PENGARUH MEDIA KARTU KATA FOKUS WARNA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN: Single Subject Research (SSR) PadaSiswa SLB BC ARAS.

(1)

PENGARUH MEDIA KARTU KATA FOKUS WARNA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN

ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

( Single Subject Research (SSR) Pada Siswa SLB BC ARAS)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

PUJI NURLAELAWATI 1002842

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN PUJI NURLAELAWATI

1002842

PENGARUH MEDIA KARTU KATA FOKUS WARNA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN

ANAK TUNAGRAHITA RINGAN

( Single Subject Research (SSR) Pada Siswa SLB BC ARAS) DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Dra. Tjutju Soendari, M. Pd. NIP 195602141980032001

Pembimbing II

Dr. H. Dedy Kurniadi, M.Pd. NIP 195603221982031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Drs. Sunaryo, M.Pd. NIP 195607221985031001


(3)

(4)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

UCAPAN TERIMAKASIH iii

LEMBAR PERNYATAAN v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GRAFIK x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 4

C. Rumusan Masalah 4

D. Tujuan Penelitian 4

E. Manfaat Penelitian 5

BAB II MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MENGGUNAKAN KARTU KATA FOKUS WARNA A. Deskripsi Teori 7

1. Belajar dan Pembelajaran 7

a. Pengertian belajar 7

b. Pengertian Pembelajaran 7

c. Komponen Penggerak Belajar 8

2. Membaca 8

a. Definisi Membaca 8

b. Jenis-jenis Membaca 9

3. Membaca Permulaan 10

a. Pengertian Membaca Permulaan 10

b. Metode Membaca Permulaan 10

c. Tujuan Membaca Permulaan 11


(5)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Faktor yang Mempengaruhi 12

f. Kesulitan Membaca Permulaan 13

4. Media Belajar 14

a. Pengertian Media Belajar 14

b. Fungsi Media Belajar 14

c. Manfaat Media Belajar 15

5. Kartu Kata Fokus Warna 16

a. Pengertian 16

b. Keterkaitan Media Kartu Kata Fokus Warna dengan …. 17

Kegiatan Belajar Membaca Anak Tunagrahita 6. Tunagrahita 17

a. Pengertian Anak Tunagrahita 17

b. Anak Tunagrahita Ringan 18

c. Karakteristik Anak Tunagrahita 19

d. Klasifikasi Anak Tunagrahita 21

e. Permasalahan Belajar Anak Tunagrahita 23

f. Kemampuan Belajar Membaca Anak Tunagrahita 24

7. Penelitian dengan subjek tunggal 25

a. Konsep dasar modifikasi prilaku 25

b. Karakteristik modifikasi prilaku 25

c. Variabel 26

d. Sistem pengukuran 26

e. Sistem Pencatatan Data 28

f. Penelitian Subjek Tunggal Desain ABA 29

g. Analisis data 30

B. Kerangka Berfikir 32

C. Asumsi 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN 35

B. DESAIN PENELITIAN 35

C. SUBJEK DAN TEMPAT PENELITIAN 37

D. DEFINISI OPERASIONAL 38

E. PROSEDUR PENELITIAN 38

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 43

G. TEKNIK ANALISIS DATA 44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


(6)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. DESKRIPSI HASIL PENELITIIAN 46


(7)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan 62

B. Rekomendasi 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN-LAMPIRAN 66


(8)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Skor Kemampuan Membaca Permulaan 46 sebelum Dilakukan Intervensi

Tabel 4.2 Skor Kemampuan Mengamati dan 48 Membaca Permulaan Dengan Intervensi

Tabel 4.3 Skor Kemampuan Mengamati dan 51

Membaca Permulaan setelah Dilakukan Intervensi

Tabel. 4.4 Format Hasil Analisis Data Untuk Baseline (A), 59 Intervensi (B), dan Baseline (A’)

Tabel. 4.5 Format Hasil Analisis Penggabungan Data 59 Untuk Baseline (A), Intervensi (B), dan Baseline (A’)


(9)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Kemampuan mengamati dan 47

membaca permulaan pada baseline (A)

Grafik 4.2 Mean level, batas atas dan 48

batas bawah pada baseline (A)

Grafik 4.3 Kemampuan mengamati dan 50

membaca permulaan pada intervensi (B)

Grafik 4.4 Mean level, batas atas dan 50

batas bawah pada intervensi (B)

Grafik 4.5 Kemampuan mengamati dan 52

membaca permulaan pada baseline (A’)

Grafik 4.6 Mean level, batas atas dan 53

batas bawah pada baseline (A’)

Grafik 4.7 Mean level pada fase baseline (A), 53

intervensi (B), dan baseline (A’)

Grafik 4.8 Skor konsentrasi membaca huruf, 54

suku kata, kata dan melengkapi suku kata menjadi kata yang tepat

pada baseline (A), intervensi (B), dan baseline (A’)

Grafik 4.1 Kemampuan mengamati dan membaca permulaan 56 Pada baseline (A)

Grafik 4.3 Kemampuan mengamati dan 57


(10)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Grafik 4.5 Kemampuan mengamati dan 57

membaca permulaan pada baseline (A’)

DATA LAMPIRAN

Surat Penelitiian 66

Instrument Penelitiian 70

Judgment Expert 75

Persentase Validitas Judgement Expert 82

Kisi-kisi 83

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 85

Jadwal Penelitiian 91

Hasil Instrument 93


(11)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan


(12)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh penggunaan kartu kata fokus warna terhadap peningkatan kemampuan belajar membaca permulaan siswa tunagrahita di SLB BC Aras setelah diintervensi dengan kartu kata fokus warna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Single Subject Research. Adapun desain yang digunakan dalam SSR adalah A-B-A’. A (baseline sebelum intervensi), B (intervensi) dan A’ (baseline setelah intervensi). Penelitian kuantitatif dengan jenis SSR ini dilakukan sebanyak tiga fase dimana fase pertama atau baseline A sebanyak tiga kali menunjukkan sedikit peningkatan, fase kedua yakni intervensi (B) sebanyak enam kali, hasilnya ada peningkatan yang cukup baik dan pada fase ketiga yakni baseline A’ sebanyak tiga kali menunjukkan terus meningkat. Adapun perbandingan mean level antara baseline A, intervensi (B) dan baseline 2 (A’) adalah 57,3 ; 74 ; 85,5. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kartu kata fokus warna berpegaruh terhadap kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan yang dibuktikan dengan skor hasil belajar (kemampuan membaca huruf, suku kata, kata dan melengkapi suku kata menjadi kata yang tepat) yang meningkat dalam setiap sesi penelitian yang ditunjukan dengan meningkatnya skor dalam setiap fase yang awalnya 54,2% pada fase A meningkat menjadi 68% pada fase B, meningkat lagi

menjadi 69% pada fase A’. Peneliti menyarankan agar guru juga menggunakan media kartu kata fokus warna yang lebih variatif dan memiliki tingkat ekplorasi tinggi yang lebih memacu minat dan perhatian siswa dalam pembelajaran bahasa khususnya dan pembelajaran lain pada umumnya, Peneliti menyarankan agar sering melatih anak membaca atau mendengarkan cerita yang dibacakan di rumah, dimana penggunaan media kartu kata fokus warna salah satu alternatif untuk membantu anak belajar membaca, dan kepada Peneliti menyarankan agar media kartu kata fokus warna dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang lebih lanjut.

Kata kunci: kartu kata fokus warna; konsentrasi belajar, membaca permulaan; anak tunagrahita ringan.


(13)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan meliputi rencana dan proses yang akan menentukan hasil yang ingin di capai sebagaimana termasuk dalam UU No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat (1) tentang sisdiknas, disebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam hal ini pembelajaran harus berkualitas dengan melibatkan semua komponen pendidikan seperti: tujuan pembelajaran, guru, peserta didik, bahan pembelajaran, metode pembelajaran, alat/media belajar, dan sumber pembelajaran. Pendidikan harus dilakukan secara sadar untuk mewujudkan fungsi pendidikan itu sendiri seperti yang tercantum dalam pasal 3, bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kemampuan yang ditekankan di kelas awal adalah mengembangkan calistung karena tiga komponen kemampuan tersebut yang akan menentukan keberhasilan pembelajaran pada tingkat selanjutnya, sebagaimana disebutkan


(14)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga

masyarakat.”

Membaca merupakan aktifitas komplek yang mencakup fisik dan mental. Kelancaran membaca adalah dasar kesuksesan akademik anak. Dikatakan Prof. Dr. Amitya Kumara, M.S. saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Psikologi UGM di Balai Senat, Kamis (27/5), bahwa:

Anak-anak yang terampil membaca sejak usia dini dan selalu dipaparkan dengan bahan cetakan akan memiliki rasa ingin tahu lebih besar dan senantiasa ingin memperluas pengetahuannya. Sebaliknya, anak-anak yang lambat dalam penguasaan keterampilan membaca disebabkan lebih jarang mendapat latihan membaca dibandingkan dengan teman sebayanya. Anak-anak ini juga akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan membaca dengan lancar.

Kenyataan yang ada di lapangan menunjukkan masih banyaknya permasalahan yang merujuk pada ketidakmampuan anak dalam hal membaca. Permasalahan itu di tunjukkan oleh peserta didik terutama anak tunagrahita.

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata sepeti dikemukakan seperti dikemukakan oleh Mumpuniarti (2000:11), bahwa:

Anak tunagrahita adalah individu yang mengalami keterbelakangan mental dan ditunjukkan dengan fungsi kecerdasan di bawah rata - rata dan ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku, hal tersebut terjadi pada masa perkembangan yaitu kondisi yang nyata pada anak tunagrahita dan kondisi itu memerlukan perlakuan spesifik untuk dapat mengembangkan diri.

Maka anak tunagrahita harus mendapatkan pendidikan khusus, sebagaimana

ditegaskan dalam UUSPN No.20 tahun 2003 Pasal 5 ayat (2) bahwa: “Warga

negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau

sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.”

Keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunagrahita terutama kemampuan dalam berpikir dan memusatkan perhatian sehingga tidak dipungkiri lagi jika mereka mengalami kesulitan dalam belajar, khususnya di bidang akademik


(15)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang salah satunya adalah membaca.

Pengajaran membaca permulaan terhadap anak tunagrahita menuntut para guru untuk senantiasa bereksplorasi dan berusaha membuat inovasi terutama segi model dan media pembelajaran yang tentunya akan memberikan kesan mendalam bagi anak selama pembelajaran berlangsung.

Pada umumnya banyak guru mengajarkan membaca permulaan dengan model pembelajaran konvensional yang diberikan secara klasikal sehingga proses belajar berjalan tidak efektif dan terjadi kejenuhan.

Dikemukakan di atas bahwa anak tunagrahita memiliki karakteristik sukar memusatkan perhatian dan mudah beralih sedangkan belajar membaca membutuhkan konsentrasi yang tinggi, dalam hal ini guru harus berupaya memodifikasi prilaku belajar anak dengan memberikan stimulus dalam lingkungannya.

Meningkatkan konsentrasi bukan persoalan sederhana, karena banyak sekali gangguan perhatian (distraction) yang disebabkan faktor internal maupun eksternal. Jadi konsentrasi tidak dapat tercipta dan bertahan terus secara mudah karena mempunyai musuh berupa distraksi tetapi bisa diusahakan tetap bertahan sehingga mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Salah satu stimulus dalam meningkatkan konsentrasi anak sebagaimana dikatakan Juang dkk (2006:3) bahwa:

Lingkungan (environment) adalah segala sesuatu yang ada di sekitar seseorang yang mempengaruhi prilakunya. Objek seperti manusia, benda, dan kejadian yang membuat prilaku seseorang terpengaruh disebut stimulus atau perangsang. Guru, teman, papan tulis, alat peraga semuanya berpotensi menjadi perangsang bagi seorang siswa ketika belajar di dalam kelas.

Pendapat di atas menegaskan bahwa penggunaan media belajar adalah salah satu stimulus untuk membantu mempermudah membaca siswa. Adapun media yang efektif adalah media yang mampu mengkomunikasikan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pemberi pesan kepada penerima pesan. Jadi proses penerimaan pesan sangat dipengaruhi oleh media yang digunakan.


(16)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dalam mengatasi permasalahan kemampuan belajar membaca permulaan yang sering dijumpai pada anak tunagrahita salah satunya menggunakan media kartu kata fokus warna atau sejenis flash card dengan berbagai bentuk permainan.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti memfokuskan penelitian terhadap sejauh mana pengaruh kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan pada anak tunagrahita ringan di SLB BC Aras.

B.IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Anak tunagrahita disebabkan rendahnya IQ memiliki tingkat kesulitan belajar akademik diantaranya membaca, menulis dan berhitung.

2. Lemahnya kemampuan membaca permulaan pada anak tunagrahita akan menimbulkan kesulitan membaca pada tahap selanjutnya.

3. Kebiasaan guru mengajar manggunakan metode konvensional atau kesalahan dalam mengintervensi membuat siswa jenuh mengikuti proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai

4. Penggunaan kartu kata fokus warna dengan strategi bermain yang tepat dan dinamis akan mempengaruhi kemampuan belajar anak.

C.RUMUSAN MASALAH

Sugiyono (2011:55) menyatakan bahwa rumusan masalah adalah “suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data”.

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh penggunaan kartu kata fokus warna terhadap peningkatan kemampuan belajar membaca permulaan siswa tunagrahita di SLB BC Aras ?


(17)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D.TUJUAN PENELITIAN

Tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah: mengetahui sejauhmana pengaruh penggunaan kartu kata fokus warna terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan siswa tunagrahita ringan di SLB BC Aras setelah diintervensi dengan kartu kata fokus warna

E.MANFAAT PENELITIAN

Manfaat atau kegunaan hasil penelitian dapat diklasifikasikan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis artinya hasil penelitian bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan objek penelitian. Manfaat praktis adalah bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya untuk memperbaiki kinerja, terutama bagi sekolah, guru, dan siswa serta seseorang untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

Hasil dari temuan yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memiliki manfaat atau kegunaan sebagai berikut :

1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini dapat memberi sumbangan yang sangat berharga pada perkembangan ilmu pendidikan, terutama pada penerapan model-model pembelajaran untuk meningkatkan hasil proses pembelajaran dan hasil belajar di kelas.

2. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk memperbaiki praktik-praktik pembelajaran guru agar menjadi lebih efektif dan efisien sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar siswa meningkat.

3. Bagi Siswa

Meningkatkan hasil belajar dan solidaritas siswa untuk menemukan pengetahuan dan mengembangkan wawasan, meningkatkan kemampuan


(18)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menganalisis suatu masalah melalui pembelajaran dengan model pembelajaran inovatif.

4. Bagi Guru atau Calon Peneliti

Sebagai sumber informasi dan referensi dalam pengembangan penelitian tindakan kelas dan menumbuhkan budaya meneliti agar terjadi inovasi pembelajaran.

5. Bagi Peneliti

Sebagai sarana belajar untuk mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan dengan terjun langsung sehingga dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan selama ini sudah efektif dan efisien.


(19)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB II

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN MENGGUNAKAN KARTU

KATA FOKUS WARNA

A. DESKRIPSI TEORI

1. Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar

Pengertian belajar menurut Sagala (2011:37) adalah: “suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau

pengalaman tertentu”. Sementara itu, Suyono dan Hariyanto (2011:9)

menyatakan bahwa: “Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,

memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian”.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Pengertian di atas memberikan gambaran bahwa siswa agar disebut belajar harus terlibat segala daya kemampuan potensinya, yakni semua indera harus terlibat tidak sekedar mendengarkan keterangan dari penyampaian guru namun siswa harus terlibat secara penuh baik mendengar, melihat dan melakukan kerja fisik.

b. Pengertian Pembelajaran

Pengertian pembelajaran menurut Udin S Winata Putra (2005:22/54) adalah sebagai berikut: “pembelajaran adalah suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur : tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa dan guru. Maka Pembelajaran pada


(20)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hakekatnya merupakan proses komunikasi antara guru sebagai komunikator dan siswa sebagai penerima pesan.”

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi berupa komunikasi antara siswa dengan guru dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar, bertumpu pada pengalaman pengajar yang bertujuan memberikan pengalaman belajar agar tumbuh kemandirian dan keberanian berbuat.

c. Komponen Penggerak Belajar

Ada tiga komponan yang harus kita miliki agar kita dapat melakukan kegiatan (proses) belajar, yaitu: minat, perhatian dan motivasi. Hal tersebut dipaparkan Surya Hendra (2007:42-43) sebagai berikut:

Minat dapat diartikan sebagai keinginan yang kuat untuk memenuhi kepuasan kita. Minat akan menjadi tenaga pendorong yang merangsang kita memperhatikan objek tertentu lebih dari objek lainnya. Kegiatan yang didorong dengan minat mengandung unsur kegembiraan untuk melakukannya.

Perhatian adalah pemusatan pengerahan aktivitas tenaga psikis dan fisik terutama indra dan gerakan tubuh pada fokus tertentu. Semakin tinggi intensitas perhatian semakin sukses kegiatan yang dilakukan.

Motivasi adalah dorongan untuk mewujudkan perhatian perbuatan dalam bentuk aktifitas mencapai kebutuhan atau tujuan tertentu.

Jika dalam proses belajar komponen minat, perhatian dan motivasi optimal, maka akan tercipta konsentrasi belajar yang optimal pula.

2. Membaca

a. Definisi Membaca

Membaca merupakan suatu kegiatan yang sangat penting baik untuk sekedar memperoleh pengetahuan maupun mencari informasi.


(21)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

beberapa pendapat tentang definisi membaca menurut para ahli dalam Tarigan (1985: 7)) antara lain:

1) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), membaca

adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan maupun hanya dalam hati).

2) Hodgson (1960: 43-44), membaca adalah suatu proses yang

dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.

3) Lado (1976: 132), membaca adalah memahami pola-pola

bahasa dari gambaran tertulisnya.

4) Gorys Keraf (1996: 24), membaca adalah suatu proses yang

kompleks meliputi kegiatan yang bersifat fisik dan mental. Membaca juga dapat diartikan sebagai proses pemberian makna simbol-simbol visual.

Dari beberapa pengertian membaca di atas dapat disimpulkan, bahwa membaca adalah suatu proses memahami serta memetik makna dari kata-kata, ide, gagasan, konsep, dan informasi yang dikemukakan oleh pengarang dalam bentuk tulisan

b. Jenis-jenis Membaca

Tarigan (1985:12-13) mengklasifikasikan jenis-jenis membaca antara lain:

1) Membaca nyaring, membaca bersuara (reading aloud; oral reading)

2) Membaca dalam hati (silent reading) 3) Membaca ekstensif (extensive reading)

Membaca ekstensif ini mencakup pula membaca survey (survey reading), membaca sekilas (skimming reading), dan membaca dangkal (superficial reading).


(22)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Jenis membaca yang paling tepat untuk belajar membaca permulaan adalah membaca nyaring.

3. Membaca Permulaan

a. Pengertian Membaca Permulaan

Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decoding (Anderson, 1972: 209).

b. Metode Membaca Permulaan

Abdurrahman (2002 : 214) mengemukakan metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya antara lain:

1) Metode membaca dasar.

Metode membaca dasar pada umumnya menggunakan pendekatan eklektik yang menggabungkan berbagai prosedur untuk mengajarkan kesiapan, perbendaharaan kata, mengenal kata, pemahaman, dan kesenangan membaca. Metode ini umumnya dilengkapi rangkaian buku yang disusun dari taraf sederhana hingga taraf yang lebih sukar, sesuai dengan kemampuan atau tingkat kelas anak – anak.

2) Metode fonik.

Metode fonik menekankan pada pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf. Pada mulanya anak diajak mengenal bunyi – bunyi huruf, kemudian mensintesiskannya menjadi suku kata dan kata. Bunyi huruf dikenalkan dengan mengaitkannya dengan kata benda, misanya huruf “a” dengan

gambar “ayam”. Dengan demikian, metode ini lebih bersifat

sintesis daripada analitis. 3) Metode linguistik.

Metode linguistik didasarkan atas pandangan bahwa membaca adalah proses memecahkan kode atau sandi yang berbentuk tulisan menjadi bunyi yang sesuai dengan


(23)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

percakapan. Anak diberikan suatu bentuk kata yang terdiri dari konsonan – vokal atau konsonan – vokal – konsonan,

seperti “bapak” atau “lampu”. Kemudian anak diajak

memecahkan kode tulisan itu menjadi bunyi percakapan. Dengan demikian, metode ini lebih bersifat analitik daripada sintetik.

4) Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik).

Metode ini pada dasarnya merupakan perpaduan antara metode fonik dan linguistik. Perbedaannya adalah jika di dalam metode linguistik kode tulisan yang dipecahkan berupa kata, di dalam SAS berupa kalimat pendek yang utuh. Metode ini berdasarkan asumsi bahwa pengamatan anak mulai dari keseluruhan (gestalt) dan kemudian ke bagian -bagian.

5) Metode alfabetik.

Metode ini menggunakan dua langkah, yaitu

memperkenalkan kepada anak berbagai huruf alfabetik dan kemudian merangkaikan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata, kata, dan kalimat.

6) Metode pengalaman bahasa.

Metode ini terintegrasi pada perkembangan anak dalam ketrampilan mendengarkan, bercakap-cakap, dan menulis. Bahan bacaan yang digunakan didasarkan atas pengalaman anak.

c. Tujuan Membaca Permulaan

Tujuan membaca permulaan tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pengajaran pada khususnya. Tujuan pengajaran membaca permulaan pada dasarnya adalah memberikan bekal pengetahuan dan kemampuan siswa untuk menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik dan benar.

Menurut Ritawati (1996:43) tujuan pengajaran membaca

permulaan adalah “agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat”. Pengajaran membaca permulaan disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan kejiwaan peserta didik sebagai berikut:


(24)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1) mengenali lambang-lambang (simbol-simbol bahasa), 2) mengenali kata dan kalimat,

3) menemukan ide pokok dan kata-kata kunci, dan 4) menceritakan kembali isi bacaan pendek.

d. Pembelajaran Membaca Permulaan

Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. (Akhadiah, 1991/1992:31) mengungkapkan bahwa pembelajaran membaca permulaan diberikan agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Adapun langkah-langkah membaca permulaan, Ritawati (1996:51) mengemukakan sebagai berikut: mengenal unsur kalimat, mengenal unsur kata, mengenal unsur huruf, merangkai huruf menjadi suku kata, merangkai suku kata menjadi kata. Sedangkan menurut Sibarani akhadiah (1992:1993:34) mengemukakan langkah-langkah pengajaran membaca permulaan sebagai berikut:

1) Menentukan tujuan pokok bahasan yang akan di berikan. 2) Memikirkan bagaimana cara menyampaikan. Bagaimana

urutan pemberian bahan-bahannya, dan bagaimana cara mengaktifkan siswa.

3) Pada tahap latihan, guru dapat membuat kombinasi baru, baik dengan kata maupun suku kata, dan huruf. Hal ini mudah dilakukan dengan menggunakan kartu-kartu yang tersedia, anak dapat bermain dengan kartu-kartu tersebut. Misalnya membentuk suku kata, kata ataupun kalimat.

4) Melakukan tes formatif. Dalam hal ini guru dapat menggunakan berbagai cara yang di anggap terbaik untuk kelangsungan pembelajaran.

Berdasarkan hal di atas, agar tujuan pengajaran membaca dapat tercapai dengan baik, sebaiknya guru menetapkan langkah-langkah tersebut dilakukan secara berulang-ulang.


(25)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

e. Faktor yang Mempengaruhi

Dalam pengajaran membaca permulaan ada empat faktor yang mempengaruhi. Menurut Lamb dan Arnold dalam Farida Rahim (2008: 16) faktor yang mempengaruhi membaca permulaan adalah:

1) Faktor Fisikologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca.

2) Faktor Intelektual

Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam membaca permulaan. Faktor metode mengajar guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut memengaruhi kemampuan membaca permulaan anak.

3) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup: (1) latar belakang dan pengalaman siswa di rumah; dan (2) sosial ekonomi keluarga siswa.

4) Faktor Psikologis

Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup (1) motivasi; (2) minat; dan(3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.

f. Kesulitan Membaca Permulaan

Menurut Abdurrahman (2002:17), kesulitan membaca permulaan antara lain:

1) Penghilangan kata / huruf 2) Penyelipan kata


(26)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4) Pengucapan kata yang salah dan maknanya berbeda 5) Pengucapan kata salah tetapi maknanya sama 6) Pengucapan kata salah dan tak bermakna 7) Pengucapan kata dengan bantuan guru 8) Pengulangan

9) Pembalikan kata 10)Pembalikan huruf

11)Kurang memperhatikan tanda baca 12)Pembetulan sendiri dan

13)Tersendat-sendat 4. Media Belajar

a. Pengertian Media Belajar

Media adalah bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses pembelajaran, terutama untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri. Oemar Hamalik (1980) mengemukakan bahwa: “media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan

pembelajaran di sekolah”.

(http://www.guruit07.blogspot.com/2009/01/pengertian-media-pembelajaran.htm). [20 Februari 2013]

b. Fungsi Media Belajar

Istilah media mula-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian dikenal dengan istilah audio visual aids (alat bantu pandang/dengar). Selanjutnya disebut instructional materials (materi pembelajaran), dan kini istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran).Levie & Lents (1982) dalam Arsyad (2002) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:


(27)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran siswa tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Media gambar khususnya gambar yang diproyeksikan melalui overhead projector dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar.

2) Fungsi Afektif

Media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. 3) Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaiaan tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

4) Fungsi Kompensatoris

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal.

c. Manfaat Media Pembelajaran

Media pembelajaran memberikan manfaat dari pendidik maupun peserta didik. Arsyad (2002 : 26) mengemukakan manfaat


(28)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

media media pengajaran dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

1) Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.

2) Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya, dan memungkinkan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

3) Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu.

4) Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungan.

Pendapat Arsyad tentang manfaat media pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat membantu proses belajar mengajar. Penyampaian pesan dan isi pelajaran dapat diterima baik oleh siswa.

5. Kartu Kata Fokus Warna a. Pengertian

Kartu dalam KBBI, Balai Pustaka ( 1998:448 ) adalah kertas tebal yang bebentuk persegi panjang. Sedangkan Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna tertentu. Dalam KBBI (1998: 502) kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan pikiran yang dapat dipakai dalam berbahasa. Dari segi bahasa kata diartikan sebagai kombinasi morfem yang dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat. Sedangkan morfem sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang memiliki makna dan tidak dapat dibagi lagi ke bentuk yang lebih kecil. Warna menurut KBBI (1998:1008), berarti kesan yang


(29)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan benda-benda yang dikenainya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kartu kata fokus warna adalah jenis kertas yang berukuran tebal dan berbentuk persegi panjang yang ditulisi atau ditandai dengan unsur abjad atau huruf yang membentuk kata atau kalimat sederhana dengan warna warni menarik sehingga dengan warna yang brbeda dapat melambangkan bunyi kata tertentu.

Kartu kartu fokus warna merupakan salah satu alat bantu pembelajaran yang termasuk dalam katagori Flash Card.

b. Keterkaitan Media Kartu Kata Fokus Warna dengan Kegiatan Belajar Membaca Permulaan Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami masalah dalam memusatkan perhatian, maka untuk meningkatkan minat proses belajar membaca permulaan disajikan dengan metode bermain yang salah satunya adalah bermain kartu kata dengan warna-warna menarik dan dilengkapi gambar. Kartu kata fokus warna termasuk dalam kelompok Flash card.

Menurut Doman (1991) flashcard dapat diberikan kepada anak sebagai sebuah permainan mengenal huruf dan kata-kata. Gambar-gambar flashcard yang menarik dengan warna-warni menyolok akan disukai anak-anak, sehingga para guru dan orang tua bisa mengajak mereka bergembira, bermain dan belajar dalam cara yang sederhana.


(30)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Pengertian Anak Tunagrahita

Untuk memahami anak tunagrahita ada baiknya kita telaah definisi tentang anak ini yang dikembangkan oleh AAMD (American Association Of Mental Deficiency) sebagai berikut: “keterbelakangan

mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku

dan terjadi pada masa perkembangan” (kauffman dan hallahan,

1986).

Moh. Amin (1995:11), menguraikan gambaran tentang anak tunagrahita yaitu, anak tunagrahita kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit-sulit dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya. Lebih-lebih dalam pelajaran, seperti mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Pendapat di atas sejalan dengan definisi yang ditetapkan AAMD yang dikutip oleh Grossman (Kirk & Gallagher, 1986:116), yang artinya bahwa ketunagrahitaan mengacu pada sifat intelektual umum yang secara jelas di bawah rata-rata, bersama kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan berlangsung pada masa perkembangan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: anak tunagrahita memiliki kecerdasan di bawah rata-rata sedemikian rupa dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku, ketunagrahitaan tersebut berlangsung pada masa perkembangan.


(31)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Anak Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita ringan merupakan salah satu dari anak yang mengalami gangguan perkembangan dalam mentalnya, anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan antara 50-75. Anak tunagrahita ringan memiliki kemampuan sosialisasi dan motorik yang baik, dan dalam kemampuan akademis masih dapat menguasai sebatas pada bidang tertentu. Mulyono Abdurrahman (1994: 26-27) mengungkapkan bahwa anak tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita dengan tingkat IQ 50 – 70, sekalipun dengan tingkat mental yang subnormal demikian dipandang masih mempunyai potensi untuk menguasai mata pelajaran ditingkat sekolah dasar.

Anak tunagrahita ringan menurut Bratanata S.A (1976: 6) adalah anak tunagrahita yang masih mempunyai kemungkinan memperoleh pendidikan dalam bidang membaca, menulis, berhitung sampai tingkat tertentu biasanya hanya sampai pada kelas V sekolah dasar, serta mampu mempelajari keterampilan-keterampilan sederhana. Istilah tunagrahita ringan dengan debil adalah bentuk tunamental yang teringan. Penampilan fisik tidak berbeda dengan anak normal lainnya, umumnya sama dengan anak normal.

Berdasarkan pengertian yang dikemukan para ahli tersebut dapat disimpulkan anak tunagrahita ringan adalah anak yang memiliki kemampuan intelektual antara 50-70. serta memiliki kemampuan yang hampir sama dengan anak normal pada umumnya.

c. Karakteristik Anak Tunagrahita

Anak tunagrahita ringan memiliki beberapa karakteristik yang pada umumnya memiliki kemampuan usia sebenarnya (chronological age). Kemampuan mentalnya pada usia dewasa maksimal setara dengan usia 10-11 tahun. Mumpuniarti (2001: 5)


(32)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengemukakan anak tunagarihata ringan adalah anak yang memiliki kemampuan untuk dididik dan dilatih. Secara umum karakteristik anak tunagrahita adalah sebagai berikut :

1) IQ antara 50/55-70/75

2) umur mental yang dimiliki setara dengan anak normal usia 7-10 tahun.

3) kurang dapat berfikir abstrak dan sangat terikat dengan lingkungan

4) kurang dapat berfikir secara logis, kurang memiliki kemampuan menghubung-hubungkan kejadian satu dengan lainnya.

5) kurang dapat mengendalikan perasaan

6) dapat mengingat beberapa istilah, tetapi kurang dapat memahami arti

7) istilah tersebut. 8) sugestibel

9) daya konsentarsi kurang baik

10) dengan pendidikan yang baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja

11) dalam lapangan pekerjaannya yang sederhana, terutama pekerjaan tangan.

Karakteristik anak tunagrahita ringan menurut Astati (1996:26) adalah sebagai berikut:

1) Karakteristik fisik

Penyandang tunagrahita ringan usia dewasa, memilikin keadaan tubuh yang baik. Namun jika tidak mendapat latihan yang baik, kemungkinan akan mengakibatkan postur fisik kurang dinamis dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, anak tunagrahita ringan membutuhkan latihan keseimbangan bagaimana membiasakan diri untuk menumbuhkan sikap tubuh yang baik, memiliki gambaran tubuh dan lain-lain.

2) Karakteristik bicara atau berkomunikasi

Kemampuan berbicara menunjukkan kelancaran, hanya saja dalam perbendaharaan kata terbatas jika dibandingkan dengan anak normal biasa. Anak tunagrahita ringan juga mengalami kesulitan dalam menarik kesimpulan mengenai pembicaraan.


(33)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Karakteristik kecerdasan

Kecerdasan paling tinggi anak tunagrahita ringan sama dengan anak normal usia 12 tahun, walaupun telah mencapai usia dewasa. Anak tunagrahita ringan mampu berkomunikasi secara tertulis walaupun sifatnya sederhana.

4) Karakteristik pekerjaan

Kemampuan dibidang pekerjaan, anak tunagrahita ringan dapat mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skilled. Pekerjaan-pekerjaan tertentu dapat dijadikan bekal hidupnya, dapat berproduksi lebih baik dari pada kelompok tunagrahita lainnya sehingga dapat mempunyai penghasilan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan mempunyai karakteristik perkembangannya yang berada di bawah normal baik fisik, mental, bahasa dan kecerdasannya mengalami keterbatasan dalam aspek kehidupannya. Anak tunagrahita ringan masih dapat dilatih keterampilan untuk dapat dijadikan modal hidupnya dan dapat dilatih pekerjaan yang sifatnya keterampilan rutinitas. Anak tunagrahita ringan dapat dididik merawat diri dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan dan pembelajaran keterampilan yang tidak melibatkan pemikiran yang tinggi.

d. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Terdapat bermacam-macam klasifikasi untuk anak tunagrahita. Hal ini tergantung dari masing-masing ahli dalam memberikan sudut pandangnya, di sini penulis kemukakan beberapa pendapat seperti di bawah ini:

Klasifikasi anak tunagrahita menurut Munzayanah (2000 : 20-22) adalah:

1) Idiot atau idiocy, IQ 0 – 25


(34)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) Debil atau debilitas atau moron, IQ 50 – 70

Sedangkan menurut Sutjihati Somantri (2005: 84-87) yang menggunakan Tes Stanford Binet dan Skala Weschler adalah sebagai berikut:

1) Tunagrahita ringan atau debil = 68 - 52 atau 69 – 55.

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68 – 52 menurut Binet,sedangkan menurut Skala Waschker (WISC) memiliki IQ 69 – 55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Demngan bimbingan dan pendidikan yang baik anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi – skilled seperti pekerjaan laundy, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan dilatih dan dimbimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik – pabrik dengan sedikit pengawasannya. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik anak tunagrahita dengan anak normal. Bila dikehendaki mereka masih dapat bersekolah di sekolah anak berkesulitan maka ia akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luar biasa.

2) Tunagrahita sedang atau embisil = 51 - 36 atau 54 – 40. Anak tunagrahita sedang disebut juga embisil. Kelompok ini memiliki IQ 51 – 36 berdasarkan skala Binet sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 54- 44. Anak terbelakang sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya.Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung, walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial misalnya menulis namanya sendiri, alamatnya dll. Dapat dididik mengurus diri sendiri seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana dan sebagainya. Dalam


(35)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kehidupan sehari – hari membutuhkan pengawasan tanf terus menerus.

3) Tunagrahita berat atau idiot 25 - 20 atau 35-40

Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara lain anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 32 – 20 menurut skala Binet dan antara 39- 25 menurus Skala Wechler (WICH), tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Wechler (WICH) kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian,mandi,makan, dll. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya seumur hidupnya.

4) Tunagrahita sangat berat kurang dari 30

Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki kemampuan untuk dilatih mengurus diri sendiri, bersosialisasi. Sepanjang hidup mereka akan tergantung pada orang lain. Diantara mereka (sampai batas tertentu). IQ mereka kurang dari 30. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kalsifikasi anak tunagrahita dapat dikelompokkan menjadi : Anak tunagrahita mampu didik (debil), anak tunagrahita mampu latih (imbisil) dan anak tunagrahita mampu rawat (idiot), kelompok ini dapat dibedakan lagi antara tuna grahita berat dan sangat berat. Memperhatikan klasifikasi anak tunagrahita diatas, maka peneliti hanya mengambil anak tunagrahita sedang adalah sebagai subyek penelitian.

e. Permasalahan Belajar Anak Tunagrahita

Pada umumnya anak Tunagrahita memiliki kemampuan yang kurang dalam hal mengingat (memory) yang merupakan suatu kesulitan kronis yang diduga bersumber dari neurologis (syaraf) , sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca anak


(36)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Tunagrahita dipengaruhi oleh Aspek Persepsi dan Aspek Memori yang merupakan proses mental yang terletak di otak

Persepsi diperlukan dalam belajar utuk menganalisis informasi yang diterima. Misalnya, seorang anak diperlihatkan bentuk /h/ dan /n/. atau angka /6/ dengan /9/. Anak yang persepsi penglihatannya baik, akan dapat membedakannya. Sedangkan anak yang mengalami ganguan persepsi akan sangat sulit untuk menemukan karakter yang membedakan kedua bentuk tersebut. Dapat dibayangkan betapa sulitnya bagi seorang anak yang mengalami hambatan seperti ini untuk belajar membaca. Mengingat (memory) adalah kemampuan untuk menyimpan informasi dan pengalaman yang pernah dipelajari pada masa lalu dan dapat dimunculkan kembali jika diperlukan.

Kemampuan mengingat ini mempunyai dua tingkatan yaitu ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory). Mengingat sesuatu, baik yang dilihat maupun yang didengar dalam tempo yang sangat singkat, disebut ingatan jangka pendek (short term memory). Belajar sangat erat hubungannya dengan ingatan jangka pendek. Anak yang mengalami kesulitan dalam ingatan jangka pendek akan sangat sulit untuk menyimpan informasi atau pengalaman belajar dalam ingatan jangka panjang.

Aktivitas belajar berkaitan langsung dengan perkembangan kognitif dan kecerdasan. Di dalam kegiatan belajar sekurang-kurangnya dibutuhkan kemampuan dalam mengingat, memahami dan kemampuan untuk mencari hubungan sebab akibat. Oleh sebab itu anak-anak pada umumnya dapat menemukan kaidah dalam belajar. Setiap anak akan mengembangkan sendiri kaidah dalam mengingat, memahami dalam dalam mencari hubungan sebab akibat tentang apa yang sedang mereka pelajari. Sekali kaidah itu dapat


(37)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ditemukan anak dapat belajar secara efektif. Setiap anak biasanya mempunyai kaidah belajar yang berbeda satu sama lainnya.

Peserta didik tunagrahita pada umumnya tidak memiliki kaidah dalam belajar. Mereka mengalami kesulitan dalam memproses informasi secara abstrak, belajar bagi mereka harus terkait dengan objek yang bersifat kongkret. Kondisi seperti itu berhubungan dengan kesulitan dalam mengingat, terutama ingatan jangka pendek. Peserta didik tunagrahita dalam belajar hampir selalu dilakukan dengan coba-coba, mereka tidak dapat menemukan kaidah dalam belajar, sukar melihat objek yang sedang dipelajari secara keseluruhan. Mereka cenderung melihat objek secara terpisah-pisah. Oleh karena itu peserta didik tunagrahita mengalami kesulitan dalam mencari hubungan sebab akibat.

f. Kemampuan Belajar Membaca Anak Tunagrahita

Y.B. Suparlan (1983;30) mengemukakan secara lebih spesifik sebagai berikut: IQ penderita debil antara 50-70 biasanya mereka juga disebut educable children, karena mereka tidak saja dapat dilatih tetapi juga dapat dididik. Mereka dapat dilatih tentang tugas tugas yang lebih tinggi (kompleks) dalam kehidupan sehari-hari, dapat pula dididik dalam bidang sosial dan intelektual. Pelajaran membaca, menulis dan berhitung dapat diajarkan menurut tingkat- tingkat tertentu.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan masih memungkinkan memiliki kemampuan membaca, menulis, dan berhitung menurut tingkatan–tingkatan tertentu.


(38)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pengajaran individu merupakan ciri khas pembelajaran anak luar biasa. Untuk mengembangkan pembelajaran individual, penelitian dengan subjek tunggal sangat dibutuhkan sehingga setiap layanan yang diberikan sesuai dengan kondisi masing-masing anak. Adapun yang perlu dipahami dalam melakukan penelitian dengan subjek tunggal adalah sebagai berikut:

a. Konsep dasar modifikasi perilaku

Untuk memahami penelitian dengan metode kasus tunggal, pertamakali yang harus dipahami adalah konsep prilaku, sebagaimana dikatakan (Martin & Pear, 1993:3) dalam Juang (2006:4) bahwa:

dalam kehidupan sehari-hari ada beberapa istilah yang dekat atau disamakan dengan istilah prilaku yaitu aktivitas, aksi, kinerja, respon dan reaksi. Perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku yang teramati secara langsung disebut perilaku

overt dan perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung disebut perilaku covert.

Berdasarkan pemahaman psikologi behaviorisme yang dimaksud perilaku atau behavior atau target behavior modifikasi perilaku ini adalah pikiran perasaan atau perbuatan yang dapat dicatat dan diukur.

b. Karakteristik modifikasi prilaku

Karakteristik modifikasi perilaku yang perlu mendapat perhatian para praktisi modifikasi perilaku sebagaimana diungkapkan Juang dkk (2006: 6-7) adalah:

1) Perilaku (behavioral objective) yang teramati dan terukur. Ukuran perilaku tersebut dijadikan indikator untuk menentukan tolok ukur tercapai atau tidaknya tujuan intervensinya.

2) Prosedur dan teknik intervensi yang dipilih selalu diarahkan untuk mengubah lingkungan seseorang dalam rangka membantu subyek agar dapat berperilaku dalam berpartisipasi pada masyarakat.

3) Rasional metode yang digunakan dapat dijelaskan secara logis dan dapat dipahami oleh orang lain.

4) Sedapat mungkin teknik modifikasi perilaku yang digunakan dapat diterapkan pada lingkungan kehidupan sehari-hari.


(39)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5) Teknik dan prosedur yang digunakan dalam modifikasi perilaku selalu berdasarkan pada prinsip psikologi belajar secara umum dan mengacu pada prinsip respondent conditioing dan operant conditioning.

6) Modifikasi perilaku dilakukan berdasarkan pengetahuan ilmiah dan semua orang yang terkait dalam program modifikasi perilaku ini mempunyai tanggung jawab yang sama.

c. Variabel

Variabel merupakan istilah dasar dalam penelitian eksperimen termasuk penelitian dengan subyek tunggal. Juang dkk (2006:12) menyebutkan bahwa:

Variabel merupakan suatu atribut atau ciri-ciri mengenai sesuatu diamati dalam penelitian. Dengan demikian variabel dapat berbentuk benda atau kejadian yang dapat diamati dan diukur. Ukuran atau nilai yang dimaksud dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif. Dalam penelitian eksperimen biasanya menggunakan variabel terikat dan variabel bebas.

Pemilihan variabel terikat secara langsung berhubungan dengan masalah penelitian atau tujuan pengajaran atau intervensinya. Oleh karena itu, peneliti harus hati-hati dan secara seksama mendefinisikan perilaku sasaran (target behavior) yang akan diteliti agar dapat diamati dan diukur secara tepat

d. Sistem pengukuran

Jenis ukuran variabel terikat yang sering digunakan pada modifikasi perilaku khususnya penelitian dengan subyek tunggal antara lain, frekuensi, rate, persentase, durasi, latensi, magnitude, dan trial. Secara lebih rinci berikut ini akan dibahas jenis-jenis satuan pengukuran tersebut. (Juang dkk, 2006 : 15-17)

1) Frekuensi

Frekuensi dapat digunakan untuk mengukur variabel terikat dimana perilaku yang diukur dapat terjadi dalam jumlah tak terbatas jika periode pengukurannya telah ditetapkan secara konstan. Misalnya peneliti menghitung


(40)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

jumlah kosa kata verbal yang dikeluarkan oleh anak tunagrahita dalam periode 15 menit.

2) Persentase

Persen atau persentase merupakan satuan pengukuran variabel terikat yang sering digunakan oleh peneliti dan guru untuk mengukur perilaku dalam bidang akademik maupun sosial. Persen menunjukkan jumlah terjadinya suatu perilaku atau peristiwa dibandingkan dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa tersebut kemudian dikalikan dengan 100%.

3) Rate

Rate hampir sama dengan frekuensi, yaitu bilangan yang menunjukkan banyaknnya suatu kejadian dalam suatu periode waktu tertentu. Rate digunakan jika pengukuran dilakukan pada periode waktu yang berbeda-beda. Rate cocok digunakan jika peneliti ingin mengetahui seberapa sering suatu kejadian terjadi.

4) Durasi

Durasi berguna untuk mengetahui berapa lama suatu kejadian atau menunjukkan berapa lama waktu seseorang melakukan suatu perilaku (on-task).

5) Latensi

Latensi menunjukkan waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan perilaku tertentu (behavior) setelah mendapat stimulus.

6) Mangitude

Magnitude merupakan satuan ukuran yang menunjukkan kulitas suatu respon. Yang dimaksudkan respon adalah suatu kegiatan tertentu yang dapat diukur kualitasnya dengan satuan tertentu baik menggunakan alat ukur tertentu maupun tidak.

7) Trial

Trial merupakan ukuran variabel terikat yang menunjukkan banyaknya kegiatan (trial) untuk mencapai suatu kriteria yang telah ditentukan. Jenis ukuran ini cocok untuk digunakan pada penelitian yang intervensinya merupakan pengajaran praktek atau mengikuti suatu kriteria tertentu.


(41)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Misalnya, guru mengajarkan keterampilan koordinasi mata dan tangan pada anak tunagrahita untuk memasukkan bola ke dalam keranjang.

e. Sistem Pencatatan Data

Menurut Tawney dan Gast (1984) yang dikutif Juang dkk (2006:19) disebutkan bahwa:

seacara garis besar ada tiga macam prosedur pencatatan data yang digunakan pada penelitian modifikasi perilaku, yaitu (1) pencatatan data secara otomatis, (2) pencatatan data dengan produk permanen, dan (3) pencatatan data dengan observasi langsung. Observasi secara langsung yang dilakukan untuk mencacatat data variabel terikat pada saat kejadian atau perilaku terjadi. Pencatatan semacam ini merupakan dasar utama pengukuran dalam penelitian modifikasi perilaku.

Adapun jenis pencatatan data menggunakan prosedur pencatatan secara langsung ini, yaitu: pencatatan kejadian, durasi, latensi, interval, dan sampel waktu.

Bentuk pencatatan data secara interval adalah membagi periode waktu observasi ke dalam interval waktu yang lebih kecil dan mencacat kejadian yang terjadi pada setiap interval waktu tersebut. Pencatatan dengan interval ini ada dua macam yaitu pencatatan terjadinya target behavior (occurrence) dan pencatatan tidak terjadinya target behavior (nonoccurrence).

Dalam pencatatan interval waktu tersebut, peneliti atau guru membubuhkan tanda terjadi atau bisa dan tidak terjadinya atau tidak bisa target behavior, misalnya tanda (o) untuk terjadi dan (x) untuk tidak tejadi. Adapun format pencatatan data interval adalah sebagai berikut:

Nama Subjek :... tanggal:... Pengamat :... Prilaku sasaran:... Waktu : ...

15” 15” 15” 15”


(42)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2 x x o x

3 x o o o

4 o o x x

5 x o x o

6 o x x x

7 o x x x

8 x o o x

9 x x x o

10 x o o x

Terjadi : 17 Prosentase 17 : 40 x 100 = 42,5% Tidak terjadi : 23 Prosentase 23 : 40 x 100 = 57,5% (Sumber: Tabel pencatatan dengan interval (Juang, 2006:21) f. Penelitian Subjek Tunggal Desain ABA

Disain penelitian pada bidang modifikasi perilaku dengan eksperimen kasus tunggal secara garis besar ada dua kategori yaitu (1) Disain reversal yang terdiri dari empat macam yaitu (a) disain A-B, (b) disain A-B-A, (c) disain A-B-A-B (DeMario dan Crowley, 1994), dan (2) Disain Multiple Baseline, yang terdiri dari (a) multiple conditions, (b) multiple baseline cross variabels, dan (c) multiple baseline cross subjects (Johnson, dkk , 2005) dalam Juang (2006:54).

Desain A-B-A merupakan salah satu pengembangan dari disain dasar A-B, disain A-B-A ini telah menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas. Prosedur dasarnya tidak banyak berbeda dengan disain A-B, hanya kontinyu pada kondisi baseline (A1) dengan periode waktu tertentu kemudian pada kondisi intervensi (B). Berbeda dengan disain A-B, pada disain A-B-A setelah pengukuran pada kondisi intervensi (B) pengukuran pada kondisi baseline kedua (A2) diberikan. Penambahan kondisi baseline yang kedua (A2) ini dimaksudkan sebagai kontrol untuk fase intrvensi sehingga memungkinkan untuk menarik kesimpulan adanya hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel terikat.


(43)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Untuk mendapatkan validitas penelitian yang baik pada saat melakukan penelitian dengan deain A-B-A, menurut Juang (2006:45) peneliti perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:

1) Mendefinisikan prilaku sasaran (target behavior) dalam prilaku yang dapat diamati secara akurat;

2) Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi base line (A-1) secara kontinue sekurang-kurangnya 3 atau 5 atau sampai kecenderungan arah dan level data menjadi stabil

3) Memberikan intervensi setelah data pada kondisi stabil;

4) Mengukur dan mengumpulkan data pada kondisi intervensi (B) dengan periode waktu tetentu sampai data menjadi stabil; 5) Setelah kecenderungan arah dan data peda intervensi (B) stabil

mengulang kondisi baseline (A-2)

g. Analisis data

1) Grafik prosedur Dasar Desain A-B-A

P

rilaku

sasa

ra

n Baseline Intervensi (B) Baseline

(A-1) (A-2)

, , , , , , , , , , Sesi waktu

2) Analisis Dalam Kondisi

Yang dimaksud dengan analisis perubahan dalam kondisi adalah menganalisis perubahan data dalam satu kondisi misalnya kondisi base line atau kondisi intervensi, sedangkan komponen yang akan dianalisis meliputi komponen seperti yang dibicarakan di atas yakni tingkat stabilitas, kecenderungan arah, dan tingkat perubahan (level change). Menurut Juang dkk (2006:68-77) analisis antar meliputi hal-hal sebagai berikut:


(44)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a) Panjang Kondisi

Panjang kondisi baseline secara umum bisa digunakan tiga atau lima data point. Meskipun demikian yang menjadi pertimbangan utama bukan banyaknya data point tersebut melainkan tingkat kestabilannya. Jika telah dilakukan sebanyak tiga atau lima pengukuran pada kondisi baseline tetapi data tersebut belum menunjukkan kestabilan dan level tertentu maka pengukuran harus dilanjutkan sampai diperoleh kestabilan dan level tertentu. Dengan demikian tabelnya sebagai berikut:

Kondisi A B A’

Panjang Kondisi ... ... ...

b) Kecenderungan Arah

Kecenderungan arah grafik (trend) menunjukkan perubahan setiap data path (jejak) dari sesi ke sesi (waktu ke waktu). Ada tiga macam kecenderungan arah grafik (trend) yitu, (1) meningkat, (2) mendatar, dan (3) menurun. Masing-masing maknanya tergantung pada tujuan intervensinya. Ada dua cara untuk menentukan kecenderungan arah grafik (trend) yaitu metode freehand dan metode split-middle. Metode freehand adalah mengamati secara langsung terhadap data point pada suatu kondisi kemudian menarik garis lurus yang membagi data point menjadi dua bagian. Sedangkan metode split-middle adalah menentukan kecenderungan arah grafik berdasarkan median data point nilai ordinatnya.

Dengan demikian tabelnya sebagai berikut:

Kondisi A B A’

Estimasi kecenderungan

arah (-) (+) (+)


(45)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menentukan kecenderungan stabilitas, dalam hal ini menggunakan kriteria stabilitas 15%. Perhitungannya seperti ini

Skor Tertinggi x Kriteria Stabilitas = Rentang Stabilitas

... x ... = ...

a. Menghitung mean level

Jumlah data baseline : jumlah sesi = mean level b. Menghitung batas atas

Mean level + setengah rentang stabilitas c. Menghitung batas bawah

Mean level - setengah rentang stabilitas d) Tingkat Perubahan

Hitung selisisih data pertama dan data terahir pada fase baseline A, tentukan arahnya, menaik diberi tanda (+ )atau menurun (-)

e) Jejak Data

Masukan hasil yang sama seperti kecenderungan arah.

f) Rentang

Menghitung rentang adalah (1) menentukan berapa besar data point (skor) pertama dan terakhir dalam suatu kondisi, (2) kurangi data yang besar dengan data yang kecil, (3) tentukan apakah selisihnya menunjukkan arah yang membaik (therapeutic) atau memburuk (contratherapeutic) sesuai dengan tujuan intervensi atau pengajarannya.

B. KERANGKA BERFIKIR

Anak tunagrahita memiliki karakteristik mudah beralih perhatian apalagi terhadap pembelajaran yang didesain kurang menarik minat, perhatian dan motivasi anak apalagi menggunakan metode konvensional.

Dalam pembelajaran diperlukan media belajar yang didesain menarik minat dan perhatian sebagai stimulus terhadap motivasi siswa dimana respon


(46)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang diharapkan berupa peningkatan membaca anak saat proses belajar berlangsung.

Salah satu media yang digunakan adalah kartu kata fokus warna dengan desain yang menarik minat anak untuk bereksplorasi sehingga kemampuan belajar anak meningkat dan hasil belajar akan optimal.

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, maka dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Gambar. 1 Kerangka Berpikir

C. ASUMSI

Asumsi adalah kondisi yang ditetapkan sehingga jangkauan penelitian/riset jelas batasnya. Asumsi peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: dengan menggunakan permainan media kartu kata fokus warna kemampuan belajar membaca permulaan bagi anak tunagrahita mengalami peningkatan.

Anak Tunagrahita

Pembelajaran konvensional

Kemampuan rendah

Pembelajaran menggunakan KKFW

Kemampuan meningkat

Hasil belajar optimal Hasil belajar


(47)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D. HIPOTESIS

Sutrisno Hadi, menjelaskan bahwa Hipo berasal dari bahasa Yunani yang berarti di bawah, kurang, lemah. Thesa dalam bahasa Yunani mempunyai arti teori, proporsi yang diajukan sebagai bukti. Jadi hipotesis adalah pernyataan yang masih lemah kebenarannya. (Sutrisno Hasi, 1976:24). Sejalan dengan itu Winarno Surachmad, mengemukakan secara Etimologi, Hipotesis adalah sesuatu yang masih kurang dari Hypo, sebuah kesimpulan adalah pendapat (thesa). Dengan kata lain bahwa, hipotesa adalah sebuah kesimpulan pendapat tetap itu belum final, masih harus dibuktikan kebenarannya. “Hipotesa adalah suatu jawaban dugaan, anggapan besar kemungkinan untuk menjadi jawaban

yang benar” (Winarno Surachmad, 1983:38).

Berdasarkan pendapat tesebut, dengan mengacu pada kerangka berfikir di atas, maka penulis menentukan hipotesis sebagai berikut:

Ha : Kartu kata fokus warna berpengaruh terhadap kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Ho : Kartu kata fokus warma tidak berpengruh terhadap kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan


(48)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. METODE PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian membutuhkan suatu metode yang tepat untuk memperoleh pemecahan masalah dari suatu fokus yang sedang diteliti agar mencapai target yang diharapkan. Pemilihan metode didasarkan pada rumusan masalah yang jawabannya akan dicari dan dibuktikan oleh peneliti. Metode adalah cara untuk mengetahui tingkat tercapainya tujuan suatu penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Arikunto, S( 2003:3) mengungkapkan bahwa:

metode ekperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa mengganggu.Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan

Dengan kata lain metode eksperimen adalah metode penelitian yang ingin mengetahui apa yang bakal terjadi.

Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian subjek tunggal atau Single Subject Research

(SSR), yaitu suatu metode yang bertujuan untuk memperoleh data yang diperlukan dengan melibatkan hasil tentang ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan yang diberikan secara berulang-ulang dalam waktu tertentu (Tawney & David, 1987:9 dalam Juang).

B. DESAIN PENELITIAN

Desin yang digunakan dalam penelitiain ini menggunakan Single Subject Research (SSR), dengan desain eksperimen yang dipakai dalam penelitian ini adalah A-B-A’, yaitu desain yang memiliki tiga fase, dimana


(49)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(A) adalah baseline, (B) adalah fase perlakuan atau intervensi dan (A’) adalah pengulangan baseline, dalam ketiga fase tersebut dilakukan beberapa sesi.

Penelitian ini dilakukan setiap hari dan dihitung sebagai sesi. Dalam penelitian ini subyek tunggal dengan desain ABA digambarkan sebagai berikut :

P

erilaku

sa

sa

ra

n

Baseline A Baseline B Baseline A”

Sesi (waktu) Grafik : Pola desain ABA

Keterangan : 1. A (baseline-1)

Adalah suatu gambaran murni sebelum diberikan perlakuan. Gambaran murni tersebut adalah kondisi awal kemampuan belajar membaca permulaan. Untuk mengukur peningkatan kemampuan belajar membaca permulaan subjek, menggunakan persentase yang dilakukan dalam tiga hari secara berturut-turut yang setiap harinya dilakukan satu sesi selama enam puluh menit.

2. B (intervensi)

Intervensi yaitu suatu gambaran mengenai kemampuan yang dimiliki subjek selama diberikan intervensi secara berulang-ulang dengan melihat hasil pada saat intervensi. Intervensi yang diberikan adalah teknik penggunaan kartu kata fokus warna untuk meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan subjek. Fase intervensi ini dilakukan sebanyak enam sesi.


(50)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3. A’ (baseline-2)

Adalah suatu gambaran tentang perkembangan perilaku kemampuan belajar membaca permulaan yang dimiliki sebagai bahan evaluasi setelah diberikan intervensi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan persentase dengan melihat berapa lama subjek bisa fokus dalam mengingat dan membaca huruf, suku kata dan kata yang diperintahkan tanpa mengekplorasi kartu kata fokus warna.

C. SUBJEK DAN TEMPAT PENELITIAN 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SLB B-C Aras Kihapit Kota Cimahi 2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seorang siswa tunagrahita kelas 2 SDLB, berumur 9 tahun, dengan inisial R. Berdasarkan observasi, R memiliki karakteristik kurang mampu bersosialisasi, tidak banyak bicara, suka mencari-cari bahkan mengambil benda yang menarik perhatiannya baik bentuk maupun warnanya, misalnya mengambil pensil temannya yang warnanya lebih mencolok, suka mengamati gambar sampul buku tulis yang dia lihat dan terkesan membanding-bandingkan desain gambarnya. Kemampuan membaca permulaannya baru sampai pada tahap menujukan dan membaca huruf, suku kata, dan kata dengan bimbingan. Ketika mengikuti pembelajaran dengan metode konvensional ( ceramah, tanya jawab, latihan) anak cenderung tidak bidak bisa fokus lama, dan perhatiannya mudah sekali beralih pada respon yang mucul diluar pembelajaran. Perhatiannya sering beralih terutama gambar full collour atau gambar-gambar yag lucu dan menarik baik gambar tidak bergerak maupun gambar bergerak.


(1)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 Mengamati

dan membaca huruf vokal a i u e o b d l ○ × × × ○ ○ ○ × ○ ○ ○ × ○ ○ ○ × ○ ○ ○ × ○ ○ × × ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ × ○ ○ ○ × ○ ○ ○ × ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Skore 50 75 62,5 87 75 100

3 Mengamati

dan membaca suku kata sesuai gambar ba bi bu be bo la li lu le lo da di ○ ○ ○ ○ ○ ○ × × × ○ ○ × ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ × × × ○ ○ × ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ × ○ × ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ × ○ × ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ × ○ ○ × ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○


(2)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu du de do × ○ × ○ × ○ × ○ × ○ ○ ×

Skore 66,6 66,6 80 80 80 93,3

4 Mengamati

dan membaca kata sesuai gambar ibu ubi lele labu dadu bola ○ ○ × × × ○ ○ ○ × × ○ ○ ○ ○ × × ○ ○ ○ ○ ○ × ○ ○ ○ ○ ○ × ○ ○ ○ ○ × ○ ○ ○

Skore 50 66,6 66,6 83 83 83

5 Melengkapi

suku kata menjadi kata yang tepat sesuai gambar i - ... u - ... bo - ... la - ... da - ... bo - ...

○ ○ × × ○ ○ ○ ○ × × ○ ○ ○ ○ × × ○ ○ ○ ○ ○ ○ × ○ ○ ○ ○ ○ × ○ ○ ○ ○ ○ × ○


(3)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


(4)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Nama : Ibnu Hajar (Rasyid)

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 05 Mei 2002

Jenis Kelamin : Laki-laki

Jenis Kelainan : Tunagrahita Ringan

Kelas : II

Nama Ayah : Harun Al Rasid

Nama Ibu : Lilis Naswati

Alamat : Taman Bukit Cibogo Blok C 10 No.2 Rt 2 Rw 17


(5)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Foto Kegiatan


(6)

Puji nurlaelawati, 2014

Pengaruh media kartu kata fokus warna dalam meningkatkan kemampuan belajar membaca permulaan anak tunagrahita ringan


Dokumen yang terkait

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Menggunakan Media Gambar Pada Siswa Kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Yahya Pondok Gede Bekasi Tahun Pelajaran 2015/2016

2 6 104

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA PERMULAAN DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN KARTU KATA UNTUK ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS II SLB NEGERI KOTAGAJAH LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2008 2009

0 4 97

PENERAPAN METODE SUKU KATA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN.

0 1 31

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA KARTU KATA PADA ANAK KELOMPOK B Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Media Kartu Kata Pada Anak Kelompok B TK Kemala Bhayangkari 60 Jatinom Tahun Ajaran 2012 / 2013.

1 2 15

PENGGUNAAN MEDIA KARTU KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS III DI SLB B-C FADHILAH.

2 7 24

PENGARUH MEDIA KARTU KATA BERGAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KATA PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN: Penelitian Eksperimen dengan Desain Single Subject Research pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas IV di SLB-B/C Bina Mandiri Bogor.

1 1 35

PENGGUNAAN MEDIA KARTU KATA BERGRADASI DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SLB “SABILULUNGAN”.

0 1 51

PENGGUNAAN MEDIA KARTU BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONSEP BILANGAN 1-5 PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN : Single Subject Research (SSR) Terhadap Siswa Kelas dua di SLB Bandung Raya.

0 1 35

METODE MULTISENSORI MELALUI MEDIA PASIR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN.

4 6 51

PENGARUH MEDIA KARTU PUZZLE BERGAMBAR DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN PADA ANAK DOWN SYNDROME.

5 7 22