ANALISIS KEMAMPUAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN ANGGARAN 2000 2009

(1)

commit to user i

ANALISIS KEMAMPUAN KEMANDIRIAN KEUANGAN

DAERAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN ANGGARAN

2000-2009

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh :

Ratna Sholikhah F0107078

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user ii


(3)

commit to user iii


(4)

commit to user iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul : “Analisis Kemampuan Kemandirian Keuangan Daerah Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009” yang diajukan guna memperoleh gelar sarjana, di Fakultas Ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dorongan dan bantuan baik materiil maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.

2. Ibu Izza Mafruhah, S.E., M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ekonomi Pembangunan.

3. Bapak Sumardi, SE selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh kesabaran membantu, membimbing, dan meluangkan waktu bagi penulis dalam proses penulisan skripsi.

4. Bapak Drs.Sutanto, Msi selaku Dosen Pembimbing Akademik

5. Keluarga saya tercinta; Bapak, Ibu, Mas Vai, Mas Budi, Mas Ridwan, yang senantiasa memberikan dorongan, kasih sayang, kesabaran dan doa hingga terselesaikannya skripsi ini.


(5)

commit to user v

6. Seseorang yang spesial di hidupku, Taufik Mufti, ST yang senantiasa setia menemani dan mendengarkan keluh kesah serta memberikan perhatian, semangat dan cinta.

7. Teman-teman Fakultas Ekonomi 2007 Yeyen, Diana, Oppie, Desta, Anind, Fina, Rendi, Ari, Titut, Ebby, Johan, Jamus, dan teman-teman lainnya yang tidak sempat disebutkan.

8. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, dimana dalam kesempatan ini tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan tersebut. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi diri penulis dan pembaca semua.

Surakarta, Marret 2011


(6)

commit to user vi ABSTRAKSI

Analisis Kemampuan Kemandirian Keuangan Daerah Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran

2005-2009 Ratna Sholikhah

F0107078

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan dan kemandirian keuangan daerah serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wonogiri tahun 2000-2009. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Wonogiri. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan APBD dan PDRB per kapita di Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000-2009.

Metode analisis data pada penelitian ini ada 2 macam, yang pertama adalah rasio kemampuan keuangan daerah dan rasio kemandirian daerah. Yang kedua, untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan alat analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : rasio kemampuan keuangan daerah memiliki rata-rata 6,68 % yang tergolong rendah, sedangkan kemandirian keuangan daerah ditunjukkan dengan angka rasio rata-ratanya adalah 7,84% masih berada diantara 0% - 25% tergolong mempunyai pola hubungan instruktif. Kemampuan Keuangan Daerah berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi (growth), artinya semakin tinggi tingkat kemampuan keuangan daearah tidak akan mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi. Kemandirian Daerah berpengaruh positif dan signifikan, artinya semakin tinggi rasio kemandirian daerahnya maka akan menambah tingkat pertumbuhan ekonomi

Ini berarti bahwa tingkat kemampuan keuangan Kabupaten Wonogiri masih rendah dalam melaksanakan otonominya yang berarti kemampuan Pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan Sosial masyarakat masih relatif rendah meskipun dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan.


(7)

commit to user vii

ABSTRACTION

Analysis of Regional Financial Independence And Its Influence On Economic Growth Fiscal Year 2005-2009 In Wonogiri

Ratna Sholikhah F0107078

The purpose of this study was to determine the level of development of local financial ability and independence as well as effects on economic growth in Wonogiri year 2000-2009. This research takes place in Wonogiri. While the data used in this research is financial data and GDP per capita budget in fiscal year 2000-2009 Wonogiri.

Methods of data analysis in this study there are 2 kinds, the first is the ratio of local financial ability and the ratio of local independence. Secondly, to investigate the influence of independent variables on the dependent variable used multiple linear regression analysis tool. According to analysis results have been obtained as follows: the ratio of local financial ability to have an average of 6.68% which is low, while the financial independence of regions indicated by the ratio of the average rate was 7.84% still be between 0% - 25 % classified as having pattern instructive relationship. Regional Financial capability but not significant negative effect on economic growth (growth), meaning that the higherlevel of financial capability daearah will not reduce the rate of economic growth . Local Self-Reliance has positive and significant, meaning the higher ratio of local self-reliance it will increase the level of economic growth.

This means that the level of financial capability is still low Wonogiri meaningful autonomy in implementing the Government's ability Wonogiri in meeting funding requirements to perform the duties of Government, Development and Social Services community is still relatively low although from year to year has increased and decreased.


(8)

commit to user viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

ABSTRAKSI... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori... 9

1. Otonomi Daerah... 9

2. Tinjauan Keuangan Daerah... 10

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah... 10

b. Pengelolaan Penerimaan Daerah... 12

c. Pengelolaan Pengeluaran Daerah... 18


(9)

commit to user ix

d. Kemandirian Keuangan Daerah... 22

3. Pertumbuhan Ekonomi... 24

B. Penelitian Terdahulu... 25

C. Kerangka Pemikiran. ... 30

D. Hipotesis... 31

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Definisi Opersional Variabel Penelitian... 32

B. Jenis dan Sumber Data... 32

C. Metode Pengumpulan Data... 33

D. Metode Analisis Data... 33

1. Rasio Kemampuan Keuangan Daerah... 33

2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah... 34

3. Regresi Linier Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS) ... 35

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 44

A. Gambaran Umum Indonesia... 44

1. Keadaan Geografis... 44

2. Luas Wilayah... 45

3. Penduduk dan Tenaga Kerja... 47

4. Kondisi Perekonomian...,,,,,,,,,,,,.... 49

B. Hasil Analisis dan Pembahasan... 56

1. Analisis Rasio Kemampuan Keuangan Daerah... 56


(10)

commit to user x

2. Analisis Hubungan Kemampuan Keuangan Daerah Dan

Kemandirian Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi... 61

a. Uji Statistik... 62

b. Uji Asumsi Klasik... 69

c. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi... 72

BAB V PENUTUP... 73

A. Kesimpulan... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA... 75


(11)

commit to user xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pola Hubungan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah... 22

Tabel 2.2 Pola Hubungan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah ... 24

Tabel 4.1 Pertumbuhan Alamiah Penduduk dan Prosentasenya Kabupaten Wonogiri Diperinci per Kecamatan Tahun 2009 ... 48

Tabel 4.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun 2005-2009... 52

Tabel 4.3 Struktur Ekonomi Kab. Wonogiri Tahun 2004-2008 Atas Dasar Harga Berlaku (Dalam Persen... 53

Tabel 4.4 Pertumbuhan APBD Kabupaten Wonogiri (Dalam Juta Rupiah) ... 54

Tabel 4.5 PDRB Atas Harga Berlaku, PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009 (Dalam Juta Rupiah)………... 56

Tabel 4.6 Perhitungan Rasio Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009 ... 57

Tabel 4.7 Perhitungan Rasio Kemandirian Daerah Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009 (Dalam Juta Rupiah) ... 59

Tabel 4.8 Hasil Uji Ordinary Least Square... 61

Tabel 4.9 Hasil Uji T F(KKD) ... 62

Tabel 4.10 Hasil Uji T F(KMD)... 66

Tabel 4.11 Hasil Uji Pendekatan Koutsoyiannis.... 69

Tabel 4.12 Hasil Uji LM ARCH....70


(12)

commit to user xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran ………... 30 Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t ...………... 38 Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F ...………... 39 Gambar 4.1 Uji t Untuk Variabel Kemampuan Keuangan Daerah

(KKD) …...………….…...………….…...…………. 65 Gambar 4.2 Uji t Untuk Variabel Kemandirian Daerah (KMD) …....….. 66 Gambar 4.3 Uji F………..……….... 67


(13)

commit to user xiii


(14)

commit to user xiv BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahan politik nasional yang sejalan dengan pergantian penguasa telah memicu perubahan-perubahan penting disuatu pemerintahan, termasuk pemerintah daerah. Perubahan yang dimaksud tertuang dalam kebijakan otonomi daerah, khususnya dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Otonomi daerah menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralisasi mengarah kepada sistem pemerintahan yang desentralisasi, yaitu dengan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mewujudkan daerah otonom yang luas dan bertanggung jawab, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sesuai kondisi dan potensi wilayahnya. Dengan adanya perubahan tersebut diharapkan kesejahteraan umum dapat terwujud.

Oleh karena itu dalam rangka mensejahterakan rakyat di daerahnya, pemerintah daerah mengadakan pembangunan melalui sarana maupun prasarananya. Pemberian otonomi kepada daerah pada dasarnya bertujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah, terutama dalam pelaksanakan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan bangsa (Halim, 2001).

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi yang seluas-luasnya bagi pemerintah kabupaten merupakan peluang dan sekaligus


(15)

commit to user xv

tantangan. Peluang disini bagi pemerintahan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang memadai untuk mengelola sendiri potensi tersebut, sedangkan bagi pemerintah daerah yang mempunyai sumber daya alam yang kurang memadai justru merupakan tantangan. Masalah yang sering muncul dalam melaksanakan otonomi daerah adalah prospek kemampuan pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai penyelenggara pembangunan, penyelenggara pemerintah serta melayani masyarakat setempat sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Oleh karena itu penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah harus terus meningkat sehingga biaya yang dibutuhkan juga akan bertambah. Peningkatan penerimaan daerah harus selalu diupayakan secara periodik oleh setiap daerah otonom melalui penataan administrasi pendapatan daerah yang efisien dan efektif sesuai dengan pola yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan petunjuk pelaksanaan (Wulandari, 2001).

Tujuan otonomi daerah pada dasarnya diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta masyarakat, serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara nyata, optimal, terpadu, dan dinamis, serta bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan terhadap daerah dan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal atau daerah (Bastian, 2001).

Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan daerah, sumber penerimaan dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau


(16)

commit to user xvi

dapat pula dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari hasil Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Upaya-upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah ini tidak terlepas dari mekanisme sistem pemerintahan daerah yaitu kerjasama antar Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan cara pendekatan terpadu dan tidak menghilangkan identitas, tugas serta fungsi masing-masing (Fajar, 2007).

Peranan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri dalam pembangunan ekonomi daerah sangat dipertanyakan keberhasilannya. Keberhasilan otonomi daerah merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan masing-masing daerah dalam mengembangkan kemajuan pemerintahan, pembangunan sektor fisik, sektor ekonomi, dan sektor lainnya. Apabila berbicara tentang otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004, maka tidak dapat lepas dari kebijakan pemerintah melalui UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang tentu saja memberikan peluang yang lebih luas kepada daerah untuk meningkatkan potensinya terutama dalam bidang ekonomi. Sebagai contoh, Pemkab Wonogiri tidak perlu lagi minta izin kepada Pemerintah Pusat untuk berdagang, bahkan dalam bursa saham sekalipun. Hal ini terkait pula dengan faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri yaitu kemampuan keuangan daerah.


(17)

commit to user xvii

Dalam hal ini pemerintah dituntut untuk melakukan perubahan yang mendasar pada sistem pemerintahan yang ada. Salah satu perubahan mendasar tersebut adalah penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah. Disamping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi, otonomi daerah merupakan tuntutan masyarakat daerah sebagai reaksi atas ketidakadilan ekonomi yang mereka terima selama ini. Pemberian otonomi secara luas kepada pemerintah daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.

Dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi keanekaragaman daerah, secara nyata diharapkan bahaya disintegrasi yang selama ini mengancam kehidupan bernegara dan bermasyarakat dapat diminimkan. Otonomi Daerah merupakan pemberdayaan dalam pengambilan keputusan secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerahnya sendiri. Dengan adanya otonomi daerah kabupaten dan kota, maka pengelolaan keuangan sepenuhnya berada ditangan pemerintah daerah itu sendiri (Mardiasmo, 2000).

Di tengah upaya Pemkab Wonogiri dalam perbaikan perekonomian saat ini, berbagai tantangan dihadapkan pada masing-masing daerah, yang mana ditandai dengan adanya kelesuan dari pelaku pasar ekonomi, pasar modal, dan ditambah bencana alam yang sering terjadi saat ini. Hal tersebut berdampak kepada para investor, terutama investor asing yang enggan untuk menanamkan investasinya di


(18)

commit to user xviii

Indonesia. Mereka menilai kondisi pemerintahan Indonesia yang kian tidak stabil, yang mana ditandai dengan perginya perusahaan atau investor asing dan beralih ke negara lain. Akibatnya mereka lebih memilih untuk menjual sebagian sahamnya karena dianggap tidak menguntungkan. Perubahan situasi ini salah satunya mempengaruhi reaksi investor terhadap, pendapatan negara, dan juga pendapatan daerah yang merupakan hasil dari investasi.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah indikator untuk mencapai pembangunan di masing-masing daerah otonomi. Pada daerah yang tidak memiliki sumber pendapatan, akan sangat merasakan pengaruh dari investasi yang masuk ke daerahnya tersebut. Kabupaten Wonogiri adalah salah satu daerah yang masih sedikit dalam memiliki PAD. Para investor mungkin belum melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Wonogiri secara keseluruhan, atau mungkin kurangnya informasi dari pihak Pemkab dalam menarik investor untuk masuk dan menanamkan ivestasinya ke Kabupaten Wonogiri.

Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan serta pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.


(19)

commit to user xix

Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi otonomi daerah. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji masalah berdasarkan uraian di atas dengan mengambil judul “Analisis Kemampuan Kemandirian Keuangan Daerah dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun Anggaran 2000-2009.”

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, dapat diambil pokok permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah tingkat rasio kemampuan keuangan daerah Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009 ?

2. Bagaimanakah tingkat rasio kemandirian daerah Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009 ?

3. Bagaimanakah hubungan tingkat rasio kemampuan dan kemandirian keuangan daerah dengan tingkat rasio pertumbuhan ekonomi dilihat dari PDRB Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009 ?

C. Tujuan

Tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui tingkat rasio kemampuan keuangan daerah Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009.

2. Mengetahui tingkat rasio kemandirian keuangan daerah Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000 – 2009.


(20)

commit to user xx

3. Mengetahui hubungan antara tingkat rasio kemampuan dan kemandirian keuangan daerah dengan tingkat rasio pertumbuhan ekonomi dilihat dari PDRB Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000–2009.

D. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan informasi maupun bahan pertimbangan berbagai pihak, antara lain :

1. Bagi Pemerintah Daerah

Diharapkan Pemerintah Daerah mampu mengoptimalkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sebagai alternatif masukan untuk meningkatkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah secara ekonomis, efisien dan efektif demi tercapainya keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.

2. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar dan tambahan pengetahuan maupun wawasan tentang bagaimana ruang lingkup dari pemerintahan khususnya mengenai penilaian kinerja keuangan pemerintah daerah yang diteliti, serta untuk membandingkan teori yang didapat dari studi kuliah dengan kenyataan yang sebenarnya.


(21)

commit to user xxi

Dapat digunakan sebagai gambaran sejauh mana perkembangan kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri. Selain itu penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Otonomi Daerah

Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan


(22)

commit to user xxii

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat (8), (9), (10) tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu ; (i) Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; (ii) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; (iii) Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.

2. Tinjauan Keuangan Daerah


(23)

commit to user xxiii

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berlaku untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pembentukan dan pengelolaannya disesuaikan dengan tata cara yang berlaku pada pemerintahan pusat.

Pendapatan daerah provinsi seperti yang tertulis dalam UU No 28 Tahun 2009, pajak pusat diserahkan kepada daerah pemerintah pusat, antara lain : Pajak Rumah Tangga, Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak Rokok. Pemerintah kabupaten/kota mendapatkan penghasilan dari berbagai pajak daerah antara lain Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

Dalam UU No 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 17, menyebutkan bahwa APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD merupakan rencana keuangan tahunan daerah, dimana disatu sisi menggambarkan anggaran pengeluaran guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran dan disisi lain menggambarkan


(24)

commit to user xxiv

penerimaan daerah guna membiayai pengeluaran yang telah dianggarkan.

APBD merupakan dokumen anggaran tahunan, maka seluruh rencana penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah yang akan dilaksanakan pada satu tahun anggaran dicatat dalam APBD. Dengan demikian APBD dapat menjadi cerminan kinerja dan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai dan mengelola penyelenggaraan pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di daerah masing-masing pada satu tahun anggaran (Kiflimansyah,2001).

Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) disusun dengan pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga halnya dengan perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja tersebut memuat hal-hal sebagai berikut (Nirzawan, 2001) :

1) Sasaran yang ditetapkan menurut fungsi belanja.

2) Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan.


(25)

commit to user xxv

3) Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal / pembangunan.

b. Pengelolaan Penerimaan Daerah

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 pasal 157 dan UU No. 33 tahun 2004 pasal 6, serta Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan UU No.28 Tahun 2009, Total Pendapatan Daerah (TPD) diperinci sebagai berikut :

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :

a) Pajak Daerah, sesuai dengan UU No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah yang selanjutnya disebut dengan pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dilaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.


(26)

commit to user xxvi

b) Retribusi Daerah, menurut UU No.28 Tahun 2009 tentang retribusi daerah, yang dimaksud dengan retribisi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

c) Hasil Perusahaan Milik Daerah, merupakan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain bagian laba, deviden dan penjualan saham milik daerah.

d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan asset negara dan jasa giro.

2) Pendapatan Transfer

Sumber-sumber pendapatan transfer atau bisa disebut juga sebagai bantuan dari pemerintah pusat/propinsi dapat diperinci sebagai berikut :

a) Dana Perimbangan

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.


(27)

commit to user xxvii

Dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi. Adapun pos-pos dana perimbangan tersebut terdiri dari : (1) Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan

Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan dari Sumber Daya Alam seperti : kehutanan, perikanan, pertambangan, minyak dan gas.

(2) Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. (UU No.33 tahun 2004 pasal 1 ayat 21) (3) Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. (UU No. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 23).

b) Transfer Pemerintah Pusat lainnya yang terdiri dari dana otonomi khusus dan dana penyesuaian.


(28)

commit to user xxviii

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010 adalah :

a) Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menetapkan pendapatan bagi hasil yang diterima dari provinsi pada Tahun Anggaran 2010 agar menggunakan pagu Tahun Anggaran 2009. Sedangkan bagian pemerintah Kabupaten/Kota yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2009 agar ditampung dalam perubahan APBD Tahun Anggaran 2010.

b) Dana Darurat, Dana Bencana Alam dan Sumbangan Pihak Ketiga yang diterima oleh pemerintah daerah bilamana belum dapat diperkirakan dan dipastikan pada saat penyusunan APBD Tahun Anggaran 2010 agar penganggarannya dicantumkan pada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2010.

Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan agar pendapatan daerah dapat ditingkatkan antara lain sebagai berikut (Nirzawan, 2001):

a) Intensifikasi, dilaksanakan antara lain dengan cara sebagai berikut :


(29)

commit to user xxix

(1) Melaksanakan tertib penetapan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, tertib dalam pemungutan kepada wajib pajak, tertib dalam administrasi serta tertib dalam administrasi serta tertib dalam penyetoran. (2) Melaksanakan secara optimal pemungutan pajak dan

retribusi daerah sesuai dengan potensi yang obyektif berdasarkan peraturan yang berlaku.

(3) Melakukan pengawasan dan pengendalian secara sistematis dan kontinyu (berkelanjutan) untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan pemungutan di lapangan oleh petugas. (4) Membentuk tim satuan tugas (satgas) pada dinas terkait

yang bertugas mengawasi pemungutan di lapangan oleh petugas.

(5) Memberikan insentif (rangsangan) secara khusus kepada aparat pengelola PAD yang dapat melampui penerimaan dari target yang telah ditetapkan.

(6) Mengadakan pendekatan persuasif kepada wajib pajak agar memenuhi kewajibannya melalui kegiatan penyuluhan.

(7) Melakukan langkah-langkah pengendalian lain guna menghindari timbulnya penyimpangan terhadap


(30)

commit to user xxx

pelaksanaan peraturan daerah mengenai pengelolaan maupun penetapan pajak dan retribusi daerah.

b) Ekstensifikasi, dilaksanakan dengan cara antara lain sebagai berikut:

(1) Menyusun program kebijakan dan strategi pengembangan dan menggali obyek pungutan baru yang potensial dengan lebih memprioritaskan kepada retribusi daerah untuk ditetapkan dan dijabarkan dalam peraturan daerah.

(2) Meninjau kembali ketentuan tarif dan pengembangan sasaran sesuai dengan peraturan daerah yang ada dan mengkaji ulang peraturan daerah untuk diajukan perubahan.

(3) Mengadakan studi banding ke daerah lain guna mendapat informasi terhadap jenis-jenis penerimaan pajak dan retribusi lain yang memungkinkan untuk dikembangkan.

c. Pengelolaan Pengeluaran Daerah

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran kas daerah periode tahun anggaran


(31)

commit to user xxxi

yang bersangkutan yang meliputi belanja langsung dan belanja tidak langsung.

Belanja daerah disusun dengan pendekatan prestasi kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan, oleh karena itu dalam penyusunan APBD agar Pemerintah Daerah berupaya menetapkan target capaian baik dalam konteks daerah, satuan kerja, dan kegiatan sejalan dengan urusan yang menjadi kewenangannya. Selain itu diupayakan agar Belanja Langsung mendapat porsi alokasi yang lebih besar dari Belanja Tidak Langsung, dan Belanja Modal mendapat porsi alokasi yang lebih besar dari Belanja Pegawai atau Belanja Barang dan Jasa.

1) Belanja Langsung

Belanja Langsung, yaitu belanja yang dipengaruhi secara langsung oleh adanya program dan kegiatan yang direncanakan. Jenis Belanja Langsung dapat berupa Belanja Pegawai/ Personalia, Belanja Barang/ Jasa, Belanja Pemeliharaan dan Belanja Perjalanan Dinas.

Keberadaan anggaran Belanja Langsung merupakan konsekuensi karena adanya program atau kegiatan. Karakteristik Belanja Langsung adalah bahwa input (alokasi belanja) yang ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan der.gan Ouput yang dihasilkan. Variabilitas jumlah komponen Belanja Langsung


(32)

commit to user xxxii

sebagian besar dipengaruhi oleh target kinerja atau tingkat pencapaian program atau kegiatan yang diharapkan.

2) Belanja Tidak Langsung

Belanja Tidak Langsung yaitu belanja yang tidak dipengaruhi secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Jenis Belanja Tidak Langsung dapat berupa Belanja Pegawai/Personalia, Belanja Barang/Jasa. Belanja Pemeliharaan dan Belanja Perjalanan Dinas.

Keberadaan Anggaran Belanja Tidak Langsung bukan merupakan konsekuensi dan atau tiada suatu program atau kegiatan. Belanja Tidak Langsung digunakan secara periodik (umumnya bulanan) dalam rangka koordinasi penyelenggaraan kewenangan pemerintah Daerah yang bersifat umum.

Belanja Tidak Langsung pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Program atau kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung adalah program atau kegiatan Non Investasi. Program atau kegiatan investasi yang menambahkan aset daerah tidak menerima alokasi anggaran tahunan belanja tidak langsung, karena ouput program atau kegiatan investasi adalah merupakan aset daerah yang dimanfaatkan lebih satu tahun anggaran. Anggaran belanja tidak langsung hanya digunakan untuk satu tahun anggaran seperti halnya out put program atau kegiatan non investasi.


(33)

commit to user xxxiii d. Kemampuan Keuangan Daerah

Kriteria penting yang lain untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan daerah dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, menyebutkan bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewjiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang temasuk didalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD.

Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, keuangan daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan dikeluarkannya undang-undang tentang Otonomi Daerah, membawa konsekuensi bagi daerah yang akan menimbulkan perbedaan antar daerah yang satu dengan yang lainnya, terutama dalam hal kemampuan keuangan daerah, antara lain (Abdul Halim, 2001): 1) Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah.

2) Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah. 3) Daerah yang sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah dan


(34)

commit to user xxxiv

4) Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah. Selain itu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut (Abdul Halim, 2001):

1) Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.

2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.

Berikut adalah rumus untuk menghitung kemampuan keuangan daerah dan pola tingkat hubungannya :

Rasio Kemampuan Keuangan Daerah : t t TPD PAD

x 100 % ...(2.1)

Keterangan :

PADt : Total Pendapatan Asli Daerah Tahun t TPDt : Total Pendapatan Daerah Tahun t


(35)

commit to user xxxv Tabel 2.1

Pola Hubungan Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah

Rasio Kemampuan

Keuangan Daerah (%) Pola Hubungan

0,00-10,00 Sangat Kurang

10,01-20,00 Kurang

20,01-30,00 Cukup

30,01-40,00 Sedang

40,01-50,00 Baik

>50,00 Sangat Baik

Sumber : Anita Wulandari (2001)

e. Kemandirian Keuangan Daerah

Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah mengenai pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat, maka peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar balanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk melihat kemampuan dan kemandirian daerah (Yuliati, 2001)


(36)

commit to user xxxvi

Secara konseptual, pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah harus dilakukan sesuai dengan kemandirian keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, walaupun pengukuran kemampuan keuangan daerah ini akan menimbulkan perbedaan. Paul Hersey dan Kenneth Blanchard memperkenalkan “Hubungan Situasional” dalam pelaksanaan otonomi daerah (Abdul Halim, 2001)

1) Pola Hubungan Instruktif, peranan pemerintah puasat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah)

2) Pola Hubungan Konsultif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi.

3) Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. 4) Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah

tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.

Bertolak dari teori tersebut, karena adanya potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda, akan terjadi pula perbedaan pola hubungan dan tingkat kemandirian antar daerah. Sebagai


(37)

commit to user xxxvii

pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemandirian daerah (dari sisi keuangan) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Rasio kemandirian : 100%

insi Pusat/Prop Pemerintah Bantuan Daerah Asli Pendapatan x ….(2.2) Tabel 2.2

Pola Hubungan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Sumber : Abdul Halim (2002)

3. Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang banyak sehingga

Rasio Kemandirian (%)

Pola Hubunggan

0 – 25 Instruktif

> 25 – 50 Konsultatif

> 50 – 75 Partisipatif


(38)

commit to user xxxviii

memungkinkan untuk kenaikan standar hidup. Menurut Todaro (1997) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Untuk pertumbuhan ekonomi regional sendiri dapat diukur melalui pendapatan domestik regional bruto (PDRB) saat ini dikurangi dengan PDRB sebelumnya dibagi dengan PDRB saat ini.

B. Penelitian Terdahulu 1. Adhidian Fajar Sakti

Penelitian ini mengambil judul ”Analisis Perkembangan Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Sukoharjo” dan menggunakan alat analisis Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, IKR (Indeks Kemampuan Rutin), Rasio Keserasian, dan Rasio Pertumbuhan. Dari hasil penelitian dan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan

angka rasio rata-ratanya adalah 7,88 % masih berada diantara 0 %-25 % tergolong mempunyai pola hubungan instruktif yang berarti kemampuan Pemerintah Kabupaten Sukoharjo dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintahan, Pembangunan, dan Pelayanan Sosial masyarakat masih relatif rendah meskipun dari tahun


(39)

commit to user xxxix

ke tahun terus meningkat. Sedangkan tingkat ketergantungan pada sumber pendapatan dari pihak ekstern yang masih cukup tinggi disebabkan karena sumber-sumber keuangan potensial negara adalah milik pemerintah pusat.

2. Berdasarkan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, selama 5 (lima) tahun Derajat Desentralisasi Fiskal adalah sangat kurang karena hanya memiliki rata-rata 6,84 %, hal ini berarti bahwa tingkat kemandirian / kemampuan keuangan Kabupaten Sukoharjo masih rendah dalam melaksanakan otonominya.

3. Berdasarkan kemampuan PAD untuk membiayai pengeluaran rutin daerah, yang sering disebut juga dengan IKR (Indeks Kemampuan Rutin) rata-rata hanya sebesar 9,75 %, ini artinya IKR di Kabupaten Sukoharjo sangat kurang karena masih berada dalam skala interval antara 0,00-20,00. Hal ini berarti PAD memiliki kemampuan yang sangat kurang untuk membiayai pengeluaran rutinnya dan pemerintah Kabupaten Sukoharjo masih tergantung pada sumber penerimaan keuangan dari pemerintah pusat.

4. Berdasarkan rasio Keserasian, pengeluaran belanja rutin lebih besar dibandingkan dengan belanja pembangunan. Besarnya belanja rutin ini dikarenakan besarnya belanja pegawai.

5. Berdasarkan Rasio Pertumbuhan, secara keseluruhan mengalami peningkatan disetiap tahunnya yang disebabkan bertambahnya penerimaan pajak dan retribusi daerah


(40)

commit to user xl 2. A.A.N.B Dwinandra

Dalam Penelitiannya, Dwinandra mengambil judul “Efektivitas Dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom Kabupaten/Kota di Propinsi Bali Tahun 2002 – 2006” Alat analisis yang digunakan adalah dengan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dan Rasio Efektivitas Keuangan Daerah. Dengan hasil sebagai berikut :

a. Daerah otonom kabupaten/kota di Bali dalam periode tersebut masuk dalam kategori keuangan yang cukup efektif, efektif, dan sangat efektif, serta tidak ada yang kurang dan tidak efektif atau dengan rasio efektivitas keuangan (EKD) berkisar dari 75,01 % sampai dengan di atas 100%.

b. Daerah otonom kabupaten/kota di Bali dalam periode dua tahun terakhir masuk dalam kategori kemandirian keuangan yang sedang (rasio KKD lebih dari 50% sampai dengan 75%) dan rendah (rasio KKD lebih dari 25% sampai dengan 50%) masing-masing hanya satu kabupaten/kota, sedangkan sisanya (tujuh kabupaten) masuk kategori kemandirian keuangan yang sangat rendah (rasio KKD 1% sampai dengan 25%). Pada dua tahun awal, Kabupaten Badung masuk kategori kemandirian keuangan tinggi (rasio KKD lebih dari 75% sampai dengan 100%), tetapi menurun pada dua tahun terakhir.

c. Pada tahun 2006, dibandingkan dengan tahun 2002, trend efektivitas keuangan daerah otonom kabupaten/kota di Propinsi Bali semakin baik


(41)

commit to user xli

walaupun masih ada yang di bawah 100%, seperti Kabupaten Gianyar, Buleleng, dan Denpasar.

d. Trend kemandirian keuangan Jembrana arahnya sangat baik dibandingkan, tiga kabupaten lain, yaitu Tabanan, Gianyar, dan Badung menunjukkan trend baik, sedangkan sisanya lima kabupaten trend kemandiriannya cenderung berkurang dibandingkan dengan tahun 2002.

3. Ardi Hamzah

Penelitian ini mengambil judul “Analisa Kinerja Keuangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan Kemiskinan: Pendekatan Analisis Jalur (Studi Pada 29 Kabupaten dan 9 Kota di Propinsi Jawa Timur Periode 2001 – 2006).

Variabel kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi. Rasio kemandirian1 diukur dengan total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan bantuan pusat dan pinjaman. Rasio Kemandirian2 diukur dengan total PAD dibagi dengan total pendapatan. Rasio efektifitas diukur dengan realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD. Rasio efisiensi diukur dengan realisasi pengeluaran dibagi dengan realisasi penerimaan. Untuk pertumbuhan ekonomi diukur pendapatan domestik regional bruto (PDRB) saat ini dikurangi dengan PDRB sebelumnya dibagi dengan PDRB saat ini. Untuk pengangguran diukur dengan tingkat pengangguran yang ada di daerah tersebut, sedangkan kemiskinan diukur dengan jumlah kemiskinan yang ada di daerah tersebut.


(42)

commit to user xlii

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kesenjanganan kinerja keuangan berupa rasio kemandirian1 dan rasio kemandirian2 cukup besar, bahkan rasio efektifitas dan efisiensi dapat dikatakan besar sekali. Pada tingkat kemiskinan dan pengangguran juga mengalami kesenjangan yang cukup besar, sedangkan pada pertumbuhan ekonomi kesenjangannya tidak terlalu besar. Hasil pengujian secara langsung antara kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, dan rasio efisiensiberpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio efektifitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk pengujian pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran menunjukkan terdapat pengaruh secara positif, sedangkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan terdapat pengaruh secara negatif.


(43)

commit to user xliii C. Kerangka Pemikiran

Untuk lebih memudahkan dalam proses analisis permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka digunakan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis

Kemampuan Keuangan

Daerah

Total Pendapatan Daerah (TPD)

Pertumbuhan Ekonomi Bantuan

Pemerintah Pusat/Propinsi

Pendapatan Asli Daerah

(PAD)

Kemandirian Keuangan


(44)

commit to user xliv

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel sumbangan dari pihak ekstern dan pendapatan asli daerah (PAD) diduga mempunyai pola hubungan yang rendah terhadap kemandirian keuangan daerah kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000-2009.

2. Variabel pendapatan Asli daerah (PAD) dan Total Pendapatan daerah (TPD) diduga mempunyai pola hubungan yang rendah terhadap kemandirian keuangan daerah kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000-2009.

3. Kemampuan dan kemandirian keuangan daerah diduga mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000-2009.


(45)

commit to user xlv BAB III

METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan dianalisis dapat dijelaskan melalui definisi operasional sebagai berikut :

1. Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai pembangunan daerahnya tahun 2000-2009.

2. Kemandirian Daerah (KMD) adalah kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya tahun 2000-2009.

3. Pertumbuhan Ekonomi (GRW), dinyatakan sebagai perubahan PDRB atas dasar harga konstan di Kabupaten Wonogiri tahun 2000-2009.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung dan melalui perantara / diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Nur


(46)

commit to user xlvi

Indriantoro dan Bambang Supomo,2002). Data sekunder dalam penelitian ini meliputi :

1. Profil dan potensi Kabupaten Wonogiri. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui buku Wonogiri Dalam Angka. 2. Data keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan

PDRB Kabupaten Wonogiri tahun 2005-2009. Data tersebut diperoleh dari beberapa instansi pemerintah terkait, dalam hal ini diperoleh dari DPPKAD Kabupaten Wonogiri

3. Data dan informasi lainnya yang diperoleh melalui buku referensi, jurnal, majalah, surat kabar yang berkaitan dengan penelitian ini.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan. Studi pustaka adalah metode pengumpulan data yang dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan data dari literatur – literatur dan buku – buku yang mendukung. Dalam penelitian ini pengumpulan data diperoleh dari :

1. Badan Pusat Statistik (BPS)

2. Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Wonogiri

3. Data atau infomasi yang diperoleh dari buku refernsi, jurnal, majalah, surat kabar yang berkaitan dengan penelitian ini


(47)

commit to user xlvii

1. Rasio Kemampuan Keuangan Daerah

Rasio Kemampuan Keuangan Daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna membiayai pembangunan. Rasio Kemampuan Keuangan Daerah dihitung dengan cara membandingkan antara komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Daerah (TPD), atau dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Halim, 2002) :

Rasio Kemampuan Keuangan Daerah : t

t TPD PAD

x 100 % ...(3.1)

Keterangan :

PADt : Total Pendapatan Asli Daerah Tahun t TPDt : Total Pendapatan Daerah Tahun t

2. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio kemandirian ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari bantuan dari pemerintah pusat/propinsi antara lain : Bagi hasil pajak, Bagi hasil Bukan Pajak Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum dan


(48)

commit to user xlviii

Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan Dana Pinjaman (Widodo, 2001).

Rumus yang digunakan adalah:

Rasio kemandirian : 100%

insi Pusat/Prop Pemerintah

Bantuan

Daerah Asli

Pendapatan

x ….(3.2)

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi resiko kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa timgkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi.

3. Regresi Linier Berganda Metode Ordinary Least Square (OLS)

Alat yang digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah regresi linier berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Adapun model yang digunakan adalah sebagai berikut:


(49)

commit to user xlix

ei

KMD

α

KKD

α

α

GRW

=

0

+

1

+

2

+

……..(3.3)

Di mana:

GRW = Pertumbuhan Ekonomi

KKD = Kemampuan Keuangan Daerah KMD = Kemandirian Daerah

a1-a2 = Koefisien regresi a0 = konstanta

ei = variabel penganggu a. Uji Statistik

Untuk memperoleh regresi yang terbaik secara statistik disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) beberapa kriteria untuk memenuhi kriteria BLUE adalah 1) Uji F, 2) Uji T, 3) Uji R2 (Gujarati, 2003). Kriteria digunakan untuk menguji hipotesis secara statika didalam analisis regresi sederhana dan regresi berganda dilakukan melalui pendekatan uji signifikan (test significant). Uji signifikan secara umum merupakan prosedur untuk mengetahui seberapa besar signifikansi kebenaran suatu hipotesis nol (H0) atau untuk menentukan apakah sample yang diamati berbeda secara nyata dari hasil-hasil yang diharapkan.


(50)

commit to user l

Perhitungan statistik dikatakan signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima. Dalam pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini: 1) Uji t

Dilakukan untuk melihat signifikasi dari pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menentukan hipotesis

H0 = β1 = 0 (variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)

H0 ≠ β1 ≠ 0 (variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen)

b) Menentukan nilai α

c) Melakukan perhitungan nilai t seperti berikut:

...(3.3) Dimana: α = derajat signifikansi

N= banyaknya data yang digunakan

K=banyaknya parameter atau koefisien regresi plus konstanta


(51)

commit to user li

Dimana: β1 = koefisien regresi variabel ke-1 Se = standar eror

Ho ditolak Ho ditolak Ho diterima

- t tabel t tabel Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t

Sumber: Gujarati (2003)

d) Kriteria Pengujian

H0 diterima apabila -tα/2 ≤ t ≤ tα/2 H0 ditolak apabila t < -tα/2 atau t > α/2 e) Kesimpulan

Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima Ha ditolak. Artinya koefisien regresi variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak Ha diterima. Artinya koefisien regresi variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.


(52)

commit to user lii

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel independen yang ada secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya. Langkah-langkah dalam melakukan uji F ini adalah:

a) Menentukan hipotesis

H0 = β1 = β2 = β3 = 0 (variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen)

Ha ≠ β1 ≠ β2 ≠ β3≠ 0 (variabel independen secara bersama -sama berpengaruh terhadap variabel dependen)

b) Menentukan nilai α

c) Melakukan perhitungan nilai t seperti berikut:

...(3.5) Dimana: α = derajat signifikansi

N= banyaknya data yang digunakan

K=banyaknya parameter atau koefisien regresi plus konstanta

...(3.6) Dimana: R2 = koefisien determinan berganda

K= banyaknya parameter total yang dipakai N = banyaknya observasi


(53)

commit to user liii

H0 diterima F tabel

Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F Sumber: Gujarati (2003) d) Kriteria Pengujian

H0 diterima apabila F hitung ≤ F tabel H0 ditolak apabila F hitung > F tabel e) Kesimpulan

Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima Ha ditolak. Artinya koefisien regresi variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak Ha diterima. Artinya koefisien regresi variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.

3) Koefisien Determinasi R2

Uji ini digunakkan untuk mengetahui seberapa jauh variasi dari variabel, bebas dapat menerangkan dengan baik variasi dari variabel terikat. Jika R2 mendekati nol, maka variabel bebas tidak menerangkan dengan baik variasi dari variabel terikatnya.


(54)

commit to user liv

Dimana = R2 adalah 0 ≤ R2≤ 1

Jika R2 = 1, berarti ada kecocokan yang sempurna

Jika R2 = 0, berarti tidak ada hubungan variabel dependen dengan variabel independen

4) Koefisien Korelasi (r)

Untuk mengetahui keeratan dependen (kuat lemahnya) hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. (1) Jika 0,7 £ r £ 1, maka hubungan antara variabel X dan Y

adalah kuat (khusus untuk 0,9 £ r £ 1 hubungan tersebut

sangat kuat)

(2) Jika 0,5 £ r £ 0,7, maka hubungan antara variabel X dan Y

dapat dikatakan sedang

(3) Jika 0,1 £ r £ 0,5, maka hubungan antara variabel X dan Y

dapat dikatakan lemah.

b. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah masalah yang timbul berkaitan dengan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel penjelas. Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui terjadi tidaknya korelasi diantara variabel independen. Untuk menguji bermasalah atau tidaknya multikolinieritas dilakukan


(55)

commit to user lv

pengujian dengan pendekatan Koutsoyiannis, yaitu dengan cara coba-coba memasukkan variabel bebas. Dari hasil tersebut variabel dibedakan menjadi tiga macam, yaitu variabel berguna, variabel tidak berguna dan variabel merusak (Siti Aisyah, 2007). Apabila nilai R2 regresi setiap variabel bebas lebih besar dibandingkan nilai R2 regresi utama, maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut terjadi multikolinearitas. 2) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana sebaran atau varian faktor penganggu tidak konstan sepanjang observasi. Heteroskedastisitas terjadi jika muncul gangguan dalam fungsi regresi yang tidak sama sehingga penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil ataupun besar (tetapi masih tetap tidak bias dan konsisten).

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya masalah heteroskedastisitas adalah dengan melakukan uji park yaitu dengan meregresi residual yang dikuadratkan dengan variabel independen. Jika regresi tersebut menghasilkan probabilitas diatas 0,05 maka variabel bebas tersebut tidak signifikan pada tingkat a = 5%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa pada

tingkat a = 5% semua koefisien regresi tidak signifikan yang


(56)

commit to user lvi 3) Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana terdapat trend di dalam variabel yang diteliti sehingga mengakibatkan e juga mengandung trend. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Autokorelasi terjadi karena adanya korelasi yang kuat antara et dengan series et-1.

Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi autokorelasi adalah dengan uji Breusch & Godfrey Test (BG test) (Siti Aisyah, 2007). Langkah-langkah pengujian ini adalah:

a) Estimasi persamaan regresi untuk mendapatkan nilai residual (ut).

b) Regresi ut terhadap variabel bebas dan ut-i.... ut-p

c) Hitung (n-p)R2 – X2. Jika lebih besar dari tabel chi-square dengan df p, menolak hipotesa bahwasetidaknya ada satu koefisien autokorelasi yang berbeda dengan 0.

Apabila regresi dilakukan dengan menggunakan Eviews maka dapat dilihat dari nilai probabilitasnya. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi ditolak. Berarti model lolos dari masalah autokorelasi.


(57)

commit to user lvii BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum 1. Keadaan Geografis

Kabupaten Wonogiri yang terkenal dengan sebutan Kota Gaplek, merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang pembentukannya ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah–daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Kabupaten Wonogiri terletak pada garis lintang 70 32' - 80 15' Lintang Selatan dan garis bujur 1100 41' - 1110 18' Bujur Timur. Keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari pegunungan yang berbatu gamping, terutama di bagian Selatan, termasuk jajaran Pegunungan Seribu yang merupakan mata air dari Bengawan Solo, oleh karena itu Wonogiri sangat potensial sebagai tujuan wisata.


(58)

commit to user lviii

Dengan topografi daerah yang tidak rata dan adanya perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya alam juga saling berbeda. Di Wonogiri hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk pertanian, berbatuan dan kering. Kabupaten Wonogiri mempunyai Waduk buatan yaitu Gajah Mungkur yang selain menjadi sumber mata pencaharian petani nelayan dan sumber irigasi persawahan juga merupakan aset wisata yang telah banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik. Disamping itu Kabupaten Wonogiri juga mempunyai 2 (dua) pantai yaitu Pantai Sembukan dan Pantai Nampu yang mempunyai pasir putih yang sangat tebal dan cocok untuk berwisata. Wonogiri beriklim Tropis, mempunyai 2 musim penghujan dan kemarau dengan temperatur rata-rata 240 -320 C. Batas-batas wilayah Wonogiri adalah :

a. Sebelah Selatan : Kab. Pacitan (Jawa Timur) dan Samudra Indonesia.

b. Sebelah Utara : Kab. Sukoharjo dan Kab. Karanganyar.

c. Sebelah Timur : Kab. Karanganyar dan Kab. Ponorogo (Jawa Timur).

d. Sebelah Barat : Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Luas Wilayah

Kabupaten Wonogiri mrupakan kabupaten dengan luas daerah 182 236,02 ha yang berada 32 km di sebelah selatan Kota Solo, sementara jarak ke ibukota propinsi (Kota Semarang) sejauh 133 km. Dengan


(59)

commit to user lix

wilayah dataran, pegunungan maupun pantai. Wilayah pegunungan memanjang dari sisi selatan sampai ke timur yang juga wilayah yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Disamping itu di sisi selatan juga memiliki wilayah pantai Samudera Indonesia.

Menurut data yang dihimpun BPS, luas wilayah Kabupaten Wonogiri adalah 182.236,0236 Ha yang terdiri dalam 25 kecamatan dan ke 25 Kecamatan tersebut adalah :

Kecamatan Pracimantoro dengan luas 14.214,3245 Ha, Kecamatan Paranggupito dengan luas 6.475,4225 Ha, Kecamatan Giritontro dengan luas 6.163,2230 Ha, Kecamatan Giriwoyo dengan luas 10.060,1306 Ha, Kecamatan Batuwarno dengan luas 5.165,0000 Ha, Kecamatan Karangtengah dengan luas 8.459,0000 Ha, Kecamatan Tirtomoyo dengan luas 9.301,0885 Ha, Kecamatan Nguntoronadi dengan luas 8.040,5175 Ha, Kecamatan Baturetno dengan luas 8.910,3800 Ha, Kecamatan Eromoko dengan luas 12.035,8598 Ha, Kecamatan Wuryantoro dengan luas 7.260,7700 Ha, Kecamatan Manyaran dengan luas 8.164,4365 Ha, Kecamatan Selogiri dengan luas 5.017,9805 Ha, Kecamatan Wonogiri dengan luas 8.292,3600 Ha, Kecamatan Ngadirojo dengan luas 9.325,5560 Ha Kecamatan Sidoharjo dengan luas 5.719,7045 Ha, dan Kecamatan Jatiroto dengan luas 6.277,3620Ha. Kecamatan Kismantoro dengan luas 6.986,1125 Ha, Kecamatan Purwantoro dengan luas 5.952,7837Ha, Kecamatan Bulukerto dengan luas 4.051,8455 Ha, Kecamatan Puhpelem dengan luas 3.161,5400 Ha, Kecamatan Slogohimo


(60)

commit to user lx

dengan luas 6.414,7955 Ha, Kecamatan Jatisrono dengan luas 5.002,7400 Ha, Kecamatan Jatipurno dengan luas 5.546,4090 Ha, Kecamatan Girimarto dengan luas 6.236,6815 Ha.

3. Penduduk dan Tenaga Kerja a. Penduduk

Dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri jumlah penduduk Tahun 2009 menurut registrasi sebanyak 1.234.880 jiwa bertambah dari tahun sebelumnya 1.212.677 jiwa. Dari jumlah penduduk akhir tahun 2009 tersebut 620.385 laki-laki dan 614.495 perempuan. Sementara Warga Negara Asing yang tercatat hanya 1 orang. Penduduk terbanyak tercatat di Kec. Wonogiri (95.802 jiwa) dan paling sedikit di Kec. Paranggupito (21.339 jiwa). Dari jumlah penduduk akhir tahun 2009 yang tercatat maka tingkat kepadatan penduduk per kilometer adalah 678 jiwa.

Jumlah kelahiran tahun 2009 tercatat sebanyak 11.804 dan kematian 4.760 jiwa, jumlah kematian lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya. Dengan demikian pertumbuhan penduduk sebesar 22.203 atau 1,83 %, lebih kecil dari pertumbuhan penduduk tahun sebelumnya. Jumlah kepala keluarga yang tercatat adalah 357.343 KK maka rata-rata jiwa per KK adalah 2,2. Data pertumbuhan alamiah Kabupaten Wonogiri tahun 2009


(61)

commit to user lxi

dan prosentasenya yang diperinci per kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.1

Pertumbuhan Alamiah Penduduk dan Prosentasenya Kabupaten Wonogiri Diperinci per Kecamatan Tahun 2009

Jumlah Pertumbuhan Alamiah Jumlah

Kecamatan Penduduk Laki-

% Perempuan % L + P %

laki

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. Pracimantoro 76.088 147 0,19 135 0,18 282 0,37

2. Paranggupito 21.339 61 0,29 71 0,33 132 0,62

3. Giritontro 26.511 36 0,14 28 0,11 64 0,24

4. Giriwoyo 50.437 226 0,45 175 0,35 401 0,80

5. Batuwarno 22.048 79 0,36 72 0,33 151 0,18

6. Karangtengah 25.686 63 0,25 60 0,23 123 0,48

7. Tirtomoyo 64.083 74 0,12 41 0,06 115 0,18

8. Nguntoronadi 29.538 92 0,31 88 0,30 180 0,61

9. Baturetno 57.892 203 0,35 187 0,32 390 0,67

10. Eromoko 52.596 125 0,24 130 0,25 255 0,48

11. Wuryantoro 33.486 72 0,22 78 0,23 150 0,45

12. Manyaran 44.440 139 0,31 112 0,25 251 0,56

13. Selogiri 61.184 128 0,21 120 0,20 248 0,41

14. Wonogiri 95.802 276 0,29 295 0,31 571 0,60

15. Ngadirojo 68.997 269 0,39 227 0,33 496 0,72

16. Sidoharjo 51.285 127 0,25 159 0,31 286 0,56

17. Jatiroto 47.192 146 0,31 179 0,38 325 0,69

18. Kismantoro 44.964 111 0,25 110 0,24 221 0,49

19. Purwantoro 63.826 205 0,32 153 0,24 358 0,56

20. Bulukerto 38.870 113 0,29 88 0,23 201 0,52

21. Puhpelem 23.549 62 0,26 78 0,33 140 0,59

22. Slogohimo 60.611 195 0,32 155 0,26 350 0,58

23. Jatisrono 74.100 270 0,36 323 0,44 593 0,80

24. Jatipurno 45.773 185 0,40 217 0,47 402 0,88

25. Girimarto 54.583 196 0,36 163 0,30 359 0,66

Jumlah 1.234.880 3.600 7,23 3.444 6,97 7.044 14,19

Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Wonogiri

Berdasarkan tabel 4.1. terlihat bahwa penyebaran penduduk tidak merata. Daerah yang mempunyai kepadatan


(62)

commit to user lxii

penduduk geografis paling tinggi terletak di Kecamatan Wonogiri, sedangkan kepadatan penduduk geografis terendah terletak di Kecamatan Paranggupito. Daerah yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi berarti mempunyai kuantitas Sumber Daya Manusia yang tinggi, akan tetapi apabila tidak diikuti dengan pertambahan lapangan kerja maka dimungkinkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran

b. Tenaga Kerja

Besar atau kecilnya jumlah tenaga kerja dari suatu daerah dapat mencerminkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, karena tenaga kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang ditempatkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Wonogiri tahun 2009 tercatat sebanyak 2.147 jiwa, yang terdiri dari 1.278 orang laki-laki dan 869 orang perempuan.

4. Kondisi Perekonomian a. Pertanian

Pada tahun 2009, rata-rata produksi padi sawah mengalami kenaikan dari 56,09 kw/ha menjadi 59,73 kw/ha dan padi gogo dari 32,89 kw/ha menjadi 38,26 kw/ha. Sedangkan untuk palawija ada mengalami penurunan dan kenaikan rata-rata produksinya.


(63)

commit to user lxiii

Ketersediaan pangan untuk beras dan jagung di Kab. Wonogiri surplus masing-masing sebesar 40.425 ton padi dan 215.335 ton jagung. Untuk tanaman hortikultura buah-buahan terjadi penurunan produksi antara lain mangga, durian, dan pisang, dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara untuk sayuran jumlah produksi bervariasi untuk masing-masing komoditi ada yang naik dan ada pula yang turun. Kenaikan tinggi terjadi pada bawang daun dari 1.766 kw menjadi 3.480 kw, bayam dari 4.566 kw menjadi 7.920 kw, demikian juga cabe, dan kubis. Produksi tanaman perkebunan tahun 2009 bervariasi pertumbuhannya, beberapa tanaman meningkat produksinya ada juga yang turun, adalah cengkeh mengalami kenaikan dari 1.150 ton menjadi 1.945 ton, tebu dari 2.954 ton menjadi 3.250 ton. Sedangkan yang mengalami penurunan adalah Kakao dari 527,9 ton menjadi 368 ton, dan Kopi Robusta dari 28,30 ton menjadi 25,68 ton.

Untuk sektor peternakan, jumlah populasi ternak meningkat, peningkatan populasi ternak terjadi pada ternak sapi potong, kambing/domba dan babi. Sedangkan untuk unggas kenaikan terjadi pada ayam ras potong dan ayam ras petelur. Produksi daging juga meningkat, misalnya daging sapi potong ditahun sebelumnya hanya 6.154.176kg naik menjadi 6.250.680kg. Di sub sektor perikanan tahun 2009 tercatat jumlah


(64)

commit to user lxiv

produksi benih mencapai 5,3 juta ekor. Produksi ikan lauk dari pemeliharaan mencapai 1.226 ton dan dari hasil penangkapan sebesar 1.067 ton.

b. Industri dan Perdagangan

Jumlah industri sedang dan besar yang dicatat oleh BPS di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009 sebanyak 17 usaha. Yang dimaksud dengan industri sedang adalah industri pengolahan yang mempekerjakan karyawan 20 – 99 orang dan industri besar yang mempekerjakan 100 orang atau lebih. Industri besar hanya dijumpai di Kecamatan Wonogiri dan Selogiri.

Kemudian untuk ekspor tercatat volume ekspor tahun 2009 sebanyak 54.073.469,049 juta rupiah, yang didominasi oleh ekspor mebel kayu dengan negara tujuan Belgia, Afsel, Belanda, Perancis. Baru kemudian disusul ekspor gaplek ke negara Cina. Volume ekspor gaplek tahun 2009 mencapai 14.977 ton dengan nilai ekspor 27.932.625.000,-

c. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009 secara agregat cukup dinamis yaitu diatas 4 persen. Selama periode 2005 sampai 2009, perekonomian Kabupaten Wonogiri menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahunya yaitu tumbuh berkisar 4,07 – 5,07 persen.


(65)

commit to user lxv Tabel 4.2

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wonogiri Tahun 2005-2009

Sumber : BPS Kab. Wonogiri, Wonogiri Dalam Angka

Struktur ekonomi Kabupaten Wonogiri dalam kurun 5 tahun terakhir, sektor pertanian masih merupakan sektor yang menjadi andalan terbesar di Kabupaten Wonogiri. Hal ini ditandai sumbangannya terhadap total PDRB Kabupaten Wonogiri berkisar di atas 50 persen, paling tinggi dibanding dengan sektor lain.

Selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar setelah sektor pertanian adalah sektor jasa kemudian sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Tahun 2009 ini masing-masing memberikan sumbangan sebesar 50,45 persen, 12,92 persen dan 13,64 persen. Sedangkan sektor Pertambangan dan Penggalian memberikan sumbangan terkecil yakni hanya sebesar 0,56 persen.

Tahun / Year

Pertumbuhan Ekonomi (persen) /

Economic Growth (percent)

2005 4,14

2006 4,07

2007 5,07

2008 4,27


(66)

commit to user lxvi

Secara keseluruhan, dalam lima tahun terakhir tidak terjadi pergeseran struktur ekonomi yang berarti, masing-masing sektor masih dalam posisi yang sama.

Tabel 4.3

Struktur Ekonomi Kab. Wonogiri Tahun 2004 - 2008 Atas Dasar Harga Berlaku (Dalam Persen)

SEKTOR/SECTORS

ADH Berlaku/ Current prices

2004 2005 2006 2007 2008

1. Pertanian 49,56 48,71 50,07 50,04 50,66

2. Pertambangan dan Penggalian 0,70 0,70 0,65 0,60 0,56

3. Industri Pengolahan 4,84 5,21 5,31 5,39 5,48

4. Listrik, Gas dan Air Minum 0,94 0,95 0,90 0,90 0,84

5. Bangunan 3,43 3,47 3,35 3,37 3,28

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,15 12,99 12,93 12,89 13,13

7. Pengangkutan dan Komunikasi 10,36 10,68 9,98 9,69 9,10

8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

4,37 4,35 4,05 4,06 3,80

9. Jasa-jasa 12,64 12,92 12,78 13,07 13,15

JUMLAH 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kab. Wonogiri, Wonogiri Dalam Angka


(67)

commit to user lxvii

Pertumbuhan APBD Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2000 sampai dengan tahun angaran 2009 mengalami peningkatan setiap tahun rata-rata sebesar 32 % yaitu dari Rp. 115,333.00 juta pada tahun 2000 meningkat menjadi Rp.31,023,631.00 juta pada tahun 2009. Dilihat dari pertumbuhannya APBD Kabupaten Wonogiri selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2000 sebesar Rp. 115,333.00 juta; tahun 2001 sebesar Rp. 278,981.00 juta; tahun 2002 sebesar Rp. 373,824.00 juta; tahun 2003 sebesar Rp. 438,194.00 juta; tahun 2004 sebesar Rp. 478,065.00 juta; tahun 2005 sebesar Rp. 507,239.00 juta; tahun 2006 sebesar Rp. 692,229.00 juta: tahun 2007 sebesar Rp. 818,958.00 juta: tahun 2008 sebesar Rp. 1,020,655.00 juta: dan tahun 2009 sebesar Rp. 1,023,631.00 juta. Meskipun pertumbuhan masing-masing tahun tidak sama, namun kecenderungannya selalu meningkat. Gambaran tentang perkembangan rata-rata pertumbuhan APBD Kabupaten Wonogiri dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut :

Tabel 4.4

Pertumbuhan APBD Kabupaten Wonogiri (Dalam Juta Rupiah)

No Tahun anggaran Jumlah

APBD Pertumbuhan (%)

1 2000 115,333.00 -


(68)

commit to user lxviii

3 2002 373,824.00 34.00%

4 2003 438,194.00 17.22%

5 2004 478,065.00 9.10%

6 2005 507,239.00 6.10%

7 2006 692,229.00 36.47%

8 2007 818,958.00 18.31%

9 2008 1,020,655.00 24.63%

10 2009 1,023,631.00 0.29%

Rata-rata 574,710.90 32.00%

Sumber : BPS Kab. Wonogiri, Wonogiri Dalam Angka

e. PDRB Perkapita

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita merupakan salah satu indikator produktivitas penduduk dihitung dengan cara membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang bersangkutan. PDRB Perkapita Kabupaten Wonogiri selama 3 tahun terakhir menunjukkan kenaikan baik atas dasar harga berlaku maupun konstan. PDRB perkapita tahun 2003 mencapai Rp. 3,795 juta, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan PDRB Perkapita tahun 2001 dan 2002 yang sebesar Rp. 3,17 juta dan Rp. 3,48 juta. PDRB Perkapita atas dasar harga yang berlaku ini belum mencerminkan kemampuan daya beli masyarakat yang sesungguhnya karena masih dipengaruhi oleh inflasi.

Di lain sisi, PDRB Perkapita atas dasar harga konstan akan mencerminkan perubahan kemampuan daya beli


(1)

commit to user

lxxxiii

2)

Uji Heterokedastisitas

Heterokedastisitas terjadi jika muncul dalam fungsi

regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga

penaksir OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun

besar (tetapi masih tetap bias dan konsisten).

Salah satu cara untuk mendeteksi Heteroskedastisitas

adalah dengan Uji LM ARCH. Jika regresi tersebut

menghasilkan probabilitas diatas 0,05 maka variabel bebas

tersebut tidak signifikan pada tingkat

a

= 5%. Dari hasil

tersebut dapat dikatakan bahwa pada tingkat

a

= 5% semua

koefisien regresi tidak signifikan yang berarti tidak terdapat

masalah heteroskedastisitas.

Tabel 4.12

Hasil Uji LM ARCH

ARCH Test:

F-statistic 0.990243 Probability 0.352829 Obs*R-squared 1.115384 Probability 0.290915 Sumber: Print out Komputer. (2011). Eviews 3.0

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai OBS*R

2

adalah


(2)

commit to user

lxxxiv

adalah 3,84. Karena nilai OBS*R

2

< X

2

tabel maka dapat

disimpulkan model terbebas dari masalah heteroskedastisitas

.

3)

Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji

Breusch-Godfrey

(BG-Test) untuk menguji ada tidaknya

autokorelasi. Hasil uji BG dapat dilihat pada tabel 4.10

berikut:

Tabel 4.13

Hasil Uji

Breusch-Godfrey

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.430314 Probability 0.276828 Obs*R-squared 1.924971 Probability 0.165310 Sumber: Print out Komputer. (2011). Eviews 3.0

Dari hasil uji di atas, diketahui bahwa nilai probabilitas

lebih besar dari probabilitas 0,05. Maka hipotesa yang

menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi tidak

ditolak. Berarti model empirik lolos dari masalah

autokorelasi.


(3)

commit to user

lxxxv

Menurut hasil pengujian yang penulis lakukan di atas

ditemukan bebrapa interpretasi yang dapat dijelaskan sebagai

berikut :

1)

Apabila variabel di uji secara terpisah maka hanya

variabel Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) yang

secara signifikan mempengaruhi Pertumbuhan Ekonmi

(GRW) namun hubungannya negatif. Ini berarti jika

Kemampuan Keuangan Daerah semakin menunjukkan

angka yang baik, maka pertumbuhan ekonominya justru

sebaliknya pada sektor-sektor tertentu.

2)

Apabila variabel di uji secara bersama-sama maka

variabel Kemampuan Keuangan Daerah (KKD) dan

Kemandiriran Daearah (KMD) tidak berpengaruh

terhadap pembentukan tinggi-rendahnya pertumbuhan

ekonomi.

BAB V

PENUTUP


(4)

commit to user

lxxxvi

Dari hasil penelitian dan hasil analisis data dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1.

Berdasarkan rasio kemampuan keuangan daerah yang ditunjukkan dengan

angka rasio ratanya adalah sangat kurang karena hanya memiliki

rata-rata 6,68 %, hal ini berarti bahwa tingkat kemandirian / kemampuan

keuangan Kabupaten Wonogiri masih rendah dalam melaksanakan

otonominya. Sedangakan rasio kemandirian daerah yang ditunjukkan

dengan angka rasio rata-ratanya adalah 7,84 % masih berada diantara 0

%-25 % tergolong mempunyai pola hubungan instruktif yang berarti

kemampuan Pemerintah Kabupaten Wonogiri dalam memenuhi kebutuhan

dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintahan, Pembangunan,

dan Pelayanan Sosial masyarakat masih relatif rendah meskipun dari

tahun ke tahun terus meningkat. Sedangkan tingkat ketergantungan pada

sumber pendapatan dari pihak ekstern yang masih cukup tinggi

disebabkan karena sumber-sumber keuangan potensial negara adalah

milik pemerintah pusat.

2.

Kemampuan Keuangan Daerah berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap Pertumbuhan ekonomi (

growth

), artinya semakin tinggi tingkat

kemampuan keuangan daearah maka akan mengurangi tingkat

pertumbuhan ekonomi. Kemandirian Daerah berpengaruh positif namun

tidak signifikan.


(5)

commit to user

lxxxvii

Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan tentang kinerja keuangan

Pemerintah Kabupaten Wonogiri, penulis mencoba mengajukan beberapa

saran. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut :

1.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, kontribusi kemandirian daerah dan

kemampuan

keuangan

daerah

sangat

diperlukan

agar

tingkat

ketergantungan keuangan daerah kepada pemerintah pusat dapat dikurangi

baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi.

a.

Intensifikasi

1)

Pemkab Wonogiri harus lebih tertib lagi dalam menetapkan dan

penyetoran pajak.

2)

Melaksanakan secara optimal pemungutan pajak dan retribusi

daerah sesuai dengan potensi yang obyektif berdasarkan peraturan

yang berlaku.

3)

Melakukan langkah-langkah pengendalian lain guna menghindari

timbulnya penyimpangan terhadap pelaksanaan peraturan daerah

mengenai pengelolaan maupun penetapan pajak dan retribusi

daerah.

b.

Ekstensifikasi

1)

Menggali obyek pungutan baru yang potensial dengan lebih

memprioritaskan kepada retribusi daerah untuk ditetapkan dan


(6)

commit to user

lxxxviii

2)

Meninjau kembali ketentuan tarif dan pengembangan sasaran

sesuai dengan peraturan daerah yang ada dan mengkaji ulang

peraturan daerah untuk diajukan perubahan

2.

Masyarakat harus selalu mendukung kebijakan yang dibuat oleh

pemerintah daerah yang bersifat membangun. Oleh karena itu sumber

daya yang dimiliki pemerintah Kabupaten Wonogiri harus benar-benar

dikembangkan secara optimal agar tujuan pertumbuhan ekonomi dapat