ANALISIS PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN METODE CAMPBELL DUDECK SMITH, PALMER DAN DANNENBRING DI UD. ANGGUN RAYA WARU - SIDOARJO.

(1)

ANALISIS PENJADWALAN PRODUKSI

DENGAN METODE CAMPBELL DUDECK SMITH, PALMER DAN DANNENBRING DI UD. ANGGUN RAYA

WARU - SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh :

RATIH FITRI KURNIAWATI

0732010120

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘ VETERAN’ JAWA TIMUR


(2)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

ABSTRAKSI xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Asumsi 3

1.5 Tujuan Penelitian 3

1.6 Manfaat Penelitian 4

1.7 Sistematika Penulisan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Dasar Penjadwalan Produksi 6


(3)

2.3. Pola Alir Produksi 10

2.4. Karakteristik Penjadwalan 11

2.5. Macam Penjadwalan Produksi 12

2.5.1. Penjadwalan Produksi Tipe Job Shop 13 2.5.2. Penjadwalan Produksi Tipe Flow Shop 14

2.5.2.1. Flow Shop Murni 15

2.5.2.2. Flow Shop Umum 15

2.6. Pengurutan Pekerjaan Pada Penjadwalan Produksi

(Job Sequencing) 16

2.7. Metode Heuristik 17

2.7.1. Algoritma Johnson – N Job Two Machine 18

2.7.2. N Job M Machines 21

2.7.2.1. Metode Campbell Dudeck and Smith (CDS) 22

2.7.2.2. Metode Palmer 28

2.7.2.3. Metode Dannenbring 29

2.8. Peta Penjadwalan 32

2.9. Pengukuran Waktu Kerja 32

2.10. Penetapan Waktu Baku 34

2.10.1. Faktor Penyesuaian (Performance Rating) 37 2.10.2. Faktor Kelonggaran (Allowance) 41 2.11. Pengertian Rotan Alami ...43 2.12. Urutan Proses Produksi 45 2.13. Penelitian-penelitian Terdahulu 46


(4)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 51

3.2. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel 51

3.3. Metode Pengumpulan Data 53

3.4. Metode Pengolahan Data 55

3.4.1. Pengukuran Waktu Kerja 55

3.4.2. Penjadwalan N Job M Mesin 56

3.5. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Data 66

4.1.1. Data Permintaan 66

4.1.2. Data Jumlah Mesin Tiap Stasun Kerja 66 4.1.3. Data Pengamatan Waktu Proses 67

4.2. Pengolahan Data 68

4.2.1. Uji Keseragaman Data Waktu Kerja 68 4.2.2. Uji Kecukupan Data Waktu Kerja 71 4.2.3. Perhitungan Waktu Siklus ...71

4.2.4. Perhitungan Waktu Normal 71

4.2.5. Perhitungan Waktu Baku 72

4.2.6. Perhitungan Waktu Pengerjaan Job 73

4.2.7. Proses Penjadwalan 76

4.2.7.1. Penjadwalan Perusahaan 76


(5)

4.2.7.3.Penjadwalan Dengan Menggunakan Metode Palmer 87 4.2.7.4. Penjadwalan Dengan Menggunakan Metode

Dannenbring 89

4.3. Pembahasan 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 94

5.2. Saran 94

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

2.1 Data Waktu Driling revetry ... 19

2.2 Pengurutan Job Pertama ... 19

2.3 Pengurutan Job Kedua ... 20

2.4 Pengurutan Job Ketiga ... 20

2.5 Alternatif Pengurutan Job Ketiga ... 20

2.6 Pengurutan Job Keempat ... 20

2.7 Alternatif Pengurutan Job Ke empat ... 20

2.8 Data Waktu Drilling Dan Revetry Yang Belum Diijadwalkan ... 21

2.9 Hasil Penjadwalan n Job 2 Mesin ... 21

2.10 Alternatif Penjadwalan n Job 2 Mesin ... 21

2.11 Matriks n x m 23

2.11 Pengelompokkan Data Dalam Sub Group ……….35

2.12 Performance Rating Metode Westing House 40

2.13 Faktor Kelonggaran (Allowance) 42 4.1 Data Permintaan 66

4.2 Data Jumlah Mesin Tiap Stasiun Kerja 66

4.3 Data Pengamatan Waktu Proses pada Stasiun Kerja Pemotongan Job 1 67 4.4 Data Pengamatan Waktu Proses pada Stasiun Kerja Penguapan Job 1 67 4.5 Data Pengamatan Waktu Proses pada Stasiun Kerja


(7)

Pencetakan Job 1 67

4.6 Data Pengamatan Waktu Proses pada Stasiun Kerja Penghalusan Job 1 67

4.7 Data Pengamatan Waktu Proses pada Stasiun Kerja Assembling Job 1...68

4.8 Data Pengamatan Waktu Proses pada Stasiun Kerja Finisning Packing Job 1...68

4.9 Data Pengamatan Proses Pemotongan pada Job 1 ...69

4.10 Tabel Faktor Penyesuaian Stasiun Kerja Pemotongan………...72

4.11 Tabel Faktor Kelonggaran pada Stasiun Kerja Pemotongan………….72

4.12 Waktu Baku tiap – tiap Stasiun Kerja pada masing – masing Job (menit) ...73

4.13 Jumlah Data Permintaan selama bulan Desember 2010 - Februari 2011 ...74

4.14 Total Waktu Pengerjaan Job pada tiap-tiap Stasiun Kerja bulan Desember 2010 – Februari 2011...76

4.15 Waktu Pengerjaan Job pada Mesin 1 dan Mesin 2...78

4.16 Waktu Minimum untuk Mendapatkan Urutan Penjadwalan Job...78

4.17 Perhitungan Makespan urutan Job J3 – J1 – J2 pada bulan Desember 2010 – Februari 2011 (menit)...78

4.18 Waktu Pengerjaan Job pada Mesin 1 dan Mesin 2...80

4.19 Waktu Minimum untuk Mendapatkan Urutan Penjadwalan Job...80


(8)

4.21 Waktu Minimum untuk Mendapatkan Urutan Penjadwalan Job...82

4.22 Waktu Pengerjaan Job pada Mesin 1 dan Mesin 2...84

4.23 Waktu Minimum untuk Mendapatkan Urutan Penjadwalan Job...84

4.24 Waktu Pengerjaan Job pada Mesin 1 dan Mesin 2...85

4.25 Waktu Minimum untuk Mendapatkan Urutan Penjadwalan Job...86

4.26 Waktu Terbesar untuk Mendapatkan Urutan Penjadwalan Job...88

4.27 Perhitungan Makespan urutan Job J2 – J1 – J3 pada bulan Desember 2010 – Februari 2011 (menit)...89


(9)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Aliran Kerja Job Shop 13

2.2 Aliran Pada Flow Shop 14

2.3 Contoh Sistem Produksi Dengan Flow Shop Murni 15 2.4 Contoh Sistem Produksi Dengan Flow Shop Umum 15

2.5 Peta Penjadwalan 32


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Gambaran Umum Perusahaan dan Struktur Organisasi Lampiran B Perhitungan Waktu Baku

Lampiran C Peta Kontrol Chart

Lampiran D Faktor Penyesuaian dan Kelonggaran

Lampiran E Perhitungan Makespan dan Peta Penjadwalan Lampiran F Tabel Appendix


(11)

ABSTRAKSI

Unit dagang saat ini telah mengalami banyak berbagai kendala dalam memenuhi kebutuhan konsumen terutama masalah penjadwalan pada setiap aktivitas-aktivitas proses produksinya, maka untuk memenuhi kebutuhan konsumen perlu dilakukan scheduling atau penjadwalan pada setiap proses produksinya. Penjadwalan dan urutan kerja dalam suatu pekerjaan ( job ) merupakan hal yang sangat penting. Dengan penjadwalan diupayakan untuk mendapatkan suatu penugasan pekerjaan pada mesin, sehingga tidak terjadi berkumpulnya job yang dikerjakan pada satu mesin secara bersamaan, hal ini akan mengurangi idle time terutama urutan dan penjadwalan kerja untuk produk-produk besar, dimana setiap produk-produk tersebut terdiri dari beberapa komponen yang dikerjakan dalam satu siklus produksi sehingga diperlukan penjadwalan dan urutan pekerjaan yang tepat

UD. ANGGUN RAYA merupakan unit dagang yang memproduksi furniture. Produk yang dihasilkan salah satunya adalah kursi rotan sintetis dengan berbagai ukuran dan jenis yaitu : SWIVEL DINNING W/O ARM, SWIVEL DINNING W ARM dan RH - 451 DB. Proses produksi yang diterapkan produksi repetitif, dimana arah lintasan produksi antara job satu dengan job lain sama.

UD. ANGGUN RAYA menerapkan sistem penjadwalan FCFS yaitu job yang pertama kali datang yang pertama kali dilayani tetapi dalam memenuhi permintaan dari konsumen dirasa kurang efisien karena masih ada beberapa job yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang diinginkan oleh pemesan ( customer ) dan juga proses produksi menggunakan mesin yang sama secara bergantian untuk menyelesaikan tiga jenis kursi.

Dengan adanya masalah tersebut digunakan beberapa metode penjadwalan yaitu, metode penjadwalan Campbell Dudeck Smith (CDS), Palmer, dan Dannenbring. Dari ketiga metode penjadwalan yang digunakan, akan dilakukan perbandingan memilih metode penjadwalan yang memiliki nilai makespan yang paling minimum dengan harapan perusahaan dapat mengatasi keterlambatan didalam penyelesaian job dan mendapatkan laba yang maksimal.

Berdasarkan ketiga metode penjadwalan yang dilakukan, makespan yang paling minimum diperoleh dari hasil metode penjadwalan Palmer dengan waktu

makespan nya sebesar 17296.19 menit  288.27 jam dibandingkan dengan kondisi riil yang ada perusahaan yang digunakan selama ini yaitu sebesar 20118.23 menit  335.30 jam. Sehingga terjadi penghematan waktu pengerjaan produk sebesar 47 jam 2 menit 4 detik atau sebesar 16.32 %.


(12)

ABSTRACT

Units currently trade has experienced many obstacles in meeting the needs of consumers, especially the scheduling problem on any activities of the production process, then to meet the needs of consumers need to do scheduling or rescheduling of any production process. Scheduling and work orders in a job (job) is very important. By scheduling attempted to obtain an assignment of work on the machine, so there is no gathering job that is done on one machine simultaneously, this will reduce the idle time, especially the sequence and scheduling of work for major products, where each product consists of several components done in one production cycle so that the necessary scheduling and order the right job.

UD. ANGGUN RAYA is a unit that produces furniture trade. The product was one of them is synthetic rattan chairs with various sizes and types: swivel dinning W / O ARM, ARM W swivel dinning and RH - 451 DB. The production process is applied to repetitive production, where the trajectory of production between a job with another job the same.

UD. ANGGUN RAYA implement FCFS scheduling system is the first job that comes first served, but to meet the demand from consumers is less efficient because there are still some jobs that can not be completed within the desired time by the buyer (customer) and also the production process using a machine same alternately to complete the three types of seats. Given these problems used several methods for dealing with namely, methods for dealing with Dudeck Campbell Smith (CDS), Palmer, and Dannenbring. Of the three scheduling methods used, will be comparisons to choose the scheduling method that has the minimum makespan value in the hope the company can overcome the delays in the completion of the job and earn maximum profits.

Based on the three scheduling methods are performed, the minimum makespan obtained from the Palmer method of scheduling with makespan time of his hours compared with the realregistration 17296.19 288.27 min conditions that exist for companies that use it that is equal to minute hour.20118.23 335.30 Resulting in savings of time spent on the product by 47 hours 2 minutes 4 seconds or at 16:32%.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

UD. ANGGUN RAYA merupakan salah satu unit dagang yang bergerak dalam industri furniture rotan yang berlokasi di Jl. Brebek I D No. 23 Waru - Sidoarjo. Produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini salah satunya adalah kursi rotan dengan berbagai ukuran dan jenis yaitu : SWIVEL DINING W. ARM , SWIVEL DINING W/O ARM , RH – 541 DB. Dimana aktivitas produksi dari perusahaan ini didasarkan pada pemesanan (job order). Proses produksi yang diterapkan produksi repetitif, dimana arah lintasan produksi antara job satu dengan job lain sama.

UD. ANGGUN RAYA menerapkan sistem penjadwalan FCFS (First Come First Served) yaitu job yang pertama kali datang yang pertama kali dilayani tetapi dalam memenuhi permintaan dari konsumen dirasa kurang efisien karena masih ada beberapa job yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang diinginkan oleh pemesan (customer) dan juga proses produksi menggunakan mesin yang sama secara bergantian untuk menyelesaikan tiga jenis kursi, sehingga waktu pengiriman terlambat.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya suatu sistem penjadwalan yang baik dengan harapan perusahaan dapat memenuhi permintaan konsumen secara tepat waktu. Dalam penelitian ini diusulkan suatu penjadwalan produksi dengan menggunakan metode Campbell Dudeck Smith, Palmer dan


(14)

Dannenbring dengan menggunakan pola aliran produksi searah atau melalui

proses yang sama (flowshop).

Metode Campbell Dudeck Smith (CDS), Palmer dan Dannenbring adalah suatu metode yang bertujuan mendapatkan penjadwalan yang optimal. Dimana Metode Campbell Dudeck Smith (CDS) adalah proses penjadwalan atau penugasan kerja berdasarkan waktu kerja yangg terkecil, keunggulan CDS adalah memberikan banyak alternatif penjadwalan. Metode Palmer merupakan proses penjadwalan dimana job yang memiliki slope indeks terbesar akan dijadwalkan lebih awal, keunggulan Palmer adalah hanya memberikan satu alternatif penjadwalan tetapi lebih simple. Dan metode Dannenbring memberikan satu urutan pengerjaan job dengan menggunakan urutan Johnson. Dari perbandingan metode-metode ini, bagian produksi dapat mengetahui total waktu proses minimum yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk, sehingga permintaan konsumen dapat terpenuhi untuk mendapatkan suatu hasil produksi yang optimum.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasar latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

“ Bagaimana melakukan penjadwalan produksi untuk


(15)

1.3. Batasan Masalah

Agar dapat lebih terarah dan mudah dipahami serta memperjelas lingkup masalah yang dibahas, maka perlu dilakukan beberapa pembatasan sebagai berikut :

a. Produk yang diteliti adalah kursi rotan dengan kode SWIVEL DINING W/O ARM, SWIVEL DINING W. ARM, RH – 541 DB.

b. Tidak memperhitungkan masalah biaya dalam segala bentuknya. c. Penjadwalan job ini berdasarkan data pesanan Bulan Desember 2010,

Januari 2011 dan Februari 2011.

1.4. Asumsi - asumsi

Adapun yang menjadi asumsi – asumsi dalam penelitian ini adalah :

a. Proses berlangsung dalam kondisi normal, dalam arti tidak ada gangguan selama pengamatan berlangsung.

b. Selama proses berlangsung tidak ada perubahan pesanan dari customer (pengguna jasa).

c. Job yang dikerjakan, diselesaikan tuntas di satu mesin baru diselesaikan di

mesin lain.

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Melakukan penjadwalan produksi yang optimal sehingga beberapa job dapat diselesaikan dalam waktu yang diinginkan.


(16)

b. Menghasilkan makespan minimum (waktu penyelesaian operasi).

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi Penulis

Penelitian ini merupakan penerapan teori-teori yang diperoleh selama kuliah guna memecahkan permasalahan yang ada dan juga untuk memenuhi salah syarat memperoleh gelar kesarjanaan.

b. Bagi Lembaga Penelitian

Hasil penelitian ini, dapat digunakan sebagai perbendaharaan perpustakaan (referensi) agar dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dalam menambah ilmu pengetahuan.

c. Bagi Perusahaan

Hasil pengukuran yang diperoleh bisa dijadikan bahan evaluasi untuk pendanaan dan dasar untuk meningkatkan produktifitas di UD. ANGGUN RAYA dimasa yang akan datang demi terciptanya kemajuan didalam perusahaan tersebut.

1.7.Sistematika Penulisan

Agar lebih memberikan petunjuk yang sistematis, maka tugas akhir ini terbagi atas beberapa bab dan masing-masing bab memuat hal-hal sebagai berikut :


(17)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang garis besar dari penulisan ini, meliputi : latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, asumsi-asumsi, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori yang berhubungan dengan penjadwalan produksi dan metode pengukuran waktu kerja.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang langkah-langkah kerja dalam penelitian tugas akhir.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai pengumpulan data, yaitu : data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak perusahaan. Dilanjutkan dengan proses pengolahan data untuk mendapatkan waktu standart tiap-tiap proses.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi penarikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran perbaikan yang bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam sistem perencanaan produksi, pengurutan dan penjadwalan produksi memegang peranan penting, agar terwujud efektivitas dan efisiensi produksi. Semakin kompleks sebuah sistem produksi, maka semakin dibutuhkannya sebuah penjadwalan produksi yang baik.

2.1. Pengertian Dasar Penjadwalan Produksi.

Banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia industry, terutama yang menyangkut pelayanan kepada konsumen. Salah satu pelayanan konsumen adalah pemyerahan produk/ barang dari produsen kepada konsumen untuk industry manufaktur, pelayanan jasa pada bank, biro perjalanan, dan lain-lain.

Penjadwalan pekerjaan merupakan kunci utama dalam menyelesaikan permasalahan diatas. Dua kriteria yang mendasari konsep penjadwalan, yaitu :

1. Kepuasan konsumen.

2. Tingkat utilitas peralatan.

Penjadwalan merupakan alat ukur yang baik bagi perencanaan agregat. Pesanan-pesanan aktual pada tahap ini akan ditugaskan pertama kalinya pada sumberdaya tertentu ( fasilitas, pekerja dan peralatan ), kemudian dilakukan pengurutan kerja pada tiap-tiap pusat pemrosesan sehingga dicapai utilisasi kapasitas yang ada. Penjadwalan yaitu proses urutan pengerjaan dan penentuan waktu pengerjaan untuk sekumpulan pekerjaan di tiap departemen dengan


(19)

menggunakan sekumpulan teori penjadwalan.(Arman Hakim Nasution, 2008 : 347)

Dalam perencanaan agregat, peramalan permintaan untuk beberapa periode dipenuhi dengan kapasitas yang ada tanpa perincian lebih spesifik untuk setiap produk atau item yang diproduksi. Dalam penjadwalan produksi,

pembebanan agregat ini harus dipecah pada masing-masing produk (item) dalam

pembebanan dari jam, harian, atau mingguan di setiap unit produksi. (Teguh Baroto, 2002 : 167)

Penjadwalan yang tidak efektif akan menghasilkan tingkat penggunaan yang rendah dari kapasitas yang ada. Fasilitas, tenaga kerja , dan peralatan akan

menunggu (idle) untuk waktu tertentu, karena tidak ada jadwal. Sebagai

akibatnya, biaya produksi membengkak. Ini dapat menurunkan efektifitas dan daya saing perusahaan. Meskipun kapasitas keseluruhan mungkin didesain agar biaya sumber daya minimal, penjadwalan yang tidak tepat dapat menyebabkan menurunnya tingkat pelayanan dan banyak hal lain secara tidak langsung. (Teguh Baroto, 2002 : 167)

Adapun beberapa istilah yang biasanya digunakan dalam penjadwalan adalah sebagai berikut (Arman Hakim Nasution, 2008 : 349-350) :

1. Processing Time (waktu proses)

Merupakan perkiraan waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Perkiraan waktu

ini meliputi juga perkiraan waktu set-up yang dibutuhkan. Simbol yang


(20)

2. Due Date (batas Waktu)

Merupakan waktu maksimal yang dapat diterima untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kelebihan waktu dari waktu yang ditetapkan, merupakan

suatu kelambatan. Batas waktu ini disimbolkan sebagai di.

3. Completion Time (waktu penyelesaian)

Merupakan rentang waktu mulai dari awal (t = 0) sampai seluruh pekerjaan

selesai dikerjakan. Disimbolkan dengan Ci.

4. Lateness (keterlambatan)

Merupakan penyimpangan antara waktu penyelesaian pekerjaan dengan batas waktu. Suatu pekerjaan akan mempunyai kelambatan positif jika diselesaikan sesudah batas waktu dan kelambatan negatif jika diselesaikan sebelum batas waktu. Simbol kelambatan adalah L.

5. Tardiness (kelambatan)

Merupakan ukuran untuk kelambatan positif. Jika suatu pekerjaan diselesaikan lebih cepat daripada batas waktu yang ditetapkan, maka mempunyai nilai kelambatan negatif tetapi ukuran kelambatan positif. Ukuran

ini disimbolkan dengan Ti dimana Ti adalah maksimum dari (0,L).

6. Slack (kelonggaran)

Merupakan ukuran yang digunakan untuk melihat selisih waktu antara waktu

proses dengan batas waktu yang sudah ditetapkan. Slack dinotasikan Sl dan


(21)

7. Flow Time (waktu alir)

Merupakan rentang waktu antara saat pekerjaan tersedia (dapat dimulai) dan saat pekerjaan selesai. Waktu alir sama dengan waktu proses ditambah waktu tunggu sebelum pekerjaan diproses.

2.2. Fungsi Penjadwalan

Adapun fungsi pokok dari penjadwalan produksi adalah untuk membuat agar arus produksi dapat berjalan lancar sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penjadwalan produksi diadakan agar mesin-mesin dapat bekerja secara optimal dangan kapasitas yang ada dan biaya seminimal mungkin serta kuantitas produk yang diinginkan sesuai waktu yang ditentukan. (Arman Hakim Nasution, 2008 : 348)

Adanya penjadwalan produksi yang baik dalam suatu perusahaan akan memiliki keuntungan, antara lain (Arman Hakim Nasution, 2008 : 348) :

1. Meningkatkan penggunaan sumberdaya atau mengurangi waktu tunggunya,

sehingga total waktu proses dapat berkurang, dan produktivitas dapat meningkat.

2. Mengurangi persediaaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah

pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumber daya yang ada masih mengerjakan tugas yang lain. Teori baker mengatakan, jika aliran kerja suatu jadwal konstan, maka antrian yang mengurangi rata-rata persedian barang setengah jadi.


(22)

3. Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai batas

waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalty cost (biaya

keterlambatan).

4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas pabrik

dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya yang mahal dapat dihindarkan.

2.3. Pola Alir Produksi

Sebelum dilakukan penjadwalan pekerjaan terhadap mesin-mesin perlu diketahui juga klasifikasi perusahaan menurut jenis produksi yang disebut pola alir produksi meliputi :

1. Mass Production

Disebut juga sebagai produksi massal, disini pabrik memproduksi dalam jumlah yang banyak dan variasi produk yang dihasilkan adalah tetap. Dalam

produksi ini tidak tergantung dari jenis order yang masuk, biasanya

perusahaan ini mempunyai perencanaan produksi jangka panjang.

2. Job Order

Perusahaan atau pabrik yang produknya berdasarkan job order ini berproduksi

bergantung dari jumlah pesanan yang masuk, produk yang dihasilkan umumnya merupakan produk yang besar dan relatif sedikit, sedangkan variasi produknya banyak.


(23)

3. Batch Production

Jenis perusahaan yang produknya serta variasi produknya diantara kedua pola diatas.

2.4. Karakteristik Penjadwalan

Ada beberapa faktor yang dapat menggambarkan karakteristik dari suatu sistem penjadwalan produksi antara lain yaitu (E.A. Elsayed dkk, 2002 : 227) :

1. Jumlah pekerjaan (job) yang harus dijadwalkan

Faktor ini mendefinisikan sejumlah pekerjaan atau job yang akan dikerjakan,

waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing proses dan jenis mesin yang dibutuhkan.

2. Jumlah mesin yang akan dipakai untuk memproses job-job tersebut.

Faktor ini mendefinisikan jumlah mesin yang ada di workshop (bengkel

kerja).

3. Pola aliran kerja (fasilitas manufacturing berupa flow shop atau job shop).

Yaitu aliran pekerjaan yang melalui bengkel kerja. Bila alirannya kontinu atau diskrit dan pekerjaan-pekerjaan memerlukan urutan mesin (operasi) yang sama (aliran produksi searah dan teratur) atau hanya satu pola aliran untuk

setiap pekerjaan dapat diklasifikasikan sebagai pola flow shop. Tetapi bila

tidak ada pola umum pada aliran pekerjaan yang melalui lantai produksi (aliran produksi tidak teratur dan tidak searah) atau atau memiliki pola aliran


(24)

4. Pola kedatangan job pada fasilitas (statis atau dinamis).

Pada pola kedatangan statis, misalnya terdapat n job yang harus diproses pada

sejumlah mesin. Semua n job tersebut sudah dijadwalkan, dan tidak boleh ada

job yang baru yang datang selama waktu prosesnya. Sedangkan pada pola

dinamis, pada saat job-job sedang menunggu untuk diproses, job yang lain

dapat masuk.

5. Kriteria pemilihan job.

Untuk menentukan urutan job yang akan diproses pada mesin-mesin yang

tersedia. Kriteria tersebut dapat berupa SPT (Shortest Processing Time), LPT

(Longest Processing Time) atau waktu menganggur mesin (idle time of machine).

2.5. Macam Penjadwalan Produksi

Penjadwalan secara garis besar dapat dibedakan dalam penjadwalan untuk

job shop dengan flow shop adalah pola aliran kerjanya yang tidak memiliki tahapan-tahapan proses yang sama. Untuk dapat melakukan penjadwalan yang baik maka waktu proses kerja setiap mesin serta jenis pekerjaannya perlu diketahui, waktu tersebut dapat diperoleh melalui pengukuran waktu kerja. Jenis serta jumlah pekerjaan diperoleh dengan melakukan pengamatan dari operator pada bagian tertentu. Setelah mengetahui jenis serta waktu proses kerja setiap mesin yang akan dijadwalkan maka proses penjadwalan baru dapat dilakukan. (Arman Hakim Nasution. 2008:350-351)


(25)

Berdasarkan urutan proses produksi, terdapat dua macam tipe produksi, yaitu (Arman Hakim Nasution. 2008:351):

1. Job shop 2. Flow shop

2.5.1. Penjadwalan Produksi Tipe Job Shop

Penjadwalan job shop adalah pengurutan job (pekerjaan) pada lintasan

produksi yang tidak berurutan. Secara umum penjadwalan job shop dikenal

dengan sekumpulan mesin-mesin pekerjaan yang akan dijadwalkan. (Arman Hakim Nasution. 2008:359)

Ciri khas penjadwalan job shop adalah aliran pekerjaannya tidak searah.

Elemen yang ada adalah sejumlah mesin dan beberapa job yang akan dijadwalkan.

Masing-masing job terdiri dari beberapa operasi dengan struktur linear

precendence yang sama seperti pada model flow shop. Formulasi yang paling

umum untuk problem job shop masing-masing job mempunyai operasi sebanyak

m dan masing-masing operasi dilakukan pada satu mesin. Tidak seperti model

flow shop, pada model job shop tidak ada mesin yang paling awal digunakan

untuk mengoperasikan hanya pada operasi pertama dari sebuah job atau tidak ada

mesin yang paling akhir digunakan untuk mengoperasikan hanya pada operasi

terakhir dari sebuah job. (Arman Hakim Nasution. 2008:359)

Penjadwalan pada proses produksi tipe job shop lebih sulit dibandingkan

penjadwalan flow shop. Hal ini disebabkan oleh tiga alasan (Arman Hakim


(26)

1. Job shop menangani variasi produk yang sangat banyak, dengan pola aliran yang berbeda-beda melalui pusat kerja.

2. Peralatan pada job shop digunakan secara bersama-sama oleh

bermacam-macam order dalam prosesnya, sedangkan peralatan pada flow shop

digunakan khusus hanya untuk satu jenis produk.

3. Job-job yang berbeda mungkin ditentukan oleh prioritas yang berbeda pula.

Hal ini mengakibatkan order tertentu yang dipilih harus diproses seketika

pada saat order tersebut ditugaskan pada suatu pusat kerja. Sedangkan pada

flow shop tidak terjadi permasalahan seperti diatas karena keseragaman

output yang diproduksi untuk persediaan. Prioritas order pada flow shop

dipengaruhi terutama pada pengirimannya dibandingkan tanggal pemrosesan.

2.5.2. Penjadwalan Produksi Tipe Flow Shop

Flow shop adalah proses penentuan urutan pekerjaan yang memiliki

lintasan produk yang sama. Model flow shop merupakan sebuah pekerjaan yang

dianggap sebagai kumpulan dari operasi-operasi dimana diterapkannya sebuah

struktur precendence khusus. Susunan suatu proses produksi jenis flow shop dapat

diterapkan dengan tepat untuk produk-produk dengan desain yang stabil dan diproduksi secara banyak volumenya, sehingga investasi dengan tujuan khusus yang digunakan cepat kembali. (Arman Hakim Nasution. 2008:354):

….

Gambar 2.2 Pola Alir Flow Shop (Arman Hakim Nasution. 2008:354)


(27)

2.5.2.1.Flow Shop Murni

Kondisi dimana sebuah job diharuskan menjalani satu kali proses untuk

tiap-tiap tahapan proses. Misalnya, masing-masing job melalui mesin 1, kemudian

mesin 2, mesin 3 dan seterusnya sampai dengan mesin pada proses yang paling

akhir. Dibawah ini diberikan contoh sistem produksi dengan flow shop murni.

Input mesin A

Output mesin M mesin B

Gambar 2.4 Contoh Sistem Produksi Dengan Pola Flow Shop Murni

2.5.2.2.Flow Shop Umum

Kondisi dimana sebuah job boleh melalui seluruh mesin produksi dimana

mulai awal sampai dengan yang terakhir. Dan selain itu sebuah job boleh melalui

beberapa mesin tertentu, yang mana mesin tersebut masih berdekatan dengan mesin-mesin yang lainnya dan masih satu arah lintasannya. Berikut ini contoh

sistem produksi dengan pola flow shop umum :

Job 3 Job 2 Job 2

Job 1

Job 1 Job 2 Job 2 Job 3

Job 3

Gambar 2.5 Contoh Sistem Produksi Dengan Pola Flow Shop Umum

Job 1 Job 2 Job 3 Job n

Mesin A

Mesin C


(28)

2.6. Pengurutan Pekerjaan Pada Penjadwalan Produksi (Job Sequencing)

Pengurutan pengerjaan merupakan problem yang cukup penting dalam

analisis produksi. Problem yang dihadapi karenaadanya banyak job dan

ketersediaan mesin yang terbatas. Job Sequencing bertujuan untuk mencapai

kriteria performance tertentuyang optimal. (Teguh Baroto, 2002:169)

Tujuan penjadwalan adalah mengoptimalisasikan kriteria-kriteria performansi tertentu yang ingin dicapai (Arman Hakim Nasution. 2008:350) :

1. Makespan (M) atau waktu untuk memproduksi seluruh job hingga selesai. 2. Mean flow time (F) atau waktu rata-rata job berada di sistem produksi.

3. Mean lateness of jobs (L) adalah perbedaan antara waktu penyelesaian aktual

sebuah job dengan batas akhir.

4. Mean earliness of jobs (E) terjadi bila sebuah job sebelum batas akhirnya

sehingga harga lateness negatif.

5. Mean Tardiness of Jobs (T) terjadi apabila sebuah job selesai melewati batas

akhirnya sehingga harga lateness negatif.

6. Waktu idle time

7. Presentasi keterlambatan job.

Pemilihan prioritas sequencing tersebut mempertimbangkan efisiensi

penggunaan fasilitas dengan kriteria antara lain biaya setup, biaya persediaan

WIP, waktu menganggur stasiun kerja, persentase waktu menganggur, rata-rata jumlah job yang menunggu, dan sebagainya. (Arman Hakim Nasution. 2008:361)

Beberapa aturan –aturan prioritas sequencing yang umum antara lain


(29)

1. FIRST – COME – FIRST – SERVED ( FCFS )

Job yang dating diproses sesuai dengan job mana yang datang terlebih dahulu.

2. EARLIEST DUE DATE ( EDD )

Prioritas antara diberikan kepada job-job yang mempunyai tanggal batas

waktu penyerahan (due date) paling awal.

3. SHORTHEST PROCESSING TIME ( SPT )

Job dengan waktu proses terpendek akan diproses terlebih dahulu, demikian

berlanjut untuk job yang waktu prosesnya terpendek kedua. Aturan SPT ini

tidak memperdulikan due date maupun kedatangan order.

2.7. Metode Heuristik

Definisi dari heuristik adalah suatu prinsip atau alat yang dapat membantu

memecahkan persoalan di dalam penelitian. Metode ini menggunakan pendekatan

trial and error dan metode ini memberikan solusi yang secara matematis mungkin

tidak optimal, tetapi memberikan hasil yang memuaskan untuk dipakai, serta perhitungan yang relatif lebih mudah dengan manual atau komputer.

Adapun alasan yang dipergunakan pada metode heuristik adalah sebagai

berikut :

1. Pendekatan dengan menggunakan metode heuristik tidak menjamin solusi

jawab yang optimum akan tetapi kebaikan metode ini adalah pemecahan persoalan lebih baik dan lebih cepat, mudah diaplikasikan ke komputer dan usaha yang dilakukan relatif lebih kecil.


(30)

2. Beberapa persoalan dianggap terlalu besar untuk dipecahkan secara matematis.

3. Ada beberapa persoalan tidak dapat atau tidak mungkin untuk dikemukakan

secara matematis.

2.7.1. Algoritma Johnson – N Job Two Machines

Pertimbangan dengan situasi dimana terdapat n job hanya dikerjakan melalui 2 buah mesin yaitu M1 dilanjutkan dengan M2. Waktu proses dari keseluruhan pekerjaan pada M1 dan M2 diketahui dan deterministik. Waktu

proses yang digunakan untuk mencari optimal sequence yang meminimalkan

makespan untuk n job (sequence yang meminimalkan waktu untuk penyelesaian

seluruh pekerjaan dengan lengkap). Johnson mengembangkan sebuah algoritma

yang digunakan untuk mendapatkan sebuah optimal sequence. (Elsayed,2002:

307)

Bila terdapat n job di mana masing-masing job harus diproses dengan

urutan yang sama melalui dua mesin, maka pendekatan untuk meminimalkan

makespan dilakukan dengan menggunakan alogaritma Jhonson. (Teguh Baroto,2002: 173)

Langkah-langkah algoritma Johnson adalah sebagai berikut (Teguh

Baroto,2002: 173):

1. Daftar semua waktu proses semua job di mesin 1 dan mesin 2.

2. Waktu proses yang terendah dipilih sebagai kandidat yang dijadwalkan lebih


(31)

3. Bila waktu proses minimal terjadi pada mesin 1, letakan job pada urutan

pertama, dan bila pada mesin 2, tempatkan job pada urutan terakhir.

4. Job yang telah dijadwalkan dihilangkan dari daftar job dan ulangi langkah di

atas mulai dari langkah 2.

5. Lakukanlah hingga semua job selesai dijadwalkan.

Contoh : Waktu untuk drilling dan revetry untuk enam job diberikan di bawah ini

untuk setiap pekerjaan, carilah optimum sequence yang meminimalkan makespan untuk seluruh pekerjaan tersebut. (Teguh Baroto,2002: 173)

Tabel 2.1 Data waktu drilling dan revetry

Job J1 J2 J3 J4 J5 J6

Drilling 4 7 3 12 11 9

Revetry 11 7 10 8 20 13

Sumber : (Teguh Baroto,2002: 174)

Penyelesaian : Kita anggap mesin drilling dan mesin revetry sebagai M1 dan

M2 kita juga menyusun sebuah tabel job sequence.

Tabel tersebut mempunyai enam elemen (jumlah pekerjaan). Tabel 2.2 Pengurutan job pertama

J3 - - - Sumber : (Teguh Baroto,2002: 174)

Waktu pemrosesan terkecil adalah 3 pada J3, dan terdapat pada M1, sehingga J3 diurutkan seawal mungkin, kemudian J3 dihilangkan dari daftar.

Waktu proses terkecil selanjutnya adalah 4 pada J1, sehingga J1 diurutkan seawal mungkin, kemudian J1 dihilangkan dari daftar.


(32)

Tabel 2.3 Pengurutan job kedua

J3 J1 - - - -

Sumber : (Teguh Baroto,2002: 174)

Waktu proses terkecil selanjutnya adalah J2, tetapi terdapat pengikat antara J2 pada M1 dan M2. keputusan menjadwalkan J2 seawal mungkin (posisi ke-3) dan seakhir mungkin (posisi ke-6) pada tabel urutan, tergantung dari prioritas job (jika ada). Jika tidak ada prioritas, J2 dapat ditempatkan diposisi ke-3 atau ke-6

tanpa mempengaruhi makespan semua job.

Tabel 2.4 Pengurutan job ketiga

J3 J1 - - - J2

Sumber : (Teguh Baroto,2002: 175) Atau

Tabel 2.5 Alternatif pengurutan job ketiga

J3 J1 J2 - - - Sumber : (Teguh Baroto,2002: 175)

Setelah J2 dihilangkan, waktu proses terkecil adalah 8, yaitu J4 pada M2

Tabel 2.6 Pengurutan job keempat

J3 J1 - - J4 J2 Sumber : (Teguh Baroto,2002: 175)

Atau

Tabel 2.7 Alternatif pengurutan job keempat

J3 J1 J2 - - J4 Sumber : (Teguh Baroto,2002: 175)


(33)

Kemudian J4 dihilangkan dari daftar sehingga sisa data yang belum dijadwalkan dapat dilihat pada tabel 2.8

Tabel 2.8 Data waktu drilling dan revetry yang belum dijadwalkan

Job J5 J6 M1 11 9 M2 20 13

Sumber : (Teguh Baroto,2002: 175) Akhirnya diperoleh urutan sebagai berikut :

Tabel 2.9 Hasil penjadwalan n job 2 mesin

J3 J1 J6 J5 J4 J2 Sumber : (Teguh Baroto,2002: 176)

Atau

Tabel 2.10 Alternatif penjadwalan n job 2 mesin

J3 J1 J2 J6 J5 J4 Sumber : (Teguh Baroto,2002: 176)

2.7.2. N Job M Machines

Problem N Jobs M Machines merupakan sebuah tipe statis flow shop

sequencing dimana N Jobs harus diproses oleh M Machines. Seluruh pekerjaan tersebut diproses diawal pengerjaan, serta tidak ada pekerjaan-pekerjaan baru

yang datang selama periode tersebut (static job arrival pattern). Juga

pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak diperbolehkan saling melewati urutan yang telah ditentukan (pekerjaan-pekerjaan bartahan pada posisi satu urutan yang sama).

Permasalahannya adalah bagaimana menjadwalkan N Jobs M Machines


(34)

lengkap dalam waktu yang minimal. Tetapi tidak ada solusi umum untuk permasalahan dengan M > 3 (jumlah mesin lebih dari 3). Ada beberapa teknik

secara heuristik yang memberikan urutan yang baik atau bahkan diperbolehkan

urutan yang optimal (Elsayed, 2002 : 245).

2.7.2.1. Metode Campbell Dudeck and Smith (CDS)

Metode heuristic yang paling penting untuk problem makespan adalah

metode Campbell Dudeck and Smith (CDS). Metode ini merupakan

pengembangan Campbell ET Al. Algorithm. Metode Campbell Dudeck and Smith

(CDS) ini memiliki kelebihan dalam dua hal, yaitu (Teguh Baroto, 2002:184) :

a. Pemakai aturan Johnson dalam sebuah cara heuristik.

b. Biasanya menghasilkan beberapa jadwal yang dapat dipilih sebagai yang

terbaik.

Algoritma CDS cocok untuk persoalan yang memiliki banyak tahapan

(multi stage) yang memakai aturan Johnson dan diterapkan pada masalah baru, yang diperoleh dari asli, dengan waktu proses tj1 dan tj2 pada stage 1 = t’j1 = tj1 dan

t’j2 = tjm. (Teguh Baroto, 2002:184)

Dengan kata lain, aturan Johnson diaplikasikan pada operasi m serta

operasi selanjutnya diabaikan. Pada stage 2 = t’j2 = t’j1 + t’j2 dan t’j1 = tjm + tjm-1

Oleh karena itu, aturan Johnson diaplikasikan pada jumlah dari dua yang pertama

(first – two) dan dua terakhir (last – two) waktu proses operasi ke-i. (Teguh Baroto, 2002:185)

t’j1 =

i

k ik

t

1

dan t’j2 = 1

1 

i k

imk


(35)

Untuk tiap tahap i (i = 1, 2, …, m-1), job order yang diperoleh dipakai untuk

menghitung sebuah makespan untuk memperoleh yang sesungguhnya setelah

tahap m-1, dapat diketahui makespan terbaik di antara tahap m-1 (Teguh Baroto,

2002:185)

Langkah-langkah penjadwalan produksi dengan metode Campbell, Dudek

and Smith (CDS) :

a. Menyusun matriks n x m dari tji dimana n = jumlah job, m = jumlah mesin, tji

= waktu pengerjaan job j pada mesin ke-i.

Tabel 2.11 Matriks n x m Mesin

Job

Mesin 1 ………..……… Mesin i

Job I

Job j

TI-1 ………….……….………..…..… tI-i

TJ-1 ………….……….………..…..… tJ-i

b. Menentukan jumlah urutan (p) untuk N Jobs-2 mesin, dimana p  m – 1.

c. Memulai penjadwalan dengan tahap 1 (k = 1).

d. Menghitung m1, dimana :

k

J Ji

t

m

1 1

Menghitung m2, dimana :

  

m

k m J

Ji

t

m

1 2

e. Dengan bantuan metode Johnson, N Jobs Two Machines, maka dapat

ditentukan urutan job.


(36)

g. Menghitung total waktu pengerjaan untuk tiap urutan.

h. Memilih urutan yang memiliki total waktu pengerjaan terkecil.

Campbell, Dudek and Smith mencoba algoritma mereka dan menguji

performanya dan dibandingkan dengan metode heuristik Palmer pada beberapa

masalah, mereka menemukan bahwa algoritma Campbell, Dudek and Smith

(CDS) biasanya lebih efektif baik untuk masalah kecil maupun masalah besar.

Berikut contoh pengerjaan metodeCampbell Dudeck Smith :

Contoh : Job dengan karakteristik sebagai berikut :

WAKTU PROSES

JOB M1 M2 M3

1 4 3 5

2 6 8 2

3 2 3 5

4 3 4 8

5 8 6 5

6 5 6 7

Bagaimana penjadwalan persoalan diatas ? Langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. k = 1

2.

JOB - t i , 1 - t i , 2 - t i , 3

1 4 3 5 2 6 8 2 3 2 3 5 4 3 4 8 5 8 6 5 6 5 6 7


(37)

a. t i . 1* =

k k

t

1

i . k = t i . 1

t 1. 1* = t 1. 1 = 4

t 2. 1* = t 2. 1 = 6

t 3. 1* = t 3. 1 = 2

t 4. 1* = t 4. 1 = 3

t 5. 1* = t 5. 1 = 8

t 6. 1* = t 6. 1 = 5

b. t i.2* =

k k

t

1

i . m – k + 1 =

k k

t

1

i . 3 – 1 + 1 = t i . 3

t 1. 2* = 5

t 2. 2* = 2

t 3. 2* = 5

t 4. 2* = 8

t 5. 2* = 5

t 6. 2* = 7

3. Urutkan job atas algoritma Johnson

JOB M-1 M-2

1 4 5 2 6 2 3 2 5 4 3 8 5 8 5 6 5 7


(38)

- t minimum JOB MESIN PENJADWALAN

2 2 2 - - - - - 2

2 3 1 3 - - - - 2

3 4 1 3 4 - - - 2

4 1 1 3 4 1 - - 2

5 5 2 3 4 1 - 5 2

5 6 1 3 4 1 6 5 2

Jadi urutan penjadwalannya adalah : J3 - J4 - J1 - J6 - J5 - J2

4. Hitung Makespan

Didapat Makespannya adalah = 37

1. k = 1 + 1 = 2

2. 2  3 (tidak)

a. t i . 1* = 

2 1

k

t i . k = t i . 1 + t i . 2

t 1. 1* = t 1. 1 +t 1. 2 = 4 + 3 = 7

t 2. 1* = t 2. 1 +t 2. 2 = 6 + 8 = 14

t 3. 1* = t 3. 1 + t 3. 2 = 2 + 3 = 5

t 4. 1* = t 4. 1 + t 4. 2 = 3 + 4 = 7

t 5. 1* = t 5. 1 + t 5 2 = 8 + 6 = 14

t 6. 1* = t 6. 1 +t 6. 2 = 5 + 6 = 11

b. t i.2* = 

2 1

k

ti . m – k + 1 = t i . 3 + t i . 2

t 1. 2* = t 1. 3 +t 1. 2 = 5 + 3 = 8

t 2. 2* = t 2. 3 +t 2. 2 = 2 + 8 = 10

t 3. 2* = t 3. 3 + t 3. 2 = 5 + 3 = 8


(39)

t 5. 2* = t 5. 3 + t 5 2 = 5 + 6 = 11

t 6. 2* = t 6. 3 +t 6. 2 = 7 + 6 = 13

3. Job atas algoritma Johnson

JOB M-1 M-2

1 7 8 2 14 10 3 5 8 4 7 12 5 14 11 6 11 13

- t minimum JOB MESIN PENJADWALAN

5 3 1 3 - - - -

-7 1 1 3 1 - - - -

7 4 1 3 1 4 - - -

10 2 2 3 1 4 - - 2

11 5 2 3 1 4 - 5 2

11 6 1 3 1 4 6 5 2

Jadi urutan penjadwalannya adalah : J3 - J1 - J4 - J6 - J5 - J2

4. Hitung Makespan

Didapat Makespannya adalah = 38

5. k = 2 + 1 = 3

6. 3  3 (YA)

7. Pilih Makespan terkecil, maka penjadwalannya adalah

J3 - J1 - J4 - J6 - J5 - J2 atau


(40)

2.7.2.2. Metode Palmer

Dalam penyelesaian masalah dengan pendekatan Palmer, setiap job

diberi sebuah indeks prioritas. Indeks prioritas ini akan memberikan nilai lebih

besar kepada job-job yang memiliki waktu proses yang cenderung meningkat

dari mesin ke mesin. Dengan demikian job yang memiliki indeks prioritas terbesar

akan dijadwalkan lebih awal.

Disaat banyak cara untuk mengimplementasikan aturan-aturan ini, Palmer

mengusulkan perhitungan sebuah indeks, Slope (Si) untuk tiap pekerjaan.

 

m

j

tij j m Si

1

1 2

Kemudian sebuah perubahan jadwal disusun memakai job order.

S (1)  S (2)  …  S (n)

Dimana m menyatakan jumlah mesin atau operasi yang diperlukan dalam

proses produksi, sedangkan i menunjukkan mesin ke-i. Untuk m = 2, heuristik

dari Palmer mengurutkan pekerjaan pada saat tidak ada peningkatan order dari (tj1

– tj2). Langkah-langkah penjadwalan produksi dengan metode Palmer :

a. Menulis matriks waktu pengerjaan job pada mesin.

b. Menghitung indeks prioritas.

 

m

j

tij j m Si

1

1 2

c. Menentukan urutan job berdasarkan nilai indeks prioritas terbesar.

d. Menghitung total waktu penyelesaian job.


(41)

WAKTU PROSES

JOB M1 M2 M3

1 1 8 4 2 2 4 5 3 6 2 8 4 3 9 2

Jadwalkan job-job di atas ?

1. Menghitung Slope dari masing-masing job sebagai berikut :

Si = -

   

m j

tij j

m

1

) 1 2

(

= - [{3 – (2 –1)} t i . 1 + [{3 – (4 –1)} t i . 2 +[{3 – (6 –1)} t i . 3 ]

= - [ 2 t i . 1 + 0. t i . 2 - 2. t i . 3]

Sehingga : S1 = - [(2 x 1) + (0 x 8) - (2 x 4)] = 6 S2 = - [(2 x 2) + (0 x 4) - (2 x 5)] = 6 S3 = - [(2 x 6) + (0 x 2) - (2 x 8)] = 4 S4 = - [(2 x 3) + (0 x 9) - (2 x 2)] = -2

2. Urutkan atas Slope terbesar maka :

J1 - J2 - J3 - J4 atau J2 - J1 - J3 - J4

3. Hitung Makespan

Maka didapat makespannya adalah = 28

2.7.2.3.Metode Dannenbring

Metode Dannenbring merupakan penggabungan dari pendekatan Palmer

dengan pendekatan Campbell, Dudeck and Smith ini hanya memberikan satu


(42)

 Waktu urut proses pada mesin pertama adalah : ai = mti1 – (m-1) ti2 + … + 1.tim

=

  

m

j

ji

p j m

1

1

 Waktu urut proses pada mesin kedua adalah :

bi = 1 ti1 + 2 ti2 + … + mk.tim

=

m

j ji

p J

1

.

Dimana :

m = Jumlah mesin

J = Mesin yang digunakan untuk memproses job i

tij = Waktu proses job ke-i pada mesin ke-j

Langkah-langkah dari perhitungan ini, yaitu :

a. Hitung waktu proses seolah-olah untuk mesin pertama

 

m

i j

ij

i m j t

a 1

b. Hitung waktu proses seolah-olah untuk mesin kedua

m

i j

ij

i jt

b .

c. Jadwalkan job atas algoritma Johnson dengan parameter sebagai berikut :

ai = Waktu proses dimesin M-1

bi = Waktu proses dimesin M-2


(43)

Berikut contoh pengerjaan Metode Dannenbring (Lihat kasus pada Metode Palmer) :

1. Hitung :

ai =

  

m j

tij j m

1

1

= (3 – 1 + 1) t i . 1 + (3 – 2 + 1) t i . 2 + (3 – 3 + 1) t i . 3

= 3 . t i . 1 + 2 . t i . 2 + 1 . t i . 3

2. Hitung :

bi =

 

m j

tij

1

j

= 1 . t i . 1 + 2 . t i . 2 + 3 . t i . 3

selanjutnya dapat ditabelkan sebagai berikut :

WAKTU PROSES AWAL WAKTU PROSES BARU

JOB t i . 1 t i . 1 t i . 1 ai bi

1 1 8 4 23 29

2 2 4 5 19 25

3 6 2 8 30 34

4 3 9 2 29 27

Dengan mengunakan algoritma johnson maka penjadwalannya :

M1 J2 - J1 - J3

M2 - J4


(44)

2.8 Peta Penjadwalan

Urutan pekerjaan akan dilanjutkan dengan peta penjadwalan sebagai berikut :

M E

S I

N

Waktu proses yang dibutuhkan

Gambar 2.5 Peta Penjadwalan

Peta penjadwalan diatas merupakan gambaran pengerjaan tiga job oleh

tiga mesin dengan urutan pengerjaan job : A - B – C, sedangkan total waktu

proses adalah pada saat pengerjaan job C pada mesin ketiga. (Arman Hakim

Nasution. 2008:361)

Dari peta penjadwalan ini akan diketahui total waktu yang diperlukan

untuk menyelesaikan job sesuai dengan urutannya. Dari alternatif urutan job yang

ada, dipilih sebuah alternatif yang optimal yaitu urutan yang memberikan waktu

penyelesaian (makespan) terkecil. (Arman Hakim Nasution. 2008:361)

2.9 Pengukuran Waktu Kerja

Suatu pekerjaan akan dikatakan selesai secara efisien apabila waktu penyelesaian berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (Standart Time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternatif metode kerja

A B C

A B C


(45)

yang terbaik, maka perlu diterapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran

kerja (Work Measurement atau Time Study). Pengukuran waktu kerja ini akan

berhubungan dengan usaha-usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna menyelesaikan. (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 169)

Secara singkat, pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan

antara kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan.

Secara garis besar teknik-teknik pengukuran waktu kerja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 170):

1. Pengukuran waktu kerja langsung.

Adalah pengukuran waktu kerja yang dilaksanakan secara langsung yaitu ditempat dimana pekerjaan yang diukur dijalankan.

Contoh :

a. Cara pengukuran waktu kerja dengan menggunakan jam henti (stopwatch

time study).

b. Sampling kerja (work sampling).

2. Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung.

Adalah pengukuran waktu kerja dimana perhitungan waktu kerja dilakukan tanpa pengamat harus berada ditempat pekerjaan yang akan diukur. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan adalah membaca tabel waktu yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan. Cara ini bisa dilakukan dalam aktivitas data waktu baku dan data waktu gerakan.


(46)

2.10 Penetapan Waktu Baku

Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Disini sudah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Dengan demikian maka waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang akan dihasilkan serta berapa pula tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan pekerjaan tersebut.(Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 170)

Menurut Sritomo Wignjosoebroto (2003 : 170), waktu baku ini sangat diperlukan terutama sekali untuk :

1. Perencanaan kebutuhan tenaga kerja (Man Power Planning).

2. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan (pekerja).

3. Penjadwalan produksi.

4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan (pekerja)

yang berprestasi.

5. Indikasi pengeluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Langkah-langkah yang diperlukan untuk mencari waktu baku adalah sebagai

berikut (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 170):

1. Pengukuran Pendahuluan.

Tujuannya melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilaksanakan untuk tingkat ketelitian dan


(47)

keyakinan yang diinginkan. Biasanya pengukuran waktu ini dilakukan sebanyak sepuluh kali atau lebih.

2. Uji Keseragaman Data.

Uji keseragaman data ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data-data tersebut terdapat penyimpangan. Uji keseragaman data-data dilakukan dengan

visual dan menggunakan peta kontrol.

Pengujian keseragaman data dengan cara visual adalah dengan melihat data

yang telah terkumpul dan selanjutnya mengidentifikasi data yang terlalu

ekstrim. Yang dimaksud ekstrim di sini adalah data yang terlalu besar atau

terlalu kecil dan jauh menyimpang dari trend rata-ratanya. Data seperti ini

sewajarnya dapat dibuang dan tidak dimasukkan dalam perhitungan. Sedangkan pengujian keseragaman data menggunakan peta kontrol yaitu melakukan pengujian dengan peta kontrol dimana data yang melebihi batas kontrol atas dan batas kontrol bawah, maka data tersebut dibuang dan tidak dimasukkan dalam perhitungan. Langkah yang dilakukan adalah :

a. Mengelompokkan data dalam beberapa sub group yang sama besarnya

secara berturut-turut.

Tabel 2.11 Pengelompokkan Data Dalam Sub Group Sub group Waktu penyelesaian

1, 2, 3, …, n

Harga rata-rata

ij

X

1 2 . . . N

X11, X12, …, X1n

X21, X22, …, X2n

Xi1, Xi2, …, Xin

1

X

2

X

n

X


(48)

b. Menghitung rata-rata dari harga rata-rata sub group.

k X X

i

c. Menghitung standart deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian.

N x x j

  

2

 untuk N ≥ 30

Dengan N = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.

d. Menghitung standart deviasi dari distribusi harga rata-rata sub group.

n

x

 

e. Menentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB).

x x

x BKB

x BKA

 

. 3

. 3

 

 

Data dikatakan seragam apabila berada diantara BKA dan BKB.

3. Uji Kecukupan Data.

Pengujian kecukupan data dilakukan jika seluruh data hasil pengukuran telah seragam dan dalam hal ini dilakukan perhitungan (N’), jika hasil N’ < N maka data dapat dikatakan telah cukup dan jika N’ > N. Di dalam pengukurankerja

biasanya akan diambil 95% tingkat kepercayaan ( confidence level ) dan 5% (

degree of accuracy ) derajat ketelitian,.Hal ini berarti bahwa sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata waktu yang dicatatuntuk suatu elemen kerjaakan memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5%. Uji kecukupan data dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 184):


(49)

2 2 2

'

     

  

ij

ij ij

X

X X

N s k N

Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang seharusnya dilakukan.

X = Data waktu pengamatan.

S = Tingkat ketelitian.

N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan.

k = Koefisien distribusi normal dengan tingkat keyakinan

4. Penetapan Waktu Baku.

Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang di dapat mempunyai keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan keyakinan yang dimiliki, maka langkah selanjutnya adalah mengelola data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku adalah sebagai berikut (Sutalaksana, 2006 : 155) :

a. Menghitung waktu siklus rata-rata, Ws =

N Xi

b. Menghitung waktu normal, Wn = Ws x P

c. Menghitung waktu baku, Wb = Wn x

100%Allowance

% 100

2.10.1.Faktor Penyesuaian (Performance Rating)

Selama pengukuran berlangsung, pengukuran harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi jika operator tersebut bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah dikejar


(50)

waktu atau karena kita menjumpai kesulitan-kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini tentunya mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat operator bekerja terlalu singkat atau terlalu panjang (lama) waktu penyelesaiannya. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku diselesaikan secara wajar. (Sutalaksana, 2006 : 157)

Dengan adanya faktor penyesuaian ini, maka ketidaknormalan dari waktu kerja yang diakibatkan operator bekerja dalam tempo yang tidak sebagaimana mestinya dapat dinormalkan kembali. Untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan rata-rata (bisa waktu siklus ataupun waktu untuk

tiap-tiap elemen) dengan faktor penyesuaian (performance rating). Dari rating

faktor atau faktor penyesuaian dapat diperoleh (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 :

196):

a. Jika operator bekerja terlalu cepat yaitu bekerja di atas batas kewajaran

(normal), maka rating faktor ini akan lebih besar daripada waktu (P > 1 atau P

> 100%).

b. Jika operator bekerja terlalu lambat, yaitu bekerja dengan kecepatan di bawah

kewajaran (normal), maka rating faktor akan lebih kecil daripada satu (P < 1

atau P < 100%).

c. Jika operator bekerja secara normal atau wajar, maka faktor ini akan diambil

sama dengan satu (P = 1 atau P = 100%). Untuk kondisi kerja dimana operasi

secara penuh dilaksanakan oleh mesin (operating or machine time), maka


(51)

Dalam pengukuran waktu kerja ada beberapa metode penyesuaian yang sering digunakan yaitu (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 196-197) :

1. Metode Skill dan Effort Rating.

Metode ini berdasarkan pengukuran kerja dan waktu baku yang ada

dinyatakan dengan “Bs” atau bedaux.

Prosedur pengukuran kerja ini meliputi penentuan rating terhadap kecakapan

(skill) dan usaha-usaha yang ditunjukkan oleh operator pada saat bekerja,

disamping itu juga mempertimbangkan kelonggaran (allowance) waktu

lainnya. Di sini ditetapkan angka 60 Bs sebagai performance operator.

2. Metode Westhinghouse System’s Rating.

Metode ini memperkenalkan 4 (empat) faktor yang dapat mempengaruhi

performance kerja manusia, yaitu : Keterampilan (skill), Usaha (effort),

Kondisi Kerja (condition), Konsistensi (Consistency).

Westhinghouse membuat tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk menormalkan waktu yang ada, maka dilakukan dengan cara mengalihkan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke-4 rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditujukan oleh operator.

Keterampilan didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Keterampilan dapat menurun jika terlalu tidak menangani pekerjaan atau karena sebab-sebab lain seperti kesehatan yang terganggu, rasa lelah yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial. Usaha didefinisikan


(52)

sebagai kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika

melakukan pekerjaannya. Kondisi kerja atau Condition adalah kondisi fisik

lingkungannya seperti keadaan pencahayaannya, temperatur dan kebisingan ruangan. Konsistensi yang dimaksud adalah waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan oleh seorang pekerja selalu berubah-ubah. Seseorang dikatakan

perfect dalam bekerja jika orang tersebut bekerja dengan waktu penyelesaian tetap. Angka-angka yang diberikan pada setiap kelas dari faktor-faktor diatas dapat dilihat pada tabel 2.12:

Tabel 2.12 Performance Rating Metode Westhing House

Skill

Effort

Superskill Excellent Good Average Fair Poor A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 +0,15 +0,13 +0,08 +0,06 +0,06 +0,03 0,00 -0,05 -0,10 -0,16 0,22 Superskill Excellent Good Average Fair Poor A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2 +0,13 +0,12 +0,10 +0,08 +0,05 +0,02 0,00 -0,04 -0,08 -0,12 -0,17

Condition Consistency

Ideal Excellent Good Average Fair Poor A B C D E F +0,06 +0,04 +0,02 0,00 -0,03 -0,07 Ideal Excellent Good Average Fair Poor A B C D E F +0,04 +0,03 +0,01 0,00 -0,02 -0,04 (Sumber :Sritomo Wignjosoebroto, 2003: 198)


(53)

3. Metode Synthetic Rating

Metode ini mengevaluasi tempo kerja operator berdasarkan nilai waktu yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Prosedur yang dilakukan adalah dengan melaksanakan pengukuran kerja seperti biasanya dan kemudian membandingkan waktu yang diukur dengan waktu penyelesaiaan elemen kerja yang sebelumnya sudah diketahui data waktunya. Perbandingan ini akan

merupakan indeks performance atau rating factor dari operator untuk

melaksanakan elemen kerja tersebut.

Rasio menghitung indeks performance atau rating factor dapat dirumuskan

sebagai berikut :

A P R

Dengan :

R = Indeks performance atau rating factor

P = Predetermind time untuk elemen kerja yang diamati (menit) A = Rata-rata waktu dari elemen kerja yang diukur (menit)

2.10.2.Faktor Kelonggaran (Allowance)

Dalam melakukan suatu pekerjaan operator tentunya tidak akan mampu bekerja terus menerus sepanjang hari tanpa adanya waktu untuk istirahat. Dalam kenyataannya akan sering menghentikan kerja dan membutuhkan waktu untuk

keperluan pribadi, untuk melepaskan lelah dan untuk keperluan lainnya. (Sritomo

Wignjosoebroto, 2003 : 200)


(54)

baku adalah sama dengan waktu normal yang merupakan waktu siklus penyelesaian rata-rata diberikan penyesuaian ditambah dengan waktu

kelonggaran.(Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 201)

Waktu kelonggaran terdiri dari (Sritomo Wignjosoebroto, 2003 : 201-203):

a. Kelonggaran waktu untuk keperluan pribadi (Personal Allowance).

Untuk pekerjaan di mana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi maka sekitar 2% - 5% (10-24 menit) setiap hari akan dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pribadi.

b. Kelonggaran waktu untuk melepas lelah (Fatique Allowance).

Kelonggaran waktu yang diberikan untuk melepas lelah biasanya besarnya adalah 5-15 menit.

c. Kelonggaran waktu untuk karena keterlambatan (Delay Allowance).

Kelonggaran waktu ini diberikan untuk hal-hal yang tidak dapat terhindarkan dan terjadi di luar kontrol. Contoh dari hambatan ini adalah memperbaiki kemecetan–kemacetan karena mesin rusak.

Tabel 2.13 Faktor Kelonggaran (Allowance)

FAKTOR KELONGGARAN

Tenaga Yang Dikeluarkan

1. Dapat diabaikan (tanpa beban) 2. Sangat ringan (0 – 2,25 kg) 3. Ringan ( 2,25 – 9 kg) 4. Sedang ( 9 – 18 kg)

5. Berat (18 – 27 kg)

6. Sangat Berat (27 – 59 kg) 7. Luar biasa berat ( > 50 kg )

Pria Wanita

0 0

0 – 6 0 – 6

6 – 7,5 6 – 7,5

7,5 – 12 7,5 – 12

12 – 19 16 – 30

19 – 30 30 – 50 Sikap Kerja

1. Duduk

2. Berdiri diatas dua kaki 3. Berdiri diatas satu kaki 4. Berbaring

5. Membungkuk

0 – 1 1 – 2,5 2,5 – 3,5

3,6 – 4 4 – 10]


(55)

Gerakan Kerja 1. Normal 2. Agak Terbatas 3. Sulit

4. Anggota Badan Terbatas 5. Seluruh Badan Terbatas

0 0 – 5 0 – 5 5 – 10 10 – 15 Kelelahan Mata

1. Pandangan Terputus – putus 2. Pandangan Terus menerus

3. Pandangan terus menerus dengan fokus berubah-ubah 4. Pandangan terus menerus dengan fokus tetap

Terang Buruk

0 1

2 2

2 5

4 8

Temperatur Tempat Kerja (oC)

1. Beku (dibawah 0)

2. Rendah ( 0 – 13) 3. Sedang (13 – 22) 4. Normal (22 – 28) 5. Tinggi (28 – 38) 6. Sangat Tinggi (> 38)

Normal Lembab

> 10 > 12

10 – 0 12 – 5

5 – 0 8 – 0

0 – 5 0 – 8

5 – 40 8 – 100

> 40 >100

FAKTOR KELONGGARAN

Keadaan Atmosfer

1. Baik (udara segar) 2. Cukup (bau tak berbahaya) 3. Kurang Baik (banyak debu) 4. Buruk (bau yang berbahaya)

0 0 – 15 5 – 10 10 – 20 Keadaan Lingkungan

1. Bersih, Sehat, Tidak Bising

2. Siklus Kerja berulang – ulang antara 5 – 10 detik 3. Siklus kerja berulang – ulang 0 – 5 detik

4. Sangat Bising

5. Ada faktor penurunan kualitas 6. Ada getaran lantai

7. Keadaan yang luar biasa

0 0 – 1 1 – 3 0 – 5 0 – 5 5 – 10 5 – 15 Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi : Pria = 2 – 2,25 %

Wanita = 2 – 5,0 %

( Sumber : Sutalaksana, 2006 : 170-171)

2.11. Pengertian Rotan Alami

Rotan merupakan salah satu hasil hutan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan komoditi baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun sebagai eksport.

Sebagian dari kita mengenal kayu atau rotan untuk material perabotan.


(56)

alam. Karena itu, dibutuhkan perawatan sedikit rumit agar bisa bertahan lama. Harganya pun tidak murah. Sebab, sumber dayanya terus menipis. Salah satunya rotan alami. Dari tampilan fisiknya, bahan tersebut terlihat tak jauh berbeda dengan rotan sintetis. Namun, jika dicermati lebih teliti, terlihat jika rotan alami memiliki serat-serat yang alami. Bahannya tidak berbahaya, tidak pula beracun, Meskipun berasal dari bahan alami , perabotan yang terbuat dari rotan alami memiliki daya tahan lebih lama. Perabot dari bahan ini tahan segala cuaca dan tidak perlu khawatir dimakan rayap. Penempatan rotan alami tidak dapat ditempatkan di luar ruangan, karena jika terkena pergantian suhu yang terus menerus seperti panas dan hujan akan mengakibatkan kulit luar rotan terkelupas. Perabotan dari rotan alami juga bisa digunakan untuk model klasik maupun modern minimalis. Sebab, pilihan warnanya cukup beragam. Demikian pula bentuknya, bisa didesain sesuai keinginan. Perabot jenis ini juga bisa tampil

mewah. Kuncinya satu, gunakan cushion (bantalan) yang tepat.

Rotan asli memiliki anyaman tradisional 2-2, 3-3, dan anyaman moderen seperti daun bersilang yang banyak digemari. Menurut Noto S Setiawan, Direktur Balagi, rotan alami memiliki elastisitas yang menarik, sehingga mudah dibentuk sesuai dengan keinginan. Jadi, apapun desain perabotnya bisa dibuat. Di bandingkan rotan jenis lain misalnya rotan sintetis, rotan alami tidak kaku jika digunakan produknya.

Kualitas rotan alami itu sendiri dibedakan menjadi AB, BC, CD. Sedangkan ukurannya yaitu 20 – 22 mm, 22 – 24 mm, 24 – 26 mm, dan 26 – 28


(57)

mm. Untuk ukuran 31 mm untuk rotan tipe Eropa. Jenis – jenis rotan yang sering dijumpai adalah rotan Sumbawa, Barang, Tarumpu dan Pahit.

Sejauh ini perabot dari rotan alami lebih banyak dipasarkan ke luar negeri sesuai dengan pesanan. Perabotan berbahan dasar rotan alami banyak diminati oleh konsumen baik dari dalam maupun luar negeri, Karena tahan lama dan bervariasi warna maupun bentuknya.

2.12. Urutan Proses Produksi

Dalam pembuatan kursi rotan ini terdapat beberapa proses antara lain :

1. Pemotongan

Proses ini sebelumnya melakukan pengukuran dahulu kemudian dipotong sesuai ukuran. Pada proses ini pengukuran dan pemotongan dijadikan satu karena pada satu stasiun kerja yang sama.

2. Penguapan

Setelah melakukan pemotongan sesuai ukuran yang diinginkan maka dilanjutkan dengan proses penguapan menggunakan mesin steam. Pada proses ini digunakan bahan bakar berupa kayu. Proses ini dilakukan agar bahan baku dapat lebih lentur dan mudah dibentuk.

3. Pencetakan ( Pembentukan )

Pada proses ini menggunakan mesin cetak atau mesin rol. Proses ini dilakukan untuk membentuk pola awal sesuai dengan ukuran yang diinginkan.


(58)

4. Penghalusan

Proses ini dilakukan dengan pengamplasan yaitu menggunakan mesin sanding. Hal ini dilakukan agar serabut-serabut yang menempel pada produk dapat berkurang.

5. Assembling

Setelah mengalami beberapa proses, maka proses yang harus dilalui adalah proses assembling. Pada proses ini menggunakan mesin bor duduk.

6. Finishing Packing

Dalam proses ini produk yang sudah jadi dengan syarat lolos dari pihak quality control yaitu produk sudah sesuai ukuran dan dimensi yang diinginkan, kemudian di packing dalam kardus dan dikirim sesuai pesanan.

2.13. Penelitian – penelitian Terdahulu

Hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat sebagai berikut :

1. Nama : Ruly Permata Sari

NPM : 0532010205

Judul : Analisis Penjadwalan Produksi Dengan Metode Campbell Dudeck Smith, Palmer, Dan Dannenbring untuk Meminimumkan Makespan ( Studi kasus Di PT. Carma Wira Jatim – Pasuruan )

Hasil Penelitian :

PT. Carma Wira Jatim merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan kulit hewan. Produk yang dihasilkan adalah kulit hewan


(59)

jenis kulit sapi, kulit kambing, dan kulit domba. Dalam perkembangan selanjutnya perusahaan sering mengalami kesulitan dalam penyelesaian produk yang tepat sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan kepada pelanggan. Hal ini dikarenakan belum ditemukannya metode penjadwalan produksi yang tepat karena selama ini perusahaan menggunakan metode

FCFS (First Come First Server)

Dengan adanya masalah tersebut digunakan beberapa metode penjadwalan

yaitu, metode penjadwalan Campbell Dudeck Smith (CDS), Palmer, dan

Dannenbring. Dari ketiga metode penjadwalan yang digunakan, akan dilakukan perbandingan memilih metode penjadwalan yang memiliki nilai

makespan yang paling minimum dengan harapan perusahaan dapat mengatasi

keterlambatan didalam penyelesaian job dan mendapatkan laba yang

maksimal.

Berdasarkan ketiga metode penjadwalan yang dilakukan, makespan yang

paling minimum diperoleh dari hasil metode penjadwalan Campbell Dudeck

Smith (CDS), dan Dannenbring dengan waktu makespan nya sebesar

27504,90 menit  458,41 jam  65 hari (1 hari kerja = 7 jam) lebih kecil

dibandingkan dengan metode perusahaan yang digunakan selama ini sebesar

28903,88 menit  481,73 jam  69 hari (1 hari kerja = 7 jam). Sehingga

terjadi penghematan waktu pengerjaan produk sebesar 23,32 jam  4 hari (1

hari kerja = 7 jam) atau sebesar 4,84 %.

2. Nama : Venny Fatimah


(60)

Judul : Analisis Penjadwalan Produksi Dengan Menggunakan Metode Campbell Dudeck Smith, Palmer, Dannenbring ( Studi kasus Di UD. Mebel Aluminium - Mojokerto )

Hasil Penelitian :

UD. Mebel Aluminium merupakan unit dagang yang mempoduksi furniture yang berlokasi di Mojokerto. Proses produksi yang diterapkan UD. Mebel Aluminium adalah proses produksi repetitif, dimana arah lintasan produksi antara job satu dengan job lain sama. Sampai saat ini masih belum menerapkan metode penjadwalan sehingga dalam memenuhi permintaan dari konsumen dirasa kurang efisien karena masih ada beberapa job yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang diinginkan oleh pemesan (customer). Hal ini karena perusahaan selama ini menerapkan sistem penjadwalan FCFS yaitu job yang pertama kali datang yang pertama kali dilayani dan proses produksi menggunakan mesin yang sama secara bergantian untuk menyelesaikan tiga jenis kursi.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian dengan metode

Campbell Dudeck Smith, Palmer, serta Dannenbring. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif – alternatif penjadwalan produksi sehingga bisa meminimumkan total waktu pengerjaan seluruh produk (Makespan) dan mendapatkan laba yang maksimal.

Berdasarkan ketiga metode penjadwalan yang dilakukan, makespan yang paling minimum diperoleh dari hasil metode penjadwalan Palmer dengan


(61)

(1 hari kerja = 8 jam) lebih kecil dibandingkan dengan metode perusahaan

yang digunakan selama ini sebesar 30241,15 menit  504,02 jam  63 hari (1

hari kerja = 8 jam). Sehingga terjadi penghematan waktu pengerjaan produk

sebesar 4,88 jam  1 hari (1 hari kerja = 8 jam) atau sebesar 0,97 %.

3. Nama : Ricky Dwi Aryanto

NPM : 0632010192

Judul : Analisis Penjadwalan Produksi Dengan Menggunakan Metode

Campbell Dudeck Smith, Palmer, dan Dannenbring (Studi kasus Di PT. Saint Gobain Abrasives Surabaya).

Hasil Penelitian :

PT. Saint Gobain Abrasives merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi

belt yang berbahan dasar kertas gosok. Permasalahan yang dihadapi perusahaan

selama ini adalah adanya keterlambatan dalam penyelesaian suatu produk. Yang semula penyelesaian produk selesai empat hari setelah pemesanan, mundur beberapa hari. Hal ini disebabkan karena perusahaan selama ini menerapkan

sistem penjadwalan FCFS yaitu job yang pertama datang yang pertama kali

dilayani.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu adanya suatu sistem

penjadwalan yang baik dengan harapan PT.Saint Gobain Abrasives dapat

memenuhi permintaan konsumen secara tepat waktu. Dalam penelitian diusulkan

suatu penjadwalan produksi dengan menggunakan metode Campbell Dudeck

Smith, Palmer dan Dannenbring. Dengan harapan diperoleh penjadwalan


(62)

Diperoleh jadwal yang optimal atau hasil makespan minimum yaitu

metode Campbell Dudeck Smith (CDS) dan Dannenbring memberikan urutan

penjadwalan yang optimal yaitu job3–job1–job2 dengan makespan sebesar 1656,5

menit Apabila dibandingkan dengan kondisi riil yang menggunakan urutan job1–

job2 – job 3 dengan makespan sebesar 1746,6 menit maka metode Campbell

Dudeck Smith (CDS) dan Dannenbring dapat memberikan penjadwalan yang

optimal dengan selisih waktu sebesar 90,1 menit dari kondisi riil. Dengan

menggunakan metode Campbell Dudeck Smith (CDS) dan Dannenbring maka


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk menyelesaikan permasalahan dalam penelitian maka digunakan metode penelitian yang sistematis dan terarah untuk mencapai tujuan penelitian. Dalam rangkaian penelitian ini terdapat beberapa langkah-langkah penelitian yaitu:

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Untuk penelitian Tugas Akhir ini, penulis melakukan pengumpulan data di

UD. ANGGUN RAYA

yang merupakan unit dagang yang bergerak dalam bidang furniture yang terletak Jl. Brebek I D No. 23, Waru – Sidoarjo. Waktu penelitian dilakukan antara bulan Desember 2010 sampai dengan data yang diperlukan cukup.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Untuk pembuatan sistem penjadwalan beserta analisanya, maka diperlukan variabel-variabel yang berkaitan dengan penjadwalan produksi furniture ( kursi ) antara lain, yaitu :

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas antara lain meliputi :


(64)

a. Data Permintaan

Data permintaan yaitu jumlah job yang harus dijadwalkan. Data

permintaan merupakan data sekunder yang diperoleh dari perusahaan. Data permintaan ada 3 job yaitu : SWIVEL DINING W.ARM, SWIVEL DINING W/O ARM, RH – 541 DB

b. Jumlah jenis mesin

Jumlah jenis mesin adalah jumlah mesin yang digunakan pada tiap stasiun

kerja untuk masing-masing job yang dikerjakan.

c. Data Pengamatan Waktu Proses

Merupakan data waktu proses produksi tiap job pada masing-masing stasiun kerja yang diperoleh berdasarkan pengamatan secara langsung . d. Data Permintaan tiap Job

Bulan No. Job

Jenis Job/ produk Jumlah

permintaan (unit)

1 Swivel Dining W/O Arm 100

2 Swivel Dining W Arm 18

Desember

3 RH – 541 DB 500

1 Swivel Dining W/O Arm 125

2 Swivel Dining W Arm 100

Januari

3 RH – 541 DB 800

1 Swivel Dining W/O Arm 175

2 Swivel Dining W Arm 125

Februari


(65)

2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya yaitu

makespan. Makespan adalah waktu untuk memproduksi seluruh job hingga

selesai

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk bahan penelitian ialah menggunakan dua macam metode, yaitu :

1. Studi kepustakaan atau literatur (Library Research).

Metode ini dilakukan dengan jalan mempelajari ilmu dan literatur-literatur yang berhubungan langsung dengan permasalahan. Sehingga akan diperoleh teori yang berhubungan langsung dengan penyelesaian masalah.

2. Penelitian lapangan atau survey perusahaan (Field Research).

Metode pengambilan data yang digunakan pada penelitian lapangan ini ada 2 (dua) macam, yaitu :

a. Data primer.

Data primer adalah data yang diukur pada saat penelitian lapangan oleh peneliti pada obyek penelitian, dimana data diperoleh secara langsung diperusahaan yang sedang diteliti. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data adalah :


(66)

a. Observasi

Melalui observasi ini penulis mengumpulkan data dengan melakukan

pengamatan langsung terhadap masing-masing operator pada tiap

stasiun kerja.

b. Interview

Suatu metode untuk memperoleh data dan keterangan dengan cara

mengadakan komunikasi secara langsung dengan responden.

b. Data Sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dengan melakukan pengumpulan data yang telah ada di perusahaan (dokumen perusahaan) tanpa adanya perhitungan terlebih dahulu. Data atau informasi yang diperoleh antara lain :

a. Data permintaan.

b. Gambaran umum perusahaan.

Disamping data itu, juga dibutuhkan data mengenai lingkungan kerja seperti temperatur, kelembaban, cahaya, kebisingan dan lain-lain. Hal tersebut digunakan untuk mendapatkan faktor kelonggaran. Keterampilan dan usaha tenaga kerja serta kondisi kerja digunakan untuk mendapatkan faktor penyesuaian. Waktu baku ditetapkan berdasarkan perhitungan waktu proses (beban kerja) yang telah dipengaruhi oleh faktor penyesuaian dan ditambah faktor kelonggaran. Sebelum dilakukan perhitungan waktu kerja, perlu dilakukan pengujian keseragaman dan kecukupan data untuk menunjukkan data layak dipakai.


(67)

3.4 Metode Pengolahan Data 3.4.1. Pengukuran Waktu Kerja

Data masing-masing proses produksi :

1. Pengujian Keseragaman Data

Menentukan Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol Bawah (BKB)

x k x

BKA  . BKBxk.x

Dengan harga k = nilai konstanta untuk derajat atau tingkat keyakinan, dimana harga k dilihat pada buku metoda statistika daftar F.

2. Pengujian Kecukupan Data

Uji kecukupan data dihitung dengan rumus sebagai berikut :

2

2 2

'

     

  

ij

ij ij

X

X X

N s k N

Dimana :

N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang seharusnya dilakukan N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan

S = Tingkat ketelitian X = Data waktu pengamatan

K = Angka deviasi standart untuk X, yang besarnya tergantung pada tingkat

keyakinan (Confidence Level) yang diambil.

N’  N berarti banyaknya data pengukuran pendahuluan telah dianggap

“cukup”

N’ > N berarti banyaknya data pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan ternyata “belum cukup”, sehingga perlu diadakan pengukuran


(1)

Perhitungan Makespan metode Dannenbring dengan urutan job 3 – 1 – 2.

Makespan mesin 1 pada job 3 = 698.5 + 0 = 698.5 menit Makespan mesin 1 pada job 1 = 129.0 + 698.5 = 827.5 menit Makespan mesin 1 pada job 2 = 85.05 + 827.5 = 912.55 menit Makespan mesin 2 pada job 3 = 25402.67 + 698.5 = 26101.17 menit Makespan mesin 2 pada job 1 = 4709.33 + 26101.17 = 30810.5 menit Makespan mesin 2 pada job 2 = 2766.15 + 30810.5 = 33576.65 menit Makespan mesin 3 pada job 3 = 6022.50 + 26101.17 = 32123.67 menit Makespan mesin 3 pada job 1 = 1066.0 + 30810.5 = 32876.5 menit Makespan mesin 3 pada job 2 = 619.04 + 33576.65 = 34195.69 menit Makespan mesin 4 pada job 3 = 4884.0 + 32123.67 = 37007.67 menit Makespan mesin 4 pada job 1 = 829.00 + 37007.67 = 37836.67 menit Makespan mesin 4 pada job 2 = 441.05 + 37836.67 = 38277.72 menit Makespan mesin 5 pada job 3 = 3524.4 + 37007.67 = 40532.07 menit Makespan mesin 5 pada job 1 = 520.00 + 40532.07 = 41052.07 menit Makespan mesin 5 pada job 2 = 364.50 + 41052.07 = 41416.57 menit Makespan mesin 6 pada job 3 = 8976.0 + 40532.07 = 41508.07 menit Makespan mesin 6 pada job 1 = 1596.8 + 41052.07 = 42348.87 menit Makespan mesin 6 pada job 2 = 985.61 + 41416.57 = 42402.18 menit

Dari urutan penjadwalan Job J3 – J1 – J2 di dapat nilai makespannya adalah 42402.18 menit.


(2)

Keterangan Peta Penjadwalan

Pada peta penjadwalan dengan Metode Dannenbring bulan Desember 2010 – Februari 2011 dengan urutan job 3 – 1 – 2 menunjukkan pada :

Mesin 1 : melakukan proses selama 912.55 menit dimana job 3 dimulai dari waktu proses 0 sampai 698.5 menit, job 1 dari waktu 698.5 menit sampai 827.5 menit, dan job 2 dari waktu 827.5 menit sampai 912.55 menit.

Mesin 2 : melakukan proses selama 33576.65 menit dimana job 3 dimulai dari waktu proses 698.5 sampai 26101.17 menit, job 1 dari waktu 26101.17 menit sampai 30810.5 menit, dan job 2 dari waktu 30810.5 menit sampai 33576.65 menit.

Mesin 3 : melakukan proses selama 34195.69 menit dimana job 3 dimulai dari waktu proses 26101.17 sampai 32123.67 menit, job 1 dari waktu 30810.5 menit sampai 32876.5 menit, dan job 2 dari waktu 33576.65 menit sampai 34195.69 menit. Dimana antara job 1 dan job 2 terjadi idle selama 700.15 menit.

Mesin 4 : melakukan proses selama 38277.72 menit dimana job 3 dimulai dari waktu proses 32123.67 sampai 37007.67 menit, job 1 dari waktu 37007.67 menit sampai 37836.67 menit, dan job 2 dari waktu 37836.67 menit sampai 38277.72 menit.

Mesin 5 : melakukan proses selama 41416.57 menit dimana job 3 dimulai dari waktu proses 37007.67 sampai 40532.07 menit, job 1 dari waktu 40532.07 menit sampai 41052.07 menit, dan job 2 dari waktu 41052.07 menit sampai 41416.57 menit.


(3)

Mesin 6 : melakukan proses selama 42402.18 menit dimana job 3 dimulai dari waktu proses 40532.07 sampai 41508.07 menit, job 1 dari waktu 41052.07 menit sampai 42348.87 menit, dan job 2 dari waktu 41416.57 menit sampai 42402.18 menit.


(4)

(5)

(6)