Perbandingan aktivitas antibakteri sediaan gel dan krim tipe O/W antibau kaki minyak kayu manis terhadap bakteri Staphyiloccus epidermidis ATCC 12228.

(1)

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIBAKTERI SEDIAAN GEL DAN KRIM TIPE O/W ANTIBAU KAKI MINYAK KULIT KAYU MANIS

TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis ATCC 12228

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Agustina Prita Pangudyaswara

NIM : 098114059

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun

kesempatan untuk berhasil “

“ Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus

belajar, akan menjadi pemilik masa depan” (Mario Teguh)

Puji Syukur ku haturkan kepada

Allah Bapa, Tuhan Yesus,Bunda Maria, Roh Kudus

Karya ini kupersembahkan untuk

orang tuaku, ungkapan rasa hormatku,

kedua adikku,

teman-teman angkatan 2009,

dan Almamaterku


(6)

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala limpahan karunia

dan rahmat yang telah diberikan sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang

berjudul ” Perbandingan Aktivitas Antibakteri Sediaan Gel dan Krim Tipe O/W Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis Terhadap Bakteri Staphylococcus

epidermidis ATCC 12228” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak henti-hentinya

mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christofori Maria Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt, selaku dosen

pembimbing yang selalu memberikan pengarahan, masukan, kritik, saran

dan semangat selama persiapan, penelitian, sampai penyusunan skripsi ini.

3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji atas kesediaannya menguji

penulis, serta kritik dan saran yang membangun penulis.

4. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaannya

menguji penulis, serta kritik dan saran yang membangun penulis.

5. Maria Dwi Budi Jumpowati,S.Si., yang memberikan masukan, kritik dan


(7)

vii

6. Kedua orangtuaku dan kedua adikku, atas pengertian, dukungan, doa,

kesabaran, kasih, canda tawa, teguran, dan perhatian yang mengalir tanpa

henti

7. Eny Guna Paramitha, Fitri Apriliyani Tiran dan Marsela Lotjitha Parahita

teman-teman seperjuangan atas kebersamaan, dukungan dan bantuan yang

diberikan untuk penulis selama penelitian sampai penyusunan skripsi.

8. Teman-teman 2009 khususnya 2009 B dan FST A yang telah memberikan

semangat untuk menyelesaikan skripsi hingga selesai pada penulis.

9. Seluruh dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di

Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

10.Seluruh staf laboratorium, staf kebersihan dan staf keamanan Fakultas

Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Semua pihak yang tidak

dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis

menuju perubahan yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Yogyakarta, 7 Juni 2013


(8)

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PRAKATA... vi

HALAMAN KEASLIAN KARYA... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

INTISARI... xviii

ABSTRACT... xix

BAB I PENGANTAR...

A. Latar Belakang...

1. Permasalahan...

2. Keaslian Penelitian...

3. Manfaat...

a. Manfaat Teoritis...

b. Manfaat Praktis...

1 1 3 3 4 4 4


(10)

x

B.TUJUAN...

1. Tujuan Umum...

2. Tujuan Khusus...

4

4

4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...

A. Penelaahan Pustaka...

1. Bau Kaki...

2. Bakteri Staphylococcus epidermidis...

3. Minyak kulit kayu manis (Cinnamon Bark Oil)...

4. Gel...

5. Krim Tipe M/A...

6. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Minyak kulit kayu

manis...

a. Viskositas...

b. Daya Sebar...

7. Uji Antibakteri...

B. Landasan Teori...

C. Hipotesis... 5 5 5 6 8 11 13 15 15 15 16 17 18

BAB III METODE PENELITIAN...

A. Jenis dan Rancangan Penelitian...

B. Variabel Penelitian...

1. Variabel Utama...

a. Variabel Bebas...

b. Variabel Tergantung...

19 19 19 19 19 19


(11)

xi

2. Variabel Pengacau...

a. Variabel Pengacau Terkendali...

b. Variabel Pengacau Tak Terkendali...

C. Definisi Operasional...

D. Bahan dan Alat Penelitian...

E. Tata Cara Penelitian...

1. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis...

2. Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis...

3. Pembuatan Krim M/A Antibau Kaki Minyak kulit

kayu manis...

4. Pembuatan Gel Antibau Kaki Minyak kulit kayu

manis...

5. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak

kulit kayu manis...

6. Uji Daya Antibakteri Sediaan Topikal Antibau Kaki

Minyak kulit kayu manis...

F. Analisis Data...

19 19 19 20 21 21 21 22 24 26 27 28 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...

A. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis...

B. Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis terhadap

S.epidermidis...

C. Formulasi Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit

kayu manis...

29

29

30


(12)

xii

D. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit

kayu manis...

E. Uji Daya Antibakteri Sediaan Topikal Antibau Kaki

Minyak kulit kayu manis dengan Metode Difusi Sumuran..

37

43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...

A. KESIMPULAN...

B. SARAN...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

BIOGRAFI PENULIS...

49

49

49

50

56


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I Analisis kandungan Cinnamon oil menggunakan GC-MS

(Meades et al, 2010)... 10

Tabel II Formula Standar Krim Menurut Penelitian Jantan et al

(1998)... 24

Tabel III Formula Krim M/A Modifikasi... 25

Tabel IV Formula Standar Gel Menurut Penelitian Yuliani (2005)... 26

Tabel V Formula Gel Modifikasi... 26

Tabel VI Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis Eteris

Nusantara... 30

Tabel VII Distribusi Data Diameter Zona Hambat Minyak kulit

kayu manis terhadap S.epidermidis... 32

Tabel VIII Rerata pengukuran sifat fisik sediaan topikal antibau

kaki... 39

Tabel IX Hasil Perhitungan Distribusi Data Sifat Fisik Sediaan

Topikal Antibau Kaki (Shapiro-Wilk test) berdasarkan

nilai P... 42

Tabel X Hubungan Sediaan Topikal Berdasarkan Data Distribusi

Sifat Fisik berdasarkan nilai P... 42

Tabel XI Hasil pengukuran diameter zona hambat (DZH) sediaan


(14)

xiv

Tabel XII Hasil perhitungan statistik distribusi zona hambat

antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Struktur senyawa yang terkandung dalam Cinnamon

Tung et al (2008)... 9

Gambar 2 Struktur monomer unit asam akrilat polimer carbopol Rowe et al (2008)... 12

Gambar 3 Struktur propilen glikol Rowe et al (2008)... 13

Gambar 4 Struktur trietanolamin Rowe et al (2008)... 13

Gambar 5 Struktur asam stearat Rowe et al (2008)... 14

Gambar 6 Struktur metil paraben Rowe et al (2008)... 15

Gambar 7 Minyak kulit kayu manis dari Eteris Nusantara... 29

Gambar 8 Uji difusi sumuran minyak kulit kayu manis... 32

Gambar 9 Diagram batang diameter zona hambat minyak kulit kayu manis... 33

Gambar 10 Sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Krim antibau kaki minyak kulit kayu manis dan Gel antibau kaki minyak kulit kayu manis... 41

Gambar 11 Uji daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis terhadap S.epidermidis... 44


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Certificate of Analyse (CoA) Cinnamon Oil... 56

Lampiran 2 Surat Keterangan Staphylococcus epidermidis... 57

Lampiran 3 Verifikasi sifat fisik minyak kulit kayu manis Eteris

Nusantara... 58

Lampiran 4 Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis

terhadap S.epidermidis... 59

Lampiran 5 Uji daya antibakteri minyak kulit kayu manis

berbagai konsentrasi (10%, 15%, 20% dan 25%)

dengan difusi sumuran... 61

Lampiran 6 Sediaan topikal krim antibau kaki minyak kulit kayu

manis... 62

Lampiran 7 Sediaan topikal gel antibau kaki minyak kulit kayu

manis... 63

Lampiran 8 Pengukuran pH sediaan topikal antibau kaki minyak

kulit kayu manis... 64

Lampiran 9 Pengukuran uji sifat fisik sediaan topikal antibau kaki

minyak kulit kayu manis... 64

Lampiran 10 Perhitungan statistik sifat fisik sediaan topikal

antibau kaki minyak kulit kayu manis menggunakan


(17)

xvii

Lampiran 11 Pengukuran diameter zona antibakteri sediaan topikal

antibau kaki minyak kulit kayu manis pengamatan 24

jam...

69

Lampiran 12 Perhitungan statistik uji daya antibakteri sediaan

topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis

menggunakan program R 2.14.1 open source.... 70

Lampiran 13 Perhitungan statistik uji daya antibakteri sediaan

topikal dibandingkan dengan gel Clyndamicyn 1,2%. 70

Lampiran 14 Uji daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki

dengan difusi sumuran... 72


(18)

xviii INTISARI

Minyak kulit kayu manis (Indonesian Cinnamon Bark oil) memiliki daya antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis yang merupakan salah satu bakteri penyebab bau kaki. Sediaan krim dan gel dapat digunakan sebagai sediaan topikal minyak kulit kayu manis, meskipun diprediksi adanya eksipien dapat mempengaruhi pelepasan minyak kulit kayu manis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri krim antibau kaki minyak kulit kayu manis dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dan rancangan penelitian postest only control design, dan data dianalisis secara statistik menggunakan program R.2.14.1 open source. Uji Shapiro-Wilk untuk mengukur distribusi kemudian untuk data parametrik menggunakan Two sample t-test dan non- parametik menggunakan metode Wilcoxon sum rank test untuk mengukur distribusi tak normal dengan taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diketahui daya antibakteri krim antibau kaki minyak kulit kayu manis berbeda dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam tingkat pelepasan zat aktif obat.

Kata Kunci: minyak kulit kayu manis, antibau kaki, krim, gel, Staphylococcus epidermidis


(19)

xix ABSTRACT

Indonesian Cinnamon Bark oil provides an antibacterial activity against Staphylococcus epidermidis, which is one of many bacterias contributing to foot odor. Cream and gel can be the dossage form to formulate the cinnamon oil anti-foot-odor topical preparations, therefore excipient influence cinnamon oil release. Study aimed to compare the potential of antibacterial provided by anti-foot-odor of cinnamon oil cream and gel was conducted.

This research was true experimental and postest only control design, data were analysed statistically by using R.2.14.1 open source program. Normality data test by using Shapiro-Wilk test then Two sample t-test used for parametric datas and for non- parametic used Wilcoxon sum rank test.

The significant differences in effectivity of the dossage form were tested by using non parametric statistical analysis (Wilcoxon sum rank) on the 95% level of confidence.

From the results, it was concluded that the antibacterial potentials of anti-foot-odor of cinnamon oil cream and gel were different. It might be due to the difference of release rate.

Keyword: cinnamon bark oil, anti foot odor, cream, gel, Staphylococcus epidermidis


(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Bau adalah salah satu masalah yang sangat mengganggu, tapi ini bukan

merupakan penyakit ataupun infeksi namun dikarenakan reaksi antara keringat

dengan bakteri. Bau kaki merupakan masalah yang berdampak pada

kecanggungan sosial. Bau kaki merupakan indikasi terjadinya kelebihan keringat

pada kaki (hyperdrosis) (Tosell, 2008). Bau kaki juga disebabkan adanya aktivitas

metabolik dari bakteri yang ada di kaki. Bau kaki timbul saat orang memakai

sepatu tertutup untuk waktu lama, terutama dalam kondisi lembab (Tosell, 2008).

Menurut Barbaro dan Symond (2006), kaki memberikan panas, yang

merupakan lingkungan hidup bakteri seperti Micrococcus sp., Staphylococcus sp.

dan Corynebacteria untuk hidup. Kobayasi (1990) menemukan Staphylococcus

epidermidis, bakteri normal yang tinggal dikulit, memainkan peran penting dalam

bau kaki. Freeman (2012) Staphylococcus epidermidis akan mengubah asam

amino pada kulit menjadi asam isovaleric yang akan menyebabkan bau asam yang

dikenal sebagai bau kaki. Sebagian bakteri menggunakan asam lemak rantai

panjang dan kelenjar minyak untuk sumber makanan. Kanda et al (1990)

menemukan isomer dari rantai pendek asam lemak dimana merupakan komponen

utama bau kaki.

Cinnamomum burmanii Blume merupakan tanaman kayu manis yang

tumbuh di Indonesia dimana kebanyakan batangnya biasa digunakan untuk


(21)

burmannii adalah sinemaldehida (Leung, 1980). Cinnamon oil juga mengandung

benzoic acid, benzaldehyde dan cinnamic acid, dimana senyawa lipofilik yang

diakui responsif sebagai antimikrobial (Ramos-Nino et al., 1996). Selain itu

Cinnamon oil mengandung 4.7% eugenol (Ranasinghe et al., 2002). Eugenol

diketahui sebagai agen bakteriosidal atau bakteriostatik, tergantung konsentrasi

yang digunakan (Pelczar et al., 1988). Menurut Gupta et al (2008), zona hambat

Cinammon oil pada Staphylococcus epidermidis menggunakan media agar

Mueller - Hilton yaitu 15 mm dan MIC 2,5% v/v.

Krim merupakan sediaan semisolid yang merupakan jenis dari ointment

dengan konsistensi yang halus dimana pelepasan pada krim dapat dibatasi karena

adanya sistem emulsi sedangkan gel merupakan sistem semisolid yang terdiri dari

suspensi yang dibuat dari partikel anorganik maupun molekul organik yang akan

terdispersi dengan cairan membentuk gelling agent (Jenkis, Francke, Brecht, dan

Sperandio, 1957; Allen, 2002). Krim terbentuk dari hasil emulsifikasi antaran fase

air dan fase minyak dengan bantuan emulsifying agent. Pemilihan gel dan krim

O/W dipilih karena kedua sediaan ini memiliki keuntungan tidak lengket saat

pemakaian dan memberikan rasa sejuk saat pemakaian. Pada gel, penambahan

gelling agent mengakibatkan pergerakan medium dispersi terbatas karena adanya

matriks pada gelling agent (Allen, 2002), sehingga pelepasan zat aktif dapat

terbatasi. Adanya pembatasan sistem pada kedua sediaan topikal itu, maka krim

antibau kaki dan gel antibau kaki diprediksi punya afinitas bahan aktif dengan


(22)

akan mempengaruhi efektivitas sediaan topikal dalam menghambat bakteri

Staphylococcus epidermidis.

1. Permasalahan

Adakah perbedaan efektivitas minyak kulit kayu manis dalam basis gel

maupun krim M/A dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus

epidermidis ?

2. Keaslian Penelitian

Ada beberapa penelitian terkait mengenai studi efektivitas antibakteri

ekstrak maupun minyak atsiri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis

yaitu penelitian Sari dan Isadiartuti (2006), yang berjudul “Studi Efektivitas

Sediaan Gel Antiseptik Tangan Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.),”

penelitian Kusuma (2010), yang berjudul “Perbandingan Daya Antibakteri

Krim Anti Acne Minyak Cengkeh dengan Emulgel Anti Acne Minyak

Cengkeh terhadap Staphylococcus epidermis” dan penelitian

Lertsatitthanakorn dan Satayavongthip (2012), yang berjudul ” Antibacterial Activity of an Effective Spice Essential Oil Formulated in Foot Deodorant Gel Bacillus subtilis.

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian

tentang perbedaan efektivitas daya antibakteri minyak kulit kayu manis pada

sediaan krim dan gel antibau kaki terhadap Staphylococcus epidermidis


(23)

3. Manfaat

a. Manfaat teoretis

Menambah informasi ilmu pengetahuan khususnya di bidang

kefarmasian mengenai perbandingan efektivitas gel dan krim M/A dengan

bahan aktif minyak kulit kayu manis.

b. Manfaat praktis

Menghasilkan sediaan gel maupun krim M/A antibau kaki dengan

bahan aktif minyak kulit kayu manis dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Staphylococcus epidermidis.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui efektivitas sediaan gel dan krim M/A minyak kulit kayu manis

dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis.

2. Tujuan khusus

a. Memperoleh zona hambat bakteri dari gel maupun krim M/A minyak

kulit kayu manis.

b. Mengetahui efektivitas antara gel dan krim minyak kayu manis M/A


(24)

5 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Bau Kaki

Bau kaki merupakan salah satu tipe bau badan yang berada di kaki

dimana akan menimbulkan bau yang sangat tidak enak. Bau kaki adalah masalah

yang umum, disebabkan karena adanya kelebihan keringat dan diperparah dengan

aktivitas mekanisme bakteri pada kaki. Bakteri tumbuh di telapak kaki yang

sebenarnya menghasilkan gas – gas serupa dengan yang dihasilkan bakteri untuk memproduksi bau seperti keju (cheesy feet) (Podiatrivic, 2002).

Keringat pada kaki berasal dari kelenjar ekrin. Keringat ini

cenderung menguap cukup cepat dan biasanya tidak menimbulkan bau. Tapi kaki

manusia memiliki sekitar 1 juta sampai 5 juta kelenjar keringat di tubuh, sehingga

ada konsentrasi yang lebih tinggi dari keringat di badan. Beberapa

peneliti berpendapat bahwa saat berjalan tanpa alas kaki di sepanjang waktu, dan

kontak yang konstan dengan tanah mengakibatkan suhu di kaki akan meningkat.

Untuk menyeimbangkan suhu di kaki maka tubuh memproduksi keringat secara

berlebih (Freeman, 2012).

Bau kaki disebabkan karena pertumbuhan bakteri yang menggunakan

hasil sekresi dari apocrine (keringat apokrin berasal dari kelenjar apokrin yang

terdiri dari protein, asam amino, lipid, karbohidrat dan air), eccrine (keringat ekrin


(25)

asam kaprionat, asam laktat, asam sitrat, urea dan air) dan sebaceous gland

(campuran dari lipid) (Ganesan et al., 2006).

Keringat menghasilkan air, garam dan beberapa senyawa kimia. Kadar

garam yang relatif tinggi pada kulit dapat menginhibisi pertumbuhan koloni

bakteri. Namun, lebih dari selusin bakteri berasal dari spesies Staphylococcus

yang toleran terhadap kadar garam yang relatif tinggi. Spesies bakteri predominan

pada 50% Staphylococcus di kulit adalah Staphylococcus epidermidis

(Pommerville, 2009). Bakteri ini mengubah asam amino yang ditemukan pada

kulit dan menghasilkan asam isovaleric yang menyebabkan bau kaki seperti cuka

(Freeman, 2012).

Mekanisme penyebab bau kaki adalah bakteri tumbuh dengan adanya

nutrient untuk keperluan life cycle. Bakteri yang tumbuh dikulit mengambil nutrisi

dari kulit dimana nutrisi tersebut diperoleh dari keringat yang banyak

mengandung nutrisi (asam amino, lipid, air, karbohidrat, dan protein) yang

membantu dalam pembelahan sel dan replikasi. Salah satunya bakteri

Staphylococcus epidermidis yang mengkatabolisme asam amino yaitu leusin.

Leusin dan α-keto acid akan memproduksi asam lemak yaitu asam isovalerat atau asam metilbutirat (Ganesan et al., 2006).

B. Bakteri Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis adalah gram positif dan Staphylococci

koagulase negatif (Parisi, 1985). Hidup di kulit manusia, mukosa dan paling


(26)

epidermidis adalah satu dari lima jenis organisme noscomial infection dalam

kaitan dengan peningkatan penggunaan biomaterial dalam lingkungan klinik

(Mack et al, 2007). Bakteri ini juga banyak ditemukan di transplantasi darah lewat

sumsum tulang dan pada saluran urin pasien (Parisi, 1985).

Saat dibandingkan dengan bakteri lain termasuk micrococcus, dinding sel

Staphylococcus epidermidis sangat kuat. Penambahan lysostaphin menjadi

pembeda Staphylococcus epidermidis dari micrococcus. Micrococcus lebih

mungkin dilisiskan daripada Staphylococcus epidermidis karena dinding selnya

mengandung senyawa kimia peptidoglycan yang mencegah dari lysis.

Endopeptidase memotong obligasi glycl-glysine di penta atau hexpeptide

crossbridge dari peptidoglikan Staphylococcus epidermidis. Strain yang

mengandung serin pada jembatan interpeptida lebih tahan terhadap lisis ( Parisi,

1985).

Dinding sel Staphylococcus mengandung teichoic yang terhubung ke

peptidoglikan oleh ikatan kovalen. Asam – asam teichoic terdiri dari gliserol atau ribitol yang dihubungkan dengan ikatan fofodiester. Mereka adalah polimer yang

larut air terdiri 30-50% dari komponen sel kering. Staphylococcus aureus dan

Staphylococcus epidermidis dapat dibedakan dengan adanya ribitol atau gliserol.

Staphylococcus epidermidis memiliki gliserol asam teichoic residu glucosyl

sementara Staphylococcus aureus memiliki N-asetilglukosamin ribitol asam

teichoic. Staphylococcus epidermidis mampu tumbuh menggunakan glukosa

secara anaerobik tetapi tidak dapat membuat koagulase atau fermentasi manitol


(27)

Lingkungan hidup Staphylococcus epidermidis adalah tubuh manusia dan

biasanya berasal dari penyakit. Bakteri ini biasanya hidup pada kulit dan

merupakan patogen nosokomial. Staphylococcus epidermidis adalah

staphylococcus paling umum di kulit manusia (Mack et al, 2007).

C. Minyak kulit kayu manis ( Indonesian Cinnamon Bark Oil)

Cinnamomumburmannii Blumemerupakan tumbuhan asli Indonesia yang

banyak dibudayakan khususnya didaerah Sumatra Utara maupun Barat dan Jambi.

Berdasarkan penelitian Balitro, ternyata karakteristik Cinnamomum burmani

hampir sama dengan spesies Cinnamon lain yaitu Cinnamomum zeylanicum dan

Cinnamomum cassia (Ma’amun dan Suhirman, 2009). Kandungan utama

Cinnamomum burmannii adalah sinemaldehida (Leung, 1980). Cinnamon

mengandung minyak essensial, senyawa resin, Cinnamic acid, Cinnamaldehyde

and Cinnamate. Minyak essensialnya berupa trans-cinnamaldehyde,

caryophyllene oxide, L-borneol, L-bornyl acetate, eugenol, b-caryophyllene, E-nerolidol, dan cinnamyl acetate. Beberapa konstituen lain yaitu Terpinolene, α

-Terpineol, α-Cubebene, dan α-Thujene ( Tung et al., 2008). Rasa pedas dan bau harum berasal dari cinnamaldehyde yang berasal dari proses absorpsi oksigen

dari masa ke masa, berwarna kehitaman dan mengandung komposisi resin (Singh


(28)

Gambar 1. Struktur senyawa yang terkandung dalam Cinnamon ( Tung et al., 2008)

Aktifitas antimikroba dari Cinnamon bark dari kombinasi Cinnamon oil

(minyak kulit kayu manis) dan clove oil (minyak cengkeh) menunjukkan potensi

yang baik untuk menghambat pertumbuhan fungi, yeast dan bakteria (Matan et

al., 2006). Aktifitas dari cinnamon dari adanya cinnamaldehyde, suatu senyawa

aromatis aldehyde yang menghambat aktivitas dekarboksilase asam amino

(Wendakoon and Sakaguchi, 1995), dan terbukti dapat menghambat sebagian


(29)

Tabel I. Analisis kandungan Cinnamon oil menggunakan GC-MS (Meades et al, 2010)

Cinnamon bark (batang kayu manis) banyak mengandung

cinnamaldehyde (70,9 %), yang memiliki elektronegatif yang tinggi. Senyawa

elektro-negatif akan mengganggu proses biologi dengan menyertakan transfer

elektron dan bereaksi dengan senyawa yang mengandung nitrogen seperti protein

dan asam nukleat, dan menghambat mikroorganisme. Cinnamon oil

mengandung benzoic acid, benzaldehyde dan cinnamic acid, dimana senyawa

lipofilik yang diakui responsif sebagai antimikrobial (Meades et al, 2010;

Ramos-Nino et al, 1996). Selain itu Cinnamon oil juga mengandung 4.7% eugenol


(30)

agen bakteriosidal atau bakteriostatik, tergantung konsentrasi yang digunakan

(Pelczar et al, 1988).

Zona hambat Cinammon oil pada Staphylococcus epidermidis

menggunakan media agar Mueller - Hilton yaitu 15 mm dan MIC 2,5% v/v

(Gupta et al, 2008).

D. Gel

Gel digunakan sebagai suatu sediaan topikal yang langsung dioleskan

langsung pada kulit, membran mukosa (Osborne, 1990).

Bentuk sediaan gel yang mengandung basis senyawa hidrofilik memiliki

konsistensi lembut, dan memberikan rasa dingin pada kulit. Rasa dingin tersebut

merupakan efek evaporasi (penguapan) air. Keuntungan lain dari bentuk sediaan

ini adalah setelah kering meninggalkan lapisan tipis (film) tembus pandang elastis

dengan daya lekat tinggi, yang tidak menyumbat pori kulit dan dapat dengan

mudah dicuci dengan air (Voigt, 1994).

Alexander dan Johnson (1949) mendefinisikan gel sebagai sistem dua

komponen dari sediaan semipadat yang kaya akan cairan (Barry, 1983). Pada gel

yang polar, polimer alam atau sintetik yang digunakan pada konsentrasi rendah

(biasanya di bawah 10%) membentuk matriks tiga dimensi melalui cairan

hidrofilik. Sistem yang terbentuk mungkin jernih ataupun keruh, karena gelling

agent yang digunakan tidak terlarut sempurna atau terbentuknya agregat (Barry,


(31)

Konsistensi gel disebabkan oleh gelling agent, biasanya polimer

membentuk matriks tiga dimensi. Gaya intermolekuler akan mengikat molekul

solven pada matriks polimer sehingga mobilitas solven berkurang yang

menghasilkan sistem tertentu dengan peningkatan viskositas (Buchmann, 2001).

Eksipien yang digunakan:

a. Carbopol atau carbomer merupakan polimer sintetik high-molecular-weight dari asam akrilat.

Gambar 2. Struktur monomer unit asam akrilat polimer carbopol (Rowe et al, 2009).

Terdiri dari 52% dan 68% grup asam karboksilat. Fungsi sebagai

bioadhesive, gelling agent, emulsifying agent. Copolimer carbomer

biasanya sebagai emulsifying agent pada emulsi minyak dalam air untuk

penggunaan luar. Konsentrasi carbopol sebagai gelling agent adalah 0,5-

2,0% (Rowe et al, 2009).

b. Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet antimikrobial, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizing agent, dan cosolvent

pencampuran dengan air. Penggunaan propilen glikol sebagai humektan

≈15%, pengawet 15 – 30% dan solvent atau cosolvent 5 – 80% (Rowe et al, 2009).


(32)

Gambar 3. Struktur propilen glikol (Rowe et al, 2009).

c. TEA atau trietanolamin sebagai agen pembasa. Konsentrasi yang biasanya digunakan dalam emulsi adalah 2 – 4 % v/v dan 2 – 5 kali dari asam lemak. Pada kasus mineral oil, 5% v/v TEA ditambahkan, dengan

tepat sejumlah penambahan asam lemak yang digunakan (Rowe et al,

2009).

Gambar 4.Struktur trietanolamin (Rowe et al, 2009).

E. Krim tipe M/A

Krim merupakan bentuk semisolid yang memiliki satu atau lebih bahan

aktif, terdispersi atau larut minyak dalam air (tipe minyak/air) maupun air dalam

minyak (tipe air/minyak) (Alen, 2005).

Menurut definisi dari British Pharmacopeia (BP, 2000) krim adalah suatu

persiapan formulasi yang menyatukan suatu bahan agar dapat disekresi kulit.


(33)

terapi atau tujuan pencegahan penyakit (prophylactic), terutama efek occlusive

tidak begitu penting (Langley dan Belcher, 2008).

Penggabungan cairan dalam basis krim untuk bahan tidak menguap,

cairan yang dapat dicampur dengan krim dilelehkan di atas wadah evaporasi.

Alternatif lain, basis dibuat terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan bahan

mudah menguap atau yang tidak mudah dicampur (Langley dan Belcher, 2008).

Eksipien yang digunakan:

a. Emulsifying wax disebut juga nonionik emulsifying wax yang dibuat dari setostearil alkohol dan mengandung derivatif asam lemak ester dari

sorbitan polioksietilen. Fungsinya adalah sebagai emulsifying agent,

solubilizing agent dan stiffening agent. Nonionik emulsifying wax

digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi minyak dalam air

dimana tidak dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit dan stabil pada range

pH tertentu. Konsentrasi wax yang digunakan akan merubah konsistensi

produk jika konsentrasi hingga 5% membuat produk turun (Rowe et al,

2009).

b. Asam stearat pada sediaan topikal, biasanya digunakan sebagai

emulsifying agent dan solubilizing agent (Rowe et al, 2009).

Gambar 5. Struktur asam stearat (Rowe et al, 2009).


(34)

d. Metil paraben sebagai pengawet dalam sediaan kosmetik. Pada sediaan topikal, metil paraben yang digunakan antara konsentrasi 0,02 – 0,3 % (Rowe et al, 2009).

Gambar 6. Struktur metil paraben (Rowe et al, 2009).

F. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Minyak kulit kayu manis

Uji sifat fisik sediaan yang meliputi viskositas dan daya sebar untuk

mengetahui penyebaran dan pelekatan sediaan pada kulit, pemindahan dari wadah

atau pengeluaran dari wadah, dan pelepasan obat dari basisnya (Martin et al,

1993).

a. Viskositas

Viskositas adalah tekanan untuk mengalir dari suatu sistem yang

mendapat tekanan. Makin kental suatu cairan, makin besar gaya yang dibutuhkan

untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu (Moechtar, 1990).

Viskositas adalah suatu tahanan atau hambatan dari suatu cairan untuk mengalir,

viskositas makin tinggi maka hambatan akan makin besar (Martin et al, 1993).

b. Daya Sebar

Daya sebar berhubungan dengan sudut kontak tiap tetes cairan atau


(35)

yang mempengaruhi daya sebar adalah kekentalan, kecepatan dan lama tekanan

yang menghasilkan kelengketan, temperatur pada tempat aksi. Kecepatan

penyebaran bergantung pada viskositas formula, kecepatan evaporasi pelarut dan

kecepatan peningkatan viskositas karena evaporasi (Garg, 2002).

G. Uji Antibakteri

Tujuan uji ini untuk mengetahui kemampuan agen antibakteri dalam

menghambat maupun membunuh bakteri tertentu. Metode pengujian bakteri ada

dua yaitu metode dilusi dan metode difusi. Metode dilusi prinsipnya adalah

pengenceran larutan uji hingga diperoleh beberapa konsentrasi, kemudian masing

– masing konsentrasi ditambah suspensi bakteri dalam media (Hugo & Russel, 1987). Prosedur uji dilusi digunakan untuk mengetahui KHM (Konsentrasi

Hambat Minimum) yaitu konsentrasi terendah yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimum), yaitu konsentrasi

terendah yang dapat membunuh bakteri (Pratiwi, 2008).

Metode difusi adalah pengukuran potensi antibakteri berdasarkan

pengamatan diameter hambatan bakteri karena berdifusinya obat dari titik awal

pemberian ke daerah difusi. Metode difusi ada 2 cara yaitu dengan sumuran

maupun papper disc. Metode difusi ini untuk mengukur diameter zona hambat

yang dihasilkan pada media agar (Pratiwi, 2008; Jawetz, Melnick, dan Adelberg,

1995).

Cup-plate technique merupakan metode yang serupa dengan metode disk


(36)

ditanam mikroorganisme tertentu dan pada sumur diberi agen antimikroba yang

akan diuji (Pratiwi, 2008).

H. LANDASAN TEORI

Bau yang tidak sedap merupakan masalah yang mengganggu, seperti

halnya bau kaki. Bau kaki terjadi akibat pengeluaran keringat yang berlebih yang

menyebabkan tumbuhnya bakteri seperti Staphylococcus epidermidis. Bakteri ini

akan mengubah asam amino keringat menjadi asam isovaleric yang menyebabkan

keringat menjadi asam (Freeman, 2012).

Minyak kulit kayu manis banyak mengandung E-cinnamaldehyde (70,9

%), Cinnamyl acetate (9,1%) dan eugenol (5,5 %) (Meades et al, 2010).

E-cinnamaldehyde dan eugenol merupakan suatu agen antibakteri. Gupta et al

(2008), melaporkan bahwa zona hambat Cinammon oil pada Staphylococcus

epidermidis menggunakan media agar Mueller - Hilton yaitu 15 mm dan MIC

2,5% v/v. Hal ini membuktikan bahwa minyak kulit kayu manis dapat

menghambat pertumbuhan bakteri gram positif seperti Staphylococcus

epidermidis sehingga dapat dijadikan zat aktif dari bahan alam yang dibuat dalam

sediaan gel dan krim.

Gel dan krim M/A merupakan sediaan topikal semisolid. Kelebihan

sediaan gel dan krim M/A adalah tidak lengket saat pemakaian dan memberikan

rasa sejuk saat pemakaian. Adanya gelling agent akan membentuk matriks yang


(37)

akan memerangkap bahan aktif yaitu minyak kulit kayu manis oleh emulsifying

agent (Martin et al, 1993).

Menurut Freeman, (2012) Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri

yang menyebabkan bau kaki. Adanya perbedaan afinitas bahan aktif, minyak kulit

kayu manis, terhadap eksipien diperkirakan mempengaruhi pelepasan minyak

kulit kayu manis dari basis sediaan yang mempengaruhi efektivitas sediaan

topikal antibau kaki. Pengujian dilakukan menggunakan metode difusi sumuran.

I. HIPOTESIS

Daya antibakteri krim minyak kulit kayu manis berbeda dengan daya

antibakteri gel minyak kulit kayu manis terhadap pertumbuhan Staphylococcus


(38)

19 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dan rancangan

penelitian post test only control design

B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Bentuk sediaan krim M/A dan gel antibau kaki.

b. Variabel tergantung

Diameter zona hambat terhadap Staphylococcus epidermidis

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Konsentrasi minyak kulit kayu manis, waktu pencampuran, kecepatan

pencampuran, suhu saat pembuatan, wadah dan tempat penyimpanan

yang terlindung dari cahaya, lama penyimpanan sebelum uji sifat fisik

sediaan dan uji daya hambat, suhu inkubasi, lama inkubasi, dan

kepadatan pertumbuhan Staphylococcus epidermidis di petri.

b. Variabel pengacau tak terkendali


(39)

C. Definisi Operasional

1. Krim antibau kaki adalah sediaan topikal semisolid berbahan aktif minyak kulit kayu manis sebagai antibau kaki, sesuai formula Jantan et al.(1998)

dengan tipe minyak dalam air (M/A)

2. Gel antibau kaki adalah sediaan topikal semisolid berbahan aktif minyak kulit kayu manis sebagai antibau kaki, sesuai formula Yuliani (2005).

3. Basis krim adalah basis krim tanpa diberikan bahan aktif (minyak kulit kayu manis sebagai pembanding krim antibau kaki dalam menghambat

pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.

4. Basis gel dalah basis gel tanpa diberikan bahan aktif (minyak kulit kayu manis) sebagai pembanding gel antibau kaki dalam menghambat

pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.

5. Sifat fisik sediaan topikal antibau kaki adalah parameter untuk mengetahui kualitas sediaan topikal antibau kaki yang meliputi viskositas dan daya sebar.

6. Daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki adalah parameter kemampuan sediaan topikal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus

epidermidis yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat.

7. Diameter zona hambat adalah parameter daya antibakteri berupa luas hambat perlakuan dikurangi diameter sumuran yang dibandingkan dengan


(40)

D. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan

Bakteri uji Staphylococcus epidermidis yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Propinsi D.I Yogyakarta Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta,

minyak kulit kayu manis dari Eteris Nusantara, propilen glikol (kualitas

farmasetik), carbopol 940 (kualitas farmasetik), asam stearat (kualitas

farmasetik), emulsifying agent (kualitas farmasetik), TEA (kualitas farmasetik),

aquadest, media MHA (Muller Hinton Agar), MHB (Muller Hinton Broth) dan

etanol 96%.

2. Alat

Seperangkat alat gelas (Pyrex), refractometer Abbe, cawan petri, tabung

reaksi, jarum ose, alat pembuat sumuran no.4 (diameter 0,8 cm), labu erlenmeyer,

pipet ukur, Vortex, neraca timbang, waterbath, viscometer seri VT 04 (Rion – Japan), mixer, pH meter stick dan alat pengukur daya sebar.

E. Tata Cara Penelitian 1. Verifikasi sifat fisik minyak kulit kayu manis

a. Verifikasi indeks bias minyak kulit kayu manis

Indeks bias minyak diukur dengan refractometer Abbe. Minyak

diteteskan pada prisma utama, kemudian prisma ditutup dan ujung

refraktometer diarahkan ke arah cahaya terang(lampu Natrium),


(41)

minyak ditunjukkan dengan adanya garis batas pemisah sisi terang

dan gelap pada bagian atas dan bawah (Kusuma, 2010).

b. Verifikasi bobot jenis minyak kulit kayu manis

Bobot jenis minyak diukur menggunakan piknometer yang sudah

dikalibrasi, dengan menetapkan bobot piknometer kosong dan bobot

air, pada suhu 250C. Pikno diisi dengan minyak dan dikondisikan

hingga suhu 250C, kemudian pikno ditimbang.

Perhitungan:

Bobot jenis minyak kayu manis = bobot minyak kayu manis

bobot air dalam suhu 25℃

(Kusuma, 2010).

2. Uji daya antibakteri minyak kulit kayu manis

a. Penentuan konsentrasi minyak kulit kayu manis

Minyak kulit kayu manis dibuat dalam beberapa seri konsentrasi yaitu

10, 15, 20, dan 25% dengan pelarut etanol 96%.

1) Pembuatan stok bakteri S.epidermidis

MHA suhu 45 - 50℃ dimasukkan ke tabung reaksi sejumlah 5 ml, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121℃ selama 20 menit. Pada suhu 45 - 50℃ tabung reaksi dimiringkan hingga memadat. Diambil 1 ose biakan murni Staphylococcus

epidermidisdan diinokulasikan secara goresan, inkubasi selama


(42)

2) Pembuatan suspensi bakteri

Diambil 1 ose koloni bakteri dari stok bakteri, masukkan ke

tabung reaksi yang berisi MHB steril, inkubasi selama 24 jam

pada suhu 37℃ kemudian kekeruhan suspensi disesuaikan standar 0,5 Mac Farland (1,5 x 108 CFU/mL) (Bonang dan Koeswardono,

1982).

3) Pembuatan kontrol media

MHA steril dituang ke dalam cawan petri, biarkan memadat,

kemudian inkubasi selama 24 hingga 48 jam dengan suhu 37℃. Setelah diinkubasi, diamat dan dibandingkan dengan perlakuan.

4) Pembuatan kontrol pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus epidermidis

MHA steril suhu 45 - 55℃ diinokulasikan suspensi bakteri uji dengan kepadatan dan jumlah yang sama dengan suspensi bakteri

uji pada perlakuan, kemudian tuang ke cawan petri steril dan

digoyang sehingga pertumbuhan bakteri dapat merata. Cawan

petri tersebut diinkubasi 24 – 48 jam, dengan suhu 37℃. Setelah itu diamati pertumbuhan bakteri uji melalui kekeruhan media

dibanding perlakuan.

b. Uji daya antibakteri minyak kulit kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi sumuran

Cawan petri steril dengan diameter 14 cm diisi 36 mL MHA steril dan


(43)

dituang di atas lapisan pertama, sebanyak 61 mL media MHA yang

telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri. Dibuat 6 lubang

sumuran dengan diameter 0,8 cm pada cawan petri yang berisi media

MHA double layer yang telah padat. Kelima sumuran diisi

masing-masing 50�� minyak kulit kayu manis dengan konsentrasi yang berbeda dan sumuran yang tersisa diisi 50�� etanol sebagai pelarut. Cawan petri dilapisi dengan menggunakan plastic wrab, kemudian

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37℃, dan diamati serta diukur zona hambat yang terbentuk. Konsentrasi dengan daya antibakteri

yang maksimal dipakai untuk pengujian daya antibakteri sediaan

topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Replikasi 3 kali.

3. Pembuatan krim antibau kaki minyak kulit kayu manis

Tabel II. Formula Standar Krim Menurut Penelitian Jantan et al.,(1998).

Bahan: Formula

Minyak atsiri daun Cinnamomum mollissimum 5,0 mL

Minyak atsiri daun Litsea elliptica 5,0 mL

Minyak atsiri daun Cymbopogon nardus 5,0 mL

Cetostearyl alcohol 4,0 g

Sodium Lauryl Sulfate 0,4 g

TEA 5 mL

asam stearat 10 gram

metil p-hidroksibenzoat 0,2 g


(44)

Tabel III. Formula Krim antibau kaki Modifikasi (dibuat dalam 100 gram)

Bahan:

Formula Basis Krim

Formula Krim Minyak kulit kayu manis

Minyak kulit kayu manis - 18,5 g

TEA 8,9 g 7,39 g

Cetostearyl alcohol 6,435 g 5,28 g

Sodium lauryl sulfate 0,6435 g 0,528 g

asam stearat 16,6 g 13,2 g

Metil paraben 0,319 g 0,264 g

Aquadest add 100 g add 100 g

Prosedur pembuatan krim antibau kaki:

Cetostearyl alkohol dilelehkan pada suhu 95 ℃ – 115 ℃ kemudian ditambahkan sodium lauryl sulfate, dan diaduk hingga homogen.

Menambahkan sedikit aquadest kemudian dipanaskan hingga suhu 120℃, diaduk hingga terlihat bening, kemudian didinginkan segera (Campuran I).

Campuran I dicampurkan dengan asam stearat yang sudah dilelehkan, TEA,

air panas dan minyak kemudian diaduk dengan mixer selama 5 menit

(Campuran II). Metil paraben ditambahkan kemudian dilanjutkan pengadukan


(45)

4. Pembuatan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis

Tabel IV. Formula Standar Gel Menurut Penelitian Yuliani (2005)

Bahan Formula

Etanol 96% 26,7 g

larutan Carbopol 3%b/v 34 g

propilenglikol 12,4 g

Aquadest 17.2 g

TEA 1,4 g

Minyak atsiri akar wangi 10,00 g

Tabel V. Formula Gel antibau kaki Modifikasi (dibuat dalam 100 g)

Bahan:

Formula Basis Gel

Formula Gel Minyak kulit kayu manis

minyak kayu manis - 18,5 g

etanol 96% 29,61 g 21,97 g

Carbopol 3% b/v 37,71 g 27,98 g

TEA 1,5 g 1,15 g

propilen glikol 13,75 g 15,07 g

Aquadest 19,07 g 20,89 g

Prosedur pembuatan gel antibau kaki:

Carbopol dikembangkan dalam air panas, kemudian diaduk. Minyak kulit

kayu manis dicampurkan ke dalam propilen glikol hingga rata, kemudian


(46)

air sampai volume yang dikehendaki, kemudian tambahkan TEA tetes demi

tetes sambil diaduk perlahan sampai terbentuk gel yang jernih.

5. Uji sifat fisik sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis a. Uji pH

Melakukan uji pH setelah pembuatan gel dan krim antibau kaki selesai

dengan menggunakan pH meter stick.

b. Uji organoleptik

Melakukan uji organoleptik (bau dan warna) terhadap gel maupun krim.

Kemudian lakukan pemeriksaan warna dan pemeriksaan bentuk terhadap

gel maupun krim antibau kaki.

c. Uji viskositas

Uji viskositas dilakukan dua kali yaitu setelah 48 jam pembuatan gel dan

krim antibau kaki setelah penyimpanan selama 2 minggu dan sebulan

menggunakan alat Viscometer Rion (RION-JAPAN) yang sesuai (seri

VT-04E). Salah satu formula dimasukkan ke dalam chamber yang

tersedia. Dipasangkan alat untuk mengukur viskotester kemudian diuji

viskositas. Mencatat viskositas formula tersebut. Pengukuran sebanyak 3

kali.

d. Uji daya sebar

Pengujian daya sebar gel dan krim antibau kaki dilakukan setelah 48 jam

dam 2 minggu pembuatan. Ditimbang 0,5 gram sediaan, diletakkan di

tengah kaca bundar berskala. Di atas massa gel maupun krim antibau


(47)

dibiarkan selama 1 menit. Diukur diameter penyebaran gel dan krim

antibau kaki. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali

6. Uji daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis

Pada media MHA double layer yang telah dipadatkan dibuat 6 lubang

sumuran dengan diameter 0,8 cm. Masing-masing diisi 100 mg krim antibau

kaki, 100 mg kontrol basis krim antibau kaki, 100 mg gel antibau kaki, dan

100 mg kontrol basis gel antibau kaki, sebagai pembanding yaitu minyak

kulit kayu manis, kontrol positif yaitu sediaan gel clyndamicyn 1,2% dan

kontrol negatif yaitu etanol 96 % sebagai pelarut. Cawan petri ditutup dengan

plastic wrab, kemudian diinkubasi 24 jam pada suhu 370C. Pada 24 jam

diamati zona hambat yang dihasilkan.

F. Analisis Data

Pada penelitian didapatkan data dari hasil uji sifat fisik sediaan topikal

antibau kaki meliputi viskositas dan daya sebar, data dari hasil uji daya antibakteri

sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Analisis statistik digunakan

untuk melihat signifikansi perbedaan dari data yang diperoleh. Uji Shapiro-Wilk

untuk mengetahui kenormalan data menggunakan program R 2.14.1 open source

kemudian untuk data parametrik menggunakan Two sample t-test dan non-

parametik menggunakan metode Wilcoxon sum rank test untuk mengukur


(48)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis

Verifikasi sifat fisik ini bertujuan untuk memastikan identitas dari

minyak kulit kayu manis yang digunakan. Verifikasi yang dilakukan dalam

penelitian ini meliputi indeks bias dan bobot jenis. Selain indeks bias dan bobot

jenis juga diuji organoleptis, didapat uji organoleptis minyak kulit kayu manis

yang diperoleh dari Eteris Nusantara yaitu berwarna kuning dan berbau khas kayu

manis.


(49)

Berikut adalah hasil verifikasi sifat fisik minyak kulit kayu manis:

Tabel VI. Verifikasi Sifat Fisik Minyak kulit kayu manis Eteris Nusantara

Sifat Fisik SNI 06-3734-2006 (BSN, 2006) Literatur (Ma’amun dan Suhirman, 2009) Certificate of Analysis (CoA) Verifikasi

Indeks Bias 1,559 - 1,595 1,580 1,578 1,562 ± 0,098

Bobot Jenis 1,008 - 1,030 1,030 1,013 , ± ,

Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa rentang bobot jenis dan

indeks bias minyak kulit kayu manis yang diperoleh berada dalam rentang teoretis

berdasarkan pada SNI 06-3734-2006 (Lampiran 15) dan Ma’amun dan Suhirman (2009). Dengan demikian, minyak essensial yang diperoleh dari Eteris Nusantara

sesuai dengan Certificate of Analysis (CoA) dan teoretis, sehingga dapat

disimpulkan merupakan minyak essensial yang berasal dari tanaman kayu manis

Cinnamomum burmanii Blume.

B. Uji Daya Antibakteri Minyak kulit kayu manis Terhadap Staphylococcus epidermidis

Bau kaki disebabkan karena pertumbuhan bakteri yang menggunakan

hasil sekresi dari apocrine (keringat apokrin berasal dari kelenjar apokrin yang

terdiri dari protein,asam amino,lipid,karbohidrat dan air), eccrine (keringat ekrin

dari kelenjar ekrin terdiri dari NaCl, asam asetat, asam propionat, asam kaproat,


(50)

(campuran dari lipid) (Ganesan et al., 2006). Menurut Kobayasi (1990),

menemukan Staphylococcus epidermidis, bakteri normal yang tinggal dikulit,

memainkan peran penting dalam bau kaki.

Minyak yang digunakan adalah minyak dari batang kayu manis

(Cinnamomum burmanii Blume). Minyak kulit kayu manis inilah yang akan

digunakan sebagai bahan aktif formulasi sediaan topikal antibau kaki. Minyak

kulit kayu manis menurut Gupta et al. (2008), memiliki zona hambat Cinammon

oil pada Staphylococcus epidermidis menggunakan media agar Mueller - Hilton

yaitu 15 mm.

Adanya perbedaan jenis minyak kulit kayu manis pada penelitian,

dimungkinkan dapat mempengaruhi daya antibakteri terhadap Staphylococcus

epidermidis. Peneliti perlu melakukan pengujian daya antibakteri konsentrasi

minyak kulit kayu manis (Cinnamomum burmanii) terhadap Staphylococcus

epidermidis yang akan digunakan sebagai bahan formulasi sediaan topikal antibau


(51)

Gambar 8. Uji difusi sumuran minyak kulit kayu manis

Keterangan :konsentrasi 10% minyak kulit kayu manis (A); konsentrasi 15% minyak kulit kayu manis (B); konsentrasi 20% minyak kulit kayu manis (C); konsentrasi 25% minyak kulit kayu manis (D); etanol 96% sebagai kontrol pelarut (E)

Dari hasil yang diperoleh, didapat Diameter Zona Hambat (DZH)

konsentrasi minyak kulit kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis

(Lampiran 4).

Tabel VII. Distribusi Data Diameter Zona Hambat Minyak kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis

Perlakuan EtOH 96% minyak 10% minyak 15% minyak 20% minyak 25% Shapiro-wilk (p value)

- 0,2006 0,5633 0,0001 0,0460

Keterangan: distribusi data normal (P>0,05); tidak normal (P<0,05)

E

D

C

B

B

A

A

D

C


(52)

Gambar 9. Diagram batang diameter zona hambat minyak kulit kayu manis

Dari hasil diatas, diketahui bahwa konsentrasi minyak 15% memiliki

rerata zona hambat yang tidak berbeda dengan konsentrasi 20% dan 25%. Hal

tersebut dibuktikan dengan uji Kruskal- wallis test yang menunjukkan p>0,05

(p=0,231) (Lampiran 4d). Apabila konsentrasi 15% dibandingkan dengan

konsentrasi yang lebih rendah, yaitu 10% memiliki perbedaan, hal ini ditunjukkan

dengan nilai p<0,05 (p = 0,053).

Menurut Greenwood dalam Pratama (2005), zona hambat dikatakan kuat

apabila >20 mm;sedang 16 – 20 mm; lemah 10 – 15 mm dan kurang efektif <10 mm. Minyak konsentrasi 10% berada dalam kategori lemah sedangkan

konsentrasi 15%, 20% dan 25% berada dalam konsentrasi sedang. Daya hambat

15,9 18 19,5 19,1

15 20

10% 15% 20% 25%

d iam e te r zo n a h am b at (m m )

konsentrasi minyak kulit batang kayu manis

Hubungan konsentrasi minyak kulit batang kayu

manis dengan diameter zona hambat (mm)

terhadap

Staphylococcus epidermidis ATCC 12228


(53)

konsentrasi 10% lebih kecil dari daya hambat konsentrasi 15%, selain itu apabila

konsentrasi 10% diformulasikan akan menghasilkan zona hambat yang lebih kecil.

Melalui pertimbangan ini, maka dipilihlah konsentrasi 15% untuk formulasi

sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis.

Minyak kulit kayu manis mengandung senyawa sinamaldehida, suatu

senyawa aromatis aldehida yang menghambat aktivitas dekarboksilasi asam

amino (Wendakoon and Sakaguchi, 1995). Batang kayu manis memiliki

kandungan sinamaldehida yang sangat banyak (50,5%),dimana sinamaldehida

merupakan agen antibakteri (Gupta et al, 2008). Kemampuan antibakteri dari

senyawa sinamaldehida adalah dengan merusak protein sel bakteri sehingga

mengacaukan membran sel atau membuat enzim-enzim tertentu menjadi tidak

aktif ( Inna et al, 2010).

Batang kayu manis memiliki kandungan sinamaldehida yang sangat

banyak (70,9 %), yang mengandung elektronegatif yang tinggi. Mekanisme

sinamaldehida sebagai antibakteri terjadi karena sinamaldehida memiliki gugus

α,β-unsaturated pada atom C dan gugus karbonil C=O, karena adanya gugus karbonil maka akan terjadi resonansi, sehingga bagian gugus β akan bermuatan positif (Fessenden & Fessenden, 1986; Gupta et al, 2008). Sinamaldehida yang

bermuatan positif akan mengikat dinding sel yang bermuatan negatif; hal itu akan

menyebabkan ketidakstabilan dinding sel dan mengganggu proses osmosis (Puig

et al., 2008). Bakteri akan menguptake sinamaldehid secara cepat. Pada

konsentrasi rendah, sinamaldehida akan mempengaruhi integritas sel. Ketika


(54)

membran sitoplasmik (inner membrane). Kerusakan pada membran

semipermeable sitoplasma diikuti dengan leakage hingga sel mati. Pada

konsentrasi tinggi, sinamaldehid anak menyebabkan sitoplasma beku atau kaku

( McDonnell et al., 1999).

C. Formulasi Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis

Sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah sediaan krim dan

hidrogel dimana formula acuan yang digunakan adalah formula krim M/A

repellant (Jantan et al, 1998) dan gel repellant (Yuliani, 2005). Pemilihan bentuk

sediaan krim dan gel ini dipengaruhi kelebihan krim dan gel itu sendiri. Gel

memiliki keuntungan kompatibel terhadap berbagai macam obat sedangkan

keuntungan krim M/A adalah mudah menyebar merata dan bekerja langsung pada

lokasi pemakaian. Selain itu, penggunaan bentuk sediaan topikal ini banyak di

pasaran karena kenyamanan dalam pengaplikasian.

Pada formulasi sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis,

dibuat juga basis sediaan topikal antibau kaki untuk masing-masing sediaan

topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Kontrol basis sediaan topikal

antibau kaki berperan sebagai pembanding kemampuan daya antibakteri dari

sediaan topikal minyak kulit kayu manis terhadap bakteri Staphylococcus

epidermidis atau dapat dikatakan sebagai faktor koreksi pengamatan daya

antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Adanya faktor

koreksi dari basis sediaan tersebut maka dapat diketahui diameter zona hambat

antibakteri yang dihasilkan hanya berasal dari bahan aktif saja yaitu minyak kulit


(55)

Pada formulasi sediaan krim antibau kaki dalam penelitian ini digunakan

emulsifying agent yang terdiri dari cetostearyl alcohol dan sodium lauril sulfat

yang termasuk emulsifying nonionik. Emulsifying yang termasuk golongan

nonionik menstabilkan sistem emulsi dengan menghasilkan lapisan film yang

dapat menurunkan tegangan antar muka kedua fase. Syarat emulsifying agent

adalah molekul – molekulnya memiliki afinitas terhadap cairan. Daya afinitasnya yang parsial atau tidak sama terhadap kedua cairan menyebabkan salah satu ujung

emulgator larut dalam cairan yang satu, sedangkan ujung yang lain membentuk

lapis tipis di sekeliling atau diatas permukaan cairan yang lain. Minyak kulit kayu

manis sebagai fase minyak berada disekeliling fase air dengan bantuan

emulsifying agent.

Minyak kulit kayu manis sebagai bahan aktif berada dalam sistem matrix

gel. Penambahan carbopol 3% b/v sebagai gelling agent pada sistem gel akan

membatasi pergerakan minyak kulit kayu manis sehingga dapat mempengaruhi

pelepasan bahan aktif. Gel yang dibuat temasuk dalam klasifikasi hidrogel.

Menurut Zatz dan Kushla (1996), hidrogel adalah sediaan semisolid yang

mengandung material polimer yang mempunyai kemampuan untuk mengembang

dalam air tanpa larut dan bisa menyimpan air dalam strukturnya. Carbopol larut

sangat baik dalam air dan alkohol. Etanol 96% akan membantu melarutkan

minyak kulit kayu manis sehingga dapat terlarut dalam air. Etanol bersifar semi

polar dimana memiliki sifat gugus hidroksil yang polar dan sifat gugus karbon

yang non polar (Rowe et al.,2009). Gugus karbon akan berikatan dengan minyak


(56)

polar akan terikat. Ketika campuran etanol dan minyak kulit kayu manis

tercampur dengan air yang bersifat polar maka senyawa polar dalam minyak atsiri

akan berikatan dengan air yang akan masuk ke dalam sistem matrix gel.

Carbopol mempunyai struktur senyawa kimia dimana setiap ujung-ujung

pada rantai mempunyai gugus RCOOH yang bersifat asam (Rowe et al.,2009).

Penambahan basa penetral TEA yang akan mengionisasi carbopol dan

menyebabkan obat yang terlarut dalam air dapat masuk dan terjebak dalam

struktur namun dapat melepas kembali dengan mudah. Pemilihan sediaan hidrogel

ini adalah kompatibilitasnya yang relatif baik dengan jaringan biologis karena

tidak meninggalkan rasa berminyak serta tidak lengket saat pengaplikasian tetapi

kering membentuk suatu lapisan tipis yang dapat dicuci dengan air.

D. Uji Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis

Sifat fisik merupakan salah satu bagian evaluasi formulasi dimana

meliputi uji pH, uji viskositas dan daya sebar. Penetapan pH sediaan topikal

antibau kaki minyak kulit kayu manis juga penting untuk diperhatikan agar tidak

mengiritasi kulit, sehingga pH sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu

manis dibuat pada rentang pH kulit yaitu 4,5 – 6,5. Dari hasil pengukuran pH sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis (Lampiran 7), diketahui

bahwa sediaan topikal gel antibau kaki minyak kulit kayu manis (pH 6) berada

dalam rentang pH kulit, sehingga dapat meminimalkan resiko iritatif pada kulit.

Namun, pH sediaan topikal krim M/A antibau kaki berada pada pH 7 yang


(57)

tidak akan menimbulkan iritasi kulit sehingga dapat dikatakan pH 7 masih dapat

diterima oleh kulit.

Pengukuran daya sebar dan viskositas dari sediaan topikal pada

penelitian dilakukan setelah 72 jam dan 2 minggu pembuatan sediaan. Dilakukan

pengamatan 72 jam bertujuan memberi waktu bagi sediaan topikal dalam

membentuk sistemnya dengan sempurna, dan diasumsikan pada waktu itu, energi

geser yang ada akibat pencampuran telah hilang. Sedangkan pengamatan 2

minggu dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan sifat fisik yang

terjadi selama penyimpanan tersebut. Penambahan uji viskositas setelah

penyimpanan lebih dari 1 bulan untuk melihat kestabilan sediaan topikal dengan

melihat pergeseran viskositas.

Viskositas merupakan suatu tahanan dari sediaan untuk mengalir.

Semakin besar viskositas, maka semakin besar pula tahanannya untuk mengalir

(semakin kental) (Martin et al, 1993). Viskositas dapat mempengaruhi

pengaplikasian sediaan pada kulit, pelepasan zat aktif, dan pengeluaran sediaan

dari wadah. Bila sediaan krim M/A terlalu kental akan menyebabkan kesulitan

saat pengaplikasian pada kulit secara merata dan pergerakan droplet-droplet

semakin kecil sehingga fase minyak (minyak kulit kayu manis) akan tertahan dan

sulit dilepaskan. Begitu pula dengan sediaan gel, minyak yang terjebak dalam

matrik akan sulit dilepaskan karena terlalu rapatnya ikatan matrix gel. Namun,

apabila terlalu encer pengaplikasian pada kulit juga akan sulit dilakukan, karena


(58)

Daya sebar merupakan salah satu karakteristik penting dalam formulasi

dan bertanggung jawab terhadap kemudahan pengaplikasian pada kulit serta

penerimaan konsumen terhadap sediaan. Pengujian daya sebar dilakukan

berdasarkan rerata diameter terpanjang dari beberapa sisi. Daya sebar

berhubungan dengan viskositas dalam menjamin kemudahan pengaplikasian dan

pemerataan sediaan saat pengaplikasian pada kulit sehingga senyawa aktif yang

terkandung dalam sediaan topikal dapat terpenetrasi dengan baik. Hasil

pengukuran uji sifat fisik sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis

adalah sebagai berikut (Lampiran 9):

Tabel VIII. Rerata pengukuran sifat fisik sediaan topikal antibau kaki

Jenis Sediaan Viskositas (dPa.s) Daya Sebar (cm)

Krim Antibau Kaki

3 hari 226,67 ± 25,17 4,97 ± 0,28

14 hari 216,67 ± 28,87 4,05 ± 0,41

> 1 bulan 213,33±23,09 Gel Antibau Kaki

3 hari 150,0 ± 0,0 4,72 ± 0,33

14 hari 143,33 ± 5,77 4,33 ± 0,30

> 1 bulan 96,67 ± 5,77

Dari data di atas, viskositas sediaan topikal antibau kaki minyak kulit

kayu manis relatif tinggi. Pemilihan rentang viskositas ini mempertimbangkan

untuk kemudahan dan kenyamanan pengaplikasian sediaan ke tempat aplikasi,


(59)

pada krim M/A dan pada gel secara berturut – turut yaitu sebesar 4,4118% dan 4,445 %. Pada pergeseran viskositas selama penyimpanan lebih dari 1 bulan pada

krim M/A dan gel berturut – turut yaitu 5,883 % dan 53,333 %. Pada sediaan krim M/A baik pada penyimpanan 2 minggu maupun lebih dari 1 bulan masih stabil

sedangkan pada sediaan gel penyimpanan 2 minggu masih stabil namun pada

penyimpanan lebih dari 1 bulan tidak stabil. Sediaan topikal dianggap

stabilitasnya masih baik jika pergeseran viskositasnya <15% (Zatz dan Kushla,

1996).

Selama penyimpanan lebih dari sebulan sediaan topikal antibau kaki krim

minyak kulit kayu manis masih stabil dilihat dari pergeseran viskositasnya

sedangkan gel minyak kulit kayu manis menunjukkan adanya ketidakstabilan

dimana dibuktikan dengan pergeseran viskositas pada penyimpanan lebih dari 1

bulan yang sangat besar dan adanya sedikit minyak kulit kayu manis yang keluar


(60)

Berikut adalah hasil sediaan topikal antibau kaki krim M/A (Lampiran 5)

dan sediaan topikal antibau kaki gel (Lampiran 6)

Setelah Pembuatan Setelah Penyimpanan >1 bulan

Gambar 10.Sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis. Krim antibau kaki minyak kulit kayu manis (A) dan Gel antibau kaki minyak kulit

kayu manis (B).

Pengolahan data secara statistik untuk mengetahui apakah terdapat

perbedaan viskositas maupun daya sebar dari jenis sediaan topikal antibau kaki

minyak kulit kayu manis. Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan,

didapatkan penyebaran distribusi data sifat fisik yaitu daya sebar memiliki

A

B

Minyak kulit kayu manis keluar


(61)

distribusi normal sedangkan viskositas memiliki data tidak normal. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai p<0,05 yang diperoleh (Lampiran 10)

Tabel IX. Hasil Perhitungan Distribusi Data Sifat Fisik Sediaan Topikal Antibau Kaki (Shapiro-Wilk test) berdasarkan nilai P

Jenis Sediaan

Viskositas Daya Sebar

3 hari 14 hari > 1 bulan 3 hari 14 hari

Krim antibau kaki 0,78 6,30.10-8 6,30.10-8 0,51 0,64

Gel antibau kaki NA 1,03.10-7 4,44.10-8 0,14 0,46

Keterangan: distribusi data normal (P>0,05); tidak normal (P<0,05)

Dari hasil perhitungan statistik diketahui bahwa, untuk viskositas

distribusi tidak normal pada sediaan topikal antibau kaki, yang ditunjukkan dari

nilai p<0,05 pada hari ke-3 gel antibau kaki, penyimpanan ke-14 dan lebih dari 1

bulan sedangkan distribusi normal ditunjukkan pada hari ke-3 krim antibau kaki.

Daya sebar sediaan baik krim antibau kaki maupun gel antibau kaki menunjukkan

distribusi data yang normal (P>0,05).

Tabel X. Data Distribusi Sifat Fisik berdasarkan nilai P Viskositas (Wilcoxon sum rank test)

Daya Sebar (Welch Two Sample t-test)

3 hari 14 hari >1bulan 3 hari 14 hari

Krim antibau kaki : gel antibau kaki

0,0369 0,0431 0,0431 0,3799 0,4063


(62)

Dengan demikian, melalui nilai P (tabel X) pengujian sifat fisik sediaan

topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis dapat diketahui bahwa viskositas

(hari ke-3, ke-14 dan >1 bulan) krim antibau kaki minyak kulit kayu manis ada

perbedaan dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis (P<0,05) selama

penyimpanan. Secara statistik, daya sebar kedua sediaan menunjukkan tidak

adanya perbedaan (P>0,05).

E. Uji Daya Antibakteri Sediaan Topikal Antibau Kaki Minyak kulit kayu manis dengan Metode Difusi Sumuran

Pengujian daya antibakteri sediaan topikal antibakteri minyak kulit kayu

manis terhadap Staphylococcus epidemidis bertujuan mengetahui kemampuan

sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis dalam menghambat atau

membunuh Staphylococcus epidermidis, yang merupakan salah satu bakteri

pendukung timbulnya bau kaki, dibandingkan dengan kontrol basis sediaan

topikal antibau kaki.

Minyak kulit kayu manis yang tidak diformulasikan ke dalam bentuk

sediaan topikal antibau kaki dapat langsung berdifusi dan berinteraksi langsung

dengan bakteri uji yang akan menghambat atau membunuh Staphylococcus

epidermidis. Minyak kulit kayu manis yang diformulasikan ke dalam bentuk

sediaan topikal kecepatan difusinya akan lebih lambat. Hal ini disebabkan adanya

afinitas dari bahan aktif dengan basis sediaan topikal yang mempengaruhi

pelepasan bahan aktif sehingga bahan aktif berinteraksi dengan bakteri uji, bahan


(63)

Pengujian daya antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit

kayu manis menggunakan metode sumuran karena metode ini lebih efektif untuk

menguji sampel yang berbentuk semisolid daripada menggunakan paper disc

yang akan menyebabkan difusi tidak sempurna.

Gambar 11. Uji daya

antibakteri sediaan topikal

antibau kaki minyak kulit kayu

manis terhadap Staphylococcus

epidermidis

Keterangan Gambar:

Gel Clyndamicyn phospate 1,2% (Clyn), Basis Gel (BG), minyak kulit kayu manis konsentrasi 15% (15%), etanol 96%(etOH 96%), Gel minyak kulit kayu manis (Gel), Krim M/A minyak kulit kayu manis (Krim),dan basis krim (BK).

Pada pengujian daya hambat sediaan topikal antibau kaki minyak kulit

kayu manis terdapat 7 lubang sumuran pada tiap petri untuk meminimalkan

perbedaan kondisi tiap perlakuan per replikasi. Ketujuh sumuran itu diisi dengan

(1) gel clyndamicyn 1,2% sebagai sediaan pembanding yang beredar di pasaran;

(2) etanol 96%; (3) minyak kulit kayu manis 15%; (4) kontrol basis krim antibau

kaki; (5) krim antibau kaki minyak kulit kayu manis; (6) kontrol basis gel antibau

kaki; dan (7) gel antibau kaki minyak kulit kayu manis.

Agen antibakteri merupakan agen yang memiliki kemampuan dalam

menghambat maupun membunuh bakteri dibandingkan kontrol negatifnya. Pada

penelitian ini, sediaan topikal antibau kaki mengandung agen antibakteri yaitu


(64)

potensi dibandingkan dengan kontrol negatifnya yaitu masing-masing basis

sediaan topikal (kontrol basis krim dengan krim antibau kaki minyak kulit kayu

manis dan kontrol basis gel dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis).

Minyak kulit kayu manis 15% yang tidak diformulasikan untuk melihat perbedaan

efektivitas agen antibakteri ketika diformulasikan dengan yang tidak

diformulasikan, dan potensi antibakterinya dibandingkan dengan etanol 96%

sebagai kontrol pelarut.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan pada 24 jam yang merupakan

fase bakteri berada pada log phase, dimana pada fase ini bakteri sedang aktif

membelah. Pengamatan pada 24 jam ini juga merupakan waktu yang paling

efektif dalam pengamatan daya hambat karena bakteri sudah optimal dalam

pembelahan.

Berikut merupakan hasil uji daya antibakteri sediaan topikal terhadap

Staphylococcus epidermidis (Lampiran 11):

Tabel XI. Hasil pengukuran diameter zona hambat (DZH) sediaan topikal terhadap Staphylococcus epidermidis

perlakuan ±��

minyak 15% 28,83 mm ± 0,76

Gel clyndamicin 1,2 % 29,0 mm ± 0,87

krim antibau kaki 16,33 mm ± 0,29

gel antibau kaki 25,50 mm ± 0,87

Dari hasil pengukuran DZH terhadap Staphylococcus epidermidis


(65)

pengamatan 24 jam masing-masing tidak terdistribusi normal, yang ditunjukkan

dengan nilai p<0,05

Tabel XII. Hasil perhitungan statistik distribusi zona hambat antibakteri sediaan topikal antibau kaki minyak kulit kayu manis (24 jam)

Sediaan Shapiro Wilk (p-value)

Krim antibau kaki 1,13.10-7

Gel antibau kaki 1,04.10-7

Gel clyndamicin 1,2 % 1,30.10-7

Keterangan: distribusi data normal (P>0,05); tidak normal (P<0,05)

Maka untuk menganalisis perbedaan zona hambat sediaan topikal antibau

kaki minyak kulit kayu manis, krim antibau kaki dengan gel antibau kaki

digunakan statistik non-parametrik, yaitu menggunakan uji Wilcoxon rank sum

test. Hasil yang diperoleh diketahui bahwa daya hambat sediaan topikal antibau

kaki minyak kulit kayu manis, krim dengan gel terdapat perbedaan yang

bermakna yang ditunjukkan dengan nilai p=0,04 (p<0,05) (Lampiran 12). Sediaan

gel antibau kaki maupun krim antibau kaki minyak kulit kayu manis kemudian

dibandingkan dengan sediaan yang sudah ada dipasaran yaitu gel Clyndamicyn

phosphate 1,2%. Hasil yang diperoleh dari perbandingan daya antibakteri gel

Clyndamicyn phosphate 1,2% dengan krim antibau kaki minyak kulit kayu manis

adalah adanya perbedaan dari gel Clyndamicyn dengan krim antibau kaki minyak

kulit kayu manis dilihat dari nilai p=0,04 (P<0,05) sedangkan tidak adanya

perbedaan dari gel Clyndamicyn dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis


(66)

Efektivitas minyak kulit kayu manis dalam basis gel maupun krim secara

statistik berbeda p=0,04 (p<0,05). Hal ini ditunjukkan dengan besarnya rerata

diameter daya hambat gel antibau kaki minyak kulit kayu manis (25,50 mm ±

0,87) dibandingkan dengan krim antibau kaki minyak kulit kayu manis (16,33 mm

± 0,29).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelepasan bahan aktif yaitu

faktor fisika kimia sediaan dan faktor biologis dari bakteri. Faktor fisika kimia

meliputi lama difusi, viskositas dan kelarutan bahan aktif terhadap basis sediaan.

Dari hasil yang diperoleh lama difusi bahan aktif dikontrol melalui pengamatan

setelah 24 jam perlakuan. Faktor biologis dari bakteri meliputi aktivitas dan

pertumbuhan bakteri. Dalam penelitian juga telah mengontrol pertumbuhan

bakteri dengan adanya kontrol pertumbuhan bakteri dan pertumbuhan bakteri

dalam cawan petri merata.

Faktor yang diprediksi sebagai penyebab adanya perbedaan adalah

viskositas dan mengenai kelarutan bahan aktif terhadap basis sediaan topikal

antibau kaki. Viskositas gel antibau kaki berbeda dengan viskositaas krim M/A

dimana dari hasil didapatkan viskositas krim lebih besar dari viskositas gel.

Berdasarkan hukum fick yang menyatakan bahwa zat aktif diabsorbsi di

kulit secara difusi pasif. Kecepatan difusi berbanding terbalik dengan

viskositas (Aulton, 2003). Semakin besar viskositas maka kecepatan difusi

minyak kayu manis yang keluar dari basis akan berkurang.

Pada gel antibau kaki minyak kulit kayu manis memiliki hidrofilisitas


(67)

carbopol 3%b/v (gelling agent) yang bersifat hidrofil dibanding basis krim yang

menggunakan Emulsifying wax (terdiri dari Cetostearyl alcohol dan Sodium

Lauryl Sulfate) sebagai pembentuk sistem emulsi. Sifat dari basis gel yang

cenderung hidrofil menyebabkan lebih cepat berdifusi ke media Agar yang juga

bersifat hidrofilik. Pada krim tipe M/A emulsifying wax yang dipakai bersifat

hidrofilik dan hidrofobik, sehingga komponen minyak akan teremulsi dalam air.

Krim M/A akan berdifusi ke media Agar yang bersifat hidrofil. Sifat minyak

atsiri yang non polar dan air yang polar menyebabkan afinitas minyak dan air

kecil, sehingga partisi minyak kayu manis akan keluar dari basis. Semakin

cepat difusi bahan aktif maka semakin banyak jumlah agen antibakteri yang


(68)

49 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Efektivitas minyak kulit kayu manis dalam basis gel dan krim secara

statistik ada perbedaan p=0,043 (p<0,05) dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Staphylococcus epidermidis

B. Saran

1. Perlu dilakukan uji penetrasi zat aktif terhadap kulit sediaan topikal

antibakteri minyak kayu manis dengan uji in vivo.

2. Perlu dilakukan evaluasi formulasi gel terkait dengan stabilitas fisik gel

dalam penyimpanan (kebutuhan penggunaan surfaktan).

3. Jika sediaan akan dikembangkan sebagai sediaan antibakteri secara topikal

proses pembuatan perlu dikendalikan dalam kondisi aseptis dan produk


(69)

50

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical Compounding, 2nd Ed, American Pharmaceutical Association,USA, p.301.

Allen, L.,Popovich, N., Ansel, H., 2005, Ansel’s pharmaceutical Dosage Froms

and Drug Delivery System, 8th ed, Lippincott Williams & Wilkins, USA, pp.301-324.

Ara, K., M. Harna, S. Akiba, K. Koike dan K. Okisaka et al., 2006, Foot odor due to microbial metabolism and its control,Can. J. Microbiol., 52: pp. 357 – 364.

Aulton, M. E., 2003, Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design, Second Edition, ELBS Fonded by British Government, 408.

Badan Standarisasi Nasional, 2006, Minyak Kulit Kayu Manis, SNI-06-3734-

2006,http://pustan.bpkimi.kemenperin.go.id/files/SNI%2006-3734-2006%5B1%5D.pdf, diakses tanggal 10 Juni 2013.

Barbaro, S. E., dan Symond, J.A., 2006, The Efficacy of a Novel Quartenary Ammonium Foot Spray (NQAFS) Against Foot Odor Causing Microorganisms, Rivier College Online Academic Journal, Vol.2 No.1, Spring, p.1.

Barry, B.W., 1983, Dermatological Formulation, , Mercel Dekker, Inc., New York, pp. 300-304.

Buchmann, 2001, Main Cosmetic Vehicles, in Barel, A. O., Paye, M., and Maibach, H., I., Handbook of Cosmetic Science and Technology, 145-167, Marcel Dekker, Inc., New York

Caroprese, A., S. Gabbanini, C. Beltramini, E. Lucchi dan L. Valglimigli, 2009, HS-SPME-GC-MS analysis of body odor to test the efficacy of foot deodorant formulation,Skin Res. Technol., 15: pp.503 – 510.

Dalimartha,S., 1999, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I, Niaga Swadaya, Jakarta, pp.18 – 20.

Fessenden, J.R., dan Fessenden, J.S., 1986, Kimia Organik edisi III jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta, p.62.

Freeman, S., 2012, Disorders of Sweating Caused by The Apocrine Glands Bromhihrosis Apocrine Glands,


(1)

(2)

(3)

(4)

BIOGRAFI PENULIS

Agustina Prita Pangudyaswara, dilahirkan pada tanggal 20 Agustus 1991 di Magelang. Putri dari pasangan Albertus Supriyana dan Maria Sri Ta’ati, dan memiliki dua saudara kandung bernama Andreas Pristy Daniswara dan Antonius Prima Kiswara. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Putra 4 Magelang pada tahun 1996 sampai dengan tahun 1997, SD Katolik Santa Maria Magelang pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2003, SMP Tarakanita Magelang pada tahun 2003 sampai dengan 2006, SMA Negeri 2 Magelang 2006 sampai tahun 2009, dan kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti kepanitiaan inisiasi Fakultas Farmasi yaitu TITRASI (Tiga Hari Temu Akrab Farmasi) tahun 2010 sebagai sekretaris II, asisten dosen Praktikum Botani Dasar tahun 2010/2011 dan mengikuti 2 Program Kreativitas Mahasiswa 2012 yang dinyatakan lolos seleksi dan didanai Hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) di bidang pengabdian masyarakat.


(5)

xviii

INTISARI

Minyak kulit kayu manis (Indonesian Cinnamon Bark oil) memiliki daya antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis yang merupakan salah satu bakteri penyebab bau kaki. Sediaan krim dan gel dapat digunakan sebagai sediaan topikal minyak kulit kayu manis, meskipun diprediksi adanya eksipien dapat mempengaruhi pelepasan minyak kulit kayu manis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan daya antibakteri krim antibau kaki minyak kulit kayu manis dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis terhadap Staphylococcus epidermidis.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dan rancangan penelitian postest only control design, dan data dianalisis secara statistik menggunakan program R.2.14.1 open source. Uji Shapiro-Wilk untuk mengukur distribusi kemudian untuk data parametrik menggunakan Two sample t-test dan non- parametik menggunakan metode Wilcoxon sum rank test untuk mengukur distribusi tak normal dengan taraf kepercayaan 95% (p<0,05).

Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diketahui daya antibakteri krim antibau kaki minyak kulit kayu manis berbeda dengan gel antibau kaki minyak kulit kayu manis. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam tingkat pelepasan zat aktif obat.

Kata Kunci: minyak kulit kayu manis, antibau kaki, krim, gel, Staphylococcus epidermidis


(6)

xix ABSTRACT

Indonesian Cinnamon Bark oil provides an antibacterial activity against Staphylococcus epidermidis, which is one of many bacterias contributing to foot odor. Cream and gel can be the dossage form to formulate the cinnamon oil anti-foot-odor topical preparations, therefore excipient influence cinnamon oil release. Study aimed to compare the potential of antibacterial provided by anti-foot-odor of cinnamon oil cream and gel was conducted.

This research was true experimental and postest only control design, data were analysed statistically by using R.2.14.1 open source program. Normality data test by using Shapiro-Wilk test then Two sample t-test used for parametric datas and for non- parametic used Wilcoxon sum rank test.

The significant differences in effectivity of the dossage form were tested by using non parametric statistical analysis (Wilcoxon sum rank) on the 95% level of confidence.

From the results, it was concluded that the antibacterial potentials of anti-foot-odor of cinnamon oil cream and gel were different. It might be due to the difference of release rate.

Keyword: cinnamon bark oil, anti foot odor, cream, gel, Staphylococcus epidermidis


Dokumen yang terkait

Perbandingan aktivitas dan mekanisme penghambatan antibakteri ekstrak air dengan ekstrak etil asetat gambir (uncario gambir roxb) terhadap bakteri staphylococcus epiderwidis, streptococcus mutans dan streptococeus pyogenes

4 30 100

Analisis komponen kimia fraksi minyak atsiri daun sirih (piper batle Linn.) dan daun uji aktivitas antibakteri terhadap beberapa jenis bakteri gram negatif

1 5 33

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol 96% kulit batang kayu Jawa (lannea coromandelica) terhadap bakteri staphylococcus aureus, escherichia coli, helicobacter pylori, pseudomonas aeruginosa.

32 209 72

Uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol ganggang merah Gracilaria verrucosa terhadap beberapa bakteri patogen gram positif dan gram negatif

4 16 75

Uji aktivitas antibakteri senyawa-senyawa hasil modifikasi struktur etil p-metoksisinamat melalui reaksi esterifikasi terhadap bakteri gram negatif dan gram positif

2 30 71

Uji aktivitas antibiofilm in vitro minyak atsiri herba kemangi terhadap bakteri escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus

6 16 110

Uji aktivitas antibakteri senyawa-senyawa hasil modifikasi struktur etil p-metoksisinamat melalui reaksi esterifikasi terhadap bakteri gram negatif dan gram positif

2 10 71

Uji aktivitas antibakteri ekstrak kubis (brassica oleracea l.var. capitata l.) terhadap bakteri Escherichia Coli

0 5 0

Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun garcinia benthami pierre terhadap beberapa bakteri patogen dengan metode bioautografi

1 10 92

58 Isolasi dan uji aktivitas antibakteri isolat bakteri endofit dari daun cendana (Santalum album linn.)

0 0 6