mekanika teknik statika dalam analisis s

1.3 A N ALISIS RESPO NS SISTEM STRU KTUR Analisis respons sistem struktur terhadap beban atau pengaruh luar mencakup penentuan

dari gaya-gaya atau reaksi, serta perpindahan yang akan timbul. Penentuan gaya reaksi diperlukan sebagai data untuk menentukan kekuatan sistem (strength aspect). Penentuan

3 deformasi atau perpindahan diperlukan sebagai data untuk menentukan kenyamanan atau

R 1 PF.I"D.".HULUAN

daya layan (serviceability aspect) sistem.

GAMBAR l 2 Lingkup Analisl> Struktur

Analisis respons sistem struktur dapat dibagi atas dua kelas, yaitu desain/perencanaan dan pemeriksaan. Dalam perencanaan, gaya-gaya dalam dihitung untuk dijadikan data penentuan ukura."'\ komponen struktural (dimensionering), perpindahan untuk menentukan bahwa struktur yang cukup kuat, juga berperilaku andal/nyaman untuk difungsikan. Karena umumnya intensitas gaya reaksi serta perpindahan tergantung ukuran atau konfigurasi dari komponen sistem (yang justru perlu ditentukan), maka perencanaan perlu dimulai dari suatu penaksiran dimensi dan konfigurasi awal, lalu secara iteratif dianalisis untuk memperoleh desain akhir yang cukup kuatlaman, nyaman dan ekonomis. Lihat bagan Gambar 1.2 sebagai penjelasan dengan alur tindak proses seperti dalam Gambar 1.3

Dalam pemeriksaan, gaya reaksi dan perpindahan dihitung berdasarkan dimensi yang sudah ada. Kemudian reaksi yang timbul digunakan untuk memeriksa cukup tidaknya dimensi yang ada untuk mengerahkan kekuatan/keamanan. Perpindahan digunakan untuk memeriksa

apakah stuktur akan berfungsi layak atau nyaman untuk beban luar yang mungkin bekerja. Sebagai gambaran, sering kasus dengan sistem cukup kuat tapi tidak berfungsi andal atau

nyaman, misalnya lantai bangunan yang melendut atau bergetar secara berlebihan, tuas mesin yang macet berputar akibat deformasi yang berlebihan, dan sebagainya. Lihat bagan Gambar

1.4 sebagai penjelasan

1 .4 LI N G K U P BP,HASA�-J Bahasan dalam buku ini dibatasi dengan lingkup sebagai berikut. Pertama, beban yang

ditinjau hanyalah beban statis, yaitu beban yang tidak dicirikan sebagai fungsi waktu. Kedua,

MFKANIKA TEKNIK STATIKA DALAM ANALISIS STR U 4 KTUR BERBENTUK RANGKA

GAMBAR

1.3 Alur Tindak Perencanaan Struktur

sistem yang ditinjau adalah sistem yang berperilaku elasitis linier, dengan respons struktur yang terjadi sebanding (berbanding lurus, atau proporsional) dengan intensitas gaya luar.

Dalam paparan sebelumnya telah diuraikan bahwa respons sistem mencakup timbulnya medan gaya dan medan perpindahan. Sekalipun umumnya kedua medan itu berkaitan satu sama lain, namun dapat dihadapi kasus yang intensitas medan gayanya tidak dipengaruhi oleh intensitas medan perpindahan. Dalam hal ini, dihadapi sistem struktur yang dinamakan statis

tentu. Dengan demikian, penentuan gaya-gaya reaksi cukup dilakukan hanya dengan menerapkan kriteria keseimbangan seperti dibahas dalam Bab 3. Dikatakan bahwa penentuan

gaya reaksi untuk sistem struktur yang statis tentu, cukup dilakukan dengan metode statika saja. Bahasan ini dibatasi hanya untuk analisis statika sistem struktur yang statis tentu saja.

B ahasan kemudian dibatasi hanya untuk struktur yang terdiri atas batang yang disambungkan secara kaku (rigid connections) atau sendi (hinged connections) saja. Pembatasan ini dimaksudkan agar dengan struktur yang sederhana, dapat diberikan kemahiran mekanika

teknik bagi pembaca yang secara formal baru pertama kali diperkenalkan kepada dunia mekanika

5 rekayasa. Jika sudah diberikan kemampuan yang andal, pembaca akan dengan cukup mudah

1 l''\DAHULUAN

dan siap untuk mengikuti aspek mekanika struktur yang lebih kompleks.

DATA STRUKTUR

PEMODELAN

ANALISIS TANGGAP STRUKTUR

PERIKSA: -KEKUATAN -KELAYANAN

-KUAT/TIDAK -LA YAN /TIDAK

SELF.SAI

GAMBAR l 4 Alur Tindak Pemerik'J�n Struklur

1 . 5 SISTE M ATIKA PEM BAHASAN Bahasan dalam buku ini dibagi atas beberapa bab sebagai berikut. Pertama, beberapa hukum

dasar serta kriteria yang berkaitan dengan statika, disajikan dalam Bab 2. Kemudian, teori-teori dasar mengenai gaya sebagai besaran vektor, diberikan dalam Bab 3. Jenis vektor gaya, operasi

vektor seperti uraian, perjumlahan, dan lain-lain, serta konsep keseimbangan gaya, dibahas secara umum dalam bab ini.

6 MFKANIKA TEKNIK STAT!KA DALAM ANAUSIS STRUKTUR BERBENTUK RANGKA Pemodelan struktur, sebagai langkah awal yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan

proses analisis struktur, disajikan dalam Bab 4. Bahan sajian ini, yang telah lazim dilakukan dalam analisis struktur lanjut, sengaja diberikan dalam buku ini, dengan maksud agar diperoleh sajian yang konsisten dengan yang akan dilakukan nantinya dalam proses analisis lanjut (formulasi matriks). Bahasan bab ini mencakup aspek diskritisasi sistem, identifikasi jenis elemen yang cocok digunakan, sifat-sifat sambungan dan perletakan, serta penentuan ketidaktentuan statis sistem struktur. Pemodelan gaya luar juga tidak lupa diberikan dalam bab ini. Sebagai uji coba, sekaligus pengantar kepada analisis struktur yang rinci, dalam Bab

5 diberikan beberapa contoh analisis sistem sederhana.

Analisis formal dan rinci dari beberapa jenis sistem struktur diberikan dalam beberapa bab berikutnya: analisis struktur balok tunggal dan balok menerus dalam Bab 6, struktur rangka sederhana (sambungan sendi) dalam Bab 7, serta struktur pelengkung dalam Bab 8. Bahasan setiap jenis struktur dalam bab yang bersangkutan mencakup ulasan mengenai konfigurasi dan sifat struktur, pemodelan, penentuan ketidaktentuan statis, serta proses penentuan komponen gaya reaksi batang dan perletakan untuk beberapa kasus pembebanan yang sering dihadapi dalam terapan.

Konsep dasar mengenai garis pengaruh untuk peninjauan kasus beban bergerak, disajikan dalam Bab 9. Penerapan dalam penentuan nilai ekstrim reaksi dalam batang atau reaksi perletakan terhadap beban luar yang bergerak atau variabel dalam intensitas ataupun lokasi bekerja, dibahas dalam bab ini.

Penulisan dan penuangan algoritma statika dalam formulasi matriks diberikan dalam Bab

10. Ini dimaksudkan agar pembaca mendapatkan pengertian dan pemahaman dalam cara penulisan matriks, sekaligus mempersiapkan diri untuk terbiasa menghadapi formulasi serupa dengan yang lazim dilakukan dalam analisis struktur lanjut. Dalam bab ini, bahasan dibatasi hanya untuk sistem struktur rangka sederhana, sekalipun cara serupa juga dapat diterapkan kepada jenis struktur statis tentu lainnya.

Akhimya, sebagai penutup disajikan suatu proses penyusunan analisis statika dalam pro­ gram komputer berdasarkan formulasi matriks yang telah dipaparkan dalam Bab 10. Pembahasan dalam Bab 11 penutup ini tidak dimaksudkan untuk menguji kemahiran cara berprogram dari pembaca. Cara-cara maupun strategi penyusunan program dapat diikuti dalam buku-buku lain yang khusus tersedia untuk keperluan semacam itu. Pembaca yang berminat dapat mengikuti proses penyusunan program, serta dapat pula menerapkan program yang tersedia untuk kasus analisis rangka sederhana yang relatif besar dan tidak praktis lagi dikerjakan dengan tangan. Pembaca yang belum menaruh minat, dapat saja mengesampingkan Bab 10 dan 11 ini, untuk mengkonsentrasikan diri pada bahasan yang lebih dipentingkan dalam bab-bab lainnya.

Beberapa Kriteria an Hukum Dasar

2.1 U MU M Dalam mekanika teknik sebagai suatu cabang disiplin ilmu, berlaku beberapa kriteria dan

hukum dasar. Beberapa di antaranya yang terpenting dalam statika, disajikan dalam bab ini. Seusai mempelajari bahan bab ini, pembaca diharapkan mendapatkan pengertian yang lebih

mendalam serta peningkatan kemampuan dalam menerapkan kriteria dan hukum dasar penting terse but.

2.2 HUKUM KEDUA NE\NTON Pandanglah suatu sistem bermassa m yang dipengaruhi oleh suatu vektor gaya F dengan

arah garis l seperti dalam Gambar 2.1. Hukum kedua Newton menyatakan bahwa sistem bermassa akan mendapatkan percepatan a yang besarnya berbanding lurus dengan gaya, serta berbanding terbalik dengan massa.

Hubungan F, dan a dinyatakan dalam rumus

F = ma

8 MEKANIKA TEKNIK STATIKA DALAM ANALISIS STRUKTUR BERBENrUK RANC.KA

Besaran F ,m, dan a dinyatakan dalam sistem satuan seperti dijelaskan dalam Pasal 2.7. Perhatikan bahwa F dan a adalah vektor yang beketja pada garis ketja yang sama, dalam hal

ini garis t. Kedua vektor tersebut juga memiliki arah (sense) yang sama.

2.3 HUKUM PERTAMA NE\NTON Hukum ini menyatakan bahwa sistem bermassa yang tidak menerima gaya luar, akan

berada dalam keadaan diam, atau bergerak beraturan dengan kecepatan seragam.

Hukum ini dapat diturunkan dari Persamaan (2.1) dengan memasukkan

(2 2) sehingga

'F=o

a = 6 (2.3)

Dengan mengingat bahwa percepatan adalah turunan kecepatan terhadap waktu,

a = dv

dt

maka Persamaan (2.3) dan (2.4) menghasilkan

dv = 6

dt

yang jika diintegrasikan, memberikan kecepatan v = c (2.6)

dengan c adalah vektor konstan yang dalam keadaan khusus dapat bemilai nol.

Jadi, jika F = 0, massa akan berada dalam keadaan diam, atau bergerak dengan kecepatan konstan. Hukum ini adalah dasar dari kriteria keseimbangan yang sangat penting dalam mekanika teknik, seperti dibahas secara rinci dalam Bab 3.

2.4 HUKUM KETIGA N EWTON Hukum ini sering dikenal sebagai hukum "aksi-reaksi". Untuk jelasnya, pandanglah suatu

sistem yang memikul beban luar seperti dalam Gambar 2.2. Sistem diberi tumpuan sedemikian hingga berada dalam keadaan diam di bawah pengaruh gaya luar yang ada.

(a) sistem

(b) aksi-reaksi

GAMBAR 2 2

Konsep Aksi-Reaksi

BAB 2 BEBERAPA KRITERIA DAN HUKUM DASAR

9 Kemudian, kita membayangkan adanya suatu potongan fiktif yang membagi sistem atas

dua bagian V1 dan V2. Kedua bagian tersebut secara imaginatif kita pisahkan. Hukum ketiga Newton menyatakan bahwa pada permukaan (tampang potongan) kedua bagian, bekerja gaya­ gaya berpasangan, dengan besar sama dan arah yang berlawanan, seperti terlihat dalam Gambar 2.2b. Untuk selanjutnya kita akan melakukan praktek yang konsisten sebagai berikut.

(1) Gaya-gaya berpasangan (aksi-reaksi) hanya akan muncul, atau dapat kita gambarkan sementara pada kedua bagian yang secara imaginatif kita pisahkan pada potongan fiktif.

(2) Gaya yang berpadanan mempunyai besar (magnitude) yang sama serta arah yang berpadanan, sedemikian hingga gaya yang berpasangan akan saling menghapuskan jika subsistem "dipadukan" kembali pada potongan fiktif. Dengan demikian, gaya-gaya aksi reaksi tidak "kelihatan" pada sistem total terpadu.

(3) Jadi, gambarkanlah gaya-gaya aksi-reaksi hanya pada keadaan sistem yang secara imaginatif

sedang "terpisahkan" pada potongan fiktif dimana gaya-gaya tersebut akan muncul. Dengan demikian, hukum ketiga Newton dapat dituliskan dalam bentuk.

aksi + reaksi = 0 (a)

a tau (2.7)

aksi = -reaksi

(b)

Sebagai contoh, tinjaulah suatu bola berbobot W yang berada dalam keadaan diam di atas suatu permukaan licin dan datar seperti dalam Gambar 2.3 berikut. Kita ingin memeriksa gaya pada titik kontak antara bola dan lantai. Untuk keperluan ini, kita memisahkan bola dan lantai seperti dalam Gambar 2.3b, yang memunculkan gaya aksi-reaksi. Kriteria keseimbangan (baca

Bab 3) yang diterapkan atas subsistem bola akan menghasilkan besar gaya berpasangan A dan R tersebut. Untuk selanjutnya, kita akan menuruti praktek seperti dalam Gambar 2.3b. Cara penggambaran aksi-reaksi secara bertumpuk dalam Gambar 2.3c kita pandang sebagai suatu prosedur yang rancu, dan tidak akan kita ikuti.

A=-W �R = - A = W

GAMBAR 2.3 Contoh Penerapan Konsep Aksi-Reaksi

2.5 KONSEP BADAN BEBAS Keseimbangan keseluruhan struktur dicapai jika titik demi titik bermateri sistem berada

dalam keadaan seimbang. Dengan demikian, sua tu bagian dari keseluruhan struktur juga berada dalam keadaan seimbang. Suatu bagian mandiri dan terpisah dari struktur yang diperoleh dengan melakukan suatu potongan fiktif, dinamakan badan bebas (free body). Suatu badan bebas sebagai suatU bagian struktur, tetap juga berada dalam keadaan seimbang. Keseimbangan tercapai karena pada kedua bidang potongan fiktif yang memisahkan struktur menjadi dua bagian, terjadi gaya-gaya dalam yang berpasangan sesuai kriteria aksi-reaksi. Gaya-gaya dalam yang bekerja pada potongan fiktif inilah yang bekerja dan mengimbangi gaya-gaya luar pada masing-masing bagian struktur yang ada. Dengan demikian, konsep keseimbangan badan bebas merupakan suatu cara yang cukup sederhana, namun sangat bermanfaat dalam menghitung reaksi perletakan maupun reaksi dalam. Proses peninjauan keseimbangan badan bebas dilakukan sebagai berikut.

(1) Pada suatu penampang dengan intensitas gaya dalam ingin ditentukan, dilakukan potongan fiktif.

(2) Kemudian, subbagian struktur dipisahkan sehingga muncul dua (sepasang bidang potong) yang berpasangan. Pada kedua bidang potong digambarkan gaya-gaya yang berpasangan menurut kaidah aksi-reaksi.

(3) Salah satu bagian struktur, diisolir, dan atasnya diterapkan kriteria keseimbangan yang dapat menghitung gaya-gaya dalam sebagai fungsi gaya luar. Lihat Gambar 2.2b sebagai penjelasan.

Perhatikan bahwa jika bagian sistem disatukan kembali pada potongan fiktif tadi, gaya­ gaya dalam yang berpasangan pada dua potong fiktif, akan saling menghapuskan, karena memang tidak akan muncul pada struktur keseluruhan. Artinya, tanpa melakukan potongan fiktif, gaya reaksi tidak akan muncul dan intensitasnya tidak akan dapat dihitung. Mulai sekarang, kita akan membiasakan diri untuk menghitung reaksi dengan terlebih dahulu melakukan potongan tempat reaksi akan muncul. Kita akan mengikuti praktek ini, termasuk dalam proses penentuan reaksi perletakan.

Bahasan mengenai kriteria keseimbangan dan penentuan gaya dalam, tidak akan dirinci lanjut dalam bab ini. Sajian mendalam mengenai ini diberikan dalam bab-bab yang akan datang.

2.6 H U K U M SUPERPOSISI Hukum ini berlaku untuk sistem yang elastis linier serta konservatif, serta berbunyi sebagai

berikut.

Akibat (tanggap) yang terjadi pada sistem yang ditimbulkan oleh beberapa kasus/pola pembebanan, merupakan penjumlahan langsung (secara aljabar)

dari akibat m a si n g - m a sin g kasus/pola pembebanan.

Akibat yang dimaksudkan di sini dapat berupa perpindahan, ataupun reaksi (perletakan dan gaya dalam) dari sistem sebagai respons/tanggap terhadap beban/ gaya luar, seperti dibahas dalam Bab 1. Ini juga berarti bahwa respons/tanggap total dari sistem terhadap gaya luar, tidak tergantung kepada urut-urutan bekerjanya komponen beban luar.

S;[l 2 BEBERP.J'A KRlTERIA DA\J HUKUM D\SAR

2.7 HUKUM COULOMB Hukum ini berkaitan dengan gaya interaksi antara sistem pada bidang kontak. Hukum

Coulomb menyatakan bahwa besar gaya gesek antara dua bidang kontak berbanding lurus dengan gaya tekan normal yang bekerja pada permukaan kontak tersebut. Untuk menerangkan pandanglah suatu blok yang duduk pada suatu bidang datar ya.'lg k.asar. Gaya tekan p� permukaan kontak adalah N = W, sehingga kecenderungan balok untuk bergeser akibat gaya

dorong horizontal H, dilawan oleh gaya gesekan F sebesar

(2.81 dengan J1 adalah koefisien gesek permukaan dengan nilai yang tergantung pada kekasaran

f= f.lN

permukaan (asperities). Lihat Gambar 2.4 untuk penjelasan.

(a)

(b)

GAMBAR 2.4 Model Gesekan Coulomb

Sebagai contoh, pandanglah suatu balok yang duduk di atas lantai kasar dengan koefisien gesek f.1 dan kemiringan a, seperti dalam Gambar 2.5. Pertanyaan sekarang adalah berapa besar sudut kemiringan maksimum a sehingga balok masih tetap diam (tetap pada saat hendak meluncur) pada lantai miring. Menurut Persamaan (2.8), gaya gesek adalah sebesar

(2.9) Pada saat balok hendak meluncur, diperoleh hubungan

f = J.1N = f.1 \V cos a

(a}

(b)

GAMBAR 2 5 Balok Pada Lantai Miring dan Kasar

12 MFKANIKA TEKN[]( STATIKA DALAM ANALISIS STRUKTUR BERRF.NTUK RA"JCKA

Dengan demikian, dari Persamaan (2.9) dan (2.10) diperoleh kondisi bahwa

(2.12) Dapat ditambahkan bahwa model Coulomb merupakan salah satu dari beberapa model

a� arctan p

gaya gesekan yang sering diterapkan. Sekalipun kebenaran model ini banyak dipertanyakan orang, model ini cukup sederhana dan kerap diterapkan orang sebagai model analitis mekanika.

2.8 SISTEM SATUAN Semua besaran dalam mekanika perlu dinyatakan dalam sistem satuan yang digunakan.

Secara umum, ada dua kelompok sistem satuan yang lazim digunakan, yaitu (a) sistem gaya, dan (b) sistem massa.

Dalam sistem gaya, besaran gaya ditetapkan terlebih dahulu. Kemudian, massa ditentukan sebagai satuan yang oleh gaya satuan, mendapatkan besar percepatan tertentu. Dengan demikian, massa menjadi besaran ikutan dari satuan gaya dan percepatan.

Dalam sistem massa, besaran massa ditentukan terlebih dahulu. Kemudian, gaya ditentukan sebagai besaran yang bekerja sedemikian hingga sistem besaran satuan massa mendapatkan besar percepatan tertentu. Dengan demikian, gaya menjadi besaran ikutan dari satuan massa dan percepatan.

Besaran dasar sendiri, dapat dinyatakan dalam sistem satuan tertentu yang dipilih untuk digunakan. Misalnya, detik (second) untuk waktu dan meter (metric system) atau kaki (foot, dalam Imperial system) untuk panjang atau jarak. Kedua sistem tersebut dibahas secara rinci dalam sajian berikut.

2.8.1 Sistem Satuan Gaya (FLS system) Untuk memulai, pilihlah satuan metrik (metric units) sebagai contoh. Gaya sebesar satu

satuan, dinamakan 1 kgf, menimbulkan sistem bermassa mengalami percepatan sebesar percepatan gravitasi bumi, a = g = 9,80665 m/det2• Penggunaan Persamaan (2.1) memberikan

------ k gf 1 kgf det2

X m/det2

g rn

2.8.2 Sistem Satu an Massa (MLS system) Menurut sistem ini, massa ditetapkan terlebih dahulu. Misalnya 1 kgm dalam satuan metrik.

Gaya yang menimbulkan percepatan 1 m/ de� sua tu benda sebesar 1 kgm, dinamakan 1 N (satuan Newton). Menurut Persamaan (2.1), diperoleh

1 N = (1 kgm) x (1 m/det2)

sehingga

kgm · m

(2.14) Belakangan ini, dunia intemasional menggunakan sistem satuan massa sebagai dasar untuk

Newton = - - - ---

det2

menetapkan sistem satuan intemasional yang dinamakan unit SI (singkatan dari bahasa Perancis Systeme International).

2.8.3 Hubungan Antara Sistem Satuan Kedua sistem yang telah dipaparkan di atas merupakan sistem satuan yang berdiri sendiri,

namun mempunyai hubungan satu sama lain. Pemilihan, mana yang digunakan, lebih-lebih berlatar belakang tradisi negara atau bangsa pemakai.

Sebagai contoh, ingin ditetapkan hubungan antara satuan gay a dalam kedua sistem satuan, yaitu hubungan antara kgf (sistem gaya) dengan Newton (sistem massa). Karena 1 Kg£ memberikan percepatan g m/ de� atas suatu sistem bermassa, sementara 1 Newton memberikan percepatan sebesar 1 m/ de�, maka diperoleh hubungan

(2.15) Untuk praktek rekayasa, agar mudah diambil nilai

1 kgf = g Newton

g = 10 m/ det2, sehingga sering diambil

pendekatan bahwa 1 kg£ = 10 Newton.

Untuk memperdalam pengertian sistem satuan, ada beberapa contoh perhitungan konversi antara sistem satuan sebagai berikut.

CONTOH 2.1 Dalam sistem satuan Inggris, nyatakanlah besaran gravitasi den � an meng­

gunakan konversi dari sistem satuan metriks, yaitu g = 9,80665 m/ det . Gunakan

ketelitian hingga 6 digit.

Penyelesaian Satuan waktu dalam hal ini detik, sama untuk kedua sistem satuan. Tinggal sekarang

mengubah satuan meter menjadi satuan kaki (ft) dalam satuan Inggris, yaitu 1 m = 3,28083 ft. Dengan demikian diperoleh

g = 9,80665 m/de� = (9,80665) x (3,28083) ft/det2

(2.16) yang dalam praktek sering dibulatkan menjadi 32,2 ft/ de�.

32,1740 ft/det2

CONTOH 2.2: Tentukan konversi besaran tekanan 1 kgf/crn2 dalam satuan metriks (sistem gaya) ke satuan MPa (rnega Pascal, 106 N/rn2) dalam satuan SI (sistem massa).

Penyelesaian Dari Persamaan (2.15) diketahui bahwa 1 kgf =g Newton. Dengan demikian, diperoleh

0,09807 MPa

yang dalam praktek sering dibulatkan menjadi

(2.18) dengan

1 kgf/ crn2 = 0,10 MPa

1 Pa = 1 N/rn2

(2.19) CONTOH 2.3: Tekanan udara sering dinyatakan dalam satuan metriks sebesar 1 atm = 1,03323

kgf/ cm2• Nyatakanlah besaran tersebut dalarn satuan Pascal.

14 MEKANlKA TEK'-JIK 5TATIKA OALAM ANALISIS STRUKTUR BFRBENTUK RANGKA Penyelesaian

Dari persamaan (2.15) diketahui bahwa 1 kgf == g Newton, sehingga diperoleh

1 atrn -=-

101325 Pa

2.9 RANGKUMAf\1

3 . l GAY A SEB/\ G AI BESARAN VEKTOR Besaran (quantity) dapat dibagi atas dua kelompok yaitu skalar (scalars) dan vektor (vec­

tors). Dibandingkan dengan besaran skalar yang hanya memiliki besar (magnitude), maka selain besar vektor juga harus dinyatakan dengan garis kerja (line of direction), arah (sense), dan titik tangkapnya (point of application) secara lengkap.

Contoh besaran skalar adalah ukuran waktu (detik, jam, tahun, dan sebagainya), temperatur (°C, °F, °K), jumlah (orang, buah, ekor dan sebagainya), panjang (meter, kaki, hasta dan sebagainya), dan lain sejenisnya. Besarnya skalar dinyatakan sesuai dengan skala yang didefinisikan untuk pemyataan besar. Contoh besaran vektor antara lain dapat diketengahkan gaya, kecepatan, percepatan, lintasan, perpindahan dan lain sebagainya. Sebagai contoh, kecepatan

V meter/detik (atau km/jam) perlu dinyatakan apakah ke depan atau mundur, ke utara atau ke selatan. Percepatan gravitasi g= 9,81 m/ de� memiliki arah vertikal ke bawah menuju pusat bumi.

Dalam Bab 1 telah dijelaskan bahwa dalam analisis statika, kita hanya membahas gaya luar dan reaksi yang ditimbulkannya secara ekstensif. Bab ini sepenuhnya diperuntukkan bagi pembahasan sistem gaya sebagai besaran vektor, untuk mendapatkan dasar yang mantap

sebelum pembaca mengikuti bab-bab substansif mengenai analisis statika.

3 . 2 S I STEM T A T

A SUtv1BU

Untuk dapat menyatakan kedudukan titik bermateri sistem struktur dalam tata ruang, kita menggunakan tata umbu yang dalam hal ini dipilih tata sumbu Kartesius. Tata sumbu Kartesius (X,Y,Z) dalam Gambar 3.1 mengikuti "aturan tangan kanan", yang identik dengan pularan

sekrup, pemutaran dari sumbu X po itif ke umbu Y positif akan menghasilkan gerakan sekrup ke arah sumbu Z positif, putaran Y positif ke Z po itii menghasilkan gerakan sekrup ke sumbu

X positif, dan seterusnya. Lihat diagram dalam Gambar 3.1.b untuk penjelasan. Titik awal (origin) 0 dapat dipilih secara sembarang. Dengan demik:ian, tempat kedudukan suatu titik

dapat dinyatakan relatif terhadap titik awal ini. Suatu titik cirian P dalam ruang sekarang dapat dinyatakan dengan vektor posisi r yang dituliskan dalam

R llJ Rllf 1\. Tl 16 K RAN( ;r:,,\

\11 K \ '. I K \ I I K '\c I f, �I \ 1 1 f: \ LJ,\

I ·\M

!�IS S I 1\ L Kl l .

Y ••••••••.....••• ,

#> - - - -

GAMBAR 3 I Ta l,, "umhu k.arlt'''ll'

dengan (x, y, z) adalah koordinat titik P, dan (i, J, k) adalah vektor satuan di masing-masing

arah sumbu (X, Y, Z) .

3.3 GAY A -:-r

Pandanglah suatu vektor F yang bekerja menurut garis kerja l dan yang terletak pada

bidang XY. Titik tangkap vektor F adalah titik

pada garis l. P (XP' YP, 0) Besaran F dinarnakan

gaya translasi sebagai vektor yang dilengkapi dengan atribut besar, garis kerja, arah dan titik tangkap. Di sarnping itu, tinjaulah suatu garis m yang normal terhadap bidang XY, sehingga m

11 z. Terhadap garis m, vektor F memberikan sesuatu efek putar yang dinarnakan kopel atau

momen dengan besar

dengan d adalah jarak garis l terhadap m, yaitu segmen garis yang tegak lurus terhadap garis i dan m. Arah vektorial dari momen diatur sesuai dengan aturan tangan kanan (atau sekrup) yang dinyatakan dengan panah berkepala rangkap. Lihat Garnbar 3.2b sebagai penjelasan.

Tinjaulah sekarang kasus garis l berpotongan dengan m; artinya garis kerja F berpotongan

dengan garis m. Dalarn hal ini

d = 0, sehingga M = 0. Dengan perkataan lain, kopel atau

momen sua tu gaya terhadap garis yang dilalui a tau dipotong oleh gay a . tersebut adalah nol. Atau, momen suatu gaya terhadap titik yang terletak pada garis kerja gaya adalah nol.

(a)

(b) (b)

17 Gaya translasi sebagai vektor dapat digolongkan atas tiga kelas, yaitu: (a) vektor bebas ifree

vectors), (b) vektor luncur (sliding vectors), dan (c) vektor tetap l fixed vectors). Vektor bebas merupakan vetor yang dapat direpresentasikan dalam garis kerja lain yang sejajar. Ini dapat divisualisir pada suatu sistem yang bergerak dengan arah dan besar pergerakan yang seragam. Dengan perkataan lain, garis kerja maupun titik tangkap dapat dipindahkan tanpa mengubah fenomena fisik. Vektor luncur adalah vektor dengan titik tangkap yang dapat dipindahkan di sepanjang garis kerja tanpa mengakibatkan perubahan fisik. Dalam wktor tetap, baik garis

kerja maupun titik tangkap tidak dapat dipindahkan tanpa mengubah keadaan fisik. Lihat Gambar 3.3 seb�ai penjelasan. Dalam Gambar 3.3a, tidaklah mempengaruhi keadaan jika

dianggap gaya F bekerja di fl' £2 atau £3 terhadap s�tem yang bergerak seragam. Dalam Gambar 3.3b dan 3.3c, keadaan sama saja jika dianggap F bekerja di titik tangkap A a tau B jika

sistem terbuat dari bahan yang tidak berdeformasi. Dalam hal ini, F menjadi gaya luncur. Untuk bahan yang berdeformasi, F yang menangkap di titik B akan memberikan efek tekanan,

dan F yang menangkap di A akan menumbuhkan efek tarikan. Dalam hal ini, F adalah vektor

GAM BAR 3 3 \ e·ktor 13eb,l'i, Luncur dan T etap

3.4 SISTE M VEKTOR GAYA Umumnya, gaya-gaya dapat bekerja di arah dan garis kerja serta titik tangkap masing­

masing dalam ruangan sistem berada. Namun, seluruh vektor gaya yang bekerja pada suatu sistem yang sama satu sama lain dapat memiliki kaitan antara garis kerja dan titik tangkap. Beberapa kasus akan disajikan dalam paparan berikut.

(a) Sistem Gaya Konkuren Ini adalah kasus dengan semua garis kerja gaya melalui satu titik; dengan perkataan lain,

semua garis kerja berpotongan pada satu titik dalam ruang. Kasus ini memiliki sifat khusus, yaitu bahwa semua vektor gaya memberikan kopel total bernilai nol terhadap titik potong semua garis kerja. Juga, dimungkinkan bahwa titik potong tersebut adalah titik tangkap semua vektor gaya.

(b) Sistem Gaya Para lel Dalam kasus ini semua garis kerja gaya saling sejajar dalam ruang. Dengan sudut pandang

lain, semua garis kerja saling memotong di satu titik di tempat jauh tak hingga. Yang perlu diperhatikan dalam kasus ini, adalah bahwa sekalipun jumlah vektorial gaya di arah garis kerja yang sejajar itu kemungkinan bemilai nol, namun dapat terjadi kasus dengan keseluruhan gaya memberikan kopel total yang tidak nol terhadap sua tu garis sembarang. Ini akan dibahas secara lebih rind dalam paparan mengenai kriteria keseimbangan.

(c) Sistem Gaya Koplanar Dalam kasus ini, semua garis kerja terletak pada satu bidang. Sebagai contoh misalnya, jika

semua garis kerja berada pada bidang XY, semua gaya akan memberikan kopel dengan arah vektorial sejajar dengan arah sumbu Z tata sumbu Kartesius seperti dalam Gambar 3.2.

18 MEKAMJ<A H'K N IK. STA llKA DALAM AN!I I .lS!S STRU KTUR RFRRFNTUK R/\N( ,J</\

Selanjutnya, dapat dihadapi kasus sistem gaya yang koplanar dan konkuren, atau koplanar paralel. Kasus semacam ini dijumpai pada sistem struktur dua dimensi (sistem struktur bidang).

Untuk sementara, demi kemudal-.an visualisasi, bahasan disajikan dalam kasus sistem gaya koplanar. Bidang XY diambil sebagai bidang tempat bekerjanya sistem gaya. Dengan demikian, arah vektorial kopel gaya sejajar dengan sumbu Z.

3.5 OPE RAS! GAY A Karena gaya adalah besaran vektor, maka semua operasi matematika yang berlaku bagi

vektor, juga berlaku bagi gaya. Namun, dalam pasal ini hanya disajikan beberapa operasi yang lazim dijumpai dalam statika.

3.5. 1 Kesamaan Gayo Perihal kesamaan gaya antara dua gaya F1 dan F2 dapat dinyatakan sebagai berikut.

(a) Jika F1 dan J; adalah vektor tetap, maka kedua gaya hanya sama apabila keduanya memiliki garis kerja, titik tangkap, arah, dan besar yang sama.

(b) Jika i; dan F2 adalah vektor luncur, maka kedua gay a hanya sama apabila keduanya

memiliki garis kerja, arah, dan besar yang sama.

(c) Jika i; dan F2 adalah vektor bebas, maka kedua gaya hanya sama jika keduanya memiliki

arah dan besar yang sama, serta garis kerja yang sejajar. Untuk kesamaan dua gaya, dituliskan

I ).'1 \

3.5.2 Kebenawor on Govo Perihal keberlawanan antara dua gaya F1 dan f2 diatur sebagai berikut.

(a) Jika i; dan fz adalah vektor tetap, maka kedua gaya berlawanan jika keduanya memiliki

garis kerja, titik tangkap, serta besar yang sama, namun arah yang berlawanan. (b) Jika i; dan fz adalah vektor luncur, maka kedua gaya berlawanan jika memiliki garis kerja

dan besar yang sama, namun arah yang berlawanan.

(c) Jika i; dan fz adalah vektor bebas, maka kedua gaya berlawanan jika memiliki garis kerja

yang sejajar, besar yang sama, namun arah yang berlawanan. Dalam kasus gaya yang berlawanan, dituliskan

3.5.3 Perjumlohan Gaya Perjumlahan dua gaya A dan B secara matematis dituliskan dalam bentuk

R = lf + B

den&_an R � alah gaya hasil jumlah yang sering dinamakan resultanta. Dalam aljabar vektor,

jika A dan !i dinyatakan sebagai kombinasi komponen-komponen pada sumbu i_X, Y, Z) maka komponen R pada (X, Y, Z) merupakan perjumlahan aljabar komponen A dan B pada sumbu yang sama. Dalam sajian ini, kita akan terlebih dahulu menentukan perjumlahan dengan cara grafis.

\ a) :'vfetc.da Jafa.ran Genjang Cara ini dapat diterapkan untuk gaya kelas vektor tetap dan luncur. Pandanglah dua

vektor I) dan F2 yang bek rja pada garis l1 dan h Ked�a \ ektor membentuk si tem gaya yang

konkuren dan koplanar. Pencarian vektor resultanf:a R mencakup penentuan g a r is kerja dan

be ar erta arah, yang dengan cara jajaran genjang dilakukan berikut. Lihat Gambar 3.4 untuk penjelasan. (1) Pertama-tama, pilihlah titik sembarang 0 yang melaluinya, digambarkan dua garis yang masing-masing sejajar dengan £1 dan £2.

(2) Diukurkan dari titik 0 dengan skala yang betul, pada kedua garis itu digambarkan \'ektor F1 dan F2 . (3) Dengan kedua vektor dalam butir (2) sebagai sisi, digambarkan sebuah jajaran genjang. (4) Garis diagonal panjang serta besamya (sesuai skala) memberikan besar R serta garis yang

sejajar dengan garis kerja R yang sesungguhnya. (5) Garis kerja R yang sesungguhnya diperoleh dengan menggambarkan garis yang sejajar

dengan diagonal dalam Gambar 3.4b, pada Gambar 3.4a dan melalui titik potong £1 dan £2. (6) Akhimya garis kerja R telah diperoleh dalam Gambar 3.4a, serta besar dan arah dari

Gambar 3.4b.

Metoda scgitiga hampir erupa dengan metoda jajaran genjan . Bedanya bila dibandingkan

d ngan jajaran genjang adalah dalam metoda ini digambarkan segitiga (lihat Gambar 3.5) dengan urutan tindakan _ebagai berikut.

(1) Pertama-tama, pilihlah suatu titik embarang 0 pada bidang gambar. Melalui titik ini,

gambarkan garis yang sejajar dengan £1. Pada garis ini, pindahkanlah vektor I) dengan

skala yang benar dan titik 0 seba ai awal/pangkal.

(2) Melalui titik puncak gaya itu, gambarkanlah garis yang sejajar dengan £2, lalu pada garis ini, vektor F2 dipindahkan dengan skala yang benar, dan titik puncak vektor pertama sebagai awal.

(3) Tariklah garis dari titik 0 ke titik ujung yang akhir sehingga suatu segitiga terbentuk. Panjang garis ini memberikan besar gaya R.

(4) Sejajar garis yang diperoleh terakhir dalam butir (3), digambarkan garis sejajar m yang melalui tit_Q< potong £1 dan £2, untuk memperoleh garis kerja yang sebenarnya dari resultanta R.

20 MEKANIKA TEKNIK: STATIKA DALAM ANALISIS STRUKTUR BERBENTUK RANGKA

Hasil penggambaran disajikan dalam Gambar 3.5. Perhatikan bahwa segitiga yang diperoleh adalah setengah jajaran genjang seperti dalam proses hasil metoda jajaran genjang. Perhatikan pula bahwa sesuai dengan si fat komutatif penjumlahan vektor, proses dapat dilakukan dengan

menggambarkan F2 terlebih dahulu.

(b)

GAMBAR 3.5

Perjumlahan Gaya Dengan Metode Segitiga

Dalam metoda segitiga ini, ada beberapa hal yang penting dan perlu dicatat sebagai berikut. Pertama, kedua vektor dan vektor hasil membentuk segitiga yang tertutup (lihat Gambar 3.5b). Kedua, vektor hasil berpangkal dari pangkal vektor yang pertama (tit:_Q< 0), dan berujung pada ujung vektor yang kedua (titik B). Ketiga, dalam Gambar 3.5b, vektor R diapit oleh ga r i s vektor

fl (OA) dan garis vektor Fz (AB). Dalam Gambar 3.5a, gari kerja vektor hasil R diapit oleh el (yang sejajar dengan OA) dan f.2 (yang sejajar dengan AB). Semua pengamatan ini merupakan hal yang penting untuk dicamkan dalam proses penentuan besar, arah dan garis kerja vektor

hasil. Pengamatan ini juga akan dimanfaatkan sepenuhnya dalam metoda poligon berikut ini. (c) Metoda Poligon

Untuk proses penentuan resultanta lebih dari dua gaya koplanar pada umumnya, semua garis kerja gaya tidak berpotongan pada satu titik potong. Metoda poligon yang merupakan

pengembangan metoda segitiga, dapat digunakan sebagai berikut. Agar jelas, tanpa mengurangi keberlakukan umum metoda, disajikan proses penentuan

resultanta tiga gay a 1), F2 dan F3 yang koplanar non-konkuren.

(1) Pertama-tama, dalam Gambar 3.6b gambarkanlah poligon gaya tertutup ABCDA, sehingga

didapatkan besar, arah dan garis yang sejajar dengan garis kerja yang sebenamya. (2) Prosedur berikutnya tinggal untuk menentukan garis kerja R yang sebenamya dalam

gambar a. Ini dilakukan dengan proses lanjutan sebagai berikut. (i) Tetapkanlah suatu titik sembarang 0 pada Gambar 3.6b, tempat ditarik garis penghubung OA, BO, CO, dan DO. (ii) Selanjutnya, tetapkanlah suatu titik sembarang E pada f.1, dan melalui titik E ini ditarik garis c1 yang sejajar AO. (iii) Melewati titik E ini ditarik pula garis c2 yang sejajar dengan BO serta memotong f.2 di titik G. ( i v ) Kemudian, dari titik G ditarik garis c3 yang sejajar dengan CO serta memotong t3 di

titik H.

(v) Dari titik H ini, ditarik garis c4 yang sejajar dengan garis DO.

(vi) Akhimya, tentukanlah titik perpotongan c1 dan c4, yaitu titik 0' dalarn Garnbar 3.6a, melalui mana garis se�jar dengan R pada Garnbar 3.6b ditarik untuk mendapatkan garis kerja resultanta R yang sebenarnya.

Bukti hasil yang diperoleh ini adalah sebagai berikut. Perhatikanlah bahwa dapat dituliskan hubungan berikut. Dari Gambar 3.6b, diperolE�h bahwa

ot(l1

F1 = OA + OB Fz = BO + OC = = - OB + OC

F 3 = CO + OD = = - OC + OD R = � + F2 + � = AO + OD

Vektor AO berada pada garis c1, vektor OB dan BO berada dalarn garis c2 dan saling meniadakan,

OC dan CO ada dalam garis c3 dan saling rneniadakan, dan

ada dalarn garis c4. Akhimya,

22 MEKANIKA fEKNIK ST ATIKA DAI AM ANAUSL'i STRUK flJR BERBENTUK RANCKA

AO dan OD merupakan ve�or yang meEJ.punyai garis kerja c1 d� c4, serta berfungsi sebagai dua vektor pengganti bagi

F 1, F 2 dan F 3 untuk mendapatkan R. Ini juga sekaligus betarti bahwa garis kerja dari R haru� melalui titik potong c1 dan c4, yaitu titik 0' dalam Ga!!_tbar 3.6a. Garis m sebagai garis kerja R dapat digambarkan dengan menarik garis sejajar R (dalam Gambar 3.6b) melalui titik 0' dalam Gambar 3.6a.

Metoda poligon juga dapat digunakan untuk menentukan resultanta gaya-gaya koplanar yang paralel. Dengan metoda grafis, ketelitian hasil yang diperoleh tergantung kepada ketelitian penggambaran garis-garis paralel dan pengukuran secara berskala. Penentuan letak titik 0 seyogianya dipilih sedemikian hingga garis-garis penghubung AO, BO dan sebagainya, membentuk sudut apit yang tidak terlalu tumpul atau terlalu tajam dalam gambar a.

3.5.4 U raian Gaya Proses uraian gaya dapat dipandang sebagai kebalikan dari proses perjumlahan. Uraian

dari sua tu vektor gaya atas beberapa vektor pada garis-garis kerja yang diketahui berupa vektor­ vektor yang apabila dijumlahkan, akan memberikan kembali vektor gaya tunggal tersebut.

Untuk penjelasan, tinjaulah suatu vektor P yang bekerja menurut garis kerja m, dan yang ingin diuraikan atas dua vektor di arah garis £1 dan £2. Ketiga garis £1, £2 dan m adalah koplanar dan terletak pada bidang XY. Vektor urai i) dan I; pada masing-masing £1 dan £2 ditentukan sebagai berikut.

(a) Pertama-tama, tentukanlah titik potong 0' antara £1 dan £2. (b) Melalui titik potong tersebut, gambarkanlah suatu garis sejajar dengan ' m, dan dengan titik

0' sebagai pangkal, gambarkanlah P pada garis tersebut. (c) Kemudian, dengan garis tersebut sebagai diagonal dan £1 dan £2 sebagai sisi, gambarkanlah

jajaran genjang dengan P sebagai diagonal panjang. (d) Sisi diagonal pada £1 dan £2 masing-masing memberikan i) dan F;_. Vektor P yang sudah

terurai kemudian dapat diberi tanda (dengan dua garis) yang berarti P sudah terurai dan

digantikan oleh i) dan F2• Lihat Gambar 3.7 sebagai penjelasan.

GAMBAR 3.7 Penguralan Gaya

23 Sekarang kita membahas uraian gaya pada tata sumbu Karte�us. Untuk kasus bidang

(misalnya bidang XY), uraian suatu vektor gaya F adalah Fx dan Fy yang dapat dituliskan

(1.h)

Jika selanjutnya sumbu X dan Y masing-masing dilengkapi dengan vektor satuan i dan J,

maka Persamaan (3.6) dapat dituliskan dalam

(3 7) dcngan

dengan a sudut apit yang diukur dari sumbu X positif ke garis kerja vektor gaya F, seperti

dalam Gambar 3.8. Perhatikan bahwa dalam hal ini, diperoleh hubungan

\ -' +

·r2

r" I

( ' ')\ . ) '

7- .

GAN1BAR 3 8

l; raiJn Ca\ J Puda [ J t,l Sumbu

Dengan demikian, juga terlihat bahwa Fx dan fy adalah proyeksi dari F masing-masing pada sumbu X dan Y.

3.5.5 Perj u r n larian Gaya Secaro Anal itis

Kita sengaja membahas perjumlahan analitis gaya, setelah terlebih dahulu menyajikan uraian gaya secara analitis. Untuk jelasnya, tinjaulah dua vektor 1; dan F; pada bidang datar yang dilengkapi dengan tata sumbu (X, Y) seperti dalam Gambar 3.8a. Resultanta

n l Ol

24 digambarkan secara grafis menurut aturan segitiga. Selanjutnya, kedua vektor dinyatakan dalam

komponennya masing-masing pada sumbu X dan Y menurut Persamaan (3.7); jadi,

Dari gCJmbar terlihat bahwa CU 2)

dcngm

('\ l\)

Dengan demikian, perj umlahan vektor secara analitis dapat dilakukan dengan menjumlahkan secara aljabar, komponen-komponen gaya pada tata sumbu ortogonal. Untuk perjumlahan lebih dari dua vektor, yaitu F1, F2, . . . , Fn, maka

I\ == 11 I �-� � . + 1-,

ckng.u;

3.6 KESEIM BAf'JGA�� G/\'/A Keseimbangan adalah kriteria yang sangat penting dalam statika. Kriteria ini mengatur

hubungan antar komponen yang bekerja pada suatu sistem yang berada dalam keadaan diam atau lebih sering dinamakan keadaan seimbang.

Dalam bahasan Pasal 2.3 dipaparkan hukum yang pertama Newton yang merupakan konsep dasar keseimbangan. Kita akan mengembangkan konsep itu dalam Pasal 3.6 ini.

(a) Kcscmrbnllgau dengcw Cm1 Gra(is

Tinjaulah kembali metoda poligon yang telah dibahas sebelumnya. Gaya-gaya i), J;, ... , F,, dapat dijumlahkan untuk mendapatkan resultanta R seperti dalam Gambar 3.9. Vektor R, i), J;, ... , F,, membentuk bentuk poligon, dengan pangkal R adalah pangkal vektor pertama,

dan berujung pada ujung vektor yang terakhir. Jadi

Sekarang, ambillah sua tu vektor Q yang berimpit dengan garis kerja R, sama besar tetapi berlawanan arah, sehingga

() =c

Penggabungan kedua Persamaan (3.16) dan (3.17) menghasilkan

. . . + F, + Q = 0 (\.1 1-lj

25 yang membentuk sistem gaya yang seimbang, sesuai dengan Persamaan (2.2). Dalam Gambar

llAil J SIST EM GAY 11

3.9 disajikan sistem gaya yang seimbang ini. Menarik untuk dicatat bahwa keseluruhan vektor F1, F2, ... , Fn , dan Q berangkat dari sua tu titik, dan berakhir di titik tersebut ( dari titik 0 kembali ke 0, dari titik A kembali ke A, dan seterusnya). Jadi, dapat dituliskan dalam bentuk

f,, + Q = 0 (3.19)

T = F1 + F2 + ... +

dengan f dianggap perjumlahan semua gaya, namun dengan hasil T = 0 (vektor nol). Kita mengetahui bahwa vektor memiliki komponen nol, sehingga

(3.20) untuk sistem bidang (dua dimensi).

Syarat dalam Persamaan (3.20) perlu, tetapi belum cukup berdasarkan alasan ilustratif

sebagai berikut. Tinjaulah dua gaya f; dan F2 dengan garis kerja sejajar, sama besar tetapi berlawanan arah. Kondisi dalam (3.20) jelas dipenuhi, namun terlihat bahwa sistem gaya f;

dan F2 menghasilkan kopel sebesar

R = � + F; + . . .. + F.

(n)

F.,

(b)

F; + � - ---- + f. -'- Q = D

GAMBAR 3 9

Keseimbangan Secara Grafis

I f·K'\.IK � I -\ fiK.I I) ' I A�l •\ '\, _-\ l !�IS -,[ RL f-. ! 1 I{ lll'l\1.11 26 '" rt K R \".t K ' dengan

adalah gaya kopel dengan sumbu Z sebagai arah vektorial. Untuk keseimbangan, maka nilai dari kopel

harus nol; karena jika tidak, sistem akan berputar. Dengan demikian (:> 27) Gabungan dari (3.20) dan (3.22) dapat disusun dalam syarat keseimbangan yang perlu dan

cukup untuk sistem bidang, ( i.2:l)

yang segera dapat dikernbangkan untuk sistern ruang itiga dimensi) dalam bentuk

I.\ 1 , = L ''.

Pada hakekatnya keseimbangan kopel dapat diambil terhadap poros sernbarang; artinya, LMx =

0 dapat diambil terhadap suatu garis sembarang yang paralel dengan sumbu

X, 2.My =

0 terhadap garis yang paralel sumbu Y, dan seterusnya. Kondisi LEx =

0 dan lf" = 0 dapat diambil terhadap dua arah lt dan f.2 pada bidang XY, dengan e, dan £2 saling te g ak lurus.

Kemudian, akan terlihat bahwa tiga kondisi dalam (3.16) dapat dituliskan dalam bentuk lain yang setara, rnisalnya keseimbangan gaya dan dua keseimbangan momen,

Ir = o

dan sebagainya. Yang penting untuk diingat adalah ada 3 persamaan keseimbangan untuk sistem bidang, dan ada 6 persamaan keseimbangan untuk sistem ruang, dengan sernua persamaan yang ada bebas satu sarna lain (linearly independent).

Selanjutnya, untuk kasus sistem gaya yang konkuren, keseimbangan gaya dalam persamaan

3.20 sudah merupakan syarat yang perlu dan cukup. Semua garis kerja berpotongan pada satu titik potong, akan mempunyai nilai momen nol terhadap titik potong tersebut sehingga syarat keseimbangan Per amaan 3.22 secara identik/ otomatis akan dipenuhi.

3 . 7 CONTO H P E N E RAPAN Berikut ini diberikan beberapa contoh yang rnenyangkut operasi gaya. Dengan mengikuti

contoh penerapan berikut ini, diharapkan pernahaman dan pengertian operasi gaya dapat dimantapkan.

CONTOH 3. 1

Dua vektor gaya F1 dan F2 yang bertitik tangkap pada titik awal suatu tata sumbu Kartesius, rnasing-rnasing mernpunyai puncak (0, 4) dan (6,3). Tentukan vektor R sebagai hasil perjumlahan kedua vektor tadi, dengan cara analitis.

Penyelesaian

Karena vektor 1; terletak pada surnbu Y, rnaka diperoleh

0; F111 = 4 (3.26)

f-xl =

B.>.B 3 SISTEM GAY A

Vektor F2 mempunyai garis kerja dengan koefisien arah

a2 6 = ----r= �-� -:;=- =

At

cos

I}Llx- + !1.y-

IJ 6 " + 3-

sm .

a2 l1.1f = �

�AY2 + t1.y2

sehingga

Fv2 = 3 n

f;x2 =

o+n n

Dengan menggunakan Persamaan (3.15) diperoleh

R, = I r" =

f\,1 =

I F,1, �

sehingga

(3.30) Koefisien arah garis kerja R yang melalui titik awal 0 diberikan oleh

�) '

(3.::n )

Liha t Cam bar 1.10 sebagai pcnjclasan.

GAMBAR 3. 1 0

Perjumlahan Vektor, Contoh Soal

28 M � K A N I KA l T K N !K STAT!KA DALAM A N A LISJS STRUKTUR l3ERBEN fUK RAN< . K A

CONTOH 3.2 Ulangi kembali Contoh 3.1, namun dengan menggunakan metoda grafis jajaran genjang.

Penyelesaian:

Pertama-tama, gambarkan F1 dan f2 dengan masing-masing puncak A(O, 4) dan B(6, 3). Dari A dan

B dibuat jajaran genjang yang digambarkan secara , skala yang betul dan teliti. Kedua garis sisi yang ditarik dari

A dan B, bertemu pada titik C sebagai puncak

dari resultanta R . Besar dan arah vektor R lalu diukur

secara tepat dari gambar. Lihat Gambar 3.11 sebagai

penjelasan. Jika untuk satu satuan _ vektor misalnya

digunakan skala 1 cm, maka F1 digambarkan

sepanjang 4 cm, dan l1_ sepanjang 6,71 cm. Dari jajaran

genjang, diukurkan R, diperoleh sepanjang 9,2 cm, - maka besamya R =

9 2 cm = 9, 2 satuan gaya, yang

1 cm

sedikit berbeda dari hasil eksak (analitis) dalam

Persam aan (3.30). Kesalahan tergantung dari

kecermatan penggambaran serta pengukuran.

GAMBAR 3 ll

Perj u m l a h a n G a y a Secara

CONTOH 3.3 Kerjakanlah kembali soal Contoh 3.1,

Grafis, Contoh Soa l 3.2

namun dengan cara segitiga. Penye lesa i o n :

Untuk menyelesaikan seperti terlihat dari Gambar 3.12, solusi dilakukan dengan dua urutan, pertama dengan f2 terlebih dahulu, kemudian dari puncaknya digambarkan

1) . Yang kedua adalah menggambarkan f1 terlebih dahulu, lalu dari puncaknya digambarkan fz. Hasil kedua

urutan penggambaran sama, perbedaan hanya akibat ketelitian penggambaran. CONTOH 3.4 Sebuah ungkit digunakan untuk mengangkat bobot seberat W. Lengan ungkit

memiliki panjang yang berbanding sebagai

1 : 2 seperti dalam Gambar 3.13. Hitung berapa gaya yang harus dikerjakan untuk dapat mengangkat bobot tersebut, dan berapa gaya total yang dipikul oleh dudukan.

X X 6 6 GAMBAR 3 . 1 2

Perjumlahan Vektor Dengan Cara Grafis Segitiga, Contoh Soal 33

29 Penyelesa ia n :

J ika bobot W tepat pada aat t e r a ngk a t , maka ini berarti s istem gaya berada dalam kese imbangan. Model struktur dan gaya-gaya yang ada d iperli hatka:n d al a m gambar b. K.ita dapat menggunakan kr iter ia ke eimbangan dalam Per amaan (3.23) untuk m e n gh i tun g gaya F dan reaks i R. Keseimbangan gaya di ara h hori onta l otomatls terpenuhJ, dengan t idak adanya komponen gaya yang bekerja di arah in i. Kese imb angan gaya vertikal memberikan

-W + R-F = 0 (1..32)

Kese imb angan momen yang d iamb il ter hadap t it ik 0 memberikan +( W) ' X ) + ( R) X (0) ·- u) X. ('2L .1 =

Kedua persamaan dalam (3.32) d an (3.33) dapat d ise lesaik an untuk menentukan F dan R;

has il:nya adala h

2 w '' = " w

1"--- L -+------ 2L

1"--- L --,�<---- 2L

(a) struktur

(b) model

3 8 r<P i'�

sebag �

Bahasan dalarn bab iru d ap a d1sarikan dalam

rapa pokok <::atatan

adalah b es ar a n yang termas jenis vektor. Dengan demikian,

kaidah,

dan hukum serta operasi matematis yang berlaku untcik vektor/ juga berlaku

(2) . . Untuk pe�umlahan• gaya, dapat dipilih dua macam metoda� yaitu analitis dan gr�is ..

J�a dalam c;;ara analitis digunakan operasi matematis yang mern.berikan hasil (!k$ak; ll'laiq:t ketelitian hasil . cara grafis · tergantu.ng s�penuhnya kepada ke(:ern'iatan penggambaran dan pengukuran.

(J) Untu.k perjw:n)ahan cara grafis gaya restlltanta bera>.val pada awal gaya pertama, dan

berujung pa d a ujnng gaya terakhir, dengan catatanbahwa

yang diambil

tidak n1empengaruhi hasil. Untuk cara analitis, gaya resulta.nta mcmiliki . .. komponen yang merupakM petjumlahan aljabar darl. semua kotnponen

yill'lg

di beberapa arah yang satu sama. lain.

ortogonal (de:rigan perkat(lanlain,. arah-

yang bebas atu sama .. ; · :

. ·. -� \: . ..

· ):cul<up ada.Iah bal'twa mofu�l'\ t�tal dari

. te ;r ha�� suatu. titik sembarang

harus noL Untuk gaya-gay� y�g

ini

� ipenuhi.

3.9 SOAL-SOAL Dalam soal-soal berikut ini, gaya-gaya mengambil satuan gaya tertentu, demikian juga

ukuran jarak pada tata sumbu. Misalnya, dapat dianggap bahwa gaya diberikan dalam satuan kN, jarak dalam meter, dan sebagainya. Dalam mengerjakan soal-soal berikut, pilihlah sistem satuan yang konsisten.

Soal 3.1: Untuk sistem gaya planar dan konkuren seperti dalam Gambar 3.14, tentukanlah resultanta Gumlah) seluruh gaya dengan cara grafis dan analitis. Berikan data lengkap gaya resultanta tersebut (besar, garis kerja dan arah).

Soal 3.2: Tentukanlah resultanta sistem empat gaya planar nonkonkuren seperti dalam Gambar

3.15. Periksalah apakah sistem gaya tersebut memberikan suatu sistem yang seimbang? Berikanlah penjelasan selengkapnya.

Soal 3.3 : Periksalah apakah sistem tiga gaya planar nonkonkuren dalam Gambar 3.16 mem­

berikan suatu sistem yang berseimbang? Lakukanlah analisis selengkapnya.

( -1 , \j

GAMBAR

3 . 1 5 Sistem Cava Snal 1 2

GAMBAR 3 . 1 6 Sistpm c.ava. So,1 1 1 1

• 3 . -l : Tentukanlah resultanta dari tiga gaya planar nonkonkuren seperti yang diperlihatkan