Analisis perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan : studi kasus pada wajib pajak orang pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyak
ABSTRAK
ANALISIS PERBEDAAN PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP SELF ASSESSMENT SYSTEM BERDASARKAN TINGKAT
PENDIDIKAN DAN TINGKAT PENGHASILAN Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Heri Tri Haryanto NIM: 062114088
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban mengenai ada atau tidaknya perbedaan persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menanggapi self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Tingkat penghasilan pada dasarnya menentukan kelas sosial seseorang. Dalam kelompok kelas sosial tertentu, seorang wajib pajak akan dipengaruhi oleh sikap anggota kelompok yang lain. Munculnya persepsi wajib pajak dapat ditentukan oleh tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
Penelitian yang dilakukan berupa studi kasus, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli tahun 2013. Subyek dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Obyek dalam penelitian ini adalah perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan metode Chi square.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
(2)
ABSTRACT
ANALYSIS ON THE DIFFERENT PERCEPTION OF INDIVIDUAL TAX PAYERS ABOUT SELF ASSESSMENT SYSTEM BASED ON
EDUCATION AND INCOME LEVEL
A Case Study of Individual Tax Payers Working at the Office of Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Heri Tri Haryanto NIM: 062114088
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
2013
This study aims to find out of whether there is different perception among individual tax payers about self assessment system based on education and income level. Educational institutions, as a system, has an influence in the formation of attitudes and understanding, as well as in building the foundation of moral concepts within individuals. Income level basically determines one’s social class. In a particular social class group, a tax payer will be influenced by the attitude of other members. The perception of individual tax payer about self assessment system could be determined by education and income level.
This study is a case study, undertaken during June until July 2013. The subjects of this study are individual tax payers working at the office of Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. The object of this study is the different perception of individual tax payers about self assessment system based on education and income level. Data was collected using the methods of documentation and questionare. Chi-square method was employed to analyze the data.
The result of this study shows that there is no different perception between individual tax payers about self assessment system based on education and income level.
(3)
ANALISIS PERBEDAAN PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI TERHADAP SELF ASSESSMENT SYSTEM
BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT
PENGHASILAN
Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh : Heri Tri Haryanto
NIM : 062114088
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
i
ANALISIS PERBEDAAN PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI TERHADAP SELF ASSESSMENT SYSTEM
BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT
PENGHASILAN
Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh : Heri Tri Haryanto
NIM : 062114088
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Cara untuk menjadi di depan adalah memulai sekarang. Jika
memulai sekarang, tahun depan Anda akan tahu banyak hal
yang sekarang tidak diketahui, dan Anda tak akan mengetahui
masa depan jika Anda menunggu-nunggu.
(William Feather)
Jangan patah semangat walau apapun yang
terjadi, jika kita menyerah, maka habislah sudah
(Top)
Bagian terbaik dari hidup seseorang adalah
perbuatan-perbuatan baiknya dan kasihnya yang tidak diketahui
orang lain.
(William Wordsworth)
Skripsi ini kupersembakan untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria
Kedua Orang Tuaku (Soeharto dan Purwaningsih), abangku (Mas Heru) serta kakakku (Mbak Lina)
Keluarga besar di Pontianak dan Delanggu
Albertus Langgeng Triyono, Wisnu Ari Prasetyo, Stefanus Wahyu Pratama, Wasis Wardoyo, Rory Efriandi, Theodosius Yanuar, Satriadhi Prabowo, Yohanes Ari Chandra, Angelus Arie, Agung Nugraha, Piuz Rezky, Isa Diandra, Sigit Canipora, Azhari.
(8)
v
UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul: Analisis Perbedaan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Self Assessment System Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Penghasilan (Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta).
Dengan ini saya menyatakan dengan segala sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.
Apabila saya melakukan hal tersebut diatas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Yogyakarta, 30 Agustus 2013 Yang membuat pernyataan
(9)
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Heri Tri Haryanto
Nomor Mahasiswa : 062114088
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Perbedaan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Self Assessment System Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Penghasilan. Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dengan demikian saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya,
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 30 Agustus 2013
Yang menyatakan
(10)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, SJ., selaku Rektor Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis.
2. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Akt., QIA., selaku Dosen Pembimbing yang
telah sabar membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Drs. Mulyono, MM., selaku Kepala Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan seluruh staf atas kerjasamanya dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Bapak Soeharto, Ibu Purwaningsih, Mas Heru, Mbak Lina sebagai orang tua,
abang, kakak yang selalu mendorong, memberikan semangat dan mendoakan
penulis hingga skripsi ini dapat selesai.
5. Keluarga besar di Pontianak dan Delanggu yang selalu mendukung,
(11)
viii
6. Sahabatku: Albertus Langgeng Triyono, Wisnu Ari Prasetyo, Stephanus
Wahyu Pratama, Aloysius Wasis Wardoyo, Rory Efriandi, Pius Rezky,
Satriadi, Waskito, Yohanes Arie Chandra, Agung Nugraha, Theodosius
Yanuar, Antonius Adhi Irawan, Padam Prahara, Angelus Arie, Isa Diandra,
Gregorius Agung, Azhari, Diooz Kaldera, Ari Yuwono, Sigit Canipora,
Ricky, Kangdi, Wawan atas doa, semangat dan dukungan dari kalian semua.
7. Teman-teman Bimbingan: Langgeng, Agung, Padam, Chandra, Billy, Eska,
Adji, Yudha, Adhi, Erwin.
8. Teman-teman akuntansi angkatan 2006 atas kebersamaan belajar selama ini.
9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas segala
dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca yang berminat dan dapat
juga sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang dapat memberikan manfaat bagi penulis. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 30 Agustus 2013
(12)
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAK ... xiv
ABSTRACT ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Batasan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 5
F. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Pajak ... 7
B. Sistem Pemungutan Pajak ... 10
C. Pajak Penghasilan ... 11
D. Sikap Manusia ... 17
E. Persepsi ... 19
F. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 23 G. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Persepsi
(13)
x
Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Self Assessment
System ... 26
H. Hubungan antara Tingkat Penghasilan dengan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Self Assessment System ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Jenis Penelitian ... 29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
C. Subyek dan Objek Penelitian ... 29
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 30
E. Variabel Penelitian ... 30
F. Teknik Pengukuran Data ... 31
G. Teknik Pengujian Instrumen ... 32
H. Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Deskripsi Data ... 41
B. Pengujian Data ... 44
C. Analisis Data ... 46
D. Pembahasan ... 51
BAB V PENUTUP ... 55
A. Kesimpulan ... 55
B. Keterbatasan Penelitian ... 55
C. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
(14)
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan ... 10
Tabel 3.1 Skor Penilaian ... 31
Tabel 3.2 Tingkatan Skor Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi ... 34
Tabel 3.3 Rekapitulasi Data Kuesioner Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 35
Tabel 3.4 Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 36
Tabel 3.5 Perhitungan fh Variabel Tingkat Pendidikan ... 36
Tabel 3.6 Perhitungan Chi-square Variabel Tingkat Pendidikan ... 37
Tabel 3.7 Rekapitulasi Data Kuesioner Berdasarkan Tingkat Penghasilan ... 38
Tabel 3.8 Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Penghasilan ... 38
Tabel 3.9 Perhitungan fh Variabel Tingkat Penghasilan ... 39
Tabel 3.10 Perhitungan Chi-square Variabel Tingkat Penghasilan ... 39
Tabel 4.1 Data Responden Berdasarkan Umur ... 42
Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42
Tabel 4.3 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 43
Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan ... 44
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas ... 45
(15)
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
(16)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner ... 59
Lampiran 2. Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan
Tingkat Pendidikan ... 65
Lampiran 3. Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan
Tingkat Penghasilan ... 68
(17)
xiv
ABSTRAK
ANALISIS PERBEDAAN PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI TERHADAP SELF ASSESSMENT SYSTEM BERDASARKAN TINGKAT
PENDIDIKAN DAN TINGKAT PENGHASILAN Studi Kasus pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Heri Tri Haryanto NIM: 062114088
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban mengenai ada atau tidaknya perbedaan persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menanggapi self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Tingkat penghasilan pada dasarnya menentukan kelas sosial seseorang. Dalam kelompok kelas sosial tertentu, seorang wajib pajak akan dipengaruhi oleh sikap anggota kelompok yang lain. Munculnya persepsi wajib pajak dapat ditentukan oleh tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
Penelitian yang dilakukan berupa studi kasus, Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai bulan Juli tahun 2013. Subyek dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Obyek dalam penelitian ini adalah perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan metode Chi-square.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
(18)
xv
ABSTRACT
ANALYSIS ON THE DIFFERENT PERCEPTION OF INDIVIDUAL TAX PAYERS ABOUT SELF ASSESSMENT SYSTEM BASED ON
EDUCATION AND INCOME LEVEL
A Case Study of Individual Tax Payers Working at the Office of Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Heri Tri Haryanto NIM: 062114088
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
2013
This study aims to find out of whether there is different perception among individual tax payers about self assessment system based on education and income level. Educational institutions, as a system, has an influence in the formation of attitudes and understanding, as well as in building the foundation of moral concepts within individuals. Income level basically determines one’s social class. In a particular social class group, a tax payer will be influenced by the attitude of other members. The perception of individual tax payer about self assessment system could be determined by education and income level.
This study is a case study, undertaken during June until July 2013. The subjects of this study are individual tax payers working at the office of Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. The object of this study is the different perception of individual tax payers about self assessment system based on education and income level. Data was collected using the methods of documentation and questionare. Chi-square method was employed to analyze the data.
The result of this study shows that there is no different perception between individual tax payers about self assessment system based on education and income level.
(19)
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan iuran masyarakat yang dikumpulkan dari segenap
potensi sumber daya yang dimiliki oleh suatu negara. Selain itu pajak
merupakan salah satu unsur penerimaan negara yang memiliki kontribusi
yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan
pembangunan dan pengeluaran pemerintahan. Menurut Soemitro (1990: 5)
pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, pemerintah mengadakan
reformasi perpajakan tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan undang-undang Nomor 16
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dengan
reformasi perpajakan tersebut sistem pemungutan pajak di Indonesia
berubah dari official assessment system menjadi self assessment system.
Official assessment system merupakan sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak. Sedangkan self assessment system merupakan suatu
(20)
menentukan besarnya pajak terutang. Dalam sistem ini peran pemerintah
(fiskus) hanya memberikan pengarahan, penerangan dan pengawasan.
Dalam self assessment system, SPT (Surat Pemberitahuan) merupakan
sarana yang paling penting bagi wajib pajak. SPT (Surat Pemberitahuan)
adalah sarana yang paling mutlak bagi wajib pajak untuk melaporkan pajak
terutangnya dengan benar semua hal tentang wajib pajak mulai dari
identitas, kegiatan usaha atau gambaran pekerjaan hingga jumlah kekayaan
(harta) yang semuanya berkaitan dengan perpajakan. Oleh karena itu
perhatian secara penuh diberikan pada penyempurnaan SPT baik dalam
masalah bentuk, isi dan susunannya sehingga SPT merupakan cara yang
paling tepat untuk memenuhi tujuan perpajakan.
Menurut Tarjo dan Kusumawati (2006), keuntungan self assessment
system adalah wajib pajak diberi kepercayaan oleh pemerintah (fiskus)
untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Kelemahan
self assessment system adalah memberikan kepercayaan kepada wajib
pajak untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak
terutangnya. Dalam praktik pelaksanaan self assessment system sulit
berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena wajib pajak masih
mengalami kebingungan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Hal ini dapat dilihat dari tingkat kesadaran wajib pajak yang masih
rendah dan banyaknya wajib pajak yang dengan sengaja tidak patuh
(21)
dan kesadaran wajib pajak ini bisa terlihat dari sangat kecilnya jumlah
mereka yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan cara
wajib pajak yang melaporkan SPT tahunannya.
Persepsi wajib pajak dapat dipengaruhi oleh latar belakang wajib
pajak. Persepsi wajib pajak yang bersifat subyektif dapat menghasilkan
penilaian yang sama atau berbeda, meskipun obyek yang dinilai sama.
Munculnya persepsi wajib pajak dapat ditentukan oleh tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan.
Menurut Purwantini dan Suratno (2004), Undang-undang pajak
penghasilan Tahun 2000 pada kenyataannya tidak sesederhana seperti
yang diidealkan dan tingkat pendidikan mayoritas masyarakat di
Indonesia masih tergolong rendah. Jika pemahaman masyarakat
Indonesia masih rendah maka dapat dipastikan bahwa kesadaran
masyarakat Indonesia tentang perpajakan pun rendah. Karena
pemahaman dan kesadaran masyarakat Indonesia tentang perpajakan
masih rendah maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman wajib pajak
terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan pun cenderung negatif.
Menurut Ningrum (2012), tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi terhadap
self assessment system. Wajib pajak dengan tingkat pendidikan yang rendah diduga akan mempunyai persepsi tidak setuju terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Sebaliknya, wajib pajak dengan tingkat pendidikan yang tinggi diduga akan mempunyai persepsi setuju terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya.
(22)
Menurut pendapat Engels sebagaimana dikutip oleh Shiddiq (2011),
kepala keluarga yang berpendapatan rendah, tingkat kesadaran
membayar PBB menjadi rendah karena banyak dari pendapatan mereka
untuk konsumsi sehari-hari, sehingga tidak bisa menabung termasuk
memenuhi pembayaran PBB. Sedangkan kepala keluarga yang
berpendapatan tinggi, tingkat kesadaran juga tinggi dalam membayar
PBB karena mereka mampu menabung dan bisa menyisihkan untuk
keperluan lain termasuk membayar PBB. Berdasarkan hal tersebut, jika dihubungkan dengan self assessment system maka wajib pajak yang berpenghasilan rendah diduga akan mempunyai persepsi yang cenderung negatif terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Sedangkan wajib pajak yang berpenghasilan tinggi diduga akan mempunyai persepsi yang cenderung positif terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya.
B.Rumusan Masalah
1. Apakah ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self
assessment system berdasarkan tingkat pendidikan?
2. Apakah ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self
assessment system berdasarkan tingkat penghasilan?
C.Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang telah dijelaskan tersebut, maka penelitian ini
hanya dibatasi pada latar belakang wajib pajak, yaitu tingkat pendidikan dan
(23)
D.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban mengenai ada
atau tidaknya perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self
assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan.
E.Manfaat Penelitian
1. Bagi Wajib Pajak
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi wajib pajak untuk membantu
memahami self assessment system dalam perpajakan khususnya pajak
penghasilan.
2. Bagi Pemerintah (Fiskus)
Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai koreksi atas self assessment
system, sehingga diharapkan sistem administrasi perpajakan yang efisien
benar-benar terwujud.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah bahan bacaan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan dan sebagai referensi kepustakaan.
4. Bagi Penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan pengetahuan dalam
menerapkan teori-teori dalam praktek yang sesungguhnya, sehingga
hasilnya dapat menambah dan melengkapi pemahaman penulis
(24)
F.Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori
Pada bab ini akan diuraikan penjelasan atas teori-teori
pendukung berkaitan dengan topik penelitian dan digunakan
sebagai dasar dalam melakukan pembahasan.
Bab III Metode Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai jenis penelitian, tempat
dan waktu penelitian, subyek dan obyek penelitian, data dan
teknik pengumpulan data, variabel penelitian, teknik
pengukuran data, teknik pengujian instrumen dan teknik
analisis data.
Bab IV Analisis Data dan Pembahasan
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai deskripsi data yang
diperoleh, hasil pengujian data dan teknik analisis data beserta
pembahasannya.
Bab V Penutup
Pada bab ini akan disimpulkan hasil dari analisis data
penelitian, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian
(25)
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Beberapa pengertian pajak menurut para ahli:
a. Soemitro (1990: 5):
Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
b. Casavera (2009: 3):
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
c. Mardiasmo (2009):
Pajak adalah iuran yang diberikan kepada negara yang
berdasarkan kepada undang-undang dengan tidak dapat jasa timbal
yang langsung dapat ditunjukan dan digunakan untuk pembiayaan
(26)
Dari berbagai definisi pajak tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah berdasarkan ketentuan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
2) Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan (kontraprestasi)
secara langsung kepada individu oleh pemerintah terhadap
pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
3) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah dalam rangka
menjalankan fungsi pemerintahan, baik secara rutin maupun
pembangunan.
2. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak (Rahayu, 2010: 25), yaitu:
a. Fungsi Budgetair
Pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas negara yang dilakukan sistem pemungutan
berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
b. Fungsi Regulerend
Pajak merupakan alat kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan
tertentu.
3. Pengelompokkan Pajak
(27)
a. Menurut golongannya
1) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain.
2) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b. Menurut sifatnya
1) Pajak Subyektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib
pajak.
2) Pajak Obyektif, yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
c. Menurut lembaga pemungutnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
4. Tarif Pajak
Jumlah pajak yang harus dibayar berhubungan dengan tarif. Dalam
berbagai literatur perpajakan dikenal 4 macam tarif (Rahayu, 2010: 86):
a. Tarif Tetap
Tarif pajak yang jumlah dalam satuan rupiahnya bersifat tetap
(28)
Misalnya: Tarif Bea materai dengan nilai Rp6.000,00 sebagai tanda
terima uang diatas Rp1.000.000,00.
b. Tarif Proposional
Tarif pajak yang persentasenya tetap walaupun jumlah obyek
pajaknya berubah-ubah. Semakin besar jumlah yang dijadikan sebagai
dasar, semakin besar pula jumlah utang pajak tetapi kenaikan ini
diperoleh dengan persentase sama.
Misalnya: Tarif PPN 10%, tarif PPh pasal 26, tarif PPh Badan 28%.
c. Tarif Progresif
Tarif pajak yang semakin tinggi obyek pajaknya semakin tinggi
pula persentase tarif pajaknya.
Misalnya: Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Tarif Pajak Penghasilan
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
5 % (lima persen) Di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
15%
(lima belas persen)
Di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
25% (dua puluh lima
persen) Di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
30%
(tiga puluh persen)
Sumber : Undang-undang perpajakan No. 36 tahun 2008 B. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009: 7-8), ada tiga sistem pemungutan pajak di
(29)
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.
2. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak.
3. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pajak yang memberi wewenang kepada wajib
pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
C. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Penghasilan
Ada beberapa pengertian pajak penghasilan (PPh) yang
dikemukakan oleh beberapa penulis antara lain:
a. Pajak panghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek
pajak atas penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya
dalam satu tahun pajak (Resmi, 2003: 74).
b. Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang
disingkat PPh 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
(30)
yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Tahun 2008
(Direktorat Jenderal Pajak).
2. Subyek Pajak Penghasilan
Yang termasuk subyek pajak menurut Undang-undang perpajakan
Nomor 36 Tahun 2008 adalah:
a. Orang pribadi
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan orang pribadi
Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha yang meliputi perseoran
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha
milik negara, firma dan bentuk badan usaha apapun yang didirikan
atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak.
d. Bentuk usaha tetap
(31)
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluhtiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
3. Yang tidak termasuk subyek pajak menurut Undang-undang
perpajakan Nomor 36 tahun 2008 adalah:
a. Kantor perwakilan negara asing.
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan
memberi perlakuan timbal balik.
c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
(32)
Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
4. Obyek Pajak Penghasilan
Obyek pajak berdasarkan Undang-undang perpajakan Nomor 36
tahun 2008 yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia yang dapat dipakai atau menambah kekayaan wajib
pajak yang bersangkutan dengan mana dan dalam bentuk apa pun.
Penghasilan yang termasuk obyek pajak menurut Undang-undang
perpajakan:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, komisi, bonus,
tunjangan, atau imbalan dalam bentuk lainnya, misalnya: uang
lembur dan lain-lain.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan atau
penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta.
e. Bunga termasuk premium, diskonto, imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
f. Deviden, merupakan bagian laba yang diperolah pemegang
saham.
(33)
dengan cara atau perhitungan apapun, baik dilakukan secara
berkala atau tidak, sebagai suatu imbalan.
h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan harta.
i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
j. Keuntungan karena pembebasan utang.
k. Keuntungan karena selisih kurs.
l. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
m. Premi asuransi.
n. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan
volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya.
5. Yang Tidak Termasuk Obyek Pajak Penghasilan
Penghasilan yang tidak termasuk obyek pajak berdasarkan
Undang-undang perpajakan Nomor 36 tahun 2008 antara lain:
a. Bantuan atau sumbangan atau harta hibah yang diterima oleh
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau satu derajat, dan
oleh badan keagamaan atau pendidikan atau sosial atau pengusaha
kecil koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan. Sepanjang tidak
ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Warisan.
(34)
kenikmatan.
d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kecelakaan, kesehatan, jiwa,
dwiguna, dan beasiswa.
e. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai.
f. Bagian laba yang diterima anggota perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi.
g. Bunga obligasi yang diperoleh perusahaan reksa dana.
6. Penghasilan dan Pekerjaan Bebas
a. Penghasilan
Pengertian penghasilan menurut Undang-undang perpajakan
Nomor 36 tahun 2008:
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun.
Pengelompokkan penghasilan berdasarkan aliran tambahan
kemampuan ekonomis dibagi menjadi:
(35)
bebas.
2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3) Penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak maupun
harta tak bergerak.
4) Penghasilan lain-lain, seperti hadiah, pembebasan hutang,
keuntungan selisih kurs, selisih lebih karena penilaian kembali
aktiva tetap.
b. Pekerjaan Bebas
Pekerjaan bebas berdasarkan ketentuan umum dan tata cara
perpajakan Undang-undang No. 28 tahun 2007 adalah pekerjaan
yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian
khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak
terikat oleh suatu hubungan kerja.
D. Sikap Manusia
Menurut LaPierre sebagaimana dikutip oleh Azwar (1995: 5), sikap
didefinisikan sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan
antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial,
atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial
yang telah terkondisikan. Menurut Berkowitz sebagaimana dikutip oleh
Azwar (1995: 5), sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut.
(36)
(1995: 7), sikap seseorang terhadap suatu obyek selalu berperanan
sebagai perantara antara responsnya dan obyek yang bersangkutan.
Respon diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu respons kognitif
(respons perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini),
respons afektif (respons syarat simpatetik dan pernyataan afeksi), serta
respons perilaku atau konatif (respons berupa tindakan dan pernyataan
mengenai perilaku). Sikap seseorang sudah dapat terlihat dengan
melihat salah satu diantara ketiga bentuk respons tersebut, tetapi
deskripsi lengkap mengenai sikap individu harus diperoleh dengan
melihat ketiga macam respons tersebut secara lengkap.
STIMULI (individu, situasi, isyu sosial, kelompok sosial, dan objek sikap lainnya)
Respons syaraf simpatetik Pernyataan lisan tentang afek
Respons perseptual Pernyataan lisan tentang keyakinan
AFEK
KOGNISI
Tindakan yang tampak
Pernyataan lisan mengenai perilaku
PERILAKU SIKAP
Gambar 2.1 Konsepsi Skematik Mengenai Sikap (Azwar, 1995: 8)
(37)
E. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Menurut Gibson (1989) persepsi adalah proses kognitif yang
dipergunakan oleh individu untuk menafsirkan dan memahami
dunia sekitarnya (terhadap obyek). Gibson juga menjelaskan bahwa
persepsi merupakan proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh
individu. Oleh karena itu, setiap individu memberikan arti kepada
stimulus secara berbeda meskipun obyeknya sama. Cara individu
melihat situasi seringkali lebih penting daripada situasi itu sendiri
(Panjaitan, 2013).
Menurut Walgito (1993) persepsi seseorang merupakan proses
aktif yang memegang peranan, bukan hanya stimulus yang
mengenainya tetapi juga individu sebagai satu kesatuan dengan
pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang relevan
dalam menanggapi stimulus. Individu dalam hubungannya dengan
dunia luar selalu melakukan pengamatan untuk dapat mengartikan
rangsangan yang diterima dan alat indera dipergunakan sebagai
penghubung antara individu dengan dunia luar. Agar proses
pengamatan itu terjadi, maka diperlukan obyek yang diamati alat
indera yang cukup baik dan perhatian merupakan langkah pertama
sebagai suatu persiapan dalam mengadakan pengamatan
(Mahalapie, 2012).
(38)
seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan
masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang
berarti. Persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses kategorisasi
dan interpretasi yang bersifat selektif.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya
dibagi menjadi 2 (Panjaitan, 2013), yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi persepsi, yaitu
faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup
beberapa hal antara lain:
1) Fisiologis
Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi
yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi
usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan
sekitarnya. Kapasitas indera untuk mempersepsi pada tiap
orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap
lingkungan juga dapat berbeda.
2) Perhatian
Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan
untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik
dan fasilitas mental yang ada pada suatu obyek. Energi tiap
(39)
obyek juga berbeda dan hal ini akan mempengaruhi persepsi
terhadap suatu obyek.
3) Minat
Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada
seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang
digerakkan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance
merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan
tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai
minat.
4) Kebutuhan yang searah
Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang
individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat
memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
5) Pengalaman dan ingatan
Pengalaman dapat dikatakan tergantung pada ingatan dalam
arti sejauh mana seseorang dapat mengingat
kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu rangsang dalam
pengertian luas.
6) Suasana hati
Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, mood ini
menunjukkan bagaimana perasaan seseorang pada waktu
yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam
(40)
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi merupakan
karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat
didalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut
pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan
mempengaruhi bagaimana seseorang merasakannya atau
menerimanya. Sementara itu faktor eksternal yang
mempengaruhi persepsi adalah:
1) Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya suatu obyek
maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan
mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk
ukuran suatu obyek individu akan mudah untuk perhatian
pada gilirannya membentuk persepsi.
2) Warna dari obyek-obyek
Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak akan
lebih dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan yang
sedikit.
3) Keunikan dan kekontrasan stimulus
Stimulus luar yang penampilannya dengan latar belakang
dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu
(41)
4) Intensitas dan kekuatan dari stimulus
Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih
sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali
dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu
obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
5) Motion atau gerakan
Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek
yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan
dibandingkan obyek yang diam.
F. Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang ditulis oleh Purwantini dan Suratno (2004)
dengan judul “Analisis Perbedaan Sikap Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Self Assessment System Pajak Penghasilan Berdasarkan Latar Belakang Wajib
Pajak” menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak penghasilan ditinjau dari latar belakang tingkat pendidikan wajib pajak, ada perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak penghasilan ditinjau dari latar belakang jenis pekerjaan wajib pajak dan tidak ada perbedaan sikap wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system pajak penghasilan ditinjau dari latar belakang tingkat penghasilan wajib pajak.
Tidak adanya perbedaan sikap ditinjau dari tingkat pendidikan disebabkan karena dalam pendidikan formal mulai dari SLTP sampai dengan SLTA pengetahuan perpajakan tidak diberikan secara detail. Pada jenjang perguruan
(42)
tinggi pengetahuan diberikan hanya pada jurusan-jurusan tertentu misalnya jurusan yang terdapat pada fakultas ekonomi dan fakultas hukum sedangkan jurusan pada fakultas lain tidak diberikan. Seseorang yang ingin memahami bidang perpajakan tidak cukup hanya mengandalkan materi yang mereka peroleh dari pendidikan formal tetapi perlu mengikuti program pelatihan perpajakan tertentu misalnya kursus Brevet A dan B. Kurangnya pengetahuan wajib pajak tentang perpajakan inilah yang menyebabkan tidak adanya perbedaan sikap wajib pajak terhadap self assessment system.
Jenis pekerjaan wajib pajak yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu: bekerja pada pemberi kerja, bekerja pada pemberi kerja dan memiliki kegiatan usaha/usaha bebas, memiliki kegiatan usaha/usaha bebas menunjukkan adanya perbedaan sikap. Peneliti berpendapat bahwa jumlah wajib pajak yang bersikap positif lebih banyak berasal dari wajib pajak yang berlatar belakang bekerja pada pemberi kerja sebesar 44% dan wajib pajak memiliki kegiatan usaha/usaha bebas sebesar 36%. Hal ini disebabkan karena adanya suatu sistem atau mekanisme penjaringan pajak yang mengarahkan para wajib pajak tersebut harus memiliki NPWP. Selain adanya sistem dan mekanisme penjaringan tersebut, sikap positif para wajib pajak ini disebabkan adanya pengaruh dari orang lain. Pembentukan sikap yang dikarenakan pengaruh orang yang dianggap penting oleh individu antara lain hubungan antara bawahan dan atasan. Bagi wajib pajak yang bekerja pada pemberi kerja, atasan memberi pengaruh yang besar kepada karyawan. Jadi apabila pimpinan suatu institusi bersikap positif maka wajib pajak juga akan bersikap positif pula.
(43)
Wajib pajak yang bekerja pada pemberi kerja dan memiliki kegiatan usaha/usaha bebas yang bersikap positif lebih kecil dibandingkan dengan wajib pajak yang berlatar belakang lainnya. Menurut peneliti hal ini disebabkan oleh adanya sistem yang memaksa semua wajib pajak untuk melaporkan seluruh penghasilannya darimanapun asal penghasilan tersebut. Penghasilan yang diperoleh dari lembaga tempat mereka bekerja akan dilaporkan, tetapi seingkali wajib pajak kurang terbuka untuk melaporkan penghasilan yang telah mereka peroleh dari usaha bebas, apalagi kalau usaha tersebut belum berbadan hukum. Wajib pajak yang memiliki usaha bebas juga memiliki kecenderungan bersikap positif. Bagi wajib pajak yang memiliki usaha bebas, sikap tersebut disebabkan karena mereka dihadapkan pada mekanisme bahwa mereka akan mendapat banyak kesempatan untuk berkembang dalam dunia bisnis setelah memiliki NPWP. Beberapa lembaga keuangan dan bank mensyaratkan calon debitur harus memiliki NPWP untuk pengajuan kredit usaha mereka.
Tingkat penghasilan pada dasarnya menentukan kelas sosial seseorang. Dalam kelompok sosial tertentu, seorang wajib pajak akan dipengaruhi oleh sikap anggota kelompok yang lain. Kelompok sosial orang yang berpenghasilan s.d. 25 juta rupiah, penghasilan di atas 25 juta rupiah – 50 juta rupiah, penghasilan di atas 50 juta rupiah – 100 juta rupiah cenderung bersikap positif dan tidak adanya perbedaan sikap dari tiga kelompok/kelas sosial tersebut karena adanya campur tangan dari aparat pemerintah yang
(44)
menekankan pajak sebagai suatu kewajiban yang disertai sanksi bila seseorang tidak melakukan kewajiban perpajakan.
G. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Self Assessment System
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 263). Menurut Azwar (1995: 35-36), lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan serta ajaran-ajarannya.
Menurut Ningrum (2012), tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi terhadap self assessment system. Wajib pajak dengan tingkat pendidikan yang rendah diduga akan mempunyai persepsi tidak setuju terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Sebaliknya, wajib pajak dengan tingkat pendidikan yang tinggi diduga akan mempunyai persepsi setuju terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya. Menurut Davidoff sebagaimana dikutip oleh Walgito (2003: 46) persepsi sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman tidak sama, kemampuan berpikir tidak sama, kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil hasil persepsi antara individu satu dengan individu yang lain tidak.
(45)
Ho1: Tidak ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan
Ha1: Ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan
H. Hubungan Antara Tingkat Penghasilan Dengan Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Self Assessment System
Menurut Pasal 4 UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Menurut pendapat Engels sebagaimana dikutip oleh Shiddiq (2011), kepala keluarga yang berpendapatan rendah, tingkat kesadaran membayar PBB menjadi rendah karena banyak dari pendapatan mereka untuk dikonsumsi sehari-hari, sehingga tidak bisa menabung termasuk memenuhi pembayaran PBB. Sedangkan kepala keluarga yang berpendapatan tinggi, tingkat kesadaran juga tinggi dalam membayar PBB karena mereka mampu menabung dan bisa menyisihkan untuk keperluan lain termasuk membayar PBB. Berdasarkan hal tersebut, jika dihubungkan dengan self assessment system maka wajib pajak yang berpenghasilan rendah diduga akan mempunyai persepsi tidak setuju terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Sedangkan wajib pajak yang berpenghasilan tinggi diduga akan mempunyai persepsi setuju terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya.
(46)
Ho2: Tidak ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat penghasilan
Ha2: Ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat penghasilan
(47)
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah studi kasus. Studi
kasus adalah penelitian dengan mengolah dan menganalisis data yang
diperoleh kemudian menarik kesimpulan. Kesimpulan yang didapat
hanya berlaku pada obyek (daerah) yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan
Juli 2013.
C. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah orang atau badan yang berhubungan
dengan obyek penelitian dan dapat memberikan informasi tentang
obyek penelitian tersebut. Subyek dalam penelitian ini adalah wajib
pajak orang pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah suatu hal yang menjadi pokok penelitian.
(48)
orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan.
D. Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data primer yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dengan
cara menyebarkan kuesioner secara langsung kepada responden.
Kuesioner yang disebarkan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bersifat
tertutup. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian satu yang
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum untuk
mendapatkan data tentang responden dan bagian kedua yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan variabel-variabel
penelitian untuk mendapatkan data penelitian. Kuesioner tersebut
langsung dibagikan kepada responden yang bekerja di Biro Organisasi
Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
E. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala obyek penelitian, atau apa saja yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel terikat yang diukur
dalam penelitian ini adalah persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap
self assessment system dan terdiri dari dua variabel bebas yaitu tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan. Untuk memperoleh data tersebut
digunakan sejumlah pertanyaan yang dapat mengungkapkan persepsi
wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system. Pertanyaan
(49)
Bagian I : Berisi pertanyaan mengenai data diri atau karakteristik
responden.
Bagian II : Berisi tentang pernyataan mengenai persepsi wajib pajak
orang pribadi terhadap self assessment system.
Pertanyaan yang diberikan kepada responden meliputi:
1. Persepsi wajib pajak orang pribadi terkait dengan fungsi
penghitungan pajak yang terutang.
2. Persepsi wajib pajak orang pribadi terkait dengan fungsi
pembayaran pajak yang terutang.
3. Persepsi wajib pajak orang pribadi terkait dengan fungsi pelaporan
pajak yang terutang.
F. Teknik Pengukuran Data
Pengukuran persepsi dalam penelitian ini menggunakan skor
penilaian yaitu skala likert dengan skor 1 sampai 4. Pemberian skor
tersebut dimaksudkan untuk memberi gambaran penilaian persepsi wajib
pajak orang pribadi terhadap self assessment system yang dapat dilihat dari
hasil kuesioner yang sudah dirancang oleh penulis.
Tabel 3.1 Skor Penilaian
Alternatif Jawaban Skor Penilaian Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Tidak Setuju (TS) 2 Setuju (S) 3 Sangat Setuju (SS) 4
(50)
G. Teknik Pengujian Instrumen
1. Uji Validitas Instrumen
Suatu skala pengukuran disebut valid bila ia melakukan apa yang
seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur
(Kuncoro, 2003: 151). Untuk mengungkapkan keadaan suatu faktor
disusun sejumlah pertanyaan yang disebut dengan butir atau indikator,
sedangkan faktor atau variabel penelitian yang dilihat tersebut dinamakan
sebagai konstruk.
Validitas suatu pertanyaan dalam kuesioner dapat diketahui dengan
cara membandingkan tingkat signifikansi koefisien korelasi tersebut
dengan taraf signifikan yang ditentukan, apabila hasilnya lebih besar dari
taraf signifikansi yang ditentukan maka setiap pertanyaan dalam
kuesioner tersebut tidak valid (Ghozali, 2005: 47). Untuk menguji
validitas ini akan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari
Karl Pearson (Sugiyono, 2005: 182):
2 2
2
2
Y
Y
n
X
X
n
Y
X
XY
n
r
xy Keterangan:rxy = Koefisien korelasi setiap pertanyaan
X = Nilai total skor masing-masing variabel X
Y = Nilai total skor masing-masing variabel Y
(51)
Jika r hitung > r tabel dengan taraf signifikansi 5% (α = 5%), maka
instrumen tersebut dikatakan valid.
Jika r hitung < r tabel dengan taraf signifikansi 5% (α = 5%), maka
instrumen tersebut dikatakan tidak valid.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau
lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang
sama. Setelah itu apabila alat ukur telah dinyatakan valid, maka langkah
selanjutnya alat ukur tersebut dapat diukur reliabilitasnya dengan
menggunakan teknik Spearman-Brown, yaitu teknik belah dua awal-akhir
(Sugiyono, 2005: 122). Rumus formula tersebut:
ri =
b b
r r
1 2
Keterangan:
ri = Reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = Korelasi Product Moment antara belahan pertama dan kedua
Apabila ri > r tabel dengan taraf signifikansi 5% (α = 5%), maka
instumen/alat ukur memenuhi syarat reliabilitas.
Apabila ri < r tabel dengan taraf signifikansi 5% (α = 5%), maka
instumen/alat ukur tidak memenuhi syarat reliabilitas.
H. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab rumusan masalah yang ada mengenai persepsi wajib
(52)
Chi-square. Analisis ini digunakan untuk menguji hipotesis terhadap
perbedaan lebih dari dua proporsi.
Langkah-langkah pengujian analisis Chi-square adalah:
1. Menentukan tingkat persepsi orang pribadi yang bekerja di Biro
Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai self
assessment system, maka dicari interval skor persepsi terlebih dahulu
dengan rumus:
Dalam penelitian ini skor tertinggi dari interval kuesioner adalah 4 dan
skor terendah adalah 1, serta banyaknya skor adalah 4. Sehingga setelah
dimasukkan dalam rumus, nilai intervalnya adalah:
Persepsi wajib pajak orang pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tentang self assessment system
dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Tingkatan Skor Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Skor Persepsi Wajib Pajak Keterangan
1,00 – 1,75 Sangat Tidak Setuju >1,75 – 2,50 Tidak Setuju >2,50 – 3,25 Setuju >3,25 – 4,00 Sangat Setuju
2. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif untuk masing-masing
(53)
Untuk variabel tingkat pendidikan:
Ho1: Tidak ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan.
Ho1: µ1=µ2=...=µk
Ha1: Ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan.
Ha1: µ1≠µ2≠...≠µk
Untuk variabel tingkat penghasilan:
Ho2: Tidak ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat penghasilan.
Ho2: µ1=µ2=...=µk
Ha2: Ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat penghasilan.
Ha2: µ1≠µ2≠...≠µk
3. Menghitung Chi-square dari variabel tingkat pendidikan.
a. Memasukkan data kuesioner ke dalam tabel
Tabel 3.3 Rekapitulasi Data Kuesioner Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Responden Tingkat Pendidikan
Skor Pertanyaan
Jumlah Mean X1 X2 X3 X4 Xdst
1 2 Dst
b. Memasukkan data kuesioner dalam tabel frekuensi skor persepsi wajib
(54)
Tabel 3.4 Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Sangat Tidak Setuju Tidak
Setuju Setuju
Sangat Setuju Jumlah 1,00 s.d 1,75 1,76 s.d 2,50 2,51 s.d 3,25 3,26 s.d 4,00
c. Menghitung frekuensi yang diharapkan (fh) dari variabel pendidikan,
dengan rumus:
n
n
n
E
ij
io
oj/
Keterangan:
nio = jumlah baris ke-i
noj = jumlah kolom ke-j
n = jumlah responden
Tabel 3.5 Perhitungan fh Variabel Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Persepsi WP Terhadap Self Assessment System
Jumlah Sangat
Tidak Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat Setuju
d. Menghitung Chi-square dari variabel tingkat pendidikan dengan taraf
(55)
Tabel 3.6 Perhitungan Chi-square Variabel Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan fo fh fo-fh (fo-fh)2 (fo-fh)2/fh
Jumlah
Analisis Chi-square menggunakan rumus sebagai berikut:
ki h
h o
f
f
f
x
1
2 2
dengan derajat kebebasan = (r-1)(c-1)
Keterangan:
x2 = Chi-square
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
e. Mengambil keputusan
Ho1 tidak berhasil ditolak, Ha1 berhasil ditolak, jika x2 hitung < x2
tabel.
Ho1 berhasil ditolak, Ha1 tidak berhasil ditolak, jika x2 hitung > x2
(56)
Ho1 ditolak
x2 tabel 0
Untuk menjawab rumusan masalah yang kedua, dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
4. Menghitung Chi-square dari variabel tingkat penghasilan.
a. Memasukkan data kuesioner ke dalam tabel
Tabel 3.7 Rekapitulasi Data Kuesioner Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Responden Tingkat Penghasilan
Skor Pertanyaan
Jumlah Mean X1 X2 X3 X4 Xdst
1 2 Dst
b. Memasukkan data kuesioner dalam tabel frekuensi skor persepsi wajib
pajak berdasarkan tingkat penghasilan
Tabel 3.8 Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Tingkat Penghasilan Sangat Tidak Setuju Tidak
Setuju Setuju
Sangat Setuju Jumlah 1,00 s.d 1,75 1,76 s.d 2,50 2,51 s.d 3,25 3,26 s.d 4,00
c. Menghitung frekuensi yang diharapkan (fh) dari variabel tingkat
penghasilan, dengan rumus: Ho1 diterima
(57)
n
n
n
E
ij
io
oj/
Keterangan:
nio = jumlah baris ke-i
noj = jumlah kolom ke-j
n = jumlah responden
Tabel 3.9 Perhitungan fh Variabel Tingkat Penghasilan
Tingkat Penghasilan
Persepsi WP Terhadap Self Assessment System
Jumlah Sangat
Tidak Setuju
Tidak
Setuju Setuju
Sangat Setuju
d. Menghitung Chi-square dari variabel tingkat penghasilan dengan taraf
signifikansi 5%
Tabel 3.10 Perhitungan Chi-square Variabel Tingkat Penghasilan
Tingkat Penghasilan fo fh fo-fh (fo-fh)2 (fo-fh)2/fh
(58)
x2 tabel 0
Ho2 ditolak
Analisis Chi-square menggunakan rumus sebagai berikut:
ki h
h o
f
f
f
x
1
2 2
dengan derajat kebebasan = (r-1)(c-1)
Keterangan:
x2 = Chi-square
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
e. Mengambil keputusan
Ho2 tidak berhasil ditolak, Ha2 berhasil ditolak, jika x2 hitung < x2
tabel.
Ho2 berhasil ditolak, Ha2 tidak berhasil ditolak, jika x2 hitung > x2
tabel.
(59)
41
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Dalam penelitian ini jumlah responden yang berada di Biro Organisasi
Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 112 responden. Kuesioner
disebarkan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi yang bekerja di Biro Organisasi
Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang beralamat di Jl. Malioboro
No. 14, Kompleks Kepatihan, Danurejan Yogyakarta. Data pribadi responden
diperoleh dengan menggunakan sumber data primer yang dihasilkan oleh
kuesioner. Data pribadi responden meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan.
Dari 112 kuesioner yang disebarkan hanya 104 kuesioner yang kembali
atau tingkat pengembalian kuesioner sebesar 92,86%, maka dari 104
kuesioner tersebut dapat diketahui gambaran Wajib Pajak Orang Pribadi
terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat
penghasilan.
1. Umur Responden
Dari 104 responden dapat diketahui data wajib pajak yang berada di
Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan
(60)
Tabel 4.1 Data Responden Berdasarkan Umur
Umur Responden Jumlah Responden
Persentase (%) 20 – 30 tahun 1 0,96 31 – 40 tahun 46 44,23 41 – 50 tahun 40 38,46 Di atas 50 tahun 17 16,35 Total 104 100
Sumber: Data primer diolah
Dari tabel 4.1 didapatkan pengelompokkan responden berdasarkan
umur, umur responden 20 – 30 tahun berjumlah 1 orang atau sebesar 0,96%, umur responden 31 – 40 tahun berjumlah 46 orang atau sebesar 44,23%, umur responden 41 – 50 tahun berjumlah 40 orang atau sebesar 38,46% dan umur responden 51 – 60 tahun berjumlah 17 orang atau sebesar 16,35%. Dari tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa dari 104
responden yang ada jumlah umur yang paling banyak dimiliki responden
adalah umur 31 – 40 tahun dengan jumlah 46 orang atau sebesar 44,23%. 2. Jenis Kelamin Responden
Dari 104 responden dapat diketahui data wajib pajak yang berada di
Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan
jenis kelamin, sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Responden
Persentase (%) Laki-laki 57 54,81 Perempuan 47 45,19 Total 104 100
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat dari 104 responden, responden
yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 57 orang atau sebesar 54,81%
(61)
tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa dari 104 responden yang ada jumlah
jenis kelamin yang paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki dengan
jumlah 57 orang atau sebesar 54,81%.
3. Pendidikan Terakhir Responden
Dari 104 responden dapat diketahui data wajib pajak yang berada di
Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan
tingkat pendidikan, sebagai berikut:
Tabel 4.3 Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden
Persentase (%) SLTA/SMA 25 24,04 D-3/Akademika 16 15,38 Jenjang S-1 49 47,12 Jenjang S-2 13 12,50 Jenjang S-3 1 0,96
Total 104 100
Sumber: Data primer diolah
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan pengelompokkan responden
berdasarkan tingkat pendidikan, responden dengan tingkat pendidikan
SLTA/SMA berjumlah 25 orang atau sebesar 24,04%, responden dengan
tingkat pendidikan D-3/Akademika berjumlah 16 orang atau sebesar
15,38%, responden dengan tingkat pendidikan S-1 berjumlah 49 orang
atau sebesar 47,12%, responden dengan tingkat pendidikan S-2 berjumlah
13 orang atau sebesar 12,50% dan responden dengan tingkat pendidikan
S-3 berjumlah 1 orang atau sebesar 0,96%. Dari tabel 4.S-3 dapat disimpulkan
bahwa tingkat pendidikan tertinggi yang paling banyak dijumpai adalah
responden dengan tingkat pendidikan S-1 yaitu berjumlah 49 orang atau
(62)
4. Rata-rata Penghasilan per Bulan
Dari 104 responden dapat diketahui data wajib pajak yang berada di
Biro Organisasi Setda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan
tingkat penghasilan, sebagai berikut:
Tabel 4.4 Data Responden Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Tingkat Penghasilan Jumlah Responden
Persentase (%) Rp2.000.000,00 – Rp3.000.000,00 65 62,50 Rp3.000.000,00 – Rp4.000.000,00 29 27,88 > Rp4.000.000,00 10 9,62
Total 104 100
Sumber: Data primer diolah
Dari tabel 4.4 didapatkan pengelompokkan responden berdasarkan
tingkat penghasilan, responden yang memiliki penghasilan
Rp2.000.000,00 – Rp3.000.000,00 berjumlah 65 orang atau sebesar 62,50%, responden yang memiliki penghasilan Rp3.000.000,00 – Rp4.000.000,00 berjumlah 29 orang atau sebesar 27,88% dan responden
yang memiliki penghasilan lebih dari Rp4.000.000,00 berjumlah 10 orang
atau sebesar 9,62%. Dari tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa dari 104
responden yang ada tingkat penghasilan yang paling banyak dimiliki
responden adalah sebesar Rp2.000.000,00 – Rp3.000.000,00 dengan jumlah 65 orang atau sebesar 62,50%.
B. Pengujian Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner dibagi menjadi 2 (dua) bagian. Bagian I berisi data
(63)
berisi pertanyaan mengenai persepsi wajib pajak terhadap self assessment
system.
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik
korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang telah dibahas pada bab
3. Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan, kesesuaian atau
kecocokan suatu alat untuk mengukur apa yang akan diukur mengenai
persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap self assessment system.
Dengan jumlah responden sejumlah 104 (seratus empat) orang, maka
nilai rtabel diperoleh df (degree of freedom) = n-2 jadi df 104 – 2 = 102,
maka rtabel = 0,193. Butir pernyataan dinyatakan valid jika rhitung > rtabel.
Hasil kesimpulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas
Nomor
Pernyataan r-hitung r-tabel Keterangan 1 0,590 0,193 Valid 2 0,481 0,193 Valid 3 0,565 0,193 Valid 4 0,308 0,193 Valid 5 0,410 0,193 Valid 6 0,529 0,193 Valid 7 0,433 0,193 Valid 8 0,344 0,193 Valid 9 0,415 0,193 Valid 10 0,327 0,193 Valid 11 0,434 0,193 Valid 12 0,548 0,193 Valid 13 0,503 0,193 Valid 14 0,415 0,193 Valid 15 0,421 0,193 Valid 16 0,206 0,193 Valid
(64)
Dari hasil pengujian diketahui bahwa dari 16 pertanyaan dalam
kuesioner adalah valid karena nilai rhitung > rtabel. Seluruh butir pertanyaan
layak digunakan sebagai instrumen untuk mengukur data penelitian.
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas suatu instrumen dimaksudkan untuk menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur konsisten atau memiliki kemantapan dalam
penggunaannya, baik ditinjau dari waktu ke waktu maupun dari kondisi
satu dengan kondisi yang lain. Apabila alat ukur telah dinyatakan valid,
maka berikutnya alat ukur tersebut diuji reliabilitasnya, dengan
menggunakan teknik Spearman-Brown, yaitu teknik belah dua awal-akhir.
Rumusnya adalah (Sugiyono, 2005: 122):
ri =
b b
r r
1 2
Untuk mengukur reliabilitas persepsi self assessment system dengan
menggunakan Microsoft Excel dan hasilnya rhitung sebesar 0,483. Untuk
mencari ri digunakan rumus Spearman-Brown di atas yaitu:
ri =
= 0,651
Dari hasil perhitungan di atas diperoleh bahwa ri = 0,651 > rhitung =
0,483, maka kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.
C. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan empat skor, skor tertinggi adalah 4 sedangkan
(65)
Sehingga setelah dimasukkan ke dalam rumus, intervalnya:
Persepsi orang pribadi yang bekerja di Biro Organisasi Setda Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta tentang self assessment system dikategorikan
sebagai berikut:
Tabel 4.6 Skor kategori persepsi self assessment system
SKOR KATEGORI 1,00 – 1,75 Sangat Tidak Setuju >1,75 – 2,50 Tidak Setuju >2,50 – 3,25 Setuju >3,25 – 4,00 Sangat Setuju Menghitung Chi-square dari variabel tingkat pendidikan
1. Memasukkan data kuesioner ke dalam tabel rekapitulasi kuesioner
Data kuesioner responden meliputi responden, tingkat pendidikan, skor
pertanyaan, jumlah skor pertanyaan dan rata-rata skor pertanyaan (mean).
Tabel rekapitulasi data kuesioner berdasarkan tingkat pendidikan dapat
dilihat pada lampiran 3.
2. Memasukkan data kuesioner ke dalam tabel frekuensi skor persepsi wajib
pajak berdasarkan tingkat pendidikan
Data kuesioner berupa jumlah responden dengan rata-rata skor pertanyaan
(mean) dimasukkan ke tabel frekuensi skor untuk kemudian diketahui
(66)
persepsi wajib pajak berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
lampiran 3.
3. Menghitung frekuensi yang diharapkan (fh) dari variabel tingkat
pendidikan
Untuk menghitung nilai frekuensi yang diharapkan (fh) menggunakan
perhitungan manual, dengan memasukkan data frekuensi skor persepsi
wajib pajak. Tabel perhitungan fh variabel berdasarkan tingkat pendidikan
dapat dilihat pada lampiran 3.
4. Menghitung Chi-square dari variabel tingkat pendidikan dengan taraf
signifikansi 5%
Nilai Chi-square dihitung menggunakan perhitungan manual pada taraf
signifikansi 5% dengan derajat kebebasan (df), yaitu:
df=(r-1)(c-1)=(5-1)(4-1)=12.
Untuk menjawab rumusan masalah yang pertama dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif untuk variabel
pendidikan
Ho1: Tidak ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan.
Ho1: µ1=µ2=...=µk
Ha1: Ada perbedaan persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap self assessment system berdasarkan tingkat pendidikan.
(1)
66
Menghitung frekuensi yang diharapkan (fh) dari variabel tingkat pendidikan, dengan rumus:
Keterangan:
nio = jumlah baris ke-i noj = jumlah kolom ke-j n = jumlah responden
0 1 24 0 25
0 1,20 22,60 1,20
0 2 14 0 16
0 0,77 14,46 0,77
0 2 45 2 49
0 2,36 44,29 2,36
0 0 10 3 13
0 0,63 11,75 0,63
0 0 1 0 1
0 0,05 0,90 0,05
Jumlah 0 5 94 5 104
S-2
S-3
Setuju Sangat Setuju
Jumlah
SLTA/SMA
DIPLOMA
S-1
Tingkat Pendidikan
Persepsi WP terhadap Self Assessment System Sangat Tidak
Setuju Tidak Setuju
n
n
n
E
ij
io
oj/
(2)
67
Perhitungan Chi-square Variabel Tingkat Pendidikan
0 0 0 0 0
1 1,20 -0,20 0,04 0,0333333
24 22,60 1,40 1,96 0,0867257
0 1,20 -1,20 1,44 1,20
0 0 0 0 0
2 0,77 1,23 1,5129 1,9648052
14 14,46 -0,46 0,2116 0,0146335
0 0,77 -0,77 0,5929 0,77
0 0 0 0 0
2 2,36 -0,36 0,1296 0,0549153
45 44,29 0,71 0,5041 0,0113818
2 2,36 -0,36 0,1296 0,0549153
0 0 0 0 0
0 0,63 -0,63 0,3969 0,63
10 11,75 -1,75 3,0625 0,2606383
3 0,63 2,37 5,6169 8,9157143
0 0 0 0 0
0 0,05 -0,05 0,0025 0,05
1 0,90 0,10 0,01 0,0111111
0 0,05 -0,05 0,0025 0,05
Jumlah 14,108
Pada tabel 5 x 4 tersebut, dk = (5-1)(4-1) = 12; pada tabel x2 X2dk = 12 0,05 = 21,026 (dari tabel X2)
S-2 fo S-3 Tingkat Pendidikan SLTA/SMA DIPLOMA S-1
(fo-fh)²/fh
fh fo-fh (fo-fh)²
(3)
68
Lampiran 3. Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Penghasilan
Tabel Frekuensi Skor Persepsi Wajib Pajak Berdasarkan Tingkat Penghasilan
1,00 s.d 1,75
1,76 s.d 2,5
2,51 s.d 3,25
3,26 s.d 4,00
Rp2.000.000,00 - Rp3.000.000,00
0
5
58
2
65
Rp3.000.000,00 - Rp4.000.000,00
0
0
28
1
29
>Rp 4.000.000,00
0
0
8
2
10
Jumlah
0
5
94
5
104
Jumlah
Tingkat Penghasilan
Sangat Tidak
Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
(4)
69
Menghitung frekuensi yang diharapkan (fh) dari variabel tingkat penghasilan, dengan rumus:
Keterangan:
n
io= jumlah baris ke-i
n
oj= jumlah kolom ke-j
n = jumlah responden
0
5
58
2
65
0
3,13
58,75
3,13
0
0
28
1
29
0
1,39
26,21
1,39
0
0
8
2
10
0
0,48
9,04
0,48
Jumlah
0
5
94
5
104
Rp2.000.000,00 - Rp3.000.000,00
Rp3.000.000,00 - Rp4.000.000,00
> Rp4.000.000,00
Tingkat Penghasilan
Persepsi WP terhadap
Self Assessment System
Sangat Tidak
Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Jumlah
n
n
n
E
ij
io
oj
/
(5)
70
Perhitungan
Chi-Square
Variabel Tingkat Penghasilan
0
0
0
0
0
5
3,13
1,87
3,4969
1,1172204
58
58,75
-0,75
0,5625
0,0095745
2
3,13
-1,13
1,2769
0,4079553
0
0
0
0
0
0
1,39
-1,39
1,9321
1,39
28
26,21
1,79
3,2041
0,1222472
1
1,39
-0,39
0,1521
0,1094245
0
0
0
0
0
0
0,48
-0,48
0,2304
0,48
8
9,04
-1,04
1,0816
0,119646
2
0,48
1,52
2,3104
4,8133333
Jumlah
8,569
Pada tabel 3 x 4 tersebut, dk = (3-1)(4-1)=6; pada tabel x
2X
2dk= 6
0,05= 12,592 (dari tabel X
2
)
(fo-fh)
²
/fh
(fo-fh)
²
fo-fh
Rp2.000.000,00 - Rp3.000.000,00
Rp3.000.000,00 - Rp4.000.000,00
> Rp4.000.000,00
Tingkat Penghasilan
fo
fh
(6)
71