Studi deskriptif tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014 2015 dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan klasikal

(1)

TAHUN AJARAN 2014/2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh:

CHINTYA SEKAR SEPTESA DANI NIM: 101114020

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014


(2)

i

TAHUN AJARAN 2014/2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

CHINTYA SEKAR SEPTESA DANI NIM: 101114020

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2014


(3)

ii

Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya terhadap

Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal

Oleh:

Chintya Sekar Septesa Dani NIM: 101114020

Telah disetujui oleh:

Pembimbing


(4)

iii

Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya terhadap

Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Chintya Sekar Septesa Dani

NIM: 101114020

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal 18 Desember 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Gendon Barus, M. Si ……….

Sekretaris : Juster Donal Sinaga, M. Pd ………..

Anggota : Dr. Gendon Barus, M. Si ………..

Anggota : Dr. M. M Sri Hastuti, M. Si ………..

Anggota : Dra. M. J Retno Priyani, M. Si ………..

Yogyakarta, 18 Desember 2014

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(5)

iv

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang

telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan

kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula)

kepadanya pahala akhirat itu. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang

bersyukur”

(QS. Al Imran: 145)

Dari Abu Hurairah- Nashr berkata; yaitu dari Rasulullah SAW beliau bersabda:

“Berbaik sangka merupakan (pertanda) baiknya ibadah”

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

Kedua orang tuaku tercinta; mama Sri Mulyani dan papa Enget Yulianto

Adikku tersayang Sabda Girijati

Program Studi Bimbingan dan Konseling USD

Sahabat-sahabat BK 2010 A

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sleman Yogyakarta

SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta


(6)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Desember 2014


(7)

vi

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Chintya Sekar Septesa Dani

NIM : 101114020

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempulikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap menantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Desember 2014


(8)

vii

ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF TINGKAT KEMANDIRIAN EMOSIONAL SISWA KELAS IX SMP N 2 MLATI SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN

2014/2015 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

Chintya Sekar Septesa Dani Universitas Sanata Dharma

2014

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan membuat usulan topik-topik bimbingan klasikal.

Subjek penelitian adalah siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yang berjumlah 107 orang. Instrumen penelitian berupa kuesioner yang mengungkap kemandirian emosional yang terbagi dalam empat aspek, yaitu tidak mengidealkan orang tua, dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya, bergantung kepada dirinya sendiri dan merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Teknik analisis data yang digunakan adalah kategorisasi tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan kriteria Azwar. Terdapat lima tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa: ada 4 (3, 74%) siswa yang tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang sangat tinggi, 68 (63, 55%) siswa tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang tinggi, 35 (32, 71%) siswa tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang sedang, dan tidak ada (0%) siswa yang tergolong memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah dan sangat rendah.

Berdasarkan item-item kuesioner yang menunjukkan bahwa kemandirian emosional siswa termasuk rendah dan sedang, peneliti membuat/mengusulkan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk meningkatkannya.


(9)

viii

DESKRIPTIVE STUDY LEVEL OF EMOTIONAL AUTONOMY OF THE NINETH GRADE STUDENTS AT 2 MLATI JUNIOR HIGH SCHOOL SLEMAN YOGYAKARTA IN 2014/2015 ACADEMIC YEAR AND ITS IMPLICATION TOWARDS THE SUGGESTED TOPICS CLASSICAL

GUIDANCE

Chintya Sekar Septesa Dani Sanata Dharma University

2014

This research aims to obtain a description of level of emotional autonomy of the nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year and its implication towards the suggested topics classical guidance.

The subject of this research is nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year, consisting of 107 students. The research instrument used is in the from of a quetionnaire that describes the emotional autonomy which was devided into four aspects, namely de-idealized, parents as people, nondependency and individuated. The technique of data analysis used is category of the level of emotional autonomy of the nineth grade students at 2 Mlati Junior High School Sleman Yogyakarta in 2014/2015 academic year based on

Azwar‟s criteria. There are five levels of students level of emotional autonomy, namely very high, high, moderate, low and very low.

The result shows that: 4 (3, 74%) students have very high level of emotional autonomy, 68 (63, 55%) students have high level of emotional autonomy, 35 (32, 71%) students have moderate level of emotional autonomy, and no one (0%) student have low and very high level of emotional autonomy.

Based items of quetionnaire shows that emotional autonomy students include low and moderate, researcher made/proposed the topics of classical guidance to increased it.


(10)

ix

Puji syukur peneliti haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Studi Deskriptif Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal.

Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan, dukungan, saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Gendon Barus, M. Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.

3. R. H. Dj. Sinurat, M. A., selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan petunjuk, pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Rini Trimurti, M. Pd., selaku Kepala SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.

5. Sukemi, S. Pd., selaku Koordinator BK di SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang selalu membantu peneliti dalam mengadakan penelitian.


(11)

x

kerjasama saat pelaksanaan penelitian.

7. Sri Mulyani dan Enget Yulianto; kedua orangtua yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, doa dan dukungan.

8. Sabda Girijati; adik yang selalu memberi semangat dan dukungan.

9. Keluarga besar R. Dulhadi dan keluarga besar Saguh S atas semua dukungannya. 10. Keluarga baru di Yogyakarta; Budhe, Pakdhe, Mbak Neri, Mbak Raras, Mbak

Dita yang selalu membantu penulis selama di Yogya.

11. Angela Rosari, Erni Kristi, Bernadeta, Yunni PS, Aneke, Rima, Prisca, Peni Cristanti, Andria, Christian Hendra, Josaphat Joko, Anang Cahyono, Yosef Tri yang selalu memberi semangat dan terima kasih atas persahabatan ini.

12. Teman-teman BK 2010 A yang selalu memberikan dukungan dan selalu kompak. 13. Keluarga baru kost “Mushala”; Mbak Ani, Mbak Wulan, Dek Nining, Dek

Wahyu, Dek Putri, Dek Dyah yang selalu memberi semangat.

14. Mitra Perpustakaan Paingan USD; Mbak Odil, Mbak Nasa, Mbak Prima, Mbak Nisa, Mbak Anna, Mbak Lana, Mbak Rea, Mbak Tika, Mbak Lala, Mbak Herlina, Mas Hani, Mas Fandra, Mas Yoha, Mas Agung, Iwan, Remma, Nia, Tata, Istri, Yovi, Erni, Agnes yang selalu memberi motivasi.

15. Semua rekan dan pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu; terima kasih dukungannya.


(12)

xi

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiiiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4


(13)

xii

E. Definisi Operasional Variabel ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kemandirian ... 7

1. Pengertian Kemandirian ... 7

2. Aspek-Aspek Kemandirian... 8

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandiri... 9

B. Emosi ... 12

1. Arti Emosi... 12

2. Macam-Macam Emosi... 13

C. Kemandirian Emosional ... 14

D. Masa Remaja ... 18

1. Pengertian Masa Remaja ... 18

2. Karakteristik Masa Remaja ... 19

E. Bimbingan Klasikal ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Jenis Penelitian ... 23

B. Subjek Penelitian ... 23

C. Instrumen Penelitian ... 24

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31


(14)

xiii

A. Tingkat Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX

SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran

2014/2015………. 34

B. Pembahasan ... . 36

C. Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal yang Sesuai untuk Meningkatkan Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang Kemandirian Emosionalnya Masih Rendah... 38

BAB V PENUTUP ... 44

A. Kesimpulan ... 44

B. Saran... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(15)

xiv

Halaman

Tabel 1: Rincian Jumlah Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ... 24 Tabel 2: Hasil Penghitungan Koefisien Korelasi Item Instrumen Penelitian ... 28 Tabel 3: Kriteria Guilford ... 29 Tabel 4: Kisi-Kisi Kuesioner Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX Setelah

Uji Coba ... 30 Tabel 5: Norma Kategorisasi ... 33 Tabel 6: Tingkat Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2

Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 ... 35 Tabel 7: Penggolongan Item Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX

SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015

Berdasarkan Tinggi Rendahnya Skor ... 39

Tabel 8: Item-Item Kuesioner Kemandirian Emosional Para Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 yang Menunjukkan bahwa Kemandirian Emosional Siswa Rendah dan Sedang ... 41 Tabel 9: Usulan Topik-Topik Bimbingan untuk Meningkatkan Kemandirian


(16)

xv

Halaman Lampiran 1: Hasil Penghitungan Taraf Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner Uji Coba ... 49

Lampiran 2: Kuesioner Siswa ... 54

Lampiran 3: Tabulasi Data Penelitian... 58

Lampiran 4: Satuan Pelayanan Bimbingan Klasikal ... 64


(17)

1

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel.

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia terlahir dalam kondisi yang tidak berdaya dan akan tergantung pada orang tua atau orang-orang yang berada di lingkungannya hingga waktu tertentu. Seiring berlalunya waktu dan perkembangan selanjutnya, seorang anak perlahan-lahan akan melepaskan diri dari ketergantungannya pada orangtua dan belajar untuk mandiri. Hal ini merupakan suatu proses alamiah yang dialami oleh semua makhluk hidup (Mutadin: 2002).

Pada masa remaja, terdapat tugas perkembangan yang harus diselesaikan antara lain mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Remaja yang mencapai kemandirian emosional mampu mengembangkan kasih sayang terhadap orang tua, menunjukkan perasaan hormat terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya serta membina ikatan emosional terhadap lawan jenis (Prayitno, 2006: 45). Remaja terkadang harus menentang, berdebat, bertarung pendapat dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua dalam mencapai kemandirian emosional. Hal ini menyebabkan konflik berkepanjangan sehingga timbul sikap pertentangan dan hubungan yang semakin jauh antara orang tua dan anaknya (Ariani, 2004: 103).


(18)

remaja yang mengalami kekecewaan dan rasa frustrasi mendalam terhadap orang tua. Akibatnya remaja yang bersangkutan tidak memiliki motivasi belajar, kehilangan gairah untuk sekolah dan tidak jarang justru berakhir dengan drop out dari sekolah (Mutadin: 2002).

Mencermati kenyataan tersebut, dibutuhkan dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan di sekitarnya untuk dapat mencapai kemandirian emosional. Guru pembimbing juga mempunyai peran yang besar dalam proses pembentukan kemandirian emosional siswanya. Guru pembimbing diharapkan dapat memberikan kesempatan pada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian siswa akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orang tua menjadi mandiri.

Jika kemandirian emosional tidak dicapai, hal ini bisa saja dapat menghambat perkembangan psikologis remaja di masa mendatang (Mutadin: 2002). Apabila remaja masih bergantung pada orang tuanya dan belum memiliki kemandirian yang sesuai dengan usianya, remaja akan mengalami kesulitan membangun hubungan heteroseksual, mengejar pekerjaan dengan rasa percaya diri atau mendapatkan identitas diri yang jelas (Conger: 1991 dalam Permana, 2011: 3). Dacey & Kenny (1997 dalam Desmita, 2009: 222) juga mengatakan


(19)

dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri, kurang berhasil dalam belajar dan bekerja dibanding dengan remaja yang mencapai kebebasan emosional.

Perkembangan kemandirian emosional pada remaja merupakan salah satu isu yang sama penting dan menarik untuk diuji secara serius. Pentingnya kajian secara serius terhadap isu perkembangan kemandirian remaja didasarkan pada pertimbangan bahwa bagi remaja, pencapaian kemandirian merupakan dasar untuk menjadi orang dewasa. Kemandirian dapat mendasari orang dewasa dalam menentukan sikap, mengambil keputusan dengan tepat, serta keajegan dalam menentukan dan melakukan prinsip-prinsip kebenaran dan kebaikan. Pentingnya kemandirian dimiliki oleh remaja juga tampak dari komitmen profesi bimbingan dan konseling yang menyarankan bahwa bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal adalah bimbingan dan konseling yang memandirikan (Ditjen PMPTK 2007 dalam Budiman: 2012). Guru pembimbing hendaknya mampu membuat program yang relevan untuk mengembangkan kemandirian siswa, karena bimbingan dan konseling di sekolah juga berfungsi dalam memandirikan siswanya.

Banyak siswa yang masih tergantung kepada orang tua dalam memutuskan sesuatu dan siswa merasa cemas dan takut jika ia tidak mengikuti keinginan orang tuanya adalah kenyataan yang peneliti lihat di SMP N 2 Mlati


(20)

pembimbing perlu mampu menyajikan topik-topik bimbingan yang sesuai untuk mengembangkan kemandirian emosional siswa. Hal ini perlu dilakukan karena para siswa juga perlu mampu mengembangkan kemandirian emosionalnya sebagai bekal menghadapi tantangan dan tugas perkembangan di masa dewasa. Maka diperlukanlah sebuah penelitian untuk menjawab seberapa tinggi tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 guna mendukung perkembangannya sebagai pribadi.

B. Rumusan Masalah

Penelitan ini difokuskan untuk mengetahui tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015. Pertanyaan yang dijawab adalah sebagai berikut:

1. Seberapa tinggi tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015?

2. Topik-topik bimbingan klasikal mana yang sesuai untuk membantu siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang masih tergolong rendah kemandirian emosionalnya?


(21)

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.

2. Merumuskan topik-topik bimbingan klasikal yang sesuai untuk meningkatkan

kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta, yang masih termasuk rendah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Sekolah:

a. Sebagai bahan informasi dan refleksi bagi tenaga pendidik mengenai tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.

b. Sebagai bahan informasi dan refleksi bagi konselor dalam memberikan topik-topik bimbingan klasikal yang berkaitan dengan kemandirian emosional.

2. Peneliti:

a. Sebagai bahan informasi bagi peneliti tentang tingkat kemandirian emosional pada siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.


(22)

mengembangkan kemandirian emosional siswa.

E. Definisi Operasional Variabel

1. Kemandirian adalah kemampuan orang tanpa tergantung pada orang lain.

2. Kemandirian emosional siswa adalah kemampuan siswa untuk tidak

tergantung pada orang lain dengan tidak mengidealkan orang tuanya, dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya, bergantung kepada dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

3. Bimbingan klasikal adalah bimbingan yang akan diberikan guru BK kepada siswa dalam satuan kelas di tingkat tertentu.


(23)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang kemandirian, emosi, kemandirian emosional, remaja dan bimbingan klasikal.

A. Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian berasal dari kata “autonomy” yaitu kesanggupan untuk berdiri sendiri dengan keberanian dan tanggung jawab atas segala tingkah laku sebagai manusia dewasa dalam melaksanakan kewajibannya guna memenuhi kebutuhannya sendiri (Kartono, 1990 dalam Rini, 2012: 62-63). Orang yang mandiri adalah individu yang mampu mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa adanya kontrol dari luar (Kartono, 1999 dalam Yessica, 2008: 8).

Mu‟tadin (2002) juga mengatakan bahwa kemandirian mengandung pengertian suatu keadaan dimana seorang individu memiliki hasrat untuk bersaing demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan berusaha untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Djiwandono (2002: 102-103) mengatakan bahwa dengan mengajarkan kemandirian remaja dibantu untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi kemandirian merupakan kemampuan orang untuk tidak tergantung pada orang lain.


(24)

Kemandirian penting dimiliki remaja dan harus dicapai dalam proses perkembangan remaja. Steinberg (2002: 288) menjelaskan bahwa “for most adolescents, establishing a sense of autonomy is as important a part of becoming an adult as is establishing a sense of identity. Becoming a n autonomous person a self governing person- is one of the fundamental tasks

of the adolescent years”.

Steinberg (2002: 290) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis kemandirian remaja, yaitu kemandirian emosional, kemandirian tingkah laku dan kemandirian nilai. Kemandirian emosional adalah kemampuan orang untuk tidak tergantung pada orang tua dengan tidak mengidealkan orang tuanya, dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya, bergantung kepada dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Kemandirian tingkah laku adalah kemampuan seorang dalam membuat keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggungjawab. Kemandirian nilai merupakan kemampuan untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah, apa yang penting dan apa yang tidak penting.

2. Aspek-Aspek Kemandirian

Havighurst (Mu‟tadin: 2002) menyatakan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek yaitu:

a. Emosi: aspek ini merupakan kemampuan mengontrol emosi dan tidak bergantung kebutuhan emosi dari orang tua.


(25)

b. Ekonomi: aspek ini merupakan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak bergantung kepada kebutuhan ekonomi pada orang tua.

c. Intelektual: aspek ini merupakan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

d. Sosial: aspek ini merupakan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung atau menunggu aksi dari orang lain.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian (Masrun dkk: 1986, dalam Listyaningrum, 2007: 26) adalah sebagai berikut: a. Usia

Sarwono (2009, dalam Listyaningrum, 2007: 26) mengatakan bahwa anak-anak terutama pada fase pertama perkembangannya berada dalam keadaan yang selalu tergantung dan selalu meminta tolong pada orang tuanya. Tanpa ada pertolongan, anak tidak dapat melanjutkan hidupnya.

Semakin anak berkembang menuju arah kedewasaan, sifat

menggantungkan diri pada orang lain semakin berkurang dan akhirnya dapat berdiri sendiri.

b. Jenis kelamin

Penelitian yang dilakukan Masrun (1986, Listyaningrum, 2007: 26) menunjukkan bahwa kemandirian seseorang dipengaruhi oleh jenis


(26)

kelamin. Sesuai dengan peranannya, laki-laki diharapkan menjadi kuat, mandiri, agresif, mampu memanipulasi lingkungan, berprestasi serta dapat membuat keputusan. Dalam kehidupan sosial, laki-laki diharapkan mampu berkompetisi, tegas dan dominan, sedangkan perempuan diharapkan lebih tergantung, sensitif dan keibuan.

c. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pengubahan sika dan tata laku seseorang/kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pngajaran dan pelatihan (KBBI 4). Dengan belajar, seseorang dapat memajukan dirinya sendiri sehingga orang yang bersangkutan memiliki keinginan memutuskan sesuatu secara tepat tanpa bergantung pada orang lain.

d. Perlakuan orang tua

Cara orang tua membiasakan anak untuk bertindak mandiri pada usia awal, telah banyak mempengaruhi kemandiriannya pada masa remaja dan dewasa. Jika sejak kecil orang tua sudah membiasakan anak untuk bersikap mandiri, membiasakan anak untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, memberi dorongan, pujian terhadap sikap mandiri anak, maka anak akan semakin mandiri di masa remaja dan dewasanya.


(27)

e. Intelegensi

Intelegensi membuat individu cenderung menetapkan tujuan tertentu sehingga individu akan semakin memiliki inisiatif dalam menentukan tujuan dan tidak mudah dipengaruhi orang lain. Semakin cerdas seseorang, semakin mandiri ia dalam menentukan keputusan.

f. Urutan kelahiran

Anak dengan urutan kelahiran tertentu dalam keluarga cenderung memiliki kepribadian yang khas. Hurlock (1980, Listyaningrum, 2007: 26) menyatakan bahwa orang tua dan saudara cenderung memberi perlakuan pada anak sulung, anak tengah, anak bungsu maupun anak tunggal serta anak kembar secara berbeda-beda. Demikian pula harapan-harapan yang diberikan kepada masing-masing anak, sehingga kemandirian yang dimiliki anak pun berbeda-beda.

g. Interaksi sosial

Kemampuan seorang remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial dengan melakukan penyesuaian diri yang baik akan mendukung perilaku bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan permasalahan dengan tidak mudah menyerah akan mendukung tingkah laku untuk mandiri (Hurlock: 1980, dalam Listyaningrum, 2007: 26).


(28)

B. Emosi

1. Arti Emosi

Akar kata emosi adalah movere, kata kerja bahasa latin yang berarti

“menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-“ untuk memberi arti

“bergerak menjauh” (Goleman, 2007:7). Oxford English Dictionary

mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,

perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap” (Goleman, 2007: 411).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 4) emosi diartikan sebagai keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan). Emosi adalah cara bersikap dari tubuh karena berada dalam kondisi tertentu (Sartre: 2002). Emosi juga didefinisikan sebagai reaksi penilaian (positif dan negatif) yang kompleks dari sistem syaraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri (Sarwono, 2009: 124). King (2010) menjelaskan bahwa emosi (emotion) adalah perasaan atau afeksi yang dapat melibatkan rangsangan fisiologis, pengalaman disadari dan ekspresi perilaku.

Perbedaan antara emosi dan perasaan tidak dapat dinyatakan dengan tegas, karena keduanya merupakan suatu kelangsungan kualitatif yang tidak jelas batasnya (Sarwono, 2009: 123). Dari beberapa pendapat ahli, dapat


(29)

disimpulkan emosi adalah suatu perasaan yang sedemikian intensif sehingga timbul perubahan fisiologis dan dorongan untuk berperilaku tertentu.

2. Macam-Macam Emosi

Menurut Goleman (2007: 411) ada beberapa golongan emosi yaitu: a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,

terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, benci.

b. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak dan putus asa.

c. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali.

d. Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, dll.

e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, kasih.

f. Terkejut: terkejut, terkesiap, takjub, terpana.

g. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.

h. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati yang hancur lebur.


(30)

Winkel dan Sri Hastuti (2004: 384) mengelompokkan emosi/perasaan ke dalam dua golongan, yaitu perasaan senang dan perasaan tidak senang. Perasaan senang meliputi: merasa akrab, antusias, bahagia, bebas, bergairah atau bersemangat, bangga, bersukacita, cocok, cinta, diakui, damai, enak, geli, kagum, betah, lega, mantap, nyaman, nikmat, optimis, pantas, puas, penuh harapan, penuh harga diri, riang, rindu, syukur, santai, simpati, sabar, terlindung, terhibur, tenang, tertarik, terharu, tabah, terpukau, terpesona, tergugah dan suka. Sedangkan perasaan tidak senang meliputi: apatis, antipati, asing, benci, bingung, bosan, berat hati, berdukacita, bersalah, curiga, cemburu, canggung, diabaikan, dihina, dendam, dingin, dikerjai, gugup, heran, hampa, hancur, iri hati, jengkel, jera, jauh, khawatir, kecewa, kesepian, kehilangan, iba, kecil hati, lesu, lemah, malu, marah, malas, merana, muak, jijik, pesimis, putus asa, pasrah, panik, patah hati, panas hati, ragu-ragu, prihatin, risih, rendah, sedih, sakit hati, segan, masgul, terancam, tertipu, takut, terkejut, terpukul, tertekan, terpakas, tidak tega, tidak mampu, tersinggung, tersiksa, terganggu, tersayat, terpojok, tersesat, tercekam, tak berdaya, tegang, goyah, terasing dan duka.

C. Kemandirian Emosional

Kemandirian emosional merupakan kemampuan orang untuk tidak tergantung pada orang tua dengan tidak mengidealkan orang tuanya, dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya, bergantung kepada dirinya


(31)

sendiri, dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri (Steinberg: 2002: 290). Kemandirian emosional berhubungan dengan perubahan kedekatan atau keterikatan hubungan emosional antara anak dengan orangtua. Remaja berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan kekanak-kanakan dengan orangtua. Rice (1996, dalam Dini: 2010) berpendapat bahwa hubungan antara orangtua dan anak akan mengalami perubahan sangat cepat, terutama sekali pada saat anak memasuki usia remaja pada saat mana anak sudah dapat mengurus dirinya sendiri, sehingga waktu yang diluangkan orang tua untuk anak remajanya akan semakin berkurang. Beyers & Goosens (Dini: 2010) menjelaskan bahwa kemandirian emosional harus dicapai oleh remaja dengan melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang lain, belajar mengontrol diri sendiri dan mengenali orang tua sebagai teman yang dapat dipercaya, bukan lagi sebagai model yang harus ditiru.

Sesungguhnya tidak mudah bagi remaja dalam memperjuangkan kemandirian emosionalnya. Kesulitannya terletak pada upaya pemutusan ikatan infantile (sifat kekanak-kanakan) yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa nyaman selama masa kanak-kanak. Bahkan pemutusan ikatan infantile itu seringkali menimbulkan reaksi yang sulit dipahami (misunderstood) bagi kedua belah pihak, yaitu remaja dan orang tua (Rice, 1996 dalam Budiman: 2012). Terkadang remaja sering kali kesulitan dalam memutuskan simpul-simpul ikatan emosional kekanak-kanakannya secara logis dan objektif. Dalam upayanya


(32)

itu mereka kadang-kadang harus menentang keinginan dan aturan orang tua (Budiman: 2012).

Ada empat aspek kemandirian emosional (Steinberg: 2002: 292), yaitu:

1. Remaja tidak Mengidealkan Orang Tuanya

Remaja tidak mengidealkan orang tuanya atau disebut juga dengan de-idealized; dapat juga diartikan bahwa remaja memiliki pandangan bahwa ia tidak harus selalu sama seperti dengan keinginan orang tuanya. Remaja tidak lagi memandang orang tua sebagai orang yang mengetahui dan menguasai segalanya (Steinberg: 2002: 291), sehingga remaja tidak lagi tergantung kepada orang tua saat menentukan sesuatu. Remaja dapat memandang orang tua bahwa orang tua juga terkadang membuat kesalahan. Remaja tidak lagi memandang orangtua sebagai orang yang serba tahu, benar dan memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, pada saat menentukan sesuatu mereka tidak lagi bergantung kepada dukungan emosional orangtuanya. Remaja juga dapat mengerti keterbatasan orang tuanya.

Penelitian yang dilakukan Smollar dan Younis tahun 1985 (Budiman: 2012) menyatakan bahwa tidak mudah bagi remaja untuk melakukan de-idealized. Mereka masih menganggap orang tua sebagai orang yang serba tahu, benar, dan berkuasa atas dirinya. Mereka terkadang sulit untuk menerima pandangan bahwa orang tua juga terkadang melakukan kesalahan.


(33)

2. Remaja Dapat Memandang Orang Tua sebagai Orang Dewasa Lainnya

Remaja dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya berarti remaja memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan orangtua, baik sebagai orangtua sesungguhnya maupun sebagai teman dalam mendiskusikan berbagai hal (Steinberg, 2002: 291). Remaja melihat orang tua sebagai individu selain sebagai orang tuanya dan berinteraksi dengan orang tua tidak hanya dalam hubungan orang tua-anak tetapi juga dalam hubungan antar individu (Budiman, 2012: 7). Remaja juga dapat menolak pendapat orang tua dan remaja dapat mengungkapkan perasaannya dengan bebas pada orang tuanya. Selain itu, dalam berinteraksi dengan orang tua, remaja tetap dapat menampilkan emosi cinta kepada orang tua.

3. Remaja Bergantung kepada Dirinya Sendiri

Remaja bergantung kepada dirinya sendiri (non-dependency)

merupakan suatu tingkat dimana remaja memiliki sikap yang lebih bergantung kepada kemampuan sendiri daripada meminta bantuan orangtua. (Steinberg, 2002: 292). Remaja pada umumnya memiliki kekuatan emosi yang hebat untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan di luar keluarga dan dalam kenyataannya remaja merasa lebih dekat dengan teman dibanding dengan orangtua (Steinberg, 2002: 291).

Remaja yang memiliki kemandirian emosional yang tinggi, mampu menunda keinginan untuk segera meminta dukungan emosional kepada


(34)

orangtua atau orang dewasa lain ketika menghadapi masalah. Saat remaja memiliki suatu kesalahan, mereka tidak selalu bergantung kepada orang tua untuk mencari jalan keluar.

4. Remaja Merasa Bertanggung Jawab Atas Dirinya Sendiri

Remaja merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri (individuated) artinya remaja merasa mampu menampilkan perilaku yang lebih bertanggungjawab dalam hubungannya dengan orangtua. Remaja tidak begitu saja datang ataupun meminta bantuan kepada orang tua jika mendapat kesulitan, kesedihan, kekecewaan dan kekhawatiran (Steinberg, 2002: 292). Remaja mampu melihat perbedaan antara pandangan orang tua dengan pandangannya sendiri tentang dirinya dan menunjukkan perilaku yang lebih bertanggung jawab. Ia mampu bertanggung jawab sehingga dapat mengatasi perasaannya sendiri dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya sendiri. Remaja juga dapat mengontrol dan mengendalikan emosi yang ditampilkannya.

D. Masa Remaja

Bahasan mengenai masa remaja sangat penting dalam penelitian ini karena kemandirian emosional juga berkaitan dengan tugas perkembangan remaja. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Selain itu, kebanyakan remaja melewati masa remajanya juga sebagai seorang siswa.


(35)

1. Pengertian Masa Remaja

Istilah adolescence atau masa remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1995: 206).

Masa remaja adalah tahapan yang dilalui sesudah tahap kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja berada dalam kisaran usia 11-19 tahun. Masa ini juga disebut usia sekolah dan merupakan masa perubahan dan masa menghadapi berbagai pengalaman baru. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang tidak lagi dapat digolongkan ke dalam golongan anak, tetapi juga belum sepenuhnya ada dalam golongan orang dewasa (Haditono: 2006).

Masa remaja menjadi dua periode, yaitu periode awal dan akhir (Santrock, 2007: 6-7). Masa remaja awal (early adolescence) kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir. Masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan.

2. Karakteristik Masa Remaja

Desmita (2009: 37) menjelaskan bahwa masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa


(36)

kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:

a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.

b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

c. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

e. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.

g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang

diperlukan sebagai warga negara.

h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.


(37)

Disamping karakteristik remaja yang telah dikemukakan di atas, dalam masa remaja terdapat gejala-gejala yang sering disebut dengan gejala negative phase. Hurlock menguraikan tentang negative phase sebagai berikut: keinginan untuk menyendiri (desire of isolation), berkurang kemauan untuk bekerja (disinclination to work), kurangnya koordinasi fungsi-fungsi tubuh

(incoordination), kejemuan (boredom), kegelisahan (restlessness),

pertentangan sosial (social antagonism), penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa (resistance to authority), kepekaan perasaan (heightened emotionality), kurang percaya diri (lock of self-confidence), mulai timbul minat pada lawan jenis (preoccupation with sex), kepekaan perasaan susila (excessive modesty), dan kesukaan berkhayal (day dreaming) (Mappiare, 1982: 32).

E. Bimbingan Klasikal

Bimbingan adalah proses membantu individu untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya (Winkel dan Hastuti, 2004: 1). Bimbingan klasikal merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri (Winkel, 1997:519). Bimbingan klasikal bermanfaat bagi tenaga bimbingan dan juga bagi para siswa (Winkel dan Hastuti, 2004: 565-566). Manfaat bimbingan klasikal bagi tenaga bimbingan adalah:


(38)

1. Mendapat kesempatan dapat berkontak langsung dengan para siswa sekaligus mengenal banyak siswa.

2. Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok sangat menghemat waktu dan tenaga dalam memberikan informasi yang diperlukan.

3. Memperluas ruang geraknya, terlebih jika tenaga pembimbingnya hanya satu

atau dua orang.

Bagi para siswa manfaat bimbingan klasikal antara lain:

1. Menjadi lebih sadar akan tantangan yang dihadapi sehingga mereka

memutuskan untuk berwawancara dengan konselor. Dalam hal ini siswa diajak untuk terbuka kepada konselor.

2. Lebih rela menerima dirinya sendiri, setelah menyadari bahwa teman-temannya sering menghadapi persoalan, kesulitan dan tantangan yang kerap kali sama.

3. Lebih berani mengemukakan pandangannya sendiri.

4. Siswa mendapat kesempatan untuk mendiskusikan suatu hal bersama.

5. Siswa menjadi lebih menerima suatu pandangan atau pendapat bila

dikemukakan oleh seorang teman. Dalam kegiatan ini siswa diberi kesempatan oleh konselor untuk memberi nasehat kepada temannya.

6. Siswa tertolong untuk mengatasi suatu masalah yang dirasa sulit untuk dibiarakan secara langsung kepada konselor.


(39)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab III ini berisi uraian mengenai jenis penelitian, subjek penelitian, instrumen penelitian, validitas dan reliabilitas dan teknik pengumpulan data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2013: 7). Dari kedalaman analisisnya, penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran secara sistematik dan akurat fakta serta karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu (Azwar, 2013: 7). Sejalan dengan pengertian tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015. Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, akan

diusulkan topik-topik bimbingan klasikal untuk mengembangkan

kemandirian emosional siswa.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015. Jumlah kelas IX di SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 sebanyak empat kelas, yaitu kelas IX A, IX B, IX C dan IX D. Penelitian ini adalah penelitian populasi karena


(40)

semua siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun 2014/2015 menjadi subjek penelitian.

Ada tiga alasan dipilihnya SMP N Mlati Sleman Yogyakarta sebagai tempat penelitian, yaitu: (1) SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta mudah dijangkau oleh peneliti, (2) SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta pernah menjadi tempat bagi peneliti melaksanakan Program Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling (PPLBK), (3) siswa SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tergolong remaja yang berusia 13 sampai 15 tahun. Rincian jumlah siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 ada pada tabel 1.

Tabel 1

Rincian Jumlah Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015

Kelas Jumlah

IX A 32

IX B 32

IX C 32

IX D 30

Total 126

C. Instrumen Penelitian

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Kemandirian Emosional. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010: 199). Item-item kuesioner ini disusun oleh peneliti


(41)

berdasarkan aspek-aspek kemandirian emosional yang dikemukakan Steinberg (2002: 292). Kuesioner terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama memuat tujuan kuesioner dan petunjuk kuesioner. Bagian kedua memuat pernyataan-pernyataan tentang kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian menggunakan empat opsi atau

alternatif jawaban yaitu “Selalu” (S), “Sering” (Sr), “Jarang” (J) dan “Tidak Pernah” (TP).

2. Pemberian Skor

Pemberian skor untuk setiap alternatif jawaban untuk masing-masing item pernyataan adalah sebagai berikut:

a. Untuk pernyataan yang bersifat favorable (pernyataan positif), alternatif jawaban S (Selalu) diberi skor 4, alternatif jawaban Sr (Sering) diberi skor 3, alternatif jawaban J (Jarang) diberi skor 2 dan alternatif jawaban TP (Tidak Pernah) diberi skor 1.

b. Untuk masing-masing pernyataan unfavorable (pernyataan negatif), alternatif jawaban S (Selalu) diberi skor 1, alternatif jawaban Sr (Sering) diberi skor 2, alternatif jawaban J (Jarang) diberi skor 3 dan alternatif jawaban TP (Tidak Pernah) diberi skor 4.


(42)

3. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti kemampuan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur atau sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2009: 5). Validitas yang diperiksa dalam penelitian ini adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang mengukur elevasi item kuesioner dengan indikator keperilakuan dan tujuan ukur (Azwar, 2012: 132).

Validitas isi dilakukan melalui professional judgment, yaitu penilaian oleh ahli. Professional judgment dalam penelitian ini hanya diperoleh dari dosen pembimbing skripsi. Dosen pembimbing skripsi memberikan penilaian mengenai isi dan struktur kalimat yang sesuai dengan kaidah ejaan yang disempurnakan (EYD). Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson. Formula yang digunakan dalam analisis konsistensi internal butir item adalah sebagai berikut:

Keterangan:

: koefisien korelasi antara skor item dengan skor total : jumlah perkalian antara skor item dengan skor total : jumlah skor item


(43)

: jumlah skor total : jumlah subjek

Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0.30 dianggap memuaskan dan jika kurang dari 0.30 item diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah (Azwar: 2007: 65). Pemeriksaan konsistensi internal dilakukan dengan komputer melalui program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 16.0. Dari hasil perhitungan, diperoleh 35 item yang memiliki korelasi ≥ 0.30, sedangkan 5 item ≤ 0.30. Hasil penghitungan koefisien korelasi item instrument penelitian dapat dilihat pada tabel 2.


(44)

Tabel 2

Hasil Penghitungan Koefisien Korelasi Item Instrumen Penelitian

Aspek Indikator No Item Valid Tidak

Valid

Remaja tidak mengidealkan orang tuanya (de-idealized)

Remaja memandang orang tua bukan sebagai orang yang paling ideal.

1, 2, 3, 4 1, 2, 3, 4 -

Remaja memandang bahwa orang tua tidak selamanya benar, tahu dan punya kekuasaan.

5, 6, 7, 8 5, 6,7, 8 -

Remaja tetap menganggap orang tua sebagai teladan bagi dirinya.

9, 10 10 9

Remaja dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya (parent as people)

Remaja memandang dan berinteraksi dengan orangtua (sebagai orangtua

sesungguhnya maupun orang dewasa pada umumnya).

11, 12, 13, 14 11, 12, 13, 14 -

Remaja dapat menolak pendapat orang tua.

15, 16, 17, 18 15, 16, 17, 18 -

Remaja bergantung kepada dirinya sendiri (non-dependency)

Remaja bersandar pada kemampuan sendiri.

19, 20, 21, 22, 23, 24

20, 21, 22, 23, 24

19

Remaja mampu menunda keinginan untuk segera meminta dukungan emosional kepada orangtua.

25, 26 25, 26

Remaja bergantung kepada orang tua untuk mencari jalan keluar.

27, 28 27, 28 -

Remaja tidak begitu saja datang kepada orang tua jika mendapat kesulitan, kesedihan,

kekecewaan dan kekhawatiran.

29, 30 29, 30 -

Remaja merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri

(individuated)

Remaja mampu melihat perbedaan pandangan antara pandangan orang tua dan pandangan sendiri.

31, 32 31 32

Remaja menunjukkan perilaku yang lebih bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40

33, 34, 35, 36, 38, 39, 40

37,

Jumlah Item 40 35 5

4. Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur adalah derajat keajegan alat yang bersangkutan dalam mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan: 2011). Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (Azwar, 2011: 4). Pengujian reliablitas instrument dilakukan


(45)

dengan teknik belah dua. Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

: koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

dan : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

: varians skor skala

Setelah dihitung dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh instrumen menggunakan rumus koefisien alpha (α) yaitu 0,647. Hasil penghitungan taraf validitas dan reliabilitas kuesioner kemandirian emosional disajikan dalam lampiran 1. Setelah itu, hasil perhitungan dikonsultasikan ke kriteria Guilford yang dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Kriteria Guilford

Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91-1,00 Sangat Tinggi

0,71-0,90 Tinggi

0,41-0,70 Cukup Tinggi

1,21-0,40 Rendah

Negatif-0,20 Sangat Rendah

Berdasarkan kriteria Guilford diketahui bahwa koefisiensi realibilitas kuesioner termasuk cukup tinggi. Data hasil penghitungan taraf


(46)

validitas dan reliabilitas kuesioner uji coba terdapat pada lampiran 1. Item kuesioner yang telah lolos uji validitas dan reliabilitas disusun kembali menjadi kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data penelitian. Kisi-kisi kuesioner kemandirian emosional yang final dapat dilihat pada tabel 4. Kuesioner yang final disajikan dalam lampiran 2.

Tabel 4

Kisi-Kisi Kuesioner Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX Setelah Uji Coba

Aspek Indikator No Item

Favorable Unfavorable Remaja tidak

mengidealkan orang tuanya (de-idealized)

Remaja memandang orang tua bukan sebagai orang yang paling ideal.

1, 2, 3, 4

Remaja memandang bahwa orang tua tidak selamanya benar, tahu dan punya kekuasaan.

5, 6 7, 8

Remaja tetap menganggap orang tua sebagai teladan bagi dirinya.

9

Remaja dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya (parent as people)

Remaja memandang dan berinteraksi dengan orangtua (sebagai orangtua

sesungguhnya maupun orang dewasa pada umumnya).

10, 11, 12 13

Remaja dapat menolak pendapat orang tua.

14 15, 16, 17

Remaja bergantung kepada dirinya sendiri (non-dependency)

Remaja bersandar pada kemampuan sendiri.

18, 19, 20, 21 22

Remaja mampu menunda keinginan untuk segera meminta dukungan emosional kepada orangtua.

23

Remaja bergantung kepada orang tua untuk mencari jalan keluar.

24 25

Remaja tidak begitu saja datang kepada orang tua jika mendapat kesulitan, kesedihan,

kekecewaan dan kekhawatiran.

26, 27

Remaja merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri

(individuated)

Remaja mampu melihat perbedaan pandangan antara pandangan orang tua dan pandangan sendiri.

28

Remaja menunjukkan perilaku yang lebih bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

29, 30, 31, 32 33, 34, 35


(47)

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Persiapan dan Pelaksanaan

a. Mempelajari buku-buku tentang kemandirian emosional.

b. Menyusun kuesioner tentang kemandirian emosional dengan

mengikuti beberapa langkah yaitu:

1) Menetapkan dan mendefinifikan variabel penelitian.

2) Menjabarkan variabel penelitian ke dalam aspek-aspek dan indikator-indikatornya.

3) Menyusun item-item pernyataan sesuai dengan aspek dan indikator yang telah dibuat.

4) Memperoleh expert judgment.

5) Bertemu dengan Kepala Sekolah dan guru BK SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta untuk meminta ijin mengadakan uji coba alat penelitian dan melaksanakan penelitian.

6) Melaksanakan uji coba penelitian di SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta pada kelas IX A.

7) Pengumpulan data uji empirik terhadap validitas dan reliabilitas kuesioner uji coba dan merevisi kuesioner.

8) Melaksanakan pengumpulan data (pengisian kuesioner) di SMP N

2 Mlati Sleman Yogyakarta pada kelas IX.

2. Tahap Pengumpulan Data

Kuesioner yang telah diujicobakan dan telah direvisi kemudian dipergunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data


(48)

(pengisian kuesioner) dilaksanakan pada semua siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 pada tanggal 11 dan 12 Agustus 2014. Jumlah peserta didik yang menjadi subjek penelitian sebanyak 107 orang.

E. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan analisis data yaitu: 1. Memberi skor pada setiap alternatif jawaban yang dipilih. Norma skoring

untuk pernyataan positif adalah: Selalu = 4, Sering = 3, Jarang = 2 dan Tidak Pernah = 1. Norma skoring untuk pernyataan negatif adalah: Selalu = 1, Sering = 2, Jarang = 3 dan Tidak Pernah = 4.

2. Mentabulasi dan menghitung skor total masing-masing responden maupun

item kuesioner dan skor rata-rata maupun rata-rata butir. Tabulasi data penelitian terdapat pada lampiran 3.

3. Mengkategorisasikan Kemandirian Emosional

Kategorisasi kemandirian emosional dilakukan dengan cara kategorisasi jenjang. Tujuan kategorisasi jenjang adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara jenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur (Azwar, 2007: 107). Norma kategorisasi adalah mengikuti norma kategorisasi yang disusun oleh Azwar (2007: 109). Terdapat lima kategori dalam penelitian ini yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi dengan norma kategorisasi yang dapat dilihat pada Tabel 5.


(49)

Tabel 5 Norma Kategorisasi

Skor Kategori

X≤ µ -1,5σ Sangat Rendah

µ - 1,5 σ <X≤ µ -0,5 σ Rendah µ -0,5 σ <X≤ µ +0,5 σ Sedang

µ +0,5 σ <X≤ µ +1,5 σ Tinggi

µ +1,5 σ <X Sangat Tinggi

Keterangan:

Skor maksimum teoritik: Skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian berdasarkan perhitungan skala Skor minimum teoritik: Skor terendah yang diperoleh subjek

penelitian menurut perhitungan skala Standar deviasi (σ / sd): Luas jarak rentangan yang dibagi dalam 6

satuan deviasi sebaran

µ (mean teoritik) : Rata-rata teoritis skor maksimum dan

minimum


(50)

34

BAB IV

HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan mengenai seberapa tinggi tingkat kemandirian emosional para siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan topik-topik bimbingan klasikal mana yang sesuai untuk membantu siswa kelas IX di SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta dalam meningkatkan kemandirian emosionalnya. Penyajian hasil penelitian dilanjutkan dengan pembahasan dan usulan topik-topik bimbingan klasikal.

A. Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015

Kategorisasi skor subjek penelitian dilakukan dengan tujuan untuk memetakan tinggi rendahnya kemandirian emosional subjek penelitan. Norma kategorisasinya adalah sebagai berikut:

X maksimum teoritik : 4 x 35 = 140

X minimum teoritik : 1 x 35 = 35

Luas jarak : 140 – 35 = 105

σ (standar deviasi) : 105 : 6 = 17, 5 dibulatkan menjadi 18

μ (mean teoritik) : (140 + 35): 2 = 87, 5 dibulatkan menjadi 88

Setelah dilakukan perhitungan, diketahui bahwa tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 adalah seperti yang disajikan pada tabel 6.


(51)

Tabel 6

Tingkat Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015

Norma/Kriteria Skor

Skor Jumlah

Subyek

Prosentase Kategori

X≤ µ -1,5σ <60 - - Sangat Rendah

µ - 1,5 σ <X≤ µ

-0,5 σ 61-79 - - Rendah

µ -0,5 σ <X≤ µ

+0,5 σ 80-96 35 32, 71 % Sedang

µ +0,5 σ <X≤ µ

+1,5 σ 97-114 68 63, 55 % Tinggi

µ +1,5 σ <X >115 4 3, 74 % Sangat Tinggi

Dari tabel 6 terlihat bahwa:

a. Ada 4 (3, 74 %) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang sangat tinggi.

b. Ada 68 (63, 55 %) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang tinggi.

c. Ada 35 (32, 71%) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang sedang.

d. Tidak ada (0 %) siswa yang memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah dan sangat rendah.

Peneliti menyimpulkan bahwa kebanyakan siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 memiliki kemandirian emosional yang tinggi.


(52)

B. Pembahasan

Untuk membatasi pembahasan dan untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu, tingkat kemandirian emosional yang tinggi dan sangat tinggi disatukan saja menjadi tinggi. Tingkat kemandirian emosional yang sedang peneliti anggap sebagai tingkat kemandirian emosional yang kurang tinggi.

Hal-hal yang menyebabkan tingkat kemandirian emosional para siswa SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tinggi dapat tercermin dari pendapat siswa bahwa siswa-siswa tidak harus menjadi seperti orang tuanya. Siswa juga tidak lagi memandang orang tua sebagai orang yang serba tahu. Selain itu, siswa memiliki sikap yang menganggap orang tuanya sebagai teman dalam mendiskusikan berbagai hal dan siswa juga dapat berbicara dengan leluasa kepada orang tuanya.

Tingkat kemandirian emosional yang tinggi juga disebabkan 3 hal.

Pertama, para siswa merasa nyaman dalam mengungkapkan pendapatnya

kepada orang tua. Kedua, siswa memiliki sikap tergantung kepada diri sendiri yang tercermin dari kemampuan siswa yang dapat menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa melibatkan orang tuanya. Selain itu, sikap bergantung pada diri sendiri terlihat dari kemampuan siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler antara lain seni tari, futsal, basket dan seni musik sesuai dengan pilihannya sendiri; bukan tergantung dari orang tuanya. Ketiga, siswa juga merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Hal ini tercermin dari sikap siswa yang tidak menyalahkan orang tua saat siswa mengalami kekecewaan. Selain


(53)

itu, siswa sudah dapat menanggung resiko jika ia tidak mengerjakan tugas sesuai yang telah ditetapkan oleh guru.

Tingkat kemandirian emosional yang tinggi juga dipengaruhi oleh usia para siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta. Usia siswa kelas IX rata-rata 15 tahun yang masuk dalam usia remaja. Di usia remaja ini, sifat menggantungkan diri pada orang lain semakin berkurang dan akhirnya menjadi makhluk yang dapat berdiri sendiri.

Siswa yang memiliki kemandirian emosional yang tinggi memiliki dua keuntungan, yaitu: Pertama, ia sudah mampu memutuskan hal mengenai dirinya sendiri, sehingga ia mulai terlepas dari ketergantungan orang tuanya. Kedua, siswa juga dapat mendiskusikan berbagai hal dengan leluasa kepada orang tuanya.

Pada awal penelitian, peneliti menduga bahwa tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 memiliki tingkat kemandirian emosional yang rendah. Namun setelah diadakan penelitian, ternyata hasil penelitian tak sejalan dugaan semula. Hal ini bisa jadi disebabkan karena pada saat peneliti melakukan obsevasi, banyak siswa yang mengungkapkan bahwa mereka masih sangat tergantung kepada orang tua dalam memutuskan sesuatu.

Dari hasil penelitian 35 siswa masih memilki tingkat kemandirian emosional sedang dalam hal ini termasuk kategori kurang tinggi. Menurut peneliti, ada tiga hal yang menyebabkan kemandirian emosional siswa termasuk kategori kurang tinggi. Dalam hal ini peneliti menyesuaikan realita


(54)

yang ada di lapangan saat peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada beberapa siswa. Pertama, siswa kurang mampu dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang tua. Beberapa siswa mengatakan bahwa mereka kurang akrab dengan orang tuanya, sehingga siswa merasa cemas dan takut jika ia tidak mengikuti keinginan orang tuanya. Kedua, ada beberapa siswa juga yang masih mengandalkan orang tuanya dalam mengambil keputusan bagi siswa itu sendiri. Ketiga, beberapa siswa juga sering mengalami emosi marah karena tidak sejalan dengan orang tua. Tiga hal ini yang mengakibatkan siswa memiliki tingkat kemandirian emosional yang kurang tinggi. Jika ini dibiarkan terus menerus akan membuat siswa menjadi tidak berkembang.

C. Usulan Topik-Topik Bimbingan Klasikal yang Sesuai untuk

Meningkatkan Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang Kemandirian Emosionalnya Masih Rendah

Kategorisasi item kuesioner penelitian dilakukan berdasarkan perhitungan (dengan jumlah subjek 107) sebagai berikut:

X maksimum teoritik : 4 x 107 = 428

X minimum teoritik : 1 x 107 = 107

Luas jarak : 428 – 107 = 321

σ (standar deviasi) : 321 : 6 = 53, 5 dibulatkan menjadi 54


(55)

Setelah dilakukan perhitungan, penggolongan item kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan tinggi rendahnya skor dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7

Penggolongan Item Kemandirian Emosional Siswa Kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015 Berdasarkan

Tinggi Rendahnya Skor Norma/Kriteria

Skor

Skor Jumlah Item

Prosentase (%)

Kategori Nomor

Item

X≤ µ -1,5σ <187 - - Sangat

rendah

-

µ - 1,5 σ <X≤ µ

-0,5 σ 188-241

2 5, 71 % rendah 7, 13

µ -0,5 σ <X≤ µ

+0,5 σ 242-294

12 34, 28 % sedang 2, 6, 8,

11, 12, 14, 16, 22, 24, 25, 27, 28

µ +0,5 σ <X≤ µ

+1,5 σ 295-348

15 42, 85 % Tinggi 1, 3, 4,

5,10, 15, 18, 19, 20, 21, 23, 30, 32, 33, 35

µ +1,5 σ <X >349 6 17, 14 % Sangat

tinggi

9, 17, 26, 29, 31, 34 Dari tabel 7 tampak bahwa item-item kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 menurut tinggi rendahnya skor adalah sebagai berikut:

a. Ada 6 (17, 14 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional sangat tinggi.


(56)

b. Ada 15 (42, 85 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional tinggi.

c. Ada 12 (34, 28 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional sedang.

d. Ada 2 (5, 71 %) item yang menunjukkan kemandirian emosional rendah.

e. Tidak ada item yang menunjukkan kemandirian emosional sangat rendah.

Item-item yang menunjukkan bahwa kemandirian emosional siswa termasuk rendah dan sedang disajikan pada tabel 8.


(57)

2014/2015 yang Menunjukkan bahwa Kemandirian Emosional Siswa Rendah dan Sedang

Aspek Indikator Item Nomor Item Skor

Remaja tidak mengidealkan orang tuanya (de-idealized)

Remaja memandang orang tua bukan sebagai orang yang paling ideal.

Saya mampu mengambil keputusan saya sendiri tanpa tergantung pada orang tua.

2 273

Remaja memandang bahwa orang tua tidak selamanya benar, tahu dan punya kekuasaan.

Saya merasa tidak perlu memberi tahu segala hal kepada orang tua saya.

6 247

Saya selalu memandang orang tua saya sebagai orang yang kehendaknya harus saya turuti.

7 232

Saya selalu melakukan apa saja yang diminta orang tua saya.

8 286

Remaja dapat memandang orang tua sebagai orang dewasa lainnya (parent as people)

Remaja memandang dan berinteraksi dengan orangtua (sebagai orangtua sesungguhnya maupun orang dewasa pada umumnya).

Saya dapat berbicara dengan leluasa kepada orang tua saya.

11 290

Saya tidak canggung membicarakan masalah pribadi saya kepada orang tua saya.

12 271

Saya kurang jujur dalam mengungkapkan isi hati saya kepada orang tua.

13 234

Remaja dapat menolak pendapat orang tua.

Saya dapat dengan jelas dan tenang mengungkapkan keberatan saya kepada orang tua saya.

14 286

Saya menolak pendapat orang tua dengan diam saja dan mengurung diri di kamar.

16 344

Remaja bergantung kepada dirinya sendiri (non-dependency)

Remaja bersandar pada kemampuan sendiri.

Saya masih sangat bergantung pada orang tua untuk mengatasi masalah-masalah pribadi saya.

22 289

Remaja bergantung kepada orang tua untuk mencari jalan keluar.

Biasanya saya dapat menyelesaikan masalah saya sendiri tanpa melibatkan orang tua.

24 280

Saya selalu mengikuti saja pendapat dari orang tua saya. 25 253 Remaja tidak begitu saja datang kepada

orang tua jika mendapat kesulitan, kesedihan, kekecewaan dan kekhawatiran.

Saat saya sedang sedih, saya biasanya langsung mengungkapkannya kepada orang tua saya.

27 292

Remaja merasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri (individuated)

Remaja mampu melihat perbedaan pandangan antara pandangan orang tua dan pandangan sendiri.

Saya selalu bisa menyelesaikan masalah berdasarkan pandangan saya sendiri.


(58)

Berdasarkan item-item yang menunjukkan bahwa kemandirian emosional siswa termasuk rendah dan sedang, peneliti membuat usulan topik-topik bimbingan klasikal yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian emosional siswa yang masih rendah. Usulan yang dimaksudkan disajikan pada tabel 9. Kemudian peneliti menyajikan beberapa contoh Satuan Pelayanan


(59)

Yogyakarta yang Kemandirian Emosionalnya Masih Rendah

No. Nomor Item

Item Topik Tujuan Metode Waktu Sumber

1. 2 Saya mampu mengambil keputusan saya sendiri tanpa tergantung pada orang tua.

Membuat pilihan yang bertanggung jawab

Peserta didik dapat membuat pilihan yang bertanggung jawab Menonton video, ceramah singkat, tanya jawab, diskusi, refleksi

1 JP 1. Lewis, Barbara A. Character Building: untuk Anak-Anak. (p.162). Jakarta: Binarupa Aksara 2. Rida, Akram. 2005. Making Choice. Jakarta:

Hikmah

3. http://forsharingknowledge.blogspot.com/2011/04/ 6-cara-untuk-mengambil-pilihan-pilihan.html

2. 7 Saya selalu memandang orang tua saya sebagai orang yang kehendaknya harus saya turuti.

Berkomunikasi dengan orang tua

Peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi dengan orang tua Menonton video, ceramah singkat, tanya jawab, diskusi, refleksi

2 JP www.mjeduation.com

3. 13 Saya kurang jujur dalam

mengungkapkan isi hati saya kepada orang tua.

Kejujuran Siswa mampu berkata jujur dalam

mengungkapkan isi hati kepada orang tua.

Ceramah singkat, tanya jawab, diskusi,

refleksi

1 JP Sinurat, R.H.Dj. 2008. Reader Mata Kuliah Praktikum Bimbingan Kelompok. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Keterbukaan Peserta didik dapat membagikan tentang perasaannya kepada orang lain. Ceramah singkat, tanya jawab, diskusi, refleksi

2 JP Sinurat, R. H. Dj. 1999. Reader Mata Kuliah Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Mengungkapkan pendapat kepada orang tua

Peserta didik dapat berkomunikasi dengan orang tua Ceramah singkat, tanya jawab, diskusi, refleksi

1 JP Wisnuwardhani, Dian. 2013. Mama, papa, please. Jakarta: Kompas Gramedia

Mengungkapkan perasaan.

Peserta didik dapat mengungkapkan perasaannya secara jelas. Ceramah singkat, tanya jawab, diskusi, refleksi

1 JP Sinurat, R. H. Dj. 1999. Handout Mata Kuliah Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: USD.


(60)

44

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran untuk pihak sekolah dan peneliti lain.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 termasuk memiliki kemandirian emosional yang tinggi.

B. Saran-saran

Berikut ini dikemukakan saran bagi beberapa pihak:

1. Bagi guru Bimbingan dan Konseling SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta

a. Guru BK diharapkan dapat membuat program-program yang relevan

untuk meningkatkan kemandirian emosional peserta didik.

b. Guru BK diharapkan mencoba melaksanakan usulan yang disajikan dalam

skripsi ini.

c. Satuan-Satuan Pelayanan Bimbingan Klasikal yang disajikan dalam

skripsi ini masih perlu direvisi supaya ada konsistensi atar komponen-komponennya.

2. Bagi peneliti lain.

Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan topik kemandirian emosional diharapkan:


(61)

a. Berusaha menyusun instrumen yang dapat mengungkap kemandirian emosional siswa secara lebih tepat.

b. Dalam menyusun kuesioner hendaknya digunakan bahasa yang mudah

dipahami oleh subjek penelitian.

c. Dalam menyusun kisi-kisi kuesioner hendaknya dibuat keseimbangan jumlah item pada setiap aspek dan indikator.


(62)

46

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Risa Panti. 2004. Pola Asuh Authoritative Orang Tua dalam Kaitannya

dengan Kemandirian Emosional Remaja. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran

IKIP Negeri Singaraja No. 4 Th. XXXVII, Oktober 2004, 101-111.

Azwar, Saifuddin. 2007. Penyusunan Skala Psikologis (Ed. 1). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

______. 2009. Realibilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

______. 2011. Realibilitas dan Validitas (Ed. 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ______. 2012. Penyusunan Skala Psikologis (Ed. 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ______. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiman, Nandang. 2012. Perkembangan Kemandirian pada Remaja.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI_PEND_DAN_BIMBING

AN/197102191998021-NANDANG_BUDIMAN/PERKEMBANGAN_KEMANDIRIAN.pdf.

Diunduh bulan Mei 2014 pukul 10.30 WIB.

Dini, Nurlaili Rahmah. 2010. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kepatuhan dan Kemandirian Santri Remaja di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Djiwandono, S. E. W. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo. Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Furchan, Arief. 2011. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Goleman, Daniel. 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Haditono, S. R, A. M. P Knoers dan F. J. Monks. 2006. Psikologi Perkembangan:

Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University


(63)

Hurlock, E. B. 1995. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan dalam Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Kartono, K. 1990. Psikhologi Anak. Bandung: Mandar Maju.

King, Laura A. 2010. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Santrock, John W. 2007. Remaja Ed.11 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Solita, L., Syahniar & Nurfarhanah. 2012. Hubungan antara Kemandirian Emosi

dengan Motivasi Belajar. Jurnal Ilmiah Konseling, Vol. 1 No. 1, Januari 2012, 1-9.

Listyaningrum, Maria Magdalena Tri Widyastuti. 2007. Kemandirian dalam

Pengambilan Keputusan pada Remaja Akhir ditinjau dari Pengasuhan Orang Tua. Skripsi. (tidak diterbitkan) Universitas Katholik Soegijapranata

Semarang.

Masidjo, Ign. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.

Mutadin, Z. 2002. Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis pada Remaja. http://e- psikologi.com/artikel/individual/kemandirian-sbg-kebutuhan-psikologis-pada-remaja. Oktober 2013.

Prayitno, Elida. 2006. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: Angkasa Raya. Permana, Muhammad Sidiq. 2011. Program Bimbingan Dan Konseling Untuk

Meningkatkan Kemandirian Siswa: Penelitian Pra-Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII SMPN 3 Margahayu Tahun Ajaran 2010/2011. Skripsi. http://a-research.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=6990. Diunduh bulan Juni 2014 pukul 07.00 WIB.

Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat).


(64)

Rini, Agus Riyanti Puspito. 2012. Kemandirian Remaja Berdasarkan Urutan Kelahiran. Jurnal Pelopor Pendidikan Volume 3 Nomor 1, Januari 2012, 61-70.

Sartre, Paul dan Jean. 2002. Pengantar Teori Emosi (Terj.). Jendela: Yogyakarta. Sarwono, Sarlito W. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers. Schultz, Duane. 1998. Theories of Personality. California: Brooks/Cole Publishing

Company.

Steinberg, L. 2002. Adolescence. (edisi ke-6). USA: McGraw-Hill. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Winkel, W. S. 1997. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Winkel, W. S & Hastuti. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Media Abadi.

Yessica, Loretta Intan. 2008. Fenomena Kemandirian pada Anak Tunggal. Skripsi. (tidak diterbitkan). Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.


(65)

LAMPIRAN 1

Hasil Penghitungan Taraf Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Uji Coba

No. Item Parameter Hasil Hitung Keputusan

VAR00001 Correlation Coefficient .325 Valid

Sig. (2-tailed) .080

N 30

VAR00002 Correlation Coefficient .591** Valid

Sig. (2-tailed) .001

N 30

VAR00003 Correlation Coefficient .402* Valid

Sig. (2-tailed) .028

N 30

VAR00004 Correlation Coefficient .307 Valid

Sig. (2-tailed) .098

N 30

VAR00005 Correlation Coefficient .576** Valid

Sig. (2-tailed) .001

N 30

VAR00006 Correlation Coefficient .585** Valid

Sig. (2-tailed) .001

N 30

VAR00007 Correlation Coefficient .483** Valid

Sig. (2-tailed) .007

N 30

VAR00008 Correlation Coefficient .375* Valid

Sig. (2-tailed) .041

N 30


(66)

Sig. (2-tailed) .475

N 30

VAR00010 Correlation Coefficient .304 Valid

Sig. (2-tailed) .102

N 30

No. Item Parameter Hasil Hitung Keputusan

VAR00012 Correlation Coefficient .659** Valid

Sig. (2-tailed) .000

N 30

VAR00013 Correlation Coefficient .641** Valid

Sig. (2-tailed) .000

N 30

VAR00014 Correlation Coefficient .552** Valid

Sig. (2-tailed) .002

N 30

VAR00015 Correlation Coefficient .456* Valid

Sig. (2-tailed) .011

N 30

VAR00016 Correlation Coefficient .403* Valid

Sig. (2-tailed) .027

N 30

VAR00017 Correlation Coefficient .346 Valid

Sig. (2-tailed) .061

N 30

VAR00018 Correlation Coefficient .350 Valid

Sig. (2-tailed) .058

N 30


(67)

Sig. (2-tailed) .031

N 30

No. Item Parameter Hasil Hitung Keputusan

VAR00021 Correlation Coefficient .003 Tidak Valid

Sig. (2-tailed) .987

N 30

VAR00022 Correlation Coefficient .317 Valid

Sig. (2-tailed) .088

N 30

VAR00023 Correlation Coefficient .494** Valid

Sig. (2-tailed) .006

N 30

VAR00024 Correlation Coefficient .464** Valid

Sig. (2-tailed) .010

N 30

VAR00025 Correlation Coefficient .504** Valid

Sig. (2-tailed) .005

N 30

VAR00026 Correlation Coefficient .505** Valid

Sig. (2-tailed) .004

N 30

VAR00027 Correlation Coefficient .660** Valid

Sig. (2-tailed) .000

N 30

VAR00028 Correlation Coefficient -.215 Tidak Valid

Sig. (2-tailed) .253


(1)

HANDOUT Pentingnya Bersikap Jujur A. Bersikap Jujur

Kebiasaan atau sifat yang selalu menyerukan kebenaran, mengatakan fakta yang sebenarnya dengan ketulusan hati.

B. Pentingnya Bersikap Jujur

Bersikap jujur itu penting karena:

1. Dengan bersikap jujur maka kita dapat dipercaya orang lain 2. Dengan bersikap jujur maka kita akan disenangi orang lain

3. Dengan bersikap jujur maka kita akan merasa lega (tidak ada beban) C. Hambatan Bersikap Jujur

1. Takut mendapat hukuman 2. Takut dijauhi teman 3. Takut diejek

4. Takut tidak terima dalam pergaulan D. Permainan Jujur dan Berani

Langkah-langkahnya:

1. Dalam kelas tidak dibagi kelompok.

2. Fasilitator megeluarkan satu botol gelas dan kertas

3. Kemudian kertas itu diberi nomor sesuai dengan jumlah siswa.

4. Setelah siswa diberi nomor, para siswa mengambil nomor tersebut, layaknya arisan.

5. Setelah itu fasilitator menyebutkan nomor, setelah ada nomor yang bersangkutan dengan para siswa maka siswa tersebut harus maju.

6. Kemudian siswa dimintamemilih jujur atau berani. Berani artinya siswa harus berani melaksanakan keinginan apa pun dari teman-temannya. Namun jika siswa tersebut memilih jujur, ia harus jujur dalam menjawab pertanyaan.

Jadi dalam permainan ini para siswa dilatih untuk berani memilih berbuat dan berkata jujur, karena betapa sulitnya orang-orangsekarang ini untuk berbuat jujur. Pertanyaan untuk kegiatan jujur berani:


(2)

1. Siapa diantara kedua orang tuamu yang paling dekat denganmu? 2. Kepada siapa kamu lebih berkata jujur?

3. Apakah kamu pernah mencontek saat ujian? Pelajaran apa? 4. Apakah kamu pernah mengambil barang tanpa seijin orang lain? 5. Apakah kamu pernah jajan di kantin tapi tidak membayar? 6. Apakah kamu pernah membohongi orangtua? Hal apa itu?


(3)

SATUAN PELAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL

A. Topik/Pokok Bahasan : Pembukaan diri.

B. Tugas Perkembangan : Mencapai pola hubungan yang baik dengan orangtua dalam peranannya sebagai orang yang lebih muda.

C. Bidang Bimbingan : Pribadi/Sosial.

D. Jenis Layanan : Bimbingan kelompok/kelas. E. Fungsi Layanan : Pengentasan.

F. Sasaran Pelayanan : Siswa kelas IX.

G. Standar Kompetensi : Siswa memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orangtua. H. Kompetensi Dasar : Siswa dapat berkomunikasi dengan orangtua.

I. Indikator : Siswa dapat mengklasifikaskan tiga daerah dalam diri yang dilukiskan dalam Jendela Johari, yaitu: daerah terbuka, daerahbuta dan daerah tersembunyi.

J. Materi Pelayanan : Tiga daerah dalam diri yang dilukiskan dalam Jendela Johari, yaitu: daerah terbuka, daerah buta dan daerah tersembunyi. S. Prosedur/Proses :

1. Metode:Ceramah singkat, tanya jawab, diskusi, refleksi. 2. Langkah-langkah Kegiatan:

No. Intrakurikuler Waktu

Konselor (Guru BK) Konseli (Siswa)

1. Masing-masing peserta didik diminta mempelajari bagian-bagian dalam Jendela Johari. Lalu, pada selembar kertas siswa diminta menuliskan beberapa sifat yang siswa fikir diketahui oleh orang lain (Daerah Terbuka) serta beberapa sifat yang siswa fikir tidak diketahui oleh orang orang lain (Daerah Tersembunyi). Siswa diminta untuk menyisakan ruangan untuk menuliskan sifat-sifat yang terdapat

dalam Daerah Buta. Terlibat aktif

10 „‟

2. Guru BK meminta peserta didik membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari lima orang. Masing-masing peserta didik diminta mengambil lima lembar kertas. Peserta didik diminta menuliskan nama masing-masing peserta lain (termasuk nama peserta didik) pada salah satu sisi kertas. Di sebaliknya, peserta didik diminta menuliskan dua sifat positif dari orang yang bersangkutan. Pada kartu peserta didik sendiri, tuliskan dua sifat positif yang peserta sisik fikir tidak tahu (jadi, dari aerah tersembunyi peserta didik) dan yang ingin peserta didik buka kepada mereka.

15‟‟

3. Guru BK meminta peserta didik mengumpulkan semua kartu, lalu mengocoknya dan dalam keadaan tertumpuk lalu meletakkannya di tengah kelompok dengan again yang bertuliska nama masing-masing perserta didik menghadap ke bawah. Secara bergiliran, masing-masing peserta didik mengambil satu kertas dan membaca isinya. Setiap kali kelompok memutuskan lembar kertas yang baru selesai dibaca tersebut milik siapa (tanpa melihat nama pemilik di sebaliknya). Letakkan kartu tersebut (nama tetap berada di bawah) di depan peserta didik yang telah diputuskan oleh kelompok sebagai pemiliknya. Ulangi langkah ini sampai seluruh kartu habis dibagikan.

20‟‟

4. Guru BK meminta masing-masing peserta didik membalikkan kartu yang ada di depannya. masing-masing peserta didik diminta memberikan reaksi tentang kartu yang telah diterimanya. Jika ada peserta didik yang menerima kartu yang bukan namanya, maka kartu tersebut harus diberikan kepada pemiliknya. Kelompok lalu mendiskusikan hal-hal berikut:

a. Mengapa kartu tersebut bisa diberikan secara tepat atau keliru kepada


(4)

pemilik/bukan pemiliknya?

b. Apakah deskripsi-deskripsi sifat yang diberikan cocok dengan orang yang dimaksudkan?

c. Pelajaran apa yang didapat dari kegiatan ini?

5. Guru BK meminta masing-masing peserta didik mengumpulkan kartu-kartu miliknya dan mengklasifikasikan isinya ke dalam Daerah Terbuka, Daerah Tersembunyi atau Daerah Buta dalam Lembar Pemahaman Diri.

15‟‟ T. Rencana Tindak Lanjut: Siswa didorong agar dapat berkomunikasi dengan orangtua dengan baik.

U. Tempat Penyelenggaraan : Ruang kelas. V. Waktu : 2 x 40 menit. W. Penyelenggara : Guru BK

X. Alat : Enam lembar kertas berukuran kartu pos

Y. Evaluasi : Setelah melaksanakan kegiatan yang diikuti oleh seluruh siswa satu kelas, diharapkan siswa dapat memiliki perubahan positif dalam dirinya dengan dapat menjawab pertanyaan evaluasi sebagai berikut:

Deskripsikan Tiga daerah dalam diri yang dilukiskan dalam Jendela Johari, yaitu: daerah terbuka, daerah buta dan daerah tersembunyi.

Mengetahui,

Koordinator BK Perencana Pelayanan Guru BK,


(5)

HANDOUT

PEMBUKAAN DIRI

Joe Luft dan Harry Ingham melukiskan diri kita ibarat sebuah ruangan berserambi empat yang merka sebut Jendela Johari sesuai nama depan mereka. serambi pertama berisi hal-hal yang kita ketahui dan diketahui orang lain, maka disebut Daerah Terbuka. Serambi kedua berisi hal-hal yang tidak kita ketahui namun diketahui oleh orang lain, maka disebut Daerah Buta. Serambi ketiga berisi hal-hal yang kita ketahui namun tidak diketahui oleh orang lain, maka disebut Daerah Tersembunyi. Sermbi keempat berisi hal-hal yang tidak diketahui baik oleh diri sendiri maupun orang lain, dan disebut Daerah Tak Sadar. (Johnson: 1981).

Diri Sendiri

Tahu Tidak Tahu

Orang

Lain Tahu

Tidak tahu

Lembar Pemahaman Diri

Nama:……….. Tanggal:……….

Daerah Terbuka

1. _________________________ 6. ________________________ 2. _________________________ 7.________________________ 3. _________________________ 8.________________________ 4. _________________________ 9.________________________ 5. _________________________ 10._______________________ Daerah Tersembunyi

1. _________________________ 6. ________________________ 2. _________________________ 7.________________________ 3. _________________________ 8.________________________ 4. _________________________ 9.________________________ 5. _________________________ 10._______________________ Daerah Buta

1. _________________________ 6. ________________________ 2. _________________________ 7.________________________ 3. _________________________ 8.________________________ 4. _________________________ 9.________________________ 5. _________________________ 10._______________________

1 Daerah Terbuka 2 Daerah Buta 3 Daerah Tersembunyi 4


(6)

Dokumen yang terkait

Tingkat kemandirian emosional siswa kelas VII SMP Negeri 32 Purworejo tahun ajaran 2015/2016 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan.

1 2 157

Deskripsi tingkat kecerdasan emosional siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta tahun pelajaran 2014/2015 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 0 132

Deskripsi tingkat kepercayan diri siswa kelas VII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbngan klasikal.

1 1 99

Deskripsi tingkat kemampuan mengelola emosi siswa kelas IX SMP Kanisius Pakem tahun ajaran 2015/2016 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 1 83

Studi deskriptif tingkat kemandirian emosional siswa kelas IX SMP N 2 Mlati Sleman Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 1 98

Deskripsi tingkat kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 0 93

Deskripsi tingkat penerimaan diri siswa kelas X SMA Budya Wacana Yogyakarta tahun ajaran 2012/2013 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan klasikal.

0 1 155

Deskripsi tingkat kepercayaan diri siswa kelas VIII SMP Maria Immaculata Yogyakarta tahun ajaran 2013 2014 dan implikasinya terhadap usulan topik topik bimbingan klasikal

0 0 91

TINGKAT KEBIASAAN BELAJAR PARA SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 20102011 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN BELAJAR KLASIKAL

0 0 86

DESKRIPSI KECERDASAAN EMOSIONAL REMAJA SISWA KELAS VIII SMP STELLA DUCE 2 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 20112012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP USULAN TOPIK-TOPIK BIMBINGAN KELOMPOK

0 0 108