IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DI MEDIA CETAK HARIAN PT. JAWA POS SURABAYA (STUDI DESKRIPTIF MENGENAI IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI BAGIAN REDAKSIONAL DI MEDIA CETAK HARIAN PT. JAWA POS SURABAYA).
Di Media Cetak Harian PT. Jawa Pos Surabaya ) SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
Oleh
Yanuariska Dwi Santi. S 0443010441
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA 2010
(2)
Oleh:
YANUARISKA DWI SANTI S NPM. 0443010441
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima olehTim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 19 Februari 2010
Pembimbing Tim Penguji
1. Ketua
Juwito, S.Sos, M.Si Juwito, S.Sos M, Si NPT. 3.6704.95.0036.1 NPT.3.6704.95.0036.1
2. Sekertaris
Drs.Syaifudin Zuhri, M.Si NPT.3.7006.94.0035.1
3. Anggota
Dra.Herlina Suksmawati,M.Si
NIP 030.223.611
Mengetahui
DEKAN
Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si
(3)
iii
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DI MEDIA CETAK HARIAN PT. JAWA POS SURABAYA (Studi Deskriptif Mengenai Iklim Komunikasi Organisasi Bagian Redaksional di Media Cetak Harian PT. Jawa Pos Surabaya).
Peneliti menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu dan kurangnya pengalaman Peneliti dalam penyusunan skripsi. Meskipun demikian, dalam penyusunan skripsi ini Peneliti telah mendapatkan bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula, Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya:
1. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Msi, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur.
2. Bapak Juwito, S.Sos, Msi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur serta sebagai Dosen Pembimbing peneliti. Terima kasih atas semua bimbingan yang telah bapak berikan.
3. Papa dan Mamaku tercinta yang selalu mendidik dan membimbing seluruh buah hatinya penuh cinta dan kasih sayang serta selalu mendo’akan yang
(4)
iv
5. Mbak vita, teman kostku yg selalu membantuku dan support aku. Terima kasih yah mbak buat supportnya
6. Terima kasih banyak juga buatt mas heri, teman sekaligus sodara yang mendukung, do’ain dan mengantar aku kemana-mana
7. Yoyok terima kasih banyak, banyak, banyak buat bantuannya selama ini 8. Freddy, hendra, recky, mas ndungndung, mas udin, mas tikus, mas indra, mas
nonaaa dan mas-mas yang lain serta teman-teman kampus dan di luar kampus yang tidak bisa aku sebutin satu-satu, thanks a lot for u’r help and u’r support kawan
Semoga kita semua termasuk orang yang senatiasa bermanfaat bagi sesama, agama, bangsa dan Negara serta berbahagia di dunia dan akherat.
Amiiiiien.
Surabaya, 16 Desember 2009
(5)
v
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR... iii
ABSTRAKSI... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... xi
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 18
1.3 Tujuan Penelitian ... 18
1.4 Kegunaan Penelitian ... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori... 20
2.1.1 Komunikasi ... 20
2.1.2 Iklim Komunikasi ... 22
2.1.3 Komunikasi Organisasi ... 25
(6)
vi
Informal... 37
2.1.4.3 Teori komunikasi yang Mendukung- komunikasi Informal ... 39
2.1.5 Proses Komunikasi... 40
2.1.6 Komunikasi Interaksional ... 41
2.1.7 Konsep Hubungan dalam Suatu Perusahaan... 43
2.1.8 Teori Hubungan Manusia... 46
2.2 Kerangka Berpikir... 49
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 53
3.1.1 Iklim Komunikasi Organisasi Positif ... 53
3.1.2 Iklim Komunikasi Organisasi Negatif ... 54
3.1.3 Pengukuran Variabel... 54
3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel... 57
3.2.1 Populasi ... 57
3.2.2 Teknik Penarikan Sampel dan Sampel... 58
3.3 Teknik Pengumpulan Data... 59
(7)
vii
4.1.2 Gambaran Redaksional ... 71 4.2 Penyajian Data dan Analisa Data... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 109 5.2 Saran... 110
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(8)
viii
Tabel 1 Jenis Kelamin ... 73
Tabel 2 Usia ... 74
Tabel 3 Pendidikan... 75
Tabel 4 Penghasilan ... 76
Tabel 5 Kepercayaan dan Kejujuran Atasan Terhadap Bawahan ... 77
Tabel 6 Kepercayaan dan Kejujuran Bawahan Kepada Atasan ... 78
Tabel 7 Kepercayaan... 79
Tabel 8 Karyawan Dapat Berkomunikasi dan Berkonsultasi Mengenai Kebijakan Perusahaan ... 83
Tabel 9 Adanya Komunikasi Dalam Pengambilan Keputusan dan Penetapan Tujuan Bersama ... 83
Tabel 10 Pengambilan Keputusan Partisipatif ... 84
Tabel 11 Adanya Keterusterangan dan Kejujuran Diantara Sesama Karyawan ... 88
Tabel 12 Karyawan Dalam Pengungkapan Isi Pikiran ... 89
Tabel 13 Kejujuran... 90
Tabel 14 Kesulitan Karyawan dalam Menerima Informasi Yang Meningkatkan Kemampuan Berkoordinasi... 92
Tabel 15 Kemudahan Karyawan Memperoleh Informasi Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan Mereka... 93
(9)
ix
Laporan Karyawan ... 97 Tabel 19 Mendengarkan Dalam Komunikasi ke Atas ... 98
Tabel 20 Komitmen Terhadap Tujuan Berkinerja Tinggi... 101 Tabel 21 Kesejahteraan Karyawan Sepenting Tujuan Perusahaan yang
Berkinerja Tinggi ... 102 Tabel 22 Perhatian Pada Tujuan Berkinerja Tinggi ... 103
(10)
x
Gambar 1 Model Komunikasi Schraamm berbentuk sirkular ... 39 Gambar 2 Model Interaksi Simbolik... 43 Gambar 3 Kerangka Berpikir... 52
(11)
xi
1. Kuisioner ... 112
2. Data Jumlah Karyawan PT. Jawa Pos Surabaya ... 115
3. Struktur Organisasi PT. Jawa Pos Surabaya ... 116
(12)
xii
ORGANISASI DI MEDIA CETAK HARIAN PT. JAWA POS SURABAYA (STUDI DESKRIPTIF MENGENAI IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI BAGIAN REDAKSIONAL DI MEDIA CETAK HARIAN PT. JAWA POS SURABAYA).
Berdasarkan pengamatan peneliti banyak kasus yang terjadi yang mengungkapkan kurangnya keharmonisan antara pimpinan dewan redaksi dan redaksional, salah satunya terjadi pada redaksional PT. Jawa Pos Surabaya. pembagian kelompok antara pimpinan dengan bawahan, sehingga muncul kelompok senioritas dan junioritas. Penilaian karyawan redaksional tidak dilihat dari dedikasi kerja, akan tetapi dari lama bekerja. sehingga penilaian terhadap karyawan kurang objektif dan muncul kesenjangan antara karyawan lama dan baru. Menyebabkan karyawan baru tidak mudah bertahan selama satu tahun masa kerja.
Peneliti memilih karyawan redaksional karena banyak munculnya pembagian kelompok-kelompok lebih banyak di lakukan di bagian redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya.
Dalam penelitian mengenai iklim komunikasi kerja suatu perusahaan, peneliti menggunakan indikator-indikator yang mempengaruhi yaitu kepercayaan, pembuatan keputusan partisipatif, kejujuran, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, mendengarkan dalam komunikasi ke atas serta perhatian pada tujuan berkinerja tinggi yang dikembangkan oleh Pace dan Peterson (1979). Teori yang dipakai adalah teori Y dalam teori hubungan manusia dari Bernard (1983) dan Mayo (1933).
Ini adalah penelitian survey dengan metode deskriptif dan termasuk dalam penelitian kuantitatif. Jumlah sampel 89 orang dari populasi sejumlah 850 orang. Penentuan responden dengan menggunakan teknik penarikan sampel simple random sampling.
Berdasarkan penyajian data dan hasil analisa, diketahui bahwa iklim komunikasi kerja di redaksional PT. Jawa Pos Surabaya tidak baik. Jika dilihat pada analisa indikator penelitian dapat diketahui bahwa : Tidak ada kepercayaan sepenuhnya antara atasan dan bawahan. Karyawan tidak dapat berkomunikasi dan
berkonsultasi serta tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan perusahaan yang berhubungan dengan posisi para karyawan. Tidak ada keterusterangan dan kejujuran sepenuhnya diantara sesama karyawan. Karyawan mudah menerima segala informasi yang berhubungan dengan
(13)
(14)
1.1 Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan aktifitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari di keluarga, perkuliahan, pasar maupun dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Pada dasarnya komunikasi menyentuh hampir seluruh kehidupan manusia dimanapun dan apapun yang dilakukan manusia sejak saat bangun tidur sampai tidur lagi secara kodrati dalam komunikasi.
Manusia sebagai makhluk sosial memerlukan bantuan agar tetap bertahan hidup melalui pertolongan serta bekerja sama dengan orang lain. Bentuk kerjasama ini dapat melalui interaksi sosial. Interaksi ini menyangkut hubungan antara satu individu dengan individu yang lain, antara satu kelompok dengan kelompok yang lain, maupun antara individu dengan kelompok.
Manusia dalam berinteraksi tidak sekedar untuk memenuhi kepentingan pribadinya semata, tetapi berusaha untuk menjadi suatu bagian dalam kelompok- kelompok masyarakat. Keberadaan manusia dalam suatu kelompok manusia secara tidak langsung diakui jika dapat memberi bantuan kepada manusia lain. Dengan saling hormat menghormati, saling tolong menolong dan saling menghargai hubungan antara satu manusia dengan menusia lain dapat berjalan dengan harmonis.
(15)
Komunikasi sangat penting bagi manusia. Begitu juga halnya dengan suatu organisasi. Komunikasi memegang peranan penting dalam kehidupan suatu organisasi. Dengan pesatnya pembangunan di berbagai aspek kehidupan berdampak langsung terhadap perkembangan aktifitas organisasi, yang terfokus pada suatu iklim komunikasi, kerja dan organisasi. Hal ini yang menjadi perhatian seorang pimpinan organisasi untuk dapat meningkatkan kualitas kinerja seorang pimpinan organisasi untuk dapat meningkatkan kualitas kinerja sumber daya manusia agar mampu berkompetisi dalam era globalisasi.
Organisasi dalam pelaksanaannya sebagai sistem terstruktur melibatkan sekelompok orang dalam pelaksanaannya sebagai sistem terstruktur melibatkan sekelompok orang yang berperan sebagai anggota organisasi untuk mencapai tujuannya. Anggota di dalam suatu organisasi meliputi sekelompok karyawan dengan kemampuan di bidang tertentu dan berperan sebagai komunikan yang bertindak berdasarkan perintah atau instruksi dari atasan dan sekelompok orang atau pimpinan yang memiliki otoritas untuk memimpin dan mengatur sistem yang terdapat di dalam oganisasi. Dalam menjalankan perannya masing- masing anggota organisasi membutuhkan komunikasi yang harmonis agar proses pencapaian tujuan dapat berjalan dengan baik.
Proses komunikasi organisasi yang terjadi didalam suatu perusahaan merupakan penciptaan, penyampaian, dan interpretasi pesan dalam mendistribusikan pesan- pesan keseluruhan organisasi.
Dalam Face dan Fauler (2006; 17), Organisasi adalah sebuah wadah yang menampung orang- orang dan objek- objek, orang- orang dalam organisasi yang
(16)
berusaha mencapai tujuan bersama. Bila organisasi sehat, bagian- bagian yang interdependen bekerja dengan cara yang sistematik untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pemetahan mengenai organisasi meliputi pengenalan akan struktur, perencanaan, control dan tujuan, dan menempatkan faktor-faktor utama ini dalam skema adaptasi organisasi. ingkungan menentukan prinsip-prinsip pengorganisasian. Kaum objektifis mencari “bentuk terbaik” rganisasi berdasarkan kondisi- kondisi lingkungan.
Pendekatan ini menyebabkan pencarian kesesuaian optimal antara struktur organisasi dan faktor-fakor tertentu dalam lingkungan, seperti teknologi, situasi dan ketidakpastian. Organisasi dianggap sebagai pemroses informasi terbesar dengan input, throughtput dan output. Sistem terstruktur atas perilaku ini mengandung jabatan- jabatan (posisi-posisi). Dan peranan tersebut diisi oleh aktor- aktor.
Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit. Komunikasi merupakan bagian dari komunikasi dalam hubungan- hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.
Komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam organisasi. (Pace dan Fauler, 2006; 31)
Menurut face dan Faules, 2006 ; 49, iklim komunikasi organisasi dibentuk melalui interaksi antara anggota-anggota organisasi. Pandangan seorang objektivis mengatakan bahwa interaksi-interaksi dan proses-proses yang membentuk menciptakan kembali mengubah dan memelihara iklim adalah hal-hal yang
(17)
seharusnya menjadi pusat perhatian, bukannya respons setiap individu atau respons total di dalam organisasi menurut perspektif subjektif. Interaksi adalah hal yang paling penting untuk perkembangan iklim-iklim, bukanlah sifat seorang individu, tetapi sifat yang dibentuk, dimiliki bersama dan dipelihara para anggota organisasi.
Proses-proses interaksi yang terlihat dalam perkembangan iklim komunikasi organisasi juga memberi andil pada beberapa pengaruh penting dalam restrukturisasi, reorganisasi dan dalam menghidupkan kembali unsur- unsur dasar organisasi. Iklim organisasi yang kuat dan positif seringkali menghasilkan praktek- praktek pengelolaan dan pedoman organisasi yang lebih mendukung penggunaan mekanisme untuk meningkatkan iklim, kenyataanya tidak sekedar mempengaruhi iklim, melainkan menyebabkan perubahan mendasar yang lebih banyak dalam proses-proses mendasar yang membentuk bahan dan substansi organisasi. (Face dan Faules, 2006 ; 156)
Dalam suatu organisasi terdapat pimpinan dan bawahan. Pimpinan dalam kedudukannya sebagai komunikator bagi organisasi dituntut memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efisien dan efektif. Maksudnya perintah atau instruksi yang disampaikan dapat dipahami oleh karyawan. Kemampuan seorang pimpinan yaitu dalam memberikan informasi mengenai tujuan organisasi dan memberikan penjelasan dalam kaitannya dengan tujuan masing- masing kelompok sehingga masing- masing kelompok merasa bahwa organisasi adalah tujuan mereka bersama. Dengan cara tersebut seorang pimpinan dapat memotifasi karyawannya untuk bekerja dengan baik. Untuk menciptakan motivasi yang tinggi
(18)
di dalam diri angoota organisasi maka lingkungan di tempat mereka bekerja turut mendukung. Komunikasi organisasi yang harmonis tercipta dari iklim yang terdapat dalam organisasi tersebut.
Iklim komunikasi di dalam suatu organisasi memiliki peran yang cukup penting. Upaya suatu organisasi untuk menciptakan iklim kerja yang positif selain memerlukan dukungan dari anggota organisasi juga memerlukan proses waktu karena setiap individu yang berada dalam organisasi tersebut memerlukan adaptasi dan pembenahan secara bertahap untuk mencapai hasil yang maksimal dan bermanfaat bagi organisasi.
Iklim komunikasi yang negative pada suatu organisasi dapat mengakibatkan perputaran informasi dari pihak pimpinan kepada karyawan mengalami gangguan sehingga dapat berdampak pada komunikasi yang tidak efektif dan efisien. Bentuk nyata dari iklim komunikasi negative adalah terbentuknya sikap dari kelompok-kelompok yang merasa tidak puas dengan pimpinan. Kondisi tersebut mengakibatkan tidak terciptanya suatu kondisi iklim komunikasi yang positif.
Pentingnya komunikasi bagi manusia tidak dapat disangsikan, demikian pula dalam situasi kerja. Komunikasi dalam situasi kerja terbagi dalam dua bentuk kegiatan komunikasi, yaitu komunikasi formal dan informal. Komunikasi informal menyangkut hubungan yang rasional dalam situasi kerja. Pelaksanaannya dapat diwujudkan kepada tata hubungan yang berupa kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap karyawan berdasarkan garis yang ditetapkan oleh pimpinan perusahaan.
(19)
Sedangkan komunikasi informal berupa komunikasi yang diselenggarakan antara pimpinan dan karyawan yang menyangkut hubungan yang erat antar pribadi melalui pernyataan mengenai perasaan, keinginan serta hasrat dari masing-masing karyawan. Singkatnya, komunikasi informal adalah bentuk kegiatan yang bertujuan untuk membina hubungan erat pimpinan perusahaan, karyawan, beserta anggota keluarganya. Apabila komunikasi formal tidak berjalan seperti dimaksud, maka komunikasi informal merupakan saluran alternative untuk memperlancar komunikasi.
Hubungan informal terbentuk sebagai respon terhadap berbagai kesempatan yang dicipatakan lingkungan. Komunikasi informal menyebabkan informasi pribadi muncul dari interaksi diantara orang- orang dan menaglir keseluruh organisasi tanpa dapat diperkirakan. Informasi yang mengalir dalam jaringan komunikasi informasi berubah ubah dan tersembunyi.
Komunikasi informal cenderung berisi laporan rahasia mengenai orang dan kejadian-kejadian yang tidak mengalir secara resmi. Informasi yang diperoleh adalah yang berkenaan dengan apa yang didengarkan atau apa yang dikatakan oleh orang lain dan bukan apa yang diumumkan oleh pimpinan. Komunikasi informal sesungguhnya memiliki manfaat bagi organisasi karena komunikasi informal memberikan balikan kepada pimpinan mengenai keinginan karyawan.
Berdasarkan pengamatan peneliti banyak kasus yang terjadi yang mengungkapkan kurangnya keharmonisan antara pimpinan dan karyawan, salah satunya terjadi pada PT. Jawa Pos Surabaya. Pimpinan mengambil keputusan dengan cara menilai karyawan berdasarkan senioritas dan junioritas, yang paling
(20)
senior, masa jabatan di atas 5 tahun, akan di prioritaskan terlebih dahulu, meskipun kinerjanya buruk. Sedangkan karyawan yang masih di bawah satu tahun, dianggap belum layak untuk mengambil keputusan dan dianggap belum mempunyai kemampuan. Di ruang redaksional, antara pimpinan dan bawahan harus menjaga jarak, hal tersebut bisa dilihat dari penataan ruang, yang mana bawahan belum dapat meja. Dan lagi, karyawan redaksional tidak mendapatkan komputer sebagai fasilitas buat pekerjaannya. Karyawan baru harus mengantri komputer, karyawan senior lebih didahulukan saat mengantri. Aturan ini memang tidak tertulis, akan tetapi, pimpinan menganjurkan hal semacam itu dikarenakan karyawan baru dianggap tidak akan lama bekerja di PT. Jawa Pos Surabaya. Keadaan yang semacam itu, membuat semakin lama karyawan baru merasa tidak nyaman dan merasa dalam tekanan. Salah satu penyebabnya menurut peneliti adalah iklim kerja di dalam perusahaan tersebut tercipta secara tidak baik. Misalnya karyawan dituntut untuk meningkatkan prestasi dengan target 5 % pertahun, apabila tidak mengalami kenaikan prestasi, karyawan akan dipindah atau disarankan untuk mengundurkan diri. Apabila bisa meningkatkan prestasi, perusahaan akan memberikan bonus dan jenjang karir yang sebesar besarnya. Kenaikan prosentase didasarkan pada kinerja, bagian wartawan penilaiannya didasarkan pada jumlah hasil liputan yang akan ditampilkan, apabila sedikit, dianggap kinerjanya buruk. Hal ini menyebabkan persaingan yang tidak sehat antara karyawan PT.Jawa Pos Surabaya dan menimbulkan kelompok- kelompok bersaing.
(21)
Sudah biasa kalau di jawa pos terdapat kelompok- kelompok 5%, yang artinya, ada dua kategori kelompok, yang satu kelompok dibawah 5% dan kelompok diatas 5%. Disitu bisa diterjemahkan mana kelompok yang bakal naik jabatan dan mana kelompok yang akan dikeluarkan.
Jawa Pos adalah sebuah perusahaan yang seratus persen dikelola para professional murni, tanpa ada campur tangan pemilik saham. PT. Jawa Pos Surabaya mempunyai beberapa media yang direkrut untuk bergabung, diantaranya tabloid Komputek, Agrobis, Zigma, Liberty, Burung, Posmo, Nurani, Saji, Jaya Baya, Nyata, OtoTrend, Otomodify, Gloria dan banyak lainnya lagi. Selain itu PT. Jawa Pos Group juga mempunyai Radar radar harian yang beredar disetiap Kota di Indonesia.
Menyikapi dunia media ciber yang semakin pesat di abad ini, PT. Jawa Pos Surabaya sebagai media cetak mulai diguncang, banyak media groupnya gulung tikar seperti halnya radar semarang dan alternatif Plus karena berita redaksional Semarang tidak mencakupi isi dari geografis di semarang.
Koran kelompok Jawa Pos News Network masih beroplah 3-5 ribu, sedangkan tujuh Radar di Jawa Timur sudah meraih tiras sekitar 10 ribu-30 ribu.
Semakin meningkatnya dan berkembangnya dunia online, membuat PT. Jawa Pos Surabaya harus megejar ketertinggalan dengan media Online. Banyak cara yang dilakukan oleh PT. Jawa Pos Surabaya, diantaranya membuat even even remaja seperti halnya Deteksi dan Evergreen yang dikhususkan bagi pembaca manula. Berbagai acara seminar dan workshop diadakan untuk menaikkan oplah.
(22)
Iklan di harian PT. Jawa Pos Surabaya pun menurun drastis, omzetnya berkisar 12 miliar perbulan dan setiap bulan turun 1,5 miliar hal ini disebabkan banyaknya pemasang iklan mulai melirik ke media online.
Akibatnya saham PT.Jawa Pos Surabaya menurun, bila dibandingkan dengan Gramedia kompas yang mengalami kenaikan meski perlahan naiknya.
Menurunnya saham PT. Jawa Pos Surabaya diakibatkan oleh masalah intern perusahaan sendiri, setiap bagian divisi mencari penghasilan diluar job discription. Hasil liputan yang di koreksi oleh redaksional tidak maksimal, dan tidak akurat. Karena redaksional ikut mencari iklan. Meskipun bukan bagiannya, secara langsung dampaknya ke oplah PT. Jawa Pos Surabaya yang menurun dikarenakan isi dan bobot berita tidak maksimal. Sering terjadinya gesekan antara redaksional dan bagian iklan, diantaranya masalah porsi halaman, redaksional ingin beritanya lebih banyak muncul di halaman jawa pos daripada iklan yang lebih banyak. Kesenjangan ini membuat tiras PT. Jawa Pos Surabaya turun. Karena bagian iklan lebih mementingkan pendapatan dari iklan daripada oplah. Kalau oplah menurun, redaksional akan dipersalahkan oleh pimpinan karena dianggap tidak mampu bekerja dengan baik.
Ciri khas harian PT. Jawa Pos Surabaya dalam pemberitaan tetap dipertahankan, perekrutan bagian redaksional diperketat, dengan cara membuka lowongan pekerjaan bagi khalayak umum untuk menjadi wartawan, seleksi dilakukan setiap tahun tiga kali.
(23)
Persaingan inilah membuat PT. Jawa Pos Surabaya harus berani mengambil resiko dengan cara meningkatkan sumber daya manusianya agar lebih disiplin dan bekerja keras dalam deadline yang sangat ketat.
Perusahaan yang dipimpin oleh Dahlan Iskan ini, lebih meniitik beratkan pengawasan pada bagian redaksional yang terdiri dari Pimred, Redpel, Redaktur dan wartawan.
Setiap bagian redaksional tidak dianjurkan bekerja dengan duduk terlalu lama, apabila ada karyawan yang bekerja dengan duduk terlalu lama, direksi akan memberikan teguran.
Pada tahun 2008 pernah ada seorang direksi CEO PT. Jawa Pos Surabaya merusak dan membanting semua komputer di ruang redaksi, hal tersebut terjadi dikarenakan berita yang dimuat di Jawa Pos tidak sesuai visi misi dan tujuan PT. Jawa Pos Surabaya.
Kedisiplinan di PT. Jawa Pos Surabaya tidak selalu merugikan bagi karyawan Jawa Pos. Setiap tahunnya PT. Jawa Pos Surabaya selalu menganugerahkan dan memberikan penghargaan tingkat nasional maupun internasional kepada bagian redaksional yang berprestasi. Tidak segan segan, PT. Jawa Pos Surabaya juga memberikan kesempatan jenjang karir sampai level manager dan kepemilikan saham 20 persen bagi karyawan redaksional yang berprestasi.
Sudah 5 staf redaksioanal bagian wartawan PT. Jawa Pos Surabaya diberi kesempatan memegang kendali di media Group Jawa Pos beserta radar-radarnya di Indonesia.
(24)
Karena Tingkat disiplin yang sangat tinggi, bahkan tidak jarang pula membuat staff bagian redaksional banyak yang mengundurkan diri meskipun baru bekerja selama 3 bulan. Perusahaan juga tidak mempermasalahkan hal tersebut apabila ada karywannya yang mengundurkan diri, hal itu dilakukan demi regenerasi PT. Jawa Pos Surabaya.
Setiap harinya daftar absensi karyawan di audit oleh Direksi, apabila tidak masuk lebih dari 2 kali dalam satu bulan, akan dikenakan sangsi yaitu dipecat.
Setiap redaksional dianjurkan untuk bekerja dalam deadline, seperti halnya wartawan yang diwajibkan mendapatkan minimal 5 berita dalam sehari, apabila tidak mendapatkan berita sesuai kewajiban, akan mendapatkan peringatan. Kesepakatan itu memang sudah disetujui dan atas kesepakatan bersama.
Filosofi Dahlan sangat liberal. Pers harus dikelola sebagai institusi bisnis yang efisien. Di satu sisi ia ingin kebebasan pers penuh, di sisi lain ia tuntut standar yang tinggi. Ia juga menekankan efisiensi dalam pengelolaan. Sering itu dipahami sebagai standar gaji sangat rendah. Baru kalau perusahaan sudah sehat, karyawan diberi penghargaan.
Itu terbukti,. Para redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya semuanya sarjana, tapi diberi gaji kecil. Tapi setelah berjalan setahun dan mereka mendapat laba, karyawan diberi bagian dari keuntungan, bisa dapat tantiem sebesar Rp 5-6 juta, itu jumlah yang tidak kecil dan sangat menyenangkan karyawan, Tantiem adalah bonus akhir tahun yang diambil dari keuntungan perusahaan.
Graha Pena, kantor pusat PT. Jawa Pos Surabaya benar-benar menjadi sebuah menara pertanda kemakmuran. Halaman parkir luas penuh mobil.
(25)
Beberapa lantai diberi void (kosong) sehingga pemandangan sangat luas, antara lain di lobi. Ruang redaksi Jawa Pos di lantai IV, pun diberikan void pada lantai V sehingga para redaksional bisa menerawang tinggi sambil melirik siaran televisi dari sekitar 17 pesawat monitor televisi yang dipajang di tiga penjuru ruang redaksi.
Dahlan dan para redaksi PT. Jawa Pos Surabaya tampaknya memang sudah banyak yang mendapatkan fasilitas yang cukup. Direksi PT. Jawa Pos Surabaya rata-rata menggunakan mobil mewah. Dahlan sendiri menggunakan sedan Mercedes Benz dengan pelat nomor L-1-JP. L adalah nomor Surabaya sedangkan JP singkat Jawa Pos. Para Redaksi digaji bukan sekadar 12 bulan setiap tahun, tapi juga dapat tunjangan hari raya dan bonus beberapa bulan gaji. Maklum, dalam lima tahun terakhir, keuntungan PT Jawa Pos sekitar Rp 50 miliar dan para karyawan yang memegang saham 20 persen, tentu kebagian dividen setiap tahun. Disisi lain, masih ada karyawan redaksional bagian wartawan yang belum mandapatkan fasilitas yang cukup, sehingga mencari pencarian di luar kerja, bahkan menjual berita tanpa diketahui oleh pimpinan.
Dengan permasalahan seperti diatas, penekanan kedisiplinan kerja terhadap redaksional tetap diperketat, agar bisa mempertahankan apa yang sudah dicapai.
Disisi lain, redaksional harus bekerja dengan tekanan, karena tidak ada cara lain untuk membuat perusahaan besar.
Tidak adanya asuransi jiwa dari perusahaan, membuat karyawan kurang bekerja maksimal, antaranya setiap karyawan redaksional membuat asuransi
(26)
sendiri dengan perusahaan lain, dan asuransi setiap karyawan mempunyai perbedaan masing- masing, ada yang asuransi buat pendidikan, kesehatan, maupun kerja. Mengikuti asuransi berdasarkan pendapatan perbulan. Semakin tinggi pendapatan perbulannya, akan semakin tinggi pula asuransi yang didapatkan. Perbedaan ini membuat munculnya kesenjangan sosial antara karyawan. Sehingga dampaknya membuat karyawan redaksional mencari pendapatan diluar pekerjaan. Sehingga pekerjaan utama tidak bisa maksimal.
Dikarenakan perasaan ketakutan apabila ada kecelakaan kerja. Untuk itu karyawan diharuskan membuat asuransi sendiri.
Kejadian-kejadian ini memberikan dampak yang besar terhadap seluruh karyawan redaksional. Dampak ini berupa rasa khawatir atas pemecatan yang menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan, yang berarti kehilangan mata pencaharian, sekalipun mereka hanya melakukan kesalahan kecil yang mereka diharapkan bisa diberi tindakan berupa surat peringatan. Karyawan mengalami kesulitan dalam menyampaikan pendapat atas kebijakan perusahaan.
Kurangnya media informasi di PT. Jawa Pos Surabaya antara direksi dengan redaksional, seperti halnya rapat yang diadakan oleh direksi tidak menyertakan notulen (pencatat hasil rapat) sehingga karyawan redaksional tidak diperkenankan mengetahui isi hasil rapat. Sehingga bisa dikatakan rapat tertutup. Hal ini membuat iklim kerja tidak berjalan dengan baik. Media hanya berlaku dari atas kebawah, tidak ada media penyampai pesan dari bawah keatas.
Akibatnya perusahaan belum sepenuhnya mengerti, mengapa tingkat kedisiplinan staff bagian redaksional tidak sesuai apa yang diharapkan.
(27)
Media yang digunakan hanya media selebaran berupa peringatan dan pengumuman dan rapat yang diadakan kalaupun Jawa Pos group ada acara, itu dirasa kurang. Karena pada setiap sesi acara tidak ada timbal balik komunikasi antara pihak Direksi Jawa Pos dengan karyawan redaksional.
Dengan berubahnya pers menjadi pers industri, dengan sendirinya sistem manajemen modern pun harus diterapkan. Dalam beberapa kasus, penerapan sistem manajemen profesional ini mengakibatkan pula perombakan dalam struktur organisasi keredaksian. Karena tuntutan manajemen modern, redaksi harus pula memiliki seorang “manager” yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial konvensional di tubuh redaksi ( misalnya budgeting ).
Fungsi ini biasanya dijalankan oleh seorang redaktur pelaksana atau redaktur senior yang diberi jabatan sebagai Manager Redaksi. Dalam kasus PT. Jawa Pos Surabaya, penerapan sistem manajemen profesional itu menghasilkan perombakan yang cukup mendasar dalam tubuh organisasi redaksi. Perubahan ini disebut mendasar, karena selama ini belum pernah diterapkan oleh organisasi redaksi media lain.
Pada struktur yang lama, seorang pemimpin redaksi sekaligus mempunyai kewenangan (atau tugas) yang luas, baik dalam menjalankan kebijaksanaan redaksional harian (dan juga kebijaksanaan redaksional yang sifatnya strategis) sekaligus juga menjalankan fungsi manajerial (dalam kasus PT. Jawa Pos Surabaya, Pemred adalah “Direktur Utama” dan hal ini juga terjadi pada penerbitan pers pada umumnya).
(28)
Dalam struktur yang baru, Pemred melepaskan fungsinya yang pertama (kecuali fungsi strategis) dan melimpahkan kewenangannya itu kepada “Kepala Redaksi” yang menjadi penanggung jawab sehari-hari baik manajerial maupun redaksional.
Dengan struktur baru ini, pemimpin redaksi bisa mengembangkan fungsinya yang maksimal sebagai “Direktur Utama” sebuah perusahaan, termasuk melakukan ekspansi. Ia hanya melakukan campur tangan minimal dalam keputusan redaksional sehari-hari, kecuali jika ada keputusan yang sifatnya strategis.
Penerapan sistem baru ini menghadapi kendala, terutama karena munculnya anggapan telah terjadi “Marjinalisasi” peran redaksi dalam sebuah perusahaan Pers. Dalam struktur baru ini terlihat bahwa dalam posisi departemen redaksi disejajarkan dengan departemen yang lain, misalnya pemasaran, keuangan, dan iklan. Dan bahkan, ada yang beranggapan dalam pengalaman PT. Jawa Pos Surabaya bahwa dalam sebuah Perusahaan pers peran departemen iklan lebih penting ketimbang redaksi. Karena munculnya anggapan ini, mau tidak mau isu marjinalisasi redaksi semakin santer. Manajemen menyadari hal ini, dan berusaha melakukan perbaikan misalnya dengan dikeluarkannya “pengakuan” terhadap profesionalisme redaksi dalam bentuk TP (Tunjangan Profesi) bagi redaksi. Dan, dalam perkembangannya terbukti bahwa bagian redaksi tetap mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan perusahaan, dan karena itu kemudian belakangan ini dirasakan ada upaya untuk “me-rehabilitasi” redaksi.
(29)
Tetapi, sebenarnya anggapan di atas tidak seluruhnya benar. Restrukturisasi tersebut menghasilkan sebuah tatanan baru yang benar-benar tersistem. Anggapan bahwa bagian redaksi adalah bagian yang tidak disiplin belakangan terkikis. Hadirnya seorang kepala redaksi yang sehari-hari bertanggung jawab terhadap operasionalisme redaksi (redaksional maupun manajerial) sangat membantu dalam upaya pendisiplinan bagian redaksi, terutama dalam anggaran disiplin yang selama ini dianggap paling rendah. Hasilnya redaksi memberikan kontribusi besar dalam proses penataan sistem manajemen PT. Jawa Pos Surabaya.
Manajemen bisa didefinisikan sebagai “proses mendesain dan menjaga (maintain) sebuah lingkungan (environment) dimana seorang (individual) bekerja bersama dalam sebuah kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara efisien. Definisi ini bisa dielaborasi sebagai berikut:
Seorang manager bertugas melaksanakan fungsi-fungsi manajerial seperti, perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pengaturan Staff (Staffing), Kepemimpinan (Leading) dan Pengawasan (Controlling). Asas-asas manajemen ini berlaku terhadap segala macam jenis organisasi. Asas-asas manajemen ini berlaku pada manager pada setiap level. Tujuan semua manager sama ; menciptakan surplus. Manajemen konsep terhadap produktivitas yang sangat erat hubungannya dengan efektivitas dan efisiensi.
Karena itu, manager bertanggung jawab terhadap tindakan yang mendorong individual untuk memberikan kontribusi terbaiknya terhadap tujuan (Objective) sebuah kelompok. Karenanya, asas-asas manajemen itu berlaku
(30)
terhadap semua organisasi, baik yang kecil maupun yang besar, organisasi profit maupun nonprofit, Perusahaan manufacturing maupun industri.
Ini mencakup organisasi bisnis, badan pemerintahan, rumah sakit, universitas, dan organisasi-organisasi lainnya. Karena itu, organisasi yang efektif menjadi dambaan semua orang mulai dari Dirut perusahaan, Direktur rumah Sakit, Rektor Universitas, Redaktur Surat Kabar, sampai Ketua Takmir Masjid.
Dalam hal ini, seorang redaktur mempunyai “dwi Fungsi manajemen” ia tidak hanya melakukan fungsi manajerial konvensional (misalnya melakukan
budgeting), tetapi juga menjalankan tugas-tugas manajerial redaksional. Planning (Perencanaan) bagi seorang manager, berarti melakukan perencanaan anggaran untuk mencapai tujuan tertentu. Tetapi bagi seorang redaktur, hal itu bisa juga berarti ia harus membuat perencanaan pemberitaan, menjelaskan strategi untuk mendapatkan informasi, termasuk menyediakan anggaran untuk mengejar informasi. Fungsi ini bisa ia lakukan secara harian, tetapi juga bisa ia lakukan dalam periode tertentu (tahunan) seperti yang berlaku di PT. Jawa Pos Surabaya. Hal yang sama juga terjadi dalam tiga fungsi lainnya yaitu organizing, staffing
dan controlling.
Dalam sistem organisasi PT. Jawa Pos Surabaya yang baru, seorang redaktur secara formal disetarakan dengan seorang manager atau supervisor. Ini berarti seorang redaktur (sesuai kesepakatan) harus menjalankan fungsi manajerialnya sesuai dengan kesepakatannya. Karena itu, dalam sebuah organisasi pers modern, seorang redaktur dituntut juga untuk memahami dan menerapkan
(31)
fungsinya sebagai manager. Ini juga berarti seorang redaktur harus konsen terhadap produktifitas, efisiensi dan efektivitas.
Peneliti mengadakan penelitian dengan menggunakan pendekatan ilmiah terhadap hal- hal yang menjadi penghambat dan ketidakjelasan redaksional dalam melaksanakan tugas pekerjaan mereka.
Peneliti memilih PT. Jawa Pos Surabaya dikarenakan sebagai salah satu media cetak terbesar di Indonesia dan di Surabaya pada khususnya, Maka peneliti akan meneliti bagaimana Iklim komunikasi Organisasi di media cetak harian PT. Jawa Pos Surabaya.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena diatas yang menjadi perumusan masalah dari pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
”Bagaimana Iklim Komunikasi Organisasi di media cetak harian PT. Jawa Pos Surabaya?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah mengetahui bagaimana Iklim Komunikasi Organisasi di media cetak harian PT. Jawa Pos Surabaya?”.
(32)
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis :
Bagi peneliti sebagai tambahan wawasan di bidang komunikasi organisasi terutama bidang iklim komunikasi organisasi.
Kegunaan Praktis :
1. Sebagai masukan bagi karyawan, khususnya bagi pimpinan perusahaan dalam menciptakan iklim kerja yang Kondusif dalam perusahaan.
2. Baik pihak lain yang akan melaksanakan penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan kajian dan sumber informasi.
(33)
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Komunikasi
Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris Communication berasal dari bahasa latin Communication dan bersumber dari kata komunis yang berarti sama. Sama disini yang dimaksud adalah kesamaan makna. (Onong, 1984 : 11). Jadi orang- orang yang terlibat dalam suatu proses komunikasi harus sama- sama mengerti makna dan arti. Mereka harus sama- sama mengerti mengenai hal- hal yang dikemukakan. Kalau seorang komunikan tidak faham akan pesan yang disampaikan maka komunikasi tidak akan dapat berlangsung.
Suatu komunikasi dalam kegiatannya berlangsung melalui suatu proses yaitu jalan dan urutan kegiatan sehingga terjadi suatu timbal balik pengertian tentang hal diantara unsur- unsur yang saling berkomunikasi.
Bentuk kedua perilaku yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi adalah penafsiran pertunjukan-pesan (Redding,1972). Menurut
Random House Dictionary, menafsirkan (to interpret) berarti menguraikan atau memahami sesuatu dengan suatu cara tertentu. Komunikasi dapat dibedakan dengan semua perilaku manusia dan organisasi lainnya karena ia melibatkan proses mental memahami orang, objek, dan peristiwa, yang kita sebut pertunjukan-pesan. Satu-satunya pesan yang penting dalam berkomunikasi adalah pesan yang berasal dari proses penafsiran.
(34)
(Redding dan Sanborn, 1964 ). Anda mungkin secara sadar atau sengaja menciptakan suatu pertunjukan kata, bunyi, artifak dan tindakan untuk melukiskan suatu makna yang dimiliki, namun satu- satunya makna yang mempunyai pengaruh terhadap orang-orang adalah makna yang diberikan orang-orang itu pada pertunjukan tersebut. Apa yang ada dalam pikiran anda tidaklah menjadi soal, bagaimana orang lain menafsirkan apa yang dilakukan atau katakan adalah apa yang mempengaruhi perasaan dan tindakannya.
Didalam penelitian dalam kaitannya dengan komponen komunikasi maka manager dikatakan sebagai komunikator dan karyawan sebagai komunikan atau penerima pesan. Bilamana di dalam sebuah perusahaan para karyawan tidak menunjukkan adanya perubahan dalam melakukan suatu kegiatan komunikasi maka boleh di katakana bahwa komunikasi tersebut tidak berhasil. Untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan haruslah ditentukan kebijakan, metodik, dan teknik komunikasi lain serta pendekatan lain atau strategi. (Mulyana; 2006, 28)
Bila kita melihat apa yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi kita menemukan bahwa terdapat dua bentuk umum tindakan yang terjadi : pertama, penciptaan pesan atau, lebih tepatnya, penciptaan pertunjukan
(display) dan, yang kedua penafsiran pesan atau penafsiran pertunjukan. Pertunjukan pesan berarti bahwa anda membawa sesuatu untuk diperhatikan seseorang atau orang lain. Random House Dictionary of the English Language
(1987) menyatakan bahwa “to display” secara harfiah berarti “menyebarkan sesuatu sehingga sesuatu tersebut dapat terlihat secara lengkap dan menyenangkan”. Jadi “menunjukkan” berarti menempatkan sesuatu sehingga
(35)
terpandang secara jelas dan berada dalam suatu posisi menyenangkan bagi pengamatan tertentu.
Bentuk kedua perilaku yang terjadi ketika seseorang terlibat dalam komunikasi adalah menafsirkan pertunjukan pesan (Redding, 1972) menurut
Random House Dictionary, menafsirkan (to interpret) berarti menguraikan atau memahami sesuatu dengan suatu cara tertentu. Komunikasi dapat dibedakan dengan semua perilaku manusia dan organisasi lainnya karena ia melibatkan proses mental memahami orang, objek, dan peristiwa, yang kita sebut pertunjukan pesan. Satu satunya pesan yang penting dalam berkomunikasi adalah pesan yang berasal dari proses penafsiran. (Pace & Faules, 2005 : 27 – 28)
2.1.2 Iklim Komunikasi
Istilah iklim disini merupakan kiasan (metafora). Kiasan adalah bentuk ucapan yang didalamnya suatu istilah atau frase yang jelas artinya diterapkan pada situasi yang berbeda dengan tujuan menyatakan suatu kemiripan. Meskipun perbandingannya figurative, perbandingan tersebut memeberi informasi mengenai isi, struktur dan arti situasi baru tersebut. Seperti yang dinyatakan Sackmann (1989),” suatu kiasan dapat memberi gambaran yang gambling pada tingkat kognitif, emosional, perilaku, dan menyatakan suatu bagian tertentu pada tindakan tanpa menetapkan sebenarnya.
Frase “iklim komunikasi organisasi” menggambarkan suatu kiasan bagi iklim fisik. Sama seperti cuaca membentuk iklim fisik untuk suatu kawasan, cara orang bereaksi terhadap aspek organisasi menciptakan suatu iklim komunikasi.
(36)
Iklim komunikasi, dipihak lain, merupakan gabungan dari persepsi persepsi suatu evolusi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan harapan, konflik konflik antar pesona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Iklim komunikasi berbeda dengan iklim organisasi dalam arti iklim komunikasi meliputi persepsi persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang berhubungan dengan pesan yang terjadi dalam organisasi.
Iklim komunikasi penting karena mengaitkan konteks organisasi dengna konsep konsep, perasaan perasaan perasaan dan harapan harapan anggota organisasi dan membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi. Dengan mengetahui sesuatu tentang iklim suatu organisasi kita dapat memahami lebih baik apa yang mendorong anggota organisasi untuk bersikap dengan cara cara tertentu.
Telah ditunjukkan bahwa iklim memiliki sifat sifat yang membuatnya tampak tumpang tindih dengan konsep budaya. Poole (1985) menjel;askan bahwa “secara keseluruhan, tampaknya iklim lebih merupakan sifat budaya dari pada merupakan suatu pengganti budaya. Sebagai suatu sistem kepercayaan yang digeneralisasikan, iklim berperan dalam keutuhan suatu budaya dan membimbing perkembangan budaya tersebut”. Kopelman, Brief, dan Guzzo (1989) cenderung setuju dengan pandangan mengenai hubungan antara iklim dan budaya tersebut ketika mereka menyatakan bahwa ”budaya oragnisasi menyediakan konteks tempat iklim organisasi menetap”. Jadi, suatu pemahaman mengenai iklim
(37)
komunikasi suatu organisasi dapat berbicara banyak kepada kita mengenai budaya organisasi tersebut.
Beberapa ahli dalam komunikasi organisasi juga berpendapat bahwa konsep “iklim” merupakan salah satu “gagasan paling kaya dalam teori organisasi, secara umum, dan dalam komunikasi organisasi secara khusus” (Falcione, Sussman, dan Herden, 1987,hlm.195). disebut “kaya” karena iklim telah mendapat perhatian besar dalam literature teoritis dan empiris, iklim juga seakan akan sederhana dan rumit pada saat yang sama, dan memiliki daya penjelas yang cakupannya luas.
Poole (1985) menyatakan bahwa iklim muncul dari dan didukung oleh praktik praktik organisasi. Kopelman, Brief, dan Guzzo (1989) membuat hipotesis dan menyatakan bahwa iklim organisasi, yang meliputi iklim komunikasi, penting karena menjembatani praktik praktik pengelolaan sumber daya manusia dengan produktifitas. Mereka menerangkan bahwa “bila sebuah organisasi melaksanakan suatu rencana intensif keuangan baru atau berperan serta dalam pembuatan keputusan, mungkin muncul suatu perubahan dalam iklim organisasi. Perubahan iklim ini mengkin, pada gilirannya, mempengaruhi kinerja dan produktifitas” pegawai. Akan terlihat bahwa meskipun tidak semua konsekuensi praktik praktik perbaikan produktifitas mencerminkan perubahan dalam iklim, banyak yang demikian. Iklim secara umum dan iklim komunikasi khususnya, berlaku sebagai faktor faktor penengah antara unsure unsure sistem kerja dengna ukuran ukuran yang berbeda keefektifan organisasi seperti produktifitas, kualitas, kepuasan, dan vitalitas. ( Pace & Faules, 2005 : 146 – 148 )
(38)
2.1.3 Komunikasi Organisasi.
Realitas komunikasi menyarankan bahwa orang menafsirkan pertunjukkan dan makna. Makna tidak terkandung dalam pertunjukkan atau peristiwa atau kata (Lee & Lee, 1957). Namun, sebagimana yang dinyatakan sutu prinsip komunikasi : “Makna ada pada orang- orang, bukan pada kata- kata” (Pace & Faules, 2006; 29).
Menurut Pace & Faules (2006; 32) Komunikasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan pesan di antara unit- unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit dari komunikasi dalam hubungan- hubungan hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak- tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam organisasi menafsirkan pertunjukan. Komunikasi yang akan ditelaah adalah anggota- anggota organisasi, analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan.
Komunikasi organisasi adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Makna pesan dinegosiasikan antara para peserta. Makna muncul dan berkembang dalam interaksi yang berlangsung. Hubungna antara para pesrta, juga konteksnya, akan menentukan apa makna kata- kata yang bersangkutan. Fokus perhatiannya adalah pada transaksi dan non verbal yang sedang terjadi. (Pace & Faules:33)
Definisi dan konsep kunci dari komunikasi organisasi menurut Goldhaber 1986, memberikan definisi komunikasi sebagai berikut, “Organizational
(39)
communication is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty”.
Atau dengan kata- kata lain komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau selalu berubah-ubah (Muhammad, 2001:67).
Seperti yang disebutkan, komunikasi organisasi Wayne (2001) didefinisikan sebagai suatu pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hirarkis antara yang satu dengan yang lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. (Husein, 2001:65-66)
Menurut Mulyana (2001;75), komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam suatu jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok. Komunikasi organisasi seringkali melibatkan komunikasi didik, komunikasi antar pribadi dan ada kalanya juga komunikasi publik.
Dalam Muhammad 2001; 67-74, dijelaskan ada tujuh konsep kunci yaitu proses, pesan, jaringan, saling bergantung, hubungan, lingkungan dan ketidakpastian. Masing- masing konsep kunci ini akan dijelaskan satu per satu secara ringkas :
(40)
1. Proses
Suatu organisasi adalah suatu sistem terbuka, dinamis yang menciptakan dan saling menukar pesan diantara anggotanya. Karena gejala menciptakan dan menukar informasi ini berjalan terus-menerus dan tidak ada henti- hentinya maka dikatakan sebagai suatu proses.
2. Pesan
Pesan yang dimaksud adalah susunan simbol yang penuh arti tentang orang, objek, kejadian yang dihasilkan oleh interaksi dengan seseorang. Dalam komunikasi organisasi kita mempelajari ciptaan dan pertukaran pesan dalam seluruh organisasi. Pesan dalam organisasi dapat dilihat menurut beberapa klasifikasinya:
a. Pengklasifikasian pesan menurut bahasa yaitu pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal dalam organisasi misalnya seperti surat, memo, pidato, percakapan. Sedangkan pesan non verbal dalam organisasi terutama sekali yang tidak diucapkan atau ditulis seperti bahasa gerakan badan, sentuhan, nada suara, ekspresi wajah dan sebagainya.
b. Klasifikasi pesan menurut penerima yang diharapkan dapat dibedakan atas pesan internal atau pesan eksternal. Pesan internal khusus dipakai karyawan dalam organisasi misalnya, memo, bulletin dan rapat- rapat. Sedangkan pesan eksternal adalah untuk memenuhi kebutuhan organisasi sebagai system terbuka yang berkaitan dengan lingkungan dan masyarakat umum. Pesan eksternal ini misalnya iklan, usaha hubungan dengan masyarakat, karena usaha mengenai penjualan atau pelayanan.
(41)
c. Pesan dapat pula diklasifikasikan menurut bagaimana pesan disebarluaskan atau metode difusi. Kalau menggunakan metode perangkat keras untuk dapat berfungsi dan bergantung pada alat- alat elektronik dan tenaga listrik. Sedangkan pesan tergantung pada perangkat lunak kemampuan dan ketrampilan dari individu terutama dalam berpikir, menulis, berbicara dan mendengar agar dapat berkomunikasi satu sama lain. Termasuk komunikasi lisan secara berhadapan, percakapan dalam rapat-rapat, interview, diskusi dan kegiatan tulis menulis seperti surat, nota, laporan dan usulan pedoman.
d. Klasifikasi pesan yang terakhir adalah berdasarkan tujuan daripada pengirim dan penerima pesan. Pesan yang berkenaan dengan tugas-tugas yaitu berhubungan dengan produksi organisasi, pelayanan dan kegiatan khusus yang berkenaan dengan organisasi seperti penyempurnaan kualitas produksi, penjualan dan pemasaran. Pesan yang berkenaan dengan pemeliharaan organisasi seperti kebijaksanaan-kebijaksanaan, aturan- aturan yang membantu organisasi tetap hidup.
3. Jaringan
Organisasi terdiri dari satu seri orang-orang yang tiap-tiap nya menduduki posisi atau peranan tertentu dalam organisasi. Ciptaan dan pertukaran pesan dari orang-orang ini sesamanya terjadi. Melewati suatu set jalan kecil yang dinamakan jaringan komunikasi.
(42)
4. Keadaan saling tergantung
Keadaan yang saling tergantung satu bagian dengan bagian dengan bagian lainnya. Suatu bagian dari organisasi mengalami gangguan maka akan berpengaruh kepada bagian lainnya dan mungkin juga kepada seluruh sistem. 5. Hubungan
Hubungan dalam organisasi yang memfokuskan kepada tingkah laku komunikasi dari orang yang terlibat dalam suatu hubungan. Hubungan manusia dalam organisasi berkisar mulai yang sederhana yaitu hubungan di antara dua orang atau dyadic sampai kepada hubungan yang kompleks, yaitu hubungan dalam kelompok- kelompok kecil, maupun besar, dalam organisasi. 6. Lingkungan.
Lingkungan adalah semua totalitas secara fisik dan faktor sosial yang diperhitungkan dalam pembuatan keputusan mengenai individu dalam suatu sistem. Lingkungan terdiri dari lingkungan internal diantaranya personalia, karyawan, staf, golongan fungsional dari organisasi.
7. Ketidakpastian.
Ketidakpastian merupakan perbedaan informasi yang tersedia dengan informasi yang diharapkan. Ketidakpastian dalam organisasi juga disebabkan oleh terlalu banyaknya informasi yang diterima daripada sesungguhnya diperlukan untuk menghadapi lingkungan mereka.
Komunikasi organisasi suatu perusahaan dapat dilihat dari bagaimana peran komunikasi dalam menafsirkan setiap kebijakan, aturan, sistem dan budaya yang ada dalam suatu organisasi. Perusahaan yang didalamnya menyangkut
(43)
berbagai kepentingan disatukan dalam satu tujuan untuk mencapai produktifitas dan kualitas yang terbaik demi kepentingan bersama.
Selanjutnya bahwa iklim komunikasi organisasi dalam prakteknya terbagi menjadi dua yaitu ;
1. Iklim Komunikasi Organisasi Positif.
Iklim komunikasi organisasi yang positif adalah cenderung meningkatkan dan mendukung komitmen pada organisasi. Sehingga proses-proses yang terlibat memperkirakan bahwa perubahan dalam cara pelaksanaan kerja dalam suatu organisasi dan cara anggota organisasi dibimbing untuk dapat memperlancar iklim yang lebih positif. Dimensi yang dapat dijadikan sebagai penilaian bahwa iklim komunikasi organisasi positif dengan melihat bahwa adanya kepercayaan di masing-masing personel dalam organisasi tersebut. Dalam setiap pembuatan keputusan bersama semua personel diajak berkomunikasi dan berkonsultasi. Terciptanya suasana yang penuh dengan keterusterangan. Antara atasan dan bawahan adanya saling keterbukaan dalam memperoleh informasi dan personel di setiap tingkatan mau mendengarkan dengan pikiran yang terbuka.
Bila kondisi untuk hubungan antar pesona yang baik hadir, kita juga cenderung menemukan respons-respons positif terhadap penyelia, sikap tanggap atas kebutuhan-kebutuhan pribadi dan organisasi, ke pekan terhadap perasaan pegawai, dan kesediaan untuk berbagi informasi, semua ini adalah prasyarat untuk komunikasi ke atas dan ke bawah yang efektif. (Pace & Faules, 2005 : 203)
(44)
2. Iklim Komunikasi Organisasi Negatif.
Iklim komunikasi organisasi negatif yang dimaksud adalah iklim yang dapat benar-benar merusak keputusan yang dibuat anggota organisasi mengenai bagaimana mereka akan bekerja dan berpartisipasi untuk organisasi. Iklim komunikasi organisasi ini sangat rentan, terlihat dalam hal kepercayaan masing-masing anggota sudah tidak ada. Keputusan yang dibuat mewakili salah satu pihak.
Dalam organisasi, manajemen konflik lebih dari sekedar mencari kesepakatan, jika yang ingin dihasilkan ialah kemajuan dan minimalisasi konflik. Maka agenda lebih luas menjadi suatu keharusan kesepakatan atau perjanjian yang adil dan wajar adalah yang terbaik. Perjanjian yang membuat satu pihak merasa dieksploitasi atau dikalahkan cenderung akan menghasilkan kemarahan dan konflik berikutnya. ( Robert, 2005:156-157)
Manajemen Redaksi
Pada bagian terdahulu telah dibahas bahwa manajemen media massa secara umum terbagi atas dua bagian besar, yakni bagian redaksi dan perusahaan. Bagian redaksi membawahi semua kegiatan yang berhubungan dengan produk, yakni berita, mulai dari perencanaan peliputan, pencarian berita, pengolahan data, pecancangan halaman dan layout. Sementara perusahaan membawahi segala kegiatan terkait pemasaran produk, produksi, promosi, sirkulasi, iklan, pengelolaan SDM, berbagai perjanjian kerjasama, dan sebagainya.
(45)
Dalam kata lain, pemimpin umum bertanggung jawab menjalankan organisasi perusahaan secara keseluruhan, memegang otoritas tertinggi dari seluruh kegiatan yang ada di dalam perusahaan, membawahi semua unit, baik yang ada di dalam lingkup keredaksian maupun perusahaan, namun pada kondisi tertentu tetap menjalankan fungsi kewartawanan dalam porsi yang disesuaikan. Karena tugas dan wewenang yang begitu besar dari seorang pemimpin umum, mereka yang berada pada posisi ini selalu dibantu oleh seorang pemimpin redaksi dan seorang pemimpin perusahaan semua mempunyai tanggung jawab penuh.
Ia juga bertugas melakukan pengawasan dan pembinaan pada unit kerja yang berada di bawahnya, yakni redaktur pelaksana, koordinator peliputan, manajer produksi, para redaktur, wartawan, layouter, design grafis, hingga tenaga pracetak. Pemimpin redaksi, bertanggung jawab pada pemimpin umum.
Secara garis komando, koordinator peliputan berada setingkat dengan manajer produksi. Keduanya bertanggungjawab pada redaktur pelaksana. Koordinator peliputan membawahi redaktur dan wartawan. Sementara redaktur, membawahi wartawan, baik itu wartawan tulis maupun wartawan foto. Manajer produksi adalah penguasa tertinggi pada saat produksi. Pada saat itu, ia membawahi pengelola halaman, para editor, layouter, dan tenaga pracetak. Ia juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk yang dibuat akan laku.
Selain semua unit kerja tadi, Salah satu unit kerja yang tak kalah penting adalah sekretaris redaksi. Ia bertanggung jawab atas perencanaan, pengadaan, pengembangan dan keuangan redaksi. Ia juga bertanggung jawab atas pengadaan tenaga di redaksi serta sarana pendukungnya. Ia pula yang menyelenggarakan
(46)
kegiatan monitoring prestasi wartawan serta membuat evaluasi hasil kerja wartawan/koresponden.
Redaktur Pelaksana Bertanggung jawab atas kegiatan operasional redaksi sehari-hari Membawahi dan mengoordinasikan kegiatan beberapa unit menajerial di bawahnya, seperti koordinator peliputan, manajer produksi dan sekretaris redaksi. Menyelenggarakan rapat evaluasi di antara beberapa unit manajerial yang dibawahinya.
Koordinator Peliputan Bertanggung jawab terhadap peliputan seluruh desk/bidang/halaman Menyusun perencanaan peliputan bersama redaktur Menjabarkan dan mengawasi pelaksanaankonsep media yang telah ditentukan sejak perencanaan peliputan, penulisan hingga penyajiannya dalam tiap halaman. Memberi arah liputan, serta memperkaya visi redaktur dan reporter. Dewan redaksi bertugas memberikan masukan dan arahan terutama yang terkait kebijakan redaksional untuk kemudian dilaksanakan oleh jajaran redaksi. Redaktur artistik bertanggungjawab pada tampilan perwajahan setiap halaman suratkabar. Redaktur bahasa bertanggungjawab pada bahasa yang digunakan pada surat kabar. Ia memastikan bahwa bahasa yang digunakan sudah memenuhi kriteria gaya surat kabar tempatnya bekerja, sekaligus memenuhi kaidah-kaidah tatabahasa yang baik, benar, dan dapat diterima.
Struktur organisasi mendefinisikan cara kerja bertujuan dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal. Terdapat enam unsur kunci yang perlu disampaikan kemanajer ketika mereka merancang struktur organisasinya, unsur-
(47)
unsur tersebut adalah spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, sentralisasi dan desentralisasi serta formalisasi.
Ford memperlihatkan bahwa pekerjaan dapat dilakukan secara lebih efisien jika karyawan diperbolehkan berspesialisasi. Kita menggunakan istilah spesialisasi kerja atau pembagian kerja untuk mendiskripsikan sampai ke tingkat mana tugas dalam organisasi dipecah- pecah menjadi pekerjaan yang terpisah.
Tingkat spesialisasi kerja, bukannya keseluruhan pekerjaan dilakukan oleh satu individu, seluruh pekerjaan itu dipecah- pecah menjadi sejumlah langkah dengan tiap langkah diselesaikan oleh individu yang berlainan. Pada hakekatnya individu- individu berspesialisasi dalam mengerjakan bagian kegiatan tertentu, bukannya mengerjakan seluruh kegiatan. ( Robbins. 2007 : 586)
Salah satu cara paling popular untuk mengelompokkan kegiatan adalah menurut fungsi yang dijalankan, tentu saja departementalisasi menurut fungsi- fungsinya berubah agar dapat mencerminkan sasaran dan kecepatan organisasi itu.
Keunggulan utama dari tipe pengelompokan ini adalah tercapainya efisiensi-efisiensi dengan mengumpulkan spesialis yang sama. Departementalisasi fungsional mengusahakan tercapainya skala ekonomi dengan menempatkan orang dengan ketrampilan dan orientasi yang sama didalam unit- unit bersama.
Tugas juga dapat didepartementalisasikan berdasarkan jenis produk yang dihasilkan organisasi itu. Keuntungan utama dari tipe pengelompokkan ini adalah meningkatkan tanggung jawab atas kinerja, karena setiap bidang menjadi tanggung jawab manajer tunggal. (Robbins. 2007 : 588)
(48)
2.1.4 Komunikasi Informal
Komunikasi dalam organisasi juga dapat digolongkan menjadi komunikasi formal dan komunikasi informal. Dasar penggolongan ini adalah gaya, tata karma dan pola aliran iformasi didalam perusahaan. Bila pesan pesan atau informasi dikirim, ditransfer dan diterima melalui pola hirarki kewenangan organisasi yang biasanya disebut sebagai rantai komando maka terjadilah komunikasi formal namun banyak juga pertukaran informasi dalam organisasi terjadi dengan cara yang kurang sistematik dan lebih informasi yang disebut sebagai komunikasi informal. Proses komunikasi informal ini juga disebut “grapevine” (selentingan, gossip, dan desas desus). Karena pertumbuhan dan penyebarannya yang nampak serampangan dan tanpa terencana terlebih dahulu. Komunikasi formal dan komunikasi informal kedua- duanya sama pentingnya bagi operasi yang efektif dari suatu perusahaan.
Pada mulanya banyak manager berusaha menghindari dan bahkan menghilangkan sistem komunikasi “grapevine” ini, sebab mereka berpendapat hanya gossip dan desas- dessus yang dihasilkannya. Namun dewasa ini disadari bahwa manager yang baik harus berani mencoba komunikasi informalsebagai pendukung rantai komando formal. Banyak penelitian telah mengungkapkan bahwa informasi kadang- kadang bernada memerintah, meskipun sedikit menyimpang (distored). Kecepatan cara kerja komunikasi informal yang sangat tinggi mendorong manager yang menekankan efisiensi untuk menggunakannya, bukan justru menghilangkannya.
(49)
Komunikasi informal terjadi diantara karyawan dalam suatu organisasi yang dapat berinteraksi secara bebas satu sama lain terlepas dari kewenangan dan fungsi jabatan mereka. Biasanya komunikasi informal dilakukan melalui tatap muka langsung dan melalui pembicaraan lewat telepon. Komunikasi informal terjadi sbagai perwujudan dari keinginan manusia untuk bergaul (sosialisasi) dan keinginan untuk menyampaikan informasi yang dipunyai dan tidak dipunyai oleh rekan sekerjanya. Meskipun hubungan yang terjadi dalam komunikasi informal ini mengikuti pola yang bebas dari pengaruh organisasi formal, akan tetapi komunikasi informal merupakan saluiran yang penting karena menyebar keseluruh bagian dalam organisasi tanpa memperhatikan struktur dan saluran komunikasi formal.
Komunikasi informal dalam suatu organisasi memberikan petunjuk apakah saluran komunikasi formal telah berfungsi secara efektif. Dengan mempelajari komunikasi informal, dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian dalam organisasi formal guna mendukungkomunikasi dan pencapaian tujuan organisasi. Pendekatan atau cara mempelajari komunikasi informal dapat dilakukan secara informal maupun secara formal. Pendekatan informal dalam mempelajari komunikasi informal adalah dengan mengamati perilaku karyawan sehari- hari didalam organisasi. Setelah proses komunikasi dapat diidentifikasikan. Maka cara yang paling efektifbagi manajemen untuk mengendalikan pemimpin-pemimpin informal (informal leaders) adalah mengakui eksistensinya, mempertimbangkan pengaruh mereka, dan kemudian mengintegrasikan kepentingan dari pemimpin- pemimpin dan kelompok-kelompok informal tersebut dengan organisasi formal.
(50)
Dengan menyadari adanya preferensi-preferensi dalam hubungan antyar pribadi diatas, seorang atasan dapat meningkatkan pemahaman atassifat aliran komunikasi diantara karyawan secara individual sehingga dapat memahami sikap mereka terhadap pekerjaannya, kelompok karyawan dan organisasi dimana mereka bekerja.
2.1.4.1Fungsi Komunikasi Informal
Fungsi utama dari komunikasi informal adalah memelihara hubungan sosial dan penyebaran informasi yang bersifat pribadi, gossip dan desas- desus. Disamping itu, komunikasi informal dapat bersifat hubungan penugasan atau kedinasan (task related).
Jaringan komunikasi formal jarang dapat menyebarkan informasi mengenai penugasan dengan cukup memadai, maka biasanya terjadi saluran komunikasi informal untuk mengambil alih fungsi komunikasi formal tersebut. Komunikasi informal dapat digunakan oleh manajemen puncak untuk menyebarkan pesan- pesan dan informasinya secara cepat dan tepat.
2.1.4.2Sifat dan Karakteristik Komunikasi Informal
Meskipun komunikasi informal belum banyak diteliti, tetapi beberapa studi yang dilakukan dapat memberikan penjelasan tentang bagaimana cara bekerjanya komunikasi informal. Salah satu sifat yang menonjol dari komunikasi informal adalah kecepatan penyebarannya. Pada umumnya pesan-pesan yang dilakukan melalui komunikasi informal lebih cepat dibandingkan melalui saluran
(51)
komunikasi formal. Disamping itu komunikasi informal juga selektif, bila terjadi keragu- raguan, maka biasanya informasi disampaikan dengan cara membedakan siapa yang layak dan tidak layak menerimanya.
Komunikasi informal cenderung berisi laporan rahasia mengenai orang dan kejadian- kejadian yang tidak mengalir secara resmi, informasi yang diperoleh adalah yang berkenaan dengan apa yang didengarkan atau apa yang dikatakan oleh orang lain dan bukan apa yang diumumkan oleh pimpinan. Komunikasi informal sesungguhnya memiliki manfaat bagi organisasi karena komunikasi informal memberikan balikan kepada pimpinan mengenai keinginan karyawan. Dengan adanya jaringan komunikasi informal sehingga dapat membantu menerjemahkan pengarahan pimpinan ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami oleh karyawan (Muhammad, 2001 : 124-127).
Efek dari komunikasi informal yang negative dapat dikontrol oleh pimpinan, dengan menjaga jaringan komunikasi formal yang bersifat terbuka, jujur, teliti dan sensitive terhadap komunikasi ke atas, ke bawah dan mendatar. Hubungan yang efektif antara atasan dan bawahan kelihatannya sangat krusial untuk mengontrol informasi. direksi hendaklah membiarkan karyawan mengetahui bahwa mereka menerima dan memahami informasi komunikasi informal, khususnya yang berkenaan dengan pernyataan karyawan, walaupun informasi itu tidak lengkap dan tidak benar.
Ciri khas dari komunikasi informal adalah kebebasan, keterbukaan serta keakraban dalam berhubungan sehingga mampu menyampaikan pesan sekalipun pesan tersebut bersifat pribadi. (wolford, 1987:390)
(52)
2.1.4.3Teori Komunikasi yang Mendukung Komunikasi Informal
Komunikasi informal dalam prakteknya mengarah pada bentuk komunikasi antar personal yang merupakan komunikasi langsung (tatap muka) dan dengan sifat dialogisnya serta umpan balik yang terjadi secara seketika sehingga mendukung teknik persuasif. Proses komunikasi semacam ini sesuai dengan model komunikasi yang dikenal dengan The Osgood and Schram Circular Models (model Sirkular Osgood dan Schramm). Model ini dinilai sebagai sirkular dalam derajat yang tinggi, sebagaimana terdapat pada gambar di bawah ini :
Penyandian
Interpreter Penerimaan sandi
Pesan
Penyandian Interpreter Penerimaan sandi
Pesan
Gambar 1 . Model komunikasi Schramm berbentuk sirkular (Muhammad, 2001 : 11)
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa Osgood dan Schramm menitik beratkan komunikasi dalam pembahasannya perilaku dan perilaku utama dalam proses komunikasi.
(53)
2.1.5 Proses Komunikasi
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi. Jika persepsi tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan untuk memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. (Mulyana, 2001; 167-168).
Informasi merujuk kepada kata-kata (dalam pesan tertulis) dan bunyi (dalam pesan terucap) dalam pertunjukan. Informasi akan dirujuk, seperti dalam konteks “arus komunikasi” dan “pemrosesan informasi”. Informasi adalah suatu istilah untuk merujuk kepada apa yang kita sebut pertunjukan pesan dan sering digunakan untuk merujuk kepada nilai keuntungan dan kerugian, evaluasi kerja, dan pendapat pribadi yang dinyatakan dalam surat dan memo, laporan teknis dan data. (Pace & Faules, 2006;29).
Proses komunikasi yang terjadi dalam suatu perusahaan harus memiliki komunikasi yang efektif antara anggota organisasi, yaitu manajer, penyelia dan stafnya. Persepsi mengenai informasi yang diterima maupun yang disampaikan antara manajer, penyelia, dan staff dalam suatu perusahaan harus benar- benar akurat. Pola komunikasi yang didalamnya terjadi proses saling tukar menukar informasi menjadikan efektifitas pesan dapat diterima dengan baik antara kedua belah pihak.
Sebelum komunikasi berlangsung, tujuan, yang dinyatakan sebagai pesan yang akan disampaikan, komunikasi terjadi antara sebuah sumber (pengirim berita)dan sebuah pengirim berita. Pesan disandikan (diubah dalam bentuk
(54)
symbol) dan disalurkan kepada si penerima pesan, yang menerjemahkan (memisahkan sandi)pesan yang disampaikan oleh pengirim berita. Hasilnya berupa sebuah pemindahan maksud dari satu orang kepada orang lain.(Robbins, 2002:147)
Konsep umpan balik ini dalam proses komunikasi amat penting karena dengan umpan balik komunikator mengetahui apakah komunikasinya itu berhasil atau gagal, dengan lain perkataan apakah umpan baliknya itu positif atau negatif. Dalam penelitian ini umpan balik yang bersifat positif adalah bila responden memberikan jawaban “ya” atas pertanyaan yang diberikan dalam kuisioner, umpan balik yang bersifat negatif adalah bila responden memeberikan jawaban “tidak” terhadap pertanyaan yang diberikan dalam kuisioner.
2.1.6 Komunikasi Interaksional.
Komunikasi pada hakekatnya adalah interaksi. Pandangan ini menyetarakan komunikasi dengan suatu proses sebab akibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal atau non verbal penerima bereaksi dengan memberi jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua, dan seterusnya.
Pada model komunikasi interaksional, manusia dianggap lebih aktif. Kualitas simbolik secara implisit terkandung dalam istilah interaksional sehingga model komunikasi interaksional ini berbeda dngan interaksi biasa yang ditandai dngan pertukaran stimulus respons (Mulyana, 2003 :159)
(55)
Model komunikasi interaksional merujuk pada model komunikasi yang dikembangkan oleh para ilmuwan sosial yang menggunakan perspektif interaksi simbolik. Perspektif interaksi simbolik lebih dikenal dalam sosiologi, meskipun pengaruhnya juga berdampak pada disiplin ilmu lainnya. Pada model komunikasi interaksional sangat sulit untuk menggambarkan model diagramatik, karena karakter yang kualitatif, non sistematik dan non liniar. Beberapa model yang sesuai untuk menggambarkan komunikasi interaksional adalah model verbal.
Dalam komunikasi interaksional tidak mengklasifikasikan fenomena komunikasi menjadi berbagai unsur atau fase seperti dijelaskan dalam model linier atau mekanistik. Alih-alih komunikasi digambarkan sebagai pembentukan makna (penafsiran pesan atau perilaku orang lain) orang peserta komunikasi.
Mulyana (2003: 160) menjelaskan bahwa beberapa konsep penting yang digunakan dalam komunikasi interaksional adalah :
1. Diri (self)
2. Diri yang lain (other) 3. Symbol
4. Makna 5. Penafsiran 6. Tindakan
Pendekatan model interaksional dengan menggunakan elemen- elemen diatas dapat digambarkan sebagai berikut :
(56)
Menurut model interaksi simbolik, orang- orang sebagai peserta komunikasi bersifat aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan (Mulyana, 2003 : 160). Dalam hal ini model interaksional menolak anggapan bahwa manusia bersifat pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar dirinya.
Komunikator Komunikator
Diri / yang lain
Diri / yang lain
Objek
Kontek yang kultur
2.1.7 Konsep Hubungan Dalam Suatu Perusahaan.
Komunikasi organisasi yang paling nyata adalah konsep hubungan (relationship). Goldbaher (1979) mendefinisikan organisasi sebagai “sebuah jaringan yang saling bergantung (interdependent)”. Bila sesuatu saling bergantung, ini berarti hal-hal tersebut saling mempengaruhi dan saling dipengaruhi satu sama lainnya. Pola dan sifat hubungan dalam organisasi dapat ditentukan oleh jabatan dan peranan yang ditetapkan bagi jabatan tersebut. Ini memberi struktur stabilitas kepada organisasi tersebut.
(57)
a. Hubungan Antar Personal.
Hubungan yang paling intim kita miliki dengan orang- orang lain dalam tingkat pribadi, antar teman, sesame sebaya, biasanya disebut sebagai hubungan antarpesona. Dengan merekalah kita beresonansi, bergetar, dan sesuai, menunjukkan bahwa dapat mempedulikan mereka. Hubungan antarpesona memiliki pengaruh yang besar dan menembus kehidupan organisasi. Bila kondisi untuk hubungan antarpesona yang baik hadir, sehingga cenderung menemukan respons-respons positif terhadap penyelia, sikap tanggap atas kebutuhan- kebutuhan pribadi dan organisasi, kepekaan terhadap perasaan pegawai, dan kesediaan untuk berbagi informasi, semua ini adalah prasyarat untuk komunikasi ke atas dank e bawah yang efektif.
b. Hubungan posisional.
Hubungan posisional ditentukan oleh struktur otoritas dan tugas- tugas fungsional anggota organisasi. Hubungan posisional yang paling umum, dan mungkin paling penting untuk kerja organisasi secara efektif dan efisien, adalah hubungan atasan-bawahan. Dalam organisasi, jabatan-jabatan disusun dalam urutan hierarki, menciptakan serangkaian hubungan atasan- bawahan di seluruh organisasi. Jadi keteraturan dan pola dalam komunikasi atasan- bawahan memiliki implikasi untuk hamper seluruh organisasi. Bila hubungan-hubungan atasan-bawahan dapat diperkokoh sumber daya manusia di seluruh organisasi dapat ditingkatkan.
Konsep hubungan atasan-bawahan bersandar kuat pada perbedaan dalam otoritas, yang diterjemahkan menjadi perbedaan dalam status, hak dan
(58)
pengawasan. Seorang atasan dipandang-paling sedikit-memiliki status lebih tinggi, lebih banyak hak istimewa, dan wilayah pengawasan tertentu atas seorang bawahan. Seorang bawahan memiliki status lebih rendah, lebih sedikit hak istimewa, dan bergantung pada atasannya dan sering berbeda dengan atasan tersebut, atasan juga bergantung pada bawahannya.
Cara seorang bawahan memberi respon kepada atasannya, bergantung pada faktor-faktor seperti seberapa jauh bawahan mempercayai atasannya dan berapa besar keinginan bawahan atau aspirasi mobilitas ke atas.
Komunikasi atasan bawahan menunjukkan bahwa bawahan cenderung mengatakan kepada atasan apa yang ingin didengar oleh atasan mereka menurut perkiraan mereka, dan memberi informasi kepada atasan yang menggambarkan kelebihan bawahan, yang paling sedikit, tidak mencerminkan kekurangan bawahan. Konsekuensi yang tampak berkaitan dengan sifat hubungan atasan- bawahan yang melekat hierarkis yang muncul dari struktur organisasi. (Pace&Faules, 2006;201-205).
Hubungan antar manajer, penyelia dan staff dalam suatu organisasi perusahaan ditentukan oleh hubungan secara struktur dan hubungan antarpribadi. Hubungan struktur berdasarkan jabatan yang ada dalam struktur organisasi tersebut. Hubungan ini digunakan dalam pelaksanaan instruksi dari manajer ke penyelia dan diteruskan kepada staf. Sedangkan hubungan antarpribadi menguatkan pesan tersebut agar instruksi dilaksanakan tidak kaku melainkan ada suasana yang akrab supaya hubungan antar anggota organisasi terjalin dengan baik.
(59)
Sesungguhnya komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan peling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya, dengan bertambahnya orang yang terlibat dalam komunikasi menjadi bertambahnya persepsi orang dalam kejadian komuniikasi sehingga bertambah komplekslah komunikasi tersebut (Muhammad, 2001:65-66)
2.1.8 Teori Hubungan Manusia
Teori hubungan manusia, yang diperkenalkan oleh Barnard (1938), Mayo (1933), Roethlisherger dan Dichson (1939) menekankan pada pentingnya individu dan hubungan sosial dalam kehidupan organisasi. Teori ini menyarankan strategi peningkatan dan penyempurnaan organisasi dengan meningkatkan kepuasan anggota organisasi dan menciptakan organisasi yang dapat membantu individu mengembangkan potensinya. Dengan meningkatkan kepuasan kerja dan mengarahkan aktualisasi diri pekerja akan mempertinggi motivasi bekerja sehingga akan dapat meningkatkan produksi organisasi. (Muhammad, 2001 : 39-40).
Berdasarkan teori hubungan manusia, Mc gregors mengemukakan cara organisasi bekerja pada teori X dan Y. Teori X yang mewakili teori klasik menunjukkan bahwa manusia tidak bertanggung jawab, tidak dapat dipercaya dan harus dikontrol untuk melakukan tugas-tugasnya. Teori Y mewakili perspektif teori hubungan manusia mengenai pekerja. Ada enam anggapan dasar teori Y, yaitu :
(60)
a Rata-rata manusia tidaklah mempunyai pembawaan tidak suka bekerja. Tetapi tergantung kepada kondisi yang dapat dikontrol. Pekerjaan mungkin merupakan sumber kepuasan atau mungkin juga sebagai sumber hukuman. Asumsi menunjukkan bahwa manusia mempunyai kapasitas untuk bekerja keras, bila mereka inginkan, dan mereka merasa puas dengan pekerjaannya yang dilakukannya sendiri dan mungkin juga meluaskan usahanya secara berarti dalam menyelesaikan pekerjaannya.
b Kontrol dari luar, ancaman dan hukuman tidaklah merupakan alat untuk membawa sesuatu kepada tujuan. Manusia dapat dan akan melatih mengarahkan dirinya sendiri dan mengontrol dirinya sendiri dalam mencapai tujuan organisasi yang telah dijanjikannya. Asumsi ini menyarankan bahwa kunci penampilan pekerja terletak pada tingkat komitmen terhadap suatu pekerjaan dari pada control pengelola. Menurut asumsi ini efektifitas usaha pimpinan terletak pada usaha membangun, mengangkat dan membangun
commitment pekerja, yang dikembangkan dengan penambahan kesempatan pekerja bertumbuh secara individual melalui penambahan rasa tanggung jawab dan keterlibatan aktifitas organisasi.
c Komitmen terhadap tujuan adalah satu fungsi dari ganjaran yang dihubungkan dengan pencapaian mereka. Yang paling penting dari ganjaran yang demikian seperti kepuasan diri dan kebutuhan aktualisasi diri, dapat diarahkan hasilnya untuk mencapai tujuan organisasi. Asumsi ini menunjukkan hubungan antara aktualisasi diri dan komitmen pekerja. Pekerja sesungguhnya dapat mencapai kepuasan pribadi dan pertumbuhan dari pekerjaan mereka. Pekerjaan dapat
(61)
merupakan aktualisasi diri. Oleh karena itu pekerjaan hendaklah didesain untuk membantu masing-masing pekerja memenuhi kebutuhannya.
d Rata-rata manusia belajar di bawah kondisi yang pantas, tidak hanya menerima tetapi juga mencari rasa tanggung jawab. Menghindarkan rasa tanggung jawab, kurang ambisi dan penekanan pada mencari rasa aman umumnya merupakan konsekuensi dari pengalaman dan bukanlah sifat manusia yang di bawah dari lahir. Ini menunjukkan bahwa keinginan pekerja menerima tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan sebagian terletak pada pengalaman yang mereka peroleh dari organisasi mereka. Jika mereka telah diperlakukan seolah- olah tidak tanggung jawab, mereka mungkin berbuat tidak tanggung jawab. Tetapi bila mereka telah dihargai dan dipercaya oleh pimpinan mereka mungkin memberikan perhatian yang baik pula terhadap organisasi.
e Kapasitas untuk melatih tingkat imajinasi yang relatif tinggi, cerdas, kreatif dalam pemecahan masalah organisasi didistribusikan secara luas dan tidak sempit kepada seluruh pekerja. Manusia mempunyai kemampuan membuat pilihan yang berharga dan menemukan penyelesaian yang unik. Bila diberikan kesempatan kepada pekerja mereka mungkin akan dapat membuat keputusan yang baik tentang bagaimana menyelesaikan tugas-tugasnya.
f Di bawah kondisi kehidupan industri modern, potensi intelektual dan organisasi terletak pada kesatuan bagian-bagian. Ini menunjukkan bahwa organisasi mempunyai sumber intelektual pada anggotanya. Suatu tujuan baru dari manajemen menurut asumsi ini adalah menemukan dan menggunakan
(62)
sumber potensi ini. asumsi ini mengarahkan secara langsung kepada ide hubungan manusia, dan pembuatan keputusan dari semua anggota organisasi. (Muhammad, 2001 : 44-46)
2.2 Kerangka Berpikir
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain di dalam kehidupan sehari hari. Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat diabaikan begitu juga halnya bagi semua organisasi. Perkembangan aktivitas organisasi terpusat pada iklim komunikasi organisasi. Ini menjadi perhatian bagi pemimpin utuk meningkatkan kinerja perusahaan. Dalam iklim kerja dapat dilihat hubungan atasan dengan bawahan.
Tujuan peneliti menggunakan karyawan Organisasi tersebut sebagai target penelitian untuk mengetahui lebih dalam bagaimana iklim organisasi PT. Jawa Pos. Peneliti ingin mengetahui apakah komunikasi tersampaikan atau terdapat miss komunikasi. apabila pesan tersampaikan akan terjadi komunikasi yang ideal dan sesuai antara komunikator dan komunikan, kalau tidak sesuai akan menyebabkan ketidakselarasan dan menimbulkan ketidakpahaman. Dalam meneliti, peneliti mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi di organisasi tersebut untuk mengetahui secara keseluruhan bagaimana terjadinya komunikasi organisasi di PT. Jawa Pos tersebut.
(1)
106
Nilai Iklim Komposit Organisasi =
sponden Re
Total
Individu Komposit
lim Ik Nilai
= 89
8 , 65
= 0,73 (negatif)
Dari penilaian di atas didapatkan nilai iklim komposit dalam iklim kerja organisasi tersebut mendapatkan nilai 0,73 (negatif). Penilaian ini menjadikan indikasi bahwa iklim kerja antar direksi dengan bagian redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya negative meski masih ada sedikit kelebihan, seperti kepercayaan. Nilai tersebut perlu adanya perhatian serius dari semua komponen dalam organisasi tersebut. Sedangkan nilai dalam kejujuran, keterbukaan komunikasi ke atas dan mendengarkan dalam komunikasi ke atas perlu juga ditingkatkan.
Berdasarkan pengolahan dan analisa data-data yang sudah peneliti jabarkan di atas bahwa iklim kerja antara Direksi dengan Redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya memiliki nilai yang tidak baik. Indikator-indikator yang berpengaruh terhadap iklim kerja organisasi menunjukkan arah yang negative. Ini semua terlihat dari jawaban para responden yang keseluruhannya diambil dari karyawan Redaksional PT. Jawa Pos, Surabaya.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa atasan tidak mempercayai dan tidak jujur pada bawahan mereka dan sedikit yang menolak pernyataan tersebut. Sebagian karyawan meresponnya dengan cara yang sama. karyawan menyatakan mereka memang tidak percaya pada atasan serta tidak jujur pada mereka. Tetapi sedikit sebagian merespon atasan mereka tetap dengan cara positif
(2)
yaitu dengan tetap bersikap jujur karena mereka percaya dengan para atasan. Tidak adanya kepercayaan penuh antara atasan dan bawahan menunjukkan iklim kerja antara direksi dengan bagian Redaksional PT. Jawa Pos Surabaya tidak baik.
Salah satu faktor berpengaruh pada iklim kerja adalah pengambilan keputusan partisipatif. Dari data- data yang telah terkumpul terlihat bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak dapat berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan posisi karyawan tersebut. Hanya sedikit pula yang menyatakan dapat berkomunikasi dan berkonsultasi untuk hal tersebut. Ini mungkin terjadi karena manajemen tidak menyediakan jalinan komunikasi bagi karyawan untuk berkonsultasi dalam hal pengambilan keputusan dan penetapan tujuan perusahaan, seperti yang dinyatakan responden. Sedangkan hanya sedikit responden yang menyatakan bahwa manajemen menyediakan jalinan komunikasi tersebut. tidak diikutsertakannya karyawan dalam pengambilan keputusan atau tidak adanya pengambilan keputusan partisipatif menunjukkan iklim komunikasi kerja di PT. Jawa Pos Surabaya tidak baik.
Kejujuran sangat penting dalam suasana kerja di perusahaan manapun. Sedangkan di PT. Jawa Pos Surabaya, separuh responden menyatakan ada keterusterangan dan kejujuran diantara sesama karyawan sedangkan sebagian karyawan merasakan bahwa diantara sesama karyawan tidak ada kejujuran dan keterusterangan. Walaupun perbandingan hampir sama tetapi semua karyawan mengalami kendala saat mengungkapkan pikiran diantara sesama karyawan dan hanya sedikit karyawan yang tidak menemukan kendala tersebut. Tidak adanya
(3)
108
kejujuran yang sepenuhnya diantara karyawan bagian Redaksional PT. Jawa Pos Surabaya menunjukkan iklim komunikasi kerja yang tidak baik dalam perusahaan. Pada keterbukaan dalam komunikasi ke bawah, sedikit responden mengalami kesulitan dalam menerima informasi yang dapat meningkatkan kemampuan untuk mengkordinasikan pekerjaan mereka dengan karyawan lain dan sebagian besar untuk menyatakan tidak mengalami kesulitan tersebut. Sedikit responden merasakan tidak mudah memperoleh informasi yang berhubungan dengan pekerjaan dan sebagian besar menyatakan bahwa mereka merasa mudah dalam memperoleh informasi yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Dapat disimpulkan oleh manajemen direksi. Jika berhubungan dengan pelaksanaan, manajemen selalu terbuka. Hal ini dimungkinkan oleh keinginan manajemen Direksi PT. Jawa Pos Surabaya agar karyawan dapat berproduksi lebih baik lagi.
Sebagian besar karyawan menyatakan bahwa pendapat dan pemikiran mereka tidak dianggap penting oleh atasan untuk dilaksanakan, dan hanya sebagian kecil yang menolak pernyataan ini. Sebagian besar karyawan juga menyatakan bahwa atasan mereka tidak mendengarkan serta tidak berpikiran luas mengenai semua saran atau laporan masalah yang diajukan oleh karyawan di semua tingkat bawah dan hanya tidak banyak yang menolak pernyataan tersebut. Dengan demikian pendapat karyawan tidak dianggap penting oleh manajemen direksi untuk dilaksanakan. Tidak adanya keterbukaan dalam komunikasi ke atas menunjukkan iklim komunikasi organisasi Redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya, tidak baik.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penyajian data dan analisa, diketahui bahwa iklim komunikasi redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya. Yang menjadi penyebab tidak baiknya iklim kerja di perusahaan tersebut adalah tidak ada kepercayaan sepenuhnya antara atasan dan bawahan, permasalahan utama diredaksional, hampir 74% karyawan redaksional tidak diikutkan dalam pengambilan kebijakan perusahaan karena karyawan redaksional hanya dianggap pekerja yang mengikuti system yang ada dan tidak berhak untuk membuat keputusan atau memberikan idenya, dampaknya akan membuat misi visi perusahaan tidak kompetibel. karyawan yang dapat berkomunikasi dan berkonsultasi serta tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan perusahaan yang berhubungan dengan posisi para karyawan, tidak ada keterusterangan dan kejujuran sepenuhnya diantara sesama karyawan, Selain itu iklim kerja antara Direksi dengan Redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya tidak baik karena walaupun redaksional mudah menerima segala informasi yang berhubungan dengan kemampuan mereka dalam pekerjaan tetapi pendapat dan pemikiran karyawan tidak dianggap penting oleh direksi, menyebabkan redaksional tidak ingin berkembang, Dan sebagian redaksional menunjukkan komitmen terhadap tujuan perusahaan, sedangkan manajemen redaksi tidak menganggap
(5)
110
kesejahteraan karyawan sama pentingnya dengan tujuan perusahaan yang berkinerja tinggi. Ini menyebabkan antara hak dan kewajiban tidak seimbang
5.2 Saran
Saran peneliti bagi karyawan redaksional di PT. Jawa Pos Surabaya, agar perusahaan dapat tetap maju dan berkembang, perusahaan membutuhkan loyalitas penuh dari karyawan, karena karyawan yang loyal pada perusahaan akan menunjukkan komitmen pada tujuan-tujuan perusahaan. Perusahaan perlu untuk membina hubungan baik antara atasan dan bawahan. Bila hubungan antar pribadi antara atasan dengan bawahan dapat ditingkatkan. Perusahaan juga perlu memperhatikan kesejahteraan karyawan. Karena jika karyawan merasa bahwa kesejahteraan mereka ditingkatkan maka mereka akan membalasnya dengan kerja keras dan loyalitas pada perusahaan.
Saran peneliti bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti iklim komunikasi organisasi, ada baiknya agar peneliti lain mencoba mengukur iklim komunikasi dari sisi yang berbeda seperti tingkat pendidikan atau status/ jabatan atau masa kerja karyawan yang menjadi objek penelitian.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Kreitner, Robert. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Muhammad, Arni. 2001. Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.remaja
Rosdakarya.
Pace & Faules. 2005. Komunikasi Organisasi : Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: PT remaja Rosdakarya.
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Rachmat, Kriyantono. 2006. Teknik Praktis Riset komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Robbins, Stephen. 2002. Prinsip- Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Erlangga. Robbins. Stephen. 2007. Perilaku Organisasi. PT. Indeks
Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Non Buku:
Andry Bagus S.R (2009). Iklim Komunikasi Organisasi pada Coffee Corner Surabaya. (Studi Deskriptif iklim Komunikasi Organisasi pada Coffee Corner Surabaya).
Fifin Kurniawati (2008). Iklim Komunikasi Organisasi di Regency 21 Family Club Surabaya. (Studi Deskriptif mengenai Iklim Komunikasi Organisasi di Regency 21 Family Club Surabaya).
Imelda (1997). Iklim Komunikasi Organisasi di PT Pakuwon Group. Tunjungan Plaza. (Studi Deskriptif mengenai Iklim Komunikasi Organisasi di PT Pakuwon Group. Tunjungan Plaza).
111