KAJIAN PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR PUTIH PADA BROWNIES SEBAGAI PRODUK UNGGULAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI MAKANAN FUNGSIONAL.

(1)

ii

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

TISSKI LELISATRI 035 624 015

PROGRAM STUDI PEDIDIKAN TEKNIK BOGA

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK BOGA DAN BUSANA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2007


(2)

iii

Brownies Sebagai Produk Unggulan Yang Berpotensi Sebagai Makanan Fungsional” ini telah disetujui oleh pembimbinguntuk diujikan.

Yogyakarta, januari 2007

Badraningsih. L. M.Kes Nip. 131 572 389


(3)

iv

PADA BROWNIES SEBAGAI PRODUK UNGGULAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI MAKANAN FUNGSIONAL

Dipersiapkan dan disusun oleh: TISSKI LELISATRI

NIM. O35 624 015

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Teknik Boga Busana, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta pada tanggal 4 Januari 2007. Dan dinyatakan telah memenuhi syarat guna memperoleh Sarjana Pendidikan

Susunan Panitia Penguji

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Badraningsih L. M.Kes : Ketua Penguji Kokom Komariah, M.Pd : Sekretaris Penguji Fitri Rahmawati, MP : Penguji

Yogyakarta, Januari 2007 Fakultas Teknik

Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,

Prof. Dr. H. Sugiyono NIP. 130 693 811


(4)

v

Nama : TISSKI LELISATRI

Nim : 035 624 015

Jurusan : Pendidikan Teknik Boga

Fakultas : Teknik

Judul Proyek Akhir : Kajian Penggunaan Tepung Ubi Jalar Putih Pada Brownies Sebagai Produk Unggulan Yang Berpotensi Sebagai Makanan Fungsional.

Menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan atau gelar lainnya ataupun untuk pemenuhan tugas mata kuliah Tugas Akhir Skripsi di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis oleh orang lain, kecuali pada bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan.

Yogyakarta, Januari 2007 Yang menyatakan


(5)

vi

keadaan mereka sendiri. ( Hadist Buchari )

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah

selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap

(QS. Al-Insyirah)

Bukanlah Kepasan itu mendapatkan apa yang diinginkan manakala mampu

memberikan apa yang terbaik untuk orang lain (AA. Gymnastiar)

Karya ini Ku Persembahkan Kepada:

Mama, Papa tercinta yang selalu memberikan cinta kasih sayangnya yang terus mengalir dan tak pernah luntur, semua pengorbanan, kesabaran dan doa restunya

Mba Eva, Mba Fitri, dan adikku Erli yang imoet and sweety yang kadang-kadang menyebalkan.

Teman2 seperjuangan skripsi (Mba Febtri, Rulli, Nurul, Andin, Mba wijiken) dan Sahabat2ku (Ila, Tara, Vee , R-hea, Amien, Dhita) yang selalu memberikan dukungan dan semangat


(6)

vii Oleh :

TISSKI LELISATRI 035 624 015

Tujuan penelitian ini adalah 1)Mengetahui formula brownies Tepung Ubi Jalar Putih (TUJP), 2)Mengetahui perbedaan tingkat kesukaan konsumen dari brownies TUJP, 3)Mengetahui kadar serat kasar dari ubi jalar putih mentah, TUJP, brownies standar, brownies TUJP, 4)Mengetahui kandungan gizi berdasarkan analisis proksimat dan tekstur dari brownies TUJP yang paling disukai, 5)Mengetahui analisis biaya dari brownies TUJP yang paling disukai, 6)Mengetahui penerapan HACCP pada produk brownies TUJP sehingga terjamin keamanannya.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Obyek penelitian ini adalah produk brownies. Variable dalam penelitian ini terletak pada jumlah tepung ubi jalar putih yang digunakan untuk subtitusi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan sistem metode blok lengkap yaitu dengan 3 kali ulangan percobaan dan 2 kali ulangan sampel. Penelitian ini meliputi 6 tahap yaitu:, 1)Pembuatan brownies dengan subtitusi TUJP, 2)Pengujian tingkat kesukaan masyarakat pada brownies TUJP, 3)Analisis serat kasar dilakukan pada brownies standar, ubi jalar putih mentah, TUJP, dan brownies TUJP serta analisis tekstur dilakukan pada brownies standar dan brownies TUJP yang paling disukai sedangkan analisis proksimat dilakukan pada brownies TUJP yang paling disukai, 4)Analisis biaya pada produk brownies TUJP yang paling disukai, 5)Analisis HACCP pada produk brownies TUJP yang paling disukai. Data uji kesukaan dan data analisis serat kasar yang diperoleh diolah dengan anava satu jalur dengan taraf signifikansi 5% yang dilanjutkan dengan LSD. Data analisis tekstur diolah dengan T-Test untuk mengetahui tingkat keempukan brownies. Data analisis proksimat digunakan untuk mengetahui kandungan kalori brownies TUJP.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1)Formula yang digunakan untuk analisis adalah formula 3 (100%) karena paling banyak menggunakan TUJP. Resep brownies TUJP adalah 250 g TUJP,350 g coklat chollatta, 380 g margarine, 250 g gula pasir, 8 butir telur, 55 g coklat bubuk dan 50 g kacang kenari,yang menghasilkan 32 potong. 2)Dari ketiga formula brownies TUJP cukup disukai konsumen dan tidak terdapat perbedaan signifikan tingkat kesukaan terhadap formula brownies TUJP. 3)Kadar serat kasar dari brownies standar 2,647 g, ubi jalar putih 6,393 g, TUJP 1,949 g, dan brownies TUJP 17,849 g. Brownies TUJP memiliki kandungan serat kasar yang tinggi dapat menjadikan brownies sebagai produk unggulan yang berpotensi menjadi makanan fungsional yang dapat mencegah penyakit kanker kolon, divertikulosis, konstipasi (sembelit), dan hipertensi. 4)Brownies TUJP memiliki kadar lemak 28,04423%, protein 5,64785%, karbohidrat 42,45045%, kadar air 22,20421% dan kadar abu 1,65325% dan hasil analisis tekstur brownies standar adalah 0,1678 mm/min dan brownies TUJP 1,1152 mm/min menunjukkan bahwa brownies TUJP memiliki tekstur produk yang masih dalam batas disukai konsumen. 5)Harga jual brownies TUJP yang paling disukai Rp. 1.800 per potong dengan BEP ½ resep/hari. 6)Penerapan HACCP pada brownies TUJP yang dilakukan adalah Control Point (CP) pada tahap penerimaan bahan,penyimpanan bahan basah dan kering, penyimpanan TUJP, pengemasan brownies dan penyajian atau penyimpanan. Sedangkan tahap Critical Control Point (CCP) dilakukan saat pengovenan pada pembuatan TUJP dan pengovenan brownies TUJP.

Kata kunci: ubi jalar putih, tepung ubi jalarputih (TUJP) , brownies,Produk Unggulan dan makanan fungsional


(7)

viii

memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Skripsidengan judul “Kajian Penggunaaan Tepung Ubi Jalar Putih Pada Brownies Sebagai Produk Unggulan Yang Berpotensi Sebagai Makanan Fungsional". Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bimbingan dari semua pihak yang membantu dalam penyusunan Laporan Proyek Akhir ini maka sangatlah kecil kemungkinannya laporan ini terselesaikan dengan baik, sehubungan dengan hal tersebut maka dengan kerendahan hati dan penuh rasa hormat Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Sugiyono, M.Pd Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Ibu Kokom Komariah, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Boga Busana Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ibu Marwanti, M.Pd penasehat akademik yang dengan ketulusan hati memberikan motivasi untuk keberhasilan studi.

4. Ibu Badraningsi L, M,Kes, pembimbing dan penguji utama yang penuh dedikasi telah memberikan waktu untuk menguji dan memberikan masukan yang bermanfaat untuk memperbaiki laporan kami.

5. Ibu Fitri Rahmawati, M.Pd, penguji yang telah memberikan arahan dan masukkan sehingga tugas akhir skripsi ini dapat diselelaikan dengan baik.


(8)

ix

dukungan serta do’a restunya.

8. Teman-teman S1 Boga 2003 serta semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu proses penyusunan Laporan Akhir

“Skripsi”ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada pihak yang telah membantu penyusunan Laporan Akhir “Skripsi” ini. Penulis juga berharap Laporan Akhir “Skripsi” ini dapat bermanfaat bagi Penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Desember 2006


(9)

x

Halaman Pengesahan ... ii

Surat Pernyataan ... iii

Motto dan Persembahan ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar isi .……….. viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Ubi Jalar ... 9


(10)

xi

F. HACCP ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian... 32

B. Desain Penelitian... .32

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

1. Tempat Penelitian ... 33

2. Waktu Penelitian ... 33

D. Alat dan Bahan Penelitian ... .33

E. Langkah Penelitian ... .34

1. Tahap 1: Pembuatan Tepung Ubi Jalar Putih ... 35

2. Tahap 2: Pembuatan Brownies dengan subtitusi Tepung Ubi Jalar Putih ... 36

3. Tahap 3: Pengujian Tingkat Kesukaan Masyarakat Pada Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 38

4. Tahap 4: Analisis Serat Kasar Dan Proksimat ... 38

5. Tahap 5 Analisis Biaya... 38

6. Tahap 6: Analisis HACCP ... 40


(11)

xii

2. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula I ... 46

2. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula 2... 47

3. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula 3... 48

B. Tingkat KesukaanTerhadap Brownies Tepung Ubi jalar Putih ………… 51

C. Hasil Analisis Serat Kasar Dan Proksimat ………... 57

1. Analisis serat kasar... 57

2. Analisis Proksimat ... 62

3. Tekstur... 66

D. Hasil Analisis Biaya ... 68

1. Perhitungan Harga Jual ... 69

2. Perhitungan Break Event Point ... 71

E. Analisis HACCP ... 73

BAB V PENUTUP... 82

A. Simpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA……….85 LAMPIRAN


(12)

xiii

Tabel 2. Resep Standar Brownies ... 20

Tabel 3. Rancangan Formula Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 36

Tabel 4. Resep Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 44

Tabel 5. Rangkuman Karakteristik Brownies Tepung Ubi Jalar Putih... 50

Tabel 6. Hasil Uji Terhadap Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 52

Tabel 7. Anava Uji Kesukaan Terhadap Brownies Tepung Ubi Jalar Putih... 52

Tabel 8. Anava Warna Terhadap Ketiga Produk ... 53

Tabel 9. Anava Aroma Terhadap Ketiga Produk... 55

Tabel 10. Anava Rasa Terhadap Ketiga Produk ... 56

Tabel 11. Anava Keempukan Terhadap Ketiga Produk... 57

Tabel 12. Anava Keseluruhan Terhadap Ketiga Produk... 58

Tabel 13. Hasil Analisis Serat Kasar... 59

Tabel 14. Anava Kandungan Serat Kasar ... 59

Tabel 15. Hasil Uji Lanjut LSD Serat Kasar Pada Ubi Jalar Putih Mentah, Tepung Ubi jalar Putih, Brownies Standar dan Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 59

Tabel 16. Hasil Analisis Proksimat Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 63

Tabel 17. Hasil Analisis Tekstur Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 67


(13)

(14)

xv

Gambar 2. Alur Kerja Pembuatan Tepung Ubi Jalar Putih ... 35

Gambar 3. Alur Kerja Pembuatan Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 37

Gambar 4. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Ketiga Formula ... 50

Gambar 5. Grafik Kandungan Serat Kasar ... 60

Gambar 6. Grafik Analisis Proksimat ... 63

Gambar 7. Struktur Siistem Tahapan Brownies Ubi Jalar Putih... 73

Gambar 8. Bagan Penetapan CP Penerimaan Pada Bahan Mentah Brownies Tepung Ubi jalar Putih ... 74

Gambar 9. Penetapan CP Dan CCP Pada Tahapan Pengemasan, Pegovenan Tepung Ubi Jalar Putih dan Brownies Tepung Ubi Jalar Putih ... 76


(15)

xvi

Lampiran 2. Dokumentasi Produk dan Dokumentasi Alat Analisis Lampiran 3. Borang Uji Kesukaan

Lampiran 4. Data Tingkat Kesukaan Panelis Pada Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Lampiran 5. Prosedur Analisis Serat Kasar

Lampiran 6. Prosedur Analisis Proksimat

Lampiran 7 Hasil Analisis di Laboratorium Pangan dan Hasil Pertanian UGM Lampiran 8. Data Perhitungan Kadar Serat Kasar

Lampiran 9. Analisis Kadar Serat Kasar Lampiran 10. Analisis Proksimat dan Tekstur


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ubi jalar (Ipomea batatas), merupakan komoditas pertanian yang memiliki prospek cerah pada masa yang akan datang karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan penghasil karbohidrat juga sebagai bahan industri. Secara umum di Indonesia terdapat tiga jenis umbi ubi jalar yang dibedakan berdasarkan warnanya. Ada yang berwarna putih, kuning atau merah, dan ungu (Rukmana, 1997).

Jenis ubi yang berbeda-beda berdasarkan warnanya mempunyai kelebihan masing-masing dalam hal kandungan gizi yang berguna bagi tubuh. Pada ubi jalar merah mengandung betakaroten yang tinggi, ubi jalar ungu tinggi kandungan antosianinnya dan ubi jalar putih mengandung serat kasar yang tinggi yang sangat berguna bagi metabolisme tubuh. Ubi jalar putih mempunyai tekstur yang masir (sandy) dibanding dengan jenis ubi yang lain.

Secara tradisional ubi jalar di Indonesia pada umumnya dipakai sebagai pangan kudapan atau jajanan seperti ubi jalar rebus, bakar, goreng, kripik dan aneka kue basah. Hanya sebagian daerah di Indonesia ubi jalar digunakan sebagai bagian dari makanan pokok yang diolah dengan cara dikukus, digoreng atau dibakar. Sehingga dikalangan masyarakat masih dianggap sebagai makanan


(17)

inferior (kelas bawah) pengolahan terhadap komoditas pertanian pada ubi jalar masih sangat terbatas untuk mengatasi hal ini proses pengolahan ubi jalar sudah banyak ditingkatkan berupa tepung, sehingga daya simpannya lebih lama dan mudah dicampur dengan bahan lainnya.

Jenis umbi yang mengandung serat cukup tinggi yang dapat diolah menjadi tepung adalah umbi ubi jalar putih. Serat tersebut sangat bermanfaat bagi saluran pencernaan dan mengurangi resiko jantung koroner. Ubi jalar putih mengandung indeks glikemik yang rendah, yang berpengaruh terhadap gula darah. Indeks glikemik yang rendah tersebut bermanfaat bagi penderita diabetes dan penderita obesitas (http://cybermed.cbn.net.id diambil tanggal 5 Januari 2006, 09:02 am)

Tepung ubi jalar putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding tepung terigu yaitu mengandung serat makanan relatif tinggi yang disertai dengan indeks glikemik yang rendah sehingga lebih lamban dicerna dan lamban meningkatkan kadar gula darah

.

Serat makanan yang terdapat dalam tepung ubi jalar bersifat prebiotik yang merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih (http//www.dinesjatim.go.id, 12 Oktober 2006, 08:00 pm). Dengan pengolahan ubi jalar putih menjadi tepung, diharapkan dapat mengatasi permasalahan melimpahnya hasil saat musim panen tiba sehingga dapat memperpanjang masa simpan dan juga memperkecil ketergantungan impor gandum sebagai bahan dasar pembuatan tepung terigu. Apabila tepung ini dimanfaatkan dalam


(18)

pembuatan cookies, maka diharapkan dapat menambah kandungan serat pada

cookies tersebut. Sehingga cookies tersebut dapat dikatakan sebagai produk

unggulan yang berpotensi menjadi makanan fungsional. Salah satu jenis cookies yang popular dimasyarakat saat ini adalah brownies.

Menurut situs The Amizing of Brownies, resep brownies pertama kali dipublikasikan tahun 1897 di Sears,Roebuck Catalogue. Dalam sejarah kuliner, brownies termasuk kategori cookies, kue kecil berbahan dasar tepung yang rasanya manis, dengan tekstur lembut dan renyah (http://www.kompas,com, 29 September 2006, 08:00 pm). Brownies banyak dicari oleh konsumen karena memiliki rasa manis dan mempunyai kandungan coklat yang tinggi meskipun warna yang dihasilkan coklat tua kehitaman.

Sebagai salah satu makanan yang menjadi favorit masyarakat di Indonesia, brownies dianggap mempunyai kandungan lemak yang tinggi karena kandungan coklatnya. Padahal coklat hitam (dark chocolate) mempunyai kandungan lemak yang bagus untuk tubuh kita yaitu lemak Omega 3 yang sangat baik bagi otak. Sehingga nilai guna dari brownies terhadap fungsi kesehatan tubuh kita harus ditingkatkan. Peningkatan nilai guna terhadap fungsi kesehatan tubuh dapat ditingkatkan melalui produk brownies sebagai produk unggulan yang berpotensi menjadi makanan fungsional. Makanan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap memilki


(19)

fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan dengan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman yang mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen sehingga tidak memberikan kontradiksi dan efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya (http://www.pom.go.id/,27 September 2006, 09:04 am).

Di dalam makanan fungsional serat mempunyai fungsi mencegah dan mengurangi fungsi konstipasi pada saat proses pencernaan makanan serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit kanker dalam feses, membantu mengembalikan kondisi tubuh, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan (Made Astawan, 2003).

Saat ini telah terjadi pergeseran utama dalam penyebab kematian di Indonesia. Penyakit infeksi yang selalu menjadi penyebab utama terjadinya kesakitan dan kematian mulai bergeser dan diganti oleh penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, hipertensi, kencing manis, hiperkolesterol, peningkatan asam urat dan kanker serta penyakit denegeratif lainnya. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1995 membuktikan bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah SKRT sejak tahun 1972, bahwa dominasi penyakit infeksi di Jawa dan Bali telah digantikan oleh penyakit akibat sistem sirkulasi. Hasil SKRT menunjukkan bahwa penyebab kematian telah didominasi


(20)

oleh penyakit sistem sirkulasi (24,2%) dibandingkan penyakit infeksi (22,8%). Salah satu faktor penting sebagai akibat dari penyebab penyakit ini adalah perubahan gaya hidup masyarakat yang menuju ke pola hidup tidak sehat antara lain kurang berolah raga, terlalu banyak mengkonsumsi makanan yang manis dan berlemak (diet tinggi lemak dan karbohidrat) banyak makanan yang mengandung garam, kurang makanan yang berserat serta kebiasan tidak sehat lain seperti merokok dan minum alkohol. (http://tomoutou.net/goglief_

joseph.htm, 8 Oktober 2006, 04.00 pm)

Dalam pengolahan brownies sebagai produk unggulan yang mempunyai serat tinggi, diterapkan prinsip HACCP (Hazard Analysis and Critical Control

Point) untuk menjamin mutu produk sehingga produk yang dipasarkan terhindar

dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan.

B. Identifikasi Masalah

Ubi jalar putih merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang hasilnya melimpah, mudah dijumpai dipasaran dan mempunyai kandungan serat yang tinggi. Agar dapat meningkatkan nilai jual dan minat masyarakat untuk mengonsumsi ubi ini, maka dapat dibuat tepung yang kemudian disubtitusikan dalam pembuatan brownies. Dari latar belakang yang telah diuraikan


(21)

sebelumnya, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan hal tersebut, antara lain:

1. Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan ubi jalar putih?

2. Bagaimana prosedur pembuatan tepung ubi jalar putih

3. Bagaimana menarik minat konsumen dalam mengonsumsi ubi jalar putih 4. Bagaimana formula brownies yang dapat dijadikan makanan unggulan? 5. Bagaimana tingkat kesukaan konsumen pada produk brownies?

6. Bagaimana perubahan kandungan serat pada brownies setelah pengolahannya disubtitusikan dengan tepung ubi jalar putih?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat lebih spesifik, ubi jalar yang digunakan dalam eksperimen yang dilakukan menggunakan ubi jalar putih karena kandungan serat yang tinggi khususnya serat kasar yang terdapat dalam ubi jalar putih tersebut. Kemudian ubi jalar putih dibuat tepung selanjutnya tepung ubi jalar putih disubtitusikan kedalam produk brownies dengan formula tertentu. Brownies yang dihasilkan dari formula tersebut diuji ke konsumen untuk mencari produk yang paling disukai. Setelah diketahui produk yang palikng disukai dilakukan uji kandungan gizi.


(22)

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana formula brownies tepung ubi jalar putih yang tepat?

2. Bagaimana perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap formula brownies tepung ubi jalar putih?

3. Berapa kadar serat kasar dari ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih, brownies standar, dan brownies tepung ubi jalar putih?

4. Bagaimana kandungan gizi jika dilihat dari anlisis proksimat?

5. Bagaimana perbedaan tekstur dari brownies standar dan brownies tepung ubi jalar putih?

6. Bagaimana analisis biaya dari brownies tepung ubi jalar putih yang paling disukai?

7. Bagaimana penerapan HACCP pada produk brownies tepung ubi jalar putih sehingga terjamin keamanannya?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui formula brownies tepung ubi jalar putih yang tepat

2. Mengetahui perbedaan tingkat kesukaan konsumen terhadap formula brownies tepung ubi jalar putih


(23)

3. Mengetahui kadar serat kasar dari ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih, brownies standar, dan brownies tepung ubi jalar putih

4. Mengetahui kandungan gizi berdasarkan anlisis proksimat.

5. Mengetahui perbedaan tekstur dari brownies standar dan brownies tepung ubi jalar putih.

6. Mengetahui analisis biaya dari brownies tepung ubi jalar putih yang paling disukai

7. Mengetahui penerapan HACCP pada produk brownies tepung ubi jalar putih sehingga terjamin keamanannya

F. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan serat kasar pada tepung ubi jalar putih maupun setelah diolah menjadi olahan tepung ubi jalar putih

2. Meningkatkan nilai guna ubi jalar putih sebagai salah satu bahan pangan di Indonesia

3. Menghasilkan brownies yang inovatif, layak konsumsi, layak jual, dan berpotensi sebagai makanan fungsional

4. Menambah aneka ragam olahan produk tepung ubi jalar putih sebagai bahan pangan

5. Meningkatkan teknologi pengawetan bahan pangan melalui proses penepungan 6. Mengurangi ketergantungan impor gandum sebagai bahan baku tepung terigu


(24)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomoea batatas) berasal dari Barat Daya Amerika Selatan (Guatemala, Colombia, Equador, dan Peru), Papua New Guinea, Philipina dan Afrika. Penyebaran ubi jalar dari kawasan Amerika Tengah ke Philipina, Indonesia, India, Malaysia, Jepang dan sekitarnya dibawa oleh para pengembara bangsa Portugis dan Spanyol pada abad ke 16 (http/www.kompas.com, 25 September 2006, 08:00 pm)

Pada tahun 1960, ubi jalar sudah tersebar ke hampir setiap propinsi di Indonesia. Adapun 5 daerah sentra produksi ubi jalar tersebar di Indonesia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, dan Sumatra. Namun saat ini baru Papua yang memanfaatkan ubi jalar sebagai makanan pokok. Di Indonesia tanaman ubi jalar mempunyai beberapa nama daerah, yaitu telo rambat (Jawa Tengah dan Jawa Timur), huwi bolet (Jawa Barat, Sunda) (Lies Suprapti, 2003)

Ubi jalar (Ipomoea batatas), merupakan komoditas pertanian yang memiliki prospek cerah pada masa yang akan datang karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan penghasil karbohidrat juga sebagai bahan industri. Ubi jalar memiliki kemungkinan sangat besar jika dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif jika dibandingkan dengan ubi kayu atau singkong (sampeu). Hal ini karena ubi jalar dapat ditanamkan pada lahan kering seperti halnya ubi kayu yang


(25)

dapat ditanamkan pada lahan sawah seperti umumnya yang banyak dilakukan oleh para petani serta jika dalam ubi kayu ada senyawa cyanide yang bersifat racun, keracunan singkong (woureu sampeu) akan melanda manusia juga hewan ternak seperti domba, kambing, sapi dan sebagainya, sedangkan pada ubi jalar belum pernah ada seseorang yang keracunan (http//www.kompas, 25 september 2006, 08:10 pm ).

Secara umum di Indonesia terdapat tiga jenis umbi ubi jalar yang dibedakan berdasarkan warnanya. Ada yang berwarna putih, kuning atau merah, dan ungu (Rukmana, 1997). Ubi jalar putih mempunyai kenampakan dan tekstur yang lebih

“berpati”. Ubi jalar putih berukuran lebih gemuk dibandingkan ubi jalar merah.

Ubi jalar putih mengandung karbohidrat kompleks dalam jumlah besar sehingga merupakan sumber serat. Ubi jalar berukuran sedang mengandung serat sekitar 3,5 gr (Daniels. Zeller, 1999 dalam http://www.vrg.org//, 2 Oktober 2006, 08:00 pm)

Jenis ubi yang berbeda-beda berdasarkan warna mempunyai kelebihan masing-masingdalam hal kandungan gizinya yang berguna bagi tubuh. Pada ubi jalar merah kaya akan kandunagn betakaroten dan ubi jalar ungu mengandung antosianin yang sangat tinggi dibandingkan dengan ubi jalar putih, kuning, atau merah.

Zat gizi pada ubi jalar, banyak mengandung vitamin, mineral, fitokimia (antioksidan), dan serat (pektin, selulosa, hemiselulosa). Kandungan gizi ubi jalar yang berbentuk tepung, dalam 100 gram terdapat 76 kalori yang terdiri dari


(26)

karbohidrat 17,6 gram;protein 1,57 gram; lemak 5 gram; serat 3 gram; kalsium 30 mg; zat besi 0,61 mg; magnesium 25 mg; seng 0,30 mg; selenium 0,6 mg; kalium 337mg; vitamin C 22,7 mg dan juga terdapat vitamin A, E, B-6 dan K serta tidak mengandung kolesterol (Cybermed.cbn.ne.id). Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada tabel I

Tabel 1. Kandungan Gizi Ubi Jalar Setiap 100 gram Bahan yang Dapat Dimakan

Jenis Zat Jumlah Kandungan

Ubi putih Ubi Merah Ubi Kuning *)

Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00

Protein (g) 1,80 1,80 1,10

Lemak (g) 0,70 0,70 0,40

Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30

Fe (zat besi, mg) 0,70 0,70 0,70

Na (Natrium, mg) - - 5,00

Ca (zat kalsium, mg) 30,00 30,00 57,00

P (fosfor, mg) 49,00 49,00 52,00

Niacin (mg) - - 0,60

Kalium (mg) - - 393,00

Bagian Daging (%) 86,00 86,00

-Vitamin A (SI) 60,00 7.700,00 900,00

Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 900,00

Vitamin B2 (mg) - - 0,04

Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00

Sumber: Direktorat Gizi, Depkes R.I., 1981 dalam Lies Suprapti 2003

Umbi ubi jalar menjadi makanan pokok di daerah tertentu, sedangkan daun dan tangkai daunnya dimanfaatkan sebagai sayuran. Di Korea, daun dan tangkai

daun dimanfaatkan sebagai “makanan sehat”. Di Jepang pemanfaatan ubi jalar

mulai dari juice, mie, sampai snack karena dianggap mengandung nutrisi yang tinggi kecuali protein dan niacin, selain itu juga dimanfaatkan sebagai zat


(27)

pewarna. Nutrisi yang tinggi dicirikan dari tingginya karbohidrat, vitamin (A, C, dan K) serta zat besi (Somantri, dkk. 2006). Sedangkan di Indonesia, ubi jalar baru dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan saus, misalnya saus tomat. Secara tradisional ubi jalar pada umumnya dipakai sebagai pangan kudapan atau jajanan seperti ubi jalar rebus, bakar, goreng, kripik dan aneka kue basah. Hanya sebagian daerah di Indonesia ubi jalar digunakan sebagai bagian dari makanan pokok yang diolah dengan cara di kukus, goreng, atau bakar. Proses pengolahan ubi jalar saat ini sudah banyak ditingkatkan berupa tepung sehingga daya simpannya lebih lama dan mudah dicampur dengan bahan lainnya.

B. Tepung Ubi jalar

Di Indonesia, pemanfaatan ubi jalar masih terbatas untuk bahan pangan yang dikenal dalam bentuk ubi goreng, getuk atau bubur candil ubi dan sedikit untuk bahan baku industri pangan, terutama untuk industri saus. Umur simpan ubi jalar yang terbatas juga menjadi kendali dalam pengolahannya. Akhir-akhir ini telah ada upaya untuk mengolah ubi jalar menjadi tepung untuk lebih memperpanjang umur simpannya. Ubi jalar yang dikenal ditanah air berupa ubi merah, ubi putih dan ubi ungu. Jenis umbi keluarga Convolvuceae dikenal sebagai sumber karbohidrat yang mengandung betakaroten, vitamin E, kalsium dan zat besi juga serat. Sehingga ubi jalar dapat dikatakan sebagai makanan bernutrisi tinggi. Kandungan vitamin E dan betakaroten merupakan bahan antioksidan yang bias mencegah serangan jantung, stropke dan kanker. Selain kandungan nutrisi


(28)

tersebut kandungan serat pangan pada tepung ubi jalar sangat baik untuk pencernaan, kandungan fatinosa yang berfungsi sebagai prebiotik sangat membantu usus dalam mencerna makanan sedangkan karbohidrat mempunyai indeks glikemia yang rendah sehingga sangat cocok untuk penderita diabetes. (http://www//detikfood.com/index.php/detik.read, 5 Januari 2007, 06:00 am).

Setelah ubi jalar diubah menjadi tepung, kegunaan ubi jalar menjadi lebih besar dan lebih banyak yang berkaitan dengan keunggulannya, sehingga dapat mengantikan fungsi tepung terigu sebesar 20%-100% tergantung pada jenis produknya. Dalam pembuatan kue kering (biskuit), tepung ubi jalar mampu menggantikan fungsi tepung terigu hingga 100% dan dalam pembuatan kue basah, tepung ubi jalar berfungsi sebagai campuran/subtitusi tepung terigu sebesar 30%-50% (M. Lies Suprapti,2003)

Tepung terigu memiliki kandungan senyawa protein gluten yang tinggi. Senyawa protein gluten tersusun atas dua fraksi, yaitu glutenin dan gliadin yang masing masing akan menentukan elastisitas serta plastisitas adonan. Sifat elastis dan plastis pada adonan roti disebabkan oleh terbentuknya kerangka seperti jaring-jaring dari senyawa glutenin dan gliadin. Kerangka jaring-jaring inilah yang berperan sebagai perangkap udara sehingga adonan roti mengembang. Udara yang terperangkap dalam kerangka jaring-jaring ini adalah gas CO2. Gas

tersebut diperoleh dari yeast/khamir dan akibat proses pengocokan telor (Unika Soegijapranata,2000). Udara yang terperangkap tersebut dapat lolos kembali apabila kerangka gluten yang terbentuk tidak kuat dan mengakibatkan roti


(29)

menjadi kempes kembali setelah dikeluarkan dari oven. Selain itu, tepung ubi jalar berpotensi sebagai pengganti tepung terigu karena bahan bakunya banyak terdapat di Indonesia dan rasanya manis sehingga dapat mengurangi penggunaan gula dalam pengolahannya (Aini, 2004).

Menurut Aini (2004), tepung ubi jalar mempunyai banyak kelebihan antara lain: (1) Lebih luwes, untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi; (2) Lebih tahan disimpan sehingga penting sebagai penyedia bahan baku industri dan harga lebih stabil; (3) Memberi nilai tambah pendapatan produsen dan menciptakan industri pedesaan; dan (4) Meningkatkan mutu produk.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tepung ubi jalar antara lain: (1) tingkat kekeringan; (2) bintik-bintik berwarna yang mengindikasikan tumbuhnya jamur pada tepung tersebut;(3) pengemasan harus dapat mencegah terjadinya kontaminasi dengan air, udara, debu ataupun jenis kotoran yang lain; (4) proses pembuatan;(5) tingkat kebersihan;(6) daya simpan (Lies Suprapti,2003).

C. Brownies

Brownies merupakan makanan yang berasa manis dan mempunyai kandungan coklat yang tinggi. Brownies saat ini banyak dicari oleh konsumen meskipun warna yang dihasilkan coklat tua kehitaman. Brownies tercipta karena kelalaian, yaitu lupa menambahkan baking powder (bubuk pengembang kue) kedalam adonan sehingga kue tidak dapat mengembang. Meskipun demikian,


(30)

kue itu ternyata disukai banyak orang.Menurut situs The Amizing of Brownies, resep brownies pertama kali dipublikasikan tahun 1897 di Sears,Roebuck

Catalogue. Dalam sejarah kuliner, brownies termasuk kategori cookies, kue kecil

berbahan dasar tepung yang rasanya manis, dengan tekstur lembut dan renyah (http://www.kompas,cam , 29 September 2006, 08:00 pm ). Menurut Siti

Hamidah, 1996 Cookies adalah cake dalam bentuk kecil atau kue manis yang

kecil, yang apabila dilihat dari kata cookies senyatanya menunjukkan

menunjukkan pada cake dalam bentuk kecil (small cake) dan apabila bahan dasar yang digunakan banyak adonan cookies yang menngunakanadonan cake. Sehingga jika dilihat dari pengertian tersebut brownies merupakan jenis cake hanya karena disajikan dalam bentuk kecil maka disebut dengan cookies.

Brownies biasa disajikan dalam acara pertemuan-pertemuan sebagai teman minum teh ataupun sebagai camilan yang berdiri sendiri. Sering kali orang beranggapan brownies mempunyai kandungan lemak yang tinggi karena kandungan coklatnya, padahal coklat hitam (dark chocolate) mempunyai kandungan lemak yang bagus untuk tubuh kita yaitu lemak Omega 3 yang sangat baik bagi otak. Dark cooking chocolate adalah cokelat yang masak warnanya cokelat kehitaman karena mengandung chocolate mass antara 35%-70% karena itu rasanya agak pahit (www.sahabatnestle.com)

Berdasarkan studi mutahir melaporkan, mengkonsumsi cokelat jangka panjang tidak meningkatkan kadar total kolesterol jahat atau LDL. Justru


(31)

kandungan flavonoid pada cokelat dapat menjaga kesehatan jantung karena dapat menghambat oksidasi kolesterol LDL. Flavonoid juga meningkatkan kadar prostasiklin, substansi yang diproduksi endothelium pembuluh darah yang dapat menghambat masuknya LDL ke pembuluh darah. Selain itu, flavonoid juga berfungsi sebagai antioksidan pencegah kanker. procyanidin membersihkan senyawa radikal bebas di dalam tubuh dan membantu menghambat oksidasi enzim-enzim seperti lipoxygenase (Budi Sutomo, 2006).

Di Indonesia “brownies “ tak sekedar kue coklat yang dipanggang namun

ada yang dikukus. Brownies juga ditambahkan dengan keju, almond, maupun kismis. Bahan-bahan pokok yang digunakan dalam pembuatan brownies berdasarkan bahan yang digunakan dalam pembuatan cake yaitu:

1. Tepung terigu

Terigu adalah tepung yang berasal dari tanaman gandum. Tepung merupakan bahan yang membentuk susunan adonan dan menahan bahan-bahan lainnya. Tepung terigu dbagi dalam tiga kelas (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006): a) Terigu protein tinggi (hard flour) dengan kandungan protein 14% cocok

untuk membuat roti dan mie

b) Tepung protein sedang (medium flour)atau biasa disebut terigu serbaguna dengan kandungan protein 13%, cocok untuk membuat cake dan kue kering, misalnya merek Segitiga Biru, Gunung Bromo.


(32)

c) Terigu protein rendah (soft flour)mengandung protein 10,5%-11,5% cocok untuk membuat kue-kue yang lembut dan renyahseperti sponge cake dan cookies/biskuit.

Kadar protein dalam terigu sangat berpengaruh dalam tekstur cake atau cookies. Menurut Siti hamidah, 1995 tepung yang baik untuk membuat cake adalah tepung terigu putih dengan kandungan protein 10,5%-11,5%. Tepung terigu putih memudahkan dalam pencampuran gula, air, dan lemak.

2. Gula

Gula sebagai bahan pemanis. Gula yang digunakan untuk cake adalah gula kastor yaitu gula pasir dengan butir-butir halus. Gula jenis ini mudah larut dan memudahkan udara terserap kedalam adonan sehingga susunan cake yang dihasilkan rata dan empuk (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006). Menurut Siti hamidah, 1995 fungsi gula yaitu mematangkan dan mengempukkan susunan sel, dalam hal ini menggempukkan protein tepung. Juga memberi kerak yang diinginkan yang mulai terbentuk pada waktu temperature rendah, dalam hal ini proses karamelisasi. Membantu dalam menjaga kualitas produk, melalui sifat higrokopis yang mampu menahan kelembaban produk. Jumlah cake dalam formula tinggi akan menjadikan hasil cake kurang baik, bias jadi bagian tengah cake jatuh.

3. Lemak

Lemak dalam hal ini mentega dan margarine. Mentega atau Butter terbuat dari lemak susu hewan ( umumnya sapi). Tekstur mentega sangat


(33)

lembut disuhu ruang, khas wangi susu, mudah meleleh disuhu hangat. Warnanaya kuning pucat (lebih muda dari margarine). Sedangkan Margarin terbuat lemak tumbuhan (nabati seperti minyak kelapa sawit dan minyak biji bunga matahari), teksturnya lebih kaku, stabil disuhu ruang (tidak mudah meleleh), warnanyapun lebih kuning dari mentega, aromanya tidak seenak mentega tapi daya emulsinya bagus sehingga dapat menghasilkan tekstur kue yang bagus (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006).

Lemak tidak dapat larut kedalam bahan cair adonan. Untuk itu agar lemak dapat stabil kedalam adonan, maka kremkan lemak dan gula bersama-sama. Bila tidak lemak dicairkan terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam adonan. Fungsi lemak dalam pembuatan cake adalah meningkatkan citarasa, membantu dalam membentuk volume, menaikkan tingkat kesegaran cake (Siti hamidah, 1995)

4. Telur

Telur berfungsi sebagai pembentuk kerangka, kebasahan, aroma, warna dan kualitas cake. Kerangka cake sebenarnya dibentuk bersama tepung dalam hal ini gluten yang terogulasi selama pembakaran. Udara yang terbentuk selama pengocokkan membantu dalam pengembangan cake (Siti hamidah, 1995). 5. Susu

Susu bubuk adalah hasil olah susu segar yang dikeringkan hingga berbentuk bubuk. Ada yang penuh kandungan lemak (full cream), dibuang sebagian lemaknya (low fat) atau tanpa lemak (skim/non fat). Susu padat memiliki


(34)

fungsi untuk menambah gizi, membangkitkan rasa, aroma dan mampu menjaga cairan serta membantu mengontrol kerak cake. Gula susu akan terkaramelisasi pada suhu rendah dan memberikan warna kerak yang diinginkan (Siti hamidah, 1995).

6. Coklat

Coklat yang digunakan yaitu coklat bubuk dan dark cooking chocolate. Yang membedakan macam-macam coklat adalah kadar lemak coklatnya (cocoa butter, CB). Makin tinggi prosentase CB makin bagus dan mahal si coklat. Biji coklat yang sudah dikeringkan dan dihilangkan CB-nya disebut cocoa atau coklat bubuk (Fatma Bahalwan dan Tim NCC, 2006).

a) Coklat Bubuk

Warna coklat bubuk beragam mulai dari yang coklat kemerahan sampai dengan coklat kehitaman. Coklat bubuk dibuat dengan menyisihkan sebagian besar kandungan lemaknya. Biasanya dipakai untuk minuman dan campuran cake serta cookies. Coklat bubuk dapat dicampur dengan terigu lalu diayak, karena coklat bubuk bersifat berat sehingga dapat menyebabkan cake tidak mengembang dengan sempurna.

b) Dark Cooking Chocolate

Coklat masak polos tanpa tambahan susu. Warnanya lebih hitam dan rasanya agak pahit. Penggunaan coklat masak pada adonanan kue biasanya dalam bentuk cair. Mencairkan coklat masak dengan cara mengetim. Yang perlu diperhatikan, jangan sampai coklat terkena


(35)

sedikitpun air, karena air akan mengakibatkan coklat bergumpal dan tidak dapat dilelehkan kembali. Sebaiknya jangan disimpan didalam lemari es, karena pada saat dicairkan warna coklat tidak akan cemerlang.

7. Bahan Cair

Bahan cair merupakan bagian yang penting dari bahan-bahan yang digunakan untuk membuat cake. Bahan cair ini dapat berupa air, susu cair, telur dan semuabahan yang digunakan dalam pembuatan cake yang ada unsure cairan. Fungsi bahan cair ini antara lain melarutkan gula, berpengaruh pada kepadatan adonan, mengembangkan protein yang ada dalam tepung, menahan gas dari baking powder, memberi konstribusi dalam membentuk struktur cake dan kelembaban. Terutama air dapat menimbulkantekanan uap bila adonan mencapai suhu 208ºF selam pembakaran (Siti hamidah, 1995).

Resep brownies yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Resep brownies standar

No Komposisi Resep Standar

1. Tepung terigu segitiga 250 gr

2. Coklat collata 350 gr

3. Margarin 380 gr

4. Gula pasir 250 gr

5. Telur 8 butir

6. Coklat bubuk 55 gr

7. Kacang kenari secukupnya

Cara Membuat:

1. Coklat collata dan margarin dipanaskan dengan api sedang sambil diaduk hingga meleleh.


(36)

2. Tepung terigu dan coklat bubuk diayak lalu ditempatkan ditempat terpisah. 3. Telur dan gula dikocok hingga mengembang kemudian perlahan dicampurkan

kedalam tepung terigu dan coklat bubuk yang sudah diayak lalu aduk dengan menggunakan spatula.

4. Coklat collata yang telah dipanaskan bersama margaine dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam adonan sambil diaduk hingga rata.

5. Adonan dituangkan ke dalam loyang ukuran 22 x 22 cm tinggi 4 cm yang telah dioles margarin dan dialasi kertas roti. Kacang kenari yang telah diiris tipis ditaburkan di atas adonan.

6. Adonan dioven selama 35 menit dengan suhu 150 derajat celcius. 7. Setelah 35 menit adonan dikelurkan dari oven lalu dinginkan

8. Adonan yang telah dingin, dikelurkan dari loyang dan brownies siap disaajikan.

Sumber : Jobsheet SMK Negeri 6 Yogyakarta 2003

D. Serat

Istilah serat makanan (diatery fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1.25%). Sedang serat makanan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh


(37)

enzim-enzim pencernaan (Piliang dan Djojosoebagio, 2002 dalam Godlief Joseph) mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan serat kasar adalah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium. Dengan proses seperti ini dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui komposisi kimia tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh karena itu serat kasar merendahkan perkiraan jumlah kandungan serat sebesar 80% untuk hemisellulosa, 50-90% untuk lignin dan 20-50% untuk sellulosa.

Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap disaluran pencernaan. Serat secara alami terdapat dalam tanaman. Serat terdiri atas berbagai substansi yang kebanyakan diantaranya adalah karbohidrat kompleks. Serat makanan tersebut meliputi pati, polisakarida, oligasakarida, lignin dan bagian tanaman lainnya.

Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Soluble diatery fiber, SDF) dan komponen yang tidak larut (Insoluble diatery

fiber, IDH) Harland and oberleas, 2001. Sekitar sepertiga dari serat makanan total

(Total diatery fiber, TDF) adalah serat makanan larut (SDF), sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut (IDF) (Prosky and De


(38)

Vries, 1992 dalamDjojosoe bagio). Serat yang larut dalam air ada tiga macam yaitu sellulosa, hemisellulosa dan lignin. Serat tersebut banyak terdapat pada sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Sedang serat larut dalam air adalah pektin, musilase dan gum. Serat ini juga banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal sedangkan gum banyak terdapat pada aksia (http://nusaindah.tripot.com)

Beberapa metode analisis serat antara lain, metode Crude Fibre, metode deterjen dan metode enzimatis yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia tidak menunjukan sifat secara fisiologis. Selang kesalahan apabila menggunakan nilai serat kasar sebagai TDF adalah 10 sampai 500 %, Kesalahan terbesar terjadi pada analisis serelia dan terkecil pada kotiledon tanaman ( Robertson dan Van Soest,1997). Metode analisis dengan menggunakan deterjen (Acid Detergen Fibre, ADF atau Neutral

Detergen Fibre, NDF) merupakan metode gravimetric yang hanya dapat

mengukur komponen serta yang larut seperti pectin dan gum harus menggunakan metode yang lain karena selama analisis tersebut komponen serat larut mengalami kehilangan akibat rusak oleh adanya penggunaan asam sulfat pekat (James dan Theander, 1981). Metode enzimatik yang dikembangkan oleh Asp.et.al (1981) merupakan metode Fraksinasi enzimatik, yaitu penggunaan enzim amilase, yang diikuti oleh penggunaan enzim pepsin pankreatik. Metode ini dapat mengukur


(39)

kadar serat makanan total, serat makanan larut dan serat makanan tidak larut secara terpisah.

Peran serat dalam makanan ialah pada kemampuannya mengikat air, sellulosa dan pektin. Dengan adanya serat membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk diekskresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan akan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban

Meskipun tidak dikategorikan sebagai zat gizi, serat makanan (diatery

fiber) terbukti sangat bermanfaat bagi kesehatan. Serat makanan juga bermanfaat

menjaga kesehatan tubuh, mencegah penyakit, dan untuk terapi pengobatan dalam

Food Fact Asia (1999). Dennis Gordon, peneliti gizi dan serat makanan pada Nort

Dakota State University di AS, menggungkapkan bahwa sejumlah penyakit

berkaitan dengan ketidakcukupan konsumsi serat dalam menu sehari-hari. Seperti kanker kolon, tinggi kolesterol darah, diabetes, divertikulosis, konstipasi (sembelit). Penyakit divertikulosis dicirikan adanya penonjolan pada bagian luar usus berbentuk bisul, disertai radang atau infeksi sebagai langkah preventif dan terapi penyakit jantung serat makanan membantu menurunkan kadar kolesterol jahat (LDL, Low Density Lipoprotein) dan meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL, High Density Lipoprotein). Pola makanan yang benar, yaitu rendah lemak dan kaya serat, membantu menghindari gumpalan lemak pada dinding arteri


(40)

(plaque) dan menjamin lancarnya aliran darah. Diet tinggi serat mampu mencegah penyakit jantung, pembuluh darah, diabetes, obesitas, hipertensi dan ganguan usus besar. Serat makanan juga berperan memperlancar proses pembuangan sisa-sisa makanan dari usus (http://www.idomedia.com,juli 2001)

Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dilaporkan dapat mengurangi bobot badan. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorbsi zat makanan berkurang. Makanan dengan kandungan serat kasar relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung. Makanan dengan kandungan serat kasar yang relatif tinggi juga dapat mencegah penyakit divertikulosis karena berkurangnya tekanan pada dinding saluran pencernaan. Serat makanan tidak larut (IDF) sangat penting peranannya dalam mencegah disfungsi alat percernaan seperti kostipasi (susah buang air besar), ambeien, kanker usus besar dan infeksi usus buntu (Prosky dan De Vries, 1992 dalam Godlief Joseph,2002).

Kecukupan serat makanan perhari untuk orang dewasa 25-35 g per hari atau 10–13 g per 1000 kkal menu. Bagi masyarakat Amerika Serikat dianjurkan mengkonsumsi serat makanan 25 g per 2000 kkal menu atau 30 g per 2500 kkal menu sehari. Asupan serat orang Asia tidak jauh berbeda pada masyarakat Singapura berdasarkan survey 1983, asupan serat rata-rat 15 g per hari. Begitu pula di Hongkong (1985) asupan serat kurang dari 10 g per hari, seperti


(41)

dilaporkan Food Facts Asia (1999) (http:// www.Indomedia.com, Juli 2001). Untuk anak diatas usia dua tahun cukup 5 g serat makanan per hari, dan ditingkatkan seirama dengan bertambahnya usia (William CL, 1995) hingga mencapai asupan 25-35 g per hari setelah berusia 20 tahun. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang asupan serat untuk bayi dan anak-anak dibawah umur 2 tahun. Bagi orang tua, asupan serat makanan yang dianjurkan 10-13 g per 1000 kkal.

E. Produk Unggulan dan Makanan Fungsional

Produk unggulan adalah produk yang memilki kelebihan atau ciri khas tertentu yang dapat menarik minat konsumen untuk membelinya. Dalam hal makanan, unggulan yang dimaksud adalah makanan yang bergizi, bermutu serta bercita rasa tinggi. Karakteristik makanan unggulan tersebut dapat masuk kedalam makanan fungsional (http://iptek.apjii.or.id/artikel, diambil tanggal 21 Januari 2007, 05:45 pm).

Fenomena pangan fungsional telah melahirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai modifikasi produk olahan pangan menuju sifat fungsional. Kepopuleran tersebut ditunjang oleh suatu keyakinan bahwa didalam pangan fungsional terkandung gizi-gizi yang sangat penting khasiatnya untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Meskipun belum ada definisi pangan fungsional (functional food) secara pasti dan universal, The International Food Information (IFIC) mendefinisikan pangan


(42)

fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat dasar. Menurut konsensus pada The First International Conference on East West

Prespective on Functional Food tahun 1996, pangan fungsional adalah pangan

yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya (Made Astawan, 2003).

Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: (1) Serat pangan (dietary fiber); (2) Oligosakarida; (3) Gula alkohol (polyol); (4) Asam lemak tidak jenuh jamak (Polyunsaturated Fatty Acids = PUFA); (5) Peptida dan protein tertentu; (6) Glikosida dan isoprenoid; (7) Polifenol dan isoflavon; (8) Kolin dan lesitin; (9) Bakteri asam laktat; (10) Phytosterol; dan (11) vitamin dan mineral tertentu (Made Astawan, 2003).

Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Jepang merupakan negara yang paling tegas memberikan batasan mengenai pangan fungsional, mereka menekankan tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu: (1) sensori (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasa yang enak); (2) nutrisional (bernilai gizi yang tinggi); dan (3) fisiologikal (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh). Sedangkan persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional


(43)

adalah: (1) harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredient) alami; (2) dapat dan layak dikonsumsi sebagai bahan dasar dari diet atau menu sehari-hari; (3) mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membentu mengembalikan kondisi sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan (Made Astawan, 2003).

F. HACCP

HACCP (Hazard Analysis and Critycal Control Point) merupakan salah satu sistem jaminan mutu pangan. Sistem mutu yang digunakan adalah model jaminan mutu dengan berdasarkan pada keamanan pangan (food safety) sebagai pendekatan utama. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan. Tujuan utama keamanan pangan adalah pemilik perusahaan diisyaratkan dapat mengidentifikasi dan mengawasi resiko keamanan pangan pada semua tahap persiapan dan penjualan makanan menggunakan analisis bahaya.

Menurut Australia Standart (AS 9002), HACCP adalah metode sistematis dalam menjamin mutu produk dengan menggunakan tujuh prinsip untuk menguji


(44)

potensi bahaya (preventif) daripada pengujian semata-mata pada produk akhir, yaitu:

1. Penetapan bahaya (bahan/kondisi berbahaya) dan resiko

Ada 3 jenis potensi bahaya, yaitu biologis, kimiawi, dan fisik. Potensi bahaya tersebut dapat terjadi pada semua aspek produksi makanan yaitu mulai dari bahan dasar hingga siap konsumsi. Bahaya biologis (mikrobiologis) disebabkan oleh organisme patogen atau parasit yang dapat menyebabkan infeksi atau keracuanan makanan serta dapat mengkontaminasi melalui jalur feses, air, debu, dan tanah, serta penjamah makanan. Oleh karena itu, untuk mencegah penyebaran parasit ke makanan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pekerja, dan penanganan limbah yang baik.

Bahaya kimiawi dapat berasal dari bahan kimia yang terdapat secara alami pada bahan makanan dan bahan kimia yang ditambahkan. Sebenarnya bahan kimia yang ditambahkan digunakan secara tepat tidak akan membahayakan bahan makanan. Bahaya fisikawi merupakan benda-benda yang tidak biasanya ada dalam bahan makanan yang dapat menyebabkan terganggunya kesehatan atau kecelakaan bagi konsumen.

Setelah mengetahui potensi bahaya, maka dilakukan analisis bahaya dan penetapan resiko. Analisis bahaya merupakan evaluasi spesifik terhadap produk pangan dan bahan mentah, ingredient serta bahan tambahan untuk menentukan resiko terhadap bahaya biologis, kimiawi, dan fisikawi.


(45)

2. Penetapan CCP (Critical Control Point=titik kritis pengendalian)

Critical Control Point ( CCP) merupakan bahan mentah (produksi dan

pemeliharaan), lokasi/kondisi/lingkungan, praktek kerja atau prosedur yang dapat dikendalikan untuk menghilangkan atau mencegah bahaya (CCP1) atau mengurangi (CCP2). Penentuan CCP dilakukan dengan penerapan diagram pohon keputusan (decision)

3. Penetapan batas kritis (Critical Limit)

CCP yang melebihi batas kritis menunjukkan terjadinya bahaya bagi kesehatan. Kemungkinan bahaya dapat meningkatkan/berkembang, produk diolah pada kondisi kesehatan yang tidak menjamin, dan mutu bahan mentah yang mempengaruhi keamanan produk akhir.

4. Penetapan sisitem monitoring pada setiap CCP

Monitoring merupakan kegiatan yang dijadwalkan atau pengamatan terhadap CCP yang berhubungan dengan batas kritis. Monitoring menetapkan secara ideal informasi waktu untuk tindakan perbaikan yang dilaksanakan untuk mengembalikan pengendalian proses sebelum diperlukannya penolakan produk. Monitoring dapat dilakukan dengan pengamatan atau dengan pengukuran atau analisis terhadap proses (waktu, suhu, pH) dan sensoris. 5. Penetapan tindakan koreksi terhadap penyimpangan

Tindakan koreksi yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap CCP, agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi dari batas kritis. Tindakan


(46)

koreksi yang diambil harus menjamin bahwa CCP telah berada dibawah kendali.

6. Penetapan prosedur verfikasi

Tujuan verifikasi adalah untuk memeriksa apakah program HACCP telah dilaksanakan sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan, dan untuk menjamin bahwa rencana HACCP yang ditetapkan masih efektif. 7. Penetapan dokumentasi dan pencatatan

Penetapan dan pembukuan yang efisien dan akurat adalah penting dalam penerapan HACCP. Keterangan yang harus didokumentasikan adalah judul dan tanggal pencatatan, keterangan produk (kode, tanggal, dan waktu produksi), bahan, dan peralatan yang digunakan, proses yang dilakukan, CCP, batas kritis yang ditetapkan, penyimpangan dari batas kritis, tindakan koreksi / perbaikan yang harus dilakukan jika terjadi penyimpangan dan karyawan yang bertanggung jawab dan identitas operator.

Berikut ini adalah definisi istilah yang digunakan dalam HACCP :

a. Hazard (bahaya) bahaya biologis, kimia, fisik atau kondisi yang dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan terhadap konsumen.. b. Critical Control Poin (CCP) atau titik kritis pengendalian adalah titik tahap atau prosedur pada suatu sistem makanan yang tidak terkendali yang dapat mengakibatkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan, atau setiap titik, tahap atau prosedur yang jika dikendalikan dengan baik dapat mencegah, menghilangkan atau mengurangi resiko.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan (treatment) tertentu (Sugiyono, 2006). Obyek dalam penelitian ini adalah produk brownies. Variabel dalam penelitian ini terletak pada jumlah tepung ubi jalar putih yang digunakan untuk mensubtitusikan formula brownies tepung ubi jalar putih.

B. Desain Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan penelitian dengan sistem metode blok lengkap yaitu dengan 3 kali ulangan percobaan dan 2 kali ulangan analisis sampel. Percobaan untuk menemukan resep brownies tepung ubi jalar putih dilakukan dengan menggunakan 3 kali ulangan formula dengan perbedaan subtitusi tepung ubi jalar putih 60%, 80% dan 100%. Percobaan ini dilakukan 2 kali untuk menguji konsistensi produk yang dihasilkan sehingga pada akhirnya akan diperoleh 3 macam formula brownies tepung ubi jalar putih. Kemudian dilkukan uji kesukaan dan analisis gizi pada produk.

FI F2 F3

Brownies Unggulan

Keterangan:

F1: Brownies tepung ubi jalar dengan subtitusi tepung ubi jalar 60% F2: Brownies tepung ubi jalar dengan

subtitusi tepung ubi jalar 80% F3: Brownies tepung ubi jalar dengan


(48)

C. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian

Laboratorium Produksi dan Laboratorium Kimia PTBB Fak. Teknik UNY sebagai tempat untuk pra eksperimen dan eksperimen

Laboratorium Kimia, Pengolahan Hasil Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian UGM, sebagai tempat untuk analisa serat kasar, proksimat (kadar air, karbohidrat, protein, lemak, dan kadar abu), dan analisis tekstur

Waktu Penelitian

Bulan Juni–November 2006

D. Bahan Penelitian

1. Alat dan Bahan pembuatan tepung ubi jalar putih adalah ubi jalar putih, dan air. Alat yang digunakan adalah pisau, sikat kawat, parut sawut, cabinet dryer, ayakan 80 mesh, kom adonan.

2. Bahan pembuatan brownies tepung ubi jalar putih adalah tepung ubi jalar putih, tepung terigu protein sedang, coklat collata, coklat bubuk, telur, gula pasir, mentega dan kacang kenari. Alat yang digunakan adalah mixer, kom adonan, spatula, loyang, kuas, sendok, kom kecil, kom besar, panci dan oven. 3. Bahan dan alat yang digunakan untuk uji kesukaan adalah brownies tepung

ubi jalar putih tiga formula yaitu brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar putih sebesar 60%, 80% dan 100%, borang uji kesukaan, pulpen.


(49)

4. Bahan untuk analisis proksimat (lemak, protein, karbohidrat, kadar air dan kadar abu) adalah brownies tepung ubi jalar putih. Sedangkan bahan untuk analisis serat kasar adalah ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih, brownies standar, brownies tepung ubi jalar putih yang paling disukai. Alat yang digunakan untuk analisis serat kasar adalah fibercap

E. Langkah Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam berbagai tahap. Berikut adalah tahapan pelaksanaannya :

Tahap 1

Pembuatan Tepung Ubi jalar Putih Tahap 2

Pembuatan Brownies Tahap 3 Uji Kesukasaan

Tahap 6 Analisis HACCP

Tahap 5 Analisis Biaya

Tahap 4

Analisis Serat, Proksimat dan Tekstur


(50)

1. Tahap 1: Pembuatan tepung ubi jalar putih

Pembuatan tepung ubi jalar putih dilakukan mengacu pada pembuatan tepung ubi jalar yang telah ada. Tepung ubi jalar putih diperoleh dari proses pensortiran, pencucian, perendaman, pemotongan, penjemuran, penggilingan, atau penepungan dan proses pengayakan. Ubi jalar yang digunakan untuk pembuatan tepung ubi jalar putih harus dalam keadaaan segar, tidak cacat fisik (misalnya terkena hama, penyakit, atau memar), kulit rata, bagian yang berlekuk minimal (untuk mencegah kehilangan rendemen yang dihasilkan).

Skema kerja pembuatan tepung ubi jalar putih

Gambar 2. Alur kerja pembuatan tepung ubi jalar putih

Ubi jalar putih yang telah bersih

Natrium metabilsufit 1%

Ceriping ubi

Pengupasan & pencucian Daging ubi jalar putih bersih

Perendaman 15 menit Perendaman 15 menit

Pembuatan ceriping ubi

Pengeringan dengan cabinet dryer dengan suhu 60ºC selama 12 jam

Ceriping ubi kering

Tepung ubi jalar putih Penepungan & pengayakan


(51)

2. Tahap 2: Pembuatan brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar putih Pembuatan brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar putih menggunakan rancangan formula seperti pada tabel 3, sedangkan proses pembuatannya mengacu pada pembuatan brownies yang telah ada.

Tabel 3. Rancangan formula brownies tepung ubi jalar putih

Komposisi Resep

Standar

Resep brownies tepung ubi jalar putih

60 % 80% 100%

Tepung ubi jalar putih - 150 g 200 g 250 g

Tepung segitiga 250 g 100 g 50 g

-Coklat collata 350 g 350 g 350 g 350 g

Margarin 380 g 380 g 380 g 380 g

Gula pasir 250 g 250 g 250 g 250 g

Telur 8 btr 8 btr 8 btr 8 btrs

Coklat bubuk 55 g 55 g 55 g 55 g

Kacang kenari 50 g 50 g 50 g 50 g

Formula brownies tepung ubi jalar putih ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya. Menurut M.Lies Suprapti, 2003 bahwa hampir semua produk olahan yang semula dibuat dengan bahan baku tepung terigu dapat diganti dengan tepung ubi jalar sebesar 20%-100%. Dengan adanya substitusi tepung ubi jalar putih pada pembuatan brownies diharapkan dapat diterima oleh masyarakat, dan dapat memberikan asupan gizi terutama yang terkandung dalam ubi jalar putih. Mengingat selama ini pemanfaatan ubi jalar putih hanya terbatas sebagai makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Sehingga hal ini dapat meningkatkan manfaat dan nilai ekonomi ubi jalar


(52)

putih, serta penganekaragaman jenis olahan ubi jalar putih. Adapun diagram alir proses pembuatan brownies tepung ubi jalar putih

Skema kerja pembuatan brownies tepung ubi jalar putih

Gambar 3. Alur kerja pembuatan brownies tepung ubi jalar putih Gula, telur

Brownies tepung ubi jalar putih Tepung ubi jalar

putih,cokelat bubuk

Cokelat blok, margarin

Kacang kenari

Kocok Campur rata Ayak

Cairkan Campur rata

Tuang dalam loyang

Cincang Taburkan dalam adonan

Oven dengan suhu 1500C selama 35 menit


(53)

3. Tahap 3: Pengujian tingkat kesukaan masyarakat pada brownies tepung ubi jalar putih

Pengujian tingkat kesukaan masyarakat pada brownies dengan subtitusi tepung ubi jalar putih menggunakan metode hedonic test dengan panelis tidak terlatih yaitu masyarakat daerah Sleman dengan umur maksimal 25 tahun yang dipilih secara acak dengan jumlah 80 orang (kartika, dkk, 1998). Sifat sensoris yang akan diujikan adalah warna, bentuk, rasa, tekstur, aroma dan sifat keseluruhan dari brownies tepung ubi jalar putih formula 1, 2 dan 3 (60%, 80% dan 100%). Kriteria penilaian adalah dari nilai 1 (paling sangat disukai) sampai 7 (paling sangat tidak disukai).

4. Tahap 4: Analisis serat kasar, proksimat dan tekstur

Analisis gizi yang dilakukan adalah analisis serat kasar secara kuantitatif menggunakaan metode crude fibre (Godlief Joseph, 2002). Analisis proksimat yang dilakukan adalah Kadar Air (Cara Pengeringan/Thermogravitimetri), Kadar Protein (Penentuan N-Total Cara Makro-Kjeldahl yang Dimodifikasi), Kadar Lemak (dengan Soxhlet), Kadar Abu dan Kadar Karbohidrat (by

different). Sedangkan pengujian tekstur dilakukan dngan menggunakan

Material Testing Machine.

5. Tahap 5: Analisis Biaya

Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui harga jual dan BEP produk yang dihasilkan. Metode yang digunakan dalam analisis biaya adalah:


(54)

a) Perhitungan biaya produksi

Biaya produksi ditentukan dengan menjumlahkan biaya-biaya yang dibutuhkan untuk membuat produk tersebut dari bahan mentah hingga menjadi produk jadi. Setelah biaya produksi dijumlahkan maka akan dapat dihitung harga jual yang diinginkan dari produk yang dibuat (Basu Swasta dan irawan, 2002)

b) Perhitungan harga jual

Menurut Basu Swasta dan Irawan (2002), perhitungan harga jual menggunakan metode mark-up yaitu jumlah rupiah ditambahkan pada biaya suatu produk untuk menghasilkan harga jual sehingga dihasilkan perhitungan sebagai berikut:

Jumlah Mark-Up dapat ditentukan menurut kebijakan masing-masing perusahaan atau industri yang bersangkutan. Dalam perhitungan harga jual nantinya akan digunakan jumlah mark-up sebesar 50% agar semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan serta laba yang diinginkan dapat tertutup dengan pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk.

c) Analisis BEP (Break Event Point)

Metode penetapan harga yang dinamakan analisis Break Even Point atau analisis impas merupakan perhitungan yang menggambarkan hubungan biaya dan penghasilan untuk menentukan pada volume berapa (penjualan atau produksi) agar biaya total sama dengan penghasilan total sehingga


(55)

tidak mengalami kerugian (Basu Swasta dan irawan, 2002). Untuk memperoleh tingkat atau Titik Break Event (TBE) dapat dipakai rumus:

BVR H

BTT TBE

 

Keterangan :

TBE : Jumlah Penjualan (Unit) BTT : Biaya Tetap Total H : Price (Harga Jual) BVR : Biaya Variabel Rata-rata

6. Tahap 6: Analisis HACCP

Analisis HACCP (Menurut Australia Standard (AS 9002) dalam Nani Ratnaningsih), yang dilakukan dalam proses pembuatan produk brownies ubi jalar putih, yaitu terdiri dari

a. Analisis Tahap

Proses penetapan CCP dibagi kedalam bagian tahapan yang secara rinci sebagai berikut:

Tahap 1: Bahan–bahan yang digunakan Tahap 2: Pembuatan Tepung ubi jalar putih

Tahap 3: Pembuatan brownies tepung ubi jalar putih Tahap 4: Penyimpanan produk


(56)

b. Analisis CP dan CCP

Penetapan CP dan CCP terdapat pada proses pengolahan tepung ubi jalar putih dan brownies tepung ubi jalar putih

c. Penerapan 7 Prinsip HACCP

Penerapan 7 prinsip HACCP pada proses pengolahan tepung ubi jalar putih dan brownies tepung ubi jalar putih

1. Penetapan bahaya

Proses pengovenan ceriping ubi jalar putih yang akan dibuat tepung bertujuan untuk mencegah perkembangbiakan bakteri pada tepung ubi jalar putih, sehingga tepung ubi jalar putih dapat tahan lebih lama dan aman untuk dikonsumsi. Pengovenan yang dilakukan pada brownies tepung ubi jalar putih mempunyai tujuan yang sama.

2. Penetapan CCP (Critical Control Point)

Mencegah atau menghilangkan kemungkinan terjadinya bahaya pada produk yang akan diolah perlu dibuat penetapan titik kritis dengan penerapan diagram pohon keputusan (decision tree) pada bahan mentah hingga saat pengemasan produk brownies tepung ubi jalar putih

3. Penetapan batas kritis pada setiap CCP

Kemungkinan adanya bahaya pada proses pembuatan tepung ubi jalar putih yaitu pada proses pengovenan ubi jalar putih menjadi tepung. Hal ini juga berlaku pada proses pembuatan adonan brownies yang


(57)

telah di substitusi tepung ubi jalar putih. Apabila suhu pada saat pengovenan tidak sesuai akan memungkinkan bakteri berkembang biak.

4. Penetapan sistem monitoring pada setiap CCP

Untuk menjaga agar bahan atau produk tidak terkontaminasi perlu dilakukan pengamatan dan pemeriksaan pada proses pembuatan tepung ubi jalar putih. Hal yang perlu diperhatikan adalah lama pengovenan dan suhu pematangan

5. Penetapan tindakan koreksi

Untuk menjaga produk tetap aman dari bahaya, maka setiap CCP perlu ditangani oleh orang-orang yang sudah ahli dibidangnya, misalnya CCP proses pengolahan oleh staff dapur.

6. Penerapan prosedur vertifikasi

Pada tahap ini ditujukan untuk mempermudah pengecekan baik bahan mentah maupun produk, sehingga apabila ada bahan yang tidak layak digunakan atau ada alat yang rusak dapat mudah ditanggulangi.

7. Penetapan dokumentasi dan pencatatan

Karyawan yang bertanggung jawab pada bidang ini harus teliti dan selalu melakukan pengecekan jika terjadi adanya penyimpangan yang akan memungkinkan terjadinya kontaminasi pada bahan dan produk.


(58)

F. Analisis Data

1. Hasil uji kesukaan dari brownies tepung ubi jalar putih dan analisis data kandungan serat kasar pada brownies standar, brownies tepung ubi jalar putih, ubi jalar putih, tepung ubi jalar putih di olah menggunakan anava satu jalur dengan taraf signifikansi 5 %. Bila ada perbedaan nyata, maka dilanjutkan dengan LSD (Least Significant Different) (Bambang Kartika, 1988).

2. Analisis Proksimat yang terdiri dari kadar air ditentukan menggunakan

Thermogravitimetri, Kadar protein menggunakan macro-kjeldahl, Kadar

lemak menggunakan Soxhelt, Kadar abu dan Karbohidrat menggunakan by

different yaitu 100% - jumlah dari prosentase kadar air, kadar abu, lemak dan

protein.

3. Analisis tekstur antara produk standar dan brownis tepung ubi jalar putih diolah menggunakan uji T-test guna mengetahui perbedaan tingkat keempukan. Rumus:                   2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 n s n s r n s n s x x t

4. Analisis biaya pada brownies tepung ubi jalar putih menggunakan metode

Mark-Up dan untuk menentukan titik impas menggunakan BEP (Basu Swasta

dan Irawan, 2002)

Dimana:

X1= Rata-rata sampel 1

X2= Rata-rata sampel 2

S1 = Simpangan baku sampel 1

S2 = Simpangan baku sampel 2

S12= Varians sampel 1

S12= Varians sampel 1


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih

Dalam pembuatan brownies tepung ubi jalar putih mengacu pada resep standar dan sesuai dengan proses pada gambar 3 halaman 37. Dalam penelitian ini menggunakan 3 formula yaitu mengunakan subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 60%, 80%, dan 100% seperti pada tabel 4 berikut:

Tabel. 4. Resep brownies tepung ubi jalar putih Komposisi Resep

Standar

Resep brownies tepung ubi jalar putih

60 % 80% 100%

Tepung ubi jalar putih - 150 g 200 g 250 g

Tepung segitiga 250 g 100 g 50 g

-Coklat collata 350 g 350 g 350 g 350 g

Margarin 380 g 380 g 380 g 380 g

Gula pasir 250 g 250 g 250 g 250 g

Telur 8 btr 8 btr 8 btr 8 btrs

Coklat bubuk 55 g 55 g 55 g 55 g

Kacang kenari 50 g 50 g 50 g 50 g

1. Brownies standar

Brownies standar adalah brownies yang dalam pembuatannya tidak menggunakan subtitusi tepung ubi jalar putih. Dalam pembuatan brownies pengocokan telur dengan gula tidak terlalu mengembang tetapi cukup sampai berwarna putih, agar brownies yang dihasilkan tidak terlalu merekah. Adonan yang dihasilkan tidak kental dan tidak encer, berwarna coklat tua karena banyaknya coklat collata dan coklat bubuk yang digunakan, teksturnya lembut, tidak lembek dan tidak keras, bagian atas brownies kering tidak


(60)

berair, warna brownies coklat tua kehitaman dan taburan irisan kacang kenari mempercantik penampilan brownies yang dihasilkan.

Adonan yang dihasilkan tidak kental dan tidak encer. Hal ini dikarenakan dalam mencampur terigu kedalam adonan telur tidak diaduk dengan kuat, ini mengakibatkan udara dalam adonan telur tidak terbuang dan terigu tetap membentuk gluten tetapi sedikit. Menurut Fatmah Bahalwan & TIM NCC 2006, mencampur terigu kedalam adonan telur dengan adukan kuat, mengakibatkan udara dalam telur terbuang dan terigu membentuk gluten sehingga kue menjadi liat/bantet.

Dalam tekstur brownies standar yang dihasilkan lembut, tidak lembek dan tidak keras, ini terjadi karena tepung yang digunakan adalah 100% tepung terigu. Tepung terigu ini memilki senyawa protein gluten, yang dapat membentuk kerangka jaring-jaring pada saat terjadi proses pengovenan. Kerangka jaring-jaring ini berfungsi untuk menangkap gas CO2 yang

terbentuk pada saat pengocokan telur. Dengan banyakanya kerangka jaring-jaring ini yang menangkap gas CO2 maka cake akan mengembang dengan

sempurna, tetapi karena brownies banyak mengandung coklat, sedangkan coklat mempunyai sifat beratmaka brownies yang dihasilkan padat tetapi lembut karena banyaknya gas CO2yang terperangkap.

Aroma yang dihasilkan aroma coklat sangat terasa. Hal ini dikarenakan dalam resep brownies ini banyak mengunakan coklat baik coklat bubuk maupun dark cooking coklat. Dengan kandungan coklat yang banyak


(61)

juga menghasilkan warna coklat tua agak kehitaman. Rasa yang dihasilkan legit karena penggunaan gula yang banyak.

2. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula 1

Produk brownies tepung ubi jalar putih formula pertama menggunakan subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 60% dari berat tepung terigu yang digunakan yaitu 150 gram tepung ubi jalar putih sedangkan tepung terigu

segitiga menggunakan 100 gram. Adonan yang dihasikan sudah baik,

berwarna coklat tua karena banyaknya coklat collata dan coklat bubuk yang digunakan, teksturnya lembut, tidak lembek dan tidak keras, bagian atas brownies kering tidak berair, berbau tepung ubi, warna brownies coklat tua kehitaman dan taburan irisan kacang kenari mempercantik penampilan brownies yang dihasilkan.

Adonan yang dihasilkan agak encer dibanding dengan standar. Hal ini dikarenakan dalam mencampur tepung kedalam adonanan telur tidak diaduk kuat, ini menyebabkan udara dalam adonan telur tidak terbuang dan tepung tetap membentuk gluten tetapi lebih sedikit dari gluten yang terbentuk pada brownies standar karena didalam brownies tepung ubi jalar formula 1 masih menggunakan tepung terigu sebanyak 40% dari total tepung yang digunakan

Pada formula ini, brownies yang dihasilkan mempunyai tekstur yang hampir sama dengan standar. Hal ini dikarenakan masih menggunakan tepung terigu sebanyak 40% dari total tepung yang digunakan sehingga senyawa protein gluten yang terdapat pada tepung terigu masih mencukupi untuk


(62)

membentuk kerangka jaring-jaring pada saat pengovenan yang dapat membuat cake mengembang dan memilki tekstur lembut.

Aroma yang dihasilkan beraroma ubi. Hal ini dikarenakan dalam resep brownies mengunakan tepung ubi. Dengan kandungan coklat yang banyak juga menghasilkan warna coklat tua agak kehitaman. Rasa yang dihasilkan legit dan tepung ubi agak terasa karena penggunaan gula yang banyak dan dalam brownies menggunakan tepung ubi jalar.

3. Brownies Tepung Ubi Jalar Putih Formula 2

Produk brownies tepung ubi jalar putih formula kedua menggunakan subtitusi tepung ubi jalar putih sebanyak 80% dari berat tepung terigu yang digunakan yaitu 200 gram tepung ubi jalar putih sedangkan tepung terigu

segitiga menggunakan 50 gram. Adonan yang dihasikan sudah baik, berwarna

coklat tua karena banyaknya coklat collata dan coklat bubuk yang digunakan, teksturnya lembut, tidak lembek dan tidak keras, bagian atas brownies kering tidak berair, berbau tepung ubi, warna brownies coklat tua kehitaman dan taburan irisan kacang kenari mempercantik penampilan brownies yang dihasilkan.

Adonan yang dihasilkan agak encer dibanding dengan formula 1. Hal ini dikarenakan dalam mencampur tepung kedalam adonanan telur tidak diaduk kuat, ini menyebabkan udara dalam adonan telur tidak terbuang dan tepung tetap membentuk gluten tetapi lebih sedikit dari gluten yang terbentuk pada brownies tepung ubi jalar formula 1 karena didalam brownies tepung ubi


(1)

Brownies tepung ubi jalar putih (780 g)

= X g g

g g

3204 , 23 780 100

9898 , 2

 ..(a)

Tepung ubi jalar putih (125 g)

= X g g

g g

9183 , 1 125 100

5347 , 1

 …(c)

Ubi mentah (554,5696 g)

= X g g

g g

1385 , 6 569 , 554 100

1069 , 1

 (d)

d c a 

Selama pembuatan tepung ubi jalar putih terjadi perubahan serat kasar sebanyak

X100%

c c d

= 100%

9183 , 1

9183 , 1 1385 , 6

X g

g g

= 100%

9183 , 1

2202 , 4

X g

g

=219,996%

selama pembuatan brownies tepung ubi jalar putih terjadi perubahan serat kasar sebanyak

X100%

c c a

= 100%

9183 , 1

9183 , 1 32044 , 23

X g

g g

= 100%

9183 , 1

40214 , 21

X g

g

=1115,682% b) U1. 2

Brownies tepung ubi jalar putih (780 g)

= X g g

g g

13632 , 24 780 100

0944 , 3

 ..(a)

Brownies standar (725 g)

= X g g

g g

03195 , 3 725 100

4182 , 0

 …(b)

Setelah adanya penambahan tepung ubi jalar putih kandungan serat kasar dalam brownies mengalami perubahan sebesar:

X100%

b b a

= 100%

03195 , 3

03195 , 3 13632 , 24

X g

g g

= 100%

03195 , 3

9606 , 7

X g g


(2)

Serat kasar dalam brownies tepung ubi jalar putih

Brownies tepung ubi jalar putih (780 g)

= X g g

g g

13632 , 24 780 100

0944 , 3

 ..(a)

Tepung ubi jalar putih (125 g)

= X g g

g g

90425 , 1 125 100

5234 , 1

 …(c)

Ubi mentah (554,5696 g)

= X g g

g g

405 , 6 , 6 56 , 554 100

1551 , 1

 (d)

d c a 

Selama pembuatan tepung ubi jalar putih terjadi perubahan serat kasar sebanyak

X100%

c c d

= 100%

90425 , 1

90425 , 1 40583 , 6

X g

g g

= 100%

90425 , 1

5015 , 4

X g g

=236,39%

selama pembuatan brownies tepung ubi jalar putih terjadi perubahan serat kasar sebanyak

X100%

c c a

= 100%

90425 , 1

90425 , 1 13632 , 24

X g

g g

= 100%

90425 , 1

23207 , 22

X g

g

=1167,49% c) U1. 3

Brownies tepung ubi jalar putih (780 g)

= X g g

g g

5895 , 23 780 100

0243 , 3

 ..(a)

Brownies standar (725 g)

= X g g

g g

3316 , 2 725 100

3216 , 0

 ….(b)

Setelah adanya penambahan tepung ubi jalar putih kandungan serat kasar dalam brownies mengalami perubahan sebesar:

X100%

b b a

= 100%

316 , 2

3316 , 2 58954 , 23

X g

g g

= 100%

3316 , 2

25794 , 21

X g


(3)

Serat kasar dalam brownies tepung ubi jalar putih

Brownies tepung ubi jalar putih (780 g)

= X g g

g g

5895 , 23 780 100

0243 , 3

 ..(a)

Tepung ubi jalar putih (125 g)

= X g g

g g

92975 , 1 125 100

5438 , 1

 …(c)

Ubi mentah (554,5696 g)

= X g g

g g

316 , 4 569 , 554 100

7784 , 0

 (d)

d c a 

Selama pembuatan tepung ubi jalar putih terjadi perubahan serat kasar sebanyak

X100%

c c d

= 100%

92975 , 1

92975 , 1 3167 , 4

X g

g g

= 100%

92975 , 1

38695 , 2

X g

g

=123,692%

selama pembuatan brownies tepung ubi jalar putih terjadi perubahan serat kasar sebanyak

X100%

c c a

= 100%

92975 , 1

92975 , 1 58954 , 23

X g

g g

= 100%

92975 , 1

65979 , 21

X g

g


(4)

ANALISIS PROKSIMAT DAN TEKSTUR A. Analisis Proksimat

Ulangan ANALISIS PROKSIMAT JUMLAH JUMLAH

KUADRAT Lemak Karbohidrat Protein Kadar Abu Kadar air

1 28.82 830.5 42.42 1800 6.042 36.51 1.617 3.235 21.1 2,670 100.33 10066.009 2 28.82 830.9 42.75 1827 5.9 34.81 1.64 3.281 20.89 2703 99.837 9967.4266 3 28.94 837.6 42.47 1803 5.931 35.18 1.715 3.43 20.95 2680 98.3402 9670.7949 4 27.15 737.2 42.6 1814 5.392 29.07 1.664 3.328 23.2 2584 99.7432 9948.7059 5 27.53 758.2 41.96 1760 5.318 28.28 1.643 3.286 23.55 2550 100.015 10002.96 6 26.99 728.7 42.51 1807 5.304 28.13 1.64 3.28 23.55 2567 453.462 205627.42 jumlah 168.3 4723 254.7 10813 33.89 192 9.92 19.84 133.2 15,754 247.527 255,283

Rerata 28.04 42.45 5.648 1.653 22.2

GRAFIK ANALISIS PROKSIMAT

28,04423 42,45045

5,64785 1,65325

22,20421

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1

JENIS ANALISIS

K

A

N

D

U

N

G

A

N

P

R

O

K

S

IM

A

T

LEMAK KARBOHIDRAT PROTEIN KADAR ABU KADAR AIR Lampiran 10


(5)

B. Analisis Tekstur

Ulangan x y x2 y2 xy

1 0.1138 1.3834 0.0130 1.9138 0.1574

2 0.1439 1.1265 0.0207 1.2690 0.1621

3 0.1389 1.2219 0.0193 1.4930 0.1697

4 0.2293 1.2261 0.0526 1.5033 0.2811

5 0.2218 0.9055 0.0492 0.8199 0.2008

6 0.159 0.8277 0.0253 0.6851 0.1316

Jumlah 1.0067 6.6911 0.1800 7.6842 7.59682 Rerata 0.16778 1.1152

s 0.04695 0.2109

0.0022 0.0,4448 Keterangan:

x : Brownies standar

y : Brownies tepung ubi jalar putih

 

 

1

2

  

n x x sx

5 0111 . 0

2

x

s

0022 , 0

2 

x

s

0470 , 0 0022 ,

0 

x

s

 

 

1

2

  

n y y sy

5 2224 , 0

2

y

s

04448 , 0

2 

y

s

2109 , 0 04448 ,

0 

y


(6)

2 2

y x

xy rxy

6842 , 7 1800 , 0

1028 , 1

x

1761 , 1

1028 , 1 

= 0,9377

           

 

n s n s r n s n s

y x t

y x y

x

2

2 2

  

   

 

 

6 21090 , 0 6 0470 , 0 9377 , 0 . 2 6 0445 , 0 6 0022 , 0

1152 , 1 1678 , 0 t

0,0192



0,0861

8754 , 1 0074 , 0 000367 ,

0

9474 , 0

 

 

t

00310 , 0 007767 ,

0

9474 , 0

  

t

0683 , 0

9474 , 0  

t

87 , 13

t

Harga t tersebut kemudian dibandingkan dengan harga t tabel dengan dk = n1 + n2 – 2 = 12 - 2 = 10. Dengan dk = 10, dan jika taraf kesalahan

ditetapkan sebesar 5%, maka t tabel = 2,228. Harga t hitung lebih kecil dari pada t tabel (13,87 > 2,228) sehingga ada perbedaan yang signifikan, antara tekstur