merespon insulin. HbA1c atau hemoglobin terglikasi merupakan protein yang terbentuk dari reaksi antara glukosa dan hemoglobin. Pengukuran HbA1c atau pengukuran hemoglobin terglikasi merupakan jenis pengukuran yang penting digunakan untuk diabetes. HbA1c menunjukkan rata-rata kadar gula darah selama 6 sampai 12 minggu dan digunakan sebagai kontrol gula darah sebagai monitoring pengobatan diabetes (WHO, 2014; American Diabetes Association, 2014).

Berdasarkan American Diabetes Association (2014), nilai normal HbA1c yaitu < 5,7%, nilai HbA1c 5,7%-6,4% menunjukkan adanya peningkatan risiko diabetes (prediabetes), dan nilai 6,5% ke atas menunjukkan adanya diabetes. Semakin tinggi hemoglobin A1C, maka semakin tinggi pula pengembangan komplikasi penyakit yang berkaitan dengan diabetes.


(36)

G. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat korelasi positif yang bermakna antara body mass index (BMI) terhadap HbA1c pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan secara potong lintang (cross sectional). Rancangan penelitian potong lintang merupakan rancangan penelitian mengenai korelasi antara faktor risiko dan faktor efek. Faktor risiko merupakan suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya efek sedangkan faktor efek merupakan suatu akibat dari faktor risiko (Notoatmodjo, 2010).

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis korelasi antara body mass index (BMI) terhadap HbA1c. Body mass index (BMI) digunakan sebagai faktor risiko dan HbA1c bertindak sebagai faktor efek. Pengambilan data dari responden dilakukan hanya satu kali saja pada saat tertentu tanpa adanya tindak lanjut atau pengulangan. Data penelitian yang diperoleh diolah secara statistik untuk menganalisis korelasi antara faktor risiko terhadap faktor efek.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Body mass index (BMI) (kg/m2) 2. Variabel tergantung

HbA1c (%)

3. Variabel pengacau :


(38)

b. Tidak terkendali : aktivitas, gaya hidup responden, dan keadaan patologis.

C. Definisi Operasional

1. Responden adalah 66 staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang masih aktif dan bersedia ikut serta dalam penelitian ini, dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

2. Karakteristik penelitian meliputi demografi, pengukuran antropometri dan hasil pemeriksaan laboratorium. Karakteristik demografi pada penelitian ini adalah usia, pengukuran antropometri meliputi tinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk mengukur body mass index (BMI) dan hasil pemeriksaan laboratorium yang dianalisis adalah nilai HbA1c.

3. Pengukuran BMI adalah pengukuran berat badan (kg) dibandingkan dengan tinggi badan (m2).

4. Standar yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Kategori body mass index (BMI) menurut Hiza et al. (2000) dengan kisaran nilai normal yaitu 18,5-24,9 kg/m2.

b. Standar kadar HbA1c menurut American Diabetes Association (2014) dengan nilai normal yaitu < 5,7%.

D. Responden Penelitian

Responden penelitian yaitu staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma yang masih aktif dan bersedia bekerja sama dalam penelitian ini, serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma


(39)

Yogyakarta yang bersedia ikut dan bekerja sama dalam penelitian serta mengisi informed consent, dan responden harus berumur antara 40-50 tahun. Kriteria eksklusi yang ditentukan antara lain, tidak hadir saat pengambilan data, menderita penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia, dan kardiovaskuler, mengonsumsi obat-obatan rutin, serta hasil pemeriksaan responden yang tidak lengkap.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Personalia Universitas Sanata Dharma diketahui jumlah staf pria sebanyak 446 orang. Jumlah staf pria dengan rentang usia 40-50 tahun sebanyak 194 orang dan yang bersedia untuk menjadi responden dan telah mengisi serta menandatangani informed consent sebanyak 78 orang.

Gambar 1. Skema Pencarian Responden Penelitian

Pengambilan data dilakukan sebanyak dua kali yang dilaksanakan di Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tanggal 25 September 2014 dan di Kampus II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tanggal 26

Total staf pria USD sebanyak 466 orang

194 pria berusia 40-50 tahun

78 responden menandatangani informed consent

12 responden tidak hadir 66 orang responden


(40)

September 2014. Pada pengambilan data jumlah responden yang tidak hadir sebanyak 12 orang sehingga total data responden yang diperoleh sejumlah 66.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 25 September 2014 di Hall Utara Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada pukul 07.00-12.00 WIB dan pada tanggal 26 September 2014 di Ruang Seminar Gedung LPPM Kampus II Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada pukul 07.00-10.00 WIB.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan judul “Korelasi Pengukuran Antropometri terhadap Rasio Lipid dan HbA1c pada Staf Pria dan Wanita Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma”, serta “Laju Filtrasi Glomerulus Pada Staf Pria dan Wanita Dewasa Sehat dengan Formula Cockroft-Gault, Modification of Diet in Renal Disease, dan Chronic Kidney Disease Epidemiology di Universitas Sanata Dharma” dan telah memperoleh izin dari Universitas Sanata Dharma dan Komisi Etik Kedokteran UGM. Penelitian dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 14 orang anggota dengan kajian yang berbeda-beda dengan tujuan mengkaji korelasi antara pengukuran antropometri terhadap rasio lipid dan HbA1c serta membandingkan hasil nilai Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dengan formula Cockcroft-Gault (CG) standarisasi, Modification of Diet in Renal Disease (MDRD), dan Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration (CKD-EPI) dengan studi nilai LFG pada penelitian-penelitian sebelumnya. Topik penelitian yang dikaji yaitu korelasi Body Mass Index (BMI) terhadap HbA1c pada staf pria


(41)

dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma. Kajian yang diteliti dalam penelitian payung ini adalah :

a. Korelasi Body Mass Index (BMI) terhadap HbA1c pada Staf Pria Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

b. Korelasi Body Mass Index (BMI) terhadap HbA1c pada Staf Wanita Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

c. Korelasi Body Mass Index (BMI) terhadap Rasio Lipid pada Staf Pria Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

d. Korelasi Body Mass Index (BMI) terhadap Rasio Lipid pada Staf Wanita Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

e. Korelasi Body Fat Percentage (BFP) terhadap HbA1c Pada Staf Pria Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

f. Korelasi Body Fat Percentage (BFP) terhadap HbA1c pada Staf Wanita Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

g. Korelasi Body Fat Percentage (BFP) terhadap Rasio Lipid pada Staf Pria Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

h. Korelasi Body Fat Percentage (BFP) terhadap Rasio Lipid pada Staf Wanita Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

i. Korelasi Lingkar Pinggang (LP) dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap HbA1c pada Staf Pria Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.


(42)

j. Korelasi Lingkar Pinggang (LP) dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap HbA1c pada Staf Wanita Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

k. Korelasi Lingkar Pinggang (LP) dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap Rasio Lipid pada Staf Pria Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

l. Korelasi Lingkar Pinggang (LP) dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) terhadap Rasio Lipid pada Staf Wanita Dewasa Sehat Universitas Sanata Dharma.

m. Laju Filtrasi Glomerulus pada Staf Pria Dewasa Sehat dengan Formula Cockcroft-Gault Standarisasi, Modification of Diet in Renal Disease dan Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration di Universitas Sanata Dharma.

n. Laju Filtrasi Glomerulus pada Staf Wanita Dewasa Sehat dengan Formula Cockcroft-Gault Standarisasi, Modification of Diet in Renal Disease dan Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration di Universitas Sanata Dharma.

G. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian dilakukan dengan cara non-random sampling dengan jenis purposive sampling. Pengambilan sampel secara non-random merupakan teknin pengambilan sampel di mana tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai responden dan terdapat kriteria inklusi dan ekslusi yang sudah ditetapkan dalam penentuan


(43)

responden. Jenis purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan pertimbangan yang telah ditentukan oleh peneliti sehingga diharapkan responden dapat memberikan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010).

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan dengan merk Nagako® untuk mengukur berat badan dan meteran merk Height® untuk mengukur tinggi badan responden. Pengambilan darah menggunakan jarum suntik dan pengukuran kadar HbA1c menggunakan Cobas C 581® dilakukan oleh Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.

I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi Awal

Pada observasi awal ini dilakukan pencarian informasi mengenai jumlah staf di Universitas Sanata Dharma dan pencarian tempat yang tepat untuk mengumpulkan responden saat dilakukan penelitian serta pencarian laboratorium yang akan digunakan untuk menganalisis sampel darah responden. Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dipilih untuk melakukan pengambilan darah dan menganalisis sampel darah responden karena laboratorium tersebut telah terakreditasi.

2. Permohonan Izin dan Kerjasama

Permohonan izin untuk melakukan penelitian ini ditujukan kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh ethical clearance yang


(44)

kemudian diperoleh pada tanggal 14 Agustus 2014. Hal ini bertujuan untuk memenuhi etika penelitian menggunakan sampel darah dan hasil penelitian dapat dipublikasikan.

Permohonan izin kedua ditujukan kepada Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma. Permohonan izin ini bertujuan untuk memperoleh izin melakukan penelitian di lingkup Universitas Sanata Dharma, yang selanjutnya izin tersebut diteruskan ke Bagian Personalia untuk menggunakan responden staf di Universitas Sanata Dharma. Permohonan izin selanjutnya ditujukan kepada kepala Biro Layanan Umum untuk peminjaman ruangan yang digunakan untuk penelitian.

Permohonan kerjasama untuk pengambilan dan analisis darah, diajukan ke bagian Laboratorium Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Penawaran kerjasama juga ditujukan kepada responden penelitian dengan menggunakan informed consent.

3. Pembuatan Informed Consent dan Leaflet

Pemberian leaflet bertujuan untuk membantu responden dalam memahami gambaran mengenai penelitian ini. Konten/isi dari leaflet ini antara lain yaitu tujuan penelitian, manfaat penelitian yang diterima responden, pengukuran antropometri meliputi pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul-panggul, body fat percentage, dan body mass index, serta pemeriksaan laboratorium yang meliputi, rasio lipid, dan HbA1c.

Informed consent ditujukan sebagai bukti mengenai kesediaan calon responden untuk dapat mengikuti penelitian ini secara sukarela. Pembuatan


(45)

informed consent ini sesuai dengan standar yang dikeluarkan Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah mendapat penjelasan responden yang bersedia mengikuti penelitian diminta untuk mengisi data berupa nama, jenis kelamin, usia, tempat tanggal lahir, alamat, nomor telepon atau handphone, dan menandatangani informed consent.

4. Pencarian Responden

Waktu pencarian responden dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma dan persetujuan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Izin tersebut diteruskan ke Kepala Bagian Personalia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta untuk meminta informasi mengenai staf yang masuk kriteria inklusi. Setelah mendapat informasi, peneliti mulai mencari staf tersebut untuk ditawari sebagai responden. Calon responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian akan diberikan informed consent, yang selanjutnya diisi oleh responden sebagai bukti kesediaannya untuk mengikuti penelitian ini. Responden juga kemudian diberi informasi mengenai tempat dan waktu pelaksanaan penelitian.

Setelah melakukan pencarian ke seluruh staf berdasarkan informasi yang didapat, tidak semua staf bersedia menjadi responden karena berbagai alasan dan ada beberapa yang tidak dapat ditemui. Berdasarkan hasil pencarian yang telah dilakukan dari 194 staf pria yang berusia 40-50 tahun hanya 78 orang yang masuk dalam kriteria yang telah ditetapkan dan bersedia menjadi responden, serta


(46)

menandatangani informed consent, dan hanya 66 orang yang dapat hadir pada saat penelitian.

5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Suatu instrumen perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas sehingga didapatkan data yang valid. Suatu instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan untuk mengukur berkali-kali memiliki hasil pembacaan yang sama (Sugiyono, 2010).

Instrumen yang baik adalah instrumen yang memiliki presisi, digambarkan dengan koefisien variansi (CV) yang baik. Suatu alat kesehatan dikatakan realibel dan memiliki presisi yang baik jika nilai CV ≤ 5% (Departemen Kesehatan RI, 2011).

Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini dilakukan pada timbangan berat badan merk Nagako® dan meteran merk Height® dengan jumlah replikasi pada masing-masing instrumen sebanyak lima kali. Nilai CV yang didapatkan untuk timbangan berat badan sebesar 0,455% dan nilai CV untuk meteran sebesar 0,173%. Kedua instrumen ini dikatakan reliabel karena memiliki nilai CV ≤ 5%. Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen Cobas C 581® yang digunakan untuk mengukur kadar HbA1c dilakukan oleh Laboratoium Patologi Klinik Rumah Sakit Betesdha Yogyakarta.

6. Pengukuran Parameter Antropometri dan Pengambilan Darah

Pengukuran parameter dilakukan pada bulan September 2014 dalam 2 tahap yaitu pada tanggal 25 September 2014 dan tanggal 26 September 2014 di


(47)

Kampus II dan III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Parameter yang diukur meliputi body mass index (BMI) dan nilai HbA1c. Pengukuran antropometri yang dilakukan peneliti meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan yang digunakan untuk menghitung BMI dan pengambilan darah dilakukan oleh Laboratoium Patologi Klinik Rumah Sakit Betesdha Yogyakarta untuk memperoleh nilai HbA1c.

7. Pembagian Hasil Pemeriksaan

Setelah mendapatkan hasil pemeriksaan darah dari Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Bethesda, peneliti langsung memberikan hasil pengukuran antropometri dan analisis darah kepada responden. Peneliti juga memberikan penjelesan secara langsung kepada responden mengenai hasil pemeriksaan tersebut dan memberikan saran kepada responden jika terdapat hasil yang tidak sesuai dengan nilai normal.

J. Analisis Data

Data diolah secara statistik dengan taraf keperayaan 95% dengan menggunakan program komputerisasi. Langkah pertama yang dilakukan adalah uji normalitas data untuk melihat distribusi normal data. Data yang dianalisis meliputi usia, body mass index, dan HbA1c. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov jika sampel > 50 responden, dan menggunakan uji Shapiro-Wilk jika sampel ≤ 50 responden. Suatu data yang memiliki distribusi tidak normal jika nilai p<0,05. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirov karena jumlah sampel yang dihitung > 50 yaitu sebanyak 63.


(48)

Tabel III. Panduan Interpretasi Uji Statistik (Dahlan, 2009)

No Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan korelasi (r)

0,00-0,199 Sangat lemah 0,20-0,399 Lemah 0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Sangat kuat 2. Nilai signifikansi

(p)

p < 0,05 Terdapat korelasi bermakna antara dua variabel yang diuji.

p > 0,05 Tidak terdapat korelasi bermakna antara dua variabel yang diuji.

3. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya. -(negatif) Berlawanan arah,

semakin besar nilai satu variabel semakin kecil nilai variabel lainnya. Setelah uji distribusi normal dilakukan uji komparatif. Sebelum dilakukan uji komparatif, yang pertama kali dilakukan adalah uji normalitas antara dua kelompok data yaitu HbA1c dengan body mass index ≥ 25 kg/m2 dan HbA1c dengan body mass index < 25 kg/m2. Uji normalitas yang digunakan untuk dua kelompok data tersebut adalah uji Shapiro-Wilk karena jumlah data pada masing-masing kelompok < 50. Hasilnya yaitu salah satu kelompok data tidak terdistribusi normal sehingga uji komparatif yang digunakan adalah Mann-Whitney. Pada uji komparatif, kelompok data dikatakan tidak berbeda bermakna jika nilai p>0,05.


(49)

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah uji korelasi untuk data yang terdistribusi normal digunakan uji Pearson sedangkan jika data terdistribusi tidak normal menggunakan uji Spearman. Uji korelasi yang dilakukan penelitian adalah uji Pearson karena kedua kelompok data terdistribusi normal. Suatu korelasi dianggap bermakna jika nilai p<0,05 (Dahlan, 2009).

K. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah sulit mencari responden yang bersedia untuk bekerja sama dalam penelitian ini karena pencarian responden dilakukan satu per satu dan jadwal kerja calon responden yang berbeda-beda dan tidak sesuai dengan jadwal penelitian, serta sulit memantau kepatuhan berpuasa pada responden penelitian.


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Karakteristik Responden

Penelitian ini dilakukan di Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan jumlah responden yaitu 66 karyawan laki-laki yang berusia 40-50 tahun. Namun, terdapat 3 pencilan data sampel sehingga jumlah sampel yang digunakan yaitu sebanyak 63. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan yaitu secara purposive sampling dimana sampel yang diambil adalah karyawan laki-laki Universitas Sanata Dharma yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis karakteristik responden meliputi umur, body mass index (BMI), dan profil HbA1c diolah dengan menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data. Uji Kolmogorov-Smirnov dilakukan untuk jumlah responden lebih dari 50 orang dengan nilai kriteria normal signifikansi (p)>0,05. Normalitas data juga dapat dapat digambarkan melalui histogram dimana data dikatakan normal jika simetris, tidak miring ke kiri ataupun ke kanan, tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Tabel IV. Profil Karakteristik Responden No Karakteristik Profil

(n=63)

Signifikansi (p)

1. Umur (tahun) 44 (40-50)* 0,07

2. BMI (kg/m2) 24,88 ± 3,43** 0,20

3. HbA1c 5,59 ± 0,36** 0,17

Keterangan : * Median (minimum-maksimum) ** Mean ± SD

p>0,05 = data terdistribusi normal


(51)

1. Umur

Responden pada penelitian ini adalah pria dewasa dengan rentang umur 40-50 tahun. Uji normalitas responden menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan taraf kepercayaan sebesar 95%. Nilai signifikasi distribusi umur responden yang diperoleh adalah 0,07 sehingga dapat dikatakan bahwa data umur responden terdistribusi normal. Ukuran pemusatan umur dinyatakan dalam median yaitu 44 dan ukuran penyebaran dinyatakan dalam minimum-maksimum yaitu 40-50.

Gambar 2. Grafik Distribusi Umur Responden

Rentang umur responden dalam penelitian ini termasuk dalam kategori middle-adulthood yaitu 40-60 tahun (Santrock, 2004). Middle-adulthood merupakan suatu transisi antara usia dewasa dini dan usia lanjut di mana pada periode middle-adulthood mulai terjadi penurunan keterampilan fisik dan fungsi organ (Papalia et al., 2008). Responden pada penelitian ini termasuk dalam


(52)

Berdasarkan penelitian Lee, Lim, Baek, Park, and Park (2015), yang dilakukan pada responden pria dan wanita berumur 40-69 tahun menunjukkan bahwa pada pria dengan rata-rata umur 50,33 tahun memiliki angka prevalensi diabetes melitus yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (6,67% vs 5,16%; p<0,032). Menurut American Diabetes Association (2013), semakin bertambah umur seseorang maka semakin besar risiko terjadinya penyakit diabetes. Pada penelitian yang dilakukan oleh Tilaki and Heidari (2015), yang dilakukan pada 1000 responden berumur 20-80 tahun menunjukkan hasil yaitu prevalensi diabetes pada pria lebih tinggi (14,4%) dibandingkan pada wanita (13,5%) dengan nilai p=0,65 dan ditemukan juga bahwa prevalensi diabetes secara signifikan lebih tinggi pada umur > 60 tahun dengan p=0,001. Hasil penelitian tersebut mendukung penelitian sekarang yakni terdapat kemungkinan peningkatan terjadinya diabetes melitus 2 seiring bertambahnya usia karena dengan bertambahnya usia pada periode middle-adulthood terjadi penurunan keterampilan fisik dan penurunan fungsi organ.

2. BMI

Hasil rata-rata BMI responden yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 24,88 kg/m2 dengan nilai tertinggi 34,32 kg/m2 yang termasuk dalam kategori obesitas dan nilai terendah 15,98 kg/m2 yang termasuk dalam kategori underweight. Uji normalitas nilai BMI menggunakan Kolmogrov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95%. Nilai signifikansi yang diperoleh dari uji normalitas BMI responden sebesar 0,20 yang menunjukkan bahwa data BMI terdistribusi normal.


(53)

Menurut Bays, Chapman, and Grandy (2007) yang membandingkan data dari SHIELD dan NHANES mengenai hubungan antara body mass index dengan diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia. Jumlah responden untuk SHIELD sebanyak 127.420 orang dengan rata-rata BMI sebesar 27,8 kg/m2 dan pada NHANES sebanyak 4257 orang dengan rata-rata BMI sebesar 27,9 kg/m2. Peningkatan BMI berbanding lurus dengan peningkatan prevalensi terjadinya diabetes melitus dengan nilai signifikansi pada SHIELD dan NHANES sebesar 0,001. Berdasarkan data-data dari kedua national survey tersebut diketahui bahwa semakin tinggi BMI maka semakin tinggi pula risiko terjadinya diabetes melitus, hipertensi, dan dislipidemia.

Gambar 3. Grafik Distribusi BMI Responden 3. HbA1c

Nilai rerata HbA1c responden yang didapat pada penelitian ini yaitu sebesar 5,59% yang termasuk dalam kategori berisiko terkena diabetes. Kadar


(54)

HbA1c tertinggi yaitu sebesar 6,64% yang termasuk dalam kategori diabetes dan kadar HbA1c terendah sebesar 4,66% yang termasuk dalam kategori normal. Uji normalitas kadar HbA1c pada responden menggunakan Kolmogrov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95% menghasilkan nilai p=0,17 dimana hal ini menunjukkan bahwa data terdistribusi normal.

Gambar 4. Grafik Distribusi HbA1c Responden

Menurut World Health Organization (2011), HbA1c direkomendasikan sebagai salah satu tes untuk mendiagnosa diabetes. Tes HbA1c didasarkan pada ikatan glukosa dengan hemoglobin suatu protein dalam sel darah merah yang mengikat oksigen. Sel-sel darah merah di dalam tubuh akan hidup selama 3 bulan. Dengan demikian tes HbA1c dapat mencerminkan rata-rata glukosa darah seseorang selama 3 bulan terakhir.

Pada tahun 2009 International Expert Committee juga merekomendasikan tes HbA1c sebagai salah satu tes yang dapat membantu mendiagnosa diabetes tipe 2 dan pradiabetes, karena tes HbA1c tidak memerlukan


(55)

puasa dan darah dapat diambil setiap waktu untuk dilakukan tes. Dengan adanya kemudahan dalam melakukan tes ini para peneliti berharap hal ini dapat menarik lebih banyak orang untuk melakukan tes sehingga dapat menurunkan jumlah penderita diabetes yang tidak terdiagnosa.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Chen, Lin, Chong, Chen, Chao, Chen et al. (2015), yang melibatkan 5.277 responden dengan 7% diantaranya menderita diabetes ditemukan hasil yaitu setiap 1% peningkatan nilai HbA1c secara positif berhubungan dengan kenaikan risiko dari penyakit kardivaskular (HR: 1,2; 95% CI: 1,08-1,34) dan risiko kematian (HR: 1,14; 95% CI: 1,03-1,26). Responden dengan nilai HbA1c ≥ 7,5% secara signifikan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (HR: 1,82; 95% CI: 1,01-3,26) dan menyebabkan kematian (HR: 2,45; 95% CI: 1,45-4,14).

B. Perbandingan Rerata HbA1c terhadap Body Mass Index ≥ 25 kg/m2 dan Body Mass Index < 25 kg/m2

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan data berdasarkan nilai body mass index terhadap HbA1c. Analisis komparatif bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara variabel bebas dengan HbA1c. Responden dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan nilai BMI yaitu kelompok dengan BMI ≥ 25 kg/m2 dan kelompok dengan BMI < 25 kg/m2.

Jumlah responden yang memiliki nilai BMI ≥ 25 kg/m2 sebanyak 33 orang dan

jumlah responden yang memiliki nilai BMI < 25 kg/m2 sebanyak 30 orang.

Uji komparatif dilakukan setelah mengetahui hasil dari uji normalitas data yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang


(56)

bermakna antara nilai HbA1c pada BMI ≥ 25 kg/m2 dan BMI < 25 kg/m2. Uji

normalitas yang digunakan yaitu Shapiro-Wilk karena jumlah data pada masing-masing kelompok < 50. Hasil uji normalitas dari kedua kelompok yaitu pada kelompok BMI ≥ 25 kg/m2 (n=33) data terdistribusi normal dengan nilai p=0,400

dan pada kelompok BMI < 25 kg/m2 (n=30) tidak terdistribusi normal dengan nilai p=0,031. Berdasarkan hasil uji normalitas dari kedua kelompok data menunjukkan salah satu kelompok data tidak terdistribusi normal, maka uji komparatif yang digunakan adalah uji Mann-Whitney. Berikut hasil dari uji komparatif rerata HbA1c pada dua kelompok data :

Tabel V. Perbandingan rerata HbA1c pada kelompok body mass index ≥ 25 kg/m2 dan body mass index < 25 kg/m2

Body mass index

≥ 25 kg/m2 (n=33)

Body mass index < 25 kg/m2

(n=30)

Signifikansi (p) Nilai HbA1c (%) 5,63 ± 0,39* 5,55 ± 0,32* 0,191 *= Mean ± SD

Nilai signifikansi p>0,05 pada uji komparatif menunjukkan adanya perbedaan yang tidak bermakna antara kedua kelompok data. Hasil uji komparatif menunjukkan nilai p=0,167 yang berarti bahwa data HbA1c pada body mass index ≥ 25 kg/m2 dengan data HbA1c pada body mass index < 25 kg/m2 memiliki

perbedaan yang tidak bermakna. Selain itu, dapat dilihat pula pada kadar rata-rata HbA1c dari kedua kelompok tidak jauh berbeda dan dapat dikategorikan prediabetes menurut American Diabetes Association (2014).

Hasil uji komparatif ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Önal, Vildan, Gürbüz, Hepkaya, and Nuhoğlu (2014) yang dilakukan pada 130 responden berumur 3-15 tahun yang dibagi dalam dua kelompok yaitu 70 obesitas


(57)

dan 60 normal weight. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai HbA1c antara kelompok obese (5,46±0,5 kg/m2) dan kelompok non-obese (5,36±0,52 kg/m2). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Martins, Jones, Cumming, Silva, Teixeira, and Verissimo (2012), yang dilakukan pada 118 responden berumur 65-95 tahun dan hasil yang diperoleh yaitu nilai HbA1c pada kelompok obese (5,8%) dan non-obese (5,4%) tidak memiliki perbedaan yang signifikan berdasarkan kriteria United States Departement of Health and Human Service (USDHHS) (BMI).

C. Korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c

Uji korelasi pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara body mass index terhadap HbA1c. Uji korelasi untuk data yang terdistribusi normal digunakan uji Pearson sedangkan jika kedua atau salah satu data terdistribusi tidak normal menggunakan uji Spearman (Ahmad, 2011). Taraf kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95% dan uji hipotesis dilakukan dengan melihat nilai signifikansi < 0,05.

Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa data body mass index terdistribusi normal, dan data HbA1c juga terdistribusi normal. Oleh karena itu, uji korelasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji Pearson. Berikut hasil uji korelasi body mass index terhadap HbA1c :

Tabel VI. Korelasi Body Mass Index terhadap HbA1c Variabel Korelasi (r) Signifikansi (p)

Body mass index 0,202 0,113*


(58)

Hasil uji korelasi body mass index terhadap HbA1c menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,113 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,202. Hasil tersebut menggambarkan uji korelasi body mass index terhadap HbA1c memiliki hasil korelasi positif yang tidak bermakna dengan kekuatan lemah. Korelasi antara BMI dan HbA1c merupakan korelasi positif yang artinya adalah jika terjadi peningkatan BMI maka kadar HbA1c juga akan meningkat.

Gambar 5. Diagram Sebaran Korelasi antara BMI terhadap HbA1c Pada diagram dapat dilihat bahwa beberapa responden dengan nilai body mass index ≥ 25 kg/m2 memiliki nilai HbA1c yang rendah. Pada diagram di atas dapat dilihat pula bahwa nilai maksimal hasil pengukuran HbA1c tidak berada pada nilai body mass index tertinggi, begitu pula pada hasil pengukuran HbA1c minimal tidak berada pada nilai body mass index terendah.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Martins et al. (2012), di mana hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif bermakna dengan kekuatan lemah antara HbA1c dengan BMI


(59)

(r=0,31; p=0,01). Hasil penelitian lain yang serupa dengan penelitian ini yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail, Hanafiah, Saa’diah, Salmiah, Tahir, Huda et al. (2011) dengan melibatkan responden sebanyak 307 orang berumur > 18 tahun. Hasil uji korelasi pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang bermakna antara HbA1c dengan BMI (p=0,348).


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat korelasi yang tidak bermakna, berkekuatan lemah dengan arah korelasi positif antara body mass index terhadap HbA1c pada staf pria dewasa sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Saran

1. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperbanyak jumlah sampel dan melakukan pengambilan responden secara random sampling.

2. Pada penelitian berikutnya diharapkan untuk melakukan pengukuran hemoglobin terlebih dahulu sebelum melakukan pengecekan nilai HbA1c untuk mengetahui pengaruh jumlah hemoglobin terhadap nilai HbA1c.

3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat diketahui mengenai gaya hidup, aktivitas fisik, keadaan fisik, dan keadaan patologis dari responden melalui wawancara atau pemeriksaan sehingga dapat diketahui dengan lebih jelas mengenai faktor-faktor tidak terkendali yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association, 2010, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2797383/, diakses tanggal 20 Oktober 2014.

American Diabetes Association, 2011, Data from The 2011 National Diabetes Fact Sheet, http://www.diabetes.org/diabetes-basics/statistics/, diakses tanggal 22 Februari 2014.

American Diabetes Association, 2013, Non Modifiable Risk Factors, http://professional.diabetes.org/resourcesforprofessionals.aspx?typ=17&c id=60390, diakses tanggal 20 Februari 2015.

American Diabetes Association, 2014, Diagnosing Diabetes and Learning Prediabetes, http://www.diabetes.org/are-you-at-risk/prediabetes/?loc=atrisk-slabnav, diakses tanggal 5 Mei 2015.

Bays, H.E., Chapman, R.H., and Grandy, S., 2007, The relationship of body mass index to diabetes mellitus , hypertension and dyslipidaemia: comparison of data from two national surveys, International Journal of Clinical Practice, 61(5), 737-747.

Banglitbangkes, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 276-277.

Chen, Y.Y., Lin, Y.J., Chong, E., Chen, P.C., Chao, T.F., Chen S.A., et al., 2015, The Impact of Diabetes Mellitus and Corresponding HbA1c Levels on the Future Risks of Cardiovacular Diasease and Mortality: a Representative Cohort Study in Taiwan, PLOS ONE, 10(4), 1-12.

Dahlan, S., 2009, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika Jakarta, pp. 46, 53-54, 102, 157, 163-166.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Uji Fungsi Alat Kimia Klinis

dan Hematologi,

http://www.depkes.go.id/download/yandu/uji_fungsi_alat_kimia_klinis_ hematologi.pdf, diakses tanggal 16 Februari 2015.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013, Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Dunia: Kemenkes Tawarkan Solusi Cerdik Melalui Posbind, http://www.depkes.go.id/article/view/2383/diabetes- melitus-penyebab-kematian-nomor-6-di-dunia-kemenkes-tawarkan-solusi-cerdik-melalui-posbindu.html, diakses tanggal 13 Mei 2015.


(62)

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy: A pathophysiologyc Approach, Seventh edition, Mc Graw Hill, New York, pp. 1210, 1221-1222.

Hidayatulloh, A., Nurhanasah, A., Irawan, E., Firdaus, F., Isnaini, F., Anggraeni, N., dkk., 2011, Hubungan Faktor Risiko Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul Mahasiswa FKM UI, http://akgfkmui.files.wordpress.com/2015/03/jurnal-fixed21.pdf, diakses tanggal 20 Februari 2015.

Hiza, H.A., Pratt, C., Mardis, A.L., dan Anand, R., 2000, Body Mass Index and Health, 202, 418-2312.

Hoffman, J., 2006, Norm for Fitness Performance and Health, Health Kinetics, Champaign, p. 88.

International Diabetes Federation, 2013, IDF Diabetes Atlas, 6th edition, p. 34. Ismail, H., Hanafiah, M., Saa’diah, S., Salmiah, M.S., Tahir, A., Huda, Z., et al.,

2011, Control of glycosylated haemoglobin (HbA1c) among type 2 diabetes mellitus patients attending an urban health clinic in Malaysia, Medical and Health Science Journal, volume 9, 58-65.

Kato, M., Takahashi, Y., Matsushita, Y., Mizuoe, T., Inoue, M., Kadowaki, T., et al., 2011, Diabetes mellitus defined by hemoglobin A1c value: Risk characterization for incidence among Japanese subjects in the JPHC Diabetes Study, Journal of Diabetes Investigation, 2(5), 359-365.

Knowles, K.M., Paiva, L.L., Sanches, S.E., Revilla, L., Lopez, T., Yasuda, M.B., et al., 2011, Waist Circumference, Body Mass Index, and Other Measures of Adiposity in Predicting Cardivascular Disease Risk Factors among Peruvian Adults, International Journal of Hypertension, vol. 2011, 1-10.

Lam, B.C.C., Koh, G.C.H, Chen, C., Wong, M.T.K., and Fallows, S.J., 2015, Comparasion of Body Mass Index (BMI), Body Adiposity Index (BAI), Waist Circumference (WC), Hip Ratio (WHR) and Waist-To-Height Ratio (WHtR) as Predictors of Cardivacular Disease Risk Factors in an Adult Population in Singapore, PLOS ONE, 10(4), 1-15.

Lashkari, T., Borhani, F., Sabzevari, S., and Abbaszadeh A., 2013, Effect of Telenursing (Telephone Follow-up) on Glycemic Control and Body Mass Index (BMI) of Type 2 Diabetes Melitus, Iran J Nurs Midwifery Res, 18, 451-456.


(63)

Lee, J.W., Lim, N.K., Baek, T.H., Park, S.H., and Park, H.Y., 2015, Anthropometric indices as predictors of hypertension among men and women aged 40-69 years in the Korean population: the Korean Genome and Epidemiology Study, BMC Public Health, 15, 140.

Martins, R., Jones, J.G., Cumming, S.P., Silva, M.J., Teixeira, A.M., and Verissimo, M.T., 2012, Glycated hemoglobin and associated risk factors in older adults, Cardiovascular Diabetology, 11(13), 1-8.

National Health and Nutrition Examination Survey, 2004, Anthropometry Procedures Manual, Centers for Disease Control and Prevention, USA, pp 7-8.

Notoatmodjo, S., 2010, Jenis dan Rancangan Penelitian,hal. 37-38, Rineka Cipta, Jakarta.

Önal, Z.E., Vildan, A., Gürbüz, T., Hepkaya, E., and Nuhoğlu, Ç., 2014, Association of glycosylated hemoglobin (HbA1c) levels with insulin resistance in obese children, African Health Sciences, 14(3), 533-538. Onyesom, Oweh, O., Sandra, E.O., and Josiah, I.E., 2013, Correlation between

Body Mass Index and Blood Glucose Level among some Nigerian

Undergraduates, HOAJ Biology,

http://www.hoajonline.com/journals/pdf/2050-0874-2-4.pdf, diakses tanggal 16 Februari 2015.

Papalia, D., Old, S., Feldman, D., 2008, Psikologi Perkembangan, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hal. 86-89.

Pika, 2011, Korelasi Body Mass Index (BMI) dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa, Skripsi, 43-46, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Poerwowidjojo, F.S., 2011, Korelasi Body Mass Index (BMI) dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar Trigliserida pada Staf Wanita Universitas Sanata Dharma, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Preedy, V.R., (ED), 2011, Handbook of Growth and Growth Monitoring in Health and Disease, Volume 1, Springer, New York, pp. 405-406.

Putri, A.E.S., dan Lestari, T.A., 2013, Hubungan Obesitas dengan Kadar HbA1c Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Provinsi Lampung, Medical Journal of Lampung University, 2 (4), 9-18.


(64)

Santrock, J., 2004, Life-Span Development, 9th edition, The McGraw-Hill Company, New York.

Sarah, A., dan Tjipta, G.D., 2013, Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Anak di Sekolah Dasar Negeri 064979, Hubungan IMT dan Tekanan Darah pada Anak., volume 1, hal. 1-4.

Sherwood, L., 2011, Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem, Ed. 6, diterjemahkan oleh Brahm, Pendit,, hal 786, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Soriguer, F., Goday, A., Bosch-Comas, A., Bordiú, E., Calle-Pascual, A.,

Carmena, R., et al., 2012, Prevalence of Diabetes Melitus and Impaired Glucose Regulation in Spain : The [email protected] Study, Diabetologia., 55, 88-93.

Stephanie, L., 2007, Pengaruh dan Hubungan antara BMI (Body Mass Index) dengan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Glukosa Darah 2 Jam Post-Prandial, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Sugiyono, 2010, Statistik untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, pp. 1-2.

Sulistyoningrum, E., 2010, Tinjauan Molekular dan Aspek Klinis Resistensi Insulin, Mandala of Health, 4 (2), p. 132.

Sweileh, W.M., Abu-Hadeed, H.M., Al-Jabi, S.W., and Zyoud, S.H., 2014, Prevalence of Depression among People with Type 2 Diabetes Melitus a Cross Sectional Study in Palestine, Sweileh et al. BMC Public Health., 14, 1-12.

The International Expert Committee, 2009, International Expert Committee report on the role of the A1c essay in the diagnose of diabetes, Diabetes Care, 32(7), 1327-1334.

Tilaki, K.H., and Heidari, B., 2015, Is Waist Circumference A Better Predictor of Diabetes Than Body Mass Index Or Waist-To-Height Ratio In Iranian Adults?, International Journal of Preventive Medicine, 6, 5.

Trisnawati, S.K., dan Setyorogo, S., 2012, Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5, 1-11.

World Health Organization, 2011, Use of Glycated Haemoglobin (HbA1c) in the Diagnosis of Diabetes Mellitus, WHO Press, Switzerland, pp. 3-20.


(65)

World Health Organization, 2014, Diabetes Mellitus, WHO, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/, diakses pada tanggal 14 April 2014.

World Health Organization, 2015, Body Mass Index, WHO, http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/bmi_text/en/, diakses pada tanggal 16 Januari 2015.

Yki-Järvinen, H., 2011, Pathophysiology of type 2 diabetes mellitus, Oxford University Press, Oxford, p. 2.


(66)

LAMPIRAN


(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

Lampiran 5. Leaflet Tampak Depan


(72)

Lampiran 7. Informed Consent

PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama :_________________________________________ Jenis Kelamin : ________________________________________ Usia/Tanggal Lahir : ________________________________________ Alamat : ________________________________________ No. Telp/HP : ________________________________________ Menyatakan bahwa:

1. Saya telah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian yang berjudul: “Korelasi Pengukuran Antropometri terhadap HbA1c dan Rasio Lipid pada Staf dan Karyawan Pria dan Wanita Dewasa Sehat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.”

2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun, saya bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini dengan kondisi:

a. Secara sukarela bersedia untuk berpuasa 10-12 jam, diambil darahnya, dan melakukan pengukuran antropometri serta digunakan data mediknya untuk kepentingan penelitian.

b. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiaanya dan hanya digunakan untuk kepentingan ilmiah.

3. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan keluar dan tidak berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa menyatakan alasan apapun. Demikian pernyataan ini saya buat sejujur-jujurnya tanpa paksaan dari pihak manapun dan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada saya sebagai suatu tindakan deteksi dini untuk kesehatan pribadi saya.

Yogyakarta, ...

Saksi Yang membuat pernyataan,


(73)

Lampiran 8. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

“ Korelasi Pengukuran Antropometri terhadap HbA1c dan Rasio Lipid pada Staf dan Karyawan Pria dan Wanita Dewasa Sehat “

a. Identitas

1. Nama : ___________________________________________________ 2. Jenis Kelamin : ____________________________________________ 3. Tempat / Tanggal Lahir : _____________________________________ 4. Umur : ______ tahun

5. Pekerjaan : ________________________________________________

b. Kondisi Kesehatan *) 1. Riwayat penyakit

a. Tidak ada

b. Ada, sebutkan___________________________________________ 2. Status menopause (Untuk perempuan)

a. Sudah b. Belum

3. Menggunakan KB a. Tidak

b. Ya, sebutkan ____________________________________________ 4. Konsumsi obat-obatan rutin

a. Tidak

b. Ya, sebutkan ____________________________________________ 5. Kondisi hamil (Untuk perempuan)

a. Tidak b. Ya


(74)

(75)

Lampiran 10. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian No Timbangan Berat

Badan (kg) Mean SD CV (%)

1. 48

48,14 0,22 0,455

2. 48

3. 48,50

4. 48,20

5. 48

No Pengukur Tinggi

Badan (cm) Mean SD CV (%)

1. 149,50

149,72 0,26 0,173

2. 150

3. 149,40

4. 149,90


(76)

Lampiran 11. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia Responden Descriptives

Statistic Std. Error

UMUR Mean 44,37 ,371

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 43,62

Upper Bound 45,11

5% Trimmed Mean 44,31

Median 44,00

Variance 8,655

Std. Deviation 2,942

Minimum 40

Maximum 50

Range 10

Interquartile Range 5

Skewness ,186 ,302

Kurtosis -,951 ,595

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

UMUR ,107 63 ,072 ,948 63 ,010


(77)

Lampiran 12. Deskriptif dan Uji Normalitas BMI Responden Descriptives

Statistic Std. Error

BMI Mean 24,8781 ,43193

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 24,0147

Upper Bound 25,7415

5% Trimmed Mean 24,8922

Median 25,1000

Variance 11,753

Std. Deviation 3,42830

Minimum 15,98

Maximum 34,32

Range 18,34

Interquartile Range 3,92

Skewness -,131 ,302

Kurtosis ,810 ,595

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

BMI ,092 63 ,200* ,980 63 ,407

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(78)

Lampiran 13. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c Responden Descriptives

Statistic Std. Error

HbA1c Mean 5,5913 ,04493

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5,5015

Upper Bound 5,6811

5% Trimmed Mean 5,5819

Median 5,6200

Variance ,127

Std. Deviation ,35659

Minimum 4,66

Maximum 6,64

Range 1,98

Interquartile Range ,43

Skewness ,443 ,302

Kurtosis ,971 ,595

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

HbA1c ,102 63 ,171 ,975 63 ,223

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction


(79)

Lampiran 14. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c pada Kelompok BMI ≥

25 kg/m2 dan < 25 kg/m2 Descriptives

Kategori.BMI Statistic

Std. Error

HbA1c BMI => 25 Mean 5,6282 ,06771

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5,4903

Upper Bound 5,7661

5% Trimmed Mean 5,6242

Median 5,6500

Variance ,151

Std. Deviation ,38896

Minimum 4,66

Maximum 6,64

Range 1,98

Interquartile Range ,37

Skewness ,092 ,409

Kurtosis 1,310 ,798

BMI < 25 Mean 5,5507 ,05821

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5,4316

Upper Bound 5,6697

5% Trimmed Mean 5,5337

Median 5,4600

Variance ,102

Std. Deviation ,31884

Minimum 5,03

Maximum 6,35

Range 1,32

Interquartile Range ,43

Skewness ,989 ,427


(1)

Lampiran 11. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia Responden

Descriptives

Statistic Std. Error

UMUR Mean 44,37 ,371

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 43,62 Upper Bound 45,11 5% Trimmed Mean 44,31

Median 44,00

Variance 8,655

Std. Deviation 2,942

Minimum 40

Maximum 50

Range 10

Interquartile Range 5

Skewness ,186 ,302 Kurtosis -,951 ,595

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. UMUR ,107 63 ,072 ,948 63 ,010 a. Lilliefors Significance Correction


(2)

Lampiran 12. Deskriptif dan Uji Normalitas BMI Responden

Descriptives

Statistic Std. Error BMI Mean 24,8781 ,43193

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 24,0147 Upper Bound 25,7415 5% Trimmed Mean 24,8922

Median 25,1000

Variance 11,753

Std. Deviation 3,42830

Minimum 15,98

Maximum 34,32

Range 18,34

Interquartile Range 3,92

Skewness -,131 ,302

Kurtosis ,810 ,595

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. BMI ,092 63 ,200* ,980 63 ,407 *. This is a lower bound of the true significance.


(3)

Lampiran 13. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c Responden

Descriptives

Statistic Std. Error HbA1c Mean 5,5913 ,04493

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5,5015 Upper Bound 5,6811 5% Trimmed Mean 5,5819

Median 5,6200

Variance ,127

Std. Deviation ,35659

Minimum 4,66

Maximum 6,64

Range 1,98

Interquartile Range ,43

Skewness ,443 ,302

Kurtosis ,971 ,595

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. HbA1c ,102 63 ,171 ,975 63 ,223 *. This is a lower bound of the true significance.


(4)

Lampiran 14. Deskriptif dan Uji Normalitas HbA1c pada Kelompok BMI ≥

25 kg/m

2

dan < 25 kg/m

2

Descriptives

Kategori.BMI Statistic

Std. Error HbA1c BMI => 25 Mean 5,6282 ,06771

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5,4903 Upper Bound 5,7661 5% Trimmed Mean 5,6242

Median 5,6500

Variance ,151

Std. Deviation ,38896

Minimum 4,66

Maximum 6,64

Range 1,98

Interquartile Range ,37

Skewness ,092 ,409 Kurtosis 1,310 ,798 BMI < 25 Mean 5,5507 ,05821

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 5,4316 Upper Bound 5,6697 5% Trimmed Mean 5,5337

Median 5,4600

Variance ,102

Std. Deviation ,31884

Minimum 5,03

Maximum 6,35

Range 1,32

Interquartile Range ,43

Skewness ,989 ,427 Kurtosis ,761 ,833


(5)

Tests of Normality

Kategori .BMI

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. HbA1c BMI =>

25 ,128 33 ,186 ,967 33 ,400 BMI <

25 ,154 30 ,066 ,922 30 ,031 a. Lilliefors Significance Correction

Lampiran 15. Uji Komparatif antara HbA1c pada Kelompok BMI ≥ 25

kg/m

2

dan < 25 kg/m

2

Test Statisticsa

HbA1c Mann-Whitney U 400,000 Wilcoxon W 865,000

Z -1,308

Asymp. Sig. (2-tailed) ,191 a. Grouping Variable: Kategori.BMI

Lampiran 16. Uji Korelasi Spearman antara BMI dan HbA1c

Correlations

BMI HbA1c BMI Pearson Correlation 1 ,202

Sig. (2-tailed) ,113

N 63 63

HbA1c Pearson Correlation ,202 1 Sig. (2-tailed) ,113


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi bernama lengkap Scolastika Christifide

Permatasari, anak pertama dari pasangan Antonius

Suharsono dan Christiana Dwi Ratnati. Penulis lahir di

Dumai, 28 Februari 1994. Pendidikan awal penulis di

mulai di TK Santo Tarcisius Dumai (1998-1999), SD

Santo Tarcisius Dumai (1999-2005), SMP Santo

Tarcisius Dumai (2005-2008), SMA Santa Maria

Yogyakarta (2008-2011). Penulis melanjutkan

pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi pada tahun

2011 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Selama kuliah penulis aktif sebagai Wakil

Ketua UKM PSM Cantus Firmus periode

Januari-Desember 2013 dan periode Januari-Januari-Desember 2014.

Penulis juga meraih medali emas dalam

Bali International Choir Competition

2012 dan meraih Juara II dalam “Lomba Paduan Suara Bagi Mahasiswa

Perguruan Tinggi Swasta Se Kopertis Wilayah V Yogyakarta” serta menjadi

peserta dalam “Program Kreativitas Mahasiswa” yang dinyatakan lolos seleksi

dan didanai Hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Tahun 2014.