EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN EMPATI PESERTA DIDIK : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014.

(1)

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN EMPATI PESERTA DIDIK

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Ilmu Pendidikan dalam Bidang Bimbingan dan Konseling

Oleh Rina Kurnia

1202030

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN EMPATI PESERTA DIDIK

(Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014)

Oleh

Rina Kurnia

S.Pd. UPI, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Rina Kurnia 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK

Rina Kurnia. (2014). Efektivitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Role

Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Empati Peserta Didik. (Penelitian

Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014). Pembimbing I: Prof. Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M.Pd., Pembimbing II: Dr. Ipah Saripah, M.Pd.

Penelitian bertitik tolak dari rendahnya kemampuan empati peserta didik Kelas IV SDN Pindad dan belum adanya upaya intervensi melalui bimbingan kelompok dengan teknik role playing. Tujuan penelitian untuk menguji efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SDN Pindad. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi dan

nonequivalent (pretest dan posttest) control group design. Sampel penelitian

adalah peserta didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014 dengan kategori rendah dalam kemampuan empatinya. Hasil penelitian menunjukkan bimbingan kelompok melalui teknik role playing efektif untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad Tahun Ajaran 2013-2014. Adapun rekomendasi penelitian ini ditujukan kepada pihak-pihak sebagai berikut. Pertama, guru bimbingan dan konseling/konselor hendaknya dapat melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan empati, salah satunya dengan menerapkan layanan bimbingan kelompok melalui teknik role playing.

Kedua, guru kelas/guru bidang studi hendaknya dapat melaksanakan

pembelajaran yang terintegrasi dengan bimbingan dan konseling. Ketiga, peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk mengembangkan tema penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini dan mencari variabel-variabel lain yang diduga mempunyai hubungan maupun kontribusi dengan variabel kemampuan empati


(5)

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi Masalah Penelitian ... 7

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Asumsi Penelitian ... 9

BAB II KONSEP BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING DAN KEMAMPUAN EMPATI ... 11

A. Konsep Kemampuan Empati ... 11

B. Konsep Bimbingan Kelompok ... 18

C. Penerapan Bimbingan Kelompok melalui Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Empati Peserta Didik Sekolah Dasar ... 23

D. Kerangka Pemikiran ... 24


(6)

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

F. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan... 25

BAB III METODE PENELITIAN... 27

A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 27

B. Lokasi Penelitian, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 28

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29

D. Instrumen Penelitian... 33

E. Uji Coba Instrumen Pengumpul Data ... 35

F. Teknik Pengumpulan Data ... 44

G. Teknik Analisis Data ... 44

H. Tahapan Penelitian ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 76

C. Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 83

A. Kesimpulan ... 83

B. Rekomendasi ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Surat-Surat Izin Penelitian B. Instrumen Penelitian C. Hasil Pengolahan Data D. Program Intervensi


(7)

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

E. Dokumentasi Penelitian F. Riwayat Hidup Penulis


(8)

1

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama merupakan pendahuluan yang menghantarkan pada topik penelitian. Bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan asumsi penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan dalam masyarakat sekitarnya. Dalam kehidupan bermasyarakat, individu pasti menemukan orang dalam watak yang beraneka ragam. Satu individu tidak mungkin memaksakan pendapat, pikiran atau perasaannya kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam bermasyarakat empati sangat berperan penting. “Dengan empati seseorang dapat menyesuaikan diri, mempercepat hubungan dengan orang lain, meningkatkan harga diri, dan meningkatkan pemahaman diri” (Einsenberg dan Mussen, 2001:20). Individu dapat diterima oleh orang lain jika ia mampu memahami kondisi (perasaan) orang lain dan memberikan perlakuan yang semestinya sesuai dengan harapan orang tersebut. Kemampuan empati perlu diasah dan dipelihara setiap orang agar dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

Tingginya kepekaan empati akan berpengaruh terhadap kecakapan sosial peserta didik. Semakin tinggi kecakapan sosialnya, maka peserta didik akan lebih mampu membentuk hubungan, menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan dan memengaruhi, serta membuat orang lain merasa nyaman. Dengan demikian orang yang memiliki empati cukup tinggi akan mempunyai etika moral yang cukup tinggi pula dalam masyarakat.


(9)

2

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sebaliknya, tanpa empati, peserta didik tidak dapat menyelami pikiran dan perasaan orang lain, serta tidak dapat saling memahami. Akibatnya peserta didik yang tidak dapat berempati akan mendapatkan masalah sosial. Ketiadaan empati atau terbunuhnya rasa empati memunculkan kehidupan kejam dan keras. Para psikopat, pemerkosa, penganiaya anak, penjahat berat hingga kebiasaan melakukan kekerasan disebabkan tumpulnya rasa empati mereka. Fakta yang terjadi, menurut Kepala Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Aris Merdeka Sirait, jumlah kekerasan terhadap anak di satu semester tahun 2013 telah mencapai 1300 kasus, dari jumlah laporan tersebut 52% adalah kasus kejahatan seksual yang pelakunya merupakan orang dekat korban (Rajasa, 2013). Komnas PA merinci, kasus kekerasan fisik sebanyak 294 kasus, kekerasan psikis sebanyak 203 kasus, dan paling banyak yaitu kekerasan seksual sebanyak 535 kasus (www.tempo.co, 18 Juli 2013). Sementara itu, di awal tahun 2012 sebuah kasus penusukan peserta didik sekolah dasar oleh temannya sendiri menarik perhatian banyak pihak. AMN (13 tahun) seorang peserta didik SD menikam temannya sendiri dan SM (12 tahun) ditusuk dengan senjata tajam sebanyak 15 kali pada 17 Februari 2012 (Kompas, 19 Februari 2012). Hoffman (2000:4), menyatakan “Akar dari kehidupan kejam dan keras adalah moralitas sedangkan akar-akar moralitas pada diri setiap orang manusia terdapat dalam kata empati”.

Kekerasan terhadap peserta didik di sekolah seperti bullying yang sering terjadi disebabkan rendahnya empati pelaku yang melakukan kekerasan tersebut terhadap korban. Penelitian yang dilakukan oleh Saripah (2010:88) menunjukkan “karakteristik perilaku bullying adalah memiliki kemampuan empati yang rendah serta tingkat agresivitas yang tinggi”. Anak yang sering menjadi korban bully atau gangguan fisik dan mental dari orang sekitar, akan menghadapi berbagai masalah kesehatan dan persoalan pribadi di masa depan. Studi baru Dieter Wolke menemukan hasil merugikan dari bully antara lain, penyakit serius, sulit bertahan dalam pekerjaan, dan hubungan sosial yang buruk (Pacifica, 2013).


(10)

3

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Hasil studi pendahuluan terhadap peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad melalui observasi dan wawancara terhadap guru wali kelas menunjukkan fakta terdapat peserta didik yang senang melihat temannya menderita atau kesusahan dan tidak mau untuk berbagi. Ada juga peserta didik yang secara sengaja menghalangi teman yang mau melintas dengan kakinya sehingga temannya terjatuh dan dia tertawa senang. Terdapat pula peserta didik yang bertanya mengenai tugas kepada temannya, tetapi temannya tersebut malah marah-marah merasa terganggu. Peristiwa lain terjadi, ketika seorang peserta didik membiarkan dan mengacuhkan teman yang tidak mempunyai buku pegangan karena memang peserta didik tersebut kurang mampu sehingga guru pun meminta peserta didik tersebut untuk berbagi. Meskipun menurut untuk berbagi, tetapi terlihat peserta didik yang bersangkutan tidak rela harus duduk berdua dengan temannya. Perilaku peserta didik Kelas IV tersebut menunjukkan perilaku yang kurang empati terhadap temannya.

Kemampuan empati yang rendah ditunjukkan dengan sikap senang melihat orang lain dalam kesulitan, tidak merasa bersalah setelah menyakiti fisik/hati orang lain, mengutamakan kepentingan diri sendiri, serta tidak menunjukkan penghargaan pada orang lain. Di samping itu, “individu juga tidak memikirkan konsekuensi dari suatu perbuatan dan senang menonjolkan diri” (Haryani, 2013:6).

Perilaku yang menggambarkan kemampuan empati yang rendah, menunjukkan perilaku antisosial. “Perilaku antisosial adalah perilaku yang dilakukan tanpa perasaan dan tanpa memperhatikan kesejahteraan orang lain” (Clarke, 2013:20). “Perilaku antisosial dan perusakan diri sendiri cenderung didorong oleh kemampuan empati yang rendah” (Karr-Morse dan Wiley, 1997:35). Perilaku antisosial merupakan lawan dari perilaku prososial. Perilaku prososial menurut Einsenberg, Fobes, Spirrad (Shaffer, 2009:115) didefinisikan sebagai, „perilaku yang dilakukan demi orang lain, seperti berbagi dengan orang


(11)

4

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yang kurang beruntung, menolong yang sedang kesulitan, membantu orang meraih tujuannya, membuat nyaman orang dengan memberi pujian‟. Einsenberg dan Mussen (2001:34) menambahkan, “perilaku prososial juga memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain dan tidak mencari kesenangan pribadi”.

“Untuk dapat memunculkan perilaku prososial, anak perlu memiliki kemampuan penalaran moral, kemampuan memahami kondisi orang lain (perspective taking) dan kemampuan empati” (Bar-Tal, Raviv dan Goldberg, 1982:400). Beberapa penelitian menunjukkan kemampuan empati pada anak memiliki hubungan dengan munculnya perilaku prososial (Einsenberg dan Miller, 1987; Roberts dan Strayer, 1996; Strayer dan Roberts, 2004). Berdasarkan penelitian Strayer & Roberts (2004:3), “kemampuan empati dapat mencegah kemarahan dan perilaku agresif karena kemampuan empati mendorong seseorang mampu memahami dan merasakan rasa sakit dari korbannya”. “Anak yang mampu memahami perasaan korban lebih cenderung berpikir dan bertindak untuk kepentingan korban bullying” (Boswell, 2009:35).

Menurut Beaty (1998:148), “empati adalah kemampuan untuk merasakan yang dirasakan orang lain”. Feschbach (Cress & Holm, 2000:595) mendefinisikan “kemampuan empati sebagai kemampuan seseorang untuk menunjukkan respon afeksi kepada orang lain yang diperoleh dari kemampuannya untuk membedakan antara perspektif dirinya dengan perspektif orang lain”. Sejalan dengan Feschbach, Hoffman (2000:4) menyatakan “empati adalah respon afeksi yang ditunjukkan oleh seseorang pada orang lain dan respon tersebut lebih disesuaikan dengan situasi orang lain daripada situasi diri sendiri”. Einsenberg dan Miller (1987:93) menyampaikan “empati adalah respon afeksi yang ditunjukkan seseorang setelah ia dapat memahami perasaan atau kondisi orang lain dan kemudian menyesuaikan respon afeksinya dengan perasaan atau kondisi orang lain”. “Kemampuan empati tidak hanya sebatas merasakan perasaan orang lain,


(12)

5

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tetapi juga memerlukan kemampuan mengartikulasikan perasaan tersebut, sehingga orang lain merasa dipahami” (Blatner, 2002:4).

Penanaman empati sebagai inti dari pendidikan moral atau budi pekerti akan mampu menyentuh perkembangan perilaku peserta didik secara mendasar, apabila penanaman empati tersebut ditanamkan pada peserta didik sejak usia dini. Perkembangan empati menurut Santrock (2010:217), “telah dimulai sejak masa bayi awal”. “Ketika masa kanak-kanak awal dan menjelang usia 10-12 tahun, anak-anak mulai sadar bahwa persfektif masing-masing orang unik dan berbeda dan meningkatkan orientasi empati pada orang yang kurang beruntung” (Santrock, 2010:381). Jika melihat ikatan pertemanan di antara peserta didik, pertemanan mereka menjadi lebih intensif, bermain dalam kelompok, sehingga mereka telah mengenal perbedaan nasib dan belas kasih yang merupakan inti dari level empati di tingkat SD (Agni, 2011).

Peserta didik yang duduk di Kelas IV berada pada rentang usia 9-10 tahun, berarti mereka telah memiliki kesadaran untuk merespons dengan lebih sesuai terhadap personal distres dan kemampuan untuk dapat mengambil persfektif (perspective taking) orang lain. Jika kemampuan empati pada peserta didik Kelas IV tidak dikembangkan dengan baik, maka rendahnya kemampuan berempati dapat menyebabkan perilaku antisosial.

Mengingat pentingnya kemampuan empati dalam hubungan antarmanusia, upaya melatih dan meningkatkan empati sedini mungkin merupakan suatu hal yang harus memperoleh perhatian penting dari pihak sekolah terutama bimbingan dan konseling. Upaya meningkatkan empati sebagai kompetensi landasan perilaku etis di sekolah dasar, maka diperlukan layanan bimbingan dan konseling yang terintegrasi dengan kurikulum sekolah. Bimbingan dan konseling merupakan usaha membantu peserta didik agar dapat memahami dirinya, baik potensi maupun kelemahan-kelemahannya. Menurut Yusuf dan Nurihsan (2011:14),


(13)

6

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial peserta didik, yaitu sebagai berikut ini.

1) Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. 2) Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai

orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

3) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahmi dengan sesama manusia.

Hingga saat ini, di jenjang SD/MI tidak ditemukan posisi struktural untuk konselor/guru pembimbing yang secara khusus diangkat sebagai pembimbing. “Layanan bimbingan dan konseling di SD masih merupakan tanggung jawab guru dan wali kelas/guru kelas” (Furqon, 2005:56). Sejalan dengan itu, Kartadinata, dkk., (2002:45) mengungkapkan bahwa “pada tingkat sekolah dasar, bimbingan dan konseling dapat dikatakan identik dengan mengajar yang baik terutama jika guru memainkan peran-peran penting dalam meningkatkan lingkungan kondusif bagi peserta didik”.

Upaya intervensi untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik sekolah dasar dapat dilakukan menggunakan teknik atau cara yang sesuai dengan dengan tugas perkembangan dan kebutuhan peserta didik sekolah dasar. Kartadinata, dkk. (2002:46) mengatakan “program bimbingan dan konseling di sekolah akan berlangsung secara efektif apabila didasarkan pada kebutuhan nyata dan kondisi objektif perkembangan peserta didik”.

Adapun teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan empati yaitu teknik bermain peran (role playing) dalam bimbingan kelompok. Winkel (1997:117) berpendapat mengenai role playing sebagai berikut.

Role playing sangat bermanfaat karena melalui interaksinya dengan

anggota-anggota kelompok mereka memenuhi beberapa kebutuhan psikologis seperti kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan teman sebaya dan diterima oleh mereka, kebutuhan untuk bertukar pikiran dan berbagi perasaan, kebutuhan untuk memenuhi nilai-nilai kehidupan sebagai pegangan dan kebutuhan untuk menjadi lebih independen serta mandiri.


(14)

7

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Teknik role playing adalah suatu alat belajar untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan yang terjadi dalam kehidupan sebenarnya” (Romlah, 2001:34). Artinya, situasi yang diperankan adalah sesuai dengan kehidupan yang sebenarnya. “Keistimewaan teknik role playing adalah melibatkan pengalaman anak dan membantu individu meningkatkan pemahaman yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri, orang lain, atau untuk latihan perilaku” (Brown, 1994:55). Melalui teknik role playing, “Anak-anak mengeksplorasi hubungan dengan cara memeragakan dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah” (Setiawati, 2012:7).

Setiawati (2012:7) juga mengatakan “tujuan pemberian intervensi melalui teknik role playing yaitu menyentuh dimensi pribadi dan sosial”. Dimensi pribadi, membantu anak menemukan makna dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya dan belajar memecahkan masalah pribadi yang sedang dihadapi dengan bantuan kelompok sosial. Dimensi kelompok atau sosial, bimbingan kelompok melalui teknik role playing memberikan peluang kepada anak untuk bekerjasama dalam menganalisis situasi sosial terutama mengenai hubungan antar pribadi. Pada dasarnya meningkatkan kemampuan empati merupakan upaya memperkaya kemampuan pribadi untuk memahami perasaan atau kondisi orang lain dan kemudian menyesuaikan respon afeksinya dengan perasaan atau kondisi orang lain dalam lingkup sosial. Uraian tersebut menguatkan bahwa bimbingan kelompok melalui teknik role playing merupakan salah satu intervensi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik kelas IV sekolah dasar.


(15)

8

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut. Pertama, tumpulnya kemampuan empati pada peserta didik akan menimbulkan perilaku antisosial dan berujung pada kehidupan yang kejam dan keras.

Kedua, ikatan pertemanan di kalangan peserta didik Kelas IV terjalin lebih

intensif dan kelompok bermain mulai terbentuk dengan sendirinya. Peserta didik juga belajar mengasah empati, minimal kepada teman-temannya. Oleh karena itu, kemampuan empati perlu dikembangkan sejak tingkat sekolah dasar.

Ketiga, untuk meningkatkan kemampuan empati pada peserta didik

dibutuhkan kemampuan untuk pemahaman secara kognitif dan dapat ditempuh dengan proses belajar. “Proses belajar adalah sesuatu yang harus ditempuh oleh seorang anak untuk dapat berperilaku, berperan dan bersikap sosial” (Hurlock, 1978:353). Terkait dengan intervensi terhadap peningkatan kemampuan empati, bimbingan kelompok melalui teknik role playing dipandang sebagai intervensi yang tepat. “Role play atau bermain peran dinilai sebagai teknik yang efektif dan

akan membantu anak membentuk pemahaman yang lebih dalam dan fleksibel” (Harris, 1996:71).

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian difokuskan pada permasalahan mengukur efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role

playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV sekolah

dasar. Adapun masalah utama yaitu, “Bagaimana efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad?”

Secara rinci penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.


(16)

9

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Bagaimana gambaran tingkat kemampuan empati peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad sebelum dilakukan bimbingan kelompok melalui teknik role

playing?

2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan kelompok melalui teknik role playing yang diberikan kepada peserta didik Kelas IV di SD Negeri Pindad?

3. Bagaimana gambaran tingkat kemampuan empati peserta didik Kelas IV di SD Negeri Pindad setelah dilakukan bimbingan kelompok melalui teknik role

playing?

4. Bagaimana efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan menguji efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik

role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV di

SD Negeri Pindad. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengkaji dan memperoleh gambaran empirik mengenai:

1. gambaran tingkat empati peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad sebelum dilakukan bimbingan kelompok melalui teknik role playing;

2. pelaksanaan bimbingan kelompok melalui teknik role playing yang diberikan kepada peserta didik Kelas IV di SD Negeri Pindad;

3. gambaran tingkat kemampuan empati peserta didik Kelas IV di SD Negeri Pindad setelah dilakukan bimbingan kelompok melalui teknik role playing; 4. efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk

meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad.


(17)

10

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian diharapkan bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis dalam pengembangan ilmu maupun pelaksanaan bimbingan dan konseling khususnya di jenjang sekolah dasar.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan khazanah keilmuan bimbingan dan konseling di sekolah dasar khususnya dalam meningkatkan kemampuan empati peserta didik.

2. Manfaat Praktis

Adapun manfaat secara praktis, hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagi guru bimbingan dan konseling/konselor menjadi sumber informasi

dalam meningkatkan kemampuan empati pada peserta didik di SD khususnya maupun di jenjang yang lebih tinggi pada umumnya.

b. Bagi guru kelas/guru bidang studi dapat melaksanakan pembelajaran yang terintegrasi dengan bimbingan dan konseling, sehingga selain peserta didik mendapatkan ilmu pengetahuan, sikap dan perilaku mereka juga dapat dikembangkan secara positif.

c. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan sumber informasi dan bahan referensi serta kajian bagi pengembangan penelitian selanjutnya berkaitan dengan peningkatan kemampuan empati di sekolah dasar.

F. Asumsi Penelitian

Adapun asumsi penelitian adalah sebagai berikut.

1. Dipandang perlunya suatu intervensi yang tepat untuk meningkatkan kemampuan empati sejak dini, agar perilaku antisosial dapat diminimalisir. 2. “Kemampuan empati merupakan kemampuan memahami kondisi orang lain


(18)

11

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

memunculkan perilaku prososial” (Einsenberg, Fobes, Spirrad dalam Shaffer 2009:115).

3. “Intervensi yang dilakukan perlu memperhatikan perkembangan peserta didik” (Kartadinata, 2002:46). “Peserta didik Kelas IV berada direntang usia 9-10 tahun memiliki karakteristik senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung” (Desmita, 2012:125).

4. “Bermain peran (role play) merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan (Santrock, 2010:378).


(19)

30

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas mengenai pendekatan dan desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan tahapan penelitian.

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memudahkan proses analisis dan penafsiran dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik, karena penelitian ini menguji efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati yang secara nyata dalam bentuk skor atau angka. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Creswell (2008:150) dalam pendekatan kuantitatif, “peneliti menentukan rumusan masalah yang akan diteliti, mengajukan pertanyaan yang spesifik, mengumpulkan data kuantitatif dari responden, menganalisa data yang didapat melalui statistika dan menyajikan hasil yang didapat secara obyektif tanpa bias”

Mengingat penelitian mengenai efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik dilakukan dalam pembelajaran sehari-hari bukan dalam kondisi laboratorium, sehingga tidak memungkinkan mengontrol variabel lain selain variabel bimbingan kelompok melalui teknik role playing dan variabel kemampuan empati secara ketat. Maka metode penelitian yang cocok dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen kuasi (quasi experiment) dengan nonequivalent (pretest dan

posttest) control group design, serta kelompok eksperimen maupun kelompok


(20)

31

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sugiyono (2008:79) “penelitian eksperimen kuasi merupakan penelitian yang

dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang

dikenakan pada peserta didik.” Adapun desain penelitian disajikan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1

Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 - O2

Keterangan

O1 = Pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol O2 = Posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

X = Perlakuan bimbingan kelompok melalui teknik role playing

B. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di SDN Pindad, yang beralamatkan di Jalan Papanggungan No. 1 Bandung. Alasan dipilihnya SDN Pindad sebagai lokasi penelitian karena di SD tersebut terdapat fenomena perilaku peserta didik yang kurang berempati terhadap temannya, serta dengan pertimbangan bahwa perilaku pada peserta didik usia sekolah dasar masih bisa dikendalikan dan berada pada tahap perkembangan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik Kelas IV SDN Pindad Bandung Tahun Ajaran 2013-2014 yang berjumlah 126 orang yang terbagi ke dalam tiga kelas. Adapun pertimbangan menjadikan peserta didik Kelas IV SDN Pindad sebagai populasi penelitian, diantaranya sebagai berikut ini.


(21)

32

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

a. Peserta didik Kelas IV berada pada rentang usia 9-10 tahun, peserta didik mulai sadar bahwa persfektif orang unik dan berbeda. Peserta didik Kelas IV telah memiliki kesadaran untuk merespons dengan lebih sesuai terhadap

personal distress dan kemampuan untuk dapat mengambil sudut pandang

(perspective taking) orang lain.

b. Secara sosial, peserta didik Kelas IV telah berinteraksi dengan teman sebaya sehingga pertemanan di antara mereka terjalin lebih intensif, bermain dalam kelompok, sehingga mereka telah mengenal perbedaan nasib dan belas kasih yang merupakan inti dari level empati di tingkat sekolah dasar.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Secara spesifik teknik yang dilakukan untuk penarikan subjek penelitian secara purposive

sampling, artinya “penarikan subjek penelitian yang dilakukan atas dasar tujuan atau pertimbangan tertentu” (Sugiyono, 2012:126). Tujuan yang dimaksud adalah untuk meningkatkan kemampuan empati dengan menggunakan teknik role

playing.

Penentuan sampel didasarkan atas data hasil pengukuran tingkat empati pada populasi. Sampel yang dipilih untuk menjadi kelompok penelitian dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah peserta didik yang mempunyai tingkat kemampuan empati pada kategori rendah yang berjumlah 18 orang peserta didik. Penentuan jumlah sampel penelitian, penelitian ini mengacu pada pendapat Creswell (2008:156), “dalam penelitian eksperimen, estimasi jumlah sampel yang dibutuhkan untuk prosedur pengolahan statistik sehingga dapat mewakili populasi secara tepat adalah sekitar 15 orang”. Sampel yang diambil untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah peserta didik dengan ketegori tingkat kemampuan empati rendah masing-masing kelompok berjumlah 18 orang.


(22)

33

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat adalah kemampuan empati, sedangkan variabel bebas adalah bimbingan kelompok melalui teknik role playing.

2. Definisi Operasional Variabel a. Empati

Einsenberg dan Strayer (1987:93) menyampaikan bahwa “empati adalah respon afeksi yang ditunjukkan seseorang setelah ia dapat memahami perasaan atau kondisi orang lain dan kemudian menyesuaikan respon afeksinya dengan perasaan atau kondisi orang lain”. Menurut Beaty (1998:148), “empathy is the capacity to feel as someone else feels”. Empati merupakan kemampuan untuk merasakan yang dirasakan orang lain rasakan. Hoffman (2000:4) menyatakan

empathy defined as an affective response more appropriate to another’s situation

than one’s own”. Empati merupakan respon afeksi yang ditunjukkan oleh

seseorang pada orang lain dan respon tersebut lebih disesuaikan dengan situasi orang lain daripada situasi diri sendiri. Sejalan dengan Hoffman, Feschbach (Cress & Holm, 2000:595) „mendefinisikan kemampuan empati sebagai kemampuan seseorang untuk menunjukkan respon afeksi kepada orang lain yang diperoleh dari kemampuannya untuk membedakan antara perspektif dirinya dengan perspektif orang lain‟.

Pandangan Hodges dan Klein (2001:135) berkenaan definisi empati adalah sebagai berikut.

Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, berkisar pada orang lain yang menciptakan keinginan untuk menolong, mengalami emosi yang serupa dengan emosi


(23)

34

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

orang lain, mengetahui yang dirasakan dan dipikirkan orang lain, membedakan garis antara dirinya dan orang lain.

Selanjutnya, Baron dan Byrne (2011:111) mendefinisikan “empati sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres emosional orang lain”. Secara afektif, orang yang berempati merasakan perasaan emosional orang lain yaitu ikut merasakan ketika orang lain merasa sedih, menangis, terluka, menderita, bahkan disakiti. Secara kognitif, orang yang berempati memahami perspektif/sudut pandang orang lain dengan tepat dan menerima pandangan mereka.

Adapun komponen-komponen empati terdiri dari komponen kognitif dan afektif (Taufik, 2012).

a. Komponen kognitif. Komponen kognitif merupakan komponen yang menimbulkan pemahanan terhadap perasaan orang lain. Fesbach (1997) mendefinisikan „komponen kognitif sebagai kemampuan untuk membedakan dan mengenali kondisi emosional yang berbeda‟ (Taufik, 2012:44). Hal yang paling mendasar pada proses empati adalah pemahaman adanya perbedaan antara individu dan orang lain (Einsenberg, N., & Miller, P. A., 1987). Berdasarkan uraian tersebut, bahwa komponen kognitif dari empati meliputi aspek pemahaman atas kondisi orang lain. Ungkapan Taufik (2012:44) mengenai komponen-komponen kognitif adalah sebagai berikut.

Komponen-komponen kognitif merupakan perwujudan dari multiple

dimensions, seperti kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu

perilaku, kemampuan untuk mengingat jejak-jejak intelektual dan verbal tentang orang lain, dan kemampuan untuk membedakan atau menselaraskan kondisi emosional dirinya dengan lain.

Oleh karena itu, konsep-konsep dasar tentang komponen kognitif tersebut menjadi referensi bahwa komponen kognitif sangat berperan penting dalam berempati. Tanpa kemampuan empati yang memadai seseorang akan selalu


(24)

35

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

meleset dalam memahami kondisi orang lain, karena realitas-realitas sosial yang ditangkap tidak sesuai dengan realitas yang sebenarnya.

b. Komponen afektif. Pada dasarnya empati adalah pengalaman afektif dan

vicarious emotional response (yaitu respons emosional yang seolah-olah

terjadi pada diri sendiri). Dua komponen afektif yang diperlukan untuk terjadinya pengalaman empati, yaitu kemampuan untuk mengalami secara emosi dan tingkat reaktivitas emosional yang memadai yaitu kecenderungan individu untuk bereaksi secara emosional terhadap situasi-situasi yang dihadapi termasuk emosi yang tampak pada orang lain. „Aspek empati ini terdiri atas simpati, sensitivitas, dan sharing penderitaan yang dialami orang lain seperti perasaan dekat terhadap kesulitan-kesulitan orang lain yang diimajinasikan seakan-akan dialami oleh diri sendiri‟ (Colley dalam Taufik, 2012:51). Untuk menjelaskan proses kognitif dan afektif, Oswald (1996:613) menggunakan konsep taking. Dia mendefinisikan

perspective-taking sebagai konstrak multidimensional yang dapat diatur secara konseptual

dan metodis ke dalam tiga kategori: kognitif, afektif, dan perseptual.

Perspective-taking terdiri atas dua kategori, yaitu: cognitive perspective-taking dan affective perspective-perspective-taking. Cognitive perspective-perspective-taking

didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami pikiran-pikiran atau perasaan-perasaan orang lain. Affective

perspective-taking didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi perasaan

orang lain atau apa yang dirasakan oleh orang lain.

Secara operasional, definisi empati dalam penelitian ini adalah kemampuan afektif dan kognitif peserta didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014 untuk memasuki ruang psikofisik orang lain sehingga mampu merasakan, menyesuaikan, memahami, memikirkan serta mengkomunikasikan perasaan dan pemahamannya terhadap orang lain baik dengan verbal maupun non verbal yang ditujukan dalam bentuk skor mengenai kemampuan empati. Secara afektif, peserta


(25)

36

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

didik dapat merasakan perasaan emosional yang dialami oleh orang lain/temannya, ikut merasakan dan menyesuaikan ketika temannya merasa senang, sedih, menangis, terluka, menderita, bahkan tersakiti serta mengkomunikasikan kemampuannya baik dengan verbal maupun non verbal seperti keinginan untuk menolong. Secara kognitif, peserta didik dapat memahami, memikirkan, dan memberikan solusi terhadap permasalahan orang lain.

b. Bimbingan Kelompok melalui Teknik Role Playing

“Bimbingan kelompok merupakan teknik bimbingan yang menggunakan pendekatan kelompok dalam upaya memberikan bantuan kepada individu” (Surya dan Natawidjaja, 1986:103). Yang dimaksud dengan pendekatan kelompok adalah penggunaan situasi interaksi sosial-psikologis yang terjadi dalam kelompok untuk keperluan pencapaian tujuan bimbingan. Sejalan dengan pendapat sebelumya, Rusmana (2009:13) mendefinisikan bimbingan kelompok sebagai berikut.

Bimbingan kelompok sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan atau keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan diri.

Teknik role playing adalah suatu alat belajar untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan dan pengertian-pengertian mengenai hubungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi yang paralel dengan apa yang terjadi dalam kehidupan sebenarnya” (Romlah, 2001:34). Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga peserta didik dapat mengenali karakter tokoh (Nugraha, 2012). “Role playing digunakan untuk membantu

individu meningkatkan pemahaman yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri, orang lain, atau untuk latihan perilaku” (Brown, 1994:58).


(26)

37

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan definisi bimbingan kelompok dan teknik role playing di atas maka definisi operasional bimbingan kelompok melalui teknik role playing adalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh guru kepada peserta didik kelas IV di SDN Pindad yang dilaksanakan dalam kelompok, ditujukan bagi individu; memiliki sifat suasana kelompok; dengan teknik bermain peran yang diarahkan untuk meningkatkan pemahaman yang lebih baik terhadap diri mereka sendiri, orang lain, atau untuk latihan perilaku. Adapun tahapan bermain peran meliputi: 1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; 2) memilih peran; 3) menyusun tahap-tahap peran; 4) menyiapkan pengamat; 5) tahap pemeranan; 6) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; 7) pemeranan ulang; 8) diskusi dan evaluasi tahap II; dan 9) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan sebagai pengungkap data dalam penelitian ini yaitu instrumen untuk mengukur kemampuan empati yang dikembangkan dari definisi operasional variabel serta aspek-aspek empati yang didalamnya dipaparkan dalam bentuk indikator kemudian dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Pada pengembangannya, instrumen pengungkap kemampuan empati peserta didik kelas IV berlandaskan pada aspek-aspek empati yang diungkapkan oleh Einsenberg dan Strayer (1987), Hodges dan Klein (2001), dan Baron dan Byrne (2011). Aspek empati yang diungkapkan terdiri dua macam, yaitu aspek afektif dan aspek kognitif. Adapun kisi-kisi instrumen empati terdapat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Empati

ASPEK INDIKATOR SUB INDIKATOR NO ITEM

AFEKTIF 1. Kemampuan

merasakan perasaan

Mampu merasakan perasaan senang seseorang.


(27)

38

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

orang lain Mampu merasakan perasaan sedih seseorang.

3,4,5,6 2. Kemampuan

menyesuaikan dirinya dengan perasaan atau kondisi orang lain.

Sedih saat melihat teman berduka.

7,8 Senang melihat teman sedang

bahagia.

9,10 Terganggu ketika melihat orang

lain diganggu.

11,12,13 3. Kemampuan

mengkomunikasikan perasaan secara verbal.

Mengucapkan selamat kepada teman yang mendapatkan kebahagiaan.

14,15

Mengucapkan bela sungkawa kepada teman yang berduka.

16,17,18 4. Kemampuan

mengkomunikasikan perasaan secara non verbal.

Menunjukkan mimik muka yang sesuai dengan kondisi orang lain.

19,20,21

Menunjukkan perilaku yang sesuai dengan kondisi orang lain.

22,23,24, 25,26,27 Menunjukkan cara berpakaian

yang sesuai dengan kondisi orang lain.

28,29

KOGNI-TIF

1. Kemampuan untuk memahami sesuatu hal yang dialami orang lain.

Mengetahui waktu yang tepat untuk meminta sesuatu dari ayah/ibu.

30,31,32

Mampu memahami perilaku teman.

33,34 2. Kemampuan

memikirkan sesuatu hal yang dialami dari sudut pandang orang lain

Mengerti keadaan orang lain. 35,36,37

3. Kemampuan

memberikan solusi terhadap masalah teman/orang lain.

Mampu memberikan solusi terhadap masalah teman/orang lain.

38,39,40

Jumlah Item Pernyataan 40

E. Uji Coba Instrumen Pengumpul Data 1. Uji Kelayakan Instrumen

Sebelum angket disebarkan, terlebih dahulu dilakukan analisis (judgment


(28)

39

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

konseling. Expert judgment bertujuan untuk mengetahui kelayakan alat ukur dari segi konstruk, isi dan bahasa yang sesuai dengan kebutuhan. Apabila terdapat butir pernyataan yang tidak sesuai, maka butir pernyataan tersebut akan dihilangkan atau direvisi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian.

Adapun judgment instrument dilakukan oleh Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd. dan Nandang Budiman, S.Pd. M.Si. Instrumen yang telah memperoleh penilaian dari kedua pakar kemudian direvisi sesuai dengan saran dan masukan dari para ahli tersebut.

2. Uji Validitas Instrumen

Langkah selanjutnya dilakukan uji coba instrumen yang dilakukan kepada siswa Kelas IV untuk melakukan uji validitas setiap item pernyataan. Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut valid. “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur yang seharusnya diukur” (Sugiyono, 2012:168).

Instrumen empati dilakukan uji validitas isi dan validitas konstruk, yaitu suatu bentuk uji validitas yang menguji secara statistik dan kepraktisan mengenai skor yang didapat tersebut agar signifikan, mempunyai arti, dapat digunakan dan bertujuan (Cresweel, 2008:172). Oleh karena itu, uji validitas dilakukan untuk melihat skor yang didapat dari hasil penelitian tersebut menjadi berarti dan pernyataan-pernyataan yang diungkapkan dapat mengukur kemampuan empati.

Uji validitas instrumen kuesioner dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan SPPS version 17.0 for Windows. Uji validitas item menggunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment.

Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien validitas empirik adalah rumus korelasi product moment memakai angka kasar (raw score), yaitu:


(29)

40

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Keterangan:

Untuk validitas setiap item pernyataan

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = banyaknya peserta tes (testi)

X = skor yang diperoleh untuk setiap item pernyataan

Y = skor total setiap item pernyataan yang diperoleh keseluruhan testi Kemudian koefisien validitas ( ) diinterpretasikan (Suherman, 2003:113) dengan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3.3

Kriteria Koefisien Validitas

Nilai Keterangan

0,90 ≤ ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi

0,70 ≤ < 0,90 Validitas tinggi

0,40 ≤ < 0,70 Validitas sedang 0,20 ≤ < 0,40 Validitas rendah 0,00 ≤ < 2,00 Validitas sangat rendah

< 0,00 Tidak valid

Nilai yang diperoleh kemudian diuji signifikansinya dengan cara membandingkan antara nilai dan nilai product moment untuk N = 42 dan taraf signifikansi α = 0,05, yaitu = 0,304. Menurut Martapura

(Nirawati, 2009:23), jika , maka item tersebut valid.

Hasil perhitungan validitas tiap item pernyataan instrumen empati dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut.

rxy = �∑ − ∑ ∑


(30)

41

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Tiap Item Pernyataan

Item

ke Kriteria Interpretasi Keterangan

1 0.512 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 2 0.267 0,304 Tidak Valid Validitas rendah Direvisi 3 0.100 0,304 Tidak Valid Validitas sangat rendah Dibuang 4 -2.617 0,304 Tidak Valid Tidak Valid Dibuang 5 -0.067 0,304 Tidak Valid Tidak Valid Dibuang 6 0.447 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 7 0.479 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 8 0.227 0,304 Tidak Valid Validitas rendah Dibuang 9 0.361 0,304 Valid Validitas rendah Dipakai 10 0.438 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 11 0.481 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 12 0.272 0,304 Tidak Valid Validitas rendah Dibuang 13 0.343 0,304 Valid Validitas rendah Dipakai 14 0.250 0,304 Tidak Valid Validitas rendah Dibuang 15 0.452 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 16 0.668 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 17 0.383 0,304 Valid Validitas rendah Dipakai 18 0.507 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 19 0.504 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 20 0.442 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 21 0.294 0,304 Tidak Valid Validitas rendah Direvisi 22 0.465 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 23 0.688 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 24 0.295 0,304 Tidak Valid Validitas rendah Direvisi 25 0.476 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 26 0.529 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 27 0.480 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 28 0.568 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 29 0.390 0,304 Valid Validitas rendah Dipakai 30 0.569 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 31 0.502 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 32 0.532 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 33 0.438 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 34 0.359 0,304 Valid Validitas rendah Dipakai 35 0.557 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai


(31)

42

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

36 -0.061 0,304 Tidak Valid Tidak valid Dibuang 37 0.607 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 38 0.381 0,304 Valid Validitas rendah Dipakai 39 0.460 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai Item

ke Kriteria Interpretasi Keterangan

40 0.369 0,304 Valid Validitas rendah Dipakai 41 0.542 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 42 0.269 0,304 Tidak Valid Validitas rendah Dibuang 43 0.737 0,304 Valid Validitas tinggi Dipakai 44 0.526 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 45 0.435 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 46 0.656 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 47 0.511 0,304 Valid Validitas sedang Dipakai 48 0.739 0,304 Valid Validitas tinggi Dipakai

Jumlah Item yang Dipakai 37 Jumlah Item yang Direvisi 3 Jumlah Item yang Dibuang 8

3. Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan. Suatu instrumen memiliki tingkat reliabilitas yang memadai, jika instrumen tersebut digunakan untuk mengukur aspek yang diukur beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama. Uji reliabilitas instrumen menggunakan koefisien reliabilitas Alpha

Cronbach. Koefisien reliabilitas menyatakan derajat keandalan alat evaluasi,

dinotasikan dengan (Sudjana, 2005:94). Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas, yaitu sebagai berikut.

Keterangan:

= koefisien reliabilitas

n = bayaknya butir soal

∑ = jumlah varians skor setiap soal

� = () (1 −∑��

2 ��2 )


(32)

43

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

= varians skor total

Untuk mencari varians akan digunakan rumus:

Titik tolak ukur koefisien reliabilitas menggunakan pedoman koefisien korelasi dari Sugiyono (Siregar, 2013:82) yang disajikan dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5

Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00-0,199 Sangat Rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Tinggi

0,80-1,00 Sangat Tinggi

Berdasarkan perhitungan menggunakan Microsoft Excell 2010 dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, uji reliabilitas instrumen empati memiliki skor 0,945 artinya derajat kestabilan tergolong sangat tinggi.

4. Pedoman Skoring

Instrumen pengungkap kemampuan empati ini menggunakan skala sikap

dengan tiga skala penilaian yaitu “Sangat sesuai”, “Kadang-Kadang” dan “Sangat Tidak Sesuai” (Brigen dalam Chang, 1994:205). Tiga skala penilaian tersebut memperhatikan perkembangan kognitif anak yang dianggap sulit membedakan

kata “Tidak Selalu” dan “Seringkali” (Siregar, 2013:77). Semakin tinggi suatu skor, semakin tinggi kemampuan empati peserta didik. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah suatu skor, semakin rendah pula kemampuan empati peserta didik. Adapun pedoman skoring instrumen empati terdapat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6

Pedoman Skoring Instrumen Empati � = ∑

2 ∑�2 �


(33)

44

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PRNYATAAN SKOR

STS KK SS

1 2 3

Langkah berikutnya adalah menetapkan konversi skor sebagai standardisasi dalam menafsirkan skor. Hal ini dilakukan untuk mengetahui makna skor yang dicapai individu dalam pendistribusian responsnya terhadap instrumen dan untuk menentukan pengelompokkan tingkat kemampuan empati siswa Kelas IV SD. Konversi skor disusun berdasarkan skor yang diperoleh subjek uji coba pada setiap aspek maupun skor total instrumen yang kemudian dikonversikan menjadi tiga kategori yaitu kemampuan empati tinggi, sedang, dan rendah. Adapun langkah-langkah penetapan konversi skor adalah sebagai berikut.

a. Menghitung skor total masing-masing responden. b. Menghitung rata-rata dari skor total responden. c. Menentukan standar deviasi dari skor total responden.

d. Mengelompokkan data menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah dengan pedoman seperti pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7

Konversi Skor Mentah Menjadi Skor Matang dengan Batas Aktual

Skala Skor Mentah Kategori Skor

X ≥ X + 0.5 SD Tinggi

X ≥ X - 0.5 SD Sedang

X ≥ X - 1.5 SD Rendah

Dari rumusan di atas, maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut. Tabel 3.8

Hasil Perhitungan Batas Aktual

X ideal

Nilai Z SDideal Skala Skor

Mentah

101,77 + 0.5 10,44 107


(34)

45

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

101,77 - 1.5 10,44 86

Tabel 3.9

Kategorisasi Tingkat Kemampuan Empati

Kategori Rentang

Tinggi X ≥ 107

Sedang 96 < X < 107

Rendah X ≤ 96

Tabel 3.10

Hasil Perhitungan Batas Aktual Aspek Afektif

X ideal

Nilai Z SDideal Skala Skor

Mentah

72 + 0.5 7,2 75,6

72 - 0.5 7,2 68,4

72 - 1.5 7,2 61,2

Tabel 3.11

Hasil Perhitungan Batas Aktual Aspek Kognitif

X ideal Nilai Z SDideal Skala Skor

Mentah

26 + 0.5 4 28

26 - 0.5 4 24

26 - 1.5 4 20

Tabel 3.12

Kategorisasi Per Aspek Empati

Aspek Empati Kategori Rentang

Afektif

Tinggi X ≥ 76

Sedang 68 < X < 76


(35)

46

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kognitif

Tinggi X ≥ 28

Sedang 24 < X < 28

Rendah X ≤ 24

Tabel 3.13

Hasil Perhitungan Batas Aktual Per Indikator

Aspek Empati

Indikator Kategori

Rataideal

Nilai Z

SDideal Skala

Skor Mentah

Rentang

Afektif

1. Kemampuan merasakan

perasaan orang lain

Tinggi 15 + 0.5 2,5 16 X ≥ 16

Sedang 15 - 0.5 2,5 14 14 < X < 16

Rendah 15 - 1.5 2,5 11 X ≤ 14

2. Kemampuan menyesuaikan dirinya dengan perasaan atau kondisi orang lain.

Tinggi 18 + 0.5 2,65 19 X ≥ 19

Sedang 18 - 0.5 2,65 17 17 < X < 19

Rendah 18 - 1.5 2,65 14 X ≤ 17

3. Kemampuan

mengkomunikasi-kan perasaan secara verbal.

Tinggi 13 + 0.5 1,77 14 X ≥ 14

Sedang 13 - 0.5 1,77 12 12 < X < 14

Rendah 13 - 1.5 1,77 10 X ≤ 12

4. Kemampuan mengkomunikasikan perasaan secara non verbal.

Tinggi 26 + 0.5 3,73 28 X ≥ 28

Sedang 26 - 0.5 3,73 24 24 < X < 28

Rendah 26 - 1.5 3,73 20 X ≤ 24

Kognitif

4. Kemampuan untuk

memahami sesuatu hal yang dialami orang lain.

Tinggi 12 + 0.5 1,97 13 X ≥ 13

Sedang 12 - 0.5 1,97 11 11 < X < 13

Rendah 12 - 1.5 1,97 9 X ≤ 11

5. Kemampuan memikirkan

sesuatu hal yang dialami dari sudut pandang orang lain.

Tinggi 7 + 0.5 1,68 8 X ≥ 8

Sedang 7 - 0.5 1,68 6 6 < X < 8

Rendah 7 - 1.5 1,68 4 X ≤ 6

6. Kemampuan memberikan

solusi terhadap masalah teman/orang lain.

Tinggi 7 + 0.5 1,85 8 X ≥ 8

Sedang 7 - 0.5 1,85 6 6 < X < 8

Rendah 7 - 1.5 1,85 4 X ≤ 6

Tabel 3.14

Kategorisasi Per Indikator

Aspek Empati

Indikator Kategori Rentang

Afektif

1. Kemampuan merasakan perasaan orang lain

Tinggi X ≥ 16

Sedang 14 < X < 16

Rendah X ≤ 14

2. Kemampuan menyesuaikan dirinya dengan perasaan atau

Tinggi X ≥ 19


(36)

47

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kondisi orang lain. Rendah X ≤ 17

3. Kemampuan mengkomunikasi-kan perasaan secara verbal.

Tinggi X ≥ 14

Sedang 12 < X < 14

Rendah X ≤ 12

4. Kemampuan

mengkomunikasikan perasaan secara non verbal.

Tinggi X ≥ 28

Sedang 24 < X < 28

Rendah X ≤ 24

Kognitif

1. Kemampuan untuk memahami sesuatu hal yang dialami orang lain.

Tinggi X ≥ 13

Sedang 11 < X < 13

Rendah X ≤ 11

2. Kemampuan memikirkan sesuatu hal yang dialami dari sudut pandang orang lain.

Tinggi X ≥ 8

Sedang 6 < X < 8

Rendah X ≤ 6

3. Kemampuan memberikan solusi terhadap masalah teman/orang lain.

Tinggi X ≥ 8

Sedang 6 < X < 8

Rendah X ≤ 6

Setiap kategori interval mengandung pengertian sebagai berikut.

Kategori Rentang Deskripsi

Tinggi X ≥ 107 Peserta didik yang masuk kategori tinggi telah menunjukkan kemampuan empati yang ditandai dengan:

a. peserta didik mampu merasakan dan menyesuaikan dengan perasaan atau kondisi orang lain,

b. peserta didik mampu

mengkomunikasikan perasaannya baik secara verbal maupun non verbal, seperti menunjukkan mimik muka, perilaku, dan cara berpakaian yang sesuai dengan kondisi orang lain,

c. peserta didik mampu memahami dan memikirkan yang dialami orang lain serta memberikan solusi terhadap permasalahan orang lain.

Sedang 96 < X < 107 Peserta didik yang masuk kategori sedang telah menunjukkan kemampuan empati tetapi belum teraktualisasikan secara konsisten baik dalam kognitif, afektif maupun psikomotornya. Indikator yang


(37)

48

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

muncul pada kategori ini adalah:

a. peserta didik terkadang mampu merasakan dan menyesuaikan dengan perasaan atau kondisi orang lain,

b. peserta didik terkadang berucap atau bertingkah laku yang menunjukkan empati.

c. peserta didik terkadang mampu memahami dan memikirkan yang dialami orang lain serta mampu memberikan solusi terhadap permasalahan orang lain. Rendah X ≤ 96 Peserta didik yang masuk kategori rendah

belum menunjukkan kemampuan empati. Indikator yang muncul pada kategori ini adalah:

a. peserta didik bersikap acuh tak acuh terhadap perasaan atau kondisi orang lain.

b. peserta didik belum mampu merasakan dan menyesuaikan dirinya dengan perasaan atau kondisi orang lain,

c. peserta didik belum mampu mengkomunikasikan perasaannya baik secara verbal maupun non verbal,

d. peserta didik belum mampu memahami dan memikirkan yang dialami orang lain serta belum mampu memberikan solusi terhadap permasalahan orang lain.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengkaji keefektifan bimbingan kelompok melalui teknik role playing dalam meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV di SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014 dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Instrumen untuk mengukur empati menggunakan kuesioner empati dengan skala sikap yang terdiri dari tiga skala penilaian yaitu “Sangat sesuai”, “Kadang


(38)

49

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mendapatkan gambaran umum tentang profil kemampuan empati peserta didik Kelas IV di SDN Pindad sebelum dan sesudah intervensi disebarkan kuesioner empati.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif mengenai kemampuan empati pada peserta didik Kelas IV SDN Pindad. Data tersebut dibutuhkan untuk menguji efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik.

Sebelum menguji efektivitas suatu intervensi, terlebih dahulu dilakukan pengelompokkan kategori kemampuan empati peserta didik ke dalam kategori tinggi, sedang, atau rendah. Pengelompokkan tersebut menggunakan skor z. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran umum kemampuan empati peserta didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014 baik dilihat berdasarkan aspek afektif dan kognitif maupun indikator-indikatornya. Berdasarkan pengelompokan tersebut, diambil beberapa peserta didik untuk dijadikan sampel penelitian dan diberikan intervensi.

Adapun langkah-langkah analisa untuk menjawab rumusan masalah mengenai gambaran umum tingkat kemampuan empati peserta didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014 sebelum dan sesudah dilakukan bimbingan kelompok melalui teknik role playing” adalah sebagai berikut.

1. Mendistribusikan skor skala responden pada tabel konversi skor yang tujukan untuk memberikan makna nilai diagnostik pada setiap skor.

2. Untuk memperoleh profil tingkat kemampuan empati secara keseluruhan maupun gambaran pada setiap aspek dan indikatornya, dipergunakan teknik menghitung persentase. Rumus persentase yang digunakan sebagai berikut. Persentase keseluruhan = ∑


(39)

50

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Persentse per aspek = ∑

x 100%

Persentase per indikator = ∑

x 100%

Selanjutnya, untuk menjawab rumusan masalah berkenaan pengukuran efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SDN Pindad, teknik analisis data yang digunakan yaitu uji Wilcoxon satu sisi kanan. Penelitian ini menggunakan skala pengukuran berupa skala ordinal dengan sampel penelitian 18 orang peserta didik Kelas IV di SDN Pindad untuk membandingkan efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati.

Uji Wilcoxon termasuk statistik nonparametrik. Statistik nonparametrik digunakan untuk menguji hipotesis yang tidak didasarkan pada distribusi tertentu, dan jenis data yang digunakan skala nominal atau ordinal (Furqon, 2009:5). Menurut Furqon (2009:243), mengenai uji Wilcoxon sebagai berikut.

Uji ini sangat berguna untuk menguji tingkah laku, karena diantaranya dapat

menunjukkan: a) anggota manakah dalam satu pasangan yang “lebih besar dari”, yaitu yang menyatakan tanda perbedaan amatan dalam setiap pasangan,

dan b) membuat rang perbedaan di dalam urutan dengan memberikan harga absolutnya.

Adapun hipotesis statistik yang diujikan dalam penelitian yaitu sebagai berikut ini.

H0 : bimbingan kelompok melalui teknik role playing tidak efektif untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik kelas IV SDN Pindad, H1 : bimbingan kelompok melalui teknik role playing efektif untuk

meningkatkan kemampuan empati peserta didik kelas IV SDN Pindad. Statistik uji yang digunakan adalah statistik w+ dan w-. Adapun langkah-langkah perhitungan untuk mencari besarnya harga w+ dan w- adalah sebagai berikut.


(40)

51

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Setiap nilai sampel dikurangi dengan mB, buang selisih yang sama dengan nol, yaitu mA = mB.

2. Selisih yang diperoleh selanjutnya dirang tanpa menghiraukan tandanya (diberikan harga mutlak). Rang 1 diberikan kepada selisih terkecil (yaitu, tanpa tanda) dan berada pada urutan pertama, rang 2 pada yang terkecil berikutnya sebagai urutan kedia, dan seterusnya.

3. Jika terdapat dua atau lebih hasil selisih nilai mutlaknya sama, masing-masing diberi rang sama dengan rata-rata rang seandainya nilai itu berbeda. 4. Harga statistik w+ diperoleh dengan menjumlahkan bilangan rang yang

sebelumnya merupakan harga hasil selisih yang bertanda positif sebagai w+ hitung atau w+ untuk uji statistik satu sisi kiri.

5. Harga statistik w- diperoleh dengan cara menjumlahkan bilangan rang yang sebelumnya merupakan harga hasil selisih yang bertanda negatif sebagai w- hitung atau w- untuk uji statistik satu sisi kanan.

Taraf keyakinan (α) yang digunakan sebagai kriteria dasar pengambilan keputusan hipotesisnya adalah pada taraf signifikansi 5% atau α = 0,05 dan statistik uji w+ sisi kanan. Dengan demikian pengambilan keputusannya adalah: (1) jika w+ > wtabel maka H0 ditolak dan H1 diterima; dan (2) jika w+ < wtabel tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H. Tahapan Penelitian

Guna mewujudkan penelitian yang terarah, sistematis dan baik, berikut disajikan tahapan-tahapan yang dilalui. Tahapan-tahapan yang dilalui digambarkan pada Gambar 3.1.


(41)

52

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar 3.1 Tahapan Penelitian Kegiatan Awal

Kegiatan Inti

Kegiatan Akhir

Studi Pendahuluan

Perumusan Masalah

Kajian literatur: empati, bimbingan kelompok melalui teknik

role playing, karakteristik peserta didik sekolah dasar

Pembuatan instrumen yang didasarkan pada kajian teori empati

Penyusunan intervensi (skenario

role playing)

Tes akhir (prosttest) Tes awal (pretest)

Pelaksanaan intervensi bimbingan kelompok melalui teknik role playing

Pengolahan dan analisis data

Pengujian Efektivitas dengan Uji Wilcoxon

Bimbingan kelompok melalui teknik role

playing efektif untuk meningkatkan


(42)

86

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait.

A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian mengenai pengujian efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik dipaparkan berikut ini.

1. Hasil studi pendahuluan menunjukkan setengah dari jumlah peserta didik Kelas IV SD Negeri Pindad tahun ajaran 2013-2014 berada pada kategori rendah dalam kemampuan empati. Berdasarkan aspek-aspek pembentuk empati, aspek kognitif memiliki persentase yang cukup tinggi dibandingkan dengan aspek afektif. Hal tersebut menunjukkan meskipun secara kognitif peserta didik mampu memahami dan memikirkan kondisi/perasaan orang lain tetapi secara afeksi peserta didik belum mampu mengkomunikasikan perasaan baik secara verbal maupun non verbal secara optimal.

2. Hasil validasi rasional pakar bimbingan dan konseling terhadap rumusan layanan bimbingan kelompok melalui teknik role playing layak sebagai suatu kerangka kerja layanan untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014.

3. Layanan bimbingan kelompok melalui teknik role playing efektif untuk meningkatkan kemampuan empati peserta didik Kelas IV SDN Pindad.

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengujian efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati


(43)

87

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

peserta didik Kelas IV SDN Pindad Tahun Ajaran 2013-2014, merekomendasikan kepada pihak-pihak terkait agar menjadi masukan bagi pelaksanaan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan aspek bidang pribadi dan sosial, yaitu sebagai berikut ini.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor

Hasil penelitian menunjukkan bimbingan kelompok melalui teknik role

playing untuk meningkatkan kemampuan empati menunjukkan hasil yang efektif

untuk membantu meningkatkan kedua aspek empati yaitu aspek kognitif dan afektif. Adapun rekomendasi bagi guru bimbingan dan konseling/konselor diharapkan:

a. mengimplementasikan layanan bimbingan kelompok melalui teknik role

playing sebagai salah satu layanan dasar bidang pribadi dan sosial, khususnya

dalam meningkatkan kemampuan empati;

b. melaksanakan layanan bimbingan kelompok melalui teknik role playing dengan tetap memperhatikan usia peserta didik yang diberi intervensi, karena usia berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik dalam memahami, melihat dari sudut pandang seseorang, kesadaran terhadap kemampuan, karakteristik, ekspektasi, perasaan serta reaksi yang akan dilakukan seseorang.

2. Bagi Guru Kelas/Guru Bidang Studi

Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan yang memiliki sistem tematik dalam meyampaikan bidang studi dan bimbingan ketika kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hal tersebut, seyogyanya:

a. guru kelas/guru bidang studi selain memberikan materi pelajaran, dapat pula membimbing peserta didik agar aspek pribadi dan sosialnya dapat berkembang sesuai dengan tahapan perkembangan yang harus dilalui, salah


(44)

88

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

satunya kemampuan empati sebagai kemampuan yang harus dimiliki peserta didik agar dapat berinteraksi dengan temannya;

b. guru kelas/guru bidang studi mampu mengidentifikasi peserta didik yang membutuhkan pelayanan bimbingan dan konseling khususnya mengenai kemampuan empati;

c. guru kelas/guru bidang studi mampu memberikan layanan bimbingan kelompok melalui teknik role playing yang terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan empati yang disajikan terpadu atau terintegrasi dalam bidang studi tertentu seperti PAI dan PKn.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Rekomendasi bagi peneliti selanjutnya, sebagai berikut.

a. Masalah penelitian hanya pada pengujian keefektivan bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati, sehingga peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan tema penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini dan mencari variabel-variabel lain yang diduga mempunyai hubungan maupun kontribusi dengan variabel kemampuan empati seperti dengan meningkatkan kemampuan empati akan mereduksi perilaku bullying, ataupun meningkatkan perilaku prososial lainnya.

b. Penggunaan alat pengumpulan data berupa kuesioner terkadang tidak menjamin skor yang didapat menunjukkan kemampuan yang sebenarnya. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan observasi, wawancara dengan orang tua dan guru untuk mendapatkan data yang lebih akurat.

c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengambil sampel penelitian secara acak sehingga dapat mengeneralisasikan hasil penelitian terhadap populasi. d. Peneliti selanjutnya diharapkan mengembangkan jumlah populasi yang


(45)

89

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kemampuan empati antar satu sekolah dengan sekolah lainya misalnya antara sekolah di perkotaan dan pedesaan, antar sekolah negeri dan swasta, atau anatar madrasah ibtidaiah dan sekolah dasar umum.


(1)

89

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kemampuan empati antar satu sekolah dengan sekolah lainya misalnya antara sekolah di perkotaan dan pedesaan, antar sekolah negeri dan swasta, atau anatar madrasah ibtidaiah dan sekolah dasar umum.


(2)

89

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Agni. (2011). Perjalanan Empati. (Online). Tersedia: http://agni2x.blogspot.com/2013/06/perjalanan-empati.html [29 Noember 2013].

Baron & Byrne. (2004). Psikologi Sosial Jilid 2 (Terjemah). Jakarta: Erlangga. Bar-Tal, D., Raviv, A., & Goldberg, M. (1982). Helping Behavior Among

Preschool Children: An Obsevational Study. Child Development, 53 (2), 396-402.

Beaty, Janice J. (1998). Observing Development of The Young Child. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Blatner, A. (2002). Using Role Playing in Teaching Empathy. (Online). Tersedia: http//www.blatner.com/adam/pdntbk [5 Desember 2013].

Blatner, A. & Blatner, A. (1997). The art of play: Helping adults reclaim imagination and spontaneity. New York: Brunner-Routledge.

Boswell, M.K. (2009). Social Norms, Empathy, and Attitudes Toward Aggression as Predictors of Bullying in School Children. Nothern Illnois Unversity. Ann Arbor. Proquest LLC.

Brown, H.D. (1994). Principles of Language Learning and Teaching. London: Prentice-Hall, Inc.

Clarke, D. (2003). Prosocial and Anti Social Behavior. New York: Routledge. Cotton. (1995). Developing Emphaty in Children and Youth. School Improvement

Research Series.

Cress, S.W., & Holm, D. T. (2000). Developing Empathy Through Children’s Literature. Education, 593-597.

Cresswell, John W. (2008). Educational Research (Third Edition). California: Pearson Prentice Hall.

Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


(3)

90

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Einsenberg, N., & Miller, P. A. (1987). The Relation of Empathy to Prosocial and Related Behavior. Psychological Bulletin, 101 (1), 91-119.

Einsberg, N., & Mussen, P.M. (2001). The Roots of Prosocial and Related Behavior. New York: Cambridge University Press.

Engelen, E. & Birgitt, R. (2012). Current Disciplinary and Interdisciplinary Debates on Empathy. Emotion Review. 4, (1), 3-8.

Erford, Bradley T. (2011). Group Work Processes and Applications. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Furqon. (Ed.). (2005). Konsep dan aplikasi Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gribble, J. & Graham O. (1973)). Empathy and Education. Studies In Philosophy and Education. 8, (1). 3-29.

Harris, P. (1996). Violence and The School. Hawker Brownlow, Ed.

Haryani. (2013). Landasan Dasar Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Empati Peserta didik Sekolah Dasar (Studi Kuasi di SD Negeri Nogotirto Sleman Yogyakarta Tahun Ajaran 2011-2012). (Tesis). Bandung: PPS UPI. (Tidak Diterbitkan).

Hodges, S.D., & Klein, K. J. (2001). Regulating The Costs of Emphaty: The Price of Being Human.

Hoffman, M.L. (2000). Empathy and moral development: Implications for caring and justice. New York: Cambridge University Press.

Hurlock, E. (1978). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Karr-Morse, R., & Wiley, M.S. (1997). Ghosts from The Nursery-Tracing The Roots of Violence. New York: The Atlantic Monthly Press.


(4)

91

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kerem, E., Fishman, N. & Ruthellen J. (2001). The Experience of Empathy in Everiday Relationship: Cognitive and Affective Elements. Journal of Social and Personal Relationships. 18, (5), 709-729.

Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Musnandar, A. (2011). Akar-Akar Empati. (Online). Tersedia: http://www.uin- malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2540:akar-akar-empati&catid=35:artikel&Itemid=210 [30 November 2013].

Nugraha, B. A. (2012). Pengertian Bermain Peran (Role Play). (Online). Tersedia: http://psikologibebas.blogspot.com/2012/06/pengertian-bermain-peran-role-play.html [10 Desember 2013].

Nurihsan, A. Juntika. (2011). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Oswald, P.A. (1996). The Effects of Cognitive and Affective Perspective-Taking on Emathic Concern and Altruistic Helping. The Journal of Social Psychology, 136, 613-624.

Pacifica, C. (2013). ‘Bullying’ Mengganggu Masa Depan. (Online). Tersedia:

http://www.tempo.co/read/news/2013/08/26/205507528/Bullying-Mengganggu-Masa-Depan [5 Desember 2013].

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Rajasa, A. (2013). Kekerasan Terhadap Anak. (Online). Tersedia: http://www.antaranews.com/foto/52409/kekerasan-terhadap-anak [5 Desember 2013].

Reichl, K. (2011). Promoting Empathy in School-Aged Children: Current State of the Field and Implications for Research and Practice. Early Preventive Interventions. New York: Routledge.

Robert, W., &Strayer, J. (1996). Empathy, Emotional Expressiveness, and Prosocial Behavior. Child Development, 67, 449-470.

Romlah, T. (2001). Teori dan Praktik Bimbingan Kelompok. Malang: Penerbit UM.


(5)

92

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Rusmana, N. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah (Metode, Teknik dan Aplikasi). Bandung: Rizqi Press.

Santrock, J. (2010). Child Development. (Thirtenth edition). New York: McGraw Hill.

Saripah, I. (2010). Model Konseling Kognitif Perilaku untuk Menanggulangi Bullying Peserta didik (Studi Pengembangan Model Konseling pada Peserta didik Sekolah Dasar di Beberapa Kabupaten dan Kota di Jawa Barat). (Disertasi). Bandung: PPS UPI. (Tidak Ditertibkan).

Setiawati, T. M. (2012). Efektivitas Bimbingan Kelompok Mellaui Teknik Role Playing untuk Menangani Perilaku Bullying (Studi Kuasi Eksperimen terhada Siswa Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI Bandung). (Tesis). Bandung: PPS UPI. (Tidak Diterbitkan).

Shaffer, D. R. (2009). Developmental Psychology. Belmont: Wadsworth Cengage Learning.

Siregar, Ernie C. (2013). Efektivitas Program Bimbingan Keterampilan Sosial untuk Meningkatkan Empati dan Disability Awareness Peserta Didik Non ABK. (Tesis). Bandung: PPS UPI. (Tidak Diterbitkan).

Strayer, J., & Robert, W. (2004). Empathy and Observed Anger and Agression in Five Year Olds. Social Development, 13 (1), 1-13.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Sundari. (2013). Tiap Bulan, 100 Anak Alami Kekerasan Seksual. (Online). Tersedia: http://www.tempo.co/read/news/2013/07/18/173497543/Tiap-Bulan-100-Anak-Alami-Kekerasan-Seksual [5 Desember 2013]

Surya, M. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro.

Surya, Moh. & Natawidjaja, R. (1986). Pengantar Bimbingan dan Penyluhan (Modul 1-3). Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud.


(6)

93

Rina Kurnia, 2014

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik role playing untuk meningkatkan kemampuan empati pesrta didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Taufik. (2012). Empati Pendekatan Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Willis, S. (2011). Konseling Individual Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta. Winkel. W.S. (1997). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. (2011). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.


Dokumen yang terkait

Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik storytelling untuk mengembangkan tanggung jawab peserta didik (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap peserta didik kelas VII SMP PGRI 3 Kota Bandar Lampung Tahun Ajaran 2014/2015).

18 98 35

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN SELF AWARENESS PESERTA DIDIK.

16 41 64

EFEKTIVITAS TEKNIK SYMBOLIC MODELING UNTUK MENINGKATKAN SELF EFFICACY AKADEMIK PESERTA DIDIK : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 16 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 4

PROGRAM BIMBINGAN RESOLUSI KONFLIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK : Penelitian Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon Tahun Ajaran 2013/2014.

5 38 59

EFEKTIVITAS TEKNIK PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMBUATAN KEPUTUSAN KARIR : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Soreang Tahun Ajaran 2013/2014.

0 2 72

Efektivitas Teknik Role Playing untuk Mengurangi Perilaku Bullying Peserta Didik (Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Maja Tahun Ajaran 2013/2014).

1 3 44

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN HARGA DIRI PESERTA DIDIK : Penelitian Eksperimen Kuasi terhadap Peserta Didik Kelas X SMK Negeri 3 Cimahi Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 5

EFEKTIVITAS TEKNIK ROLE-PLAY UNTUK MENGEMBANGKAN SELF-ESTEEM PESERTA DIDIK : Studi Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Kelas X Negeri 15 Jakarta Tahun Ajaran 2012/2013.

1 3 47

PENGGUNAAN TEKNIK BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) UNTUK MENGURANGI KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK : Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Weru Tahun Ajaran 2013-2014.

1 8 52

EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK ROLE PLAYING UNTUK PENINGKATAN SELF AWARENESS PESERTA DIDIK

0 0 23