ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Untuk Menyusun Skripsi S-1

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

DITHA RIMA KURNIASARI

0711010039/ FE/ IE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

Oleh :

Ditha Rima Kurniasari ABSTRAK

Pada perkembangannya Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia selalu mengalami fluktuasi, dimana pada tahun 1997 pertumbuhan ekonomi sebesar 4,70%, tahun 1998 terjadi krisis ekonomi sehingga menurun drastis menjadi -13,01%. Namun perlahan pertumbuhan ekonomi mulai menunjukkan peningkatan pada pada tahun 1999 sebesar 0,79%, tahun 2000 mulai meningkat sebesar 4,92%.

Tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui Investasi, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Tingkat Suku Bunga berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia dan untuk mengetahui faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan kurun waktu lima belas tahun (1996-2009), dimana data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur.Model analisis ini menggunakan regresi linear berganda.

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis secara simultan variabel bebas, yaitu Investasi (X1), Inflasi (X2), Nilai Tukar Rupiah (X3) dan Tingkat Suku Bunga (X4) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikatnya Pertumbuhan Ekonomi (Y) diperoleh hasil Fhitung sebesar = 12,635 > Ftabel sebesar = 3,48 yang berarti secara simultan keempat variabel bebas mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur. Sedangkan pengujian secara parsial Investasi (X1), Inflasi (X2), Nilai Tukar Rupiah (X3) dan Tingkat Suku Bunga (X4) memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y) dengan mnggunakan uji-t dimana untuk variabel Inflasi (X1) thitung sebesar = 1,377 < ttabel sebesar = 2,228, variabel Inflasi (X2) thitung sebesar = -1,533 < ttabel sebesar = 2,228. Untuk variabel Nilai Tukar Rupiah (X3) thitung sebesar = -1,060 < ttabel sebesar = 2,228 sedangkan Tingkat Suku Bunga (X4) thitung sebesar = -1,084 < ttabel sebesar = 2,228. Pada tingkat signifikan lebih besar dari α sehingga H0 diterima atau dengan kata lain H1 ditolak

Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat Suku Bunga.


(3)

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan Ekonomi merupakan fenomena yang penting bagi suatu bangsa, masalah pertumbuahan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan bangsa agar dapat pula meningkatkan Pembangunan nasional yang dapat meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan nasional. (Sukirno, 2003: 9)

Selama hampir setengah abad, perhatian utama masyarakat perekonomian dunia tertuju pada cara-cara untuk mempercepat tingkat pertumbuhan ekonomi. Para ekonom dan politisi dari setiap Negara, sangat mendambakan adanya pertumbuhan ekonomi (Economic Growth). “Pengejaran pertumbuhan” merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua Negara di dunia. Pemerintahan di Negara manapun dapat segera jatuh atau bangun berdasarkan tinggi-rendahnya pertumbuhan ekonomi yang di capainya dalam catatan statistik nasional. Berhasil tidaknya program-program pembangunan di Negara berkembang sering dinilai dari tinggi-rendahnya tingkat pertumbuhan output dan pendapatan nasional. (Todaro&Smith,2004:91)

Indonesia sebagai Negara berkembang tidak lepas dari putaran roda kegiatan ekonomi internasional yang penuh dengan berbagai dinamika.


(4)

Kesiapan dalam menghadapi era perdagangan bebas secara global kedepan merupakan tantangan bagi Indonesia karena pada saat yang sama juga sedang dihadapkan pada berbagai situasi ekonomi dalam negeri yang kurang baik. Peran Indonesia di tengah-tengah kegiatan ekonomi, perdagangan internasional relatif masih kecil dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap pasar internasional. Namun upaya Indonesia untuk memperbesar posisi dan peran di tingkat internasional tidak pernah berhenti. (Halwani,2005:2)

Pertumbuhan Ekonomi Dunia juga selalu mengalami Fluktuasi. Yang sempat mencapai 5,3% pada tahun 2007 namun menurun pada tahun 2008 dan 2009 menjadi 3,0% dan -3,5%. Yang disebabkan adanya krisis global yang melanda Amerika Serikat dan sebagian Negara di Eropa sehingga pertumbuhan ekonomi di beberapa Negara lain juga menurun. Terutama Negara-negara yang banyak menggantungkan eksport kepada AS, begitu pula terhadap Negara lain juga akan terkena dampak secara tidak langsung. (Anonim,2010:177)

Pada kurun waktu satu dasawarsa, indonesia telah mengalami dua kali guncangan krisis, pertama yaitu krisis moneter yang berlanjut pada krisis ekonomi tahun 1998 dan yang kedua adalah imbas dari krisis finansial di Amerika Serikat dan menjadi krisis keuangan global tahun 2008. Ketika krisis tahun 1998 indonesia telah melakukan kebijakan yaitu pemuliahan permintaan swasta, pemulihan kepercayaan publik, pembenahan system perbankan, resolusi pada hutang korporat. Hasil nya hingga pada tahun 2008


(5)

telah banyak kemajuan yang dicapai oleh pemerintah antara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jalur diatas 6 persen, diiringi dengan kenaikan pendapatan perkapita, perbankan yang jauh lebih sehat. Dengan modal itu, keterpurukan ekonomi tidak sampai terjadi lagi ketika tahun 2008 indonesia juga terkena imbas krisis keuangan global. Sesuai dengan data dari tahun ke tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 1996 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7,81%, tahun 1997 sebesar 4,70%, tahun 1998 terjadi krisis ekonomi sehingga menurun drastis menjadi -13,01% , pada tahun 1999 sebesar 0,79%, tahun 2000 mulai meningkat sebesar 4,92%, tahun 2001 sebesar 3,32%, tahun 2002 meningkat menjadi 3,66%, tahun 2003 menjadi 4,72%, tahun 2004 yaitu 5,03%, 2005 pertumbuhan ekonomi sebesar 5,69%, tahun 2006 mengaalami penurunan menjadi 5,50%, tahun 2007 kembali meningkat menjadi 6,28%, tahun 2008 sebesar 6,06%. (Anonim,2008:13)

Sebagian pendapat berkeyakinan bahwa pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan fungsi dari investasi yang berarti tergantung dari jumlah modal dan tekhnologi yang ditanam dan dikembangkan dalam masyarakat. Investasi merupkan faktor penting dalam menentukan tingkat pendapatan nasional. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja. (Sukirno,2000:367)

Sektor bisnis adalah pelaku ekonomi yang berperan dalam menginvestasikan dana nya yang sangat menunjang meningkatnya


(6)

pendapatan nasional. Meningkatnya peran swasta ini sangat penting, karena untuk mencukupi kebutuhan barang dan jasa dari sektor lain. Maka banyak sekali kebijakan pemerintah dilakukan untuk mendorong adanya investasi, Investasi sektor swasta ini dapat berupa swasta domestik atau swasta asing.untuk merangsang investasi asing dilakukan dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan system kerjasama dengan pengusaha domestik, jaminan keamanan dan lain-lain. (Yusuf,2008:4)

Pengalaman Indonesia selama ini juga menunjukkan betapa pentingnya investasi bagi kelangsungan pembangunan atau pun pertumbuhan ekonomi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan iklim investasi Negara. Wujud kepedulian tersebut diantaranya menghasilkan produk hukum yang berkaitan dengan kegiatan penanaman modal serta menjamin kepastian hukum itu sendiri, memberikan kemudahan pelayanan yang meliputi perjanjian investasi, kepabeanan perpajakan dan paket insentif. Dengan meningkatnya penanaman modal asing (PMA) maka pertumbuhan ekonomi Negara pun menjadi meningkat. Berdasarkan data BPS, sejak awal 2000 ini PDB Indonesia memang menglami pertumbuhan positif, setelah dua tahun berturut-turut sebelumnya negatif. namun laju pertumbuhannya sangat rendah, terutama jika dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata pertahun yang dialami Indonesia pada masa krisis. Alasannya sederhana, pergerakan ekonomi nasional sejak tahun 1999 hingga kini lebih didorong oleh pertumbuhan konsumsi bukan oleh pertumbuhan investasi yang signifikan.


(7)

Jika pola pertumbuhan ekonomi terus seperti ini tanpa adanya kontribusi yang berarti dari investasi, dapat dipastikan pertumbuhan tersebut tidak dapat berlanjut terus. (Tambunan, 2000:20)

Fenomena inflasi di Indonesia bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional saja, tetapi seperti hal nya yang umum terjadi pada Negara-negara berkembang lainnya, inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapat hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian Negara. Dengan demikian pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak cukup dilakukan dengan menggunakan instrument-instrumen moneter saja yang umumnya bersifat jangka pendek, tetapi juga dengan melakukan pembenahan di sektor riil. (Atmadja,2000:2)

Inflasi di Indonesia telah mangalami penurunan yang cukup drastis pada tahun-tahun setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1998 yang mencapai 77,63%. Inflasi pada tahun 2003 sebesar 5,06%, tahun 2004 sebesar 6,40%, pada tahun 2005 sebesar 17,11% peningkatan ini disebabkan naiknya harga Bahan bakar sehingga berdampak pada kenaikan pada sektor transportasi, komunikasi lalu diikuti kenaikan pada sektor bahan makanan dan sektor makanan jadi. Namun pada tahun 2006 inflasi menurun menjadi 6,60%, tahun 2007 sebesar 6,59%, dan tahun 2008 sebesar 11,06%. (Anonim, 2008:37)

Suku bunga merupakan tolak ukur dari kegiatan perekonomian suatu negara yang berimbas pada kegiatan perputaran arus keuangan perbankan,


(8)

inflasi, investasi dan pergerakan currency disuatu negara. Perlu diketahui biasanya negara-negara besar seperti Amerika, Inggris dan negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa merupakan negara yang memiliki nilai mata uang yang terbesar dalam transaksi di bursa daripada dengan Negara lain. Ada beberapa hal yang harus diwaspadai dalam menaikkan dan menurunkan suku bunga yang semuanya harus berpihak pada kesejahteraan rakyat dalam negeri sebagai prioritas utama. (Tambunan,2009:1)

Kondisi perekonomian Indonesia turut mengalami kejatuhan pula di saat perdagangan valuta asing juga mengalami kejatuhan di kawasan Asia. Diawali oleh guncangan pasar asing di Thailand, dan kemudian menjalar ke valuta asing di Negara-negara lain di Asia. Pada tahun 2009 rupiah menurun hingga Rp. 12.000. Semula pemerintah berharap kurs rupiah kembali ke level Rp. 9.400 per USD, namun diubah menjadi Rp. 11.000 per USD. Kurs Rp. 9.400 jelas merupakan wishfull thinking karena rupiah pada level tersebut merupakan situasi rupiah yang overvalued (terlalu mahal). Sebenarnya bisa saja kurs rupiah menguat pada tahun 2009, namun dengan syarat terjadinya arus modal yang dalam jumlah besar sehingga cadangan devisa menguat drastis. (Prasetiantono, 2009:6)

Oleh karena itu, diharapkan kebijaksanaan yang di tempuh oleh pemerintah adalah kebijaksanaan yang harus dapat mengatasi masalah perekonomian secara keseluruhan. Pendapatan nasional yang ada dapat meningkatan pertumbuhan ekonomi yang berlangsung dalam jangka panjang dan Penekanan laju inflasi diarahkan untuk mencegah penurunan


(9)

daya beli masyarakat, terutama golongan mayoritas yang banyak mengkonsumsi keperluan barang pokok, tetapi disisi lain juga merupakan alat ampuh untuk mempertahankan nilai tukar ( kurs).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini perumusan masalah yang di ajukan adalah :

1. Apakah Investasi, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Suku Bunga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia?

2. Manakah di antara Investasi, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Suku Bunga yang pengaruhnya paling dominan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah di kemukakan di atas, maka tujuan yang hendak di capai sehubungan dengan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh Investasi, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Suku Bunga berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

2. U,,ntuk mengetahui faktor mana yang paling dominan terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.


(10)

1.4 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan latar belakang permasalahan yang telah di kemukakan diatas, maka manfaat yang hendak di capai sehubungan dengan penelitian adalah:

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan tentang yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

2. Bagi Mahasiswa

Sebagai masukan dan informasi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan masalah pertumbuhan perekonomian.

3. Bagi Universitas

Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat khususnya bagi fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur guna melengkapi perbendaharaan perpustakaan.


(11)

2.1 Penelitian Terdahulu

a. Aprilia (2010:x) “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

Ekonomi”. Dari hasil pengujian hipotesis dengan uji F diperoleh Fhitung

sebesar 15,402 dan Ftabel sebesar 3,587. Ini berarti secara simultan variable inflasi, pengeluaran pemerintah dan penanaman modal dalam negeri berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sebagai variable terikat. Pengujian secara parsial diperoleh thitung untuk variable X1 sebesar -6,685 > ttabel sebesar 2,201 berarti variable X1 dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap variable terikat (Y). untuk inflasi (X2) thitung sebesar -0,527 < ttabel sebesar 2,201 berarti tidak dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk PMDN (X3) thitung sebesar -0,169 < ttabel sebesar 2,201 berarti tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan ekonomi di Surabaya.

b. Buya (2009:x) “Pengaruh Sektor Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian bahwa Ekspor Netto, Penanaman Modal Asing dan Pinjaman Luar Negeri secara simultan berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi


(12)

Indonesia dengan hasil Fhitung = 4,338 > Ftabel = 3,59 sedangkan secara parsial hanya penanaman modal asing yang mempunyai pengaruh secara nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan hasil thitung = 2,221 > ttabel = 2,201, sedangkan ekspor netto dengan hasil thitung=0,812 < ttabel = 2,201 dan pinjaman luar negeri dengan hasil thitung = -3,389 < ttabel 2,201 secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

c. Kholis (2009:x) “Pengaruh Investasi Asing Langsung, Eksport,

Cadangan Devisa, Nilai Tukar terhadap Pertumbuhan Ekonomi”.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh investasi asing langsung, cadangan devisa dan nilai tukar dollar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan menggunakan analisis regresi uji linear berganda dengan di uji menggunakan uji F dan uji t. dari pengujian dengan model regresi Uji F diketahui bahwa keseluruhan variable bebas baik investasi asing langsung, cadangan devisa dan nilai tukar dollar secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia karena mempunyai Fhitung < Ftabel. Sedangkan dari pengujian regresi dengan uji t diketahui bahwa secara parsial variable bebas investasi asing langsung, cadangan devisa dan nilai tukar dollar tidak berpegaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia karena nilai thitung terletak diantara ttabel dan –ttabel.


(13)

d. Sakka (2004:1) “Pengaruh Investasi dalam Penelitian dan Perkembangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi” hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada periode pertama variabel pertumbuhan stok capital total berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sementara angkatan kerja sektor industry tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan sektor industry.

e. Vendy (2010:x) “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Magetan” dapat ditarik kesimpulan bahwa secara

simultan (Uji F) diperoleh hasil Fhitung 5,338> Ftabel=3,48, sehingga variable bebas berpengaruh Secara simultan dan nyata terhadap Pertumbuhan ekonomi. Investasi (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y) dengan Uji T dimana thitung=4,281> ttabel=2,228, Pengeluaran Pemerintah (X2) Tidak berpengaruh secara nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y) dengan thitung=0,100<ttabel=2,228, dan Jumlah Penduduk (X3) juga tidak berpengaruh secara nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y) dengan Uji t dimana thitung=0,631<ttabel=2,228, sedangkan (X4) tidak berpengaruh secara nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y) dengan thitung=-0,362< ttabel=-2,228.


(14)

2.2 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Saat Ini

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini berbeda dengan saat ini bebeda dengan peneliti sebelumnya. Perbedaan penelitian yang dilakukan sekarang terletak kurun waktu, ruang lingkup, tempat peneitian dan jumlah variable yang digunakan untuk penelitian terdahulu seperti yang telah disebut diatas juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini.

Seperti pada penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Magetan” dalam penelitian ini variable dan lingkup data yang digunakan yaitu variable bebas menggunakan 3 faktor yaitu Investasi (X1), Pengeluaran Pemerintah (X2), Jumlah Penduduk (X3) dengan variable terikat (Y) Pertumbuhan Ekonomi. Sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan variable bebas Investasi, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Suku Bunga. Sedangakan variable terikatnya (Y) adalah Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi menurut Irawan (2002:5) adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Meier mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. (Adisasmita,2005:205)


(15)

Menurut Schumpeter Pembangunan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis atau gradual, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan tidak terputus-putus. Pembangunan ekonomi disebabkan oleh perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Pembangunan ekonomi berkaitan dengan pendapatan perkapita dan pendapatan nasional. (Suryana2000:5)

Menurut Kuznets Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan tekhnologi dan penyesuaian kelembagaan ideologis yang diperlukan. Definisi ini memiliki 3 komponen:

Pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya

secara terus menerus persediaan barang.

Kedua, tekhnologi maju merupakan factor dalam pertumbuhan ekonomi

yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk.

Ketiga, penggunaan tekhnologi secara luas efisien memerlukan adanya

penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dapat dimanfaatkan secara tepat. (Jhingan, 2000:72)

2.3.1.1 PDB Sebagai Indicator Pertumbuhan Ekonomi

PDB diyakini sebagai indicator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu Negara, perhitungan pendapatan nasional ini


(16)

mempunyai ukuran makro tentang kondisi suatu Negara. Pada umumnya perbandingan kondisi antar Negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya sebagai gambaran, bank dunia menentukan apakah suatu Negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya PDB. PDB suatu Negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian. (Herlambang,2001:16)

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa produk domestic bruto (PDB) merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksikan oleh factor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan juga warga negar asing yang berada di dalam Negara tersebut dalam satu tahun tertentu. (Sukirno,2004:34)

Secara popular pendekatan penghitungan produk domestic bruto (PDB) dengan 3 metode pendekatan yang dipakai yaitu:

1) Pendekatan produksi, Metode ini di hitung dengan menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan sector ekonomi produktif dalam wilayah suatu Negara secara matematis.

2) Pendekatan pendapatan, Metode ini dihitung dengan menjumlah besarnya total pendapatan atau balas jasa setiap faktor-faktor produksi secara matematis

3) Pendekatan pengeluaran, Metode ini dihitung dengan menjumlahkan semua pengeluaran yang dilakukan berbagai golongan pembeli dalam masyarakat secara matematis.


(17)

2.2.1.2 Teori Pembangunan Malthus

Dalam konsep pembangunan Malthus, tidak menganggap proses pembangunan ekonomi terjadi dengan sendirinya. Proses pertumbuhan ekonomi menurut Malthus mmerlukan berbagai usaha yang konsisten di pihak rakyat. Selalu menitikkan perhatian pada “perkembanagn kesejahteraan” suatu Negara, yaitu pembangunan ekonomi yang dapat dicapai dengan meningkatkan kesejahteraan suatu Negara.

Pertumbuhan penduduk tidak bisa terjadi tanpa peningkatan kesejahteraan yang sebanding, jika akumulasi modal meningkat, permintaan atas tenaga kerja juga meningkat maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi. (Jhingan,2007:121)

2.2.1.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Teori ini dinamakan teori pertumbuhan klasik karena dikemukakan oleh para ahli yang dikenal sebagai penganut aliran klasik. Yaitu seperti Adam Smith, David Ricardo.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:

a). Jumlah penduduk.

b). Jumlah stok barang modal. c). Luas tanah dan Kekayaan alam. d). Tingkat tekhnologi yang digunakan.


(18)

Bagi kaum klasik, keadaan stasioner merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan dimana masyarakat sudah hidup sejahtera sehingga tidak diperlukan lagi pertumbuhan yang berarti. (Todaro&Smith,2004:128) 2.2.1.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo-Klasik

Teori ini diwakilkan oleh tokoh-tokoh seperti Joseph Schumpeter, Harrod-Domar, Robert Solow. Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus menerus membuat pembaharuan dan inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut merupakan :

a).Memperkenalkan barang-barang baru.

b).Mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang.

c).Memperluas pasar sesuatu barang ke pasaran-pasaran yang baru

d).Mengembangkan sumber mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan.

Sedangkan menurut Harrod-Domar setiap perekonomian pada dasarnya harus senantiasa mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal yang telah susut atau rusak. Namun, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan


(19)

tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal. (Todaro & Smith, 2004: 129)

2.2.1.5 Teori Pembangunan Lewis

Menurut model pembangunan yang diajukan oleh W. Arthur Lewis, perekonomian yang terbelakang terdiri dari dua sektor, yakni:

1) Sektor Tradisional, yaitu sektor pedesaan subsisten yang kelebihan penduduk dan ditandai dengan produktivitas marjinal tenaga kerja yang sama dengan 0. Ini merupakan situasi yang memungkinkan Lewis untuk mendefinisikan kondisi surplus tenaga kerja sebagai suatu fakta bahwa jika sebagian tenaga kerja tersebut ditarikdari sektor pertanian, maka sektor itu tidak akan kehilangan outputnya.

2) Sektor industry perkotaan modern yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang di transfer sedikit demi sedikit dari sektor subsisten.

Perhatian utama model ini diarahkan pada terjadinya proses pengalihan tenaga kerja, serta pertumbuhan output dan peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor modern. Adapun laju atau kecepatan terjadinya perluasan tersebut ditentukan oleh tingkat investasi di bidang industry dan akumulasi modal secara keseluruhan di sektor modern. Peningkatan investasi itu sendiri dimungkinkan oleh adanya kelebihan keuntungan sektor modern dari selisih upah. (Todaro&Smith,2004:133)


(20)

2.2.2 Investasi

Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. (Sunariyah,2003:4)

Sedangkan pengertian investasi menurut Nopirin (2000:134) adalah perubahan capital stock, maka teori tentang investasi haruslah dimulai dengan konsep jumlah (Stock) capital yang diinginkan (Desire Capital Stock).

Definisi yang lebih lengkap diberikan oleh Reilly dan Brown, yang mengatakan bahwa investasi adalah komitmen mengikatkan asset saat ini untuk beberapa periode waktu ke masa depan guna mendapatkan penghasilan yang mampu mengkompensasi pengorbanan investor berupa: 1. Keterikatan asset pada waktu tertentu.

2. Tingkat inflasi

3. Ketidaktentuan penghasilan pada masa mendatang.

Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Umumnya investasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Financial Assets, dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dan lainnya atau dilakukan di pasar modal misalnya berupa saham, obligasi, opsi, dan lainnya.


(21)

2. Real Asset, diwujudkan dalam bentuk pembelian asset produktif,

penelitian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan, dan lainnya. (Halim,2003:2)

2.3.2.1Penanaman Modal Asing (PMA)

Yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing hanyalah meliputi Penanaman Modal Asing Langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan UU no 11 tahun 1970 yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut. ( Widjaya, 2005:25 )

2.3.2.2 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN )

Menurut UU no 11 tahun 1970 pasal 1 tentang Penanaman Modal, Penanaman Modal dalam negeri adalah Modal yang berasal dari kekayaan masyarakat Indonesia baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional, atau swasta asing. Pemerintah melakukan investasi dengan motivasi untuk mensejahterakan rakyat. (Kindosari,2007:10)

2.2.2.3 Dampak investasi melalui PMA dan PMDN

Pertimbangan pemerintah Indonesia menerima pemasukan PMA adalah: 1. Tujuan memperoleh pendapatan Negara (dalam bentuk pemasukan

pajak, baik pajak langsung maupun tidak langsung).

2. Memberikan development effect terhadap kegiatan industry dalam negeri di sekitar modal asing.


(22)

Sedangkan tujuan dilaksanakan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Oleh pemerintah dimaksudkan untuk meneigkatkan pendapatan masyarakat ini secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan nasional.

Berdasarkan pertimbangan diatas menunjukkan bahwa PMA di Indonesia dan dilakukannya PMDN dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan nasional, hal ini berarti semakin banyak investasi yang ditanamkan maka pendapatan nasional akan semakin meningkat.

2.2.2.4 Macam-Macam Investasi

Macam-macam investasi dibagi menjadi 4 kelompok, yang pembagiannya sebagai berikut:

1. Autonomous Invesment dan Induced Investment

Autonomous Investment (investasi otonomi) adalah investasi yang besar

kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan faktor-faktor di luar pendapatan. Faktor-faktor lain diluar selain pendapatan yang mempengaruhi tingkat investasi seperti itu, misalnya tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya. Sedangkan Induced Investment atau investasi terimbas adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.

2. Public Investment dan Private Investment

Public Investment adalah Investasi atau penanaman modal yang


(23)

investment tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang bersifat personal,

investasi ini bersifat impersonal atau resmi. Sedangkan Private Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Di dalam

private investment, unsur-unsur seperti keuntungan yang akan diperoleh

dimasa depan penjualan dan sebagainya merupakan peranan yang sangat penting dalam menentukan volume investasi. Sementara dalam penentuan volume investasi, pertimbangan itu lebih diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.

3. Domestik Investment dan Foreign Investment

Domestik investment adalah penanaman modal di dalam negeri,

sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam atau faktor produksi tenaga manusia namun tidak memiliki faktor produksi modal (capital) yang cukup untuk mengelolah sumber- sumber yang dimiliki, maka mengundang modal asing agar sumber-sumber yang ada termanfaatkan.

4. Gross Investment dan Net Investment

Gross Investment (Investasi Bruto) adalah total seluruh investasi yang

diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan demikian investasi bruto dapat benilai positif ataupun nol (yaitu ada atau tidak ada investasi sama sekali) tetapi tidak akan bernilai negatif. Sedangkan Net Investment (Investasi Netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan


(24)

2.2.2.5 Teori Investasi Klasik

Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori produktivitas batas (marginal produktivity) dari faktor produksi modal. Menurut teori ini

besarnya modal yang akan diinvestasikan dalam proses produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya dibandingkan dengan tingkat bunga-bunganya. Sehingga investasi ini akan terus dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan diterimanya bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan. Dengan teori produktivitas batas, maka masalah investasi oleh para-para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar prinsip maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan industri. Sebab suatu perusahaan akan memaksimalisasi labanya dalam suatu persaingan sempurna. Bila perusahaan itu menggunakan modalnya sampai pada jumlah produksi marginal kapitalnya sama dengan harga capital yaitu suku bunga, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Suatu investasi akan dijalankan apabila pendapatan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga. Pendapatan dari investasi merupakan jumlah pendapatan yang akan diterima setiap akhir tahun selama barang modal digunakan dalam produksi.

2. Investasi dalam modal adalah menguntungkan bila biaya ditambah bunga lebih kecil dari pendapatan yang diharapkan dari investasi itu. (Suparmoko,2000: 84)


(25)

2.2.2.6 Teori Keynes

Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal Efficiency of Investment (MEI). MEI dapat diartikan sebagai suatu kurva

yang menunjukkan hubungan diantara tingkat pengembalian modal dan jumlah modal yang akan diinvestasikan. Investasi itu akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi daripada tingkat suku bunga.

Menurut garis MEI ini antara lain disebabkan oleh 2 hal, yaitu:

1. Bahwa semakin banyak investasi yang terlaksana dalam masyarakat, maka semakin rendah efisiensi marginal investasi itu.

2. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang modal menjadi lebih tinggi.(Suparmoko, 2000: 84)

Gambar 1: Kurva Marginal Eficiency of Investment

Sumber: Sukirno, Sadono, 2004. Pengantar Teori Ekonomi Makro.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 125

A

B

C M EI

Tingkat Pengembalian M odal

R0

R1

R3


(26)

Pada kurva MEI ditunjukkan titik A, B, dan C. Titik A menggambarkan bahwa tingkat pengembalian modal adalah R0 dan investasi adalah I0. Ini berarti titik A menggambarkan bahwa dalam perekonomian dapat dilakukan kegiatan investasi yang akan menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak R0, dan untuk mewujudkan investasi tersebut modal yang diperlukan adalah sebanyak I0. Titik B dan C juga memberikan gambaran yang sama. Titik B menggambarkan wujud kesempatan untuk menginvestasi dengan tingkat pengembalian modal R1 atau lebih, dan modal yang diperlukan adalah I1. Dan titik C menggambarkan, untuk mewujudkan usaha yang menghasilkan tingkat pengembalian modal sebanyak R2 maka diperlukan modal investasi sebanyak I2.

2.3.2.7 Model Dommar

Pada model ini, Dommar memberikan peranan kunci pada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi. Khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama, ia menciptakan pendapatan dan kedua, ia memperbesar kapasitas produksi ekonomi dengan cara meningkatkan stok moda. Kenaikan yang diperlukan dalam permintaan agregat dijelaskan dengan multiplier. Nilai multiplier menggambarkan perbandingan diantara jumlah pertambahan dalam pendapatan nasional dengan jumlah pertambahan dalam pengeluaran agregat yang telah menimbulkan perubahan pendapatan nasional tersebut. (Jhingan,2007:291)


(27)

ΔY = k. ΔI

ΔY = 1 ΔI 1 – MPC Ket:

ΔY = kenaikan rata-rata pendapatan

ΔI = kenaikan rata-rata investasi

MPC = perbandingan antara pertambahan konsumsi dan pertambahan pendapatan.

Pada suatu masa tertentu dalam perekonomian pengusaha menambah jumlah investasi. Kenaikan investasi akan menimbulkan suatu rangkaian pertambahan pendapatan nasional, pertambahan pendapatan rumah tangga dan pertambahan pengeluaran konsumsi dengan adanya proses tersebut secara terus menerus sehingga tidak terdapat lagi kelebihan pengeluaran agregat. Keadaan ini akan menciptakan tingkat keseimbangan perekonomian Negara yang baru. (Sukirno,2004:140)

2.3.3 Inflasi

Inflasi dinyatakan sebagai kenaikan harga secara umum dan terus-menerus dalam suatu periode tertentu. Jadi tingkat inflasi adalah tingkat perubahan harga secara umum. (Samuelson&Nordhaus,1998: 578-603)

Menurut Prathama dan Mandala (2001:203) Ada 3 komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi. Yaitu:


(28)

1) Kenaikan harga

Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya.

2) Bersifat umum

Kenaikan harga suatu komoditas sebelum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga secara umum naik.

3) Berlangsung terus menerus

Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadi sesaat, karena itu perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.

2.2.3.1 Jenis Inflasi Menurut Sifatnya

Jenis inflasi berdasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :

1. Inflasi ringan, ditandai dengan laju inflasi yang rendah yaitu kurang dari 10% pertahun.

2. Inflasi tingkat sedang, yaitu jika tingkat inflasi diatas 10% sampai 30% setahun.

3. Inflasi tinggi, merupakan inflasi diatas 30% akan tetapi masih dibawah 100%.

4. Inflasi tingkat sangat parah, inflasi yang dikenal pula dengan nama hiperinflasi yaitu yang tingkat inflasi diatas 100%. (Sarwoko, 2005:88)


(29)

2.2.3.2 Jenis Inflasi Menurut Sebabnya 1. Demand Pull Inflation

Yaitu Inflasi yang timbul karena adanya permintaan total akan berbagai barang terlalu kuat, yang berakibat tingkat harga umum naik. Proses terjadinya dapat dijelaskan pada gambar sebagai berikut :

Gambar 2: Grafik Demand Pull Inflation

Sumber : Sukirno, Sardono. 2004, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal : 334

Sebagaimana dalam gambar, perekonomian dimulai pada P1 dan tingkat output riil dimana (P1,Q1) berada pada perpotongan antara kurva permintaan D1 dan kurva penawaran S. kurva permintaan bergeser keluar D2 penggeseran seperti itu dapat berasal dari factor kelebihan pengeluaran permintaan.

Pergeseran kurva permintaan menaikkan output riil dari (Q1 ke Q2) dan tingkat harga (dari P1 ke P2) maka inilah yang disebut demand pull

P1

P2

D1 D2

Q1 Q2

H a r g a

O u t p u t


(30)

inflation yang disebabkan oleh penggeseran kurva permintaan menarik keatas tingkat harga dan menyebabkan inflasi.

2. Cost Push Inflation

Inflasi yang disebabkan turunnya produksi, karena naiknya biaya produksi. Apabila proses ini berjalan terus menerus maka timbullah Cost Push Inflation. Proses terjadinya cost push inflation dapat di jelaskan pada

gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 3: Grafik Cost Push Inflation

Sumber : Sukirno, Sardono. 2004, Teori Pengantar Ekonomi Makro, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal : 334

Bila ongkos produksi naik dari P1 ke P2 (misalnya, karena kenaikan harga sarana produksi yang di datangkan dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (agregat suplai) bergeser dari S1 ke S2. Naik nya harga tertentu akan menyebabkan inflasi dorongan biaya.

P1

P2

S1

S2

D

Q2 Q1

Harga


(31)

2.2.3.3 Penggolongan Inflasi Menurut Asal dari Inflasi

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)

Adalah inflasi yang timbul karena adanya deficit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang baru, panen gagal dan sebagainya 2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)

Adalah inflasi yang timbul kerena kenaikan harga-harga di luar negeri atau kenaikan harga langganan berdagang, kenaikan harga yang kita impor mengakibatkan adanya kenaikan indeks biaya hidup, karena sebagian dari barang-barang yang tercakup didalamnya berasal dari impor, selain itu jugasecara tidak langsung akan menaikkan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi atas bahan mentahnya yang harus di impor.

2.3.3.4 Keynesian Model

Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang-barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah persediaan barang ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Oleh karenanya, Keynesian model ini lebih banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek. (Atmadja,2000:3)


(32)

2.2.3.5 Cara pengendalian inflasi.

Inflasi dapat terjadi karena besarnya uang beredar dimasyarakat. Oleh karena itu, mencegah lajunya inflasi adalah dengan pengedalian uang beredar di masyarakat tersebut dengan menggunakan kebijakan moneter, fiskal dan kebijakan yang berkaitan dengan produksi.

Sasaran kebijakan moneter dapat dicapai melalui pengaturan jumlah uang beredar. Salah satu komponen jumlah uang beredar adalah uang giral. Bank sentral dapat mengatur jumlah uang giral ini melalui penetapan cadangan minimum. Untuk menekan laju inflasi cadangan minimum dikenaikan sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil.

Bank sentral dapat menggunakan suatu pengendalian yang disebut dengan tingkat diskonto untuk pinjaman yang diberikan oleh Bank sentral. Apabila tingkat diskonto dinaikan oleh Bank sentral maka keinginan bank umum menjamin menjadi semakin kecil, sehingga cadangan yang ada di Bank sentral juga semakin kecil. Akibatnya kemampuan bank umum memberikan pinjaman pada masyarakat semakin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah.

Kebijakan fiskal menyangkut peraturan tentang pengeluaran pemeritah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijaksanaan fiskal yang berupa pengeluaran-pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.


(33)

Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jamlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanan penurunan biaya masuk sehingga impor barang meningkat. Bertambahnya jamlah barang di dalam negeri cenderung akan menurunkan harga. (Nopirin,2000:35)

2.3.4 Nilai Tukar Rupiah (Kurs)

Kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda dan terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. (Nopirin, 2000 : 163)

Kurs atau nilai tukar adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri (asing) atau rasio antara satu unit (satuan) mata uang dan jumlah mata uang yang lain pada waktu tertentu. (Salvatore,2004:140)

Valuta asing atau foreign exchange adalah mata uang asing atau pembayaran mata uang lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi keuangan internasional yang mempunyai catatan kurs resmi di bank sentral. (Putong, 2003:276)

2.2.4.1 System penetapan Kurs

Menurut Kuncoro (2001: 26-31), ada beberapa system kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu:

1. System Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate). System kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi


(34)

oleh otoritas moneter. Di dalam system kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu:

a). Mengambang Bebas (murni)

Dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. System ini sering disebut clean floating exchange rate, didalam system inicadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.

b). Mengambang Terkendali

Dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu cadangan devisa biasanyan dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs.

2. System Kurs Tertambat (peged exchange rate). Dalam system ini, suatu Negara mengaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang Negara lain atau sekelompok mata uang yang biasanya merupakan mata uang Negara partner dagang yang utama “Menambatkan” ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak menaglami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya.


(35)

3. System Kurs Tertambat Merangkak (crawling pegs). Dalam system ini, suatu Negara melakukan sedikti perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodic dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama system ini adalah suatu Negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding system kurs tertambat. Ol karena itu, system ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam.

4. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak Negara terutama Negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari system ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu Negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang” umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan Negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap Negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu Negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda.

5. System kurs Tetap (fixed exchange rate). Dalam system ini, suatu Negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli


(36)

valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. 2.2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Kurs

Sebagaimana dengan komoditi lain yang bisa diperdagangkan uang juga mengalami mekanisme pasar yaitu teori hukum permintaan dan penawaran. Secara umum, faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing adalah sebagai berikut. (Putong,2003:279)

a. Permintaan dan penawaran kurs valuta asing

Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, maka harga valas akan lebih mahal dari harga nominal harga yang berlaku bila permintaan melebihi jumlah yang ditawarkan,atau jumlah permintaan tetap sementara penawaran berkurang. Sebaliknya harga valas akan menjadi lebih murah dari harga nominal atau harga berlaku bila permintaan sedikit sementara penawaran banyak atau permintaan semakin menurun meskipun jumlah penawaran tetap.

b. Tingkat inflasi

Tinggi angka inflasi yang terjadi pada suatu Negara mengidentifikasikan mahalnya harga barang-barang di Negara tersebut. Bila ini terjadi, maka permintaan uang Negara tersebut akan meningkat sehingga memberikan jawaban kepada kita bahwa mata uang Negara tersebut relatif akan menjadi murah dan nilai akan turun atau melemah terhadap mata uang asing.


(37)

c. Tingkat Bunga

Isu mengenai tinggi tingkat bunga akan menarik para “pemain uang” dengan memanfaatkan selisih nilai bunga dan simpanan. Oleh karena itu bagi Negara yang membutuhkan banyak mata uang asing dan berusaha menarik peminat dengan menaikkan tingkat suku bunga simpanan di negaranya pada tingkat tertentu. Manakala jumlah mata uang asing banyak yang masuk ke Negara tersebut maka permintaan uang local akan semakin tinggi. Sehingga nilai mata uang local akan semakin naik, sedangkan nilai mata uang asing tersebut akan relative menurun.

d. Tingkat pendapatan dan produksi

Pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi mengindikasikan tinggi pendapatan masyarakat akan semakin tinggi. Pada kondisi yang sama kapasitas produksi ke Negara tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya sehingga harganya relative akan semakin baik dari harga semula terhadap mata uang local.

e. Neraca Pembayaran luar negeri

Nilai cadangan divisa yang negative itu mengindikasikan bahwa permintaan mata uang asing tersebut lebih besar dari penawarannya dan ini akan memberi sentimen negatif, dimana permintaan mata uang tersebut akan semakin tinggi sehingga nilai mata uang local akan semakin turun.


(38)

f. Pengawasan pemerintah

Cara klasik yang dilakukan pemerintah untuk mengawasi nilai mata uangnya dengan kebijakan fiscal yaitu menaikkan nilai pajak dan mengetatkan belanja Negara serta kebijakan moneter dengan pengetahuan uang beredar menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga.

2.2.4.3 Teori Elastisitas

Teori elastisitas mengatakan bahwa nilai tukar harga dari valuta asing untuk mempertahankan neraca pembayaran internasional suatu Negara agar tetap berada pada tingkat ekuilibrium. Dengan kata lain, respons nilai tukar terhadap perubahan dalam neraca perdagangan sangat dipengaruhi oleh elastisitas permintaan terhadap perubahan harga. Jika elastisitas permintaan bersifat inelastic maka pengaruh impor dan kenaikan ekspor dalam neraca pembayaran internasional akan sangat kecil. Akibatnya, nilai tukar harus melakukan penyesuaian secara tajam untuk menghilangkan deficit neraca pembayaran internasional. (Pinem,2009:69)

2.2.4.4 Teori Harga

Berthil Ohlin (2004 : 42) dalam buku ekonomi internasional berpendapat bahwa perdagangan internasional itu sebenarnya adalah masalah harga. Jelaslah perbedaan harga yang menyebabkan timbulnya kegiatan perdagangan internasional. Oleh karena itu Berthil Ohlin membahas perdagangan internasional mengikuti jalur proses


(39)

mekanisme pembentukan harga yang sudah sendirinya harus menyelidiki faktor - faktor yang menentukan atau mempengaruhi permintaan dan penawaran, karena harga suatu barang itu terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas barang tersebut. Perbedaan harga yang menjadi dasar dari timbulnya perdagangan internasional, menurut Ohlin adalah disebabkan oleh perbedaan komposisi dan proporsi faktor - faktor produksi yang dimiliki oleh negara di dunia ini.

Perbedaan faktor - faktor produksi dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan pula dalam tingkat produktivitasnya, jumlah penawaran hasil produksi, jumlah penawaran dan faktor hasil serta perbedaan dalam kebutuhan atau permintaan, jadi logis apabila suatu negara melakukan spesialisasi produksi atas suatu barang atau jasa tertentu sesuai dengan kondisi dan situasi faktor - faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut, dalam artian bahwa dalam kombinasi faktor - faktor produksi untuk spesialisasi produksi itu lebih banyak dipergunakan faktor-faktor produksi yang relative banyak tersedia di negara tersebut, sehingga barang - barang hasil spesialisasi tersebut mudah untuk dipertukarkan atau diekspor kenegara lain.

Jadi dapat dikatakan bahwa pertukaran atau perdagangan barang atau jasa antar negara dimungkinkan oleh perbedaan faktor - faktor produksi dan kemungkinan mengkombinasikannya. Dan perbedaan -perbedaan tersebutlah yang merupakan sebab dari -perbedaan harga yang kemudian perdagangan internasional itupun akan berpengaruh pada


(40)

tingkat harga. Perdagangan internasional mempunyai tendensi bahwa tingkat- tingkat harga itu kemudian akan menjadi sama. Proses penyamaan tingkat harga akan berlangsung lebih cepat lagi bilamana dalam perdagangan internasional akan terdapat rintangan-rintangan yang membatasi perdagangan internasional seperti adanya biaya dan cukai serta ongkos transport.

Perdagangan disamping mempunyai tendensi untuk menyamakan harga barang, juga akan mepersamakan harga - harga faktor produksi sebab bilamana negara itu mengekspor sejenis barang, maka harga ekspor tersebut adalah hasil harga kombinasi faktor produksi yang didalamnya banyak menggunakan harga - harga yang relatif banyak di negara tersebut. Bila barang ekspor makin banyak diminta, maka harga faktor produksi yang relatif murah akan meningkat. Sehingga jelas bahwa perdagangan berkecenderungan untuk menyebabkan naiknya harga - harga faktor produksi yang mula- mula rendah. (Sobri, 2001: 42).

2.3.5 Tingkat Suku Bunga

Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.


(41)

Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit . bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur. adapun fungsi suku bunga, adalah:

a. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk di investasikan.

b. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.

c. Pemeritah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini berarti pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian. (Sunariyah,2004:81)

Menurut Kem dan Gultman, menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. (Laksmono, 2001: 128). Suku bunga dibedakan menjadi 4, yaitu:

1) Suku Bunga Nominal

Yaitu suku bunga yang dapat diamati di pasaran 2) Suku Bunga Riil

Yaitu suku bunga yang secara konsep di ukur tingkat pengembaliannya setelah dikurangi inflasi.


(42)

3) Suku Bunga Jangka Pendek

Yaitu suku bunga yang jatuh tempo satu tahun atau kurang. 4) Suku Bunga Jangka Panjang

Yaitu suku bunga yang jatuh tempo lebih dari satu tahun.

Dampak ekonomi yang harus diwaspadai dalam perubahan suku bunganya diantaranya adalah:

a) GDP (Gross Domestik Bruto)

Sebagai indicator tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi Negara. Meliputi, Konsumsi + Investasi + Pengeluaran pemerintah + (Ekspor–Impor) apabila peningkatan suku bunga mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi maka Suku bunga perlu dinaikkan, demikian juga sebaliknya.

b) Kredit Perumahan Rakyat (KPR)

Pengadaan perumahan merupakan bagian terpenting dalam menunjang kesejahteraan hidup manusia, pentingnya data ini terletak pada kemampuannya untuk memicu perubahan kondisi perekonomian, memprediksi perubahan tingkat pertumbuhan. Turunnya jumlah unit perumahan baru dapat mengindikasikan tumbuhnya perekonomian. Peningkatan bulanan yang melebihi perkiraan diartikan sebagai indikasi naiknya tekanan inflasi. Masalahnya kenaikan interest rate kadang menghambat daya beli masyarakat terhadap perumahan baru dan suku bunga pinjaman yang masih dalam pembayaran jangka panjang. Problem inilah


(43)

yang terkadang menjadikan kenaikan suku bunga tidak disukai oleh rakyat kecil.

Beberapa aspek yang dapat menjelaskan fenomena tingginya suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga di Indonesia adalah tingginya suku bunga terkait dengan kinerja sektor perbankan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi (Perantara), kebiasaan masyarakat untuk bergaul dan memanfaatkan berbagai jasa bank secara relative masih belum cukup tinggi, dan sulit untuk menurunkan suku bunga perbankan bila laju inflasi selalu tinggi. (Prasetiantono, 2000: 99-101 )

2.2.5.1 Pengertian SBI

Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. (Manurung, 2004 : 112)

Sertifikat Bank Indonesia merupakan surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan dalam sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka pendek yang dinyatakan dalam satuan prosentase.(Rivai, 2006 : 26)

Sertifikat Bank Indonesia merupakan surat berharga yang dapat diperjulbelikan dan dapat dijadikan likuiditas sekunder. (Iqbal, 2001 : 23)


(44)

2.2.5.2 Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia

Sebagai Otoritas Moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal+uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut. (Manurung, 2004 : 113)

2.2.5.3 Teori Ekonomi Klasik

Menurut Adam Smith dan Ricardo, bunga uang merupakan suatu ganti rugi yang diberikan oleh si peminjam kepada pemilik uang atas keuntungan yang mungkin diperolehnya dari pemakaian uang tersebut. Pada hakekatnya penumpukan barang atau modal dapat berakibat ditundanya pemenuhan kebutuhan lain, dan orang tidak akan berbuat demikian apabila mereka tidak mengharapkan suatu hasil yang lebih baik dari pengorbanan yang telah mereka lakukan.

Sedangkan menurut Marshall, bunga uang dilihat dari segi penawaran merupakan balas jasa terhadap pengorbanan bagi kesediaan seseorang untuk menyimpan sebagian pendapatannya. Besarnya tingkat suku bunga uang menurut aliran ekonomi klasik jika jumlah tabungan uang lebih besar dari permintaan akan uang yang hendak ditanamkan, maka tingkat suku bunga uang akan turun dan jumlah penanaman modal akan bertambah besar hingga tercapai titik keseimbangan baru antara tabungan dan penanaman modal. Begitu pula sebaliknya, akan terjadi bila permintaan akan modal lebih besar dari penawarannya, maka tingkat suku bunga uang akan naik dan


(45)

penanaman modal akan berkurang. Dengan demikian, anggapan dari Teori Klasik tentang tabungan adalah jumlah tabungan selalu ditentukan oleh besarnya suku bunga uang.

2.2.5.4 Teori Modern Tingkat Suku Bunga

Menurut Keynes, suku bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Bank sentral dan system perbankan adalah institusi yang akan menentukan besarnya penawaran uang pada suatu waktu tertentu. Sedangkan permintaan uang ditentukan oleh keinginan masyarakat untuk memegang uang. Berikut kurva yang menghubungkan kedua faktor tersebut.

Gambar 4: Pandangan Keynes Mengenai Penentuan Suku Bunga Suku Bunga M So M S1

Penawaran dan Permintaan Uang Sumber : Sukirno, Sardono. 2004, Teori Pengantar Ekonomi Makro,

Penerbit PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal :83

Menunjukkan kurva penawaran uang MS0 dan MS1, kurva permintaan uang MD. Kurva penawaran uang berbentuk tegak lurus karena penawaran uang tidak ditentukan oleh suku bunga. Bank sentral akan menyediakan uang sesuai yang dibutuhkan masyarakat oleh sebab itu besarnya tidak

M D E

0 M1 M2

r1

r2


(46)

tergantung pada suku bunga. Sebaliknya suku bunga sangat mempengaruhi permintaan uang. Kalau suku bunga dan tingkat pengembalian modal rendah, masyarakat lebih memilih memegang uang daripada investasi. Oleh sebab itu semakin rendah suku bunga, semakin besar uang yang diminta masyarakat. Berdasarkan sifat ini kurva permintaan uang MD menurun dari kiri atas ke kanan bawah. (Sukirno,2004:83)

2.4 Kerangka Pikir

Gambar 5: Gambar Grafik Kerangka Pikir

Sumber: Peneliti

Dalam menciptakan ekonomi suatu Negara, salah satu yang memegang peran penting adalah adanya suatu investasi sebagai pembantukan modal bagi Negara. Investasi yang ditujukan untuk Investasi Jumlah Modal

Inflasi Daya Beli

Masyarakat

Nilai Tukar Rupiah

Terhadap Dollar

Ekspor

Tingkat Suku Bunga

Penanaman Modal

PDB

Harga Barang dan Jasa

Produksi barang dan jasa

Hasil Produksi

PERTUMBUHAN EKONOMI


(47)

memperoleh keuntungan di masa datang. Apabila investasi naik maka permintaan barang dan jasa akan meningkat yang nantinya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.(Jhingan,2007:88)

Rendahnya laju inflasi menyebabkan menurunnya harga barang dan jasa yang berakibat meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat karena tingginya daya beli, hal ini menyebabkan para industry dalam negeri cenderung untuk meningkatkan kapasitas produksinya guna memenuhi kebutuhan domestic sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Mario,2004:47)

Kurs valuta asing dalam periode tertentu dapat saja tetap nilainya, tetapi pada umumnya kurs mata uang sering mengalami fluktuasi bahkan ada kalanya mengalami gejolak yang besar. Nilai tukar US$ terhadap rupiah mempunyai hubungan yang berbanding lurus yaitu searah, apabila kurs valas turun terhadap nilai tukar rupiah maka menyebabkan meningkatnya ekspor sehingga akan meningkatkan produktivitas barang dan jasa. (Aprilia,2006:46)

Kenaikan interest rate SBI akan mempengaruhi suku bunga kredit dan suku bunga simpanan. Hal ini akan direspon para pelaku pasar dan para penanam modal untuk memanfaatkan moment tersebut guna meningkatkan produksinya dan menanamkan investasinya. Seiring dengan itu, akan berdampak juga pada jumlah produksi yang bertambah dan tenaga kerja yang juga akan semakin bertambah. Akibatnya ekspor bertambah dan jumlah pengangguran menurun, sehingga devisa yang masuk ke negara


(48)

tersebut semakin menguatkan dollar terhadap mata uang lain. Demikian pula sebaliknya, bila suku bunga menurun, produksi industri akan berkurang karena produsen akan membatasi kerugian. Apabila jumlah produksi berkurang, maka akan melemahkan mata uang tersebut. (Jhingan,2007:104)

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu dugaan atau pendapat sementara yang belum tentu diterima. Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan landasan maka dapat ditarik hipotesa sebagai berikut :

a. Diduga Investasi, Inflasi, Nilai Tukar dan Suku Bunga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia b. Diduga Inflasi merupakan variabel yang paling dominan pengaruhnya


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Yang dimaksud dengan definisi operasional dan pengukuran variabel adalah pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel alami pemilihan secara operasional, baik berdasarkan teori yang telah ada maupun pengalaman empiris.

Sedangkan definisi pengukuran variabel yang digunakan dalam penulisan penelitian ini, antara lain terdiri dari :

a. Variabel tidak bebas atau variabel terikat 1. Pertumbuhan Ekonomi ( Y )

Yang dimaksud pertumbuhan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan perkapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan dalam prosentase (%).

b. Variabel bebas atau variabel tidak terikat 1. Investasi ( X1 )

Penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu panjang dengan harapan mendapatkan keuntungan dimasa-masa yang akan datang. Investasi dinyatakan dalam satuan Milliar Rupiah (Rp).


(50)

2. Inflasi ( X2 )

Inflasi merupakan suatu nilai dimana tingkat harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan terus menerus dalam suatu periode. Dalam penelitian ini Inflasi dinyatakan Dalam satuan prosentase (%).

3. Kurs Valas ( X3 )

Perbandingan harga sebuah mata uang dari suatu negara yang dinyatakan dengan mata uang asing lainnya. Digunakan untuk membiayai transaksi keuangan internasional. Dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

4. Suku Bunga ( X4 )

Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya, dinyatakan dengan satuan prosentase (%).

3.2 Teknik Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berkala

(Times Series Data) dalam periode tahunan selama 15 tahun yaitu dari


(51)

3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang di peroleh dari instansi yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

3.3.2 Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari : 1. Badan Pusat Statistik, Surabaya

2. Bank Indonesia, Surabaya

3.4 Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang diperlukan pada penelitian ini dilakukan dengan :

a. Study kepustakaan

yaitu data yang diperoleh berdasarkan buku-buku atau literatur yang sesuai dengan usaha penelitian ini.

b. Study lapangan

yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan, pencatatan terhadap obyek atau masalah yang diteliti. Study lapangan ini dilaksanakan guna menunjang pengumpulan data yang diperoleh untuk diolah dan dianalisis. Dalam hal ini adalah Bank Indonesia cabang Surabaya. Badan Pusat Statistik Jawa Timur melalui studi kepustakaan.


(52)

3.5 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1 Teknik Analisis

Untuk menganalisis pengaruh yang disebutkan dalam hipotesis di atas maka analisa data ini dilakukan dengan model regresi linier berganda dengan asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimation) untuk mengetahui koefisien pada persamaan tersebut betul-betul linier (tidak bias). Model ini menunjukkan hubungan spesifik antara variabel – variabel bebas dan terikat.

Bentuk perumusannya adalah sebagai berikut :

Y = βo + β1X1+ β2X2 + β3X3+ β4X4 + u (Sulaiman, 2004:80) Dimana :

Y = Pertumbuhan Ekonomi

X1 = Inflasi

X2 = Investasi

X3 = Kurs Vallas

X4 = Suku Bunga

βo = Konstanta

β1,β2,β3,β4 = Koefisien Regresi


(53)

3.5.2 Uji Hipotesis

Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3, X4) terhadap variabel terikat Y prosedur sebagai berikut :

1. Uji F

Uji F dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara simultan terhadap variabel terikat.

Dengan langkah – langkah pengujian sebagai berikut : Merumuskan hipotesis

Ho : β1 = β2 = β3= β4 = 0 (tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat )

Hi : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0 (ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)

Menentukan level of signifikan sebesar 5 %

Menghitung nilai F untuk mengetahui hubungan secara simultan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan rumus sebagai berikut :

F hitung = …………. ( Soelistyo, 2001:325)

Menggunakan derajat kebebasan = (n-k-l) dengan ketentuan : N = Jumlah Sampel / pengamatan

K = Jumlah variabel / parameter regresi KT = Kuadrat Tengah

Galat = Error (Residual)

Kriteria uji F akan ditunjukkan pada gambar 6

KT Regresi KT Galat


(54)

Gambar 6 : Daerah Kritis H0 melalui kurva distribusi F

Sumber : Soelistyo, 2001.Dasar-Dasar Ekonometrika, penerbit BPFE UGM,Yogyakarta.

Kaidah pengujiannya :

a. Apabila F hitung ≤ F table, maka Ho diterima dan Hi di tolak, artinya variabel bebas secara keseluruhan tidak mempengaruhi variabel terikat.

b. Apabila F hitung > F table maka Ho ditolak dan Hi diterima. Artinya variabel bebas secara keseluruhan mempengaruhi variabel terikat. 2. Uji t

Uji t dipergunakan untuk menguji pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat.

• Uji t dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

t hitung = …...………. (Nachrowi dan Usman, 2006:19)

• Merumuskan hipotesis sebagai berikut :

Ho : βi = O (tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)

Hi : βi ≠ O (ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat)

Daerah t olak H0

Daerah t erima H0

βi Se (βi)


(55)

Derajat kebebasan sebesar n-k-l,dalam persamaan tersebut dimana : β = Koefisien Regresi

Se = Standart Error

n = Jumlah sampel

k = Jumlah parameter regresi i = Variabel bebas ( i = 1,2,3,4,5)

Kriteria uji t akan ditunjukkan pada gambar sebagai berikut :

Gambar 7: Daerah kritis H0 melalui kurva distribusi t

-t hit ung - t t abel t t abel

Sumber: Sulaiman, Wahid. 2004. Analisis regresi menggunakan SPSS, penerbit Andi. Yogyakarta.

Kaidah pengujiannya :

1. Bila t hitung≥ t table, maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang artinya secara parsial variabel bebas mempengaruhi variabel terikat. 2. Bila t hitung < t table, maka Ho diterima dan Hi ditolak, yang artinya

secara parsial tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Untuk mengetahui apakah model analisis tersebut layak digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan utnuk mengetahui sejauh mana variabel

Daerah t olak H0

Daerah t olak H0


(56)

bebas mampu menjelaskan variabel terikat maka perlu diketahui nilai

adjusted R2 atau koefisien nilai dengan menggunakan rumus

Jadi R2 = ……….…. ( Sulaiman, 2004 : 86 )

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi JK total = jumlah kuadrat Karakteristik utama dari R2 adalah : 1. Tidak mempunyai nilai negatif

2. Nilainya terletak antara 0 dan 1. Dimana kecocokan model dikatakan “lebih baik” jika R2 semakin dekat dengan 1.

3. Salah satu sifat penting dari R2 adalah bahwa nilai tadi merupakan fungsi yang tidak pernah menurun (noncreasing

function) dari banyaknya variabel yang menjelaskan yang ada

dalam model seiring dengan meningkatnya jumlah variabel yang menjelaskan, R2 hampir-hampir selalu meningkat dan tak pernah menurun. (Gujarati, 1995 : 101).

3.6 Pendekatan Asumsi Blue (Best Linear Unbiased Estimator)

Tujuan utama penggunakan uji asumsi klasik adalah untuk mendapatkan koefisien regresi yang terbaik linier dan tidak bias (BLUE).

Karena bila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut, uji t dan uji f yang dilakukannya menjadi tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. Sifat dari BLUE itu sendiri ialah:

JK Regresi JK Total


(57)

a. Best : Pentingnya sifat ini bila diterpkan dalam uji signifikan data

tehadap αdan β

b. Linier : Sifat ini dibutukan untuk memudahkan dalam penafsiran

c. Unbiased : Nilai jumlah sampel sangat besar penaksir parameter di

peroleh dari sampel besar kira - kira lebih mendekati nilai parameter sebenarnya.

d. Estimasi : e diharapkan sekecil mungkin.

Yang diasumsikan tidak pengaruh antar variabel bebas atau regresi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), artinya koefisien regresi pada persamaan tersebut betul – betul linier dan tidak bias atau tidak terjadi penyimpangan – penyimpangan persamaan, seperti :

a) Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Identifikasi secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinier dapat dilakukan dengan menghitung nilai VIF varience inflation

factor. Rumusnya adalah:

VIF = 1 / 1 - R2

dimana dasar keputusannya adalah sebagai berikut : a. Jika nilai VIF > 10, maka ada multikolineritas b. Jika nilai VIF < 10, maka tidak ada multikolineritas


(58)

b) Autokorelasi

Yang dimaksud dengan autorelasi yaitu keadaan dimana kesalahan pengganggu dalam suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu periode yang lain, pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji statistik Durbin Watson. t=n

∑ (et – et – 1)2 t=2

DW = ………. (Widarjono, 2005:18) t=n

∑ et2 t=1

Dimana : et adalah residual ( perbedaan variabel tak bebas yang sebenarnya dengan variabel tak bebas yang di taksir ) dari setiap periode waktu. Sedangkan et-1 adalah residual dari waktu sebelumnya.

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi maka perlu dilihat table kriteria pengujian Durbin-Watson

Gambar 8: Tabel Kriteria Durbin- Watson

0 dL dU 4-dU 4-dL 4

Sumber: Widarjono,Agus.2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi, penerbit Ekonesia FE UII. Yogyakarta.

Daerah keragu-raguan Ada aut oko relasi posit if

Tidak ada aut okorelasi posit if dan t idak ada aut okorelasi negat if

Daerah keragu-raguan Ada aut oko relasi negat if


(59)

c). Heterokedastisitas

Pengujian heterokedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal tersebut dilambangkan sebagai :

E ( Ui2) = σ2 ……….. (Suliyanto,2005:115) Keterangan :

σ2 = Varian i = 1,2,3,… n

Apabila didapat varian yang sama maka asumsi heterokedastisitas ( penyebaran yang sama ) diterima.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 % dan 1,37 %. Pada triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8,46 % dan 6,77 %. Pada triwulan I tahun 1998 tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 %.

Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998.

Sementara itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 %. Laju pertumbuhan ini dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak menjadi 1,97 miliar


(61)

dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38% sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data- data serta perkembangan Pertumbuhan Ekonomi sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Inflasi, Kurs Valas dan Tingkat Suku Bunga SBI

4.2.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.1: Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1995-2009 Tahun Pertumbuhan Ekonomi ( % ) Perkembangan ( % )

1995 8,20 -

1996 7,10 - 1,10

1997 3,90 - 3,20

1998 - 13,10 - 17,00

1999 1,00 14,10

2000 8,40 7,40

2001 3,44 - 4,96

2002 3,80 0,36

2003 4,72 0,92

2004 5,03 0,31

2005 5,68 0,65

2006 5,48 - 0,20

2007 6,32 0,84

2008 6,06 - 0,26 2009 5,40 - 0,66 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )


(62)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Pertumbuhan Ekonomi selama 15 tahun (1995-2009) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Pertumbuhan Ekonomi adalah pada tahun 1999 sebesar 14,10 % dikarenakan meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi dari tahun 1998 sebesar –13,10% menjadi 1,00% pada tahun 1999. Hal ini menunjukkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia perlahan mengalami peningkatan setelah krisis tahun 1998, ditandai dengan menurunnya tingkat inflasi. perkembangan terendah adalah pada tahun 1998 sebesar -17,00 %. Penurunan drastis terjadi akibat terjadinya Krisis Ekonomi Perbankan dan moneter dimana kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank ditambah lagi adanya kondisi politik dan social yang kurang kondusif pada tahun 1998.


(63)

4.2.2 Perkembangan Investasi

Perkembangan Investasi yang terjadi di Indonesia dalam tahun 1995 – 2009 dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.2: Perkembangan Investasi Tahun 1995-2009

Tahun Investasi

( Milyar Rupiah )

Perkembangan ( % )

1995 92.192.980,6 -

1996 71.427.241,4 - 22,52

1997 157.440.997,9 120,42

1998 108.901.815,8 - 30,83 1999 77.376.380,2 - 28,95

2000 147.981.104,9 91,25

2001 156.515.376,0 5,77 2002 87.137.516,3 - 44,33

2003 111.855.644,4 28,37

2004 95.520.918,2 - 14,60

2005 127.873.874,2 33,87

2006 1.409.489,0 - 98,90

2007 97.439.778,9 6813,13

2008 162.341.694,4 66,61

2009 101.700.679,9 - 37,35 Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Investasi selama 15 tahun (1995-2009) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Investasi adalah pada tahun 2007 sebesar 6813,13 % dengan nilai investasi sebesar Rp. 97.439.778,9 Milliar, hal ini disebabkan meningkatnya investasi swasta, sementara itu bidang investasi yang mengalami kenaiakan pesat yakni bidang kontruksi dan pengadaan barang-barang, ditunjukkan dengan peningkatan mencapai 24,8 persen dari produk domestik bruto (PDB). Perkembangan terendah adalah pada tahun 2006 sebesar -98,90 % dengan nilai Investasi sebesar Rp. 1.409.489, hal ini pengaruh atas menurunnya Investasi Jepang yang merupakan negara


(64)

investor terbesar di Indonesia, investasi Jepang menurun karena adanya masalah perburuhan/tenaga kerja di samping itu ditemukannya masalah harmonisasi antara tarif pajak baik pajak pertambahan nilai maupun pajak penghasilan yang dirasa kurang menguntungkan investor.

4.2.3 Perkembangan Tingkat Inflasi

Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.3: Perkembangan Tingkat Inflasi Tahun 1995-2009

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Berdasarkan tabel 3 di atas, dapat dijelaskan bahwa perkembangan Inflasi setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Perkembangan Inflasi, yang tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 66,45 % ini dikarenakan adanya krisis yang melanda bangsa Indonesia dan pada umumnya kenaikan Inflasi terjadi dari kenaikan harga barang – barang

Tahun Tingkat Inflasi (%) Perkembangan ( % )

1995 8,64 -

1996 6,50 - 2,14

1997 11,10 4,60

1998 77,55 66,45

1999 2,01 - 75,54

2000 9,35 7,34

2001 12,55 3,20

2002 10,03 - 2,52

2003 5,06 - 4,97

2004 6,40 1,34

2005 17,11 10,71

2006 6,60 - 10,51

2007 7,35 0,75

2008 11,60 4,25


(65)

yang tidak dikendalikan Pemerintah dan adanya kenaikan harga BBM. tetapi pada tahun 1999 terjadi perkembangan terendah sebesar – 75,54 %. Hal ini bisa dilihat dari nilai Inflasi di tahun 1998 sebesar 77,55 % menjadi 2,01 % atau turun sebesar -75,54 %.

4.2.4 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah di Indonesia dapat disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel.4: Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 1995-2009

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1995 sampai 2009, Perkembangan terbesar Nilai Tukar Rupiah pada tahun 1997 sebesar 95,13 % hal ini dikarenakan pada tahun 1997 awal mulainya krisis moneter dan perbankan sehingga inflasi mengalami

Tahun Nilai Tukar Rupiah ( Rupiah )

Perkembangan ( % )

1995 2308 -

1996 2383 3,24

1997 4650 95,13

1998 8025 72,58

1999 7100 - 11,52

2000 9595 35,14

2001 10400 8,38

2002 8940 - 14,03

2003 8465 - 5,31

2004 9290 9,74

2005 9850 6,02

2006 9020 - 8,42

2007 9419 4,42

2008 10915 15,88


(66)

kenaikan yang drastis. Dan terendah sebesar – 14,03 % terjadi pada tahun 2002, hal ini dikarenakan sudah membaiknya makro perekonomian di Indonesia dan Dunia Internasional yang percaya kembali pada mata uang Rupiah dan meningkatnya peran Indonesia dalam perdangangan Internasional sehingga Rupiah mengalami penguatan.

4.2.5 Perkembangan Tingkat Suku Bunga

Perkembangan Tingkat Suku Bunga di Indonesia dapat disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5: Perkembangan Suku Bunga Tahun 1995-2009

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )

Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Tingkat Suku Bunga setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Perkembangan Tingkat Suku Bunga, yang tertinggi terjadi pada tahun 1998 sebesar 15,52 % hal ini terjadi karena pada tahun 1998 Inflasi

Tahun Tingkat Suku Bunga ( % )

Perkembangan ( % )

1995 13,65 -

1996 12,88 - 0,77

1997 20,00 7,12

1998 35,52 15,52

1999 11,93 - 23,59

2000 14,53 2,60

2001 17,62 3,09

2002 12,93 - 4,69

2003 8,31 - 4,62

2004 7,43 - 0,88

2005 12,75 5,32

2006 9,75 - 3,00

2007 8,00 - 1,75

2008 10,83 2,83


(1)

tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Kurs Valas (X3) sebesar 0,314 yang lebih besar dari 0,05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Kurs Valas sebesar 0,101 yang artinya Kurs Valas (X3) secara parsial mampu menjelaskan

variabel terikat Pertumbuhan Ekonomi (Y) sebesar 10,1 %, sedangkan sisanya 89,9 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

d) Pengaruh secara parsial antara Tingkat Suku Bunga (X4)

terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y) Langkah-langkah pengujian :

vi. Ho : β4 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : β4≠ 0 (ada pengaruh)

vii. α = 0,05 dengan df = 10 viii. t hitung =

) (β Se

β

4

4 = -1,084

ix. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,228 x. pengujian

Gambar 14: Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Tingkat Suku Bunga SBI (X4) terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Y)


(2)

78

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar -1,084 < t tabel sebesar -2,228 maka Ho di terima dan Ha di tolak, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Tingkat Suku Bunga (X4) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap

Pertumbuhan Ekonomi (Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Tingkat Suku Bunga (X4) sebesar 0,304 yang

lebih besar dari 0,05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Tingkat Suku Bunga sebesar 0,104 yang artinya Tingkat Suku Bunga (X4) secara parsial mampu

menjelaskan variabel terikat Pertumbuhan Ekonomi (Y) sebesar 10,4 %, sedangkan sisanya 89,6 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling dominan empat variabel bebas terhadap Pertumbuhan Ekonomi : Investasi (X1), Inflasi (X2), Kurs Valas

(X3),dan Tingkat Suku Bunga (X4) dapat diketahui dengan melihat

koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel Inflasi dengan koefisien determinasi parsial (r2) sebesar 0,190 atau sebesar 19 %.


(3)

4.4 Pembahasan

Dengan melihat hasil regresi yang didapat maka peneliti dapt mengambil kesimpulan bahwa untuk Pertumbuhan Ekonomi :

1. Penelitian yang telah dilakukan, pegujian Investasi tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Hal ini dikarenakan pada perkembangannya Investasi banyak mengalami penurunan yang disebabkan pada perkembangan tahun 1998-1999 Indonesia mengalami krisis moneter dan pada tahun 2005-2006 ketika Jepang mengurangi Investasi nya, karena jepang merupakan Investor terbesar di Indonesia.

2. Penelitian yang telah dilakukan, pengujian Inflasi tidak berpengaruh secara nyata (tidak signifikan) terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Inflasi dalam perkembangannya banyak mengalami peningkatan seperti tahun 2004 ketika harga BBM meningkat diikuti dengan meningkatnya harga barang dan jasa lainnya namun dengan meningkatnya inflasi kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa tetap banyak

3. Nilai Tukar Rupiah tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Pada perkembangannya nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah karena terjadi krisis moneter dan perbankan pada


(4)

80

4. Tingkat Suku Bunga tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Meningkatnya Tingkat Suku Bunga secara drastis pada perkembangan tahun 1997-1998 dilakukan untuk meredam meningkatnya laju inflasi yang tdk terkendali, hal ini menjadikan penanaman modal akan menurun.


(5)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Investasi (X1), Inflasi (X2), Nilai Tukar Rupiah (X3)

dan Tingkat Suku Bunga (X4) terhadap variabel terikat Pertumbuhan

Ekonomi (Y) dapat diperoleh hasil bahwa, variabel terikat Investasi (X1)

tidak berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Inflasi (X2) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap

Pertumbuhan Ekonomi. Kurs Valas (X3) tidak berpengaruh secara nyata

dan negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Suku Bunga (X4)

tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap Pertumbuhan Ekonomi. 2. Bahwa Inflasi tidak signifikan sehingga tidak menjadi variabel yang

dominan. Karena Meningkatnya persediaan barang akan selalu dipengaruhi oleh demand full Inflation yang apabila permintaan total akan berbagai barang terlalu kuat, yang berakibat tingkat harga umum naik.


(6)

82

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

1. Dengan tidak berpengaruhnya Investasi terhadap pertumbuhan Ekonomi di Indonesia yang disebabakan karena adanya rumitnya proses pengurusan izin – izin akibat birokrasi yang berbelit – belit serta kurangnya keterpaduan koordinasi antar departemen yang terkait. Oleh karena itu Pemerintah harus memperbaiki rumitnya perizinan dan serta diterapkannya insentif perpajakan yang transparan sehingga dapat memudahkan para investor untuk ber investasi di Indonesia

2. Pemerintah membuat kebijakaan moneter agar mejaga perkembangan ekonomi makro tetap stabil agar tercipta perekonomian yang baik dan dapat selalu berkembang.


Dokumen yang terkait

Pengaruh inflasi dan investasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia

0 6 129

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, SUKU BUNGA, DAN JUMLAH UANG BEREDAR TERHADAP Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, Suku Bunga, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Surakarta Tahun 1995-2014.

0 3 11

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR RUPIAH, INFLASI, Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, Suku Bunga, dan Jumlah Uang Beredar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Surakarta Tahun 1995-2014.

0 3 14

ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Inflasi, Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Jakarta Islamic Index (Jii) Periode Januari 2008 – Desember 2014.

0 2 18

ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM ANALISIS PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR, DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM PERBANKAN.

0 1 8

ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP HARGA SAHAM PT GURANG GARAM ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI, DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP HARGA SAHAM PT GURANG GARAM Tbk di BURSA EFEK INDONESIA.

0 1 7

Pengaruh nilai tukar rupiah tingkat suku bunga kredit investasi

0 0 1

ANALISIS PENGARUH NILAI TUKAR TINGKAT SU

0 0 15

Saat ini nilai tukar rupiah mengalami pe

0 0 1

ANALISIS PENGARUH INVESTASI, INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

0 1 10